Anda di halaman 1dari 4

Merasa bersalah atas apa yang dialami Lara, Devon berjalan lesu menuju rumah arsip yang

merangkap ruang kerja sekaligus rumah tinggal Devon Dito dan Dodi. Sebuah bangunan dengan gaya
eropa megah di pinggir distrik, dalam pandangan manusia biasa itu hanyalah sebuah rumah biasa,
namun bila malaikat seperti Devon yang memasukinya itu akan lebih mirip seperti perpustakaan
dengan rak-rak menjulang tinggi dari lantai hingga atap, berisi deretan buku tebal dengan sampul
seragam berwarna kecoklatan dari bahan kulit. Devon duduk bersandar di sebuah meja lebar di
tengah ruangan. Memandangi jutaan buku yang berisi semua perjodohan yang telah mereka lakukan
dan yang akan mereka lakukan. Devon mendekati salah satu rak dan melayang menuju rak bagian
atas, mengambil sebuah buku tebal bertulis ‘Larasati Diana’ pada bagian sampulnya,
menggenggamnya erat menuju ke meja besar di tengah ruangan itu.

Devon menatap buku itu cukup lama, wajahnya tampak lelah dan tak tahu mulai dari mana
untuk mengatasi semua masalah Lara ini. Pandangannya tajam tertuju pada buku yang ada
di hadapannya sambil menopang dagu dan beberapa kali menarik nafas panjang.

“Dari mana aku harus mulai mengenalmu Lara, dihadapan orang kau tampak begitu riang
dan tegar, tapi saat sendiri kau menangis seperti anak kecil. Mungkin aku harus
menghabiskan banyak waktu untuk melihat semua tahun yang kau lalui. Untuk mengetahui
pa yang membuatmu begitu dingin” Devon bergumam dengan suara sangat lirih.

Devon membuka buku besar itu pada bagian awal, dengan menjentikkan jari, seketika visual
hologram besar muncul dihadapannya. Tampak Lara yang masih berusia 5 tahun bermain
dengan riang bersama kedua orang tuanya di sebuah taman, dan berlari menuju gendongan
sang ayah.

“Kau terlihat bahagia dan sangat mencintai ayahmu, bagaimana kau bisa antipati dengan
pria.” Devon tampak tak habis pikir dengan sikap Lara saat ini. Diputar tahun demi tahun
masa kecil Lara, namun Devon belum menemukan petunjuk yang menyebabkan persepsi
Lara terhadap pria berubah.

“Oi Dev sedang apa kau?” Terlihat Dodi baru datang dengan buku tebal lain di tangannya,
sepertinya dia baru menyelesaikan perjodohan lain. Melihat visual Lara di hadapan Devon
Dodi pun langsung menghampiri.

“Ah gak seru, coba lihat ini!” Dodi menjentikkan jarinya dan visual itu langsung berganti ke
masa remaja Lara.

“Lihat ini cinta pertama yang kurancang untuk wanita es itu.” Dodi mengambil kursi di
sebelah Devon, dia bersandar dengan tangan terlipat diatas kepala dan kedua kaki
diselonjorkan keatas meja. “Karena menurutku dia cantik, pintar, dan cukup pendiam maka
aku carikan dia ketua OSIS dambaan semua wanita di sekolahnya”

Dalam visual hologram itu tampak Lara yang berusia 15 tahun berseragam putih biru dengan
rambut ekor kuda, terlihat sangat manis. Devon merasa tak ada yang salah dengan gadis itu
tapi Dodi terus memintanya melihat kisah cinta pertama yang dirancang Dodi untuk Lara.
Kriiing....

Suara dering bel sekolah terdengar dari bis kota yang ditumpangi Lara, sepertinya dia akan
terlambat hari ini. Bergegas dia berlari secepat yang dia bisa, berharap pak Tarjo penjaga
pintu gerbang berbaik hati dan membiarkan dia menerobos gerbang seperti biasanya.
Namun hari ini bukan hari keberuntungan Lara, Pak Antara kepala sekolah mereka sedang
berdiri mematung disamping gerbang, mungkin beliau sering memergoki pak Tarjo yang
meloloskan murid terlambat karena tak tega. Jadi hari ini beliau khusus melakukan inspeksi
dan sekaligus menjadi hari tak beruntung Lara.

“Pagi Pak Antar” sapa Lara sambil sedikit menundukkan kepalanya memasang tampang
sedikit memelas, walaupun dia tahu itu tak akan berpengaruh, kepala sekolah mereka
terkenal sebagai pemegang rekor orang paling disiplin di sekolahnya.

Mau tak mau Lara harus mengambil hukuman berdiri di depan gerbang sampai jam
pelajaran pertama berakhir. Karena kepala sekolah sudah memergokinya, kalau dia
memaksa kabur dari hukuman bisa dipastikan akan ada surat panggilan orang tua, dan Lara
ta ingin itu terjadi.

Di kejauhan Bayu berjalan santai menuju gerbang, karena melihat Lara telah berdiri di
depan bisa dipastikan gerbang sekolah telah tertutup rapat dan tak bisa ada kompromi.
Sesampai di depan gerbang dia melihat menyapa kepala sekolah dan langsung diam berdiri
di samping Lara.

15 menit berlalu, Bayu melirik ke arah belakang memastikan kepala sekolah sudah kembali
ke ruangannya.

“Hai, duduk disana yuk Pak Antar sudah balik tuh” ajak Bayu sambil menunjuk bawah pohon
rindang di depan pagar sekolah mereka. Lara terdiam berpikir sejenak dan menggelengkan
kepala, dia tidak ingin sampai ada surat teguran yang terkirim ke rumahnya.

“Sudahlah ayo...” Tanpa basa-basi Bayu langsung menarik tangan Lara dan menyeretnya
untuk duduk di bawah pohon. “Tak usah khawatir, selama kita tak meninggalan sekolah dan
masih terlihat tuh, tak akan ada SP yang akan dikirim” Bayu menunjuk ke arah CCTV yang
ada di depan, sambil tersenyum kemudian melambaikan tangan.

“Kenalan, Aku Bayu” melihat Lara yang tetap diam dia berinisiatif memulai percakapan,
setelah sekian detik tangannya tak juga disambut bayu menggapai tangan Lara dan
menyalamkannya

Begitulah awal Bayu dan Lara berkenalan, sejak perkenalan itu Bayu terus saja mendeati
Lara di banyak kesempatan hingga mereka menjadi teman baik. Menghabiskan waktu
berudua, nonton, pergi makan, berangkat dan pulang sekolah bersama. Mereka tampak
bahagia dan serasi, siapapun yang melihatnya pasti menganggap mereka pasangan yang
cocok.
Dodi menjentikkan jarinya untuk menghentikan adegan dalam visual itu

“Tampak sempurna bukan? Katakan padaku apa menurutmu mereka tampak saling jatuh
cinta?” Dodi mengajukan pertanyaan yang selalu dipendamnya selama ini, dari semua
rancangan cintanya untuk Lara dia merasa telah membuat Lara jatuh cinta pada semua pria
pilihannya itu tapi akhir yang didapat selalu berbeda dari harapannya.

“Mereka tampak serasi” Jawab Devon singkat.

“Kamu harus melihat akhir kisahnya!” Dodi menjentikkan jarinya dan mempercepat visual
itu pada saat Bayu menyatakan cintanya pada Lara.

Di tengah lapangan basket dengan kerumunan yang ramai, Bayu berdiri dengan sangat
percaya diri bak seorang pangeran yang hendak mejemput putri pilihannya. Bayu
mengumpulkan semua teman kelasnya juga teman kelas Lara dalam lapangan untuk
menjadi saksi cinta mereka.

Dia berencana memberikan kejutan indah untuk Lara, buket bunga dan coklat sudah
disiapkan, beberapa teman Bayu sudah siap dengan konveti, tak lupa alunan lagu romantis
sebagai backsound. Bayu merasa sangat yakin kalau cintanya akan diterima oleh Lara.

Di pintu masuk Lara berjalan beriringan dengan beberapa gadis yang menjemputnya. Dia
terlihat bingung dan dengan ragu berjalan perlahan ke arah Bayu.

“Apa yang terjadi? Apa ada turnamen atau ada pesta ulang tahun?” Lara tampak makin
bingung karena Bayu segera menjawabnya tapi malah memegang kedua tangannya.

“Larasati Diana, aku tahu kita belum terlalu lama kenal dekat, tapi hari ini aku Bayu
Anggara ingin mengungkapkan perasaanku padamu”

Lara hanya diam tak tahu harus berbuat apa, ditengah kerumunan teman-temannya,
ditambah Bayu yang tiba-tiba berubah menjadi lebih serius dari biasanya.

“Larasati Diana, aku jatuh cinta padamu sejak pertama kali melihatmu di ospek sekolah,
tapi aku seperti tak terlihat dimatamu, hingga saat kita berdua dihukum di gerbang
sekolah” Bayu tersenyum, terlihat sangat tampan dimata semua gadis di sekolah itu, tapi
tidak di mata Lara, karena dia sudah mulai memikirkan bagaimana cara untuk menghindari
situsi ini.

Bayu mengambil nafas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya “Larasati Diana, maukah
kau menjadi kekasihku...”

Seketika jantung Lara berdegup kencang, kemarahannya memuncak membuat wajahnya


memerah. Lara berusaha meredam emosi dengan mengatur nafas dan memejamkan
matanya.
Melihat wajah Lara memerah, Bayu mengira wanita yang dicintainya merasa malu, dia pun
mengulang pertanyaannya

“Lara maukah kau menjadi kekasihku...” Kali ini Bayu mengatakannya dengan lebih lembut.

Emosi yang berhasil sedikit di redam oleh Lara kembali memuncak mendengar pertanyan
sama yang diulang. Seketika tangannya melayang ke arah pipi Bayu PLAK... suara itu
menggema memenuhi seluruh rungan. sebuah tamparan keras mendarat di pipi Bayu
meninggalkan tanda merah tapak tangan Lara. Seketika Lara pergi dengan wajah tanpa
ekspresi meninggalkan bayu yang diam mematung tanpa tahu apa dan dimana
kesalahannya.

Kembali Dodi menjentikkan jarinya untuk menghentian visual itu. “See.. itu yang terjadi di
semua pria yang kupilihkan untuknya. Hmm tidak semua mendapatkan tamparan sih. Rama
dapat tinju di perutnya, Gilang diinjak kakinya, Hakim didorong hingga gegar otak ringan.
Ratu es itu memang tak punya perasaan” Keluh Dodi.

Devon terdiam, hanyut dalam pikirannya. Kebingungannya makin bertambah karena sikap
dingin Lara hanya muncul tiap pria-pria itu menyatakan cinta mereka.

Anda mungkin juga menyukai