Anda di halaman 1dari 54

www.ac-zzz.blogspot.

com

SETAHUN DI KOTA KECIL

Guna Sitompul
www.ac-zzz.blogspot.com

Nana memilih bekerja di Kota Kecil, tak hanya untuk membuktikan kepada
teman-temannya bahwa ia sanggup, tapi juga ingin tahu, apakah ia istimewa
di hati ayahnya….

Nana tidak pernah mengkhawatikan posisinya di bank tempatnya bekerja. Hal


yang paling merisaukannya, apabila dia tidak bisa lagi menulis. Di mana pun dia
berada, asal dapat menulis, hal lainnya dapat ditoleransi. Nana dan rekan
seangkatannya — semuanya dua puluh lima orang — karyawan baru di Bank
Nasional. Setelah melewati masa pelatihan selama sebelas bulan, mereka
ditempatkan di cabang-cabang bank di daerah.

Nana memilih Kota Kecil di Sumatra, karena merupakan tanah leluhurnya.


Keluarga besarnya bermukim di sana. Sebenarnya, Nana bisa memilih kantor
pusat, karena bosnya sangat membutuhkan tenaga analis seperti dirinya.

Selama pelatihan, dialah satu-satunya orang yang beruntung karena bisa


magang di kantor pusat. Hal ini tak terlepas dari latar belakang pendidikannya,
strategi manajemen. Kepala bagian pelatihan menilai Nana cenderung berpikir
secara konseptual ketimbang secara teknis. Alasan inilah yang membuat Nana
www.ac-zzz.blogspot.com

mendapat kesempatan magang di kantor pusat, di mana kebijakan-kebijakan


disusun secara konseptual.

Tapi, toh, Nana memilih Kota Kecil dengan berbagai pertimbangan yang
sebelumnya telah dibicarakannya dengan Pak Adi, mantan dosennya di
universitas. Ia ingin tahu bagaimana rasanya bekerja berhadapan langsung
dengan nasabah, selain tentu saja ingin lebih dekat dengan keluarga besarnya.

“Ibu saya pendiam, Ayah suka mengatur. Mungkin mereka pasangan yang cocok.
Ah, entahlah. Tapi, pada dasarnya, saya kurang mengenal mereka. Dari kecil
saya tinggal dengan Ompung, nenek dari pihak Ibu, sampai beliau meninggal
lima tahun lalu. Ayah jarang berbicara dengan anak perempuannya. Ia lebih
dekat dengan adik laki-laki saya. Sungguh, saya sangat ingin lebih mengenal
keluarga besar saya.” Pak Adi mendengarkan cerita Nana sambil menekuk
tangannya. Matanya yang teduh dan wajah ramahnya mendorong mahasiswa
bercerita terbuka kepadanya.

“Akan ada mutasi di kantor, Pak. Saya bisa saja memilih kota metropolitan,
tapi lowongan di Kota Kecil, tempat kelahiran saya, rasanya lebih menarik. Ada
baiknya jika saya bertugas di sana. Saya punya waktu untuk mengenal keluarga
lebih dekat,” Nana melanjutkan. Matanya menerawang, memandang ke
sekeliling ruangan Pak Adi, sesuatu yang selalu dilakukannya bila dia ingin
menangis. “Saya ingin tahu, apakah ada tempat yang istimewa bagi saya di
dalam hati Ayah,” Nana akhirnya berkata pelan sembari membuang mukanya,
agar tidak tampak seperti orang yang bersedih.

Pak Adi memberi jawaban setelah menunggu emosi Nana reda. “Ikutilah kata
hatimu, Nak. Saya termasuk orang yang mengikuti kata hati. Walau terkadang
yang saya lakukan itu tidak selalu yang terbaik, setidaknya dengan mengikuti
kata hati, saya jujur pada diri sendiri.”
www.ac-zzz.blogspot.com

“Oh, ya. Ada hal lain lagi, Pak! Sebenarnya saya juga bertaruh dengan teman-
teman di kantor pusat. Mereka bilang, saya tidak mampu bertahan di kantor
cabang selama satu tahun. Mereka bilang, saya sangat kaku dan tidak ramah.
Mereka bahkan mengatakan, seminggu pun saya tidak tahan, karena saya akan
bertemu dengan banyak nasabah yang memiliki beragam karakter!” Nana
cemberut, membuat Pak Adi geli melihatnya. Dibayangkannya wajah gadis itu
ketika digoda teman-teman sekantornya. Pasti dia cemberut seperti saat ini!

“Saya benar-benar merasa dilecehkan, Pak. Kemampuan inteligensi saya


dipertanyakan. Saya ingin membuktikan, bahwa saya mampu bekerja di kantor
cabang dan menghadapi nasabah dengan berbagai sifat. Bukan hanya seminggu
atau dua minggu, tapi satu tahun penuh! Saya yakin, saya pasti mampu!”

Kalau saja Nana dapat menyemburkan api seperti naga, pastilah Pak Adi sudah
terbakar. Yang jelas, mantan dosennya itu hanya dapat menggeleng-gelengkan
kepalanya. Ia merasa lucu, karena tampaknya Nana tidaklah membutuhkan
jawaban lagi darinya. Gadis itu sudah mengambil keputusannya sendiri!

Akhirnya, Nana bertugas ke Kota Kecil. Ia sempat menyesali keputusannya,


karena merasa akan masuk ke dalam mulut harimau yang siap melumat dirinya
Tapi, Eve, salah seorang mentornya yang selalu berusaha memahami dirinya
yang kaku, sudah membekalinya banyak hal. Bahkan, Eve meminta Bebe —
seorang teman seangkatannya ketika diterima bekerja di bank, yang kebetulan
bertugas di Kota Kecil— untuk membantu Nana.

JULI
Nana dijemput Aji, adiknya yang paling kecil, di terminal. Mereka lima
bersaudara. Nana anak ketiga. Dua kakak perempuannya sudah menikah dan
dua adik lelakinya sudah menyelesaikan kuliah tanpa mempunyai pekerjaan
tetap.
www.ac-zzz.blogspot.com

Setibanya di rumah orang tuanya, Nana memeluk Mama yang kelihatan lebih
tua dari lima tahun lalu. Rambutnya hampir berwarna putih semua. Ayahnya
tidak kelihatan, masih di kebun jeruk. Ah, tak apa, pikir Nana. Ayahnya selalu
bekerja keras, sehingga tidak ada sesuatu apa pun yang dapat mengganggu
rutinitasnya. Sementara Hara dan Ijo, kedua orang anak Yos, kakaknya yang
kedua, memandangnya heran.

“Ayo, beri salam pada Tante,” Yos menyuruh Hara yang berusia tujuh tahun
menyalami Nana. Sedangkan adiknya, Ijo, yang usianya kata Yos baru sembilan
bulan, belum dapat berbicara. Ia hanya tersenyum, menatap Nana.

Selesai melepas rindu, Nana baru sempat memperhatikan sekelilingnya.


Rumahnya sudah tua dan mulai digerogoti ngengat. Nana jarang berada di
rumahnya sendiri. Ia tinggal bersama Ompung. Saat liburan saja dia baru
pulang ke rumahnya.

Malam harinya, Nana bertemu dengan ayahnya yang hanya memandangnya


sekilas sambil berucap, “Kau sudah datang rupanya.” Nada suaranya datar.
Kehadiran Nana seakan tak ada artinya sama sekali. Hati Nana terluka. Tadinya
dia berpikir, ayahnya akan banyak bertanya kepadanya. Paling tidak, mengajak
Nana berbasa-basi. Tapi, sampai Nana siap tidur, ayahnya hanya bertanya,
apakah ia sudah mulai bekerja besok. Ya, cuma itu percakapan di awal
perjumpaan mereka. Tidak ada satu pun yang istimewa.

Keesokan paginya, Nana sudah berada di bank di Kota Kecil. Letak kantornya
tepat di sudut jalan. Pintu masuk menuju gedung berada di depan jalan, tanpa
ada halaman pembatas. Agak ke samping kiri, barulah terdapat area parkir
yang terbilang sempit. Bentuk gedungnya yang kotak persegi mirip jejeran tiga
buah ruko (rumah toko) yang dijadikan satu. Kantor tersebut hanya terdiri dari
satu lantai.
www.ac-zzz.blogspot.com

Nana berjalan menuju area parkir dan berdiri tepat di depan ATM yang terletak
di ujung area itu. Di ujung sebelah kanan, terdapat pintu yang menghubungkan
ke bagian dalam kantor barunya. Dalam hati Nana berpikir, mungkin itu pintu
belakang. Dari situ Nana dapat memandang ke segenap penjuru arah. Di
sebelah depan area parkir terdapat tiang bendera yang sudah usang, terbukti di
sekeliling tiang itu penuh karat yang menandakan umurnya yang sudah uzur. Di
pinggiran area parkir ditanami tumbuhan pagar.

***

Tidak ada hal yang istimewa dari gedung tersebut. Tentunya Nana tidak
berharap mendapati gedung yang mirip dengan gedung kantor pusat di Jakarta.
Matanya masih menyapu sekelilingnya, ketika pintu belakang tersebut terbuka.
Dan, muncul sesosok tubuh pria yang diyakini Nana bernama Bebe.

Entah apa yang membuat Nana begitu yakin bahwa pria itu adalah kenalan Eve
yang dianjurkan sebagai pembina dirinya di kota ini. Sosok pria berusia tiga
puluhan itu mengenakan kemeja putih dan celana panjang berwarna hitam.
Dari depan ATM, Nana belum dapat melihat wajahnya dengan jelas. Tapi, Nana
dapat melihatnya menjinjing dua boks yang diyakini Nana merupakan kotak
uang untuk dimasukkan ke dalam ATM.

Nana memandang dengan seksama sosok pria yang sedang berjalan menuju ATM
itu. Wajahnya yang sudah tampak lebih jelas, kosong tanpa ekspresi. Seakan-
akan tidak ada kehidupan di sana, selain organ-organ tubuhnya saja yang
bergerak. Tiba-tiba Nana merasa hatinya iba. Ah, mudah-mudahan ini hanya
ilusinya saja! Pria itu memandang Nana sekilas, dan rupanya memutuskan
keberadaan Nana tidaklah penting, sehingga dia lalu berbalik kembali ke dalam
gedung.

Pukul 07.30 pagi, Nana masuk dari pintu depan. Dia duduk dan memandang ke
sekeliling ruangan. Interiornya sederhana. Letak meja dan kursinya
www.ac-zzz.blogspot.com

mengingatkan Nana pada ruang tunggu praktik dokter. Nana masih memandang
ke sekeliling, ketika seseorang menyapanya.

“Ibu Andriana?”

Meskipun wajah pria itu ‘menyeramkan’, layaknya mayoritas penduduk di Kota


Kecil ini, ia terlihat ramah dengan senyumnya yang tulus.

“Benar, Pak,” kata Nana sambil berdiri dan mengulurkan tangannya, lalu
menyebutkan kembali nama lengkapnya, ”Andriana.”

“Namaku Poltak Panjaitan,” dia berbicara sambil menyambut uluran tangan


Nana. Lalu Nana dipersilakan menghadap Pak Jey, seorang pria kurus
berkacamata yang mengenalkan dirinya sebagai kepala cabang. Dan, di ruangan
itu Nana melihat pria berekspresi dingin di ATM tadi.

Pak Jey lalu memperkenalkan Nana pada Pak Poltak yang bekerja di bagian
umum. “Kalau perlu apa-apa, dapat menghubunginya,” katanya sambil
mengalihkan pandangan kepada pria yang diyakini Nana sebagai Bebe. Dan,
benar saja! “Ini atasan langsung Anda, Pak Bebe Setiadi. Anda akan mendapat
pengarahannya selama bekerja di sini. Nah, selamat bekerja, Ibu Andriana.”

Nana sudah berdiri ketika Pak Jey tiba-tiba bertanya, “Oh, ya! Kenapa selama
ini Anda tidak pernah ditempatkan di kantor cabang? Karyawan baru biasanya
kan magang di kantor cabang dulu. Tapi, kenapa Anda tidak?”

“Mungkin karena saya tidak cantik, Pak,” Nana menjawab serius. Menurut
hemat Nana, biasanya yang ditempatkan di kantor cabang tentulah mereka
yang berparas menarik. Maklum, untuk menggaet perhatian nasabah. Ah, itu
kan sudah lumrah!

Jawaban Nana tampaknya membuat ketiga orang pria yang berada di ruangan
itu terkejut. Namun, Nana tidak peduli. Memang begitulah, pikirnya. Toh, sejak
www.ac-zzz.blogspot.com

dulu pun Nana tahu, dirinya tak mampu bersaing dengan wanita mana pun
secara ragawi. Ya, Nana merasa dirinya tidaklah cantik!

Hari pertama bekerja di Kota Kecil waktu terasa berjalan lambat. Sebagai
atasannya langsung, Bebe memberi pengarahan secara teknis kepada Nana.
Saat dekat-dekat berhadapan dengannya itulah, Nana dapat melihat wajah pria
itu dengan jelas. Nyaris sempurna sebenarnya, jika saja tidak terlalu banyak
tahi lalat di wajahnya!

Seumur hidup Nana belum pernah melihat makhluk yang memiliki tahi lalat di
wajahnya sebanyak yang dimiliki Bebe. Wajahnya mengingatkan Nana pada
keju Belanda yang dijual di pasar swalayan. Keju berwarna krem dengan
sejumlah bintik hitam di sekelilingnya! Dan, ada satu hal lagi yang menarik
perhatian Nana. Bebe memiliki sepasang alis mata yang bagus sekali! Mirip
benar dengan sepasang alis mata detektif Conan di komik Jepang yang sering
dibaca Nana!

Melihat Nana yang terpaku saja menatapnya, Bebe tampak tak senang. Tapi,
rupanya gadis itu tidak menyadari kegelisahan Bebe. Padahal, kalau saja ada
air, pasti ia sudah menyiramkannya ke kepala Nana. Akhirnya ia berdehem
keras-keras sebagai upaya terakhirnya untuk mengembalikan Nana ke bumi.
Dan, rupanya cukup berhasil karena akhirnya Nana mengalihkan pandangan
matanya dengan malu.

Sorenya, Nana pulang dengan pikiran kacau. Ia merasa lelah, tidak menyangka
pekerjaannya sangat jauh berbeda seperti yang dipikirkannya. Apalagi
kebanyakan rekan di kantornya semua sudah menikah, kecuali… Bebe. Ya,
mentor yang direkomendasikan Eve itu sudah hampir tiga tahun bertugas di
sini. Diam-diam, entah kenapa, Nana merasa kasihan padanya. Sendirian tanpa
keluarga di Kota Kecil ini, pastilah sangat berat bagi dirinya.
www.ac-zzz.blogspot.com

Mama menyambut Nana beserta si kecil Hara dan Ijo. Dipeluknya Mama dan
diciuminya makhluk-makhluk kecil itu. “Tante capek?” tanya Hara dengan
suaranya yang lucu. “Tante sudah makan?” tanyanya lagi. Dan, sebelum Nana
menjawab, lagi-lagi Hara memburunya dengan pertanyaan yang membuat Nana
takjub, “Tante sibuk, ya?”

Ha, baru kali ini ada yang menanyakan dia sibuk atau tidak! Nana membelai
pipi Hara sambil mengangguk mengiyakan. Sementara itu, Ijo, adik Hara,
nyengir saja, karena dia memang belum bisa bicara. Nana sendiri, setelah
selesai makan, tidak ingin bercerita panjang lebar dengan Mama yang bertanya
bagaimana pekerjaannya di kantor hari ini. Kalau Nana menjawab jujur, bahwa
pekerjaannya amburadul, tentu Mama akan resah.

Ya, tetapi tidak ada salahnya bersikap jujur kepada Yos. Sejak dulu Nana
memang lebih banyak berbicara kepadanya ketimbang saudara-saudaranya yang
lain. Maka, dengan begitu saja ia menceritakan keberadaan Bebe, atasannya,
yang dirasakannya sangat ‘menjaga jarak’. Bahkan, Nana juga kemudian
mengatakan bahwa rasanya ia ingin lari saja dari kantor barunya itu!

“Aku banyak melakukan kesalahan. Tidak kusangka, sesukar itu menghadapi


para nasabah! Berinteraksi dengan manusia ternyata jauh lebih sulit daripada
menjadi editor buku-buku ilmiah!” ungkap Nana yang selama ini dikenal lebih
berkutat dengan buku daripada dengan manusia, apalagi orang-orang yang sulit
dipahaminya. Selain menulis artikel di majalah manajemen kantornya, ia juga
suka menulis di berbagai majalah dan harian ibu kota.

“Bersabarlah, lama-lama juga kau mahir sendiri. Yang penting, konsentrasi


penuh pada pekerjaan yang kita lakukan,” Yos berkomentar optimistis. Dan,
semangatnya menular pada Nana. Kakaknya benar, ia hanya butuh waktu untuk
memahami pekerjaannya.

***
www.ac-zzz.blogspot.com

Bebe mewanti-wanti Nana agar jangan percaya kepada orang yang baru
dikenal. Tapi, Bebe sendiri sangat percaya kepada Nana, yang jelas-jelas baru
ia kenal!

Ini hari terakhir di bulan Agustus. Seperti biasanya, Nana menulis di buku
hariannya. Aku mulai dekat dengan keluargaku. Aku menyayangi keponakanku,
Hara dan Ijo. Kedua makhluk mungil itu selalu membuatku bahagia. Tapi, aku
tidak pernah menduga Kak Yos mengalami kesulitan membiayai rumah tangga
dengan jumlah gaji yang diterimanya. Sebenarnya, ada dua keluarga di rumah
ini. Keluarga Kak Yos dan keluarga kami: Papa, Mama, aku, dan adik-adik. Aku
memang tidak tahu bahwa selama ini Kak Yos yang menanggung semuanya.

Kak Yos hanya karyawan biasa di kantor pemerintah, begitu pula suaminya.
Apalagi kedua adikku, Aji dan Muda, masih menganggur. Papa dan Mama tidak
pernah menceritakan, hujan badai telah menyebabkan panen cabai gagal.
Untunglah Kak Yos bercerita jujur tentang kesulitannya. Paling tidak sekarang,
aku bisa membantu mereka dengan penghasilan yang kudapat setiap bulan.

Ketika aku jatuh sakit (mungkin karena aku belum bisa menyesuaikan diri
dengan pekerjaan baruku!), Bebe yang menggantikan pekerjaanku dan juga
mengerjakan laporanku. Ah, aku mulai bersimpati pada Bebe. Dia rajin dan
cekatan. Meskipun Bebe bawel, pekerjaan beres jika dikerjakannya. Aku harus
berupaya lebih giat lagi! Sebenarnya tidak ada pekerjaan yang sulit. Asalkan
aku mau berusaha, pasti bisa secanggih Bebe juga akhirnya!

Aku hanya merasa heran, mengapa Bebe menganggap bahwa orang baik hanya
ada di dalam cerita-cerita sinetron? Apakah Bebe belum pernah bertemu
dengan orang-orang yang berhati tulus? “Berhati-hatilah, Bu, dalam bekerja,
karena pekerjaan kita berhubungan langsung dengan uang. Risikonya tinggi.
Tidak ada salahnya bersikap waspada, bahkan dengan teman sekerja
sekalipun!” Itu kalimat yang keluar dari mulutnya ketika aku sedang
www.ac-zzz.blogspot.com

mendiskusikan masalah perolehan dana di bank tempat kami bekerja. Selain


itu, Bebe juga menasihati agar aku lebih proaktif ‘merayu’ nasabah!

Ha, mungkin Bebe menyadari, sebagai anak buahnya, aku tidak ahli dalam
memengaruhi orang lain! Jika nasabah tidak berminat menanamkan modalnya,
biasanya aku hanya berdiam diri memakluminya. Usul Bebe agar aku lebih
memperbanyak jaringan sehingga menambah jumlah nasabah, sebetulnya boleh
juga! Harus diakui, Bebe memiliki kemampuan di atas rata-rata dalam hal
menggaet nasabah. Bebe memiliki keterampilan dan keramahan seorang ahli
pemasaran. Hmm, tidak percuma dia ditempatkan sebagai kepala bagian
pemasaran!

SEPTEMBER
Bebe membereskan file-file penting dan mengeluarkan beberapa buku petunjuk
operasional bank. Bebe merasa Nana akan membutuhkan buku panduan
tersebut, meskipun sebenarnya Bebe tidak peduli apakah Nana paham atau
tidak tentang cara kerja operasional bank mereka. Bagaimanapun, Bebe yakin,
dengan pendidikannya yang tinggi Nana tentu dapat memahami buku petunjuk
itu selama ia kursus ke Medan.

Bebe memulai pembicaraan dengan menyatukan kedua telapak tangannya


untuk menunjukkan bahwa pembicaraan mereka teramat penting. Di depannya,
Nana diam mendengarkan. Apa pun itu, intinya pastilah… Nana yang harus
menggantikan pekerjaan Bebe selama ia kursus ke Medan selama seminggu!

“Kalau saya tidak ada di kantor, Ibu yang menggantikan pekerjaan saya. Begitu
pula sebaliknya,” Bebe berbicara panjang lebar tentang cara kerja operasional
bank. Setelah itu, baru ia bertanya pada Nana, apakah gadis itu memahami
ulasan yang diberikannya. Wajah Nana yang menyiratkan ketegangan membuat
Bebe merasa kasihan.
www.ac-zzz.blogspot.com

Jawaban ‘tidak’ yang keluar dari mulut Nana membuat Bebe terperanjat.
Apalagi setelah itu, Nana memberikannya sehelai surat!

“Apa ini?” Bebe bertanya heran. Dia menimang surat di tangannya.

“Itu surat pengakuan, Pak,” Nana menjawab jujur. Setelah itu, dia berbalik
meninggalkan Bebe yang terpaku di tempat duduknya.

Sepeninggal Nana, Bebe langsung membuka surat itu. Rasa penasaran


memenuhi dadanya. Belum pernah ada orang yang mengirimi dia surat dengan
cara ini. Biasanya, Bebe menerima surat melalui pos. Dibacanya surat tersebut,
sesekali dia tersenyum.

Pak Bebe yang baik,


Diam-diam sebenarnya saya telah berbuat sesuatu yang egois pada Anda, Pak!
Dan, inilah hukumannya! Anda akan kursus ke Medan seminggu dan saya yang
menggantikan pekerjaan Anda yang tidak saya pahami sepenuhnya!

Oh, ya! Anda ingin tahu keegoisan saya? Hari pertama bekerja di Kota Kecil ini,
saya kaget sekali melihat pekerjaan yang belum pernah saya lakukan
sebelumnya. Rasanya saya ingin pingsan, tapi tidak jadi saya lakukan karena…
malu. Lalu, saya lihat Anda pontang-panting hampir 50 kali dari muka ke
belakang, dari belakang ke muka (saya hitung, lho, jumlahnya!).

Saya sungguh tidak mengerti, apa saja yang Anda kerjakan. Lalu terlintas di
pikiran saya, kalau Anda tidak ada, siapa yang menggantikan? Mestinya bukan…
saya! Hingga Rabu kemarin, saya selalu berdoa untuk Anda, “Semoga Anda
baik-baik saja.” Tapi jujur, saya lakukan bukan karena saya ingin Anda sehat
secara tulus dan ikhlas, tapi demi kepentingan diri saya. Kalau Anda sehat,
Anda akan bekerja setiap hari, sehingga saya tidak perlu menggantikan Anda!

Namun, akhirnya pekerjaan itu datang juga! Terus terang, saya hampir pingsan
ketika mendengar Anda akan kursus selama seminggu. Saya sadar, jahat sekali
www.ac-zzz.blogspot.com

saya telah berdoa dengan cara seperti itu! Namun, percayalah, Pak, mulai hari
ini saya tidak akan melakukannya lagi. Saya benar-benar minta maaf dari
relung hati saya yang terdalam….

NB: Ingatkah Anda ketika saya pernah bertanya, “Percayakah Anda pada saya,
Pak?” Dan, Anda secepat kilat menjawab, bahwa Anda percaya pada saya.
Terus terang, belum pernah saya mendengar ada orang lain secepat Anda
dalam menjawab pertanyaan sesulit itu. Anda sungguh luar biasa, Pak!
Walaupun, mungkin, hanya ada tiga kemungkinan:

Anda tidak mengerti maksud saya

Anda tidak peduli

Memang demikianlah adanya

Kok, Anda bisa percaya pada saya, Pak? Anda kan belum mengenal saya?
Bahkan, Anda sendiri yang wanti-wanti kepada saya, agar bersikap waspada,
terhadap seorang teman sekalipun!

Andriana

Nana menuliskan nama lengkapnya di akhir surat itu. Bebe melipatnya hati-
hati. Nana memang aneh, tapi dia begitu jujur mengakuinya. Ah, Bebe geli
membaca surat Nana yang lugu itu!

Seminggu tanpa Bebe akhirnya dilalui Nana dengan baik, meskipun hal itu
menguras energinya. Setiap hari Nana selalu pulang malam dan datang paling
pagi. Nana tidak sempat melihat matahari terbit ketika tiba di kantor dan tidak
sempat pula melihat matahari terbenam pada saat pulang kantor.

Setiap kali pintu kantor terbuka, Nana mengangkat matanya dari komputer
sambil berharap yang muncul adalah Bebe. Jam kerja sudah akan dimulai, tapi
Bebe belum juga muncul. Padahal, Nana sudah membayangkan hari ini
www.ac-zzz.blogspot.com

pekerjaannya akan berkurang. Ketika dia hampir putus asa, bayangan yang
teramat dikenalinya itu datang!

Berkemeja putih dengan celana panjang warna hitam, dan tas hitam yang
tersandang di bahunya seperti anak sekolahan, Bebe mengucapkan ‘selamat
pagi’ kepada pak satpam. Wah, belum pernah Nana sebahagia itu melihat
Bebe! Serta-merta dia menghampirinya. Nana ingin sekali menggandeng lengan
Bebe seperti yang selalu dilakukannya pada Pridy, sahabatnya. Tapi, niat itu
diurungkannya.

Nana tidak dapat menyembunyikan kegembiraannya. Dia memandangi Bebe


dari atas ke bawah, seakan mencari-cari sesuatu yang hilang. Ketika Nana
merasa tidak ada satu pun yang berubah pada Bebe, maka Nana
mengembangkan senyumnya. “Saya belum pernah sesenang ini melihat Bapak,”
Nana mengungkapkan perasaannya dengan jujur. Bebe ibarat seorang malaikat
yang turun dari langit untuk sesegera mungkin menyelesaikan masalah-
masalahnya!

Sebenarnya, Bebe merasa ‘gerah’ dipandangi seperti itu. Seumur hidupnya,


belum pernah ada yang menanti-nantikan kedatangannya seperti ini! Diam-
diam Bebe merasa tersanjung.

Nana masih tersenyum sambil menggenggam tangan Bebe. Ketika Bebe


berusaha menarik lengannya. barulah Nana tersadar. Nana lalu melonggarkan
pegangannya dan menjauh. Dia berusaha menguasai dirinya dengan lagi-lagi
mengulas senyum di bibirnya. Dan, Bebe baru menyadari, ternyata gadis ini
manis juga jika tersenyum!

“Saya sungguh senang melihat Anda kembali, Pak. Saya hanya ingin Anda tahu
itu,” Nana berbicara tulus. Bebe dapat melihatnya dari pancaran mata Nana.
Nana mengerjapkan matanya dan masih terus tersenyum. Bebe jarang sekali
www.ac-zzz.blogspot.com

melihat Nana tersenyum selama itu. Paling lama kan Nana tersenyum hanya
dalam hitungan detik. Itu pun sudah sangat terpaksa!

“Terima kasih, Bu,” Bebe cepat-cepat berjalan ke mejanya untuk


menyembunyikan keharuannya. Meskipun mejanya mengalami ‘perubahan’,
tidak terlalu parah. Bebe ingat, meja kerja Nana sendiri sangat berantakan.
Beberapa peralatan kantor di meja Bebe agak berubah posisinya, tapi masih
terlihat rapi. Bebe tersenyum membayangkan Nana berusaha sepenuh hati
untuk merapikan mejanya. Sambil mengingat-ingat ucapan Nana tadi, Bebe
mengembalikan posisi peralatannya ke tempat semula. Bagaimanapun, ini kan
meja kerjanya sendiri!

Sore harinya mereka baru sempat bercerita panjang lebar. Nana mengenakan
pakaian warna hitam kegemarannya. Nana kelihatan menarik dan dia pasti
lebih cantik, kalau saja dia mau berusaha sedikit. Baju yang dikenakannya
sangat cocok di tubuhnya. Hanya, Nana tidak suka berdandan seperti layaknya
wanita, apalagi mereka yang memilih bekerja di bank!

Entah mengapa, kala itu Nana yang lebih banyak bercerita kepada Bebe. Meski
agak bingung, Bebe berusaha berkonsentrasi mendengarkan. Dinikmatinya saja
cara berbicara Nana yang simpang siur, walaupun kalimat yang keluar dari
mulutnya penuh bahasa formal dan kedengaran ilmiah.

Bebe teringat, dulu ayahnya selalu mengatakan, bahwa ‘wanita pintar itu
biasanya suka mengatur dan ingin menang sendiri’. Ya, Bebe menyadari, Nana
berwawasan luas dan sangat pintar. Ah, apakah Nana juga seperti kebanyakan
wanita yang dikatakan ayahnya? Terus-terang sajalah, hal itu yang menjadi
penyebab mengapa Bebe selalu berusaha menjaga jarak dengan Nana! Selain
itu, pengalamannya ketika bekerja di kantor pusat di Jakarta, ia dipimpin oleh
seorang wanita pintar yang arogan. Hal ini menimbulkan trauma pada dirinya
yang cenderung pendiam. Wanita pintar kerap melecehkan orang lain dan sulit
diajak kompromi, itu yang tertanam di kepala Bebe!
www.ac-zzz.blogspot.com

Tetapi, ah, tampaknya Nana tidak seperti itu! Ia sangat baik dan rendah hati!
Apalagi sikapnya yang amat hangat tadi saat menyambut kedatangannya
kembali di kantor. Spontanitas Nana menghangatkan ruang hati Bebe yang
selama ini dingin….

Nana sendiri hari ini sangat gembira. Selain bisa kembali ke rumah lebih cepat
dari biasanya, karena Bebe sudah masuk kantor, ia juga ingin segera memberi
ucapan selamat ulang tahun kepada ayahnya. Apalagi Mama masak masakan
istimewa: soto ayam kesukaan Papa! Rasanya tidak sabar menyantap masakan
rumahan itu!

Nana juga ingin segera memberikan hadiah ulang tahun kepada Papa. Sehelai
kemeja yang sangat halus buatannya! Tapi Papa belum juga pulang dari ladang.
Selama ini mereka masih sangat jarang berbicara. Nana tidak pernah berhasil
mengenalnya secara pribadi. Tidak seperti adiknya, Muda. Selain memiliki
kesamaan fisik, mereka memang cocok sifatnya. Opung selalu mengatakan hal
itu berulang kali.

***

Ketika Papa pulang, hari sudah terlalu malam. Yos, Nana, dan Aji, sudah
kehilangan semangat. Lain halnya dengan Mama dan Muda, mereka begitu
antusias menyambut Papa. Nana takjub melihat mereka. Kira-kira dari mana,
ya, mereka menemukan semangat sebesar itu? Apalagi ekspresi Papa biasa-
biasa saja.

Papa tidak menganggap penting hari ulang tahunnya, tapi ia pun tak mau
berpura-pura berbahagia karena keluarganya telah merayakan hari ulang
tahunnya. Kado Nana juga disambut Papa dengan dingin. “Kenapa harus buang-
buang uang hanya untuk memperingati hari kelahiran!” Papa berbicara sambil
cemberut.
www.ac-zzz.blogspot.com

Nana menghentikan tangannya yang hendak meraih sendok. Dia menatap satu
per satu keluarganya yang hadir, sambil menunggu reaksi mereka. Sunyi tanpa
reaksi, seolah tanggapan seperti itu adalah hal yang biasa.

Tapi, tiba-tiba si kecil Hara terbangun. “Mama, Opung sudah pulang?” tanyanya
dengan mata masih mengantuk. Ia lalu berlari memeluk Papa dan mengucapkan
selamat ulang tahun.

Merasa pesta itu terlalu senyap, Hara kemudian berbisik kepada Nana. “Kenapa
Opung tidak bahagia di hari ulang tahunnya, Tante?” tanya Hara lugu, sambil
memandang bola mata Nana.

Ingin sekali Nana memberikan jawaban, bahwa Opung menganggap perayaan


ulang tahun hanyalah pemborosan. Tapi, Nana mengurungkan niatnya. Akhirnya
Nana mengatakan bahwa hari sudah malam, sehingga semuanya mengantuk.
Hara mengangguk seperti orang dewasa, seakan memahami jawaban Nana.

Ya, mengapa Papa tidak bahagia di hari ulang tahunnya? Mengapa perayaan
dianggapnya identik dengan pemborosan, padahal hidangan yang disajikan
tidak terlalu mewah? Ini, kan hanya sekali dalam setahun, mengapa Papa tidak
mencoba memakluminya? Bagaimanapun, Nana mencoba memahami ayahnya.
Sebaiknya pendapatnya tidak usah ditentang, hanya akan menimbulkan konflik.

Ayahnya selalu merasa benar. Walaupun suatu hari pendapatnya terbukti


keliru, tetap saja ia tidak mau mengakuinya, bahkan menutupinya dengan
bersikap marah. Nana tidak pernah menyukai sikap seperti itu. Ingin sekali
Nana mengatakannya, tapi tidak pernah terlaksana, karena hal itu hanya
menimbulkan konflik. Biasanya, yang paling bersedih adalah Mama. Dan Nana
tidak pernah berkeinginan melihat Mama menangis.

Mereka semua tahu, Mama sangat menghormati dan mencintai Papa. Cinta
memang mengalahkan segalanya. Ya, biarlah Papa tidak bahagia, ulang
tahunnya dirayakan. Tapi setidaknya, ada orang lain yang lebih berbahagia,
www.ac-zzz.blogspot.com

yaitu Mama. Wanita terkasih itu selalu mengusahakan perayaan di ulang tahun
Papa, agar keluarganya tidak melupakan hari bersejarah itu. Demi Papa
tercinta….

Sehari setelah ulang-tahun Papa, Nana mendapati Mama menangis. Nana tidak
menanyakan sebabnya, karena ia tahu Mama akan berbicara sendiri jika
memang ingin bercerita. Dihapusnya air mata Mama, mereka saling diam duduk
bersebelahan. Tiba-tiba Mama menoleh dan memandang Nana sambil
tersenyum. Nana memeluk Mama sambil tertawa.

“Ayo, bantu Mama memasak,” Mama berdiri dan beranjak ke dapur. Nana
mengikuti dari belakang. Ia tidak pandai memasak seperti Mama. Satu-satunya
yang bisa ia lakukan di dapur hanyalah merebus air. Nana tahu, Mama hanya
ingin ditemani bercerita. Sambil memotong kentang, Nana menceritakan
pengalamannya di kantor hari itu. Sengaja hanya hal-hal lucu yang
diceritakannya, sementara Mama menyahuti sesekali. Nana tahu pikiran Mama
sedang melayang, tapi Nana tetap berbicara memecahkan sunyi di antara
mereka.

“Nana, coba kamu nasihati adikmu, Aji,”Mama memulai pembicaraan. Oh,


rupanya Mama menangis karena Aji! “Tadi pagi ia bertengkar dengan Papa.”

Ini berita basi. Sejak dulu keduanya tidak pernah cocok. Biasanya Papa pemicu
pertengkaran itu. Nana tahu betul sifat adiknya. Aji pendiam seperti Nana, ia
tidak akan berbicara jika tidak diminta. Nana teringat, pertengkaran hebat di
antara keduanya. Setamat SMU, sebetulnya Aji ingin sekali jadi tentara, tapi
Papa tidak mengizinkan. Papa ingin Aji dan Muda menggantikannya di kebun.
Namun, Aji berbeda dengan Muda. Ia punya keinginan sendiri, sementara Muda
memang merasa lebih cocok mengurus kebun ketimbang mencari pekerjaan di
luaran.
www.ac-zzz.blogspot.com

“Aji pulang dalam keadaan mabuk tadi pagi,” Mama melanjutkan ceritanya.
Kali ini Nana terbelalak heran. Sejak kapan Aji punya kebiasaan memalukan
itu? “Papa menasihatinya baik-baik. Tapi, Aji tidak terima. Ia melawan Papa!”
Mama berbicara penuh emosi. Kelihatan sekali Mama membela suaminya.

Nana paham benar situasinya. Sejak kecil Aji jarang membantah, walaupun
bukan berarti dia setuju pada pendapat Papa yang suka mengatur. Jika
akhirnya ia ‘perang mulut’ dengan Papa, pastilah sudah mencapai puncaknya!
Nana tidak ingin memihak siapa pun. Meski hatinya bersimpati pada adiknya,
jika Aji mulai mabuk-mabukan, ia pun tidak setuju. Aji sedang melukai dirinya
sendiri!

“Mungkin Aji mau mendengarkan kalau kamu berbicara padanya, Nana,” Mama
menggenggam jemarinya. Mama yakin putrinya yang satu ini bisa
menyelesaikan masalah keluarga mereka. Ah, apa yang harus dilakukan Nana
selain berusaha menyanggupinya?

Nana harus mencari saat yang tepat untuk berbicara dengan Aji, hingga
terjadilah peristiwa itu. Aji diminta menjaga Hara dan Ijo karena pengasuh
mereka pulang kampung. Yos dan suaminya masih di kantor, sementara Papa,
Mama, dan Muda pergi ke kebun. Dan, Aji telah tega menelantarkan kedua
makhluk mungil itu di rumah hanya gara-gara ia dijemput temannya untuk pergi
minum tuak! Ia lupa memberi makan keduanya sebelum pergi!

Beruntung Nana pulang cepat dari kantornya hari itu. Ia terkejut melihat Hara
dan Ijo sedang menangis sekuat tenaga, tanpa seorang pun di rumah. Ternyata
keduanya mengaku … kelaparan! Duh! Aji keterlaluan betul! Nana marah. Ia
harus menegur Aji! Tengah malam barulah adiknya itu pulang ke rumah. Nana
sengaja menunggunya untuk menceritakan secara detail kejadian tadi siang. Aji
diam saja, tapi dari wajahnya kelihatan betul ia merasa bersalah.
www.ac-zzz.blogspot.com

Nana mencium bau tuak dari mulut Aji. Ah, adiknya itu memang sudah
berubah! Pergaulan dengan teman-temannya akhir-akhir ini mengkhawatirkan
Nana. Tapi diam-diam, ia kasihan melihat Aji. Ia bukannya tidak mempunyai
hati nurani. Buktinya, setelah mendengar cerita Nana, Aji pergi ke kamar Hara
dan Ijo. Nana melihat sendiri betapa Aji menyayangi mereka. Dengan kata-kata
lembut, Aji membisikkan permintaan maafnya kepada dua makhluk cilik yang
sedang tertidur lelap itu!

“Tulang berjanji tidak akan pernah menyakiti kalian lagi. Maafkan Tulang,
ya…,” ucapnya tersendat. Nana terharu melihat pemandangan itu. Setidaknya
Aji masih punya perasaan. Ah, Nana yakin, adiknya itu sedang menahan beban
berat di dadanya. Mungkinkah karena pertentangan dengan Papa yang tidak
pernah usai?

Hari terakhir di bulan September, Nana mengisi buku catatan tahunannya


kembali. Aku mulai menyukai pekerjaanku. Sementara Bebe kursus seminggu ke
Medan, aku diminta menggantikan pekerjaannya. Mula-mula terasa nyaman
tanpa Bebe karena tidak ada yang marah- marah padaku sepanjang hari. Tapi,
melihat pekerjaan yang menumpuk, kehadiran Bebe jadi sangat kuharapkan.
Aku baru menyadari betapa pentingnya keberadaannya di kantor!

Yang kuingat dari Bebe selama ini hanya sikapnya yang egois dan menjaga
jarak. Tapi, ternyata banyak juga sifatnya yang positif. Selain penuh optimisme
dan memiliki vitalitas tinggi, ia persuasif sekali terhadap nasabah. Ia tidak
seperti aku yang kesulitan ‘merayu’ mereka. Ah, diam-diam aku bersimpati
padanya. Apalagi kelihatannya dia juga mulai membuka diri padaku.

OKTOBER
Nana makin memahami pekerjaannya. Tapi, ia tetap tidak bisa lebih luwes dari
sebelumnya. Nana tidak pintar berbicara, ia lebih banyak mendengarkan
nasabah ketimbang memperkenalkan produk bank mereka. Beruntung para
nasabah di Kota Kecil ini lebih mudah dikenali. Mereka kerapkali menggunakan
www.ac-zzz.blogspot.com

jasa bank sebagai tempat berkumpul. Tidak jarang nasabah datang hanya untuk
mengobrol bersama karyawan bank. Mereka pun tak selalu berpakaian formal.
Ada lho, yang datang hanya dengan mengenakan sarung dan… baju tidur!

Nana geli melihatnya. Tapi, Nana mulai mengenali dan menyukai mereka.
Mungkin karena selain mereka lebih ramah, para nasabah itu juga tidak terlalu
cerewet dengan kebijakan bank. Pelan tapi pasti, Nana melayani mereka tanpa
terlalu kikuk lagi. Ia lebih sering tersenyum sekarang.

Diam-diam Bebe memperhatikan perubahan itu, sehingga sekali waktu dia


nyeletuk,” Ibu lebih rajin tersenyum, ya!” Bagi Nana, hal itu merupakan
pujian. Jarang ada yang memperhatikan apakah dia tersenyum atau tidak!

Dan ketika suatu hari kantor mereka mengadakan piknik bersama di suatu pulau
kecil yang indah, tanpa disadari, Nana dan Bebe menjadi makin dekat. Saat
Nana diminta bernyanyi untuk mengisi acara, para karyawan kantor memilihkan
Bebe sebagai pasangan duetnya. Nana curiga, tampaknya mereka berusaha
‘dijodohkan’ sedemikian rupa. Entah serius atau bercanda, yang jelas
kebetulan hanya mereka berdua yang belum menikah!

Keduanya jadi makin mengenal setelah itu. Bebe melihat sisi lain dari Nana
yang tersembunyi. Rupanya, selain cerdas, gadis itu punya masalah jika
berhadapan dengan publik. Kaku dan cenderung defensif! Buktinya di panggung
saat bernyanyi, dia bersikap seolah penyanyi latar saja yang baru belajar
bernyanyi!

Di mata Bebe, Nana tidak seperti wanita lain yang pernah dijumpainya. Ia tidak
pernah malu-malu menutupi kekurangannya. Padahal dulu, ketika pertama
bertemu, dia setengah mati kesal. Apalagi sebelum kedatangan Nana, Bebe
membaca curriculum vitae-nya yang tanpa cela. Maka, untuk mengatasinya, dia
menciptakan jarak di antara mereka. Tapi, tidak disangka, Bebe mulai
menyukai Nana!
www.ac-zzz.blogspot.com

Seminggu, setelah pulang dari piknik yang berkesan itu, Nana merasakan
keluarganya seperti menyimpan rahasia. Ketika Nana memergoki Mama dan
kakaknya, Yos, berbisik-bisik di dapur, Nana sudah tidak sabar. “Ada apa, sih?”
tanyanya penasaran.

Tapi, Mama dan Yos saling berpandangan. Membuat Nana makin dikejar rasa
ingin tahu. Apakah hal ini berkaitan dengan dirinya? Akhirnya Yos angkat bicara
juga. Dia mengatakan bahwa adik mereka, Muda, berencana menikah dengan
Fifi, pacarnya.

Hanya itu? Nana memandang Mama dan Yos tidak mengerti. Mengapa mereka
seperti enggan menyampaikan kabar gembira itu kepadanya? Tapi, ucapan Yos
selanjutnya membuat Nana kemudian memaklumi. ”Jika Muda menikah, berarti
kamu dilangkahi. Dan, risikonya, kamu akan dibicarakan orang sekampung,
dianggap ‘tidak laku’!”

Mama memegang pundak Yos, sebagai tanda menyuruhnya diam. Dengan suara
pelan, Mama lalu berkata,” Mama cuma khawatir kalau adikmu duluan
menikah, jodohmu makin jauh. Itu menurut tetua di sini.”

Oh, pantas saja! Rupanya, Mama dan Yos mengkhawatirkan jodoh Nana!
“Mama, biarlah Muda menikah duluan. Tidak perlu menunggu-nunggu aku,”
Nana tersenyum. Ia merasa tidak ada masalah dilangkahi adiknya.

“Orang-orang kampung akan bergunjing, Na,” Yos mengingatkan.

“Biarlah, Kak. Tak perlu ditanggapi. Nanti kalau sudah capek, kan, mereka
akan berhenti sendiri,” Nana menjawab ringan.

Akhirnya Mama dan Yos tak bisa lagi menolak. Mungkin Nana ada benarnya.
Jodoh Muda sudah datang lebih dulu, buat apa dihalangi? Muda sendiri begitu
bahagia ketika dikabari bahwa Nana setuju dia menikah lebih dulu. Tadinya
Muda bertekad, tidak akan melangkahi Nana. Sebagai adik, toh, sepatutnya dia
www.ac-zzz.blogspot.com

mengalah. Di luar perkiraan, kakaknya malah setuju. Ah, Nana memang luar
biasa! Muda jadi makin mengaguminya.

Tapi, tinggal di Kota Kecil ini memang tidak semudah hidup di kota besar.
Apalagi jika urusan jodoh. Selain teman-teman kantornya yang kasak-kusuk,
Bebe juga sampai merasa khusus menghibur Nana. Ia mengatakan bahwa
banyak orang yang dilangkahi adiknya menikah lebih dulu, tapi tetap baik-baik
saja. Dan, Nana hanya tertawa mendengar. Ia merasa geli sendiri melihat usaha
Bebe untuk menghiburnya.

Begitu pula dengan teman-temannya yang lain. Tapi tampaknya Nana perlu
menegaskan satu hal, sehingga berita yang simpangsiur cepat mereda.
Bukannya ia tidak bermaksud mengundang mereka semua ke resepsi pernikahan
adiknya, apalagi jika itu berkaitan dengan rasa malunya! “Pesta pernikahan
adik saya akan berlangsung di Medan, itulah sebabnya saya tidak mengundang
kalian semua di sini,” Nana menjelaskan dengan tenang, seakan ia sedang
membacakan pengumuman rutinitas di kantor. Nana betul-betul tidak ambil
pusing, apa pun pendapat orang lain, itu tidak mengubah jalan hidupnya.

***

Bebe mewanti-wanti Nana agar jangan percaya kepada orang yang baru
dikenal. Tapi, Bebe sendiri sangat percaya kepada Nana, yang jelas-jelas baru
ia kenal!

Setelah menikah, Muda dan istrinya tinggal di rumah keluarga Nana. Rumah
menjadi penuh sesak. Gunjingan para tetangga mulanya didiamkan Nana, tapi
lama kelamaan dia terpancing juga. Apalagi setelah didengarnya beberapa
tetangganya pergi ke dukun untuk melihat kendala-kendala dalam
perjodohannya!

Untuk meringankan bebannya, Nana menceritakan hal itu di telepon kepada


seniornya di kantor pusat, Eve. “Anjing menggonggong, kafilah berlalu, Na!”
www.ac-zzz.blogspot.com

hanya itu usul Eve. Usia kepala tiga tidak membuat Eve sakit kepala atau
merasa dikejar urusan jodoh. Ia tetap tampak bahagia dengan kesendiriannya.

Sejak itu, setiap kali Nana merasa tertekan dengan gunjingan tetangga, dia
ingat Eve dan membayangkan apa yang dilakukannya jika hal itu terjadi
padanya. Cuek. Dan, itulah yang dilakukan Nana. Hm, bagus juga jika punya
panutan, pikir Nana. Lebih baik jika ia ambil cuti dulu untuk menenangkan diri.
Tapi, setidaknya harus menunggu pengumuman beasiswanya yang mungkin baru
keluar awal November!

Nana merancang cutinya bertepatan dengan pengumuman beasiswa S3-nya ke


Belanda. Dengan begitu, dia dapat mendatangi Kepala Bagian Personalia di
kantor pusat, Jakarta, untuk minta persetujuan mereka. Pengumuman tersebut
sesuai rencana Nana. Cuti Nana disetujui awal November. Ah, rasanya Nana
tidak sabar menunggu hari itu tiba. Dia rindu pada Eve. Banyak sekali yang
ingin didiskusikannya bersama Eve, terutama masalah Bebe. Nana senang sekali
beasiswanya disetujui, berarti dia bisa menyusul sahabatnya, Pridy, yang telah
lebih dulu menerima beasiswa ke Belanda.

Namun, kesibukan menjelang cuti membuat Nana melupakan pekerjaannya


yang rutin. Hal ini membuat sewot Bebe. Beberapa kali Bebe marah kepadanya.
Bebe tahu, selama Nana cuti, dialah yang akan menggantikan pekerjaannya.
Ya, begitulah komitmen dari bank tempat mereka bekerja. Bebe juga tahu,
Nana cuti ke Jakarta sekaligus mengurus surat permohonan beasiswanya. Kalau
disetujui, itu berarti Nana tidak akan kembali ke Kota Kecil ini. Hal itulah yang
membuat Bebe uring-uringan!

Dan, puncak kemarahan Bebe adalah ketika Nana lupa menanyakan nama
seorang penelepon yang mencari Bebe. Bahkan, Nana juga lupa menanyakan ke
mana Bebe harus menelepon balik. Ugh. Bebe sampai membanting pena yang
digenggamnya, hingga terjatuh di bawah kaki Nana! Sikapnya itu membuat
Nana takut. Belum pernah ia melihat Bebe semarah itu! Dan, kecamannya yang
www.ac-zzz.blogspot.com

pedas membuat Nana menangis. Nana dimarahi seakan ia menggelapkan uang


ratusan miliar.

Keesokan harinya, tinggal sehari lagi Nana bekerja sebelum memulai cutinya. Ia
bekerja ekstra hati-hati. Nana tidak ingin membangkitkan kemarahan Bebe.
Sebisa mungkin, Nana menghindarinya. Tapi sore harinya, Bebe memanggilnya.
Dan tanpa diduga Nana, Bebe mengucapkan ‘selamat cuti’ kepadanya dengan
nada simpati. Selain itu, Bebe juga mengharapkan Nana dapat kembali bekerja
bersamanya. “Saya ingin sekali Ibu kembali lagi ke Kota Kecil ini,” kata Bebe
dengan tulus. Nana terharu mendengarnya.

NOVEMBER
Nana gembira sekali bertemu Eve, senior sekaligus sahabat baiknya di kantor
pusat. Apalagi Eve kemudian memperkenalkan Nana pada Otto, seorang pria
berkulit gelap yang bekerja sebagai konsultan di kantor pusat dan diyakini Eve
sebagai pangeran impiannya. Ah, akhirnya ada juga pria yang memahami Eve!

Sementara Eve melanjutkan pekerjaannya, Nana menemui Kepala Bagian


Personalia, Pak Yan. Dia telah menelepon dua hari lalu untuk bertemu.
Sebetulnya Nana tidak yakin permohonannya untuk sekolah lagi akan
dikabulkan, karena ia terbilang karyawan baru.

Benar saja! Pak Yan mengatakan, peraturan kantor menegaskan, karyawan


yang diperkenankan sekolah adalah mereka yang sudah bekerja minimal selama
dua tahun! Sehingga, permohonan Nana untuk menggunakan beasiswa ditolak,
karena ia belum setahun bekerja.

Sepulang kerja Eve menghibur Nana dengan mengajaknya berjalan-jalan di mal.


Mereka banyak bercerita tentang Bebe. Dan, dari informasi Eve, Nana jadi
mengerti satu hal tentang Bebe. Pria itu rupanya masuk kategori ‘anak manja!
Bahkan, menurut Eve, sebagai teman seangkatan Bebe, ia tahu betul alasan
www.ac-zzz.blogspot.com

Bebe ditugaskan ke Kota Kecil. Tak lain karena pimpinannya ingin agar ia
menjadi lebih mandiri dan dapat mengatasi kemanjaannya yang berlebihan.

“Aku kenal Bebe sudah lama. Selain manja, dia tukang ngambek!“ Eve memulai
ceritanya lebih rinci, ketika malam harinya Nana menginap di rumah Eve. Jika
sudah berhasil menjadi teman baiknya, ya, bersiap-siap sajalah untuk dibatasi
‘wilayah pertemanannya’. Bebe akan ngambek, merasa tersisih, sehingga
enggan berbagi temannya kepada orang lain.

Tapi, menurut Eve lagi, Bebe punya kelebihan yang tak pernah dilupakannya.
Ketika suatu hari Eve terlibat konflik dengan seorang rekan kerjanya di kantor,
Bebe menghiburnya mati-matian. ”Pokoknya saat itu aku merasa beruntung
sekali ada Bebe yang menemani. Rupanya, Bebe tipe seorang sahabat yang
benar-benar setia berbagi suka maupun duka!”

Terus-terang, Nana geli mendengar cerita tentang Bebe. Tidak disangka,


atasannya di Kota Kecil itu memiliki kepribadian unik. Nana membayangkan
perasaan Bebe, berada di kota asing tanpa keluarga dan teman-teman untuk
berbagi. Dan, dia sudah menjalaninya selama dua tahun.

Ah, jika saja Nana seperti Bebe, mungkin dia dapat mengatasi kebosanannya
dengan banyak membaca dan menulis. Tapi, kan menurut Eve, Bebe tidak
begitu suka membaca, dan juga tidak suka menulis. Ugh, kasihan sekali Bebe!
Mungkin benar kata Eve, kita harus benar-benar mengenalinya, baru bisa
memahami sifatnya yang rada ‘ajaib’! Nana bertekad akan memulainya segera
sekembalinya ia ke Kota Kecil….

Nana juga menemui Pak Adi, mantan dosen sekaligus penasihat pribadinya.
Nana selalu berharap, ayahnya seperti Pak Adi. Tapi, makin berharap, Nana
makin menyadari betapa dirinya seperti pungguk merindukan rembulan.
Ayahnya adalah pribadi yang sangat berbeda dengan Pak Adi. Selain senang
www.ac-zzz.blogspot.com

mengatur dan jarang bicara, Papa juga sulit diajak kompromi. Tapi anehnya,
Mama dan Nana begitu mencintainya!

Bersama Pak Adi, Nana mampu membahas banyak hal. Termasuk membicarakan
teknis penulisan buku yang segera mereka terbitkan bersama. Nana bertindak
sebagai editor buku ilmiah yang ditulis Pak Adi. Nana punya mimpi, suatu hari
kelak ia juga akan bisa seperti Pak Adi – menulis buku-buku ilmiah yang laris di
pasaran. Nana ingin jadi Stephen King-nya Indonesia, seorang pengarang fiksi
yang juga dikenal sebagai penulis buku non-fiksi.

Sekembalinya dari cuti di Jakarta, sudah banyak pekerjaan menanti Nana. Ada
titipan dari Eve untuk Bebe yang diterimanya dengan gembira. Dan, gara-gara
itu pula, Bebe cemberut menyambut Nana. Ia menduga Eve banyak bercerita
tentang dirinya, terutama yang negatif, kepada Nana. Dan, dengan modal
kejujurannya, seperti biasa Nana membenarkan hal itu. Oh, rasanya Bebe ingin
betul menjitak kepala Eve yang dianggapnya tidak bisa menyimpan rahasia.

“Oh, ya, Bu, mana pin dasi yang ingin Ibu belikan?” tiba-tiba saja, ketika
sedang mencoba dasi kiriman dari Eve, Bebe melontarkan pertanyaan yang
mengejutkan Nana.

“Lho, Bapak sendiri, kan bilang, tidak usah beli? Ya, saya tidak jadi
membelinya, karena takut Bapak tidak suka!” Nana teringat, suatu kali ia
memang sempat menelepon Bebe untuk menanyakan warna pin dasi
kegemarannya yang akan dibelikannya sebagai oleh-oleh. Tapi, saat itu Bebe
nyeletuk ‘tidak usah beli’. Ya, sudah. Nana tidak jadi membelikannya. Tiba-
tiba saja sekarang Bebe malah menanyakan pin dasi itu!

“Saya, kan cuma basa-basi, Bu. Seharusnya Ibu membelikan sebagai oleh-oleh,”
Bebe tampak kesal dengan kepolosan Nana.
www.ac-zzz.blogspot.com

“Wah, maaf sekali, Pak. Saya tidak tahu Bapak hanya basa-basi. Lain kali, lebih
baik Bapak bilang saja ya, terus terang. Saya tentu akan membelikannya
dengan senang hati,” Nana menjawab lugu.

“Ya,sudahlah,” Bebe menyesal sekali dengan ketidakterusterangannya. Dia


memang berbeda dengan Nana yang terbiasa berbicara terbuka. Wajar saja jika
Nana tidak memahami maksud Bebe. Wanita satu ini memang benar-benar
polos. Bebe tersenyum memandang Nana. Nana tidak mengerti arti pandangan
Bebe, dan diam-diam merasa rikuh dipandangi sedemikian rupa oleh Bebe.

Malam hari, seperti biasanya Nana menulis buku hariannya. Aku baru saja
pulang cuti. Eve telah menemukan tambatan hatinya. Otto kelihatan baik hati
dan sabar. Nana membandingkan Otto dengan Bebe, seperti langit dan bumi.
Mendengarkan cerita Eve tentang Bebe, membuat Nana prihatin. Bebe egois
dan posesif. Maunya menguasai, bahkan jika kita temannya sekalipun.

Aku juga bingung, mengapa Bebe tidak pernah percaya pada kebaikan. Bagi
Bebe, orang yang saling berbaikan karena mereka sedang membutuhkan.
Rasanya kalimat Bebe kejam, tapi Nana mesti mengakui, kenyataan itulah yang
terjadi di kehidupan nyata. Menurut Eve, mungkin saja Bebe mengalami trauma
di masa lalunya. Tapi bagiku, Bebe merupakan pribadi yang menarik dengan
segala kekurangannya. Sekuat tenaga aku mencoba menggali berbagai hal yang
positif dari Bebe.

Sungguh tidak mudah, karena dalam keadaan marah pikiran positif tentang
Bebe hampir tidak muncul. Tapi, mesti diakui, aku harus berterimakasih pada
Bebe. Menghadapi tingkah lakunya, aku melatih kesabaranku. Tak hanya itu,
Aku juga jadi lebih tegar dan belajar memahami orang lain.

Jika ada masalah, aku lebih dulu memulai komunikasi, karena aku tahu Bebe
tidak akan mau memulai duluan. Dia gengsi. Nana hafal benar sifat Bebe. Saat
bersalah, dia tidak minta maaf, hanya saja kelihatan dari sikapnya, bahwa dia
www.ac-zzz.blogspot.com

malu dengan perbuatannya. Cuma itu. Ah, sebenarnya Bebe mengingatkanku


pada seseorang di masa laluku. Seseorang yang telah kubunuh dari pikiranku!

Nana menutup buku hariannya. Ia memandang langit-langit kamar dengan mata


menerawang. Bebe sedang apa, ya, sekarang. Apakah dia sedang memikirkanku
juga? Nana tersenyum, pelan-pelan memejamkan matanya. Dia ingin Bebe hadir
dalam mimpinya.

***

DESEMBER
Beberapa hari setelah libur Lebaran, Bebe melakukan kesalahan. Tanpa sengaja
dia meninggalkan kunci kantor di luar. Kunci tersebut ditemukan oleh orang
lain. Kepala cabang marah dan menasihati Bebe dan Nana. Bebe kelihatan tidak
suka kecerobohannya diketahui atasannya. Dia memanggil Nana ke mejanya
“Siapa yang memberikan kunci itu ke Ibu?” tanyanya geram.

“Pak Tio, Pak,” Nana menyebutkan nama seorang karyawan mereka di bagian
administrasi. Menurut Pak Tio yang memberikan kunci itu ke Nana, kunci itu
diperolehnya dari salah seorang nasabah mereka yang kebetulan
menemukannya di luar.

“Lalu, yang melaporkan peristiwa itu ke bos siapa?” Bebe bertanya lagi.

“Melapor?” Nana balik bertanya.

“Ya. Yang mengadu ke bos siapa?” Bebe jengkel.

“Saya tidak tahu, Pak. Setahu saya, sih, tidak ada yang melapor. Kalau tidak
salah dengar tadi, bos mengetahuinya, kan dari nasabah bersangkutan yang
menemukan kunci itu,” Nana heran dengan prasangka Bebe.

“Oh, jadi Ibu belum tahu ya, kalau di kantor selalu ada penjilat?” Bebe
berbicara sinis.
www.ac-zzz.blogspot.com

“Sungguh, saya tidak melapor ke bos,” Nana merasa tidak enak hati. Bebe
seolah sedang menuduhnya.

“Bukan Ibu yang saya maksud, tapi orang lain!” kata Bebe ketus.

“Mungkin itu hanya prasangka Bapak saja. Saya yakin, semua orang yang
bekerja di kantor ini baik-baik, kok,” Nana berusaha menepis dugaan Bebe. Ah,
jelek betul pikirannya! Menuduh orang sembarangan!

“Saya, kan sudah pernah bilang, Bu. Tidak ada orang baik di dunia ini. Mereka
cuma ada di sinetron!” tegas Bebe sinis. Lalu sambungnya, “Jika ada orang
yang baik, itu tentu karena mereka ada pamrih!”

Nana memandang Bebe prihatin. Mulanya ia berharap kalimat itu bukan keluar
dari mulut Bebe, tapi dari radio rusak yang salah frekuensi. Tiba-tiba saja Nana
merasa sedih. Matanya berkaca-kaca. Dalam hatinya dia berbisik, Ya, Allah,
makhluk apa ini? Dia tidak percaya pada kebaikan manusia. Baginya kebaikan
hanyalah pamrih!

Sepanjang perjalanan pulang menuju ke rumahnya, benak Nana dipenuhi rasa


kasihannya pada Bebe. Ia jadi teringat pada dirinya sendiri, ketika masa-masa
kuliah dulu. Kalau saja bukan karena Andriana, seorang teman baiknya,
keturunan Tionghoa, yang kebetulan punya nama persis sama dengannya, Nana
tentu tidak setoleran sekarang. Mungkin, Bebe akan mendapat saingan ‘orang
aneh’ yang tidak kalah memprihatinkan keadaannya!

Ya, Andriana. Nana teringat temannya yang bermata sipit dengan rambut lurus
sebahu dan perawakan sedang. Perkenalan mereka terjadi karena inisiatif
Andri, begitu panggilan wanita berkacamata yang punya lesung di pipinya itu,
ketika suatu hari menegur Nana dengan hangat di kampus. Bersama Andri
‘saudara kembarnya’ – itu istilah yang akhirnya mereka sepakati bersama di
kemudian hari – Nana melewati hari-harinya sebagai mahasiswa.
www.ac-zzz.blogspot.com

Dibandingkan Nana yang sangat pendiam, Andri lebih banyak bicara. Di kelas
mereka, Nana memang dikenal sebagai ‘si nona Batak yang galak’. Tapi, Andri
tak pernah menjauhinya. Makin Nana menolak kehadirannya, Andri makin ingin
menjadi temannya. Dia tak pernah lelah mengajak Nana untuk makan siang
bersama, dan menemaninya pergi ke toko buku. Ketika Nana menampik
ajakannya dengan kasar pun, Andri tak putus asa. Ia tetap bersikap ramah dan
baik hati.

Hingga pada suatu hari, Nana menderita penyakit lever yang serius. Ia terbaring
di rumah sakit, tanpa ada seorang pun sanak keluarga yang menemaninya. Nana
sedih sekali. Baru terasa olehnya kehadiran seorang teman seperti Andri, yang
dengan setia menungguinya. Itulah awal kedekatan mereka sebagai sahabat.
Mereka jadi lebih mengenal satu sama lain. Bersama Andri, Nana dapat lebih
menghargai makna sebuah persahabatan.

Melihat kebaikan Andri, Nana justru dapat melihat kebaikan pada dirinya
sendiri. Andri mengajarkannya untuk menghargai kasih-sayang dari orang lain.
Sejak itu, Nana bersikap lebih terbuka dan bersedia menerima uluran
persahabatan dari siapa pun di kampus. Termasuk Pak Adi, dosennya yang
kemudian amat dipercayai Nana untuk menjadi mentornya.

Kini melihat Bebe, Nana merasa kejadian yang pernah dialaminya terulang
kembali. Nana yang egois dan ingin memang sendiri. Nana yang suka berpikiran
negatif terhadap orang lain. Kalau dulu Nana beruntung bertemu dengan Andri,
maka Nana merasa berutang pada dirinya sendiri untuk memberi tahu Bebe
bahwa masih banyak hal yang baik di dunia ini. Dia bertekad ingin menjadi
sahabat Bebe, dan melakukan seperti yang pernah dilakukan Andri pada
dirinya. Nana sadar hal itu tidak mudah, apalagi dia tidak memiliki kesabaran
sebesar Andri. Tapi, Nana harus mencobanya. Ya, harus!

JANUARI
Awal tahun, saat yang paling baik untuk berbenah diri. Nana sudah berdoa
www.ac-zzz.blogspot.com

sepanjang malam, agar tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya. Nana
berdoa khusyuk untuk keluarganya dan juga… Bebe. Entah mengapa, Nana
merasa makin dekat dengan Bebe. Bermula dari rasa kasihannya, dan
persamaan dirinya di masa lampau, Nana mencoba untuk lebih memahami pria
itu. Mengapa dia mudah marah-marah dan tak pernah mau mengalah pada
orang lain. Mengapa dia kerap uring-uringan, mencari-cari kesalahan Nana
sebagai mitra kerjanya…. Ha, pelan-pelan Nana makin mengenal Bebe.

Begitu pula Bebe. Setiap kali ada acara di luar kantor, ia selalu mengajak Nana.
Rupanya Bebe mulai merasa nyaman berada di dekat Nana. Di matanya, Nana
merupakan teman bicara yang mengasyikkan. Selain wawasannya luas, gadis itu
amat sabar menghadapinya. Tak heran, suatu hari Bebe menumpahkan unek-
uneknya kepada Nana. Katanya, ia sudah bosan bertugas di Kota Kecil ini!
Ekspresi wajah Bebe persis sama ketika kali pertama Nana melihatnya dari boks
ruang ATM di hari pertama ia bekerja.

“Saya ingin pindah dari sini,” ujarnya dengan wajah yang menyiratkan
kebosanan luar biasa. Nana mendengarkan sambil memandang Bebe lekat-
lekat.

“Kenapa Bapak pindah kemari?” tanya Nana mengejutkan Bebe.

“Saya dipindahkan atasan saya, Bu! Dia seorang wanita yang sangat arogan dan
ingin memperlihatkan kekuasaannya kepada semua orang!” Bebe melotot
dengan ekspresi lucu.

Mau tak mau Nana geli melihatnya. Bagi Nana, sebetulnya Bebe tipe pria yang
tidak membosankan. Dan, asalkan dia mau berusaha sedikit… saja, dia pasti
akan sangat menarik!

“Apakah Ibu memiliki teman yang bersedia menggantikan posisi saya?” Bebe
bertanya serius. Tidak mudah mendapatkan seorang relawan yang bersedia
dengan senang hati ditempatkan di Kota Kecil ini. Kecuali… Nana, tentunya!
www.ac-zzz.blogspot.com

“Ah, saya saja akhirnya menyesal bertugas di sini, Pak!” Nana nyeletuk. Dan,
tiba-tiba saja ia merasa kelepasan bicara.

Bebe memandang Nana heran. “Lho, bukannya Ibu sendiri yang minta
ditempatkan bekerja di sini? Ibu, kan lahir di Kota Kecil ini?”

Nana menghela napas. “Ya, mulanya, sih, begitu. Tapi, rupanya Kota Kecil ini
sudah berubah. Meskipun saya mencintainya, saya tidak betah lagi berada di
sini. Tampaknya taruhan teman-teman saya benar. Saya tidak cocok bekerja
dengan mobilitas tinggi. Apalagi berhadapan langsung dengan para nasabah.
Keinginan mereka yang beragam, tidak sungguh-sungguh saya pahami,” Nana
bertutur jujur.

“Ibu tidak menyukai pekerjaan di sini?” Bebe menaikkan alisnya. Tampaknya ia


mulai tersinggung lagi!

Nana menggelengkan kepalanya. “Bukan itu maksud saya. Ini berkaitan dengan
‘jiwa’ saya, Pak. Saya tahu betul, pekerjaan saya di kantor pusat dulu, yang
lebih banyak mengolah data, agaknya lebih cocok dengan jiwa saya. Saya
berbeda dari Bapak yang tampaknya amat enjoy berhadapan dengan nasabah.
Bapak bahkan mampu merayu mereka untuk menanamkan uangnya di sini,”
Nana memuji tulus.

Bebe jadi salah tingkah. Pujian Nana secara tidak langsung telah
menerbangkannya ke awan. Tidak pernah seorang wanita pun yang pernah
memujinya, dengan cara yang seperti dilakukan Nana! Bebe sungguh merasa
tersanjung, rasanya ia tidak jadi marah….

“Hm, rupanya saya berbeda dengan Ibu. Alasan saya, sih, sebetulnya
sederhana. Saya hanya ingin dekat dengan keluarga saya. Saya kesepian di Kota
Kecil ini.” Bebe kelihatan sedih. Lebih lanjut ia menceritakan, bahwa hanya
dialah satu-satunya karyawan seangkatannya yang ditempatkan di luar Pulau
www.ac-zzz.blogspot.com

Jawa. Kelihatan sekali ia merasa dianaktirikan! “Mungkin atasan saya, wanita


yang supercerdas itu, berpendapat, saya memang patut ‘dibuang’ kemari!”

Pembicaraan serius mereka hari itu ditutup dengan pernyataan Bebe. Bulan
depan, katanya, ia cuti. “Sekaligus mengurus kepindahan saya,” tandasnya
tegas. Entah kenapa, tiba-tiba Nana merasakan nyeri di hatinya.

Mengapa Bebe ingin pindah justru pada saat mereka mulai dekat?
Membayangkan harus menjalani pekerjaannya tanpa Bebe sampai Juli bulan
depan membuat pandangan Nana berkunang-kunang.

***

Bebe mewanti-wanti Nana agar jangan percaya kepada orang yang baru
dikenal. Tapi, Bebe sendiri sangat percaya kepada Nana, yang jelas-jelas baru
ia kenal!

FEBRUARI
Pridy, sahabat Nana yang kuliah di Belanda dan bekerja di Yayasan Pembela
Konsumen, sedang libur dan pulang ke Indonesia. Nana menerima teleponnya
suatu pagi. Ia minta tolong pada Nana untuk membantu sepupunya Kenny, yang
dipindahtugaskan ke Kota Kecil.

“Kenny bekerja di Lintas Info. Dia tidak punya teman dan keluarga di sini. Aku
jadi ingat kamu, Na! Kamu bisa membantunya?” tanya Pridy.

“Dengan senang hati, Pridy. Sepupumu bahkan boleh tinggal dulu di tempatku
sebelum ia mendapatkan tempat kos yang cocok,” Nana menawarkan bantuan.
Setelah bertukar cerita dengan seru, Nana menuliskan tanggal kedatangan
Kenny di buku agendanya. Tinggal tiga hari lagi.

Dan, hari itu datang dengan cepat. Kenny, sepupu Pridy itu ternyata sangat
tampan! Penampilannya santai, tapi keren. Biarpun agak kurus, menurut Nana,
www.ac-zzz.blogspot.com

dengan rambutnya yang cepak dan wajah indo-nya, Kenny tergolong pria yang
sukar dicari tandingannya di Kota Kecil ini.

Setelah beberapa lama mengenalnya, Nana juga tahu bahwa Kenny amat
berbeda dengan Bebe. Dia pendengar yang baik. Bahkan, ompung Nana pun
sangat menyukainya, karena dengan sabar Kenny mau mendengarkan kisah-
kisahnya di masa lampau. Nana melihat Kenny sungguh-sungguh mendengarkan
bukan hanya sekadar basa-basi.

Kedekatan Nana dengan Kenny berjalan begitu saja. Apalagi letak kantor
tempat Kenny bekerja persis berada di depan kantor Nana. Kebetulan? Ah,
entahlah! Nana dan Kenny kerap kali tertawa bila membicarakan hal itu. Yang
jelas kedatangan Kenny, tak ditanggapi antusias oleh Bebe. Bahkan, tampaknya
ia merasa mendapatkan saingan. Mungkin cerita Eve kepada Nana mulai
terbukti. Bebe tak rela berbagi teman.

Sehari menjelang cutinya yang akan berlangsung selama tiga minggu, Bebe
mengakui perasaan irinya terhadap Kenny. Tentu saja ditanggapi dengan geli
oleh Nana. Sampai-sampai Nana perlu menegaskan,” Percayalah, Pak. Anda tak
akan tergantikan.…”

Kalimat yang diucapkan Nana paling tidak membuat Bebe merasa tenang. Benar
saja, selama Bebe cuti, Nana rajin menghubunginya. Jika kesulitan sesuatu di
dalam pekerjaannya, Nana selalu menanyakan pendapat Bebe. Hampir setiap
hari pula Nana menanyakan perkembangan permohonan Bebe untuk pindah
tugas. Setiap kali Bebe menjawab, ‘belum ada kabar’, Nana merasa lega.

Tampaknya Bebe masih harus menunggu lama…. Entah, sampai kapan. Berbeda
dengan Nana, yang sewaktu-waktu dapat kembali bekerja di kantor pusat.
Sebagai tenaga spesialis yang memiliki keahlian analisis makro dan mikro
ekonomi, tidak sulit bagi Nana untuk ‘pulang’. Apalagi bosnya, Pak Hadi, hanya
menganggap Nana bertugas sementara saja di kantor cabang. “Sekadar untuk
www.ac-zzz.blogspot.com

menambah wawasan saja kan, Na? Kapan pun, kamu bisa hubungi saya untuk
segera kembali,” tegasnya, memberikan garansi kepada Nana yang merasa
bersyukur memiliki atasan yang dapat memahami dirinya.

MARET
Nana senang sekali melihat Bebe kembali, dan seperti biasa, dia tidak
menyembunyikan perasaannya. “Terima kasih, Pak. Anda sudah datang tepat
waktu. ”Nana duduk di depan Bebe.

“Ya,” hanya itu jawaban Bebe

“Anda bertemu Eve dan Otto?” Nana ingin tahu bagaimana perasaan Bebe
ketika tahu bahwa Eve sudah punya calon pendamping yang setia. Tapi,
tampaknya Bebe tak ambil peduli. Lagi-lagi ia menjawab singkat pertanyaan
Nana.

“Ya,” katanya tanpa semangat untuk bercerita. Ketika Nana masih tetap
menunggu, Bebe terpaksa mengusirnya. “Saya masih banyak pekerjaan yang
harus diselesaikan, Bu,” ia berkata tanpa mau tahu kekecewaan Nana.

Nana terpaksa menahan diri untuk tidak marah. Ini hari pertama Bebe kembali
dari cutinya. Tentu dia masih lelah. Ya, Nana harus bersabar. Akan datang
saatnya Bebe bercerita tentang kelanjutan usahanya mengurus permohonan
pindahnya dari Kota Kecil ini. Ah, Nana sungguh ingin segera mendengar
hasilnya. Apakah dia akan segera kehilangan Bebe?

Sikap Bebe kadang-kadang menunjukkan kalau dia atasan Nana dan sering
menjaga jarak dengannya. Bagaimana Nana bisa menjadi sahabat Bebe jika dia
tidak pernah bersikap terbuka? Nana tidak tahu apa-apa tentang Bebe.
Bagaimana keluarganya, berapa saudara yang dimilikinya, dan bagaimana …
hmm, bagaimana tipe ideal kekasih yang diimpikan Bebe? Laki-laki itu bersifat
manja, namun tergolong introvert! Nana betul-betul bingung menghadapi Bebe!
www.ac-zzz.blogspot.com

APRIL
Banyak pekerjaan Bebe yang tidak selesai, beruntung ada Nana yang
membantunya. Sekuat tenaga ia membangkitkan semangat Bebe yang dijangkiti
penyakit bosan yang parah. Hampir setiap hari Nana mengirim SMS. Every day
in every way I love you, begitu pesannya — seperti yang dulu selalu dikirimkan
‘saudara kembar’-nya, Andri, kepadanya Tapi, tetap saja tidak ada respons.
Seminggu dua minggu, Nana masih mampu bertoleransi dengan beban kerja
yang ada, tapi kesabaran Nana pun ada batasnya.

Nana tidak bisa terus begini. Mengerjakan pekerjaan Bebe dan menutupi setiap
kesalahannya di depan Pak Jey, kepala cabang mereka. Bebe telah melalaikan
tugasnya. Bebe justru pulang lebih awal di saat banyak perusahaan harus
membagikan gaji kepada para karyawannya. Terpaksa lagi-lagi Nana yang harus
turun tangan. Dia lembur mengerjakan pembagian gaji beberapa perusahaan
tersebut bersama-sama rekan kerjanya yang lain. Dan ketika Pak Jey
mempertanyakan kehadiran Bebe, Nana masih berusaha melindunginya.

Pak Bebe tidak enak badan, Pak. Dia minta izin pulang lebih awal tadi,”
katanya masih mencoba memahami kondisi hati Bebe.

“Ya, sudahlah. Kerjakan baik-baik, saya tahu kamu bisa diandalkan,” kata Pak
Jey, tersenyum membuat hati Nana tenang.

Keesokan harinya Nana menceritakan kejadian itu secara terus terang kepada
Bebe. Tidak ada tanggapan. Bebe bersikap seolah-olah tidak bersalah. Seperti
biasanya, minta maaf pun tidak! Nana menahan kejengkelannya sampai ke
ubun-ubun. Akhirnya dia tak bisa lagi menahan dirinya. Setengah menangis,
Nana membicarakan apa yang dipikirkannya tentang Bebe sepulang dari
cutinya.

“Saya hampir-hampir tidak mengenali Anda lagi, Pak! Saya mengerti Anda
jenuh, tapi bukan berarti Anda bisa seenaknya meninggalkan pekerjaan Anda!”
www.ac-zzz.blogspot.com

kata Nana tegas, mengejutkan Bebe. Baru kali itu dia melihat Nana begitu
marah dan kecewa. Wajahnya tampak merah dan matanya berkaca-kaca. Nana
bilang, Bebe menjadi banyak berubah sepulang dari Jakarta.

“Apakah hal ini ada kaitannya dengan permohonan kepindahan Anda dari Kota
Kecil ini yang tidak ada kelanjutannya, Pak?” Nana ‘menembak’ tanpa tedeng
aling-aling. Padahal, kata Nana lagi, jika kebosanan Bebe sudah memuncak,
paling tidak,’kan Bebe bisa mencari jalan keluar yang lain.

“Apa, Bu? Katakan pada saya, apa yang harus saya lakukan?” Bebe bertanya
dengan nada datar. Dia benar-benar terlihat bosan!

“Apa hobi Anda, Pak?” Nana bertanya setelah sekian lama berpikir keras.

“Apa, ya? Saya suka sekali jalan-jalan dan bertemu banyak orang. Berbeda
dengan Ibu, ya. Anda kan lebih nyaman berada di belakang meja.” Kalimat
terakhir Bebe seolah menyindir, tapi Nana tidak peduli. Ia menyarankan pada
Bebe untuk mengisi kebosanannya dengan banyak membaca. Nana berharap,
dengan begitu Bebe bisa menghibur dirinya sendiri.

“Atau, Anda lebih baik cepat-cepat mencari pendamping, Pak! Sehingga Anda
punya teman setia untuk berbagi!” Entah kenapa, kalimat itu meluncur dari
mulut Nana. Dan, reaksi Bebe sungguh mengejutkan. Ia tertawa keras sambil
menatap Nana. Entah dari mana gagasan itu didapat Nana! Berani betul dia
menasihati Bebe. Seolah-olah Bebe seorang anak kecil yang tak tahu apa-apa….

***

Ketika keesokan harinya Bebe tidak masuk kantor, Nana tidak dapat menahan
dirinya lagi. Dia mengunjungi Bebe. Nana ingin tahu alasannya, mengapa Bebe
makin menarik dirinya. Apalagi ketika sebelumnya Nana menelepon ke ponsel
Bebe, tidak ada jawaban. Tapi, tidak ada seorang pun yang membukakan pintu.
Hampir putus asa, Nana memutuskan untuk pulang. Ketika itu, dia mendengar
www.ac-zzz.blogspot.com

suara kunci diputar. Secepat kilat Nana membalikkan tubuhnya. Dilihatnya


Bebe di depan pintu tanpa kurang suatu apapun.

“Silakan masuk, Bu.” Bebe tak menyangka Nana akan datang. Dari cerita Bebe
akhirnya Nana tahu mengapa ia tidak ngantor hari ini. Masalahnya berawal dari
warung di muka rumah Bebe. Warung itu menjual minuman keras sehingga
banyak orang yang ‘suka minum’ berkumpul di sana. Ketika tempat itu
digerebek polisi, Bebelah yang dituduh sebagai penyebabnya. Katanya, dia yang
melapor ke polisi!

Cerita Bebe makin lengkap dengan kedatangan Pak Poltak, teman sekantor
mereka. Menurutnya, masyarakat sekitar rumah Bebe sebetulnya sudah lama
merasa terganggu dengan aktivitas anak-anak muda yang suka bermabuk-
mabukan di warung itu. Keributan mereka mengganggu ketenangan warga
setempat. Ketika semalam tempat itu digerebek polisi, anak-anak muda
tersebut sempat diciduk. Mereka mendekam sehari di penjara sebelum akhirnya
ditebus oleh Pak Pardi. Anehnya, setelah keluar, mereka lalu ramai-ramai
menuding Bebe sebagai orang yang melaporkan mereka ke polisi!

“Pak Pardi? Pak Pardi yang mana?” Pertanyaan Nana yang spontan membuat
Bebe dan Pak Poltak saling berpandangan.

“Pak Pardi, nasabah kita yang bekerja di perusahaan pengangkutan,” jawab


Pak Poltak.

“Oh, begitu,” sahut Nana.

“Bisa jadi Pardi membenci saya. Sejak kejadian kemarin, anak-anak muda itu
sering teriak-teriak mengejek saya, bahkan melempar botol segala!” Bebe
berbicara penuh emosi.

Nana dapat merasakan kemarahan Bebe. Nana yakin Bebe merasa harga dirinya
diinjak-injak. Nana ingat nasabah bernama Pardi. Orangnya simpatik, tidak
www.ac-zzz.blogspot.com

terlintas dalam pikiran Nana orang itu dapat melakukan hal keji! Ketika Bebe
mengepalkan kedua tangannya sambil berkata keras bahwa ia akan membalas
perbuatan Pardi, Nana terperangah. Dia ingin mengatakan sesuatu. Tapi,
sebelum dia berbicara, Bebe sudah mengangkat tangannya.

“Sudahlah, Bu, jangan menasihati saya lagi! Saya benar-benar sudah bosan!”
Ucapan Bebe kembali mengejutkan Nana, dan bahkan Pak Poltak. Mereka tak
dapat berkata apa-apa lagi. Rupanya, Bebe benar-benar marah. Melihat sikap
Bebe yang tak mau menerima masukan dari orang lain, Nana makin merasa
kasihan padanya.

Peristiwa itu ternyata tidak berakhir sampai di situ. Hari Sabtu, ketika Bebe
berjanji bersama Nana menonton pertandingan tenis antarbank di Kota Kecil, ia
tidak datang. Nana lama menunggu sehingga akhirnya lagi-lagi ia memutuskan
untuk menyusul Bebe di rumahnya. Tiba di sana, ia melihat keributan. Bebe
berada di warung di depan rumahnya. Tampaknya ia sedang terlibat
pertengkaran dengan wanita pemilik warung!

Nana berlari menghampiri dengan khawatir. Dengan sigap ia menarik Bebe


untuk menjauh dari situ. “Sudahlah, Pak. Mari kita pergi. Pertandingan tenis
yang akan kita tonton sudah dimulai,” katanya mengingatkan Bebe. Kalau
sudah marah, Bebe tidak akan melihat lawannya seorang wanita atau bukan!

Nana sedih sekali melihat Bebe. Kemarahannya makin tidak terkendali. Nana
cemas terjadi sesuatu pada dirinya. Akhir-akhir ini tampaknya ia makin
tertekan saja. Untuk menetralisasi suasana, Nana lalu mengajak Bebe jalan-
jalan saja. Mereka tidak jadi menonton tenis. Hari itu mereka menghabiskan
waktu bersama di pantai. Bebe yang mengajak Nana ke sana.

Mendengarkan suara alam, itu yang pernah dikatakan Nana ketika suatu hari
mengatakan, bahwa ia senang sekali bermain di pasir putih dan deburan
ombak. Rupanya, Bebe masih mengingatnya! Ah, kali itu pun Nana bermain
www.ac-zzz.blogspot.com

dengan riang, mengumpulkan pernak-pernik pantai yang bagi Bebe sendiri


mungkin tidak ada artinya.

Setiap kali Nana berhasil menemukan kerang yang bagus bentuknya, ia akan
terlonjak kegirangan. Bebe senang sekali melihat Nana tertawa seperti anak
kecil. Ah, gadis ini memang istimewa, Bebe berbicara dalam hatinya. Benda-
benda laut yang dikumpulkannya, katanya, dapat mengeluarkan ‘suara alam’
yang indah! Dan, ketika memandang langit di sore hari, katanya di balik awan
itu ada suatu negeri. Negerinya para bidadari!

Ketika tanpa diduga Nana memandangnya dengan lembut, Bebe menjadi salah
tingkah. “Kenapa, Bu? Ada yang aneh di wajah saya?” tanya Bebe sambil
menggoyangkan jemarinya di depan wajah Nana.

Nana menggelengkan kepalanya. “Andai saya bisa membawa Anda ke negeri di


awan, Pak, mungkin itu bisa membuat Anda bahagia,” suara Nana terdengar
tersekat. Mungkin perasaannya sedang tersentuh oleh pemandangan indah
karya agung Sang Pencipta di hadapannya.

Bebe menunduk. Kata-kata Nana selanjutnya membuat Bebe terharu.


Tampaknya Nana benar-benar tulus ketika mengucapkannya, “Saya ingin sekali
membuat Anda bahagia, Pak!”

Duh, belum pernah sekali pun Bebe menjumpai wanita selugu Nana!

“Ibu sudah membuat saya bahagia hari ini,” Bebe menjawab jujur. Nana begitu
memperhatikannya. Dia tidak hanya ikut tertawa bersama Bebe, tapi juga ikut
bersedih ketika Bebe sedih.

“Sungguh?” Nana mengerjapkan matanya. “Terima kasih, Pak. Anda sudah


membuat saya senang dengan mengajak saya berjalan-jalan ke pantai hari ini,”
lanjutnya terus terang.
www.ac-zzz.blogspot.com

“Saya yang harus berterima kasih,” tanpa sadar Bebe mengucapkan kata-kata
yang sangat jarang keluar dari mulutnya. Dia lalu melingkarkan lengannya ke
bahu Nana. Bebe merasa nyaman bersama Nana. Gadis itu membuatnya begitu
penting.

Nana merasa dirinya terbang ke awan. Tiba-tiba dia menginginkan dapat lebih
lama lagi bersama Bebe. Ah, andai mereka selalu dapat bersama. Sungguh,
Nana mulai khawatir, apakah dia jatuh cinta kepada Bebe?

Masalah yang dihadapi Bebe makin parah. Katanya, Pardi telah menerornya
lewat telepon. Padahal, setelah diselidiki Nana lewat bantuan Kenny, bukan
Pardi yang melakukannya, melainkan wanita pemilik warung yang pernah
bertengkar dengan Bebe.

Dengan segala cara Nana ingin membantu Bebe membereskan masalahnya.


Bahkan lewat Aji, adiknya, yang punya banyak teman di kepolisian, Nana mulai
mencari informasi – siapa sebenarnya dalang penggerebekan di warung itu.
Nana ingin membuktikan, bahwa bukan Bebe yang melaporkan peristiwa itu!

Hingga suatu malam Pardi datang ke rumah Nana dan mencoba menjelaskan
latar belakang peristiwa yang sudah terjadi di antara dirinya dan Bebe. Pardi
yakin Bebe membencinya. Bahkan, semua orang yang dekat dengan Bebe pun
jadi mengatakan bahwa Pardilah yang selama ini menjelek-jelekkan Bebe.
Padahal, katanya, dia tidak pernah melakukan hal itu.

“Saya datang kepada Ibu karena saya lihat Ibu tidak ikut-ikutan membenci saya
tanpa alasan. Ibu tetap baik melayani saya,” katanya gamblang. Lalu Pardi
menjelaskan pula bahwa dia memang sengaja menebus anak-anak muda itu
dari penjara. Alasannya tak lain karena ia ingin menunjukkan kepada Bebe,
bahwa ia pun masih cukup berharga dan dapat menjadi pahlawan bagi orang
lain.

***
www.ac-zzz.blogspot.com

Bebe mewanti-wanti Nana agar jangan percaya kepada orang yang baru
dikenal. Tapi, Bebe sendiri sangat percaya kepada Nana, yang jelas-jelas baru
ia kenal!

Nana merasa harga dirinya runtuh. Setelah dua tahun menjalin kasih, ternyata
Herry tega berpaling kepada gadis lain, pilihan ibunya. Kuliah Nana keteteran.
Beruntung ada Pak Adi, mentornya yang selalu mengingatkan Nana. Dia bilang,
seharusnya Nana bersyukur. Herry bukan pria yang pantas untuknya. “Kamu
layak mendapatkan yang lebih baik, Na. Ayo, bangkitlah kembali!”

Lama setelah kejadian itu Nana baru mencoba mencintai dirinya kembali. Dari
hal-hal yang kecil saja. Ya, walaupun dia tidak cantik dan berkulit hitam, Nana
merasa bahwa rambut yang dimilikinya lebih hitam dari rambut siapa pun yang
pernah dia kenal. Selain itu, Nana punya tahi lalat kecil yang ’lucu’ di bawah
matanya. Jari-jarinya yang mungil dan lentik pandai memainkan gitar.
Suaranya pun halus dan lembut, tidak kasar dan galak seperti orang Batak yang
dituduhkan ibunda Herry!

Nana tidak lagi mengurung diri dalam kesedihannya. Nana sudah lahir kembali
menjadi Nana yang baru! Yang jauh berbeda dan lebih baik dari sebelumnya,
berkat dukungan Pak Adi, dosennya, dan para sahabatnya. Nana juga berhasil
memaafkan Herry. Betapapun, pria itu yang pertama mengajuk hatinya. Nana
selalu mendoakan agar Herry bahagia.

JUNI
Makin sedikit waktu yang dimiliki Nana di Kota Kecil. Bulan Juli, dia harus
kembali ke kantor pusat. Bebe benar-benar berubah. Dulu Nana kagum pada
sikap optimisme Bebe dan sikapnya yang suka menolong. Tapi sekarang, dia
seperti karyawan kebanyakan. Pergi pagi pulang sore, hanya sekadar bekerja
memenuhi rutinitas.
www.ac-zzz.blogspot.com

Lama-lama Nana terbiasa mengerjakan apa pun sendirian. Bebe telah


menyerahkan seluruh keputusan di tangannya. Tanpa disadari Nana menjadi
lebih dewasa dalam mengambil keputusan penting. Beberapa kali Nana
meminta tolong Bebe menggantikan pekerjaannya karena hal yang mendesak,
tapi Bebe tidak mau. Nana benar-benar kehilangan Bebe. Dia tidak lagi punya
teman yang asyik diajak berdiskusi.

Beban kerja Nana membuatnya hampir melupakan keluarga besarnya. Nana


bahkan baru menyadari kalau Ijo, keponakannya, sudah belajar bicara! Hingga
suatu hari Papa mengajak Nana ngobrol. Ini tak pernah diduga Nana. Rupanya
Aji berniat ikut ujian untuk menjadi pegawai negeri. Dan, menurut Papa, harus
disediakan sejumlah uang agar Aji bisa lulus.

Nana heran, apakah cara mendapatkan pekerjaan seperti itu masih ada? Nana
tidak setuju orang harus membayar sejumlah uang agar memperoleh
pekerjaan. Tapi, Papa bersikeras. Di kampung Nana, menjadi pegawai di
pemerintahan sangat dihormati.

“Papa minta kau membantu adikmu, Na. Eh, maksud Papa, bukan minta, tapi
pinjam,” Papa tampak segan. Kelihatan sekali ia gengsi memohon pada Nana.
Ini kan masalah harga dirinya sebagai kepala keluarga. Andai saja panennya
tidak gagal, tak akan mungkin ia memohon bantuan pada anaknya sendiri.

Nana tidak setuju Aji ikut tes menjadi pegawai pemerintahan dengan embel-
embel ‘memberikan sejumlah uang’, tapi dia pun tidak mampu menolak
permohonan ayahnya. Apa boleh buat. Kali ini Nana harus mengabaikan
idealismenya demi memenuhi keinginan Papa. Mungkin ia ingin salah seorang
dari anaknya dapat mengangkat derajatnya sebagai orang tua. Nana
menyanggupi meminjamkan sejumlah uang tabungannya untuk bekal tes Aji
menjadi pegawai negeri.
www.ac-zzz.blogspot.com

Tapi ternyata, harapan besar Papa kandas. Uang melayang dan Aji tidak lulus.
Aji tampak kecewa dan ia makin jarang berada di rumah. Papa pun makin
pendiam. Mama bilang, Papa menyesal tidak membiarkan Aji dulu mengikuti
tes menjadi tentara sesuai impiannya. Ya, Nana memahami posisi Aji yang
telanjur membenci Papa. Ia pun tidak menutup mata pada penyesalan Papa
yang datang belakangan!

Pukul dua dini hari, Nana terbangun oleh panggilan Mama. Sambil menahan
tangis, Mama mengatakan bahwa Papa keluar rumah untuk mencari Aji! Teman
Aji tadi tiba-tiba datang, mengabarkan bahwa Aji sedang mabuk di kampung
sebelah! Letaknya tidak jauh, hanya dua puluh menit berjalan kaki.
Berdasarkan pertimbangan itulah, Nana bergegas menyusul Papa. Walau Mama
melarang, tapi Nana tetap pergi. Dia tahu persis warung mana yang harus
dituju.

Nana tiba tepat saat Papa menyeret Aji. Muka Papa merah menahan marah. Aji
bicara kacau, ia memaki-maki Papa dalam mabuknya. Nana membantu Papa
memapah Aji yang meronta-ronta ingin melepaskan diri. Tapi, ia jatuh karena
didorong Aji. Papa juga ditinjunya hingga terjatuh. “Lepaskan aku! Lepaskan!
Kau tidak berhak mengaturku!” teriaknya.

Nana berusaha membantu Papa untuk berdiri, tapi tiba-tiba Papa memegangi
dadanya, sehingga Nana kaget sekali dan menangis. Rumah mereka masih jauh.
Nana tidak mungkin mengangkat mereka berdua. Nana berusaha menghubungi
Bebe, hingga dia sadar bahwa yang dilakukannya sia-sia. Akhirnya dihubunginya
nomor lain. Nana hanya menunggu lima menit, ketika Kenny muncul. Dengan
bantuannya, Nana membawa Papa dan Aji ke rumah sakit terdekat. Aji masih
belum sadar diri. Papa masih tertolong karena ia mendapat serangan jantung
ringan.

Ketika Aji sadar, dia menyesal telah menyusahkan semua orang. Dia menjaga
Papa dengan setia. Ketika Papa terbangun, mereka tidak saling bicara. Tapi,
www.ac-zzz.blogspot.com

setiap gerakan mereka menunjukkan bahwa sesungguhnya mereka saling peduli


satu sama lain. Nana tersenyum dan berharap semoga hari depan lebih baik. Ia
juga sangat berterima-kasih pada Kenny, sekaligus sangat marah kepada…
Bebe!

Kekecewaan Nana dikatakannya terus-terang kepada Bebe. Nana bukan sekadar


marah, tapi juga terluka hatinya! Ketika Bebe tahu penyebab kemarahan Nana,
ia makin merasa bersalah. Bebe tidak berani berbicara kepada Nana, jika bukan
urusan kantor. Hubungan mereka menjadi kaku. Hingga akhirnya dengan
mengumpulkan keberaniannya, Bebe meminta maaf kepada Nana. “Bu, kalau
saya minta maaf, apa saya dimaafkan?” pertanyaannya mengejutkan Nana.
Sungguh cara yang sangat aneh untuk minta maaf, pikir Nana kesal.

“Anda,’kan tidak pernah bersalah, Pak. Hampir setahun saya di sini, tak sekali
pun saya mendengar Anda meminta maaf pada siapa pun,” jawaban Nana
membuat Bebe merasa malu. “Jadi, sudahlah, Pak Bebe. Saya hanya marah
pada diri sendiri, mengapa merasa cukup penting bagi Anda. Padahal, mana
mungkin saya harus bersaing dengan diri Anda sendiri, ya, Pak?” Nana berbicara
tanpa ekspresi. Seakan itu adalah percakapan biasa. Bebe masih diam. Nan
merapikan mejanya. Dia ingin pulang.

Ketika melihat Bebe masih berdiri di tempatnya, Nana berkata lagi, “Saya
sungguh tidak membenci Anda, Pak, jika itu yang ingin Anda dengar. Saya
bahkan amat peduli pada Anda.” Kalimat terakhir Nana membuat Bebe ingin
memeluknya. Tapi, hal itu tak dilakukannya. Bebe hanya berucap pelan, bahwa
Nana jauh lebih berharga dari pulsa apa pun di seluruh dunia ini!

Hanya satu kalimat yang ditulis Nana di dalam buku hariannya di bulan Juni ini.
Every day I love you, Bebe!

JULI
Setahun sudah! Nana bahagia karena tugasnya berakhir. Acara pesta perpisahan
www.ac-zzz.blogspot.com

yang diadakan kantor untuknya pun sudah usai. Besok Nana berangkat ke
Jakarta. Bebe mengantar Nana pulang berjalan kaki. Sepanjang jalan mereka
saling membisu. Sampai tiba di rumah Nana pun, Bebe tak berkata apa-apa.
Jika aku tidak mengatakannya, aku akan menyesalinya seumur hidupku, Nana
berbicara dalam hati.

Bebe sudah berjalan beberapa meter, Nana berlari mengejarnya. Ketika Nana
memanggilnya, Bebe berpaling. Nana menarik napas untuk menenangkan
debaran jantungnya. “Aku ingin menanyakan sesuatu.” Nana diam sejenak,
menarik napas panjang. “Jika suatu hari Anda ingin menikah, maukah Anda
mempertimbangkan saya?” Nana bertanya sambil meremas-remas jemarinya.
Dia tertunduk malu. Wajahnya memerah.

Dengan takjub Bebe menatap Nana. Gadis ini sungguh unik! Dia jujur dan
berani berterus-terang! Betul-betul berbeda dengan dirinya! Sebagai seorang
pria, seharusnya Bebe merasa malu. Lalu dengan hati-hati, dia menjawab,
“Ya”. Nadanya penuh gairah. Nana mengangkat kepalanya dan tersenyum.
Tanpa sadar Nana mendekati Bebe. Diciumnya pipi pria itu. Setelah itu Nana
tiba-tiba tersadar. Dia lalu berlari pulang ke rumahnya.

Bebe tersenyum bahagia. Dia seolah tidak menginjak bumi. Perasaannya


melayang-layang. Benar juga kata orang, cinta bisa membuat kita terbang ke
angkasa. Ya, karena cinta membuat kita punya sayap untuk terbang tinggi – ke
negeri… di awan, seperti yang pernah dikatakan Nana?

Akhirnya Nana meninggalkan Kota Kecil, membawa banyak kenangan


bersamanya. Tapi ada sesuatu yang tertinggal. Hatinya tersimpan pada Bebe.
Bila tiba saatnya, Nana yakin Bebe membawa pulang kembali hatinya.

Ending yang manis. Nana menekan tuts terakhir pada layar monitornya dengan
perasaan lega. Novel perdananya yang diberi judul Setahun di Kota Kecil sudah
selesai.
www.ac-zzz.blogspot.com

NANA VERSUS BEBE


Bebe membeli novel berjudul Setahun di Kota Kecil setelah mendengar teman-
temannya di kantor heboh memperbincangkannya. Dia bingung, teman-
temannya di kantor pusat maupun di cabang mengatakan, Bebe sudah menjadi
‘orang top’. Ha, apa maksudnya? Dia baru mengerti setelah selesai membaca
novel tersebut. Dan, dia marah sekali pada Nana!

Bebe merasa dilecehkan. Segala aibnya dibeberkan gamblang di dalam novel


tersebut. Rasanya dia ingin sekali mencekik perempuan itu. Tanpa seizinnya,
bahkan terkesan seenaknya Nana menulis novel tentang dirinya. Bla,bla,bla….
Bebe marasa nama baiknya tercemar. Ugh, dia akan memberi pelajaran pada
Nana! Biar dia paham apa artinya sakit hati! Biar dia mengerti tidak semua
orang bisa diperlakukan seenaknya!

Plak! Novel tersebut mendarat dengan mulus di depan Nana. Nana terkejut.
Dipandanginya novel tersebut. setelah itu dipandangnya Bebe yang telah
berdiri tepat di depannya dengan wajah marah. Nana tidak takut, tapi dia
khawatir justru ekspresinya akan membuat Bebe lebih marah. Seharusnya Nana
berpura-pura takut agar Bebe merasa dihargai. Tapi, Nana tidak ingin
melakukan itu. Dia terima kenyataan apa adanya.

Ibu tidak berhak menjelekkan saya! Saya akan laporkan perbuatan Ibu kepada
polisi. Ibu sudah melanggar hak asasi saya sebagai manusia. Dan, saya ingin Ibu
dituntut karena perbuatan ini!” Bebe berpaling dan meninggalkan Nana dengan
marah.

Nana diam. Dia tahu Bebe akan melakukan apa saja yang dikatakannya.
Baginya, nama baik adalah segalanya. Dia tidak akan membiarkan namanya
dicemari dengan cerita yang diutarakan Nana dalam novelnya.

***
www.ac-zzz.blogspot.com

Sekarang seluruh masyarakat Kota Kecil mengetahui perseteruan antara Nana


dan Bebe. Koran lokal bahkan mengangkat cerita itu di dalam headline dan
memberikan judul besar-besar; Nana Versus Bebe.

Nana maupun Bebe sebenarnya sama-sama malu hal ini sampai diketahui
umum. Tapi, Bebe tetap merasa harga dirinya harus dipertahankan. Itu
sebabnya ia mati-matian membawa perkara itu ke pengadilan, sementara Nana
sendiri tidak melihat apa manfaatnya memperkarakan peristiwa itu sampai ke
pengadilan. Dia sangat menyesalkan tindakan Bebe. Dia ingin sekali
membicarakannya dengan Bebe secara baik baik, tapi sulit sekali
menjumpainya. Bebe selalu menghindar.

Proses pengadilan yang panjang dan berbelit membuat Nana menjadi bosan.
Sejak awal, Bebe sudah menempatkannya sebagai terdakwa yang ‘haus uang’
dan ketenaran sehingga rela mencemarkan nama baik rekannya sendiri.
Memasuki proses pengadilan yang terakhir, Nana akan mengutarakan
pembelaannya sendiri tanpa jasa seorang pengacara. Hm, dia betul-betul
penuh percaya diri! Begitu pandangan orang-orang terhadap Nana.

Padahal, perasaan yang dirasakan Nana adalah sebaliknya. Ia sudah terlalu


lelah untuk bersiteru dengan Bebe. Buat apa? Toh, Nana kenal betul siapa
Bebe. Permusuhan mereka yang berakhir di pengadilan ini pun tak lain karena
Bebe terlalu memanjakan egonya yang begitu besar!

Nana memasuki ruangan pengadilan. Dipandanginya Bebe dari kejauhan.


Hatinya sedih karena sebetulnya ia mencintai pria itu. Nana tahu, ada pria lain
yang lebih stabil emosinya dan juga mencintainya, Kenny. Nana yakin Bebe
lebih membutuhkan dia ketimbang Kenny. Tanpa Nana, Kenny akan baik-baik
saja. Tapi, dia tidak yakin, apakah Bebe pun baik-baik saja tanpa ada orang
yang dengan tulus mencintainya, seperti Nana. Nana hampir putus asa, tapi
rasa cintanya yang besar kepada Bebe membuatnya tetap bertahan menghadapi
pengadilan ini.
www.ac-zzz.blogspot.com

Bebe mengajukan keberatannya. Dia menuduh Nana mencemarkan nama


baiknya melalui novel yang ditulisnya. Katanya, Nana melakukan hal itu karena
uang. Bebe ingin Nana mempertanggungjawabkan perbuatannya secara moral.
Dia ingin Nana didenda dan novel tersebut ditarik dari peredaran. Itulah inti
dari keberatan Bebe.

Nana mengungkapkan pokok pembelaannya tanpa bertele-tele. Katanya, dia


tidak bermaksud mencemarkan nama baik Bebe. Nana yakin di negara ini, ada
ratusan, bahkan jutaan orang yang memiliki nama sama. “Meskipun tokoh di
novel yang saya tulis itu memang dia, Pak Bebe,” Nana menghentikan
kalimatnya. Matanya berkaca-kaca. “Ya, meskipun memang dia,” Nana
mengulangi dengan suara parau.

Namun, Nana tidak bermaksud melakukannya karena uang, apalagi dengan niat
mencemarkan nama baiknya. “Tapi, saya melakukannya demi… cinta,” ada
jeda pada saat Nana akan mengucapkan kata cinta. Hadirin diam. Mereka ikut
terhanyut dengan suasana hati Nana, seakan turut merasakan besarnya api
cinta Nana pada Bebe. Hadirin merasa bersimpati kepada Nana yang begitu
berani menyatakan cintanya secara gamblang.

“Saya hanya ingin dia tahu, bahwa saya mencintainya. Saya menulis karena
cinta. Apa pun yang saya utarakan di novel tersebut, tak lain karena saya…
mencintainya,” Nana memandang Bebe. Bebe mengangkat kepalanya.
Dipandangnya wanita yang berdiri tak jauh darinya.

“Cinta yang menggerakkan saya untuk menulis. Saya ingin menulis tentang dia
seumur hidup saya. Dia memenuhi seluruh bagian yang terdapat dalam hati
saya.” Nana diam. Dipandangnya Bebe lebih lekat.” Aku sungguh-sungguh
mencintaimu,” Nana bergumam sambil berusaha menahan air matanya.

Hening. Senyap. Hakim Ketua yang usianya sudah beranjak senja itu terharu
mendengar pernyataan Nana yang jujur. Ia tahu, sungguh membutuhkan
www.ac-zzz.blogspot.com

keberanian yang luar biasa agar bisa berbicara seperti itu di muka orang
banyak! Dipandangnya Bebe dengan penuh rasa kasihan. Dasar lelaki bodoh,
pikirnya gemas. Padahal, dia beruntung ada seorang wanita yang begitu
mencintainya. Tapi tampaknya dia tidak pernah tahu. Atau, memang dia tidak
mau tahu?

Pak Hakim lalu berbicara empat mata dengan Bebe. “Apa yang sebenarnya
kamu cari, Anak Muda?” tanya Pak Hakim.

Bebe diam. Dibuangnya pandangannya ke arah lain. Pak Hakim masih


menunggu. Dia tahu Bebe membutuhkan waktu untuk memahami
pertanyaannya.

“Saya merasa harga diri saya diinjak-injak!” Akhirnya Bebe berbicara geram.
Gemeletuk giginya sampai terdengar jelas.

“Aha, harga dirimu yang mana? Saya sudah membaca novel itu. Saya tahu sisi
negatif-mu ditulis di situ. Tapi apa lantas karena itu harga dirimu jatuh? Harga
dirimu masih melekat pada jiwamu!” Pak Hakim berbicara serius.

“Saya mencari keadilan,” Bebe menjawab dengan ragu

“Hm, kamu ingin keadilan? Tidak ada keadilan dalam hidup ini! Keadilan yang
sebenarnya cuma ada dalam hatimu. Dengarkan saja kata hatimu. Bersikap
jujurlah pada dirimu sendiri, walau hanya sekali, Anak muda,” Pak Hakim
berbicara sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi.

Mereka saling berdiam diri selama beberada detik. Bebe merasakan suasana
makin hening. Ketika Bebe memutuskan untuk beranjak, Pak Hakim berbicara
kembali, ”Kalau saya jadi kamu, Anak muda, saya tidak akan membiarkan
wanita itu pergi, karena dia menganggap saya begitu penting dalam hidupnya,
” Pak Hakim berbicara tulus.
www.ac-zzz.blogspot.com

Sepanjang jalan Bebe memikirkan kejadian di pengadilan hari itu. Benarkah


Nana mencintainya? Apakah dia memiliki perasaan yang sama? Lalu, apa
maksud Pak Hakim, ‘jujur pada diri sendiri’? Bebe merasa kepalanya
berdenyut–denyut. Yang dibutuhkannya saat ini adalah beristirahat. Kalau saja
Nana berada di sampingnya? Duh!

Akhirnya Bebe mencabut tuntutannya. Dia hanya ingin Nana meminta maaf
kepadanya. Bebe tidak ingin permintaan maaf langsung karena dia tidak ingin
bertemu Nana. Nana harus melakukannya secara tertulis dan dimasukkan dalam
amplop cokelat seperti biasanya. Nana menyanggupinya. Ia ingin sekali
menyerahkan sendiri amplop cokelat itu, tapi dia tahu Bebe tidak ingin
melihatnya.

Nana sedang menunggu pesawat di Kota Kecil yang akan membawanya ke


Medan. Dari Medan, dia naik pesawat lagi ke Jakarta. Pesawat terlambat
datang. Pesawatnya adalah pesawat kecil dengan kapasitas 25 orang
penumpang.

Hampir seluruh anggota keluarga ikut mengantarnya. Mama, Papa, Yos, Aji,
Hara, dan Ijo. Hara terlihat gembira berada di bandara. Dia belum paham
sebentar lagi berpisah dari Tante yang disayanginya. Keluarganya masih
menemani, tapi begitu ada pengumuman pesawat terlambat, maka keluarga
Nana memutuskan pulang. Jarak antara bandara dan rumah mereka terbilang
jauh dan Nana masih harus menunggu lama.

“Hati-hati, Na di Jakarta,” Mama membelai rambut Nana.

“Cepat cari suami, ya!” Yos memeluknya erat-erat.

“Jaga keluarga kita baik-baik,” Nana menitipkan pesan pada Aji, adiknya, yang
disambut dengan anggukan kepala, terharu.
www.ac-zzz.blogspot.com

Nana memeluk Hara dan Ijo. Tanpa terasa air matanya menetes. Dipeluknya
sekali lagi bocah-bocah itu. Papa tidak mengatakan sepatah kata pun, tapi dari
matanya Nana dapat melihat kesedihan. Papa menyalaminya dan menepuk
pipinya. Nana tersenyum. Tanpa ragu dia meraih tubuh ayahnya dan
memeluknya. Papa membalas dengan rangkuan erat. Suatu hal yang tidak
pernah mereka lakukan sebelumnya!

Setelah mereka berlalu, Nana tinggal sendirian di bandara. Ia tahu bahwa


pesawat di Kota Kecil ini sering terlambat. Jadi, dia tidak kaget lagi dengan
penundaan ini, bahkan dia sudah bersiap-siap membawa koran dan majalah
yang akan dibacanya nanti selama menunggu pesawat. Nana duduk diam-diam
di ruang tunggu. Sepi. Tidak banyak orang yang bepergian dengan pesawat
akhir-akhir ini. Nana duduk sambil membaca koran.

Pesawat yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, tapi masih memerlukan waktu


setengah jam lagi untuk bongkar muatan. Benar-benar ‘jam karet’, pikir Nana.
Setelah tidak ada lagi yang dapat dibaca, Nana bosan dan hampir tertidur.
Tiba-tiba, bahunya ditepuk dari belakang. Nana terlonjak kaget. Diputarnya
kepalanya untuk melihat siapa orang iseng itu.

“Saya pikir Ibu sudah pergi,” Bebe berbicara malu-malu di depannya!

Mereka berdiri berhadapan, salah tingkah. Pengumuman untuk segera naik ke


pesawat berkumandang. Nana terkesiap.

“Sepertinya saya harus pergi, Pak,” Nana mengulurkan tangannya. Mereka


bersalaman. Suara Nana terdengar tersendat, menahan tangis. Ia lalu mulai
berjalan dan berharap Bebe akan memanggilnya kembali, seperti di dalam
sinetron. Tapi, Bebe tetap diam terpaku di tempatnya.

Ini kesempatan terakhir! Nana percaya, cinta harus diperjuangkan. Cintanya


kepada Bebe sangat berarti, jadi dia harus memperjuangkannya! Akhirnya,
dengan menguatkan hati, Nana membalikkan tubuh dan menghampiri Bebe
www.ac-zzz.blogspot.com

yang tampak terkejut. “Pak, jika Anda tidak ingin saya pergi, saya tidak akan
pergi,” Nana berbicara sambil menatap Bebe. Suaranya parau dan matanya
berkaca- kaca.

Bebe masih diam. Matanya kelihatan menerawang. Nana tidak menunggu lagi.
Memang inilah akhirnya, pikirnya. Setidaknya dia telah berusaha. Nana berjalan
kembali menuju pesawat, kali ini tidak dengan langkah perlahan, tapi dengan
langkah panjang. Ketika melewati petugas pemeriksa, Nana mendengar sura
orang berlari ke arahnya. Diangkatnya kepalanya. Bebe!

“Saya akan menikah, Bu,” Bebe berbicara dengan cepat

Nana memandang Bebe terkejut. Ucapan Bebe sungguh di luar dugaan. “Saya
akan menikah,” Bebe mengulangi pernyataannya. “Dan, bukankah Ibu minta
dipertimbangkan kalau saya akan menikah?” Bebe tersenyum. Sorot matanya
memancarkan kelembutan.

“Saya sudah mempertimbangkannya, Bu,” Bebe berhenti sejenak, lalu


melanjutkan ucapannya dengan mantap, ”Menikahlah dengan saya, Bu!”

Hening. Senyap. Lalu tangis Nana meledak. Dia bahagia sekali, hingga lupa
menjawab. Bebe menarik Nana dalam pelukannya. Erat! Dia takut Nana lepas
dari pelukannya. Nana masih menangis. Bebe melepaskan pelukannya.
Ditatapnya Nana dalam-dalam.

“Menikahlah dengan saya, Bu,” dia mengulangi permohonannya.

Kali ini Nana mengangguk sambil tersenyum lebar. Mereka berpelukan sekali
lagi. Mereka tidak menghiraukan petugas yang mengingatkan waktu
keberangkatan pesawat.

“Saya tidak jadi pergi, Pak. Saya akan menikah!” Nana berteriak sambil
menggandeng Bebe ke luar dari bandara.
www.ac-zzz.blogspot.com

“Aku rela mati demi kamu, Nana!“ Bebe mengucapkan nama Nana tanpa
embel-embel ‘Bu’ untuk yang pertama kalinya. Suaranya terdengar sangat
merdu di telinga Nana.

Tamat

Anda mungkin juga menyukai