Anda di halaman 1dari 23

JUAL BELI TANAH

Disusun Oleh:
Kelompok 5
Romeo Novaldy 21010000125
Inyoman Nandikiswara W 21010000010
Faricha Taqiya 21010000261
Nursela Kurniawati 21010000196
Kevin Gerrard Bulo 21010000247
Dosen Pengampu :
Ibu FADILLA DWI LAILAWATI , S.H., M.Kn

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MERDEKA MALANG
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa
ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu FADILLA DWI
LAILAWATI , S.H., M.Kn. sebagai dosen pengampu mata kuliah Hukum Pengadaan
Tanah dan Pendaftaran HAT yang telah membantu memberikan arahan dan
pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Malang, 11 Desember 2023

Kelompok 5

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………….
DAFTAR ISI………………………………………………………………
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………….
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………
1.4 Tujuan Penulisan …………………………………………………..........
BAB II: PEMBAHASAN
2.1 Materi Pertama…………………..............................................................
2.2 Materi Kedua……………………………..………………………….......

BAB III: PENUTUP


3.1 Kesimpulan……………………………………………………………...
3.2 Saran…………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Hukum Perdata Jual Beli adalah salah satu macam perjanjian/perikatan
yang termuat dalam Buku III KUH Perdata tentang Perikatan. Dalam hal jual beli
tanah dari bunyi Pasal 1457: “ Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak
yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain
membayar harga yang telah dijanjikan. Berdasarkan pengertian dalam Pasal 1457
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, jual beli termasuk perjanjian.
Adapun syarat sahnya perjanjian sesuai Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, adalah adanya kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, adanya
kecakapan untuk membuat suatu perikatan, adanya suatu hal tertentu, dan suatu sebab
yang halal. Jika syarat mengenai kesepakatan dan kecakapan (syarat subyektif) tidak
dipenuhi, maka suatu perjanjian dapat dibatalkan, maksudnya perjanjian tetap ada
sampai adanya keputusan dari hakim. Sedangkan jika syarat mengenai suatu hal
tertentu dan suatu sebab yang halal (syarat obyektif) tidak dipenuhi, maka suatu
perjanjian batal demi hukum maksudnya sejak awal dianggap tidak ada perjanjian.
Berdasarkan KUHPerdata pasal 1457, Jual beli yang dianut di dalam Hukum
Perdata hanya bersifat obligatoir, artinya bahwa perjanjian jual beli baru meletakkan
hak dan kewajiban timbal balik antara kedua belah pihak, atau dengan perkataan lain
jual beli yang dianut Hukum Perdata belum memindahkan hak milik adapun hak
milik baru berpindah dengan dilakukan penyerahan atau levering. Dalam Pasal 1458
hal jual beli benda tidak bergerak jual beli telah dianggap terjadi walaupun tanah
belum diserahkan atau harganya belum dibayar. Untuk pemindahan hak itu masih
diperlukan suatu perbuatan hukum lain berupa penyerahan yang caranya ditetapkan
dengan suatu peraturan lain lagi.Dari uraian tersebut, jual beli tanah menurut Hukum

4
Perdata terdiri dariatas 2 (dua) bagian yaitu perjanjian jual belinya dan penyerahan
haknya,
keduanya terpisah satu dengan lainnya. Sehingga, walaupun hal yang pertama sudah
selesai biasanya dengan akta notaris, tapi kalau hal yang kedua belum dilakukan,
maka status tanah tersebut masih tetap hak milik penjual. Jual beli tanah dalam
hukum adat dan UUPA mempunyai pengertian yang sama, berdasarkan UUPA Pasal
5 maka pengertian jual beli tanah hak milik menurut UUPA tidak lain adalah
pengertian jual beli menurut huku adat.
Menurut hukum adat jual beli tanah adalah suatu pemindahan hak atas tanah yang
bersifat terang dan tunai, terang berarti perbuatan pemindahan hak tersebut harus
dilakukan di hadapan kepala adat, yang berperan sebagai pejabat yang menanggung
keteraturan dan sahnya perbuatan pemindahan hak tersebut, sehingga perbuatan
tersebut diketahui oleh umum. Tunai maksudnya, bahwa perbuatan pemindahan hak
dan pembayaran harganya dilakukan secara serentak. Oleh karena itu, maka tunai
mungkin harga dibayar secara kontan, atau dibayar sebagian (tunai dianggap tunai).
Dalam hal pembeli tidak membayar sisanya, maka penjual tidak dapat menuntut atas
dasar terjadinya jual beli tanah, akan tetapi atas dasar hukum utang piutang.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana syarat-syarat jual beli tanah ?
b. Bagaimana Mekanisme atau tata cara Pelaksanaan jual beli tanah secara
offline dan Online ?
c. Bagaimana Penyelesaian sengketa Jual beli tanah ?
1.3 Tujuan Penulisan
Dari Rumusan masalah yang dituliskan, tujuan penulisan dari makalah ini yakni :
a. Untuk mengetahui bagaimana syarat-syarat jual beli tanah.
b. Untuk mengetahui tata cara/mekanisme jual beli tanah.
c. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa jual beli tanah.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Syarat-syarat Jual Beli Tanah

Syarat-syarat dalam perbuatan hukum terhadap pengalihan hak atas tanah terbagi atas
2 (dua)macam, yaitu:

a. Syarat Materiil

Syarat materiil sangat menentukan akan sahnya jual beli tanah tersebut, antara lain
sebagai berikut:

1)Penjual adalah orang yang berhak atas tanah yang akan dijualnya.

a. Harus jelas calon penjual, ia harus berhak menjual tanah yang hendak dijualnya,
dalam hal ini tentunya si pemegang yang sah dari hak atastanah itu yang disebut
pemilik.

b. Dalam hal penjual sudah berkeluarga, maka suami isteri harus hadir dan bertindak
sebagai penjual, seandainya suami atau isteri tidak dapat hadir maka harus dibuat
surat bukti secaratertulis dan sah yang menyatakan bahwa suami atau isteri
menyetujui menjual tanah.

c. Jual beli tanah yang dilakukan oleh yang tidak berhak mengakibatkanjual beli
tersebut batal demi hukum. Artinya sejak semula hukum menganggap tidak pernah
terjadi jual beli.Dalam hal yang demikian kepentingan pembeli sangat dirugikan,
karena pembeli telah membayar harga tanah sedang hak atas tanah yang dibelinya
tidak pernah beralih kepadanya. Walaupun penjual masih menguasai tanah
tersebut,namun sewaktu-waktu orang yang berhak atas tanah tersebut dapat menuntut
melalui pengadilan.

2) Pembeli adalah orang yang berhak untuk mempunyai hak atas tanah yang
dibelinya. Hal ini bergantung pada subyek hukum dan obyek hukumnya. Subyek
hukum adalah status hukum orang yang akan membelinya, sedangkan obyek
hukumadalah hak apa yang ada pada tanahnya. Misalnya menurut UUPA yang dapat

6
mempunyai hak milik atas tanah hanya warga Negara Indonesia dan badan-badan
hukum yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Apabila hal ini
dilanggar maka jual beli batal demi hukum dan tanah jatuh kepada Negara, dengan
ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta
semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.

3) Tanah yang bersangkutan boleh diperjual belikan atau tidak dalam sengketa.
Menurut UUPA hak-hak atas tanah yang dapat dijadikan obyekperalihan hak adalah:

a. Hak Milik

b. Hak Guna Usaha

c. Hak Guna Bangunan

d. Hak Pakai

b. Syarat Formil

Setelah semua persyaratan materiil tersebut terpenuhi, maka dilakukan jual beli
dihadapan PPAT. Dalam pelaksanaan jual beli yang dibuat oleh PPAT hal-hal yang
harus diperhatikan adalah:

1) Pembuatan akta tersebut harus dihadiri oleh para pihak yang melakukan jual beli
atau kuasa yang sah dari penjual dan pembeli serta disaksikan oleh 2 (dua) orang
saksi-saksi yang memenuhi syarat sebagai saksi.

2) Akta dibuat dalam bentuk asli dalam 2 (dua) lembar, yaitu lembar pertama
sebanyak 1 (satu) rangkap disimpan oleh PPAT yang bersangkutan dan lembar kedua
sebanyak 1 (satu) rangkap disampaikan. kepada Kantor Pertanahan untuk keperluan
pendaftaran dan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dapat diberikan salinannya.

3) Setelah akta tersebut dibuat, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal
ditandatanganinya akta yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yang
dibuatnya berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan
untuk didaftar dan PPAT wajib menyampaikan pemberitahuantertulis mengenai telah
disampaikannya akta tersebut kepada para pihak yang bersangkutan.

7
2.2 Mekanisme atau tata cara pelaksanaan Jual Beli Tanah secara Offline

Sebelum kita membeli sebidang tanah, maka kiranya perlu dilakukan secara hati-hati,
dikarenakan banyaknya terjadi hal-hal yang bersifat kurang menguntungkan
dikemudian harinya bagi pembeli, misalnya tanah dalam keadaan sengketa ataupun
tanah terletak dalam lokasi daerah yang terkena penertiban dan sebagainya. Ada dua
hal penting yang perlu diperhatikan dari jual beli tanah, yaitu penjual dan pembeli.
Untuk penjual terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukanjual
beli tanah. Hal pertama yang harus dalam melakukan jual beli tanah adalah, calon
penjual harus berhak menjual tanah tersebut, atau dengan kata lain si penjual adalah
pemegang hak yang sah dari hak atas tanah itu.

Apabila pemegang hak hanya satu, maka ia berhak untuk menjual sendiri tanah itu,
tapi jika pemegang hak atas tanah tersebut terdiri dari dua orang atau lebih, maka
yangberhak menjual tanah itu adalah semua pemegang hak itu secara bersama-sama
tidak boleh hanya seorang saja yang bertindak sebagai penjual jual beli tanah yang
dilakukan oleh orang yang tidak berhak adalah batal demi hukum, artinya semula
hukum menganggap tidak pernah terjadi jual beli, Dalam hal demikian maka
kepentingan pembeli sangat dirugikan.

Hal kedua adalah, apakah penjual berwenang untuk menjual, mungkin terjadibahwa
seseorang berhak atas suatu hak atas tanah akan tetapi orang itu tidak berwenang
menjualnya kalau tidak dipenuhi syarat tertentu, misalnya tanah tersebut milik
anakdibawah umur atau milik seseorang yang berada dibawah pengampuan. Jika
suatu jual beli tanah dilakukan tetapi ternyata yang menjual tidak berwenangmenjual
atau sipembeli tidak berwenang membeli, walaupun di penjual adalah berhak
atastanah itu atau si pembeli berhak membeli, maka akibatnya jual beli itu dapat
dibatalkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, lagi pula Kantor Pendaftaran
Tanah akan menolak pendaftaran jual beli itu.

Hal ketiga yang perlu diperhatikan adalah, apakah penjual boleh menjual tanah yang
akan dijadikan obyek jual beli. Seseorang mungkin berhak menjual sebidang tanah
juga orang tersebut berwenang melakukan penjualan tetapi dia tidak atau belum
bolehmenjual tanah itu. Misalnya seseorang mempunyai tanah bekas Hak Barat atau
tanahbekas Hak Indonesia yang pernah

8
didaftar atau Hak Milik menurut UUPA, tetapi belumterdaftar pada kantor pertanahan
atau sertipikatnya hilang, maka orang tersebut belum boleh menjual tanah itu, ia
harus mengurus dan memperoleh sertipikatnya terlebih dahulu setelah itu baru boleh
dijual.

Hal keempat adalah, apakah penjual atau pembeli bertindak sendiri atau sebagaikuasa
Penjual/Pembeli mungkin bertindak sendiri atau selaku kuasa. Baik
penjual/pembelibertindak sendiri maupun melalui kuasa, identitasnya harus jelas.
Kalau penjual/ pembeliadalah orang (manusia), maka identitas itu adalah nama, umur
(tanggal lahir),kewarganegaraan, pekerjaan, tempat tinggal. Semua itu dapat dibaca
dalam Kartu TandaPenduduk atau Passpor. Apabila penjual/ pembeli adalah badan
hukum, maka identitasnya adalah nama,bentuk badan hukumnya, kedudukan badan
hukum, pengurus-pengurusnya Semua itu dapat diketahui/anggaran dasar/peraturan
perundagan pembentukkannya.

Dalam hal penjual/pembeli bertindak melalui kuasa, maka surat kuasakhusus untuk
menjual harus ada. Kuasa umum yang menurut lazimnya hanya untukmelakukan
pengurusan tidak berlaku untuk menjual. Kuasa itu harus tegas untuk menjualtanah
yang akan dijual itu.

Jual beli tanah secara Online

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional atau BPN Hadi
Tjahjanto mengatakan, mulai September 2023, pelayanan peralihan hak jual beli di
kantor pertanahan di seluruh wilayah akan dilakukan secara online. Hal ini bertujuan
untuk terus meminimalisir praktik mafia tanah sekaligus juga meningkatkan
penerapan sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE) di lingkungan kantor
urusan pertanahan tersebut.

"Rencananya ini akan kita launching pada September 2023 bertepatan dengan hari
ulang tahun Undang-undang Pokok Agraria," kata Hadi saat membuka Rakernas
Kementerian ATR/BPN di Jakarta, Selasa 7 Maret 2023. Hadi menjelaskan, saat ini
kantor BPN sudah memiliki empat bentuk pelayanan secara digital yakni pembuatan
Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT), pelayanan zona nilai tanah, pelayanan
hak tanggungan dan roya, serta Pengecekan Sertifikat Tanah.

9
"Dari empat pelayanan secara digital itu sudah mengurangi 40 persen antrean, dengan
ditambahnya pelayanan akan bisa mengurangi 80 persen antrean di kantor-kantor
pertanahan," kata Hadi. Mantan Panglima TNI itu mengatakan, dari hasil monitoring
dan evaluasi yang dilakukannya, pelayanan secara langsung memiliki banyak celah
permainan para mafia tanah. "Dengan layanan elektronik, nanti akan terlihat
pelyanan-pelayanan mana yang tersendat apakah di PPAT, notaris atau di BPN dan
tentunya yang paling penting adalah untuk tarif sudah sesuai dengan standar yang kita
tentukan, tidak akan nambah-nambah tarif," kata Hadi.

Hadi menambahkan, pelayanan elektronik ini juga dapat mengemat anggaran


Kementerian ATR/BPN sebesar Rp 40 miliar untuk pembelian kertas selama satu
tahun. "Misalnya untuk hak tanggungan, sebelum menggunakan elektronik kami
menggunakan kertas untuk pendaftaran itu Rp 40 miliar pertahun untuk beli kertas,"
kata Hadi.

Hadi mengatakan, selama proses transisi dari sistem manual ke elektronik, pihaknya
telah memerintahkan para kepala kantor BPN untuk menyediakan ruangan khusus.

"Kami juga memberikan layanan WhatsApp pengaduan terintegrasi dengan 33 kantor


wilayah BPN di seluruh Indonesia yaitu 0811 1068 0000," kata dia

Prosedur Jual Beli Tanah yang Sah di Mata Hukum


Agar dianggap sah, ada langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam jual beli
tanah. Sebagai informasi, berikut prosedur jual beli tanah yang benar dan sesuai
hukum:

1. Memastikan Status Tanah

Setelah menemukan tanah yang hendak dibeli, langkah pertama yang harus dilakukan
oleh pembeli adalah memastikan status tanah tersebut bebas sengketa. Selain itu, cek
juga data diri penjual apakah nama penjual sama dengan yang tercantum
didalam sertifikat tanah.

10
2. Mengecek Keaslian Surat Tanah

Setelah memastikan tanah tersebut bebas sengketa, pembeli juga harus mengecek
keaslian sertifikat tanah tersebut. Cara cek sertifikat tanah bisa dilakukan secara
langsung ke kantor pertanahan setempat. Nantinya, pihak dari BPN akan mengecek
keaslian sertifikat berdasarkan peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur dan buku
tanah.

3. Membuat AJB Tanah

Jual beli tanah harus dilakukan di hadapan PPAT, untuk kemudian dibuatkan AJB
yang menerangkan telah terjadi perpindahan hak atas tanah tersebut melalui jual beli.
Dalam pembuatan AJB, penjual dan pembeli harus menyiapkan sejumlah dokumen
yang terdiri dari:

Syarat pembuatan AJB penjual:

- Sertifikat tanah asli,

- KTP penjual suami/istri (sertakan akta kematian jika suami/istri penjual telah
meninggal),

- Bukti PBB 10 tahun terakhir,

- Surat persetujuan suami/istri,

- Kartu Keluarga.

Syarat pembuatan AJB pembeli:

- KTP

- Kartu Keluarga.

4. Membawa Berkas AJB ke BPN

Setelah semua proses di atas terpenuhi, pembeli bisa langsung mengunjungi kantor
pertanahan untuk melakukan balik nama sertifikat. Proses jual beli tanah akan selesai
bila nama penjual dalam buku tanah dan sertifikat sudah dicoret dengan tanda tangan

11
dari kepala kantor pertanahan. Adapun berkas-berkas yang perlu dibawa untuk
permohonan balik nama, seperti sertifikat hak atas tanah, bukti lunas BPHTB, dan
bukti lunas PPh.

Persiapan-persiapan yang dilakukan dalam jual beli tanah yaitu berupa:

1. Melakukan penelitian terhadap surat-surat yang menyangkut tanah yang akan

menjadi objek jual beli

2. Melakukan kesepakatan tentang tanah dan harga.

3. Pelaksanaan pemindahan atas hak tanah dengan akta jual beli dilakukan di hadapan
PPAT.

4. Melakukan pendaftaran hak untuk memperoleh sertifikat dan pejabat yang


berwenang.

Tata cara dalam pelaksanaannya menurut UUPA dengan peraturan pelaksaannya,


secarasederhana dapat diuraikan sebagai berikut:

a) Calon pembeli dan penjual sepakat untuk melakukan jual beli menentukan
sendiri segala sesuatunya, tentang tanah dan harganya.

b) Calon pembeli dan penjual datang sendiri atau mewajibkan kepada orang lain
dengansurat kuasa, menghadap kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT,
Kepala Kecamatan, Notaris atau lainnya yang diangkat oleh pemerintah).

c) Dalam hal tanah yang akan dijual itu belum dibukukan (belum bersertipikat),
makadiharuskan kehadiran Kepala Desa atau seorang anggota Pemerintah
Desa yangdisamping akan bertindak sebagai saksi, juga menjamin bahwa
tanah yang akan dijualitu memang betul adalah milik penjual dan ia
berwenang untuk menjualnya.

d) Dalam hal tanah yang akan dijual itu sudah dibukukan (sudah ada sertifikat)
dihadiri dua orang saksi, tidak harus Kepala Desa dan anqgota pemerintah
desa. Tetapi apabila Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) menganggap perlu
(jika ada keraguantentang wewenang orang yang melakukan jual beli itu),
maka PPAT dapat memintakehadiran Kepala Desa dan seorang anggota
Pemerintah Desa dari tempat letaktanah yang akan dijual kalau tanah yang
dijual telah dibukukan, penjual harus menyerahkan sertipikat, tetapi kalau

12
belum di bukukan sebagai gantinya harus dibuat surat keterangan dari Kepala
Kantor Pertahanan yang menyatakan bahwa tanah itu belum dibukukan

e) Setelah PPAT merasa cukup persyaratan, tidak ada halangan (umpamanya ada
persengketaan) dan tidak ragu-ragu lagi, maka PPAT membuat Akta Jual Bali
Tanah tersebut.

f) Selanjutnya dengan telah adanya akta tersebut, maka PPAT


menguruskanpendaftaran sampai mendapat sertipikat.

2.3 Penyelesaian Sengketa Jual Beli Tanah

A. Pengaturan Penyelesaian Sengketa Jual BeliTanah Yang Disebabkan


Pembeli Tidak Membayar Lunas Harga Tanah Yang Diperjanjikan

Pasal 1233 KUHPerdata menyatakan “perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau
karena Undang-Undang. Sehubungan dengan uraian Pasal 1233 KUHPerdata
mengatur bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian atau karena
undang-undang. Itulah sebabnya ada perikatan yang lahir dari perjanjian dan ada
perikatan yang lahir dari undang-undang. Terkait dengan Pasal 1231 perikatan yang
lahir karena undang-undang dan perikatan yang lahir karena perjanjian, maka
berakhirnya perikatan juga demikian, ada perikatan yang berakhir karena perjanjian
seperti pembayaran, novasi, kompensasi, percampuran utang, pembebasan utang,
pembatalan dan berlakunya suatu syarat batal.

Berbagai bentuk jual beli tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat sesuai
dengan kebutuhan dari para pihak dalam perbuatan hukum jual beli. Salah satu
bentuk jual beli adalah jual beli tanah dengan pembayaran angsuran. Jual beli
semacam ini merupakan variasi dari bentuk jual beli dengan syarat. Bentuk jual beli
semacam ini tidak dilakukan seperti jual beli pada umumnya, karena cara
pembayarannya tidak dilakukan secara tunai. Jual beli dengan pembayaran angsuran
tidak dikenal dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, akan tetapi munculnya
lembaga ini disebabkan karena adanya kebutuhan dalam praktek. Oleh karena itu,
dasar hukum dari jual beli secara cicilan adalah ketentuan-ketentuan hukum perikatan
(Verbintenissen Rechts). Hukum Perikatan ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur
hak dan kewajiban subjek hukum dalam tindakan hukum kekayaan. Hukum perdata
Eropa mengenal adanya perikatan yang ditimbulkan karena UndangUndang dan
perikatan yang ditimbulkan karena perjanjian.

13
Jual beli mempunyai sifat konsensual sebagaimana diatur dalam Pasal 1458 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata. Hak atas tanah yang dijual itu baru berpindah
kepada pembeli dengan dilakukannya perbuatan hukum lain yang disebut
“penyerahan yuridis” (juridische levering). Ketentuan mengenai penyerahan yuridis
diatur dalam Pasal 1459 Kitab Undangundang Hukum Perdata.

Ketentuan sebagaimana diuraikan diatas, menurut hukum adat khusus untuk hak
atas tanah tidak dapat diterima, sebab hukum tanah nasional yang berdasarkan hukum
adat menganut asas terang dan tunai. Pengertian jual beli tanah dalam hukum yang
berlaku setelah Undang-Undang Pokok Agraria adalah suatu perbuatan hukum yang
berupa penyerahan hak milik oleh penjual kepada pembeli yang pada saat itu juga
menyerahkan harganya kepada penjual. Pengertian ini yang diambil sebagai hakikat
jual beli yang berlaku sekarang ini. Jual beli hak atas tanah termasuk salah satu
bentuk pemindahan hak, harus dibuktikan dalam perjanjian yang dibuat dihadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1961 yang berbunyi sebagai berikut : Setiap perjanjian yang dimaksud
memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah,
menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan,
harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang
ditunjuk oleh Menteri Agraria. Akta tersebut bentuknya ditetapkan oleh Menteri
Agraria. Bahwa hukum tanah nasional kita sebagai mana ditegaskan di dalam UUPA
adalah berdasarkan atau bersumber pada hukum adat, khususnya hukum adat tentang
tanah. Oleh karena itu sifat hakekat jual-beli di dalam hukum tanah kita sekarang ini
adalah sama dengan sifat hakekat jual-beli yang ada dalam hukum adat, akan tetapi
telah dimodernisir. Misalnya jual-beli tanah saat ini harus dilakukan dihadapan
PPAT. Khususnya bagi tanah yang telah bersertifikat hal tersebut merupakan syarat
bagi pencatatan peralihan haknya di Kantor Pertanahan.

Sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 37 ayat 1 PP No. 24 tahun


1997 tentang Pendaftaran Tanah. Menurut hukum adat, demikian pula tentunya
menurut hukum tanah kita, pengertian jual-beli merupakan perbuatan hukum
pemindahan hak atas tanah untuk selama- lamanya oleh pemilik tanah selaku
penjual kepada pembeli, yang dilakukan bersamaan dengan pembayaran harganya
oleh pembeli kepada penjual yang bersifat tunai. Sehingga asas yang berlaku dalam
hal jual beli tanah ialah bersifat terang, tunai dan riil. Berdasarkan pengertian

14
tersebut maka dapat kita lihat bahwa di dalam jual-beli tanah terdapat 2 (dua)
perbuatan hukum yang dilakukan pada saat yang bersamaan, yaitu:

1. Perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli;

2. Perbuatan hukum pembayaran harga jual-beli oleh Pembeli kepada Penjual;

Dengan dilakukannya 2 (dua) perbuatan hukum tersebut maka dipenuhilah


syarat “tunai” dari jual-beli tanah, sehingga dengan demikian jual-beli tanah tersebut
telah selesai. Dengan selesainya jual-beli, seketika itu juga hak atas tanah yang
bersangkutan telah berpindah dari penjual kepada pembeli. Dalam jual beli hak atas
tanah menurut pengertian hukum tanah nasional, tidak dikenal lagi istilah balik
nama. Karena dengan dilakukan jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah,
hak atas tanahnya telah beralih dari penjual kepada pembeli dan dilanjutkan dengan
pendaftaran pada kantor pertanahan sebagai syarat administrasi. Dengan
dilakukannya jual beli, hak atas tanahnya telah berpindah kepada pembeli dan untuk
keperluan pembuktian diperlukan pendaftaran tanah. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
jual beli hak atas tanah telah terjadi setelah perjanjian jual beli yang dituangkan
dalam akta jual beli ditandatangani oleh para pihak, dua orang saksi dan Pejabat
Pembuat Akta Tanah yang bersangkutan. Dan apabila pihak penjual akan menuntut
haknya dalam hal ini penjual dapat menggugat pembeli dengan “wanprestasi”.

Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban


sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan
debitur. Wanprestasi atau tidak dipenuhinnya janji dapat terjadi baik karena
disengaja maupun tidak disengaja. Pihak yang tidak sengaja wanpretasi ini dapat
terjadi karena memang tidak mampu untuk memenuhi prestasi tersebut atau juga
karena terpaksa untuk tidak melakukan prestasi tersebut. Wanprestasi terdapat
dalam Pasal 1243 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa: “penggantian biaya, rugi
dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perjanjian. Wanprestasi barulah mulai
diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya,
tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya
dapat diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam
tenggang waktu yang telah dilampaukannya”.

15
Kata lain wanprestasi juga dapat diartikan suatu perbuatan ingkar janji yang
dilakukan oleh salah satu pihak yang tidak melaksanakan isi perjanjian, isi ataupun
melaksanakan tetapi terlambat atau melakukan apa yang sesungguhnya tidak boleh
dilakukannya. Dengan demikian wanprestasi memiliki unsur- unsur sebagai berikut:

a. Sama sekali tidak memenuhi prestasi;

b. Prestasi yang dilakukan tidak sempurna;

c. Terlambat memenuhi prestasi;

d. Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.

Penyelesaian Sengketa Jual beli tanah secara Litigasi.

Dalam Penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi atau peradilan di


mulai dengan Tahapan sebagai berikut.

1. Penggugat atau melalui Kuasa Hukumnya mengajukan gugatan


yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat di Meja 1 bagian Perdata, dengan beberapa
kelengkapan/ syarat yang harus dipenuhi :

a. Surat Permohonan/Gugatan ;

b. Kuasa yang sudah dilegalisir (apabila menggunakan Advokat);

2. Gugatan dan Surat Kuasa Asli harus mendapat persetujuan dari Ketua
Pengadilan Negeri Setempat;

3. Setelah mendapat persetujuan, maka Penggugat / Kuasanya membayar


biaya gugatan / SKUM di Kasir;

4. Memberikan SKUM yang telah dibayar ke Meja 2 dan menyimpan bukti


asli untuk arsip.

5. Menerima tanda bukti penerimaan Surat Gugatan dari Meja 2.(dua).

6. Menunggu Surat Panggilan sidang dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat


yang disampaikan oleh Juru Sita Pengganti.

16
7. Menghadiri Sidang sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

Penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi sebagai penyelesaian sengketa


diantara para pihak yang dilakukan melalui pemeriksaan di hadapan hakim dalam
sebuah lembaga peradilan. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman,
kebutuhan masyarakat akan keadilan dan kesejahteraan semakin besar, maka
penyelesaian sengketa melalui litigasi lambat-laun dirasakan kurang efektif lagi.
Penyelesaian sengketa melalui litigasi dirasakan terlalu lama dan memakan biaya
yang cukup besar. Kondisi demikian menyebabkan pencari keadilan mencari
alternatif lain yaitu penyelesaian sengketa diluar proses peradilan formal, yang biasa
dikenal dengan penyelesaian sengketa non litigasi.

. Penyelesaian Sengketa Tanah Secara Non Litigasi

Penyelesaian sengketa non litigasi merupakan mekanisme penyelesaian


sengketa diluar pengadilan dan tidak menggunakan pendekatan hukum formal.
Penyelesaian sengketa non litigasi juga dikenal dengan istilah ADR (Alternative
Dispute Resolution). Penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau yang lebih
dikenal dengan Alternative Dispute Resolution (ADR) dapat ditempuh dengan
berbagai cara. ADR tersebut dapat berupa :

a. Arbitrase;

b. Mediasi;

c. Konsiliasi;

d. Minitrial;

e. Summary jury trial;

f. Seetlement conference;

g. Serta bentuk lainnya. Salah satu bentuk ADR (Alternative Dispute


Resolution) adalah mediasi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
kata mediasi diberi arti sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga
dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat. Penjelasan
mediasi dari sisi kebahasaan (etimologi) lebih menekankan pada
keberadaan pihak ketiga yang menjembatani para pihak bersengketa untuk
menyelesaikan perselisihannya.

17
Mediasi pada hakekatnya bertujuan untuk mempercepat dan lebih
menyederhanakan proses penyelesaian sengketa yang terjadi diantara para pihak
yang bersengketa. Lahirnya mediasi merupakan suatu alternatif penyelesaian
sengketa melalui lembaga lain selain lembaga peradilan. Pada akhir- akhir ini sering
terdengar kritikan-kritikan terhadap kinerja badan peradilan di Indonesia. Proses
penyelesaian sengketa melalui pengadilan dianggap sangat lambat, membuang
waktu dan mahal dan berbelit-belit. Semakin lama para pencari keadilan semakin
tidak percaya kepada kinerja pengadilan.

Kenyataan atas kritik yang menganggap bahwa mahalnya biaya berperkara ikut
mempengaruhi kehidupan perekonomian bukan hanya di negara- negara maju, akan
tetapi juga dinegara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia.

Penyelesaian sengketa yang lambat akan menimbulkan biaya tinggi. Beranjak dari
hal tersebut di atas maka timbul pemikiran dan upaya untuk memperbaiki sistem
peradilan. Munculnya alternatif-alternatif penyelesaian sengketa seperti mediasi
ini di latar belakangi oleh dianggap buruknya peran dan fungsi lembaga
peradilan sebagai tempat untuk menyelesaikan sengketa atau permasalahan.
Memang, pada masa akhir-akhir ini, semakin banyak suara-suara yang
dilontarkan, berupa kritik yang ditujukan terhadap keberadaan, fungsi dan peran
peradilan. Peran dan fungsi peradilan dalam menyelesaikan sengketa diantara
para pihak dianggap tidak efektif dan tidak lagi menjadi pilihan utama para
pihak dalam menyelesaikan sengketa, hal tersebut tergambar dari kritikan yang
paling umum dilontarkan kepada pengadilan, yakni :

a. Pengadilan mengalami beban yang terlampau padat (overloaded);

b. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan lamban dan buang


waktu (waste of time);

c. Berperkara memerlukan biaya yang mahal (very expensive);

d. Pengadilan pada umumnya kurang tanggap (unresponsive) terhadap


kepentingan umum.

e. Pengadilan dianggap terlampau formalistik (formalistic) dan


terlampau teknis (technically).

Dari tujuh bentuk penyelesaian non litigasi yang diajukan diatas, maka
bentuk mediasi adalah yang paling cocok untuk menyelesaikan persoalan sengketa

18
tanah sebab mediasi memiliki ciri khas yaitu menyelesaikan persengketaan
tanah dengan menggunakan lembaga lain misalnya Badan Pertanahan Nasional dan
diselesaikan secara damai.

Mediasi adalah alternatif penyelesaian sengketa tanah di luar pengadilan yang


mengutamakan cara-cara musyawarah untuk mencapai mufakat serta mempunyai
ciri waktu penyelesaian sengketa yang disengketakan, terstruktur, berorientasi
kepada tugas dan merupakan cara intervensi yang melibatkan peran serta para
pihak secara aktif dengan menunjuk pihak ketiga sebagai mediator yang membantu
tercapainya hal-hal yang telah disepakati bersama. Peran mediator pada saat
mediasi yaitu: memimpin diskusi, memelihara atau menjaga aturan-aturan
perundangan, mendorong para pihak untuk menyampaikan masalah dan
kepentinganya secara terbuka, mendorong para pihak agar menyadari bahwa
sengketa bukan pertarungan yang harus dimenangkan tetapi diselesaikan,
mendengar, mencatat dan mengajukan pertanyaan, membantu para pihak mencapai
titik temu.

Setelah mediasi selesai dilaksanakan, maka apabila mediasi itu terjadi


perdamaian diantara para pihak yang dituangkan dalam berita acara perdamaian,
maka dapat dijadikan sebagai alat bukti untuk penyelesaian lebih lanjut terhadap
langkah-langkah yang dilakukan. Karena pada dasarnya wujud kesepakatan kedua
belah pihak merupakan perjanjian antar mereka dibuat secara sah dan menjadi
undang-undang bagi yang membuatnya. Apabila dalam pelaksanaan mediasi tidak
dapat terjadi perdamaian, maka tetap dibuatkan berita acara pertemuan, dan
dianjurkan untuk menempuh jalur hukum. Dari pelaksanaan tersebut, maka baik
mediasi itu hasil akhirnya berdamai atau tidak maka penanganan atas sengketa dan
konflik pertanahan dianggap selesai ditangani oleh Badan Pertanahan Nasional,
dan permasalahan tersebut dicoret dari buku register pengaduan.

Pasal 6 Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif


penyelesaian sengketa, yaitu:

(1) Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para
pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada
etikat baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara legitasi di
pengadilan;

(2) Penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternatif


penyelesaian sengkata sebagaimana dimaksud pada point (1)

19
diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam
waktu paling lama 14 hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu
kesepakatan tertulis;

(3) Dalam hal sengketa sebagaimana dimaksud pada point (2) tidak dapat
diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak sengketa
diselesaikan melalui bantuan seorang atau seorang mediator.

(4) Apabila para pihak tersebut dalam waktu 14 hari dengan bantuan
seorang atau mediator tidak berhasil mencapai kesepakatan atau
mediator tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak dapat
menghubungi lembaga alternatif penyelesaian sengketa untuk
menunjuk seorang mediator.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
jual beli tanah adalah suatu pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan
tunai, terang berarti perbuatan pemindahan hak tersebut harus dilakukan di
hadapan kepala adat, yang berperan sebagai pejabat yang menanggung
keteraturan dan sahnya perbuatan pemindahan hak tersebut, sehingga perbuatan
tersebut diketahui oleh umum. Dalam jual beli tanah sendiri terdapat beberapa
syarat formiil dan materiil yang harus dipenuhi agar transaksi jual beli tanah itu
sendiri dapat dilakukan. Sedangkan tata cara jual beli tanah sendiri dapat
dilakukan secara langsung maupun online dengan regulasi-regulasi yang diatur
oleh pemerintah, kesimpulan terakhir yakni terkait dengan penyelesaian sengketa
jual beli tanah dapat dilakukan melalui jalur litigasi maupun jalur non-litigasi.
3.2 Saran
1. Perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang aturan jual beli tanah serta
penyelesaian sengketa jual beli tanah menurut hukum nasional yakni hukum
pertanahan di Indonesia.

2. Proses mediasi dalam penyelesaian sengketa tanah secara non litigasi yang
diatur dalam Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 perlu ditindak lanjuti dengan
peraturan daerah bahkan peraturan desa untuk mempermudah masyarakat
pedesaan dalam menyelesaikan sengketa tanah.

21
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Chairil Anwar Pohan (2016) Panduan Lengkap Pajak Internasional Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Abdurrasyid dan Priyatna, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,
Fikahati Aneska, Jakarta, 2002.

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan

Kontrak, Rajawali Pers, Jakarta, 2007

Boedi Harsono, Sengketa-Sengketa Tanah serta Penanggulangannya, Djambatan,


Jakarta, 2005

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang


Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2003, hlm.
205.

Artikel Jurnal :
Ruini, C., Masoni, L., Otolini, F., & Ferrari, S. (2014). Jual beli tanah , 4 (13), 1-9.
Website :
https://www.google.com/search?
q=penyelesaian+sengketa+jual+beli+tanah&oq=penyelesaia&gs_lcrp=EgZja
HJvbWUqBggAEEUYOzIGCAAQRRg7MgYIARBFGDkyDAgCECMYJxi
ABBiKBTIGCAMQIxgnMgYIBBAAGAMyCggFEAAYsQMYgAQyBggGE
EUYPTIGCAcQRRg90gEIMzk1N2owajeoAgCwAgA&sourceid=chrome&ie
=UTF-8
https://carisinyal.com/situs-jual-beli-tanah/

22
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/view/42835

23

Anda mungkin juga menyukai