Anda di halaman 1dari 14

Proposal Skripsi Hubungan International

Alternative Doktrin Odious Debt Dalam Krisis Yunani; Pendekatan Game Theory
Dalam Menjelaskan Pengambilan Keputusan Yunani.

1. Latar Belakang

Krisis utang Yunani merupakan salah satu isu ekonomi yang menjadi perhatian dunia saat
ini. Tingkat utang yang begitu masif dan penanganan yang tidak juga menunjukan hasil
menciptakan tanda tanya mengenai penyelesaian atas isu ini. Penjelasan yang umum di
terima mengenai faktor terjadinya krisis di fokuskan pada kesalahan Yunani yang telah
mengambil utang melebihi kapasitasnya, namun pada tahun 2015 pemerintahan yang baru,
di bawah Alex Tspiras melakukan investigasi audit melalui Truth Comitee on Public Debt
(yang selanjutnya akan disingkat Truth Comitee), dan menemukan beberapa fakta penting
yang menunjukan bahwa Uni Eropa memiliki peran besar dalam eskalasi krisis. Laporan
investigasi awal mereka menemukan beberapa fakta, diantaranya pada tahun 2010 Yunani
di “paksa” untuk mengambil utang yang tidak sustainable dari IMF guna mengalihkan
utang dari sektor privat ke sektor public. Kebijakan juga diperburuk dengan pemberlakuan
austerity di Yunani yang dinilai memperlambat pemulihan ekonomi. Sebagai hasilnya
utang Yunani justru bertambah menjadi 362 milliar Euro pada tahun 2016 dari 130 miliar
Euro pada tahun 2009, hal ini dinilai banyak pengamat yang menyatakan bahwa utang
Yunani sudah tidak lagi sustainable dan Yunani tidak dapat membayar utang tanpa bantuan.

Pada tahun 2015 terjadi transisi kekuasaan, rezim Syriza dengan kampanye anti-austerity
nya memenangkan pemilihan umum di Yunani dan berjanji untuk mencari jalan keluar dari
krisis utang tanpa menekan ekonomi Yunani. Untuk menjalankan tujuannya itu rezim
Syriza memiliki option untuk menggunakan penemuan dari Truth Commitee bulan Juni
2015 dimana hasil dari riset menunjukan bahwa sebagian besar utang Yunani bersifat Tidak
sah, Illegal, dan odious1. Data ini membuka peluang bagi Yunani untuk tidak mengakui
sebagian utang-nya melalui jalur Legal di antaranya menggunakan doktrin Odious debt.

1
http://www.hellenicparliament.gr/en/Enimerosi/Grafeio-Typou/Deltia-Typou/?press=cb2bae76-
752a-473b-a943-a4ba00d8da6a diakses 26 september 2016
Laporan ini mendapat dukungan dari hasil laporan sebelumnya yang serupa dan pernah
dirilis oleh Peterson institute pada tahun 2013. Laporan tersebut menjelaskan bahwa
kebijakan bail-out yang dilakukan pada Yunani bertujuan untuk memitigasi resiko krisis
pada swasta.

Tradisi hubungan international kontemporer belum ada kesepakatan yang mengatur tentang
sistem legal pembayaran utang luar negeri. Dengan tidak adanya otoritas di atas negara
menyebabkan penyelesaian atas utang negara menjadi sulit, demikian pula yang terjadi
dalam kasus Yunani ini. Banyak solusi telah diusulkan dan salah satu solusi yang relatif
kurang dikenal adalah menggunakan doktrin odious debt untuk menghilangkan sebagian
utang Yunani yang bermasalah. Doktrin Odious Debt merupakan doktrin yang menyatakan
bahwa utang negara yang diambil oleh sebuah rezim pemerintah tanpa sepengetahuan
rakyat, digunakan bukan untuk kepentingan negara/masyarakat, dan tujuan penggunaanya
telah diketahui oleh kreditor. Apabila syarat ini dipenuhi maka pemerintahan yang baru
dapat mendeklarasikan bahwa utang tersebut bersifat odious dan dimungkinkan untuk tidak
mengakuinya. Berdasarkan laporan dari Truth commitee dan pernyataan dari IMF, utang
yang diberikan IMF pada tahun 2010 dapat dikategorikan sebagai odious debt, bahkan
Truth commitee menyatakan bahwa mayoritas utang Yunani bersifat odious. Dengan
demikian Yunani memiliki option baru untuk mengatasi krisis utang luar negeri yang
dialaminya, akan tetapi pemerintahan Tspiras yang baru justru mengabaikan kesempatan ini
(dan hasil referendum menolak austerity Eropa) dan menerima dana talangan lain dari
Troika. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengapa pemerintah Yunani yang baru tidak
mengambil kesempatan emas ini dalam menyelesaikan krisis utang mereka mengingat
pemerintah Yunani kala itu memiliki momentum yang kuat untuk melakukan perubahan.

2. Pertanyaan Penelitian

Mengapa Pemerintah Yunani Tidak Menggunakan Doktrin Odious Debt sebagai alternative
untuk menyelesaikan krisis luar negeri mereka?
3. Landasan Konseptual

1. Odious Debt

Odious Debt merupakan doktrin dalam studi utang luar negeri yang digunakan sebagai alat
dari sebuah negara untuk melepaskan diri dari tanggung jawab utang. Doktrin ini berasal
dari pemikiran Alexander Nahum Sach yang ditujukan untuk melindungi kreditor terhadap
negara dalam hukum international. Pemikiran Sach yang selanjutnya akan disebut dengan
doktrin Sach memberikan beberapa kondisi dimana negara berdaulat dapat menolak
membayar utang terhadap kreditor, yaitu :

“Consequently, for a debt, regularly incurred by a regular government to be


considered incontestably odious with all the consequences that follow, the following
conditions must be fulfilled :
1. — The new government must prove and an international tribunal recognise that
the following is established:
a) that the purpose which the former government wanted to cover by the debt in
question was odious and clearly against the interests of the population of the whole
or part of the territory, and
b) that the creditors, at the moment of the issuance of the loan, were aware of its
odious purpose.
2. — once these two points are established, the burden of proof that the funds were
used for the general or special needs of the State and were not of an odious
character, would be upon the creditors.”2

Sach juga menekankan bahwa definisi regular government adalah lepas dari pada jenis
pemerintahnya. Doktrin Sach tidak memandang apakah pemerintahan tersebut bersifat
Republik atau monarki, otoriter ataukah demokratis, yang vital disini adalah bahwa
pemerintahan tersebut mampu membuktikan bahwa utang tersebut digunakan bukan untuk
kepentingan populasi dan kreditor telah mengetahui hal ini sebelum memberikan kredit
pada rezim sebelumnya.

2
Sach, Alexander Nahum. “Les Effets Des Transformations Des États Sur Leurs Dettes Publiques Et
Autres Obligations Financières”, 1927. p
Doktrin Sach dianggap belum sempurna dan sulit untuk diterapkan dalam situasi modern
karena itu muncul banyak perkembangan doktrin odious debt dalam studi hukum
international. Banyak ilmuan yang mencoba me-redefinisikan Odious debt agar dapat
diterapkan untuk kebutuhan modern, diantaranya Michael Kremer, Seema Jayachandran
(Kresner & Jayachandran, 2002) yang menyarankan bahwa diperlukan institusi khusus
semacam International Court of Justice untuk yang menilai apakah sebuah kasus utang
termasuk odious atau tidak.

Ochoa melihat bahwa doktrin odious debt masih terlalu sempit, doktrin tersebut terlalu
terfokus pada utang dan tidak mencangkup berbagai kebijakan lain yang memiliki ciri-ciri
odiousness, dengan demikian Ia menganjurkan untuk memperluas konsep odious debt
menjadi odious finance. (Ochoa,2008). Pendapat serupa juga dikemukakan Lee et,al yang
mencoba mengganti fokus pembahasan dari utang ke rezim yang dinilai odious.(lee et.al,
2006) Sedangkan Nehru dan Thomas menjelaskan bahwa menggunakan Odious Debt
sebagai alternative penyelesaian utang luar negeri memiliki beberapa dampak negatif,
antara lain menurunkan kepercayaan investor pada negara tersebut di masa depan, dan
memperburuk relasi dengan negara kreditor. (Nehru dan Thomas, 2008)

Namun demikian kesamaan dari berbagai pendapat tersebut adalah bahwa odious debt
merujuk kepada 1.) Utang pemerintah yang digunakan bukan untuk kepentingan rakyat,
dan 2.) Kreditor mengetahui tujuan utang tersebut ketika memberikan utang. Konsep ini
dinilai masih belum dapat mencangkup seluruh aspek dari odious debt.

Penolakan utang menggunakan Odious debt sempat ditinjau menjadi alternative


penyelesaian krisis utang luar negeri Yunani. Berdasarkan pada laporan dari Truth
Committee yang dibentuk oleh pemerintahan pada bulan april 2015, pemerintah Yunani
memiliki celah untuk tidak mengakui atau setidaknya melakukan negosiasi ulang dengan
kreditor guna mencari alternative penyelesaian yang tidak merugikan Yunani lebih jauh,
didasarkan pada asumsi bahwa utang Yunani tidaklah memiliki legitimasi dan bersifat
odious. Kenaikan rezim Syriza dibawah Alexis Tspiras dengan kampanye mereka untuk
mengakhiri austerity dan melakukan negosiasi ulang utang serta hasil dari referendum yang
menyatakan Yunani yang menolak austerity lebih lanjut memberikan pemerintah Yunani
momentum yang tepat untuk mengambil langkah ini.

Berdasarkan pada hasil audit internal Truth Committee utang Yunani dapat dikatakan wajar
hingga terjadinya bailout pertama, investigasi lebih lanjut menyimpulkan bahwa bailout
pertama merupakan titik transisi dimana utang Yunani menjadi tidak wajar dan dapat
dikategorikan sebagai odious. Executive Summary dari laporan awal truth Comitteee
menyatakan bahwa bailout pertama merupakan usaha untuk mensterilkan bank-bank eropa
dari surat-surat utang Yunani guna menghindari penyebaran krisis terhadap Eropa. Audit
menunjukan bahwa hanya 10% dari dana talangan pertama yang diperuntukan langsung
untuk Yunani34. Laporan juga mempertanyakan adanya pembukuan tidak wajar dengan
adanya penggelembungan dana rumah sakit dan pengalihan liabilitas beberapa perusahaan
sektor privat ke sektor publik yang secara siginifikan menambah total utang Yunani lebih
dari 25 milyar Euro5. Diduga rezim Yunani yang saat itu dipimpin oleh George Papandreou
sengaja melakukan mark up guna mempermudah Yunani mendapatkan bailout di kemudian
hari.

Sebuah catatan penting dalam pemberian dana talangan ini adalah bawa IMF selaku
creditor pemberi dana talangan telah melanggar regulasinya sendiri. Salah satu kriteria bagi
IMF untuk memberikan bantuan finansial adalah utang negara tersebut harus bersifat
sustainable berdasarkan penilaian IMF. Utang Yunani tidaklah bersifat sustainable dan
IMF melompati regulasi akibat tekanan dari European Monetary Union dan situasi6. Fakta
ini diperkuat oleh laporan dari Independent Evaluation Office IMF pada Juli 2016 yang
mengkonfirmasi berbagai laporan tersebut sekaligus menekankan bahwa penolakan Euro

3
Truth Committee on Public Debt. “Preliminary Reports” hal.17. Diambil dari
<www.cadtm.org/IMG/pdf/Report.pdf> 28 sept 2016
4
Joseph E. Stiglitz, Europe's Attack on Greek Democracy Jun 29, 2015, daring <https://www.project-
syndicate.org/commentary/greece-referendum-troika-eurozone-by-joseph-e--stiglitz-2015-06>
5
ibid. hal 18
6
Wall Street Journal. “IMF Concedes It Made Mistakes on Greece” June 5, 2013, daring <
http://www.wsj.com/articles/SB10001424127887324299104578527202781667088 > Diakses 28 sept
2016
Zone untuk melakukan restrukturisasi utang adalah salah satu penyebab memburuknya
situasi utang Yunani saat ini.7

Berdasarkan fakta bahwa bailout pertama hanya merupakan upaya pencegahan sementara
untuk mencegah penyebaran krisis dan atas desakan IMF untuk melakukan restrukturisasi
utang, maka EU merancang sebuah skema re-strukturisasi utang dengan cara memotong
nilai surat utang Yunani pada tahun 2012, yang dikenal dengan Public Sector Involvement
(PSI). Skema ini mengharuskan pemerintah Yunani untuk menukarkan surat utang yang
telah dimiliki oleh investor dengan surat utang yang tingkat bunganya lebih kecil dan
maturity yang lebih panjang. Sistem ini diterapkan setelah bailout pertama terjadi, sehingga
sebagian besar investor telah melepaskan surat utang Yunani. Dampak terbesar dari
kebijakan ini adalah pemegang tabungan pensiun Yunani yang sebagian besar berbentuk
surat utang dan saham,8 sedangkan dalam gambaran besarnya kebijakan ini tidak
berdampak signifikan terhadap jumlah utang Yunani.9

Berdasarkan paparan di atas dan melihat perkembangan situasi dimana kondisi di Yunani
sudah menunjukan adanya resiko pelanggaran terhadap hak-hak asasi, maka pemerintah
Yunani dapat meninjau doktrin odious debt guna melakukan negosiasi ulang atas utang
mereka. Dana Talangan yang diberikan pada Yunani telah memenuhi semua kriteria bagi
sebuah utang untuk dinyatakan sebagai odious yaitu 1.) Adanya rezim yang yang
mengambil utang tanpa persetujuan masyarakat yang digunakan bukan untuk kepentingan
masyarat Yunani dan 2.) bahwa peminjam memahami betul tujuan peminjaman bahwa
uang yang dipinjamkan akan memiliki akibat buruk bagi Yunani dimana dalam kasus ini
IMF telah mengetahui bahwa Yunani tidak akan mampu membayar utangnya akan tetapi
kepentingan politik mengalahkan etika sehingga dana bailout tahun 2010 dapat terjadi.
Dengan demikian utang Yunani dapat dikategorikan sebagai utang odious karena bersifat
menyengsarakan rakyat, Ilegal karena telah menyalahi konstitusi Yunani maupun

7
IEO of IMF. “Background Paper ; The IMF’s Role in Greece In The Context of 2010 Stand-by
Agreement”, 2016 diambil dari
8
Truth Committee on Public Debt. “Preliminary Reports” hal 19.
9
A&O Global Inteligence, “How the Greek debt reorganisation of 2012 changed the rules of sovereign
insolvency”, 2012
International, dan Unsustainable karena Yunani tidak dapat menjamin hak-hak asasi
rakyatnya untuk membayar utang luar negerinya.

2. Game Theory dalam kerja sama international.


I. Dasar Teori

Game theory merupakan model matematis yang digunakan untuk mengambil kebijakan
strategis dalam berbagai bidang, model matematis ini menganalisa dan mensimplifikasi
pengambilan keputusan dalam konflik maupun kerja sama. Game teori digunakan untuk
mensimulasikan pengambilan keputusan oleh pemain rational dalam sebuah situasi.
Terdapat 3 element utama dalam game theory yaitu :

a) Permainan

Mencangkup peraturan, jumlah pemain, aturan main, dll. Model permainan bisa
bersifat kooperatif/kompetitif, zero-sum/positive-sum, dilakukan secara
bergiliran atau bersamaan, dll. hal ini akan berpengaruh terhadap hasil
permainan.

b) Utilitas / Pay Off

Ekspektasi hasil yang diharapkan dalam game theory.

c) Strategi

Setiap pemain memiliki beberapa set strategy yang digunakan sebagai response
atas gerakan pemain lainnya. Strategi harus dibedakan dengan langkah (move)
dimana langkah merupakan bagian dari bagian akhir strategi. Jumlah strategi
tiap game bisa hanya ada dua hingga tidak terbatas.

Berbagai model dan konsep game telah dikembangkan untuk mengakomodasi berbagai
situasi yang ada di dunia nyata, beberapa model terkenal misalnya Prisoner’s Dillemma,
Game of Chicken, dan Tragedy of the Commons. Akan tetapi yang lebih penting daripada model-
model game tersebut adalah jenisnya. Seperti yang dijelaskan sebelumnya jenis game ditentukan
oleh beberapa faktor namun secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis :
a. Model Simultaneous

Pada Game model Simultaneous kedua pemain melakukan mengambil langkah mereka secara
bersama-sama sehingga informasi bersifat incomplete (pemain tidak mengetahui langkah yang
diambil lawan) dan perfect (Mengetahui tujuan dari permainan) Model ini di ilustrasikan
menggunakan matriks. Contoh game model dasar adalah Prisoners Dillemma, dan game of chicken.

b. Model Sequential

Game dikatakan sequential apabila pemain mengambil tindakan secara bergantian sehingga
permainan bersifat complete namun imperfect (pemain tidak mengetahui arah langkah lawan.)
model ini di ilustrasikan menggunakan decision tree. Contoh model permainan ini adalah
Bargaining game, dan Centipede Game.

Selain itu terdapat beberapa asumsi dasar dalam Game Theory yaitu :

a. Rationalitas : Semua pemain akan berusaha memaksimalkan Pay off


b. Semua pemain mengetahui bahwa semua pemain adalah rasional
c. Tidak ada komunikasi : Pemain hanya berkomunikasi melalui aksi
d. Pengetahuan penuh atas game, semua pemain mengetahui langkah yang diambil
pemain lainnya.

Game Theory secara teoritis dapat memudahkan pengambil keputusan melihat opsi
tindakan yang mereka miliki sehingga dapat diambil keputusan yang paling optimal dalam
mencapai tujuan, akan tetapi dalam prakteknya Game Theory memiliki berbagai limitasi
dalam penerapannya di Ilmu sosial akibat kecenderungannya untuk membatasi opsi yang
ada dan mengabaikan kompleksitas pengambilan keputusan di dunia riil (Martin, Brian.
1978) . Karena itu beberapa ahli ilmu sosial mencoba mencari cara agar Game Theory
dapat diaplikasikan dalam ilmu sosial. Saat ini Game Theory terdapat beberapa studi yang
memberikan sumbangan signifikan terhadap pengaplikasian Game Theory di Ilmu sosial
diantaranya Behavioural Game Theory yang menggabungkan pendekatan rasionalitas
dengan psikoanalisis dan teori sosial, dan terobosan dari Thomas C. Schelling yang berhasil
mengaplikasikan game theory dalam berbagai situasi riil terutama pada perang dingin.
Penulis menilai bahwa perkembangan game theory dewasa ini telah cukup komprehensif
untuk dapat membantu menjelaskan mengapa Yunani tidak mengambil doktrin odious
debt. Dalam Game Theory diasumsikan bahwa setiap aktor di dalamnya bersifat rasional,
akan tetapi permasalahan pertama dalam menerapkan game theory dalam ilmu sosial adalah
mendifinisikan apa yang didefinisikan sebagai “Rasional” untuk itu penulis akan
menggunakan paradigma rational actor model sebagai dasar penilaian.

II. Rational Actor Model

Rational Actor Model merupakan salah satu teori populer dalam menganalisa Foreign
Policy. Teori ini memiliki asumsi dasar bahwa negara merupakan aktor singular dan
merupakan aktor rational. Graham T. Allison dalam bukunya Essence of decision
memberikan 4 langkah yang menjelaskan bagaimana ciri-ciri seorang aktor yang rasional
bertindak yaitu :

a. Menentukan Tujuan
b. Melihat opsi tindakan yang mungkin untuk mencapai tujuan
c. Menelaah konsekuensi dari tiap opsi tindakan
d. Mengambil pilihan setelah mempertimbangkan konsekuensi tersebut.

Teori ini dapat diaplikasikan untuk menentukan motivasi Yunani dan EU dalam kasus
negosiasi untuk austerity pack ke-14 sebagai berikut:

A. Menentukan Tujuan

Tujuan Yunani dalam negosiasi dalam urutan prioritas adalah : 1.) Untuk tetap berada di
Euro Zone, 2.)Dapat memenuhi kewajiban (Hutang) 3. Meminimalisir Austerity tanpa
dampak politik dan ekonomi yang negatif, 4.) Untuk memulihkan ekonominya dari krisis.

Sedangkan pada sisi kreditor, EU secara umum dapat digeneralisasikan memiliki tujuan
berdasarkan urutan prioritas adalah : 1.) Menjaga keberhasilan proyek EU, 2.) Menghindari
terjadi penyebaran krisis 3.)Yunani untuk memenuhi kewajibannya (Hutang) pada EU dan
kreditor lainnya tepat waktu, 4.) Approval politik domestik.
B. Menentukan Opsi

Yunani sebagai pihak yang dependen terhadap EU untuk mengatasi krisis utangnya
memiliki daya tawar yang lebih rendah dibandingkan kreditornya EU, hal ini tercermin dari
kegagalan Yunani untuk menegosiasikan syarat dari bailout ketika EU menolak untuk
membuat konsensi. Dengan demikian Yunani secara realistis hanya memilik 2 opsi yaitu
menerima Bailout dalam syarat Eropa atau menolak bailout dan menyatakan bangkrut dan
keluar dari Euro Zone.

Sedangkan pihak EU telah terlalu banyak menginvestasikan dana pada Yunani untuk
mundur pada tahap ini. Selain itu pengambil keputusan di EU sadar bahwa legitimasi
proyek unifikasi Eropa dalam satu mata uang di masa depan akan tergantung dengan
perlakuan mereka terhadap Yunani. Dengan demikian EU memiliki kepentingan untuk
melanjutkan bailout pada Yunani. Akan tetapi kebijakan bailout Yunani tidaklah populer
dalam politik domestik sehingga tidak menutup kemungkinan bagi Inkumben untuk
memberhentikan bailout pada Yunani apabila dirasa akan berdampak pada elektabilitasnya
pada periode berikutnya dengan demikian perlu disertakan syarat austerity dalam bailout
untuk menetralisir opini negatif.

C. Konsekuensi

Setelah kita menjabarkan opsi dari Yunani dan EU kita melihat bahwa mereka baik Yunani
maupun EU memiliki opsi untuk melanjutkan atau menghentikan bailout secara sepihak.
Untuk menyederhanakan analisis konsekuensi dari pilihan opsi tersebut akan dibandingkan
dengan tujuan tujuan yang telah ditentukan masing-masing pihak dengan hasil sebagai
berikut :
Yunani
Bailout Tolak Bailout (Bangkrut)
Yunani Yunani
a. Tetap bertahan dalam Euro (+) [1] a. Keluar dari Euro (-) [0]
b. Dapat membayar utang (+) [1] b. Tidak dapat membayar utang (-) bangkrut
c. Austerity lebih ketat (-) [0] [0]
d. menyulitkan pemulihan ekonomi (-) [0] c. bebas dari Austerity, konsekuensi politik
ekonomi buruk (-) [0]
Bailout

d. Kemungkinan ekonomi memulih secara


gradual (+/-)** [1/2]
EU EU
a. Proyek Politik EU terjaga. (+) [1] a. Keuntungan Politis EU* (+) [1]
b. Utang Yunani terbayarkan. (+) [1] b. Utang Yunani Mungkin tak terbayarkan tepat
c. Krisis tidak menyebar *** (+) [1] waktu (-) [0]
d. Approval politik netral **** (+/-) [1/2] c. Kemungkinan krisis menyebar (-) *** [0]
EU

d. Approval Politik positif **** (+) [1]


Yunani Yunani
a. Keluar dari Euro (-) [0] a. Keluar dari Euro (-) [0]
b. Tidak dapat membayar utang (-) bangkrut b. Tidak dapat membayar utang (-) bangkrut
[0] [0]
c. bebas dari Austerity, konsekuensi politik c. bebas dari Austerity, konsekuensi ekonomi
Tolak Bailout

baik (+)* [1] politik baik (+)* [1]


d. Kemungkinan ekonomi memulih secara d. Kemungkinan ekonomi memulih secara
gradual (+/-)** [1/2] gradual (+/-)** [1/2]
EU EU
a. Kegagalan Politis EU* (-) [0] a. Kegagalan Politis EU* (-) [0]
b. Utang Yunani Mungkin tak terbayarkan b. Utang Yunani Mungkin tak terbayarkan
tepat waktu (-) [0] tepat waktu (-) [0]
c. Kemungkinan krisis menyebar (-) *** [0] c. Kemungkinan krisis menyebar (-) *** [0]
d. d. Approval Politik tinggi **** (+) [1] d. d. Approval Politik tinggi **** (+) [1]
*) Untuk kestabilan dan legitimitas program EU dari kelompok anti-EU adalah sebuah keharusan bagi mereka menunjukan usaha untuk “melindungi”
anggota terlemah mereka, kegagalan untuk memberikan bantuan bagi Yunani akan mendorong kritik terhadap program satu mata uang eropa. Skenario ideal
adalah Yunani mundur secara sukarela dari Euro Zone atas keinginan Yunani sendiri. Sebaliknya Yunani akan mendapatkan moral high ground apabila Ia
mundur akibat kegagalan EU untuk menjaga anggota terlemahnya sehingga resiko dampak pada program satu Eropa akan lebih besar.
**) Hampir semua kajian dari berbagai pihak sepakat bahwa Austerity tanpa ada kebijakan suplemen tidak membawa dampak baik bagi Yunani dan justru
menghambat pertumbuhan. Salah satu faktornya adalah ekspor Yunani tidak mendapat dukungan dari rendahnya nilai kurs diantara berbagai faktor lain.
Akan tetapi mengembalikan kemampuan kurs dan daya belanja tidak memberikan jaminan ekonomi Yunani akan semakin membaik.
***) Euro telah menyiapkan beberapa mekanisme untuk menghentikan penyebaran krisis seperti Outright Money Transaction, sehingga kemungkinan
Yunani bangkrut akan membawa dampak sistemik luas jauh lebih kecil dari pada tahun 2010. Akan tetapi selama resiko mutual destruction terutama secara
politis tidaklah 0 maka EU akan menghindari skenario ini.
****) Bailout umumnya memiliki approval rating yang rendah di negara-negara eropa. Dengan asumsi bahwa approval politik terhadap politikus bersifat
independent dari pada konsekuensinya di kemudian hari maka menghentikan bailout akan memberikan keuntungan bagi inkumben.

Apabila tabel tersebut di konversi menjadi Payoff matrix dari game theory dengan aturan :

a. Goal yang terpenuhi akan mendapat nilai 1 yang gagal terpenuhi nilai 0 dan yang
setengah terpenuhi bernilai 1/2.
b. Nilai Payoff adalah total goal terpenuhi / total goal yang gagal dipenuhi

Dengan demikian apabila tabel dapat dikonvert menjadi :

Yunani
Bailout Tolak Bailout (Bangkrut)

½ , 7/8 3/8 , 1/2


E
U
3/8 ,¼ 3/8 ,¼

D. Pengambilan keputusan.

Dari bagan tersebut kita dapat mengambil beberapa konklusi yaitu :

a. Opsi Bailout bagi Eropa memberikan hasil lebih baik dibandingkan dengan non-bailout
lepas dari pada pilihan Yunani, dengan demikian bagi Eropa opsi Bailout adalah strategi
dominan.
b. Opsi Bailout bagi Yunani memberikan hasil lebih baik dibandingkan opsi non-bailout
lepas dari pada pilihan Eropa, oleh karena itu opsi bailout bagi Yunani merupakan strategi
dominan.
c. Dengan demikian Nash Equilibrium dari matrix di atas adalah Bailout x Bailout.

Konklusi ini sejalan dengan realita bailout ke 8

Hipotesa

Yunani memutuskan untuk tidak menggunakan doktrin odious debt, dapat dijelaskan
menggunakan model behavioral Game Theory. Dalam behavioral game theory secara
spesifik Yunani merupakan aktor dengan bounded rationality yang memilih satisfacing
(pemuasan) dibandingkan maximizing (optimalisasi). Hal ini diperjelas lebih lanjut dengan
menggunakan decision making process Graham T. Allison model organizational process
yang menekankan tujuan jangka pendek dibandingkan tujuan jangka panjang akibat limitasi
kemampuan aktor. Alternative lain pengambilan keputusan dilakukan dengan mengikuti
model teori prospek kumulatif Kahneman dimana loss aversion dilihat lebih penting dari pada
risk taking.

Pertama-tama permainan dibatasi pada pengambilan keputusan austerity package ke-14


dimana terjadi kemacetan dalam negosiasi antara rezim kiri Syriza dengan kreditor Yunani,
pada periode ini audit utang Yunani telah menunjukan bahwa utang Yunani dapat
dikategorikan sebagai odious dan stalemate memberikan peluang

Pada tahun 2010 Yunani mengalami krisis utang luar negeri dan membutuhkan bantuan
untuk menyelesaikan kewajibannya untuk membayar

2. Kerangka Penulisan

Penulisan akan dibagi menjadi 4 bab, Bab pertama akan menjelaskan mengenai sejarah terjadinya
krisis utang luar negeri Yunani hingga akhir 2015. Bab ke-2 akan mengaplikasikan Game theory
untuk mengilustrasikan penyelesaian krisis Yunani dan menjelaskan rational di baliknya, Bab ke-3
akan membahas rasionalisasi pemerintah Yunani untuk tidak mengambil alternative Kebijakan
odious debt dalam berdasarkan pada game theory pada bab sebelumnya. Bab ke-4 akan menarik
kesimpulan atas bab-bab sebelumnya.

1 References
Breuning, Marijke. Foreign Policy Analysis : A Comparative Introduction. New York: Palgrave
Macmillan, 2007.
Correa, Hector. "Game Theory as an Instrument in International Relations." October 2001.
Deemen, Andria Van and Agniezka Rusinowska. Collective Decision Making ; Views from Social
Choice and Game Theory. New York: Springer, 2010.
Fouskas, Vassilis K. Dimoulas, Constantine. The Political Economy of Debt and Destruction. New
York: Palgrave Macmillan, 2013.
Geckil, Ilhan Kubilay and Patrick L Anderson. Applied Game Theory and Strategic Behaviour.
Manchester: CRC Publisher, 2010.
Nehru, Vikram and Mark Thomas. "THE CONCEPT OF ODIOUS DEBT: SOME
CONSIDERATION." ECONOMIC POLICY AND DEBT DEPARTMENT DISCUSSION
PAPER (2008): 1-46.
Ochoa, Christiana. "From Odious Debt to Odious Finance: Avoiding the Externalities of a
Functional Odious Debt." Havard International Law Journal vol 49, no 1 (2007): 110-162.
Osborne, Martin J. An Introduction to Game Theory. Chicago: Oxford University Press, 2003.
Tema, Malvina. "Basic Assumption in Game Theory and International Relations." International
Relations Quarterly (2014): 1-4.
Zettelmeyer, Jeromin, Christoph Trebesch and Mitu Gulati. "The Greek Debt Restructuring: An
Autopsy." Peterson Institute of International Economics Working Papers (2013): 12-65.

Anda mungkin juga menyukai