Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ETIKA PROFESI DAN TATA KELOLA KORPORAT

LINGKUNGAN ETIKA DAN AKUNTANSI


(Dosen Pengampu: Ketut Tanti Kustina, S.E., M.M., Ak., CA.)

Disusun Oleh:
Kelompok 2

Ade Dwi Rahayu (117210635)


Putu Shabrina (117210637)
Ni Made Praba Putri Winanda (117210640)
Ni Luh Putu Windi Winarti (117210641)
Feby Livrenia (117210642)
Dwi Wulan Pangestu (117210643)
Ni Luh Gede Nitya Cahya Gumanika (117210644)
Kadek Regita Octaviana Damarasari (117210645)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL (UNDIKNAS)
DENPASAR
TAHUN 2020
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Praktik Bisnis Tidak Beretika


Pertumbuhan dan laba merupakan dua kinerja yang paling popular digunakan. Angka
pertumbuhan perusahaan yang lebih tinggi dibandingkan pesaing mencerminkan
kemenangann dan keunggulan daya saing perusahaan. Dengan pertumbuhan yang lebih
tinggi perusahaan akan menjadi lebih besar sehingga lebih mudah menarik pembeli, dan
lebih memiliki posisi tawar untuk menekan pemasok, penyandang dana, dan sumberdaya
manusia dibandingkan perusahaan yang lebih kecil.

Permasalahannya adalah bisnis tidak dapat mengharapkan pertumbuhan dengan melayani


kebutuhan manusia saja, karena kebutuhan manusia terbatas. Sementara itu pesaing semakin
ketat karena jumlah perusahaan bertambah dengan pemain – pemain baru. Perusahaan
kemudian mencoba mencari celah untuk pertumbuhan dengan berbagai cara.

Cara pertama adalah memalui penciptaan keinginan manusia, karena keinginan manusia
tidak terbatas dan dapat diupayakan untuk selalu muncul keinginan baru. Perusahaan
berusaha menciptakan keinginan melalui iklan dan promosi yang mengakibatkan masyarakat
seakan dikepung dan dibombardir oleh iklan dan promosi, mulai dari koran, majalah, radio,
televise, sms, email dll. Untuk membantu konsumen dalam memuaskan keinginannya, bisnis
berlomba – lomba menyediakan pembayaran dalam bentuk kartu kredit ataupun kredit –
kredit konsumsi lainnya. Selain melalui iklan dan promosi, perusahaan juga mendorong
konsurisme melalui conspicuous consumption, konsumsi dengan tujuan utama untuk
memamerkan kekayaan dan status social dan invidious consumption konsumsi yang diniatkan
untuk menimbulkan rasa cemburu. Kedua jenis konsumsi ini menimbulkan masalah bagi
ekonomi dan social.

Dalam persaingan, perusahaan berupaya mempertahankan pelanggannya menciptakan


pasar baru dan merebut pelanggan pesaing. Untuk itu efisiensi dan produktivitas merupakan
kunci keunggulan. Sumber daya manusia sering merupakan objek utama dalam peningkatan
efisiensi dan produktivitas.
Selain itu perusahaan juga melakukan externalizing cost, yaitu membebankan biaya pada
para pemangku kepentingan, termasuk pembebanan biaya kepada kosumen, kepada pekerja,
kepada pemerintah dan masyarakat di sekitarnya, kepada pemerintah dan masyarakat Negara
lain, dan lain – lain. Perusahaan bersaing tidak hanya dalam harga tetapi juga di berbagi
kegiatan perusahaan, seperti inovasi dan pengembangan produk baru, kecepatan masuk ke
pasar, kemasan produk, promosi, lokasi outlet dan penempatan pasar swalayan, customer
service, after sales service, dan lain – lain. Untuk memenangkan persaingan perusahaan tidak
sekedar berupaya lebih efisien, lebih produktif, lebih cepat, lebih berkualitas dan lebih baik,
tapi juga mendahului, menyalip, menghmbat, menghalang-halangi, mencegah dan
mengalihkan perhatian pesaing untuk dapat lebih efisien, lebih produktif, lebih cepat, lebih
berkualitas dan lebih baik.

Pengelolaan bisnispun bagaikan pengelolaan perang. Untuk menjaga perusahaan selalu


berada dalam situasi siaga, banyak yang menginstalasi war room untuk melakukan simulasi
perang. Para eksekutif mengangkat dirinya sebagai Panglima Perang. Penggunaan istilah –
istilah militer seperti startegi dan taktik menjadi kata – kata yang hidup didalam perusahaan.
Perusahaan yang menghadapi tekana persaingan atas perusahaan yang belum puas dengan
pertumbuhan yang telah dicapai mencari mesin pertumbuhan lainnya. Mereka melihat
peluang pertumbuhan melalui strategi merjer dan akuisisi . kenaikan nilai perusahaan yang
diaharpakan tidak tercapai. Bahkan lebih baik bagi mereka untuk tidak melakukan merjer dan
akuisisi, walaupun banyak merjer dan akuisisi yang mengalami kegagalan, tapi banyak pula
perusaan yang tetap melakukannya, sebagaian karena berhasil diyakinkan oleh konsultan dan
investment banker mengenai potensi peningkatana nilai yang besar karena nilai perusahaan
menjadi target murah dan waktunya tepat. Perhitungan di atas kertas mengenai potensi
keuntungan yang besar menyebabkan banyak eksekutif yang secara tidak sadar menurunkan
risiko kegagalan dan mengabaikan data – data yang tidak mendukung. Sedangkan sebagian
lainnya dalam keadaan kondisi tertekan, diamana merjer dan akusisi dibutuhkan untuk
memberikan harapan dan menciptakan semangat baru untuk melepaskan diri dari tekanan
persaingan.

Pilihan starategi pertumbuhan lainnya melalui pengembangan atau investasi pada


instrument investasi derivatif. Investasi ini diharapkan akan menghasilkan pertumbuhan yang
cepat, namun sebagaiamana yang digambarkan dalam film Inside job dan juga dialami oleh
Olympus, investasi dapat menimbulkan kerugian yang begitu besar yang mengancam
kelangsungan hidup perusahaan.

2.2 Skandal Korporasi


Skandal korporasi di Amerika dapat ditelusuri pada tahun 1920an di saat perekonomian
mengalami kemakmuran. Pasar modal yang sedang ooming pada saat itu, ternyata ditopang
oleh aksi spekulasi dari investor dan manipulasi laporan keuangan oleh emiten, yang pada
akhirnya terjadi market crash dan depresi ekonomi. Salah satu perusahan pelaku manipulsi
laporan keuangan yang terkenal adalah McKesson & Robbins yang kasusnya terungkap pada
akhir tahun 1930an

2.2.1 Skandal Suap


Skandal penyuapan Lockheed terungkap pada tahun 1975, ketika sebuah sub-
committee di Senat berhasilmenemukan serangkaian suap senilai $22 juta yang
dilakukan oleh Lockheed Aircraft Corporation kepada pejabat tinggi di berbagi Negara.
Akibat dari skandal Lockheed ini pemerintah Amerika Serikar mengeluarkan Foreign
Corrupt Practies Act pada tahun 1977 yang melarang perusahaan Amerika untuk
terlibat bdalam kegiatan korupsi di Luar negeri.

2.2.2 Skandal Insider Trading


Pada akhir tahun 1980an, terjadi insider trading dari tiga serangkai Dennis Levine,
Ivan Boesky, dan Michael Milken serta investment bank Drexel Bumham lambert.
Pengakuan Levine menyeret Ivan Boesky, seorang arbitrageur yang terkenal
keberhailannya memperoleh $200 juta dari pengambilalihan The bevery hills Hotel
setelah kematian mertuanya yang telah menjalankan perusaan tersebut selama 25 tahun.
Boesky juga mengaku bersalah dan membayar denda sebesar $10 juta setahun
sebelumnya. Setelah pengakuan Levbine dan Boesky sepanjag tahun 1987 – 1998 Sec
dan Kejaksaan New York Selatan terus mengejar Drexel Bumham Lambert dengan
menggunakan Racketeer Influenced and Corrupt Organization act ( RICO ) akhirnya
pada desember 1988, Dexel menyerah dan mengaku bersalah.
2.2.3 Skandal Manipulasi Laporan Keuangan Korporasi Amerika
Sepanjang tahun 1990, pasar modal Amerika Serikat kembali mengalami masa
keemasan dengan semakin banyaknya dana dari investor insitusi yang menanam
modalnya ke perusahaan yang tercatat pada pasar modal. Namun, seperti yang terjadi di
1920an, pasar modal ini ternyata ditopang oleh manipulasi laporan keuangan yang
dilakukan oleh banyak korporasi Amerika.

Enron awalnya merupakan perusahaan yang mempesona dalam tempo sepuluih


tahun pendapatan enron meningkat hamper 20 kali lipat dari $5,5 miliyar menjadi
$100,8 miliyar dalam 10 tahun, antaratahun 1991-2000 dengan puncak tingkat
pertumbuhan tertinggi pada tahun 1999-2000, dari $40,1 miliyar menjadi $100,8
miliyar. Akibat dari Skandal korporasi Amerika ini, pemerintah Amerika mengeluarkan
Sarbanes – Oxley act yang mengatur lebih lengkap profesi dan tanggung jawab
eksekutif atas laporan keuangan perusahaan.

2.2.4 Skandal Industri Keuangan


Skandal yang dilakukan oleh industri keuangan melalui kegiatan yang sangat
spekulatif dan merugikan, yaitu predator lending dan pengembangan produk Credit
Default Swap (CDS).
a. Predator Lending adalah pemberian kredit kepada orang-orang yang sebetulnya
tidak memiliki akses kredit karena kurang memiliki kemampuan untuk membayar
kembali. Kredit ini yang dikenal dengan subprime mortgage. Penyaluran subprime
mortgage ini memberikan keuntungan yang lebih besar dengan membebankan
bunga yang lebih tinggi, sementara itu resiko kredit dialihkan melalui sarana
sekuritisasi asset melalui produk derivative yang di sebut Collateralized Debt
Obligations (CDO).
b. Credit Default Swap (CDS) adalah kontrak swap dimana pembeli melakukan
pembayaran ke penjual, dan sebagaimana imbalannya menerima hak untuk
memperoleh pembayaran bila kredit mengalami default atau kejadian lain yang
tercantum dalam credit event, misalnya kebangkrutan atau restrukturisasi.
2.2.5 Skandal Korporasi di Asia
Beberapa contoh dari skandal korporasi asia yaitu:
a. Pada tahun 2009, terjadi skandal kegagalan Corporate Govarmance pada
perusahaan Satyam di India. Sebelumnya perusahaan ini dikenal sebagai
perusahaan yang melaksanakan praktik Corporate Govarmance yang baik dengan
memenangkan berbagai penghargaan Good Corporate Govarmance.
b. Pada tanggal 8 November 2011, Presiden Olympus Corporation mengumumkan
bahwa perusahaannya telah menyembunyikan kerugian perusahaan selama lebih
dari sepuluh tahun dan menggunakan dana yang dinyatakan untuk komisi akuisisi
beberapa perusahaan untuk menutupi kerugian tersebut.
c. Kasus lainnya yang melibatkan banyak perusahaan adalah kasus Gayus
Tambunanyang terjadi pada tahun 2010. Awalnya ia tertangkap karena terlibat
tindak pidana pencucian uang akibat pencairan dana tak wajar sebesar Rp24,6
miliar.

2.3 Lingkungan Etika di Indonesia


Indonesia memiliki konteks yang sangat berbeda dengan Amerika Serikat. Peran
pemerintah di Indonesia relatif lebih besar dibandingkan peran bisnis. Lembaga pasar modal
masih relatif belum terinstitusionalisasi. Sebagian besar bisnis masih merupakan perusahaan
keluarga dimana pemegang saham pengendali adalah pendiri perusahaan. Sebagian bisnis
menjadi tumbuh berkembang berkat bantuan Pemerintah ataupun hubungan istimewa dengan
Pemerintah yang berkuasa. Sebagian bisnis masih tergantung kepada proyek Pemerintah.

Resiko dari suatu peranan negara yang besar adalah korupsi. Di Indonesia, korupsi telah
terjadi jauh sejak awal kemerdekaannya, di tahun 1950an, dengan pelaku yang berganti-ganti
tergantung siapa yang memegang kekuasaan. Pada awal kemerdekaan, Indonesia
menerapkan sistem demokrasi liberal dimana politisi sipil yang memegang kekuasaan dan
yang melakukan korupsi. Pada akhir tahun 1950an, Presiden Soekarno memperkenalkan
sistem demokrasi terpimpin, mengambil alih kekuasaan dari politisi sipil dan membaginya
dengan tentara. Korupsi dilakukan oleh birokrasi dan tentara. Pada tahun 1966, Presiden
Soeharato mengambil alih kekuasaan sehingga sepenuhnya berada di tangan tentara dan
korupsipun banyak dilakukan oleh tentara. Pada tahun 1998, rakyat Indonesia sepakat untuk
melakukan korupsi. Kekuasaan kembali ke tangan politisi sipil dengan pelaku korupsi yang
semakin banyak, mulai dari anggota parlemen, birokrasi sampai ke penegak hukum.

Fokus masyarakat terhadap korupsi menyebabkan kecurangan yang dilakukan bisnis


tidak terlalu terungkap ataupun mudah terlupakan. Padahal sebagian korupsi terjadi berkat
dukungan dari pengusaha dan kolusi antara pemegang kekuasaan dan pebisnis.

Sumber korupsi yang besar di masa demokrasi liberal adalah pelaksanaan Program
Benteng. Program ini bertujuan untuk menciptakan keseimbangan di dalam perekonomian
yang sebelumnya didominasi oleh pengusaha Belanda dan Cina, yaitu dengan
mengembangkan pengusaha pribumi melalui pemberian lisensi importir dan fasilitas kredit
impor. Dalam kenyataannya sebagian besar lisensi diberikan kepada orang-orang yang
memiliki hubungan dengan tokoh-tokoh yang berkuasa di birokrasi dan partai yang memiliki
kewenangan dalam pemberian lisensi dan kredit. Para pemegang lisensi ini kemudian
menjual lisensi dengan harga 200%-250% dari nilai normalnya dan tidak mengembalikan
kredit. Sedangkan pembeli lisensi adalah pengusaha Cina yang sebelumnya telah menjadi
importir. Sehingga ketika itu dikenal sebutan pengusaha Ali Baba.

Orde baru membawa pengusaha baru. Kebanyakan dari mereka adalah pengusaha yang
telah lama menjalin hubungan dengan tentara di masa demokrasi terpimpin ataupun yang
segera membangun hubungan dengan pejabat baru. Mereka tumbuh dengan pesat bersama
dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang membaik akibat tingginya harga minyak dan
datangnya investasi asing ke Indonesia. Kebanyakan mengawali usaha dengan menjadi
pemasok Pemerintah, memperoleh lisensi, konsei, dan kredit sebagaimana pengusaha pada
periode sebelumnya sampai kemudian berkembang menjadi mitra investor asing. Mereka
menjalankan berbagai usaha sepanjang ada kesempatan. Karena itu mereka kemudian disebut
sebagai konglomerat.

Mereka lalu memanfaatkan kebijakan liberalisasi pasar modal tidak sekedar untuk
memperoleh dana, namun memperoleh dana yang jauh lebih besar dari nilai perusahaan
dengan melakukan rekayasa akuisisi internal. Akuisisi internal merupakan strategi yang
populer dilakukan oleh kelompok konglomerat sejak tahun 1991 di mana perusahaan-
perusahaan dalam kelompok usaha yang sama saling melakukan akuisisi atau cross holding
dengan harga yang ditetapkan secara internal untuk perusahaan yang tidak tercatat di bursa
atau menggunakan harga pasar yang telah direkayasa untuk perusahaan telah tercatat.
Dengan akuisisi internal, pengusaha mendapat dana yang lebih besar dan kesempatan untuk
memperoleh pinjaman yang lebih besar lagi untuk mendirikan usaha baru yang kemudian
kembali diakuisisi internal. Akuisisi internal menyebabkan aset para konglomerat ini tumbuh
berkali-kali lipat.

Pada paruh kedua Orde Baru muncul turunan baru dari korupsi, yaitu nepotisme, pada
saat keluarga pejabat marak menjadi pengusaha. Setelah akuisisi internal dilarang, pengusaha
memanfaatkan kebijakan liberalisasi perbankan dengan mendirikan bank dan memanfaatkan
dana masyarakat untuk pembiayaan kelompok usahanya.

Besarnya utang usaha, menurut Bank Dunia sebagai salah satu sebab utama terjadinya
krisis ekonomi di Indonesia tahun 1998. Krisis ekonomi telah membuat pemerintah harus
mengeluarkan dana sebesar Rp647 triliun, dimana diantaranya sebesar Rp144,5 triliun
merupakan BLBI(Bantuan Likuiditas Bank Indonesia). BLBI kemudian menjadi salah satu
skandal terbesar dalam sejarah bisnis di Indonesia.

Permasalahan lainnya adalah pengelolaan perusahaan yang sudah diserahkan masih


berada ditangan pemilik lama, karena pemerintah (BPPN) merasa tidak memiliki
kemampuan untuk mengambil alih pengelolaan. Timbul resiko terjadi rekayasa aset dan
keuntungan dari perusahaan-perusahaan tersebut.

Pada akhir tahun 2002, Presiden Megawati mengeluarkan Impres No. 8 tahun 2002
tentang pemberian jaminan hukum kepada debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya
atau tindakan hukum kepada debitur yang tidak menyelesaikan kewajibannya atau tindakan
hukum kepada debitur yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan penyelesaian
kewajiban pemegang saham, yang dikenal dengan Impres Release and Dischange.
Berdasarkan Impres ini, pemilik bank kembali mendapat keringanan. Mereka dianggap sudah
menyelesaikan utangnya dan mendapat Surat Keterangan Lunas, hanya dengan membayar
30% dari kewajiban dan membayar 70% sisanya dalam bentuk sertifikat bukti hak.

Krisis perekonomian 1958 dan permasalahan BLBI merupakan skandal bisnis terbesar
yang terjadi di Indonesia baik dari segi jumlah kerugian yang diderita pemerintah (dan
rakyat) Indonesia maupun dari segi jumlah pelaku bisnis yang terlibat. Skandal ini dapat
terjadi tidak sekedar akibat perilaku dari pengusaha namun juga akibat kompetensi dan
kepentingan dari (penjahat) pemerintah yang berkuasa ketika itu, serta kepentingan penegak
hukum.

Kasus lainnya yang melibatkan banyak perusahaan adalah kasus Gayus Tambunan yang
terjadi di tahun 2010. Gayus adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) golongan IIIA yang bekerja
pada Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan. Awalnya ia tertangkap karena terlihat
tindak pidana puncucian uang akibat pencairan dana tak wajar sebesar Rp24,6
miliar.Masyarakat terkejut dan marah mengetahui Gayus PNS yang berusia 31 tahun tersebut
sudah memiliki uang yang sangat besar, berikut rumah dan mobil mewah. Bahkan
belakangan kepolisian mengumumkan telah menemukan dan menyita asset lainnya dari
Gayus sebesar Rp74 miliar dalam mata uang asing dan logam batangan yang disimpan di
safe deposit box sebuah bank swasta.

Dalam persidangan Gayus menyatakan kekayaannya diperoleh dari “membantu” wajib


pajak yang tengah dililit masalah di pengadilan pajak, sesuai dengan posisinya yang bertugas
di Direktorat Keberatan dan Banding. Dengan demikian, jika pengakuan Gayus benar, maka
sebetulnya akan lebih banyak lagi pegawai pajak dan wajib pajak yang melakukan
kecurangan pajak, dan kasus pajak ini dapat menjadi skandal besar yang setara dengan
skandal BLBI.

Instruksi presiden ditindaklanjuti dengan cepat. Kementrian Keuangan segera


menyerahkan 15 dokumen wajib pajak yang terkait dengan Gayus. Setelah itu tidak diketahui
kelanjutan dari hasil penelitian yang dilakukan sehingga belum terungkap pejabat pajak dan
wajib pajak yang terlibat dalam kasus manipulasi pajak, baik yang terlibat dalam tindak
pidana yang dilakukan oleh Gayus, maupun yang diungkapkan Gayus dalam repliknya.

Kasus korupsi yang ramai dibicarakan adalah kasus jual beli anggaran di DPR. Kasus ini
melibatkan beberapa anggota partai politik, dengan Nazaruddin, Bendahara Umum Partai
Demokrat yang dipecat dari partai pada bulan Juli 2011, sebagai bintangnya.

Salah satu perusahaan yang terlibat dalam kasus Nazaruddin adalah PT Duta Graha Indah
Tbl. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1982 dan merupakan salah satu perusahaan
konstruksi terbesar di Indonesia. Pertumbuhan perusahaan yang signifikan terjadi pada tahun
2007, pada saat perusahaan melakukan penawaran saham perdana ke pasar modal.
Pendapatnya ketika itu meningkat hamper dua kali lipat menembus angka Rp 1 triliun,
sedangkan asetnya meningkat hamper tiga kali lipat.

Dalam kesaksiannya di pengadilan, Direktur Utama Perusahaan, mengaku bekerja sama


dengan Nazaruddin dalam berbagai proyek. Ia juga mengakui pemberian success fee kepada
pihak yang membantu dalam bisnis konstruksi merupakan hal yang biasa. Menurutnya,
selama sudah mendapatkan keuntungan, ia tidak lagi mempermasalahkan persentase
pembagian fee yang disepakati.

2.4 Tuntutan Masyarakat Terhadap Bisnis


Beberapa permasalahan global yang terjadi membuat penderitaan dan menimbulkan
perubahan dalam tata kehidupan manusia. Selain skandal korporasi yang telah dijelaskan,
terdapat dua hal lainnya yang mengakibatkan pandangan yang negatif terhadap perusahaan
dan dunia usaha.

2.4.1 Masalah Pencemaran Lingkungan: Pemanasan Global dan Krisis Energi


Dampak dari pemanasan global dan krisis energi semakin dirasakan oleh semakin
banyak orag dan dikhawatirkan semakin memburuk jika tidak dilakukan perubahan.
Perusahaan yang bergerak di industri pembangkit listrik, transportasi, manufaktur dan
kehutanan dianggap memiliki kontribusi yang besar dalam emisi CO2.

Terlebih lagi, beberapa perusahaan tercatat telah menimbulkan malapetaka besar


bagi lingkungan hidup. Contoh klasik tragedi terbesar adalah ledakan pada pabrik
pestisida Union Caroide di Bhopal India pada tahun 1984 yang menyebabkan bocornya
gas methyl isocyanate yang diperkirakan 500 kali lebih beracun dari sianida. Lebih dari
2.000 orang meninggal dan 200.000 terluka, sebagian besar adalah penghuni liar dari
tempat-tempat kosong di sekitar pabrik. Kasus kerusakan lingkungan lainnya adalah
bocornya kapal tanker milik perusahaan minyak Exxon yang menumpahkan 12 juta
gallon minyak mentah di perairan Alaska pada tahun 1989 dan bocornya pipa yang
menumpahkan 74 juta gallon minyak mentah di hutan Amazon Ekuador selama periode
1968-1992.

2.4.2 Anti Globalisasi


Gerakan anti globalisasi sering terlibat dalm bentuk demonstrasi pada saat
pertemuan KTT yang diselenggarakan oleh WTO, IMF, Bank Dunia, G8 dan organisasi
lainnya mencerminkan sentiment segaian orang di negara berkembang atas kehadiran
perusahan multinasional melakukan investasi di negaranya. Investasi asing memberikan
lapangan kerja bagi masyarakat tapi dengan pengorbanan dalam bentuk diskriminasi
gaji, pemanfaatan tenaga kerja di bawah umur, pencemaran udara dan kerusakan
likungan, konsumerisme.

Investasi asing hanya memberikan laba bagi pemegang saham di negara asal, di
mana para pemegang saham melaksanakan tanggung jawab sosialnya bagi masyarakat
di negara asal investasi.Investasi asing sering melangkah lebih jauh, mengatur masalah
politik dari negara tempat investasi untuk menjamin keamanan investasi yang
dilakukannya, seperti yang dilakukan oleh ITT di Chili yang terlibat dalam upaya
penggulingan presiden terpilih yang dikhawatirkan akan melakukan nasionalisasi atas
investasi mereka. Dari hasil survey yang dilakukan oleh McKinsey pada tahun 2007,
penolakan terhadap investasi asing dan perdagangan bebas merupakan hal yang
dikhawatirkan oleh pemimpin bisnis.

2.5 Inisiatif Untuk Menciptakan Bisnis yang Bertanggungjawab dan Berkelanjutan


Berikut ini beberapa inisiatif untuk menciptakan bisnis yang berkelanjutan:
2.5.1 Corporate Social Responsibility dari World Business Council for Sustainable
Development (WBCSD)

World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) adalah 160


perusahaan internasional yang bergabung dengan komitmen yang sama terhadap
lingkungan hidup dan terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan.

WBCSD bertujuan untuk menjadi katalisator perubahan dan membantu tercapainya


kerjasama yang lebih era tantara dunia usaha, pemerintah dan organisasi lain yang
peduli terhadap lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan.

WBCSD merintis pengembangan CSR sejak tahun 1997 sampai dengan tahun 2000.
Pada saat itu WBCSD menyadari adanya reputasi korporasi yang buruk yang
menimbulkan berbagai aksi yang merugikan korporasi, seperti pembboikotan terhadap
produk layanan perusahaan, penyerangan terhadap asset perusahaan, kegagalan
memperoleh pegawai yang bermutu dan kehilangan dukungan dari pegawai, tambahan
biaya untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan di masa lalu, pembatasan operasi dalam
bentuk peraturan perundangan yang baru, hambatan memperoleh pembiayaan dan lain-
lain.

Masyarakat menuntut perusahan berperilaku lebih etis dan bertanggungjawab.


Mempertahanan reputasi sebagai perusahaan yang etis dan bertanggung jawab penting
bagi perusahaan untuk mendapat persetujuaan dari masyarakat sehingga dapat
beroperasi. Selanjutnya, untuk dapat meningkatkan nilai pemegang saham dalam
jangka panjang, perusahaan harus menjamin bahwa tidak terjadi konflik dengan
masyarakat dan bahkan dapat mengupayakan agar memperoleh manfaat yang nyata.
Hal ini dapat terjadi jika perusahaan mampu menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan
dari para pemangku kepentingan, tidak sekedar pemenuhan kebutuhan pemegang
saham. Dengan demikian, pertanggungjawaban sosial merupakan hal yang penting bagi
penciptaan nilai untuk pemegang saham.
Pertanggung jawaban sosial tidak dapat dilihat hanya sebagai beban bagi
perusahaan. Sebaliknye, strategi CSR yang jelas dapat meningkatkan laba karena
mengurangi biaya melalui peningkatan dampak sosial yang positif dan mengurangi
dampak yang negatif Strategi CSR yang dapat mengkaitkan nilai bisnis dan sosial akan
membuka peluang usaha harn. Untuk itu, dibutuhkan kemampan manajemen
mengidentifikasi kebutuhan dari pemangku kepentingan, sebelum terjadi telanan atau
kekecewaan dari pemangku kepentingan yang tidak terpuaskan.
Berdasarkan pemikiran di stas, WRCSD menyarankan beberapa prinsip yang dapat
diyakini dalam perumusan strategi, yaitu:
a. Pembangunan kapasitas (capacity building) dari masyarakat sehingga dapat
membentuk modal sosial
b. Pembangunan kemitraan (partnership building) dengan perusahaan hin dan
kelompok-kelompok di dalam masycralat
c. Kerjasama dalam bidang teknologi, sebagai bagian lari pembangunan kapasitas dan
pemhangunan
d. Keterbukaan dan transparansi untuk mengkomunikasikan bakti-tukti prilaku
perusahtan yang bertanggung jawab

2.5.2 Global Corporate Citizenship dari World Economic Forum CEOs


Mereka merekomendasikan suatu Framework for Ation untuk pimpinan perusahaan
sebagai peranggungjawab akhir penerapan Corporate Citizenship. Framework for a:tion
ini dapat digunakan sebagai template yang dapat digunakan dalam proses
kepemimpinan di dalam perusahaan dan diharapkan darat saling melengkapi dengan
prinsip dan pedoman Corporate Citizznship yang telah dikembangkan sebelumnya.

A. Franework for Actiow yang direkomendasikan adalah:


1. Provide Leadership: tetapkan arah stratejik untuk corporate citizenship dan
terlibat dalam perdebatan mengenai globalisasi dan peran duria usaha dalam
pembazgunan
a Artikulasikan maksud dan tujuan, prinsip, dan nilai-nilai kepada pibak
internal dan ekstemal perusahaan
b Promosikan contoh-contoh implementasi yang baik
c Terlibat diskusi dengan sektor keuangan untuk peningkatan ksadaran
mongenai pentingnya masalah sosial dan lingkungan hidup
d Ikuli perdebalai globulisusi da pera duia usalia dala pembauguran
2. Defne What It Means For Your Comparny: definisikan isu kunci, pemangku
kepentingan dan cakupan pengaruh yang relevan bagi perusahaan dan industri.
a Defnisikan isu kunci, yang terdiri dari Good Corporate govemnance &
Ethics (termasuk ketaatatan terhadap hukum peraturan, dan standar
internasional, upaya pencegahan tindak penyuapan dan korupsi, dan isu
etika lainnva), tanggung jawab terhadap manusia (termasuk hak konsumen
dan pekerja), tanggung jawab terhadap lingkungan dan kontribusi yang lebih
luas kepada pembangunan (termasuk menjalin hubungan dengan pengusaha
lokal, pemberian akses produk dan pelayanan kepada kelompok masyarakat
yang tidak mampu).
b Tetapkan cakupan pengaruh (spheres of tyfuence) perunsahaan, yang danat
meliputi kegiatan inti usaha (core business), masyarakat lokal, asosiasi
industri, dan kebijakan publik.
c Identifikas pemangku kepentingan kunci untuk mengkomunikasikan isu isu
sosial, etika, dan lingkungan. Pemangku kepentingan kunci utarra adalah
investor, pelanggan, dan pegawai. Pemangku kepentngan laimya capat
meipin mtra binis, asosias industr, masyanakat okal, serikat pekerja, ISM,
instiusi riset dan pendidikan, media, lembaga pemerintahan, lenbaga
internasional dan lain sebagainya.
3. Make It Happen: Mengembangkan dan melaksamakan kebijakan dan prosedur
yang memadai, terlibat dalam didlog dan kemitrain dengan pemargku
kepentingan untux meryatukan corporate citizenship ke dalam strategi dan
operasi perusahaan.
a Menjadikan corporate citizenuship dalam agenda pimpinan perusahaan,
nisalnya dengan menciptakan kebijakan dan strultur yang mengawasi
penyatuan corporate citizenship ke dalam strategi dan operasi perusahaan
dan memantau kinerja sosial dan lingkungan. Struktur dapat berupa: komite
yang bertanggung jawab terhadap Direk si dan Komisaris, external advisory
pane, pemilihan komiaris dcngan komposisi yang mencarminkan kcragaman
latar belalkang.
b Menciptakan sisem kinerja dan insentif yang menjabarkan tujuan dan nilai-
nilai perusahaan
c Terlilbat dalam dialog dan kemitraan dengan pemangku kepentingan.
d Mendorong inorasi dan kreatifitas, melalui insentif dan dulkungan, untuk
mencipt.kan cperasi perusahaan yang ramah lingkungan.
e Menviapkan calon-calon pimpinan usaha di masa depan, dengan
menpinteprasikan corporate citizenship ke dalam kegiatun mentoring dan
coaching dan program pengembangan eksekutif, mendorong sekolah hisnis
ntik mengajarkan dan mendliti corporate ritizpnship dan menjadi mle mode!
bagimahasiswa sekonh bisnis.
4. Be Transparem About It: membangun keyakinan pemangku kepentingan
dengan mengkomunikasikan prirsip, kebijakan, dan operasi perusahaan secara
transparan dan tdak berlebihan.
a Kesepakatan mengena apa dan bagaimana mengukur kinerja perusahaan
dengan pihak internal: pegawai dan mitra bisnis, dan dengan berkonsultasi
dengan pemangku kcpentingan dari pihak diluar perusahaan.
b Mengembengkan program ntuk pelaporan kepada pihak eksternal secara
reguler dan konsisten mengenai tahapan komitmen kepada corporate
citizenshp, dan jika terjadi permasalahan, diskusi yang terbuka dan tepat
waktu penting dilakukan untuk nembangun dan mempertahankan
kepercayaan.
c Realistis untuk mengatur kecepatan dan mengelola harapan melalui
kesepakalan dalam strategi yang jelas, jadual, dan roadnaps untulk
implementasi komitmen kepada corporate citizenship.

2.5.3 UN Global Impact


UN Global Impact merupakan inisiatif yang diciptakan olch PBB untuk
mempromoskan corporate citizenship. PBB menginginkan keterlibatan perusahaan
swasta untuk memecahkan beberapa masalah sosial dan lingkungan yang diakibatkan
oleh globalisasi. Perusahan diharapkan dapat berkontritusi secara sukarela melalui
organisasi dan spply chain-nya. Perusahaan juga dapat bekerja sama dengan BB,
Pemerintah setempat, atau LSM untuk meningkatkan pembangunar. berkelanjutan baik
pada masyarakat sctcmpat atau sccara intcrnasionol.
Iatar helakang inisiatif ini adalah terjadinya meningkatnya gerakan renolakan
glohalisasi sepanjang tahun 1990an. Geralan anti globalisasi ini menolak kenungkinan
perusahaan untuk bergerak Jebas di pasar bebas dan globalisasi produlsi dengan
pengorbanan linglungan hidup, tenaga kerja dan hakasasi manusia.
Inti dari Glohal Impact adalah sepulnh prinsir yang dikemhangkan herdasarkan
konvensi dan kesemakatan internasionl terhadap hak asasi manusia, tenaga kerja,
perlindungan terhadap lingkungan hidup dan anti korupsi. Glopal Irpact mengupayakan
agor gepuluh prinsip ini menjtdi bagian yung terintegrusi dari strategi dan operasi
perusabaan.
Sepuluh prinsip tersebut adalah:
 Hak Asasi Manusia
1. Perusahaan hamus mendnkng dam menghargai perlirdungan terhadap hak asasi
manusia yang berada pada cakupan pengaruhnya, dan
2. Harus menjamin mereka tidak terlibat dalam pelanggaran HAM.
 Standar Pekerja
3. Perusahaan harus menjamin kebebasan berserikat dan menghargat hak unuk
berunding bersama,
4. Menghilangkan segala bentuk kerja peksa dan wajib (forced asd compulsory
labour),
5. Menghapus tenaga kerja di bawah umur, dan
6. Menghilangkan diskriminasi dalam kepegawaian dan pekerjaan.
 Tingkungan Hidup
7. Perusahaan harus mendulung pendekatan pencegahan terhadap tantangan
lingkungan;
8. Mchioukn inisiatf untuk nenyromasikan tangung jrwab lingikungan ring tbih
kesar, dan
9. Mendorong pengembangan dan penyebarar teknolog ramal lingkungan.
 Anti-Korupsi
10. Perusahaan harus bekerja melawan korupsi dalam segala bentukmya, termasuk
pemerasan dan penyuapan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasarkan pemaparan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal,
antara lain:
1. Dalam persaingan, perusahaan berupaya mempertahankan pelanggannya, menciptakan
pasar baru, dan merebut pelanggan pesaing. Melalui persaingan, perusahaan berupaya
untuk menguasai pasar dan pada akhirnya mendapatkan kekuasaan monopoli. Untuk
memperoleh kekuasaan, perusahaan berupaya mematikan atau mengakuisisi pesaing-
pesaingnya.
2. Contoh dari skandal korporasi antara lain: Skandal Suap, Skandal Insider Trading,
Skandal Manipulasi Laporan Keuangan Korporasi Amerika, Skandal Industri Keuangan,
dan Skandal Korporasi di Asia.
3. Risiko dari suatu peranan negara yang besar adalah korupsi. Fokus masyarakat terhadap
korupsi menyebabkan kecurangan yang dilakukan bisnis tidak terlalu terungkap ataupun
mudah dilupakan. Padahal sebagian besar korupsi terjadi berkat dukungan dari pengusaha
dan kolusi antara pemegang kekuasaan dan pebisnis.
4. Terdapat dua hal yang mengakibatkan pandangan negatif terhadap perusahaan dan dunia
usaha yaitu masalah pencemaran lingkungan: pemanasan global dan krisis energi serta
anti globalisasi.
5. Beberapa inisiatif untuk menciptakan bisnis yang bertanggungjawab dan berkelanjutan,
diantaranya: Corporate Social Responsibility dari World Business Council for
Sustainable Development (WBCSD), Global Corporate Citizenship dari World
Economic Forum CEOs, dan UN Global Impact.

3.2 Saran
Berdasarkan pemaparan pembahasan serta simpulan, adapun saran yang dapat diberikan
adalah sebagai berikut:
1. Di dalam menjalankan bisnis tentu perusahaan yang satu akan bersaing dengan
perusahaan lainnya, tetapi persaingan antar perusahaan sebaiknya dilandasi praktik bisnis
yang beretika.
2. Tuntutan masyarakat terhadap bisnis yang menyebabkan masalah pencemaran
lingkungan, sebaiknya segera dicari upaya untuk mengatasinya, karena permasalahan
global dapat mengakibatkan penderitaan dan menimbulkan perubahan dalam tata
kehidupan manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Ikatan Akuntan Indonesia. 2015. Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat.
http://iaiglobal.or.id/v03/files/modul/eptkk/mobile/html5forwebkit.html (diakses tanggal 8
Februari 2020).

Anda mungkin juga menyukai