Disusun Oleh:
Kelompok 2
Cara pertama adalah memalui penciptaan keinginan manusia, karena keinginan manusia
tidak terbatas dan dapat diupayakan untuk selalu muncul keinginan baru. Perusahaan
berusaha menciptakan keinginan melalui iklan dan promosi yang mengakibatkan masyarakat
seakan dikepung dan dibombardir oleh iklan dan promosi, mulai dari koran, majalah, radio,
televise, sms, email dll. Untuk membantu konsumen dalam memuaskan keinginannya, bisnis
berlomba – lomba menyediakan pembayaran dalam bentuk kartu kredit ataupun kredit –
kredit konsumsi lainnya. Selain melalui iklan dan promosi, perusahaan juga mendorong
konsurisme melalui conspicuous consumption, konsumsi dengan tujuan utama untuk
memamerkan kekayaan dan status social dan invidious consumption konsumsi yang diniatkan
untuk menimbulkan rasa cemburu. Kedua jenis konsumsi ini menimbulkan masalah bagi
ekonomi dan social.
Resiko dari suatu peranan negara yang besar adalah korupsi. Di Indonesia, korupsi telah
terjadi jauh sejak awal kemerdekaannya, di tahun 1950an, dengan pelaku yang berganti-ganti
tergantung siapa yang memegang kekuasaan. Pada awal kemerdekaan, Indonesia
menerapkan sistem demokrasi liberal dimana politisi sipil yang memegang kekuasaan dan
yang melakukan korupsi. Pada akhir tahun 1950an, Presiden Soekarno memperkenalkan
sistem demokrasi terpimpin, mengambil alih kekuasaan dari politisi sipil dan membaginya
dengan tentara. Korupsi dilakukan oleh birokrasi dan tentara. Pada tahun 1966, Presiden
Soeharato mengambil alih kekuasaan sehingga sepenuhnya berada di tangan tentara dan
korupsipun banyak dilakukan oleh tentara. Pada tahun 1998, rakyat Indonesia sepakat untuk
melakukan korupsi. Kekuasaan kembali ke tangan politisi sipil dengan pelaku korupsi yang
semakin banyak, mulai dari anggota parlemen, birokrasi sampai ke penegak hukum.
Sumber korupsi yang besar di masa demokrasi liberal adalah pelaksanaan Program
Benteng. Program ini bertujuan untuk menciptakan keseimbangan di dalam perekonomian
yang sebelumnya didominasi oleh pengusaha Belanda dan Cina, yaitu dengan
mengembangkan pengusaha pribumi melalui pemberian lisensi importir dan fasilitas kredit
impor. Dalam kenyataannya sebagian besar lisensi diberikan kepada orang-orang yang
memiliki hubungan dengan tokoh-tokoh yang berkuasa di birokrasi dan partai yang memiliki
kewenangan dalam pemberian lisensi dan kredit. Para pemegang lisensi ini kemudian
menjual lisensi dengan harga 200%-250% dari nilai normalnya dan tidak mengembalikan
kredit. Sedangkan pembeli lisensi adalah pengusaha Cina yang sebelumnya telah menjadi
importir. Sehingga ketika itu dikenal sebutan pengusaha Ali Baba.
Orde baru membawa pengusaha baru. Kebanyakan dari mereka adalah pengusaha yang
telah lama menjalin hubungan dengan tentara di masa demokrasi terpimpin ataupun yang
segera membangun hubungan dengan pejabat baru. Mereka tumbuh dengan pesat bersama
dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang membaik akibat tingginya harga minyak dan
datangnya investasi asing ke Indonesia. Kebanyakan mengawali usaha dengan menjadi
pemasok Pemerintah, memperoleh lisensi, konsei, dan kredit sebagaimana pengusaha pada
periode sebelumnya sampai kemudian berkembang menjadi mitra investor asing. Mereka
menjalankan berbagai usaha sepanjang ada kesempatan. Karena itu mereka kemudian disebut
sebagai konglomerat.
Mereka lalu memanfaatkan kebijakan liberalisasi pasar modal tidak sekedar untuk
memperoleh dana, namun memperoleh dana yang jauh lebih besar dari nilai perusahaan
dengan melakukan rekayasa akuisisi internal. Akuisisi internal merupakan strategi yang
populer dilakukan oleh kelompok konglomerat sejak tahun 1991 di mana perusahaan-
perusahaan dalam kelompok usaha yang sama saling melakukan akuisisi atau cross holding
dengan harga yang ditetapkan secara internal untuk perusahaan yang tidak tercatat di bursa
atau menggunakan harga pasar yang telah direkayasa untuk perusahaan telah tercatat.
Dengan akuisisi internal, pengusaha mendapat dana yang lebih besar dan kesempatan untuk
memperoleh pinjaman yang lebih besar lagi untuk mendirikan usaha baru yang kemudian
kembali diakuisisi internal. Akuisisi internal menyebabkan aset para konglomerat ini tumbuh
berkali-kali lipat.
Pada paruh kedua Orde Baru muncul turunan baru dari korupsi, yaitu nepotisme, pada
saat keluarga pejabat marak menjadi pengusaha. Setelah akuisisi internal dilarang, pengusaha
memanfaatkan kebijakan liberalisasi perbankan dengan mendirikan bank dan memanfaatkan
dana masyarakat untuk pembiayaan kelompok usahanya.
Besarnya utang usaha, menurut Bank Dunia sebagai salah satu sebab utama terjadinya
krisis ekonomi di Indonesia tahun 1998. Krisis ekonomi telah membuat pemerintah harus
mengeluarkan dana sebesar Rp647 triliun, dimana diantaranya sebesar Rp144,5 triliun
merupakan BLBI(Bantuan Likuiditas Bank Indonesia). BLBI kemudian menjadi salah satu
skandal terbesar dalam sejarah bisnis di Indonesia.
Pada akhir tahun 2002, Presiden Megawati mengeluarkan Impres No. 8 tahun 2002
tentang pemberian jaminan hukum kepada debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya
atau tindakan hukum kepada debitur yang tidak menyelesaikan kewajibannya atau tindakan
hukum kepada debitur yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan penyelesaian
kewajiban pemegang saham, yang dikenal dengan Impres Release and Dischange.
Berdasarkan Impres ini, pemilik bank kembali mendapat keringanan. Mereka dianggap sudah
menyelesaikan utangnya dan mendapat Surat Keterangan Lunas, hanya dengan membayar
30% dari kewajiban dan membayar 70% sisanya dalam bentuk sertifikat bukti hak.
Krisis perekonomian 1958 dan permasalahan BLBI merupakan skandal bisnis terbesar
yang terjadi di Indonesia baik dari segi jumlah kerugian yang diderita pemerintah (dan
rakyat) Indonesia maupun dari segi jumlah pelaku bisnis yang terlibat. Skandal ini dapat
terjadi tidak sekedar akibat perilaku dari pengusaha namun juga akibat kompetensi dan
kepentingan dari (penjahat) pemerintah yang berkuasa ketika itu, serta kepentingan penegak
hukum.
Kasus lainnya yang melibatkan banyak perusahaan adalah kasus Gayus Tambunan yang
terjadi di tahun 2010. Gayus adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) golongan IIIA yang bekerja
pada Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan. Awalnya ia tertangkap karena terlihat
tindak pidana puncucian uang akibat pencairan dana tak wajar sebesar Rp24,6
miliar.Masyarakat terkejut dan marah mengetahui Gayus PNS yang berusia 31 tahun tersebut
sudah memiliki uang yang sangat besar, berikut rumah dan mobil mewah. Bahkan
belakangan kepolisian mengumumkan telah menemukan dan menyita asset lainnya dari
Gayus sebesar Rp74 miliar dalam mata uang asing dan logam batangan yang disimpan di
safe deposit box sebuah bank swasta.
Kasus korupsi yang ramai dibicarakan adalah kasus jual beli anggaran di DPR. Kasus ini
melibatkan beberapa anggota partai politik, dengan Nazaruddin, Bendahara Umum Partai
Demokrat yang dipecat dari partai pada bulan Juli 2011, sebagai bintangnya.
Salah satu perusahaan yang terlibat dalam kasus Nazaruddin adalah PT Duta Graha Indah
Tbl. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1982 dan merupakan salah satu perusahaan
konstruksi terbesar di Indonesia. Pertumbuhan perusahaan yang signifikan terjadi pada tahun
2007, pada saat perusahaan melakukan penawaran saham perdana ke pasar modal.
Pendapatnya ketika itu meningkat hamper dua kali lipat menembus angka Rp 1 triliun,
sedangkan asetnya meningkat hamper tiga kali lipat.
Investasi asing hanya memberikan laba bagi pemegang saham di negara asal, di
mana para pemegang saham melaksanakan tanggung jawab sosialnya bagi masyarakat
di negara asal investasi.Investasi asing sering melangkah lebih jauh, mengatur masalah
politik dari negara tempat investasi untuk menjamin keamanan investasi yang
dilakukannya, seperti yang dilakukan oleh ITT di Chili yang terlibat dalam upaya
penggulingan presiden terpilih yang dikhawatirkan akan melakukan nasionalisasi atas
investasi mereka. Dari hasil survey yang dilakukan oleh McKinsey pada tahun 2007,
penolakan terhadap investasi asing dan perdagangan bebas merupakan hal yang
dikhawatirkan oleh pemimpin bisnis.
WBCSD merintis pengembangan CSR sejak tahun 1997 sampai dengan tahun 2000.
Pada saat itu WBCSD menyadari adanya reputasi korporasi yang buruk yang
menimbulkan berbagai aksi yang merugikan korporasi, seperti pembboikotan terhadap
produk layanan perusahaan, penyerangan terhadap asset perusahaan, kegagalan
memperoleh pegawai yang bermutu dan kehilangan dukungan dari pegawai, tambahan
biaya untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan di masa lalu, pembatasan operasi dalam
bentuk peraturan perundangan yang baru, hambatan memperoleh pembiayaan dan lain-
lain.
3.1 Simpulan
Berdasarkan pemaparan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal,
antara lain:
1. Dalam persaingan, perusahaan berupaya mempertahankan pelanggannya, menciptakan
pasar baru, dan merebut pelanggan pesaing. Melalui persaingan, perusahaan berupaya
untuk menguasai pasar dan pada akhirnya mendapatkan kekuasaan monopoli. Untuk
memperoleh kekuasaan, perusahaan berupaya mematikan atau mengakuisisi pesaing-
pesaingnya.
2. Contoh dari skandal korporasi antara lain: Skandal Suap, Skandal Insider Trading,
Skandal Manipulasi Laporan Keuangan Korporasi Amerika, Skandal Industri Keuangan,
dan Skandal Korporasi di Asia.
3. Risiko dari suatu peranan negara yang besar adalah korupsi. Fokus masyarakat terhadap
korupsi menyebabkan kecurangan yang dilakukan bisnis tidak terlalu terungkap ataupun
mudah dilupakan. Padahal sebagian besar korupsi terjadi berkat dukungan dari pengusaha
dan kolusi antara pemegang kekuasaan dan pebisnis.
4. Terdapat dua hal yang mengakibatkan pandangan negatif terhadap perusahaan dan dunia
usaha yaitu masalah pencemaran lingkungan: pemanasan global dan krisis energi serta
anti globalisasi.
5. Beberapa inisiatif untuk menciptakan bisnis yang bertanggungjawab dan berkelanjutan,
diantaranya: Corporate Social Responsibility dari World Business Council for
Sustainable Development (WBCSD), Global Corporate Citizenship dari World
Economic Forum CEOs, dan UN Global Impact.
3.2 Saran
Berdasarkan pemaparan pembahasan serta simpulan, adapun saran yang dapat diberikan
adalah sebagai berikut:
1. Di dalam menjalankan bisnis tentu perusahaan yang satu akan bersaing dengan
perusahaan lainnya, tetapi persaingan antar perusahaan sebaiknya dilandasi praktik bisnis
yang beretika.
2. Tuntutan masyarakat terhadap bisnis yang menyebabkan masalah pencemaran
lingkungan, sebaiknya segera dicari upaya untuk mengatasinya, karena permasalahan
global dapat mengakibatkan penderitaan dan menimbulkan perubahan dalam tata
kehidupan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Akuntan Indonesia. 2015. Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat.
http://iaiglobal.or.id/v03/files/modul/eptkk/mobile/html5forwebkit.html (diakses tanggal 8
Februari 2020).