Anda di halaman 1dari 4

RINGKASAN ETIKA KORPORAT

1. Praktik Bisnis Tidak Beretika


Praktik bisnis tidak beretika di Amerika Serikat mulai terjadi di tahun 1920an dimana
banyak perusahaan melakukan manipulasi laporan keuangan yang kemudian mendorong
optimisme yang berlebihan dari pasar modal dan berakhir dengan keanikan, market crash,
dan depresi ekonomi yang berkepanjangan. Namun keterlibatan Amerika Serikat dalam Prang
Dunia II menyebabkan perekonomian membaik sehingga banyak yang melupakan perilaku
perusahaan yang tidak beretika di masa lalu. Pada tahun 1970an kembali terjadi sorotan
dimana perusahaan dalam menekan biaya dan harga, mereka membuat produk yang
membahayakan konsumen seperti perusahaan Lord Pinto. Pada tahun 1990an investor mulai
terlibat dalam pengendalian perusahaan dengan mengubah sistem remunerasi eksekutif yang
sebelumnya berbasis ukuran menjadi berbasis kinerja yang kemudian menjadi kompensasi
berbasis ekuitas dalam bentuk stock option. Eksekutif terdorong untuk menunjukkan
kinerjanya yang mengesankan pasar, sehingga harga saham perusahaan terus mengalami
kenaikan dan mereka memperoleh keuntungan dari kenaikan harga saham tersebut.
Dalam dunia bisnis, perusahaan tidak bisa meningkatkan pertumbuhan dengan hanya
melayani kebutuhan para konsumennya saja. Sementara persaingan perusahaan semakin ketat
karena banyaknya perusahaan yang bertambah dengan pemain-pemain baru dalam dunia
bisnis. Oleh karena itu, perusahaan mencari celah yang dapat digunakan untuk menjaga atau
meningkatkan pertumbuhan perusahaan mereka dengan berbagai cara seperti berikut:
1. Keinginan manusia yang tidak terbatas dan selalu timbul rasa keinginan yang baru
merupakan sifat manusia yang dapat dimanfaat oleh perusahaan. Melalui keinginan
manusia yang tidak terbatas, perusahaan berupaya menciptakan produk-produk terbaru
sehingga dapat menimbulkan keinginan manusia untuk memiliki produk tersebut.
2. Selain bersaing untuk menciptakan produk terbaru, perusahaan juga bersaing untuk
mendapatkan konsumen yang pertama dengan berbagai cara seperti iklan, melalui SMS,
media elektronik dan media cetak, sehingga seakan-akan masyarakat diserang oleh
berbagai iklan yang menawarkan produk terbaru.
3. Perusahaan merancang sistem pembelian berkelanjutan melalui planned obsolence,
dimana keusangan produk, baik karena dianggap ketinggalan jaman atau tidak dapat
digunakan, direncanakan dan dibangun sejak produk tersebut masih dalam konsep serta

mempercepat perputaran kepemilikan barang dengan memperpendek masa manfaat barang


dan merancang barang agar tidak dapat diperbaiki.
4. Pembiayaan yang mudah juga merupakan upaya perusahaan membantu memuaskan
keinginan konsumen dengan mempermudah sistem pembayaran kredit.
5. Secara tidak langsung, perusahaan mendorong masyarakat berperilaku konsumerisme
melalui prinsip conspicuous consumption (konsumsi dengan tujuan utama memamerkan
status sosial dan kekayaan) dan prinsip individuous consumption (konsumsi untuk
menimbulkan rasa cemburu.
6. Menciptakan suatu persepsi kepada masyarakat bahwa keinginan untuk berbelanja
berkembang menjadi kebiasaan bahkan ketagihan sehingga mengharuskan masyarakat
berbelanja untuk memberikan kepuasan spiritual.
Dalam suatu persaingan, perusahaan berupaya mempertahankan pelanggannya
menciptakan pasar baru dan merebut pelanggan kompetitor. Walaupun persaingan bertujuan
agar konsumen menjadi penguasa tertinggi namun melalui persaingan perusahaan berupaya
untuk menguasai pasar dan pada akhirnya mendapatkan kekuasaan berupa monopoli. Secara
tradisisonal arena persaingan perusahaan adalah harga. Perusahaan tidak hanya bersaing
dalam harga, tetapi juga dalam kegiatan perusahaan seperti kemasan produk, kecepatan
masuk kedalam pasar, customer service dan lainnya.
II. Skandal Korporasi
1. Skandal Suap
Skandal suap pernah terjad pada Lockhead pada tahun 1975 ketika sub-committe di
Senat menemukan suap senilai $22 juta yang dilakukan oleh Lockhead Aircraft Corporation
kepada pejabat tinggi di berbagai negara. Sebelumnya perusahaan tersebut mengalami
masalah keuangan dan nyaris bangkrut jika tidak secara kontroversial diselamatkan oleh
Pemerintah dengan memberikan jaminan atas pinjaman sebesar $250 juta. Akibat skandal
tersebut, pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan Foreign Corrupt Practices Act pada
tahun 1977 yang melarang perusahaan Amerika untuk terlibat dalam korupsi di luar negeri.
2. Skandal Insider Trading
Skandal Insider Trading menyeret Dennis Levine, Ivan Boeskey, dan Michael Milken
serta investment bank Drexel Burnham. Diawali dari penangkapan Dennis pada maret 1986,
kemudian menyeret Ivan Boeskey, Drexel Burnham, dan Michael Milken. Milken merupakan

tokoh pencipta junk bond, suatu surat berharga yang memberikan hasil dan resiko yang tinggi
karena digunakan membiayai hostile take over dan usaha kecil menengah.
3. Skandal Manipulasi Laporan Keuangan Korporasi Amerika
Kasus manipulasi laporan keuangan pernah terjadi di tahun 2000an dengan Enron
sebagai skandal yang terbesar. Diketahui pertumbuhan Enron lebih didukung pemanfaatan
celah dalam perlakuan akuntansi yang menggelembungkan pendapatan dan menyembunyikan
hutang. Pada akhirnya Enron mengalami kebangkrutan bersama dengan Kantor Akuntan
Publik Arthur Andersen. Akibat dari skandal korporasi Amerika tersebut, pemerintah Amerika
mengeluarkan Sarbanes-Oxley Act yang mengatur lebih lengkap profesi akuntan dan
tanggung jawab eksekutif atas laporan keuangan perusahaan.
4. Skandal Industri Keuangan
Skandal indutri keuangan dilakukan dengan cara yang spekulatif dan merugikan, yaitu
predatory lending dan pengembangan produk Credit Default Swap (CDS). Predatory lending
adalah pemberian kredit kepada pihak-pihak yang sebetulnya tidak memiliki akses kredit
karena kurang memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Kredit tersebut dikenal
dengan subprime mortgage. Penyaluran kredit ini memberikan keuntungan yang lebih besar
dengan membebankan bunga lebih tinggi, sedangkan resiko kredit dialihkan melalui sarana
sekuritisasi aset melalui produk derivatif yang disebut Collateralized Debt Obligation
(CDO). Semakin tinggi resiko kegagalan semakin disukai karena tingkat bunga dapat
dibebankan semakin tinggi. Untuk itu lembaga kredit bahkan melakukan rekayasa untuk
membuat kreditor yang tidak layak tetap dapat memperoleh kredit.
5. Skandal Korporasi di Asia
Kerugian
II. Lingkungan Etika di Indonesia
Indonesia memiliki konteks yang berbeda dengan Amerika Serikat, dimana peran
pemerintah lebih besar dibandingkan peran pebisnis. Resiko dari peran pemerintah yang
terlalu besar adalah korupsi. Di Indonesia korupsi telah terjadi sejak tahun 1950an dimasa
presiden Soekarno dan di tahun 1996 dimasa presiden Soeharto Beberapa kasus
penyimpangan etika yang terjadi di Indonesia antara lain sebagai berikut:

a. Sumber korupsi yang besar di masa demokrasi liberal adalah pelaksanaan program
benteng, yaitu program yang bertujuan menciptakan keseimbangan di dalam
perekonomian yang sebelumnya didominasi oleh pengusaha Belandan dan Cina, yaitu
dengan mengembangkan pengusaha pribumi melalui pemberian lisensi importir dan
fasilitas kredit impor.
b. Pada paruh kedua Orde Baru muncul turunan baru dari korupsi, yaitu nepotisme dimana
pada saat keluarga pejabat marak menjadi pengusaha. Sebagaimana pengusaha era
sebelumya, mereka berusaha dengan menjadi pemasok pemerintah dan kemudian
memperoleh lisensi, konsensi dan kredit.
c. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) menjadi salah satu masalah atau skandal
terbesar dalam sejarah bisnis di Indonesia. Skandal berawal dari temuan audit BPK yang
menemukan 59,7% dari dana BLBI tersebut, atau sebesar Rp 84,84 trilliun, tidak
digunakan untuk membayar dana nasabah, melainkan untuk membiayai kontrak derivatif,
membiayai ekspansi kredit, dan membayar kewajiban kepada pihak terkait. Skandal ini
dapat terjadi tidak sekedar akibat perilaku dari pengusaha, namun juga akibat kompetensi
dan kepentingan dari pemerintah yang berkuasa dan kepentingan penegak hukum.
d. Kasus Gayus yang terjadi di tahun 2010 yang tertangkap karena terlibat tindak pidana
pencucian uang akibat pencairan dana tak wajar sebesar Rp 24,6 miliar.

Anda mungkin juga menyukai