Anda di halaman 1dari 2

KONTRIBUSIKU BAGI INDONESIA

Mengenai kontribusi nyata kepada Negara Indonesia, ada satu pertanyaan yang muncul
di benak saya. ‘Siapakah mereka yang berkontribusi nyata dalam hal ini?’. Dan bagi saya,
jawabannya sangat mudah yakni, guru/dosen. Kendati demikian, banyak orang berpikiran
bahwa kontribusi guru kurang nyata, mereka hanya bertugas menyampaikan materi sesuai
silabus, mematuhi jam mengajar, dan tidak lebih. Padahal kenyataannya, banyak hal yang
mereka lakukan untuk mendidik para muridnya mulai dari tata krama, cara berbicara,
memupuk rasa percaya diri para muridnya, dan bahkan memberikan bimbingan belajar di luar
jam sekolah.
Menurut saya, ibarat negara ini sebuah bangunan, guru, dosen dan para tenaga pengajar
adalah pondasi yang menyokong berdirinya bangunan tersebut. Seolah perumpamaan ini
benar-benar nyata, peran mereka seringkali tidak terlihat secara jelas dari luar, akan tetapi
sungguh vital. Berbagai macam ornamen, dekorasi, dan seluruh isi bangunan yang mewah,
tetap tidak akan dapat berdiri kokoh tanpa adanya pondasi. Dari titik ini juga, saya mulai sadar
akan pentingnya keberadaan mereka di sekitar kita. Apapun statusnya, mulai dari guru les, guru
sekolah, dosen atau bahkan profesor, saya sangat kagum kepada apa yang telah mereka lakukan
untuk negeri ini.
Sejak dari Sekolah Menengah Atas (SMA), saya telah memulai berbagai cara untuk
menjadi salah seorang tenaga pengajar tersebut. Ketika itu, saya (kelas dua SMA) mengikuti
program mentoring SMA setiap setelah Shalat Jum’at yang inti programnya adalah sharing
ilmu dan pengalaman kepada adik-adik kelas satu yang baru masuk. Program ini dilaksanakan
dalam forum-forum kecil berjumlah 7-8 siswa. Tak jarang, permasalahan yang kami bahas ini
adalah seputar pelajaran, iklim organisasi di sekolah, dan bahkan guru. Cerita mereka jujur apa
adanya dan seringkali membuatku sangat bahagia mendengarnya. Bagaimana mereka
menggambarkan guru-guru dalam kacamata mereka dan bagaimana mereka menyikapinya.
Saat mendengar cerita-cerita mereka tentang guru-guru itu, saya reflek tertawa tetapi setelah
pembahasan itu acapkali justru saya lebih banyak merenung. Memang, tak jarang kita jumpai
guru yang kurang komunikatif dalam menyampaikan materi, terutama dalam ilmu eksak. Akan
tetapi, bukan berarti kita berhak untuk ribut di kelas, bolos, dan bahkan mengganggu teman
lainnya. Ada satu hal yang dapat kita lakukan, yakni tetap tenang dan seolah memerhatikan
guru tersebut. Dalam budaya jawa, perilaku ini sering disebut ‘ngajeni’, yang secara bahasa
berarti ‘menghargai’, atau paling tidak menghormati kehadiran seseorang di sekitar kita. Saya
percaya, dengan meneruskan pemahaman seperti ini, paling tidak guru merasa dihormati dan
dihargai kehadirannya meskipun hasil ujian akhir kami tetap beragam.
Ketika lulus dari SMA, ada masa libur selama tiga bulan dan saya mengisinya dengan
mengajar di sebuah pesantren kilat (bertepatan dengan Bulan Ramadhan). Di kesempatan ini
saya ditugaskan untuk mengajar mata pelajaran eksak. Berbeda sekali dengan murid SMA yang
lebih tahu cara untuk bersikap di dalam kelas, anak-anak lebih aktif dan tidak bisa diam. Akan
tetapi, anak-anak memiliki beberapa hal yang lebih menarik daripada orang dewasa. Mereka
sering melakukan kesalahan, akan tetapi mereka akan mencoba lagi sebanyak mereka
melakukan kesalahan itu, karena rasa ingin tahu mereka sangat besar. Oleh karena itu, untuk
menarik perhatian mereka, saya biasanya mengisi kelas dengan aplikasi matematika dalam
kehidupan sehari-hari dengan diselingi beberapa ice breaking. Harapan saya ketika mengajar
di tempat ini sederhana, agar mereka tetap menjaga kegigihan mereka dan rasa ingin tahu
hingga mereka besok dewasa.
Ketika kuliah di Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada, saya juga berkesempatan
untuk beberapa kali menjadi asisten dosen dan mengisi kelas tambahan. Dalam kelas ini, kami
benar-benar membahas tentang soal dari dosen yang terkadang sangat rumit dan butuh waktu
untuk dipahami. Di banyak kesempatan mengisi kelas ini juga akhirnya impian saya
mengerucut : menjadi dosen. Entah kenapa, ada rasa puas, kebahagiaan dan menentramkan di
hati ketika saya berhasil membantu rekan-rekan dalam menyelesaikan mata kuliah tersebut.
Harapan utama saya adalah semoga mereka dapat mengaplikasikan ilmu tersebut untuk
membantu kehidupan masyarakat luas, dimanapun mereka berada.
Setelah menyelesaikan studi saya di program Master of Energy, Auckland University,
saya berniat untuk bekerja di perusahaan pembangkit listrik panas bumi untuk menambah relasi
dan link perusahaan saya kemudian keluar dari perusahaan dan mendaftarkan diri sebagai
seorang dosen. Nantinya, link tersebut akan saya manfaatkan sepenuhnya untuk mahasiswa
saya yang ingin mengenal power plant panas bumi dari program kerja praktik, kunjungan
industri dan juga penelitian. Besar harapan saya, rencana ini akan menjadi sebenar-benar
kontribusi nyata saya untuk negaraku tercinta, Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai