Anda di halaman 1dari 19

1. a.

Perbedaan epistaksis, hemoptisis, hematemesis


Epistaksis: Perdarahan yang berasal dari lubang hidung, rongga hidung, dan atau
nasofaring
Hemoptisis: Ekspektorasi darah atau dahak bercampur darah yang berasal dari slauran
napas bawah dan parenkim paru. Jika sumber perdarahan dari slauran napas atas/bukan
berasal dari saluran napas bawah dan parenkim disebut pseudohemoptisis
Hematemesis: Muntah darah yang memberi gambaran warna merah hingga kehitaman
yang merupakan manifestasi dari perdarahan saluran cerna

Perbedaan Epistaksis Hemoptisis Hematemesis


Anamnesis - Tanpa keluhan mual - Tanpa keluhan - Disertai keluhan
atau muntah mual atau muntah mual atau muntah
- Kebanyakan kasus - Pasien memiliki - Pasien biasanya
timbul sekunder riwayat penyakit tidak memiliki
karena trauma, dapat paru riwayat penyakit
juga disebabkan - Dapat mengalami paru
karena gangguan asfiksia - Jarang disertai
perdarahan asfiksia
- Organ yang terlibat
adalah hidung
Pemeriksaan - Tidak ada kelainan - Frothy - Jarang frothy
sputum - Kemerahan - Warna
cair/tampak kehitaman/Coffe
bekuan darah ground appearance
bercampur dahak - Kecoklatan atau
- Merah segar atau kehitaman
pink
Laboratorium - Tidak ada kelainan - pH alkali - pH asam
- Bercampur dengan - Bercanpur dengan
makrofag dan sisa makanan
neutrofil
b. Cairan Pleura transudate dan eksudat
Transudat adalah cairan inflamasi yang disebabkan oleh ketidakseimbangan tekanan
hidrostatik dan tekananosmotik koloid
Eksudat adalah: Cairan inflamasi yang disebabkan peningkatan sekunder permeabilitas
kapiler dari penyakit-penyakit yang lagsung mengermukaan rongga tubuh.
Perbedaan Eksudat dan Transudat

Parameter Transudat eksudat


Penyebab ↑ Tekanan Hidrostatik ↓ Permeabilitas kapiler
↓ Tekanan Onkotik ↓ Absorbsi Limfatik
Makroskopis
 Kejernihan Jernih Kerug
 Warna Kuning, jernih Bervariasi (Kuning, abu-
abu, merah, merah muda

 BJ <1,018 (1,006-1,018) >1.018 (1.018-1.03)

 Bekuan Tidak Bervariasi (Sering Ya)

Mikroskopis
 Jumlah Leukosit < 1000 sel / ul (pleural) > 1000 sel / ul (pleural)
< 300 sel/ ul (peritoneal) >300 sel/ ul (peritoneal)
 Hitung Jenis Predominan Awal: Predominan PMN
Mononuklear Lanjut: PreDominan MN
Kimia
 GLukosa Sebanding dengan serum < serum
 Protein <3g% (<50% serum) >3g% (<50% serum)

 Ratio Protein <0,5% >0,5

Cairan: Serum
 Rivalta Negatif Positif

 LDH <200 IU/L (<60% serum) >200 IU/L (<60% serum)


< 0,6 > 0,6
 Rasio LDH
< 0,3 > 0,3
 Rasio Kolesterol
< 0,6 > 0,6
 Rasio Bilirubin
Bakteriologi Jarang Sering

c. Perbedaan cairan pleura serohemoragik dan seroxantokrom

- Serohemoragik: Merupakan cairan pleura dengan warna gelap disebabkan oleh lisis sel
darah merah dari waktu ke waktu. Lisis sel darah merah juga menyebabkan tingkat LDH
yang sangat tinggi dalam cairan pleura. Cairan pleura yang hemoragik disebabkan oleh
proses keganasan
- Seroxantokrom: Merupakan cairan pleura yang banyak ditemukan pada kasus TB

d. Perbedaan cyclothorax dan pseudocylothorax


- Chylothorax: adalah terjadinya chylus di rongga pleura, dan disebabkan oleh kerusakan
atau penyumbatan di ductus toraks. Diagnosis ditegakkan dengan analisis cairan pleura,
yang mengandung kadar trigliserida tinggi, dan dikonfirmasi dengan ditemukannya
kilomikron. "Chylus", atau chyle, adalah getah bening, terutama dari saluran pencernaan,
yang menjelaskan komposisinya.
- Pseudochylothorax: Pseudochylothorax atau "colesterol pleurisy" atau "chyliform
effusion" adalah cairan yang memiliki kandungan kolesterol yang sangat tinggi. Namun,
trigliserida atau kilomikron tidak ada dan entitas tersebut tidak ada hubungannya dengan
pembuluh limfatik atau chyle. Ini dapat terjadi ketika cairan telah ada dalam waktu lama
di rongga pleura dan, lebih khusus lagi, pada pleura fibrotik.

Perbedaan Cylothorax Pseudocylothorax


Definisi Cairan pleura yang kaya Cairan pleura yang kaya
dengan lipid tidak disertai lipid disertai adanya
dengan kristal kolestrol kristal kolestrol
Etiologi Lymphoma, trauma, RA, empiema, TB (lung
pembedahan, damage)
Onset Akut/subakut Kronik
Analisa Seperti susu, serous, keruh, Milky, predominant
Cairan Pleura atau darah; >80% limfosit, neurtophil exudate;
protein discordant exudate; cholestrol >200mg/dL;
trigliserida >110mg/dL; trigliserida >110mg/dL
cholestrol >60 - <200
mg/dL
2. a. Alur Diagnostik COVID-19
b. Alur Diagnostik TB Paru
3. a. Imunopatogenesis TB
Imunopatogenesis COVID-19
Imunopatogenesis Asma

4. Spirometrri
INDIKASI
a. Diagnostik
- Evaluasi keluhan dan gejala (deformitas rongga dada, sianosis, penurunan suara napas,
perlambatan udara ekspirasi, overinflasi, ronki yang tidak dapat dijelaskan)
- Evaluasi hasil laboratorium abnormal (foto toraks abnormal, hiperkapnia, hipoksemia,
polisitemia)
- Menilai pengaruh penyakit sistemik terhadap fungsi paru
- Deteksi dini seseorang yang memiliki risiko menderita penyakit paru (perokok, usia >40
tahun, pekerja yang terpajan substansi tertentu)
- Pemeriksaan rutin (risiko pra-operasi, menilai prognosis, menilai status kesehatan)
b. Monitoring
- Menilai efek terapi (terapi bronkodilator, steroid)
- Menggambarkan perjalanan penyakit (penyakit paru, interstisial lung disease/ILD), gagal
jantung kronik, penyakit neuromuskuler, sindrom Guillain-Barre)
- Menilai efek samping obat terhadap fungsi paru
c. Evaluasi kecacatan
- Mengetahui kecacatan atau ketidakmampuan (misal untuk kepentingan rehabilitasi,
asuransi, alasan hukum dan militer)
d. Kesehatan masyarakat
- Skrining gangguan fungsi paru pada populasi tertentu

KONTRA INDIKASI

Absolut : Tidak ada

Relatif : Batuk darah, pneumotoraks, status kardiovaskuler tidak stabil, infark miokard baru
atau emoli paru, aneurisma selebri, pasca bedah mata.

5. Langkah Diagnostik Paru Kerja


Terdapat tujuh langkah dalam mendiagnosis penyakit paru
kerja yaitu: (1) menentukan diagnosis klinis. (2) menentukan pajanan
yang dialami dalam pekerjaan. (3) menentukan apakah ada hubungan
antara pajanan dengan penyakit. (4) menentukan apakah pajanan yang
dialami cukup besar. (5) menentukan apakah ada faktor-faktor individu
yang berperan. (6) menentukan apakah ada faktor lain di luar pekerjaan.
(7) menentukan diagnosis Penyakit paru kerja.
1. Menentukan diagnosis klinis: Diagnosis klinis ditentukan dari
anamnesis (keluhan respirasi dan non respirasi), pemeriksaan fisik
(keadaan umum dan pulmonologik), dan pemeriksaan penunjang (rutin:
Laboratorium, foto toraks, spirometri, khusus: uji alergi kulit, uji
provokasi bronkus, sputum BTA, sitologi, bronkoskopi, patologi
anatomi, CT scan thorax)
2. Menentukan pajanan yang dialami dalam pekerjaan. Dilakukan
melalui pencatatan riwayat pekerjaan dan kegemaran yang terus menerus
atau part time secara kronologis, identifikasi pajanan bahan berbahaya di
tempat kerja.
3. Menentukan apakah ada hubungan pajanan dengan penyakit.
Menentukan waktu antara mulai bekerja dengan gejala pertama, urutan-
urutan dan perkembangan gejala, hubungan antara gejala dan tugas
tertentu, perubahan gejala pada waktu libur, jauh dari tempat kerja,
pemakaian alat proteksi diri.
4. Menentukan apakah pajanan cukup besar. Menentukan besarnya dosis,
durasi, dan intensitas pajanan
5. Menentukan apakah ada faktor-faktor individu yang berperan:
Tentukan apakah ada faktor genetik misalnya atopi, usia, jenis kelamin,
faktor lain seperti diet, kebiasaan merokok, adanya penyakit lain yang
pernah diderita.
6. Menentukan apakah ada faktor lain di luar pekerjaan. Hobi atau
lingkungan tempat tinggal yang berhubungan dengan penyakit paru.
7. Menentukan diagnosis penyakit paru kerja. Menentapkan diagnosis
sebagai penyakit paru akibat kerja atau penyakit yang diperberat akibat
pekerjaan atau bukan penyakit paru kerja.
6. Jelaskan terapi asma eksaserbasi
7. Tatalaksana Pneumonia
PSI Score
8. Alur prodiagnostik
a. Efusi pleura malignan
Diagnosis efusi pleura malignan dibuat berdasarkan temuan klinis, penunjang
radiologis, pemeriksaan cairan pleura baik analisis maupun sitologi

9. Prinsip perhitungan oksigen


Terapi oksigen (O2) merupakan suatu intervensi medis berupa upaya pengobatan dengan
pemberian oksigen (O2) untuk mencegah atau memerbaiki hipoksia jaringan dan
mempertahankan oksigenasi jaringan agar tetap adekuat dengan cara meningkatkan masukan
oksigen (O2) ke dalam sistem respirasi, meningkatkan daya angkut oksigen (O 2) ke dalam
sirkulasi dan meningkatkan pelepasan atau ekstraksi oksigen (O2) ke jaringan.
Pedoman Pemberian Terapi Oksigen (O2)
Adapun pemberian terapi oksigen (O2) hendaknya mengikuti langkah-langkah sebagai berikut
sehingga tetap berada dalam batas aman dan efektif, di antaranya:
a. Tentukan status oksigenasi pasien dengan pemeriksaan klinis, Analisa gas darah dan
oksimetri.
b. Pilih sistem yang akan digunakan untuk memberikan terapi oksi-gen (O2).
c. Tentukan konsentrasi oksigen (O2) yang dikehendaki: rendah (di bawah 35%), sedang (35
sampai dengan 60%) atau tinggi (di atas 60%).
d. Pantau keberhasilan terapi oksigen (O2) dengan pemeriksaan fisik pada sistem respirasi dan
kardiovaskuler.
e. Lakukan pemeriksaan analisa gas darah secara periodik dengan selang waktu minimal 30
menit.
f. Apabila dianggap perlu maka dapat dilakukan perubahan terhadap cara pemberian terapi
oksigen (O2).
g. Selalu perhatikan terjadinya efek samping dari terapi oksigen (O2) yang diberikan

10. Prosedur pemasangan chest tube


Prosedur:
- Pasien posisi duduk nyaman
- Periksa vital sign, beri suplementasi oksigen.
- Tentukan lokasi dengan terlebih dahulu dilakukan proof diagnostik
(tindakan aseptik) “triangle of safety”, jangan sub costa, hati-hati a/v/n
- Operator dan asisten siap
- Tindakan aseptik (povidone iodine+alkohol) di daerah operasi, pasang duk
steril.
- Lakukan anastesi lokal ditempat yang akan dilakukan pemasangan chest
tube (infiltrasi dulu) masuk lapis demi lapis sampai pleura
- Ukur kedalaman tube dan beri marker (NGT)
- Incisi kulit sesuai besar trocar/ chest tube
- Perdalam lapis demi lapis secara tumpul menggunakan klem/ gunting
tumpul.
- Masukan trocard/chest tubeHubungkan ke botol/flabot dengan sistem
WSD dan alirkan.
- Buat jahitan model “tabac sac” dan penggantung.
- Jahitan diikat dengan simpul hidup
- Tutup luka dengan kassa steril dan povidone iodine, plester
- Buat fiksasi tube dengan lester di pinggang dan di botol/flabot.
- Tindakan selesai
- Evaluasi wsd: harian volume cairan, tinggi undulasi, emfisema sub cutis
dan infeksi luka

11. Macam-macam Atelectasis

Benda Asing
Penimbunan Mukus
Obstruksi Keganasan pada Paru

Efusi pleura dan pneumothorax,


cardiomegali, aneurisma jantung, kanker
Kompresi dengan metastatis ke paru, limfoma,
pembesaran KGB, distensi abdomen

NRDS (Neonatal Respiratory Distress


Defisiensi/Disfungsi Syndrom)
Surfaktan ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrom)

Anda mungkin juga menyukai