Anda di halaman 1dari 29

ANALISA CAIRAN ASITES

Pembimbing

dr. Zulkhair Ali, SpPD, K-GH


Analisa Cairan Tubuh
Rongga Tubuh  rongga peritoneal, pleura, pericardial  cairan (dalam jumlah kecil)
diantara 2 membran yaitu viceralis dan parietalis  cairan dalam rongga ( cairan
serosa)  sebagai pelumas antara 2 membran yang berfungsi untuk mempermudah
pergerakan organ dalam rongga.

Ascites
“Askos” berarti kantong, diartikan sebagai terkumpulnya cairan bebas secara patologik di
rongga peritoneum (Penumpukan cairan di rongga peritoneum) yang menandakan suatu
proses serius dan sebagian besar disebabkan oleh proses kronis pada hati dan merupakan
tanda adanya kerusakan hati.
Etiologi Ascites
Kelainan hati : Kelainan diluar hati :
 Sirosis hepatis  Kanker (karsinomatosis peritoneum, metastasis
 Acute liver failure hati, dan lain-lain)
 Sindrom Budd-Chiari  Peritonitis Tuberkulosa
 Penyumbatan Vena Hepatik  Gagal jantung
 Pankreatitis
 Sindrom Nefrotik
 Myxedema
 Kebocoran saluran limfe post operasi

Asites Campuran
Sirosis hepatis ditambah penyebab lain dari pada
asites
Klasifikasi Asites
Berdasarkan derajat keparahannya, asites dapat dibagi menjadi:
o Grade 1 (mild), asites hanya terdeteksi oleh USG dan CT- Scan.

o Grade 2 (moderate), asites yang menyebabkan pembesaran perut pada saat berbaring
dan shifting dullness.
o Grade 3 (large), asites ditandai distensi abdomen atau fluid thrill daerah abdomen.
Klasifikasi Asites
Asites berdasarkan perspektif orientasi pengobatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu:
Responsive asites
Asites yang dapat dikeluarkan/dihilangkan secara total atau sampai grade 1 dengan terapi diuretic atau diet restriksi garam ringan
Recidivant asites
Asites yang dapat muncul paling sedikit tiga kali kejadian dalam 12 bulan walaupun dalam diet retriksi garam dan terapi diuretik yang adekuat
Asites refrakter
Asites yang tidak dapat dikeluarkan atau asites yang kambuh lebih awal (yaitu, setelah terapi paracentesis) dan tidak dapat dicegah dengan terapi
medis. asites ini terbagi menjadi dua subkelompok berbeda:
Diuretic resistant asites
Merupakan asites refrakter terhadap retriksi diet sodium dan pengobatan diuretik intensif (spironolakton 400 mg/hari dan furosemid 160 mg/hari
selama setidaknya satu minggu, dan diet retriksi garam kurang dari 90 mmol/hari (5,2 g garam) / hari).
Diuretic intractable asites
Merupakan asites refrakter terhadap terapi karena timbulnya komplikasi akibat pemberian diuretik yang menghalangi penggunaan diuretik dosis
efektif.
Cairan Asites Eksudate dan Transudate

Pemeriksaan SAAG (Serum Asites Albumin Gradient)


◦ SAAG lebih sensitif dan lebih spesifik untuk membedakan ascites yang
terjadi oleh karena hipertensi portal dengan ascites yang terjadi oleh
mekanisme penyebab yang lain (seperti inflamasi peritoneum).
◦ SAAG rendah (< 1,1 g/dL)  asites eksudate pada ascites yang bukan oleh
karena hipertensi portal/ non hipertensi portal (infeksi atau keganasan).
◦ SAAG tinggi (≥ 1,1 g/dL)  asites transudate yang disebabkan oleh hipertensi
portal seperti misalnya pada kasus sirosis hati dan gagal jantung kongestif.
SAAG = Albumin serum – Albumin cairan asites
(kedua sampel diambil saat yang sama

SAAG >1,1g/dl  SAAG <1,1g/dl 


Hipertensi Non Hipertensi
Portal Portal
Serum Asites Albumin Gradient
PARASINTESIS
Merupakan prosedur yang relatif sederhana yang dapat dilakukan di tempat tidur pasien, dengan cara memasukkan jarum suntik ke dalam cavum abdomen.

Tujuan Parasintesis
1. Dilakukan untuk mencari penyebab asites
2. Melakukan analisa terhadap cairan yang diperoleh
3. Mendeteksi adanya infeksi dini
4. Bagian dari terapi dikeluarkan sejumlah kecil cairan ascites untuk tujuan diagnostik atau dalam jumlah besar untuk tujuan terapi.
Indikasi dari paracentesis:
1. Ascites yang baru terjadi baik rawat jalan ataupun rawat inap
2. Pasien yang dirawat di rumah sakit dengan keluhan ascites
3. Ascites dengan gejala dan tanda-tanda infeksi seperti demam, hipotensi,
leukositosis, ensefalopati, asidosis

Kontraindikasi paracentesis:
1. Koagulopati, merupakan kontraindikasi relatif
2. Disseminated intravascular coagulation (DIC) atau terjadinya fibrinolysis
sebagai kontraindikasi absolut.

Risiko tindakan paracentesis:


1. Hematom dinding abdomen (jarang terjadi, sekitar 2% kasus)
2. Infeksi
3. Perdarahan
Pemeriksaan Cairan Asites
◦ Bahan pemeriksaan  10-20 mL untuk pemeriksaan hitung sel, kimiawi, serta biakan
mikrobiologi
◦ Pemeriksaan sitologi  mendeteksi adanya keganasan maka ditambah dengan minimal
sejumlah sama.
◦ cairan sudah terbagi menjadi 4 penampung :
◦ hitung sel sebaiknya digunakan tabung steril
dengan antikoagulan cair (tabung K3EDTA, Na-sitrat atau heparin) untuk menghindari
terjadinya bekuan
◦ Pemeriksaan kimia dapat dikirim tanpa antikoagulan sedangkan untuk biakan dilakukan
pengiriman dengan
penampung steril atau menggunakan botol biakan darah (Bactec).
◦ Pemeriksaan cairan asites meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, kimiawi, enzim,
serologi, imunologi, mikrobiologi serta pem eriksaan khusus lainnya.
Pemeriksaan Makroskopik
Warna cairan, kejernihan, adanya bekuan
• Cairan transudate tampak kekuningan, jernih tanpa adanya bekuan atau darah.
• Warna lebih tua pada eksudat dan bila terdapat netrofilia.
• Warna kemerahan disebabkan adanya darah, dapat berupa asites hemoragik atau akibat prosedur
parasentesis. (asites hemoragik maka warna cairan di semua tabung penampung sama, jika akibat
trauma pungsi maka pada tabung yang awal akan mengandung lebih banyak darah).
• Cairan akibat trauma pungsi dapat mengakibakan timbulnya bekuan bila tidak digunakan
penampung antikoagulan.
• Warna merah muda  jumlah eritrosit >10.000/uL
• Jumlah eritrosit sedikit sering tidak menimbulkan warna, kadang dapat sedikit memberi kekeruhan.
• jumlah eritrosit >20.000/Ul maka cairan akan tampak kemerahan (riwayat perdarahan sebelumnya,
trauma, atau keganasan).
◦ Kekeruhan disebabkan oleh jumlah sel yang meningkat (>1.000/uL), warna dapat menjadi
sangat keruh bila jumlah sel >5.000/uL.
◦ Cairan asites dengan warna keruh juga dapat diakibatkan oleh adanya lipid, bervariasi dari
kekeruhan ringan hingga keruh seperti susu.
◦ Kekeruhan biasa disebabkan oleh peningkatan trigliserida antara 200-1.000 mg/dL.
◦ Pada sebagian besar penderita sirosis umumnya cairan hanya mempunyai kekeruhan yang
sangat ringan.
◦ Warna kuning tua-kecoklatan pada cairan asites dapat diakibatkan peningkatan bilirubin,
umumnya
◦ bila terdapat perlukaan pada saluran bilier.
Tampilan Makroskopik Kemungkinan Diagnosis
Jernih Sirosis Hepatis
Purulen Peritonoris Bacterial (SBP)
Pankreatitis
Perforasi Usus
Hemoragik Keganasan
Pankreatitis hemoragik

Chylous Limfoma
Tuberkulosis
Keganasan
Sirosis Hepatis
Pemeriksaan Mikroskopik
◦ Pemeriksaan hitung sel dan hitung jenis sel dapat dilakukan  alat hitung otomatik atau
dilakukan secara manual menggunakan kamar hitung.
◦ Pemeriksaan hitung jenis digunakan sediaan yang dibuat dengan sitospin sehingga penyebaran
dan morfologi sel tetap baik. Sediaan hitung sel dipulas dengan pewarnaan Wright  dilakukan
hitung sel dengan membedakan sel PMN (polimorfonuklear) dan MN (mononuklear).
◦ Cairan transudat akibat sirosis jumlah sel <500/uL, jumlahnya meningkat bila penderita sedang
mendapat diuretik.
◦ Dominasi sel terutama adalah limfosit, jumlah PMN <250/uL (batas cut off dalam menentukan
adanya infeksi).
◦ Pada proses inflamasi infeksi akan terjadi peningkatan jumlah sel, SBP merupakan penyebab
tersering kenaikan jumlah sel total atupun PMN.
◦ TBC dan Karsinomatosis terjadi peningkatan sel umumnya didominasi sel limfosit
Jenis dan jumlah sel darah putih

Normal,
sirosis
<250 sel/ul
Dominan
Sel darah PMN : SBP
putih
Dominan
>250 sel/ul
MN : TB
3. Pemeriksaan Biokimiawi
Membedakan transudat dan eksudat
Pemeriksaan Kimia mencakup :
Tes Rivalta (Tes Seromusin/tes protein kualitatif)
Tes protein kuantitatif
Tes glukosa kuantitatif
Tes LDH (Laktat Dehidrogenase) kuantitatif
Tes Rivalta (tes seromusin/tes protein kualitatif)
Penambahan asam asetat glacial pada cairan akan menimbulkan terjadinya
penggumpalan protein, yang terlihat sebagai kekeruhan.

Interpretasi hasil :
Positif (terbentuk awan putih kebiruan)  eksudat
Negatif (tidak terbentuk awan putih)  transudat
Tes Protein (Kuantitatif)
Bila kadar protein total < 2,5 g/dL  Cairan Transudat
Lactate dehydrogenase (LDH)
Kadar LDH cairan ascites yang tinggi pada efusi malignant dan kadar yang rendah pada efusi non-
malignant.
Kombinasi Pemeriksaan LDH dan Protein Total untuk membedakan asites hepatic dan non hepatic
Nilai cut-off untuk tiga parameter pemeriksaan cairan ascites
LDH = 400 IU
rasio LDH cairan ascites/serum=0,6
rasio total protein cairan ascites/serum=0,5
◦ Nilai dua dari tiga parameter pemeriksaan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan nilai cut-off 
mengindikasikan bahwa ascites non-hepatic
◦ Nilai yang lebih rendah dari nilai cut-off untuk ketiga parameter mengindikasikan bahwa ascites
disebabkan oleh proses hepatic.
Pemeriksaan Glukosa
◦ Pada kondisi normal, kadar glukosa pada cairan cavum peritoneum hampir sama dengan kadar
glukosa dalam serum.
◦ Kadar glukosa cairan ascites menurun  peritonitis tuberkulosa, spontaneous bacterial
peritonitis (SBP), dan keganasan.
◦ Kadar glukosa cairan ascites lebih rendah dari pada normal  ascites tuberkulosa.
◦ Rasio glukosa cairan ascites/glukosa darah sangat berguna dalam membedakan peritonitis
tuberkulosa dengan ascites yang disebabkan oleh penyakit lain
Pemeriksaan Amylase
Peningkatan kadar amilase pada cairan asites ditemukan kerusakan duktus pankreatikus atau obstruksi
pada pankreatitis, atau trauma pankreas.
Peningkatan kadar amylase cairan ascites di atas kadar normal amylase serum dijumpai  90% pasien
pankreatitis akut dan pancreatic pseudocyst.
Peningkatan kadar amylase cairan ascites dapat juga ditemukan
◦ Keganasan
◦ perforasi ulkus peptikum
◦ pembedahan abdomen atas
◦ obstruksi intestinal mekanis
◦ penyakit vaskuler mesenteric
◦ obstruksi bilier
◦ kolesistitis akut
◦ Peningkatan kadar amylase bukan penanda spesifik untuk kerusakan pankreas
Adenosine deaminase (ADA)

Adenosine deaminase (ADA) lebih sensitif dan spesifik dalam diagnosis awal
ascites tuberkulosa dibandingkan dengan tipe lain dari ascites.
◦ Nilai cut-off ADA 36-40 IU/L
◦ Sensitivitas 100% dan spesifisitas sebesar 97%
◦ Pasien dengan peritonitis tuberkulosa memiliki kadar ADA lebih tinggi
daripada ascites karena sirosis
Pemeriksaan non-biokimia
Hitung sel, kultur bakteri, dan Polymerase chain reaction (PCR)
Pemeriksaan ini mempunyai peran penting dalam mendiagnosis penyebab ascites
◦ SBP dengan adanya sel neutrophil ≥ 250 cell/µL atau kultur bakteri cairan ascites dengan hasil
positif. Hitung sel dengan alat otomatis seperti flow cytometer dan kultur cairan ascites harus
dikerjakan secara simultan.
◦ Pasien sirosis dengan ascites memiliki jumlah sel leukosit lebih rendah daripada pada pasien
SBP atau peritonitis tuberkulosa.
◦ Ascites oleh karena sirosis  sel mononuklear (limfosit dan monosit) lebih banyak,
konsentrasi protein lebih tinggi dan kadar ADA lebih tinggi.
◦ Ascites infeksi termasuk tuberkulosis yaitu pemeriksaan PCR (dapat diperiksa dengan volume
cairan ascites 50 ml).
◦ Diagnosis efusi tuberkulosis menggunakan PCR, merupakan alat diagnosis yang ideal dengan
sensitivitas 94% dan spesifisitas 88%.
Kultur Cairan Asites
◦ Pemeriksaan mikrobiologi meliputi pemeriksaan terhadap sediaan langsung dan
biakan resistensi. Sediaan langsung dipulas dengan pewarnaan Gram atau
pewarnaan untuk bakteri tahan asam (Ziehl Neelsen) atau pemeriksaan PCR untuk
M. tuberculosis.
◦ Dilakukan bersamaan dengan pengambilan analisa cairan asites
◦ Dilakukan sembelum pemberian antibiotik
◦ Sebagai panduan untuk terapi definitif antibiotik
Sitologi Cairan Asites
◦ Pemeriksaan sitologi cairan asites dipulas dengan Hematoksilin eosin atau
pulasan Papanicolaou.
◦ Pemeriksaan terutama digunakan untuk mencari adanya keganasan baik
primer atau métastasé.
◦ Diperlukan materi sampel yang adekuat butuh 3 sampel dan 3 prosedur yang
dilakukan diwaktu yang yang berbeda
Kesimpulan
◦ Ascites merupakan komplikasi dari berbagai penyakit primer dan berpengaruh besar
terhadap prognosis dari penyakit dasarnya tersebut.
◦ Analisis cairan ascites meliputi gross appearance, tes biokimia (SAAG, LDH, glukosa,
amylase, dan ADA), dan tes non biokimia (hitung sel, kultur bakteri dan PCR)
◦ Analisis tersebut berperan penting dalam menentukan jenis ascites dan menentukan
penyakit yang mendasarinya.

Anda mungkin juga menyukai