Anda di halaman 1dari 30

SIROSIS HEPATIS

Rithya Mahendra

Pembimbing : dr. Kholidatul


z
Pendahuluan

 Sirosis hepatis adalah fibrosis tahap akhir pada hepar

 Gejala & komplikasi timbul pada tahap dekompensasi

 Penyebab : Infeksi Hep. B dan C kronis & alkohol

 Diagnosis berdasarkan klinis + penunjang

 Tatalaksana  Cegah / hambat progresivitas

 Komplikasi  Asites, varises, ensefalopati hepatikum


Anatomi
z & Vaskularisasi Hepar

 2 lobus hepar dipisahkan oleh ligamen falsiformis


 Lig. falsiformis = Penyokong hepar di rongga abdomen
 Lig. teres = Sisa dari vena umbilikalis yang mengalirkan darah dari plasenta &
membentang dari hepar ke umbilicus.
 Lig. coronary = Melekatkan permukaan superior hepar & inferior diafragma
 Lig. triangular = Penyatuan lg. coronary anterior & posterior
 Hepatosit = Sel fungsional hepar
z
 Lamina hepatika = Kompleks 3D hepatosit
Histologi  Sinusoid hepatika = Kapiler pembuluh darah yg terletak diantara hepatosit
Hepar  Kanalikuli empedu = Saluran untuk mengumpulkan cairan empedu

8. Tortora GJ, Derrickson B. PRINCIPLES OF ANATOMY AND PHYSIOLOGY 2014 - Tortora - 14th Ed. 2014.
10. Sherwood L. Sherwood. 9th ed. Dalgleish T, Williams JMG., Golden A-MJ, Perkins N, Barrett LF, Barnard PJ, et al., editors. Cengage Learning. 2007.
z

Fisiologi Hepar
 Metabolisme karbohidrat, lipid, protein, obat-obatan, dan hormon.
 Ekskresi bilirubin
 Sintesis cairan empedu
 Penyimpanan vitamin dan mineral
 Imunologi
 Detoksifikasi
 Fagositosis
z

EPIDEMOLOGI
 Sirosis meruapakan faktor penting dalam pembentukan menjadi
hepatoselular karsinoma. Didunia sirosis memiliki prevalensi 2,8
juta orang dan menyebabkan 1,3 juta orang tersebut
meningggal. Penyebab terbanyak sirosis hati di Indonesia
adalah disebabkan oleh Hepatitis B (40-50%) dan Hepatitis C
(30-40%).
 Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki
jika dibandingkandengan kaum wanita sekitar 2-4: 1 dengan
umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 ± 59 tahun
dengan puncaknya sekitar 40 ± 49 tahun
z
Sirosis Hepatis
 Sirosis merupakan kondisi dari hati yang
tidak bekerja secara normal akibat
kerusakan yang berlangsung secara
lama. Kerusakan ini menyebabkan
jaringan normal hati digantikan oleh
jaringan parut secara kronik bertahun-
tahun. Proses kerusakan yang terjadi
secara difus ini merubah struktur liver
menjadi nodul-nodul abnormal.
z
PATOFISIOLOGI SIROSIS HEPATIS
z

Manifestasi Klinis

 Anamnesis
 Sirosis umumnya tidak terdeteksi hingga terjadi dekompensasi.
 perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan
menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil dan dada membesar, serta hilangnya
dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut, (berkembang menjadi sirosis dekompensata) gejala-gejala
akan menjadi lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta,
meliputi kerontokan rambut badan, gangguan tidur, dan demam yang tidak begitu tinggi. Selain itu,
dapat pula disertai dengan gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus
haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis, melena, serta perubahan
mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.
 Penting ditanyakan faktor predisposisi seperti penggunaan alkohol dan obat-obat terlarang, riwayat
seksual, riwayat transfusi, dan riwayat keluarga untuk menyingkirkan penyebab dari sirosis.
z
Manifestasi Klinis
 Pemeriksaan Fisik
 Jaundice : Diskolorasi kulit akibat penumpukan bilirubin di jaringan.

 Spider naevus = Lesi bentuk pusat kemerahan dengan perluasan seperti gambaran jaring
laba-laba berdiameter 1-10 mm.
 Splenomegali = Pembesaran limfa akibat kongesti limfa & hiperaktivasi makrofag limfa.

 Asites = Penumpukan cairan di rongga peritoneum.

 Derajat 1 = 100 mL cairan di peritoneum.

 Derajat 2 1000 mL cairan di peritoneum, shifting dullness positif.

 Derajat 3 beberapa liter cairan di rongga periotenum, berikan gambaran grossly distended.

 Derajat 4 menunjukkan gejala yang tidak nyaman (tense).


z
 Eritema palmaris = Kemerahan simetris, teraba hangat, tidak ada nyeri dan gatal

 White nails = Gambaran ground glass like opacity pada hampir seluruh nail bed kuku.

 Finger clubbing = Pembesaran bulbus fokal dari segmen terminal jari tangan / kaki 

peningkatan diameter anteroposterior & lateral kuku.


z
 Caput medusa disebabkan oleh pembentukan pembuluh darah kolateral, menjalar dari umbilikus
melintasi lapang abdomen sebelum masuk ke pembuluh darah vena sistemik.

 Cruveilhier Baumgarten syndrome = Murmur di epigastric akibat dilatasi vena umbilical &

paraumbilical.
 Hypogonadism = Atrofi testis, impotensi, rambut rontok, mengecilnya ukuran prostat,
gynecomastia, disfungsi ereksi.
 Asterixis = Tremor menyerupai “flap” pada pergelangan tangan.

 Foetor hepaticus = Nafas yang berbau seperti feces.


Pemeriksaan Laboratorium
z
Pemeriksaan Keterangan
AST & ALT Rasio AST / ALT > 1
ALP Sedikit meningkat (< 2-3 kali dari batas atas nilai normal)
Meningkat > 3 kali pada PBC dan PSC

GGT Sedikit meningkat


Hemoglobin Anemia

Trombosit Trombositopenia

Natrium Hiponatremia

Albumin Hipoalbuminemia

Prothrombin Time (PT) Memanjang

INR INR meningkat


Bilirubin Meningkat setelah ALP dan GGT meningkat

Amonia darah Meningkat

Immunoglobulin IgM meningkat pada PBC


IgA meningkat pada sirosis yang disebabkan oleh alkohol
IgG meningkat pada AIH
Pemeriksaan
z  USG, CT, MRI
Radiologi
 Hanya dapat mendeteksi perubahan morfologi
hepar & tanda-tanda hipertensi porta.

Gambaran CT Sirosis Hepatis et causa Hepatitis B kronik dengan


kontras. Terlihat ada fibrosis dan asites Pada panah terlihat
pengecilan diameter vena porta karena ada pembuluh darah
kolateral
z
Pemeriksaan Biopsi

pemeriksaan yang dapat dipertimbangkan setelah


pemeriksaan non invasif telah gagal mengkonfirmasi
diagnosis dari sirosis. Sensitivitas dan spesifisitas dari
biopsi adalah 80-100% tergantung metode cara
pengambilan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan melalui
transjugular, perkutaneus, laparoskopik, operasi, fine
needle. Setelah biopsi dilakukan hasil tersebut dapat
diklasifikasikan melalui sistem Laenec. Pemerikaan ini
dengan cara pewarnaan hematoxylin dan eosin seingga
memperjelas batasan fibrosis septa hepatosit. Berikut salah
satu contoh laenec system
z
Komplikasi pada Sirosis

 Asites  Hepatorenal syndrome (HRS)


 Hidrotoraks  Perdarahan saluran cerna
 Infeksi bakteri  Koagulopati
 Hiponatremia  Malnutrisi
 Portopulmonary hypertension (PPHT)  Ensefalopati hepatikum (HE)
z
Asites
 Komplikasi paling umum pada penderita sirosis hepatis.
 Penting untuk diketahui konsentrasi protein asites karena konsentrasi protein < 1.5 gram/dL  Tingkatkan risiko terjadinya
spontaneous bacterial peritonitis (SBP).
 Tatalaksana
 Restriksi konsumsi garam 4.6-6.9 gram/hari

 Diuretik  spironolakton 100-400 mg/hari + furosemide 40-160 mg/hari

 Infus Albumin 10-30 mg/hari

 Parasentesis

 Transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS)


z
Paracentesis

 Indikasi = Cari penyebab asites onset baru, singkirkan diagnosa SBP, & meringankan gejala
gangguan pernafasan.
 Pilihan terapi untuk asites derajat 3 atau asites refrakter
 Berikan albumin 8 gram/liter cairan asites yang dikeluarkan
 Berikan diuretik dosis rendah
z Paracentesis
 Cara melakukan  Lakukan dalam kondisi steril
 Pasien posisi terlentang dengan elevasi kepala.

 Tandai tempat pungsi, sterilisasi & berikan anestesi lokal pada area insersi kateter.

 Tusuk tegak lurus dengan kulit dengan syringe 50 cc. Lakukan penusukan secara perlahan,
sambil lakukan aspirasi dan berikan traksi pada kulit.
 Arahkan jarum hingga terasa kehilangan resistensi secara tiba-tiba / cairan asites mengisi
syringe  Penanda bahwa jarum telah berada di rongga peritoneal.
 Ambil cairan sesuai kebutuhan

 Lakukan pencabutan kateter sambil melakukan aspirasi dan balut lokasi tusukan dengan perban.
z
TIPS

 Tujuan: Dekompresi sistem porta


 Cara: Buat shunt ke vena hepar
 Tetap dianjurkan tuk berikan restriksi garam & pemberian diuretik
z
Hidrotoraks

 Sering terjadi bersamaan dengan asites


 Lini pertama: Tangani asites
 Terapi lain : Torakosentesis, pleurodesis, dan transplan hati.
z
Infeksi bakteri
 Mekanisme terjadinya infeksi bakteri yaitu
 Anastomosis portosistemik  Darah tidak difiltrasi di hepar

 Disfungsi sistem retikuloendotel

 Fungsi fagositik neutrophil terganggu

 Translokasi bakteri.

 Contohnya = SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis).


 Definisi = Jumlah neutrophil > 0.25 gram/L pada cairan asites.

 Diagnostik = Paracentesis

 Tx = Antibiotik empiris

 Albumin 1,5 gram/kg saat diagnosis dan 1 gram/kg pada hari ke-3.
z
Hiponatremia

 Simptomatik bila kadar serum < 100 mmol/L / terjadi secara drastis.
 Tatalaksana  Tergantung tipe hiponatremia.
 Hipovolemik hiponatremia = berikan saline solution.

 Hipervolemik hiponatremia berikan restriksi cairan.


z
Hepatorenal Sindrome
 Def: Gagal ginjal fungsional tanpa ada perubahan histologis pada ginjal.
 Patof: Vasodilatasi sistemik  hipoperfusi ginjal  retensi Na & air
 Gejala yang paling sering muncul adalah jaundice, gangguan kesadaran, malnutrisis, asites, oligouria.
 Tipe HRS:
 HRS tipe 1  Penurunan fungsi ginjal secara cepat.

 HRS tipe 2  Penurunan bertahap dari fungsi ginjal.

 Tatalaksana : Transplan hati merupakan terapi definit bagi HRS. Meski begitu resiko gangguan
fungsi ginjal setelah transplantasi hati masih tetap ada terutama dengan adanya penggunaan obat-
obatan nefrotoksik dan imunosupresan seperti takrolimus, siklosporin.
 Beberapa tatalaksana dalam menunggu proses transplantasi, pasien dapat diberikan albumin
intravena, vasopresin sebagai splachnic vasokonstriktor, dan TIPS untuk mengurangi tekanan intra
porta. Sealin itu juga dapat dilakukan dialisis.
z
Koagulopati

 Kerusakan hepar sebabkan terganggunya kaskade koagulasi, produksi trombopoietin &


absorpsi vit K.
 Semua faktor pembekuan dihasilkan di hepar KECUALI Factor VIII dan vWF (von
Willebrand’s Factor).
 Banyak faktor pembekuan yang bergantung pada vitamin K
 Manifestasi klinis = Epistaksis, perdarahan gingiva, ecchymoses, perdarahan saluran cerna
 Lab = Hb turun, trombositopenia, PT memanjang
 Tujuan terapi
 Jaga platelet count > 50 x 109/L

 Fibrinogen > 1,5 g/L

 Pertahankan hemoglobin di kisaran 7 mg/dl.


z
Malnutrisi
 Penyebab:
restriksi garam & protein  makanan terasa hambar
 Asupan ec. kompresi dari asites atau bagian dari komplikasi sirosis  Cepat rasa kenyang
 Malabsorpsi ec. gangguan produksi cairan empedu / kerusakan anatomis  gangguan absorpsi lemak.

 Gangguan metabolisme ec. asupan , fungsi hepar , & kebutuhan .

Kalori 25-40 kcal/kg/hari


Protein 1-1,5 gram/kg/hari
Lemak 25-30% asupan kalori harian
 Abnormal nutrition loss ec. penggunaan diuretik & pelaksanaan parasentesis.

 Terapi = Perbaikan gaya hidup

 Mikronutrisi sesuai kebutuhan.


z
Ensefalopati Hepatikum

 Def = Komplikasi dari insufisiensi hepar dan portosystemic shunting  Gejala neurologis
& psikiatri non-spesifik.
 Terapi
 Nutrisi  Anjuran untuk makan dalam porsi kecil

 Energi harian 35-40 kkal/kgBB ideal

 Protein harian 0.5 g/kg/hari yang ditingkatkan hingga 1-1.5 g/kg/hari


z
Prognosis Klasifikasi Child-Pugh
Turcotte

Nilai 1 2 3

Enselopati Tidak ada Dikontrol secara medis Tidak terkontrol


Kategori Skor
Asites Tidak ada Dikontrol secara medis Tidak terkontrol A 5-6

Bilirubin (mg/dL) <2 2-3 >3 B 7-9

C 10-15
Albumin (g/dL) < 3.5 2.8-3.5 < 2.8

INR < 1.7 1.7-2.2 > 2.2


z
Kesimpulan

 Sirosis hepatis = Penyakit kronis ditandai dengan fibrosis & fungsi hepar

 Penyebab sirosis = Konsumsi alkohol, hepatitis kronik, & penyakit autoimun

 Diagnosis sirosis hepatis dengan menilai klinis, lab & radiologi

 Biopsi hepar = Gold standard diagnosa sirosis.

 Tujuan pengobatan adalah mengobati komplikasi untuk mortalitas / cegah perburukan

 Transplantasi hati adalah tatalaksana definitif untuk atasi komplikasi yang terjadi.

 Prognosis pasien sirosis diukur dengan klasifikasi Child-Pugh Turcotte


z

Thank you!!!

Anda mungkin juga menyukai