Anda di halaman 1dari 248

Tinjauan Integratif Musik Improvisasi Bebas:

Konsep, Manfaat, dan Pembelajaran

Tesis S2 Jurusan Pendidikan Seni


Fakultas Pendidikan Seni dan Desain
Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia

Daniel Antonio Milán Cabrera


NIM: 1910103

Pembimbing:
Dr. phil. Yudi Sukmavadi, M.Pd.
NIP. 197303262000031003
Prof. Juju Masunah, M.Hum., Ph.D.
NIP. 1963 0517 19003 2001

2022
II
III
IV

Halaman Ucapan Terima Kasih

Penulis sangat berterima kasih kepada:


- Tuhan yang Maha Esa atas berkah-Nya kehidupan dan musik.
- Rakyat Indonesia yang melalui Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset,
dan Teknologi telah memberikan beasiswa Kemitraan Negara Berkembang.
- Staf dan teman di Directorate of International Affairs UPI, Balai Bahasa UPI,
International Students Association UPI dan semua dosen, rekan, dan staf
Pendidikan Seni Pascasarjana UPI atas ilmu, bantuan, dan pertemanannya.
- Pembimbing Bapak Yudi Sukmayadi dan Ibu Juju Masjunah serta penguji
sidang proposal dan sidang 1; yaitu ibu Uus Karwati, ibu Rita Milyartini,
bapak Ahmad Bukhori Muslim, dan bapak Henry Virgan; atas saran, bantuan,
dan kesabaran dalam proses penulisan tesis ini.
- Wilfrido Terrazas, Remy Álvarez, dan Edgar Caamal atas waktunya dan
informasinya melalui wawancara tentang improvisasi bebas serta semua
penulis dalam daftar rujukan atas ilmunya dalam tulisannya.
- Llaneza Arias, Romakyo Kaesaniro, Priyo L. Sutomo, semua rekan yang
memperbaiki terjemahan tentang istilah permainan serta keluarga dan teman
yang telah mendukung penulis secara lahir maupun batin.
- Semua rekan yang ikut Festival SONTAK I, II, dan III di Bandung serta
semua guru musik dan rekan musisi yang pernah memberikan ilmu dan/atau
memainkan musik bersama, khususnya musik improvisasi bebas.

Terakhir, penulis meminta maaf atas kesalahan, kekurangan, serta perkataan yang
kurang tepat atau kurang sopan yang telah dicantumkan dengan sengaja maupun
dengan tidak sengaja dalam tesis ini. Melalui posel donhueleflores@gmail.com;
penulis menerima dengan senang hati komentar, kritik, dan saran tentang isi tesis
ini serta undangan dan ajakan untuk menyebarkan gerakan improvisasi bebas
dalam bentuk apapun. Selamat membaca dan berburu utopia dalam musik,
kesenian, dan kehidupan!
V

Abstrak
Musik improvisasi bebas, yang didefinisikan dalam tesis ini sebagai “permainan seni bunyi
yang menghindari kesepakatan apapun”, telah menginspirasikan ratusan kajian akademis
yang membahasnya dari berbagai sudut pandang dan pendekatan. Tesis ini berjudul Tinjauan
Integratif Konsep, Manfaat, dan Pembelajaran Musik Improvisasi Bebas menggunakan
metode kajian kualitatif dengan pendekatan tinjauan integratif untuk menyimpulkan sebagian
literatur, termasuk hampir semua tulisan pendahulu dan terpengaruh. Melalui pikiran logis
dan konseptual, literatur dibandingkan dan dilengkapi dengan pengalaman penulis sehingga
terhasilkan pembaruan teoretis yang disajikan dalam sebuah pengetahuan mutakhir dan
menyeluruh mengenai konsep, manfaat, dan pembelajaran musik improvisasi bebas. Tujuan
khusus penelitian adalah menerangkan tentang konsep, manfaat, dan pembelajaran
improvisasi bebas supaya dapat memandu siapa saja yang ingin mempraktikan, menerapkan,
dan/atau mengetahui tentangnya; sedangkan tujuan umum adalah menyebarkan gerakan
improvisasi bebas supaya manfaatnya yang beranekaragam mengalir ke masyarakat luas. Di
antara temuan orisinel tesis ini termasuk: definisi musik improvisasi bebas; konsep
kesepakatan; ketentuan-ketentuan yang dapat dimaklumi dalam permainan improvisasi
bebas; sembilan tujuan sekunder dan tiga konteks improvisasi bebas; model kesinambungan
interpretasi-improvisasi; penggolongan manfaat improvisasi bebas; penggolongan sifat dan
peran seorang pembimbing; berbagai sasaran kelas/kursus; pembahasan tentang sarana,para-
sarana, multi-instrumentisme, penyeteman, dan rekaman; penggolongan pelatihan
improvisasi bersepakat; konsep teknik integral permainan improvisasi bebas; dan 18
renungan, maksim, dan saran yang menyimpulkan aspek tertentu dari teknik integral ini.
Bagian ini merupakan sumbangan utama tesis ini sebab dapat mengisi rentang literatur
mengenai teknik improvisasi bebas.

Kata Kunci: konsep musik improvisasi bebas, manfaat musik improvisasi bebas,
pembelajaran musik improvisasi bebas, teknik musik improvisasi bebas.

Abstract
Free improvisation music, defined in this thesis as an “artistic playing of sounds that avoids
any kind of agreement”, has inspired hundreds of academic research which study it from
different perspectives and approaches. This thesis titled Integrative Review of the Concept,
Benefits, and Learning of Free Improvisation Music uses a qualitative research method with
an integrative review approach in order to synthesize a part of this literature, including almost
all the precursor and most influential texts. Through logic and conceptual thinking, the
literature is compared and completed with the experience of the author; resulting in a
theoretical development that is presented as an updated and complete knowledge about the
concept, benefits, and learning of free improvisation music. The specific objective of this
research is to explain the concept, benefits, and learning of free improvisation so it can guide
anyone who wishes to practice, implement, or know about it; while its general objective is to
spread the free improvisation movement so its multiplicity of benefits can reach a wider
population. Some of the original findings in this thesis are: the definition of free
improvisation music; the agreement concept; the comprehensible factors in free
improvisation playing; the nine secondary objectives and three contexts of free
improvisation; the interpretation-improvisation continuum model; the classification of the
benefits of free improvisation; the classification of the attitudes and roles of a mentor;
different targets in a class/workshop; the discussion about the basic needs, multi-
instrumentalism, tunning, and recording; the classification of the agreed improvisation
VI

exercises; the integral technique of free improvisation concept; and the 18 reflections,
maxims, and advices that synthesizese specific aspects of this integral technique. This part is
the main contribution of this thesis because it can fill the literature gap about free
improvisation technique.

Keywords: free improvisation music concept, free improvisation music benefits, free
improvisation music learning, free improvisation music technique.

Daftar Isi

Bab I: Pendahuluan …………………………………………………………...... 1


1.1 Latar belakang.
1.2 Rumusan masalah penelitian …………………………………………………. 5
1.3 Tujuan penelitian …………………………………………………………….. 6
1.3.1 Tujuan khusus.
1.3.2 Tujuan umum.
1.4 Manfaat penelitian …………………………………………………………… 7
1.5 Struktur organisasi tesis ………………………………………………………. 8

Bab II: Kajian Pustaka ………………………………………………………... 9


2.1 Kajian terdahulu mengenai improvisasi dan improvisasi bebas.
2.1.1 Sebelum tahun 1970.
2.1.2 Antara tahun 1970 dan 2000 ………………………………………. 10
2.2 Tulisan mengenai konsep improvisasi bebas ………………………………... 11
2.3 Tulisan mengenai manfaat improvisasi dan improvisasi bebas ……………... 12
2.4 Tulisan mengenai pembelajaran improvisasi dan improvisasi bebas.
2.4.1 Tulisan yang mengumpulkan pelatihan improvisasi bersepakat ….. 14
2.4.2 Tulisan yang mengumpulkan renungan, maksim, dan saran yang dapat
dimanfaatkan untuk memainkan improvisasi bebas.

Bab III: Metode Penelitian …………………………………………………….. 16


3.1 Tinjauan literatur sebagai metode penelitian.
VII

3.2 Aneka jenis tinjauan ……………………………………………………….... 17


3.2.1 Kekurangan standarisasi dalam tulisan bermetode tinjauan literatur.
3.2.2 Model penggolongan umum …………………………………………... 18
3.2.3 Jenis tinjauan lain.
3.2.4 Model penggolongan terperinci ………………………………………. |19
3.3 Tentang tinjauan integratif.
3.4 Penerapan tinjauan integratif dalam tesis ini ………………………………... 21
3.4.1 Identifikasi masalah …………………………………………………… 22
3.4.2 Pencarian literatur ……………………………………………………... 23
3.4.2.1 Pencarian literatur akademis.
3.4.2.2 Sumber data lain ………………………………………………… 25
3.4.3 Penilaian data.
3.4.3.1 Proses pemasukan data.
3.4.3.2 Kriteria inklusivitas data ………………………………………… 26
3.4.4 Analisis data …………………………………………………………... 27
3.4.4.1 Klasifikasi data …………………………………………………... 28
3.4.4.2 Abstraksi data.
3.4.4.3 Terjemahan data …………………………………………………. 29
3.4.4.4 Kritik data.
3.4.4.5 Sintesis data ……………………………………………………... 30
3.5 Penilaian kualitas …………………………………………………………… 31

Bab IV: Temuan dan Pembahasan …………………………………………… 33


4.1 Konsep musik improvisasi bebas.
4.1.1 Definisi musik improvisasi bebas.
4.1.1.1 Kesulitan mendefinisikan improvisasi bebas.
4.1.1.2 Penggunaan istilah improvisasi bebas …………………………… 34
4.1.1.3 Definisi improvisasi bebas dalam literatur ………………………. 35
4.1.1.4 Definisi musik improvisasi bebas dalam tesis ini.
VIII

4.1.1.5 Beberapa nama lain untuk musik improvisasi bebas dan


sekitarnya ………………………………………………………………... 36
4.1.1.5.1 Improvisasi idiomatis dan non-idiomatis.
4.1.1.5.2 Kontroversi pengertian non-idiomatis …………………. 38
4.1.1.5.3 Istilah lain berdasarkan konsep non-idiomatis ………… 39
4.1.1.5.4 Jaz bebas dan musik improvisasi bebas ……………….. 40
4.1.1.5.5 Dikotomi Eropa/Afro-Amerika dan konsep musik
bebas ……………………………………………………………... 41
4.1.2 Uraian definisi musik improvisasi bebas ………………………………….. 43
4.1.2.1 Apa itu improvisasi bebas?
4.1.2.1.1 Improvisasi bebas sebagai proses.
4.1.2.1.2 Proses dan produk.
4.1.2.1.3 Rekaman bukanlah improvisasi ……………………….. 44
4.1.2.1.4 Improvisasi bebas sebagai gerakan, budaya, permainan,
dan musik ………………………………………………………... 45
4.1.2.2 Improvisasi sebagai permainan ………………………………….. 46
4.1.2.2.1 Pengertian permainan.
4.1.2.2.2 Tiga konteks dan sembilan tujuan sekunder.
improvisasi bebas ………………………………………………... 48
4.1.2.2.3 Improvisasi bebas sebagai tantangan atau “kompetisi” .. 50
4.1.2.2.4 Musik berkualitas sebagai tujuan permainan ………….. 51
4.1.2.3 Pengertian musik dan beberapa istilah/konsep di sekitarnya ……. 52
4.1.2.3.1 Etimologi musik.
4.1.2.3.2 Seni dan musik sebagai pengamatan …………………… 53
4.1.2.3.3 Seni bunyi dan seni bebunyian.
4.1.2.3.4 Bunyi dan sunyi ………………………………………… 54
4.1.2.4 Pengertian improvisasi dan beberapa istilah/konsep
di sekitarnya ……………………………………………………………... 55
4.1.2.4.1 Improvisasi dalam pengertian umum dan dalam literatur.
IX

4.1.2.4.2 Improvisasi, interpretasi, dan komposisi


dalam tesis ini ……………………………………………………. 56
4.1.2.4.3 Konsep persepakatan dalam tesis ini …………………... 57
4.1.2.4.4 Komposisi sebagai sinonim dari ciptaan musikal ……… 59
4.1.2.4.5 Perbedaan antara improvisasi dan komposisi ………….. 60
4.1.3 Kesinambungan interpretasi – improvisasi ………………………………… 61
4.1.3.1 Model Runswick.
4.1.3.2 Utopia dan heterotopia …………………………………………… 63
4.1.3.2.1 Utopia ketetapan mutlak dan heterotopia musik
kompleksitas baru.
4.1.3.2.2 Utopia ketetapan mutlak ……………………………….. 64
4.1.3.2.3 Improvisasi tingkat mikro …………………………........ 65
4.1.3.2.4 Utopia kebebasan mutlak.
4.1.3.2.5 Konsep kebebasan dalam pengertian umum dan dalam
improvisasi ……………………………………………………….. 66
4.1.3.2.6 Heterotopia improvisasi bebas ………………………… 67
4.1.3.2.6.1 Pembatas terkait dengan dunia fisik …………. 68
4.1.3.2.5.2 Pembatas terkait dengan latar belakang
non-musikal.
4.1.3.2.5.3 Pembatas terkait dengan latar belakang
musikal …………………………………………………… 69
4.1.3.2.5.4 Pembatas terkait dengan permainan
itu sendiri ………………………………………………… 70
4.1.3.3 Model kesinambungan improvisasi-interpretasi
dalam tesis ini …………………………………………………………… 71
4.1.3.3.1 Sub-spektrum improvisasi bebas ……………………….. 73
4.1.3.3.2 Perbedaan antara sub-spektrum improvisasi bersepakat dan
sub-spektrum interpretasi komposisi …………………………….. 74
4.1.3.3.3 Sub-spektrum improvisasi bersepakat …………………. 75
4.1.3.3.3.1 Perbedaan berdasarkan tujuan.
X

4.1.3.3.3.2 Perbedaan berdasarkan jumlah persepakatan ... 76


4.1.3.3.3.3 Sub-sub spektrum karya.
komposisi - improvisasi ………………………………….. 77
4.1.3.3.3.4 Sub-sub spektrum komposisi terumus ……….. 78
4.1.3.3.4 Spektrum interpretasi ………………………………….. 80
4.1.3.3.4.1 Perbedaan antara sub-spektrum interpretasi pokok
komposisi dan sub-spektrum interpretasi komposisi ketat.
4.1.3.3.4.2 Improvisasi dalam sub-spektrum interpretasi pokok
komposisi.
4.1.3.3.4.3 Musik ber-tekstur heterofoni ………………… 81
4.1.3.3.4.4 Sub-spektrum interpretasi komposisi ketat ….. 82
4.1.4 Kesimpulan tentang konsep improvisasi bebas.
4.2 Manfaat musik improvisasi bebas ………………………………………… 83
4.2.1 Manfaat untuk kesehatan jasmani dan mental …………………………….. 85
4.2.1.1 Penyembuhan psikologis melalui seni, ritual, dan permainan.
4.2.1.2 Penyembuhan melalui musik ……………………………………. 86
4.2.1.3 Improvisasi dalam terapi musik …………………………………. 87
4.2.1.4 Penyembuhan melalui improvisasi ……………………………… 88
4.2.1.5 Proses dalam terapi musik improvisasi …………………………. 89
4.2.1.6 Beberapa kasus yang dapat diperbaiki dengan
improvisasi musikal ……………………………………………………... 91
4.2.1.7 Manfaat improvisasi bebas bagi orang berkebutuhan khusus …… 92
4.2.1.7.1 Tiga contoh terapi musik improvisasi dengan orang penderita
disabilitas intelektual …………………………………………….. 93
4.2.1.7.2 Manfaat bagi kaum tunanetra.
4.2.2 Manfaat sosio-musikal …………………………………………………….. 94
4.2.2.1 Inklusivitas.
4.2.2.1.1 Inklusivitas pemain.
4.2.2.1.2 Inklusivitas musikal …………………………………… 95
4.2.2.2 Kesejajaran ………………………………………………………. 96
XI

4.2.2.2.1 Kesempatan serata.


4.2.2.2.2 Anarkisme ……………………………………………... 97
4.2.2.3 Interaksi yang bertanggung jawab ……………………………..... 98
4.2.2.4 Fleksibilitas ……………………………………………………… 99
4.2.2.5 Eksplorasi dan ambil resiko ……………………………………. 100
4.2.2.6 Pikiran kritis dan kriteria pribadi ………………………………. 101
4.2.2.7 Kreativitas ……………………………………………………… 102
4.2.2.8 Penemuan dan penerimaan diri ………………………………… 103
4.2.2.9 Emosional dan spiritual ………………………………………… 104
4.2.3 Manfaat khusus musikal …………………………………………………. 106
4.2.3.1 Kemampuan dasar musik.
4.2.3.2 Penggunaan dalam musik lainnya ……………………………… 107
4.2.3.3 Kepercayaan diri di atas panggung …………………………….. 108
4.2.3.4 Kolaborasi dengan seni dan bidang lain ……………………….. 110
4.2.4 Kesimpulan tentang manfaat improvisasi bebas ………………………… 111
4.3 Pembelajaran musik improvisasi bebas.
4.3.1 Improvisasi dalam pendidikan.
4.3.1.1 Berbagai metode pendidikan musik.
4.3.1.2 Pendekatan pembelajaran improvisasi dalam literatur ………… 112
4.3.1.3 Improvisasi bebas dan bersepakat …………………………….. 114
4.3.1.3.1 Dikotomi yang berkesinambungan.
4.3.1.3.2 Penerapan kedua pendekatan improvisasi.
4.3.1.3.3 Alasan kecenderungan improvisasi bersepakat
dalam pendidikan …..................................................................... 115
4.3.1.3.4 Keseimbangan dalam dua dikotomi ………………….. 116
4.3.1.4 Pentingnya improvisasi dan improvisasi bebas
dalam pendidikan ………………………………………………………. 117
4.3.1.4.1 Improvisasi dalam kurikulum musik.
4.3.1.4.2 Perubahan kurikulum berdasarkan tiga pilar pokok ….. 118
4.3.1.4.3 Improvisasi bebas untuk perbaikan pendidikan musik.
XII

4.3.1.4.4 Improvisasi bebas dan pendidikan pembebasan ……... 120


4.3.2 Penerapan pembelajaran improvisasi bebas ……………………………... 121
4.3.2.1 Perdebatan tentang pendidikan improvisasi bebas.
4.3.2.1.1 Permainan sebagai tempat pembelajaran.
4.3.2.1.1.1 Belajar sambil melakukan.
4.3.2.1.1.2 Pelajaran musikal dan sosial
sekitar pertunjukan ……………………………………... 122
4.3.2.1.2 Pembelajaran atau pendidikan? ………………………. 123
4.3.2.1.3 Guru, pembimbing, koordinator, fasilitator,
dan direktor ….............................................................................. 124
4.3.2.1.4 Nama workshop/kelas ………………………………... 127
4.3.2.2 Peran dan sifat pembimbing.
4.3.2.2.1 Beberapa teknik oleh pendidik ternama.
4.3.2.2.2 Perencana dan penyedia kegiatan …………………….. 128
4.3.2.2.2.1 Fleksibilitas dalam kelas/kursus ……………. 129
4.3.2.2.2.2 Memungkinkan permainan …………………. 130
4.3.2.2.3 Melenyapkan hambatan ……………………………… 131
4.3.2.2.3.1 Beberapa hambatan bagi pemula …………….. 132
4.3.2.2.3.2 Rasa malu dan kekurangan ide …………....... 133
4.3.2.2.3.3 Memberikan contoh.
4.3.2.2.3.4 Menambahkan referensi dan
mengembangkan audiasi ……………………………….. 134
4.3.2.2.4 Memusatkan perhatian …………………….................. 135
4.3.2.2.4.1 Pentingnya pendengaran dalam improvisasi bebas.
4.3.2.2.4.2 Praktik pendengaran dalam kelas/kursus …... 136
4.3.2.2.4.3 Mengajak bermeditasi ……………………… 137
4.3.2.2.4.4 Mengajak membersihkan jiwa ……………… 138
4.3.2.2.5 Mengarahkan analisis dan diskusi ……………………. 139
4.3.2.2.6 Membantu menemukan estetika sendiri.
4.3.2.2.6.1 Pentingnya orisinalitas dalam seni.
XIII

4.3.2.2.6.2 Kegiatan yang membantu menemukan


estetika sendiri ………………………………………….. 140
4.3.2.3 Penerapan dalam kelas/kursus …………………………………. 142
4.3.2.3.1 Berbagai aspek penting dalam kelas/workshop.
4.3.2.3.1.1 Prasarana untuk bermain.
4.3.2.3.1.2 Jumlah peserta ……………………………… 143
4.3.2.3.1.3 Waktu ………………………………………. 144
4.3.2.3.1.3.1 Lama dan frekuensi pertemuan.
4.3.2.3.1.3.2 Durasi permainan …………………. 145
4.3.2.3.1.3.3 Kontrol eksternal vs kontrol internal
dalam durasi permainan.
4.3.2.3.1.4 Persatuan dalam kelompok …………………. 147
4.3.2.3.2 Multi-instrumentisme ………………………………… 148
4.3.2.3.2.1 Definisi dan soal logistik.
4.3.2.3.2.2 Ragam multi-instrumentalis dan alat musik ... 149
4.3.2.3.2.3 Manfaat dan Saran bagi Pemain
Multi-Instrumentalis.
4.3.2.3.3 Ragam kelas/kursus …………………………………... 150
4.3.2.3.3.1 Tujuan kelas/kursus.
4.3.2.3.3.2 Kelas/kursus berdasarkan sasaran ………….. 151
4.3.2.3.3.2.1 Menurut usia.
4.3.2.3.3.2.2 Menurut tingkat kemahiran ………. 152
4.3.2.3.3.2.3 Menurut latar belakang …………… 154
4.3.2.3.3.2.4 Menurut jenis alat musik.
4.3.2.3.3.2.5 Menurut jenis kelamin, orientasi seksual,
bahasa, agama, dan etnis/budaya ……………….. 155
4.3.2.3.4 Ragam kegiatan ………………………………………. 156
4.3.2.3.4.1 Penerapan improvisasi bebas ……………….. 157
4.3.2.3.4.2 Penyeteman dan laras ………………………. 158
XIV

4.3.2.3.4.3 Penerapan improvisasi bersepakat ………….. 160


4.3.2.3.4.3.1 Tujuan dan manfaat dalam pembelajaran.
4.3.2.3.4.3.2 Membatasi untuk melebarkan …….. 162
4.3.2.3.4.3.3 Durasi dan frekuensi pelatihan improvisasi
bersepakat ………………………………………. 164
4.3.2.3.4.3.4 Sumber dan penggunaan pelatihan dalam
kelas/kursus.
4.3.2.3.4.3.5 Jenis pelatihan improvisasi
bersepakat 165 ………………………………… 165
4.3.2.3.4.2.5.1 Berdasarkan jumlah
kesepakatan ………………………………. 166
4.3.2.3.4.2.5.2 Berdasarkan tingkat kebebasan
kesepakatan ……………………………….. 167
4.3.2.3.4.2.5.3 Berdasarkan cara kesepakatan
memengaruhi pemain …………………….. 168
4.3.2.3.4.2.5.4 Berdasarkan indra yang
menerima kesepakatan ……………………. 170
4.3.2.3.4.2.5.4.1 Teks ……………….. 171
4.3.2.3.4.2.5.4.2 Grafik ……………… 172
4.3.2.3.4.2.5.4.3 Konduktor visual ….. 173
4.3.2.3.4.2.5.4.4 Film dan video …….. 174
4.3.2.3.4.3 Kegiatan tambahan …………………………. 177
4.3.2.3.4.3.1 Karya komposisi-improvisasi.
4.3.2.3.4.3.2 Pelatihan improvisasi idiomatis …... 178
4.3.2.3.4.3.3 Rekaman.
4.3.2.3.4.3.3.1 Rekaman dalam kelas/kursus.
4.3.2.3.4.3.3.2 Berbagai situasi dan pendekatan
untuk merekam …………………………. 179
4.3.2.3.4.3.3.3 Penggunaan mik dalam
improvisasi bebas ………………………. 180
XV

4.3.2.3.4.3.3.4 Teknik stereo dan


multi-mik ……………………………….. 181
4.3.2.3.4.3.4 Analisis.
4.3.2.3.4.3.4.1 Berbagai cara untuk
menganalisis permainan ………………… 182
4.3.2.3.4.3.4.2 Kritik akademik dan jurnalistik.
4.3.2.3.4.3.4.3 Analisis kritis vs analisis
non-kritis ………………………………... 183
4.3.2.3.4.3.4.4 Berbagai manfaat analisis .. 184
4.3.2.3.4.3.4.5 Alat untuk analisis ……… 185
4.3.2.3.4.3.4.6 Kriteria untuk analisis ….. 186
4.3.2.3.4.3.5 Teknik alat musik.
4.3.2.3.4.3.5.1 Konsep teknik alat musik dalam
improvisasi bebas.
4.3.2.3.4.3.5.2 Aneka cara untuk mencapai
kemahiran teknik ……………………….. 187
4.3.2.3.4.3.5.3 Teknik sebagai alat untuk
mewujudkan alam bawah sadar ………… 189
4.3.2.3.4.3.5.4 Praktik sebagai permainan
dan ritual ………………………………... 190
4.3.2.3.4.3.6 Mendengarkan musik,
suara lingkungan, dan obrolan ………………….. 191
4.3.2.3.4.3.7 Kegiatan non-musikal
sebagai praktik ………………………………….. 192
4.3.3 Teknik integral permainan improvisasi bebas …………………………… 193
4.3.3.1 Renungan, maksim, dan saran dalam literatur …………………. 194
4.3.3.2 Delapan belas renungan, maksim, dan saran untuk
permainan musik improvisasi bebas yang sukses …………………….... 196
4.3.4 Kesimpulan tentang pembelajaran improvisasi bebas …………………… 199
XVI

Bab V: Simpulan, Implikasi, dan Rekomendasi ……………………………. 200


5.1 Simpulan.
5.2 Implikasi …………………………………………………………………… 201
5.3 Rekomendasi.

Daftar rujukan ………………………………………………………………... 203

Daftar Tabel

2.1 Beberapa tulisan yang digunakan dalam tesis ini ataupun yang dapat dijadikan
referensi tentang tema tertentu …………………………………………………... 15
3.1 Karakteristik utama tinjauan integratif dan tinjauan teoretis menurut empat
sumber …………………………………………………………………………… 20
3.2 Penggolongan tulisan akademis tentang improvisasi bebas dan/atau
improvisasi ………………………………………………………………………. 24
4.1 Penggolongan literatur tentang pendidikan improvisasi dalam 5 visi ……... 113
4.2 Berbagai dikotomi pendidikan improvisasi di sekolah …………………….. 114
4.3 Berbagai tugas dan peran pembimbing kelas/kursus
improvisasi bebas dan bersepakat ……………………………………………… 141
4.4 Beberapa kemampuan, pengetahuan, pengalaman, dan/atau sifat penting dalam
pembelajaran teknik integral permainan musik improvisasi bebas ……………. 193

Daftar Gambar
1.1 Diagram struktur organisasi tesis ……………………………………………... 8
3.1 Bagan alur metode penelitian tinjauan integratif dalam tesis ini ……………. 32
4.1 Diagram tentang asal usul, pengertian, dan nama alternatif istilah musik
improvisasi bebas ………………………………………………………………... 42
XVII

4.2 Pengertian musik improvisasi bebas ………………………………………… 47


4.3 Tiga konteks dan sembilan tujuan sekunder musik improvisasi bebas ……... 49
4.4 Karakteristik kesepakatan …………………………………………………… 59
4.5 Model kesinambungan improvisasi menurut Daryl Runswick ……………… 63
4.6 Ketentuan yang dapat dimaklumi dalam permainan improvisasi bebas …….. 71
4.7 Model kesinambungan interpretasi - improvisasi oleh penulis ……………... 72
4.8 Berbagai manfaat improvisasi dan improvisasi bebas serta golongannya …... 84
4.9 Diagram Venn lucu oleh Polo Slim (2019) ………………………………... 106
4.10 Tujuan, sasaran, dan ragam kegiatan dalam kelas/kursus ………………... 157
4.11 Penggolongan pelatihan improvisasi bersepakat …………………………. 166

Daftar Lampiran
1. Pengalaman penulis sebagai pemain, pencipta, dan pembimbing
improvisasi bebas dan bersepakat ……………………………………………… 217
2. Beberapa tulisan dengan kumpulan pelatihan improvisasi atau karya
komposisi - improvisasi yang dapat digunakan sebagai pelatihan …………….. 221
3. Daftar kamus dan laman web yang digunakan dalam penerjemahan ……….. 222
4. Kata kerja bermain dalam berbagai bahasa …………………………………. 223
5. Contoh ke-27 jenis permainan improvisasi bebas ……………………........... 228
6. Sintaks pembelajaran musik improvisasi bebas
dan bersepakat bagi pemula ……………………………………………………. 230
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut penulis dan beberapa rekannya, memainkan musik yang berkualitas
secara mendadak, bersama-sama, serta dengan sengaja tidak mengikuti kesepakatan
apapun merupakan kegiatan musikal paling nikmat dan memuaskan. Salah satu alasan
terpenting untuk menyatakan demikian adalah bahwa musik yang dihasilkan dengan
proses tersebut hampir mencapai utopia kebebasan dan kesetaraan; bahkan mampu
mewujudkan berbagai konsep ideal dan dikotomis seperti: anarkisme (Biazon, 2015),
inklusivitas total, persatuan dalam keanekaragaman, keteraturan dalam kekacauan
(order in chaos) (Borgo, 2002), keseimbangan antara alam sadar dan alam bawah
sadar (Nachmanovitch, 2004), dan permainan yang sungguh-sungguh. Kemungkinan
besar, musik semacam ini sudah ada sejak masa lampau (Bailey, 1992, hlm. 83);
namun baru saja muncul sebagai gerakan yang membudaya pada awal dasawarsa
1960an. Akibat dari perkembangan terbaru musik jaz dan musik kontemporer
akademik serta pengaruhnya aneka jenis musik seperti tradisional, eksperimental,
elektronik, avant-garde, rock, dan lain-lain; beberapa pemain di Amerika Serikat dan
Eropa mulai membunyikan berbagai musik “bebas” yang mencerminkan estetika,
ideologi, sejarah, dan keadaan sosial pada zamannya (Galiana, 2012, hlm. 15-25).
Kini, musik ini lebih sering dikenal sebagai improvisasi bebas (free
improvisation); namun beberapa pemusik dan penulis menyebutkannya pula dengan
nama lain seperti musik bebas (Morris, 2012), improvisasi generatif, improvisasi
bebas Eropa, improvisasi avant-garde (Bertolani, 2019, hlm. 1), improvisasi non-
idiomatis (Bailey, 1992), improvisasi total, improvisasi terbuka, improvisasi trans-
gaya (Sarath, 2010, hlm. 1), bahkan jaz bebas (free jazz). Dalam tesis ini, penulis
mengartikan istilah “musik improvisasi bebas” secara singkat tetapi menyeluruh
sebagai permainan seni bunyi yang menghindari kesepakatan apapun. Definisi
tersebut dirumuskan berdasarkan kenyataan bahwa kebebasan mutlak dalam
bermusik merupakan sebuah utopia; sebab, walaupun berusaha menghindarkannya,
2

para pemusik tidak mungkin terlepas dari hukum fisik, latar belakang musikal dan
non-musikal masing-masing, serta beberapa ketentuan hakiki dari proses permainan
itu sendiri (hlm. 67).
Tujuan akhir atau tujuan umum tesis ini adalah menyebarkan gerakan improvisasi
bebas supaya musik ini dikenal, disukai, dan dimainkan oleh banyak orang; sebab
manfaat mempelajari dan mempraktikannya sangat banyak, beraneka ragam, dan
istimewa. Manfaat improvisasi bebas dapat dibagi dalam tiga golongan utama:
manfaat bagi kesehatan jasmani dan mental, manfaat sosio-musikal, dan manfaat
khusus musikal. Selain itu, kebanyakan penulis berpendapat bahwa penerapan
improvisasi bebas dapat memperbaiki beberapa kekurangan dalam pendidikan musik
yang masih berpatok pada model komponis-pemain serta masih menitikberatkan nilai
eksternal daripada nilai internal, baik dalam tingkat sekolah maupun universitas (hlm.
118). Mereka juga bersepakat bahwa manfaat improvisasi bebas dapat dirasakan
dalam berbagai konteks, tujuan, dan sasaran; namun masih diperlukan penelitian
khusus untuk membuktikan secara ilmiah masing-masing manfaat. Sebagai contoh,
salah satu manfaat sosio-musikal yang tidak dapat diperoleh sepenuhnya melalui jenis
musik lain adalah inklusivitas total. Improvisasi bebas dapat dimainkan kapan pun, di
mana pun, dengan bunyi apa pun, dan oleh siapapun; bahkan yang belum
berpengalaman dengan musik. Asal memenuhi syarat menghindari kesepakatan
apapun; seseorang dapat memainkannya, baik sendiri atau berkelompok, hanya
dengan sarana vokal dan/atau tubuh mereka. Oleh karena itu, bisa dinyatakan bahwa
improvisasi bebas adalah musik paling gampang; namun untuk dapat memainkannya
dengan kualitas tinggi dibutuhkan daya upaya yang berlanjut sepanjang hidup serta
meliputi berbagai bidang atau aspek kehidupan (Bailey, 1992, hlm. 83,84).
Bagaimana dapat diajarkan sebuah musik yang diejawantahkan mendadak sontak
seraya menghindari kesepakatan apapun? Bagaimana dapat dipelajari sebuah
permainan yang memungkinkan seluruh bunyi, teknik, gaya, dan unsur musik
bergabung di dalamnya? Kebanyakan penulis bersepakat bahwa improvisasi bebas
tidak dapat diajarkan, namun dapat dipelajari (Hickey, 2009, hlm. 286); baik dalam
konteks pembelajaran formal berupa kelas atau kursus di bawah pimpinan satu atau
3

beberapa musisi yang berpengalaman, dan/atau dalam konteks pembelajaran informal


berupa hiburan, pertunjukan (Thomson, 2008), latihan (rehearsal), atau rekaman.
Selain bertugas untuk mengorganisasi kegiatan, menyampaikan konsep dan nilai
improvisasi bebas (Arnaud, 2014, hlm. 35), mengembangkan pendengaran dan
wawasan perserta (Arnaud, 2014, hlm. 35; Nunn, 1998b, hlm. 2), dan lain-lain (hlm.
128); sumbangan terpenting seorang pembimbing kelas/kursus adalah menerapkan,
memungkingkan, dan memudahkan permainan improvisasi bebas yang disilang
dengan aneka pelatihan improvisasi bersepakat. Pelatihan-pelatihan tersebut
bertujuan memisahkan dan menguatkan unsur musikal atau ekstra-musikal tertentu
yang kelak dapat digunakan dalam improvisasi bebas ataupun dalam musik lainnya.
Berdasarkan pembelajarannya yang menyeluruh serta tidak ada habisnya, penulis
berani menyatakan bahwa memainkan improvisasi bebas yang berkualitas merupakan
salah satu puncak dalam bermusik. Dalam permainan ideal, semua peserta perlu
menyesuaikan perasaan dan kemampuannya supaya mampu berinteraksi dengan
keseluruhan bunyi yang sedang dan telah terjadi. Untuk mencapai tingkat ini, para
pemain ahli telah mempersiapkan diri melalui proses pembelajaran yang biasanya
terjadi dengan cara dan teknik masing-masing dalam waktu yang cukup lama.
Seluruh kemampuan, pengetahuan, pengalaman, serta sifat musikal dan ekstra-
musikal yang dibutuhkan untuk memainkan improvisasi bebas yang berkualitas;
penulis menyebutkannya sebagai teknik integral permainan improvisasi bebas.
Seiring dengan pengalaman berimprovisasi bebas, teknik integral yang ditawarkan
dalam tesis ini, ataupun aspek-aspek dari teknik masing-masing pemain; dapat
diselami dan dirasakan dalam alam bawah sadar, dikuasai secara praktik dengan raga,
dan/atau dinyatakan dalam alam sadar melalui pikiran, obrolan, atau tulisan berupa
kalimat yang membahasnya, saran yang mencontohkannya, ataupun tabel, gambar,
dan grafik yang menjelaskannya. Sumbangan utama tesis ini, yang dapat mengisi
rentang literatur tentang teknik improvisasi bebas, adalah 18 renungan, maksim, dan
saran yang menyimpulkan aspek tertentu dari teknik integral tersebut (hlm. 196).
Dewasa ini, improvisasi bebas telah menempati peran penting dalam musik
kontemporer dan eksperimental di Kanada, Amerika Serikat, Meksiko, Brasil,
4

Argentina, Spanyol, Ingriss, Perancis, Itali, Jerman, Belanda, Swiss, Norwegia,


Finlandia, Swedia, Denmark, Jepang, Australi, Zelandia Baru, serta negara lain;
namun baru saja mulai diakui secara signifikan dalam bidang akademik, pendidikan,
dan kebijakan publik sejak awal abad XXI. Perjuangan oleh para pelaku, peneliti, dan
pendukung improvisasi bebas supaya musik ini mendapatkan perhatian dari
masyarakat serta ruang dalam pendidikan, pertunjukan, dan dana serata dengan musik
lainnya, ternyata masih panjang! Sejak dua dasawarsa lalu, musik improvisasi bebas
pada khususnya dan improvisasi pada umumnya telah menjadi topik tren dalam
penelitian akademik sehingga bermunculan skripsi, tesis, disertasi, artikel, jurnal,
simposium, majalah, buku, berita, dan makalah fisik atau digital yang membahasnya
dari aneka ragam pandangan, di antaranya: konsep, sejarah, politik, falsafah,
spiritualitas, sosiologi, hukum, ekonomi, antropologi, etnomusikologi, teori,
musikologi, pendidikan, psikologi, neurologi, terapi musik, teknologi, serta seni lain
seperti teater, seni rupa, tari, film, atau puisi. Bagi yang membutuhkan pandangan
mutakhir dan menyeluruh dalam waktu yang singkat; misalnya orang berpenasaran,
peneliti tema lain, atau orang yang memutuskan kebijakan atau rencana kerja; korpus
besar ini tentu membingungkan dan memperlambat pencariannya. Oleh karena itu,
penulis meninjau dan menyimpulkan sebagian literatur representatif, termasuk
kebanyakan tulisan pelopor dan berpengaruh dalam topik ini.
Walaupun ada beberapa penelitian yang secara tersurat menggunakan tinjauan
literatur sebagai metode penelitian (Larsson dan Georgii-Hemming, 2018;
MacDonald dan Wilson, 2014), mereka fokus pada improvisasi secara umum. Maka
dari itu, tesis ini mengisi rentang literatur tentang penelitian bermetode tinjauan
literatur, dan secara khusus tinjauan integratif; yang dikhususkan pada konsep,
manfaat, dan pembelajaran improvisasi bebas 1. Kutipan, parafrase, dan ide yang

1
Selain itu, tesis ini dapat menyumbangkan pengetahuan akademik tentang
improvisasi bebas pada pembaca berbahasa Indonesia; sebab kebanyakan tulisan
dalam bahasa tersebut membahas improvisasi idiomatis. Hanya beberapa, terutama
tulisan tentang karya baru, membahas improvisasi bebas sepintas lalu saja (Redha,
2017, hlm. 8) ataupun dengan pengertian improvisasi bersepakat (Susanto, 2018, hlm.
6) atau jaz bebas (Yoga, 2017, hlm. 4).
5

diambil dari musisi atau penulis lain digolongkan, dibandingkan, dianalisis,


dibenarkan, disangkal, dan/atau ditambah dengan literatur lainnya serta dengan
pengalaman penulis sebagai pemain, pembimbing, dan pengamat improvisasi bebas.
Selain itu, informasi dari penulis lain yang belum pernah terpikirkan oleh penulis
serta ide penulis yang belum dinyatakan oleh penulis lain dicantumkan sebanyak
mungkin sehingga terhasilkan sebuah pengetahuan terpadu, mutakhir, dan
menyeluruh yang dapat digunakan oleh khalayak ramai untuk memahami topik
tersebut serta sebagai landasan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Akan tetapi,
walaupun se-komprehensif mungkin, tesis ini serta teknik yang ditawarkan di
dalamnya hanyalah salah satu dari berbagai jalan untuk menuju kebebasan dalam
bermusik; sebab seni bukan mutlak tetapi relatif. Maka dari itu, guru atau
pembimbing yang hendak menggunakan tesis ini dalam kelas/kursus berbagai tingkat
dan umur, atau siapa saja yang ingin mendalaminya dengan alat musik apapun; perlu
menghadapinya dengan kreativitas supaya dapat menyesuaikannya dengan latar
belakang, proses, sarana, dan tujuan masing-masing. Sebagai inspirasi saja, penulis
telah menyusun sinteks pendek pembelajaran improvisasi bebas dan bersepakat bagi
pemula; yang terisi dengan beberapa contoh standar kompetensi, kompetensi dasar,
indikator, dan langkah/kegiatan pembelajaran (lampiran 6 di hlm. 230).

1.2 Rumusan Masalah Penelitian


Berdasarkan judul dan latar belakang di atas, maka pertanyaan penelitian utama
adalah:
1) Bagaimana landasan konseptual musik improvisasi bebas?
2) Bagaimana manfaat musik improvisasi bebas?
3) Bagaimana pembelajaran musik improvisasi bebas?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Khusus
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan khusus penelitian adalah:
6

1) Menyimpulkan literatur dan memperbarui teori tentang konsep musik


improvisasi bebas.
2) Menyimpulkan literatur dan memperbarui teori tentang manfaat musik
improvisasi bebas.
3) Menyimpulkan literatur dan memperbarui teori tentang pembelajaran musik
improvisasi bebas.

1.3.2 Tujuan Umum


Tujuan umum atau tujuan akhir menulis tesis ini adalah menjadikannya alat untuk
menyebarkan gerakan improvisasi bebas sebagai seni berkualitas yang layak
diapresiasi, dipelajari, dan dipraktikkan. Dengan demikian, manfaatnya dapat mengalir
ke masyarakat luas sehingga dunia menjadi tempat yang lebih baik dan indah. Seraya
menjalankan penelitian ini, penulis bersama komponis Robi Rusdiana dan berbagai
seniman, komunitas, dan grup di Bandung telah menyelenggarakan festival improvisasi
bebas pertama di Indonesia bernama SONTAK. Edisi pertama2 pada bulan September
2020 melibatkan pemusik dari Jawa Barat dan DKI Jakarta; edisi ke dua pada bulan
Maret dan April 2021 melibatkan pemusik, perupa, penari, serta pemain pantomin,
teater, dan debus dari Jawa Barat; sedangkan edisi ketiga pada bulan Juli 2022
melibatkan pemusik, penari, dan pemain pantomim dari Jawa Barat, Indonesia, India,
dan Mesir. Edisi ketiga bekerjasama dengan Fakultas Pendidikan Seni dan Desain -
Universitas Pendidikan Indonesia untuk menyajikan berbagai pertunjukan serta suatu
kursus improvisasi bebas dan bersepakat oleh Rahul Sharma, Robi Rusdiana, Iwan
Gunawan, dan Daniel Milán. Selain itu, penulis pernah mengadakan beberapa acara
dan rekaman improvisasi bebas di Meksiko dan Indonesia, membimbing kursus
improvisasi bebas dan bersepakat di Meksiko, dan menerapkan improvisasi bebas dan
bersepakat dalam kelas TK dan SD di Meksiko. Seluruh kegiatan penulis yang terkait
dengan improvisasi bebas dan bersepakat dapat dilihat dalam Lampiran 1 (hlm. 217).

2
https://sontakfestival.bandcamp.com/album/sontak-i
7

1.4 Manfaat Penelitian dari Aspek Teori, Kebijakan, Praktik dan Sosial
Dari aspek teori, tesis ini menyimpulkan berbagai literatur sehingga dapat
menawarkan klasifikasi, teori, serta pengetahuan baru dan menarik mengenai konsep,
manfaat, dan pembelajaran improvisasi bebas. Bagian intinya, yaitu kumpulan
renungan, maksim, dan saran yang menyimpulkan aspek tertentu dari teknik integral
permainan improvisasi bebas, dapat mengisi rentang literatur mengenai teknik
improvisasi bebas. Penulis berencana menjadikan bagian ini sebuah artikel dalam
bahasa Inggris supaya dapat dimanfaatkan oleh lebih banyak orang.
Dari aspek kebijakan, tesis ini dapat mendorong dan mendukung pemasukan
pembelajaran improvisasi bebas dalam kurikulum musik di berbagai tingkat serta
membuka dukungan institusi seni swasta dan negri bagi pelaku improvisasi bebas.
Tujuan akhir memasukan improvisasi bebas dalam kurikulum ataupun
mempraktikannya secara informal, bukanlah menjadikan semuanya pemain
improvisasi bebas profesional; tetapi supaya mereka dapat mengembangkan bakat
berimprovisasi dan mendapatkan seluruh manfaatnya. Selain itu, tulisan ini dapat
mendorong penerapan improvisasi bebas sebagai terapi dalam berbagai konteks,
termasuk: rumah sakit, penjara, rumah sakit jiwa, komunitas, ataupun untuk
menyatukan berbagai kelompok masyarakat.
Dari aspek praktik, membaca tesis ini serta mempraktikkan tekniknya dapat
mengembangkan kemampuan dasar musikal, menambahkan kualitas dalam
permainan genre lain, mengurangi rasa gugup di atas panggung, dan memudahkan
kolaborasi dengan seni lain. Selain para pemusik, tesis ini dapat berguna bagi
seniman lain seperti penari, pemain teater, pembuat film, pelukis, dan lain-lain;
bahkan bagi pelaku dalam bidang lain seperti psikologi, kesehatan, sosial, falsafah,
dan teologi.
Dari aspek sosial, membaca tesis ini dan mempraktikan tekniknya oleh berbagai
komunitas, kelompok, ataupun perorangan dapat meningkatkan kesehatan jasmani
dan rohani serta membantu mewujudkan sebuah masyarakat yang lebih rata, indah,
toleran, damai, bijaksana, bahagia, harmonis, dan senantiasa mencintai sesama
manusia, alam, dan Tuhan (bagi yang mempercayai-Nya).
8

1.5 Struktur Organisasi Tesis


Setelah membahas latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan manfaat
penelitian pada bab I; penulis menjelaskan secara ringkas mengenai kajian pustaka
pada bab II, termasuk penelitian terdahulu, berpengaruh, serta yang sering dijadikan
rujukan dalam tesis ini. Metode penelitian, identifikasi masalah, pencarian literatur,
penilaian data, dan analisis data dipaparkan secara rinci pada bab III. Kemudian, pada
bab IV, penulis mengurai definisi musik improvisasi bebas serta letaknya dalam
kesinambungan interpretasi- improvisasi; berlanjut dengan penjelasan tentang
manfaatnya terhadap kesehatan mental dan jasmani serta manfaatnya sosio-musikal
dan khusus musikal; dan selesai dengan pembahasan mengenai improvisasi dalam
pendidikan, penerapannya dalam kelas/kursus, dan teknik integral permainan
improvisasi bebas. Akhirnya, pada bab V, penulis menuliskan kesimpulan terakhir
dan memberikan implikasi dan rekomendasi bagi pembaca tesis ini.

Gambar 1.1 Diagram Struktur Organisasi Tesis


9

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

John Creswell (2014, hlm. 28-30) mengusulkan tiga kemungkinan untuk


meletakkan bagian tinjauan literatur atau kajian pustaka dalam penelitian kualitatif:
dalam latar belakang, dalam bab yang terpisah setelah latar belakang, ataupun terjalin
dalam bagian terakhir supaya dibandingkan langsung dengan hasil, topik, atau
kategori penelitian. Model ketiga “…is especially popular in grounded theory
studies, and I recommend it because it uses the literature inductively” (…termasyhur
khususnya dalam penelitian teoretis berdasarkan data, dan saya menganjurkannya
karena menggunakan literatur secara induktif) (Creswell, 2014, hlm. 30). Berdasarkan
pandangan di atas serta penggunaan pendekatan tinjauan integratif sebagai metode
penelitian dalam tesis ini, Bab II hanya memperkenalkan secara ringkas tulisan
terpenting yang penulis sempat membaca; baik yang menjadi perintis dalam pendapat
tertentu ataupun yang menjadi sumber relevan dalam tesis ini. Isi dan ulasan yang
mendalam mengenai literatur terdapat pada Bab IV, yaitu “Temuan dan
Pembahasan”.

2.1 Kajian Terdahulu Mengenai Improvisasi dan Improvisasi Bebas


2.1.1 Sebelum Tahun 1970
Tulisan awal tentang improvisasi merupakan pedoman atau metode untuk
bermain dalam gaya tertentu seperti berbagai jenis musik Eropa sebelum abad XX
ataupun jenis musik tradisional lain di dunia, contohnya: esay terbitan tahun 1753
Versuch über die Wahre Art das Clavier zu Spielen (Esay Tentang Seni Sejati
Memainkan Alat Musik Kibor) oleh Carl Philipp Emanuel Bach dan naskah abad
XIII berbahasa Sansakerta Saṅgīta-Ratnākara (Mutiara/Samudra Musik dan Tari)
oleh Śārṅgadeva. Gambaran-gambaran pertama yang luas dan sistematis tentang
improvisasi, walaupun masih menitikberatkan musik Eropa; dituliskan oleh
musikolog asal Hongaria Fernand Ernst dalam bukunya terbitan tahun 1938 Die
Improvisation in der Musik (Improvisasi dalam Musik), artikel terbitan 1940
Improvisation in Music History and Education (Improvisasi dalam Sejarah dan
10

Pendidikan Musik), artikel Improvisation (Improvisasi) dalam ensiklopedia terbitan


tahun 1957 Musik in Geschichte und Gegenwart (Musik Zaman Dulu dan Zaman
Sekarang), serta buku terbitan tahun 1961 Improvisation in Nine Centuries of Western
Music (Improvisasi dalam Musik Barat selama Sembilan Abad). Setelah itu, “…about
1960, scholarship about improvisation has increased greatly with the expantion of
jazz studies and ethnomusicological studies on South, West, and Southeast Asian
cultures, and with the growth of improvisatory techniques in experimental music and
music education” (…sekitar tahun 1960, pengetahuan tentang improvisasi bertambah
pesat dengan peluasan kajian jaz; kajian etnomusikologi Asia Selatan, Barat, dan
Tenggara; serta perkembangan teknik improvisasi dalam musik eksperimental dan
pendidikan musik) (Nettl, 1998, hlm. 1,2).

2.1.2 Antara Tahun 1970 dan 2000


Sejak munculnya gerakan improvisasi bebas pada dasawarsa 1960 sampai
akhir abad XX, terdapat delapan tulisan penting yang sering menjadi acuan tentang
improvisasi dan improvisasi bebas, yaitu: 1) Towards and Ethic of Improvisation
(Menuju Etika Improvisasi) oleh Cornelius Cardew (1971); yang mendeskripsikan
secara ringkas tentang proses, notasi, rekaman, dan sifat dalam permainan
improvisasi bebas dan bersepakat. 2) Improvisation: Its Nature and Practice in Music
(Improvisasi: Hakikat dan Praktik dalam Musik) (1980)3 oleh Derek Bailey (1992);
yang membahas improvisasi dalam beberapa genre serta hubungan antara komposisi,
interpretasi, dan improvisasi. Kontribusi utama buku ini adalah penggolongan
improvisasi dalam idiomatis dan non-idiomatis serta laporannya mengenai proses
kreatif beberapa kelompok dan musisi perintis improvisasi bebas. 3) Improvisation:
Methods and Models (Improvisasi: Metode dan Model) oleh Jeff Pressing (1987);
yang meninjau literatur dari berbagai bidang dengan tujuan merumuskan model
proses improvisasi dan pembelajaran improvisasi. Di antara bidang yang ditelusuri

3
Sebagai kelanjutannya, Bailey menyutradarakan film berseri empat berjudul On the Edge:
Improvisation in Music (Dalam Tepian: Improvisasi dalam Musik) (U.K. Channel 4 TV, 1992).
11

termasuk: neurologi, psikologi, fisiologi, falsafah, komunikasi, etnomusikologi,


kecerdasan buatan, dan pendidikan. 4) Free Play: Improvisation in Life and Art
(Permainan Bebas: Improvisasi dalam Kehidupan dan Seni) (1990) oleh Stephen
Nachmanovitch (2004); yang mengulas proses kreativitas dan improvisasi serta
kaitannya dengan seni, kehidupan, dan spiritualitas. 5) No Sound is Innocent: AMM
and the Practice of Self-Invention (Tidak Ada Bunyi yang Bersalah: AMM dan
Praktik Menciptakan Diri) oleh Edwin Prévost (1995); yang mengulas estetik dan
falsafah kelompok improvisasi AMM serta perbedaannya dengan pelaku improvisasi
lainnya. 6) Improvised Music after 1950: Afrological and Eurological Perspectives
(Musik Improvisasi setelah Tahun 1950: Pandangan Afro-logik dan Eropa-logik) oleh
George Lewis (1996); yang membandingkan estetik, falsafah, sejarah, dan sosiologi
musik improvisasi yang berakar dari tradisi Eropa dan Eropa-Amerika dengan yang
berakar dari tradisi Afrika dan Afrika-Amerika. Tujuan utamanya adalah pengakuan
sumbangan musik jaz terhadap musik improvisasi kontemporer atau improvisasi
bebas, sebab tulisan-tulisan sebelumnya terlalu menitikberatkan peran tradisi Eropa.
7) In the Course of Performance: Studies in the World of Musical Improvisation
(Dalam Perjalanan Pertunjukan: Kajian tentang Dunia Improvisasi Musikal), yang
disunting oleh Bruno Nettl dan Melinda Russell (1998); mengumpulkan artikel oleh
17 penulis yang membahas improvisasi musikal dari berbagai sudut pandang dan
berdasarkan berbagai tradisi. 8) Wisdom of the Impulse: On the Nature of Musical
Free Improvisation (Kebijaksanaan Impuls: Tentang Hakikat Improvisasi Bebas)
(1998) oleh Tom Nunn (2004a,b); yang menguraikan proses permainan improvisasi
bebas secara rinci serta mengajukan beberapa pelatihan improvisasi bersepakat
sebagai langkah menuju permainan bebas.

2.2 Tulisan Mengenai Konsep Improvisasi Bebas


Hampir semua tulisan memulai dengan atau mengandung pembahasan tentang
konsep improvisasi bebas dan improvisasi. Selain buku oleh Derek Bailey (1980),
Jeff Pressing (1987), dan Tom Nunn (2004a,b), yang telah disebutkan di atas; penulis
mendapatkan inspirasi mengenai konsep dari berbagai tulisan, terutama: The
12

Improvisation Continuum (Kesinambungan Improvisasi) oleh Daryl Runswick


(2004), Improvisación Libre: la Composición en Movimiento (Improvisasi Bebas:
Komposisi yang Bergerak) oleh Chefa Alfonso (2007)4, Noises: Free Music,
Improvisation and the Avant-Garde; London 1965 to 1990 (Kebisingan: Musik
Bebas, Improvisasi dan Avant-Garde; London 1965 sampai 1990) oleh Richard Scott
(2014), Free Improvisation as a Performance Technique: Group Creativity and
Interpreting Graphic Scores (Improvisasi Bebas sebagai Teknik Pertunjukan:
Kreativitas Kelompok dan Interpretasi Notasi Grafik) oleh Edward Neeman (2014),
dan wawancara pada Wilfrido Terrazas (Milán, 2020).

2.3 Tulisan Mengenai Manfaat Improvisasi dan Improvisasi Bebas


Banyak tulisan mengakui dan mendeskripsikan manfaat improvisasi bebas,
namun yang terpenting bagi tesis ini adalah: 1) artikel Musical Improvisation and
Health: a Review (Improvisasi Musik dan Kesehatan: sebuah Tinjauan) oleh Graeme
Wilson dan Raymond MacDonald (2014); yang menunjukkan berbagai bukti tentang
manfaat improvisasi terhadap kesehatan; 2) buku Free Play: Improvisation in Life
and Art (Permainan Bebas: Improvisasi dalam Kehidupan dan Seni) oleh Stephen
Nachmanovitch (2004); yang mencontohkan berbagai manfaat improvisasi dalam
kehidupan spiritual dan bermasyarakat; dan 3) skripsi D3 Los Beneficios de la
Improvisación Libre en la Educación Musical Superior (Manfaat Improvisasi Bebas
dalam Pendidikan Musik Tinggi) oleh Camila Arana (2019); yang memberikan
ulasan lengkap tentang manfaat improvisasi bebas dalam pembelajaran musik.

2.4 Tulisan Mengenai Pembelajaran Improvisasi dan Improvisasi Bebas


Upaya terdahulu oleh Jeff Pressing (1987, hlm. 11-13) diteruskan oleh
Eeva Siljamäki dan Panagiotis Kanellopoulos (2019), yang menerbitkan artikel
tinjauan sistematis yang menggolongkan penelitian tentang pendidikan
improvisasi dalam lima visi dan sebelas pendekatan. Dalam penelitian serupa,
Christina Larsson dan Eva Georgii-Hemming (2018) menyimpulkan, setelah

4
Ini adalah tulisan pertama tentang improvisasi bebas yang penulis membaca, sekitar tahun 2008.
13

meninjau berbagai literatur, bahwa yang terbaik dalam lingkungan sekolah


adalah penerapan seimbang antara improvisasi bebas dan terstruktur
(bersepakat). Dalam artikelnya Can Improvisation be ‘Taught’?: A Call for Free
Improvisation in our Schools (Apakah Improvisasi Dapat Diajarkan?: Imbauan untuk
Melibatkan Improvisasi Bebas dalam Sekolah Kita), Maud Hickey (2009)
mempersoalkan pendidikan yang hanya menggunakan pendekatan improvisasi
bersepakat, lalu mengusulkan pendapatnya bahwa pembelajaran improvisasi bebas
terjadi sebagai pembudayaan: “What we claim to be ‘teaching’ as improvisation in
schools is not true improvisation. True improvisation cannot be taught – it is a
disposition to be enabled and nurtured” (Yang kami mengaku “mengajar”
improvisasi di sekolah bukanlah improvisasi yang sebenarnya. Improvisasi yang
sebenarnya tidak bisa diajarkan. Ia adalah ketersediaan yang harus dimudahkan dan
dipupukkan) (Hickey, 2009, hlm. 286). Sepakat dengan beliau dan dengan Scott
Thomson (2008), yang mendeskripsikan dalam artikelnya The Pedagogical
Imperative of Musical Improvisation (Pendidikan yang Niscaya Terjadi dalam
Improvisasi Musik) bagaimana enkulturasi improvisasi bebas terjadi dalam
pertunjukan dan kegiatan sekitar pertunjukan; penulis menggunakan istilah
pembelajaran dalam judul tesis, bukan pendidikan.
Tulisan lain yang memengaruhi bagian tentang pembelajaran dalam tesis ini
termasuk: L'enseignement de l'improvisation Libre (Pendidikan Improvisasi Bebas)
oleh Baptiste Arnaud (2014), Learning From the Experts: A Study of Free-
Improvisation Pedagogues in University Settings (Belajar dari para Ahli: Kajian
tentang Pendidik Improvisasi Bebas dalam Konteks Universitas) oleh Maud Hickey
(2015), Aproximações entre Improvisação Livre, Anarquismo e Educação Musical
(Hubungan antara Improvisasi Bebas, Anarkisme, dan Pendidikan Musik) oleh Stênio
Biazon (2015), Enseñanza y Aprendizaje de la Improvisación Libre: Propuestas y
Reflexiones (Pendidikan dan Pembelajaran Improvisasi Bebas: Usulan dan Renungan)
oleh Chefa Alfonso (2017), dan wawancara pada Wilfrido Terrazas (dalam Milán,
2020)
14

2.4.1 Tulisan yang Mengumpulkan Pelatihan Improvisasi Bersepakat


Tulisan pertama yang menyajikan aneka pelatihan atau permainan improvisasi
bersepakat berdasarkan parameter dan/atau tujuan tertentu, baik musikal maupun
ekstra-musikal, adalah Nature Study Notes: Improvisation Rites 1969 (Catatan
Pelajaran Alam: Ritual Improvisasi 1969), yang disunting oleh Cornelius Cardew.
Setelahnya, Search and Reflect (Mencari dan Mencerminkan) (1985) oleh John
Stevens digunakan oleh beliau sebagai bahan ajar dalam kursus improvisasi sehingga
menginspirasikan berbagai kumpulan pelatihan serupa yang bermunculan sebagai
buku atau metode untuk memenuhi kebutuhan pendidikan musik dan improvisasi
musik; baik untuk lingkungan sekolah, universitas, ataupun pendidikan non-formal
(lihat lampiran 2 di hlm. 221). Di antara tulisan tersebut, Music Theory through
Improvisation: A New Approach to Musicianship Training (Teori Musik melalui
Improvisasi: Pendekatan Baru terhadap Pendidikan Kemampuan Bermusik) oleh
Edward Sarath (2010) menyajikan pelatihannya sebagai alat untuk memahami
berbagai konsep teori musik secara praktik.

2.4.2 Tulisan yang Mengumpulkan Renungan, Maksim, dan Saran yang Dapat
Dimanfaatkan untuk Memainkan Improvisasi Bebas
Walaupun beberapa tulisan berupa kumpulan pelatihan improvisasi
dipersembahkan sebagai metode atau panduan improvisasi bebas, kebanyakannya
ternyata cenderung menekankan improvisasi bersepakat. Teknik atau metode
improvisasi bebas yang sebenarnya, penulis menemukannya dalam berbagai kalimat
berupa renungan, maksim, dan saran yang dapat dimanfaatkan untuk memainkannya
(hlm. 194). Kebanyakan tulisan mengandung beberapa kalimat tersebut, namun ada
empat tulisan yang secara khusus mengumpulkannya, ialah: karya Sound Pool
(Gudang Bunyi) oleh Frederick Rzewsky (1970), tulisan Cheap but Good Advice for
Playing Music in a Group (Nasehat Murah tetapi Bagus untuk Bermain Musik dalam
Kelompok) (1985) oleh Chick Corea (dalam Jones, 2020), karya Triskaidekaphonia
oleh Pauline Oliveros (2013, hlm. 17), dan tulisan Improdebraye Puas Puasaan oleh
penulis (Milán, 2013).
15

Tabel 2.1
Beberapa Tulisan yang Digunakan dalam Tesis ini
ataupun yang Dapat Dijadikan Referensi Tentang Tema Tertentu

Golongan Contoh5
Metode improvisasi dalam genre atau gaya Śārṅgadeva abad XIII, C.P.E. Bach 1753
tertentu
Tulisan integratif tentang improvisasi Ernst 1938, 1940, 1957, 1961
sebelum 1970
Tulisan antara tahun 1970 dan 2000 Cardew 1971, Bailey 1980, Pressing 1987,
mengenai improvisasi bebas Nachmanovitch 2004, Prévost 1995, Lewis
1996, Nettl dan Russel 1998, Nunn 1998.
Tulisan mengenai konsep improvisasi bebas Bailey 1980, Pressing 1987, Nunn 1998,
Runswick 2004, Alfonso 2007, Scott 2014,
Neeman 2014, Terrazas 2020.
Tulisan mengenai manfaat improvisasi dan Wilson dan MacDonald 2014, Nachmanovitch
improvisasi bebas 2004, Arana 2019.
Tulisan mengenai pembelajaran improvisasi Pressing 1987, Thomson 2008, Hickey 2009,
dan improvisasi bebas Arnaud 2014, Hickey 2015, Biazon 2015,
Alfonso 2017, Larsson dan Georgii-Hemming
2018, Siljamäki dan Kanellopoulos 2019,
Terrazas 2020.
Tulisan yang nengumpulkan pelatihan Cardew 1969, Stevens 1985, Dean 1989, Nunn
improvisasi bersepakat 1998, Sarath 2009, Hall 2009, Agrell 2009,
Higgings dan Shehan 2010, Guacero 2013,
Oliveros 2013, Alfonso 2014, Lui 2015, Gray
2020, Terrazas 2021.
Tulisan yang mengumpulkan renungan, Rzewsky 1970, Corea, 1985, Oliveros 2013,
maksim, dan saran yang dapat dimanfaatkan Milán 2013.
untuk memainkan improvisasi bebas

5
Nama penulis dan tahun terbitan di sini bukanlah rujukan dalam daftar pustaka. Keterangan lebih
lanjut tentang literatur terdapat pada isi Bab II ini.
16

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tinjauan Literatur Sebagai Metode Penelitian


Hannah Snyder (2019, hlm. 333) menganggap bahwa, “a literature review can
broadly be described as a more or less systematic way of collecting and synthesizing
previous research” (secara umum, sebuah tinjauan literatur dapat digambarkan
sebagai suatu cara - kurang lebih sistematis - untuk mengumpulkan dan menyintesis
penelitian terdahulu). Bagian tinjauan literatur atau kerangka teoretis dalam sebuah
penelitian empiris mempunyai berbagai fungsi, terutama: memahami korpus
pengetahuan; memberikan dasar teoretis dan kerangka pada metode penelitian,
pendekatan, tujuan, dan pertanyaan penelitian; memperkuat masalah penelitian;
dan/atau membenarkan rentang dan kontribusi penelitian (Paré, Trudel, Jaana, &
Kitsiou, 2014, hlm. 183). Bagian tinjauan literatur merupakan dasar semua kegiatan
penelitian akademis sebab menghubungkan sebuah kajian dengan pengetahuan yang
sudah ada.
Akan tetapi, seiring dengan perkembangan penelitian akademis di seluruh dunia;
meninjau korpus literatur yang telah bertambah pesat, masih terpecah-belah, dan/atau
membutuhkan pendekatan interdisipliner merupakan kegiatan yang semakin rumit.
Oleh karena itu, pada akhir abad XX muncul-lah berbagai macam jenis tinjauan
literatur sebagai metode penelitian dalam dirinya sendiri; yang kini sudah dianggap
sah, relevan, dan orisinel. Walaupun demikian, beberapa masih membutuhkan
penyempurnaan metodenya ataupun sebuah panduan lengkap, yang akan membantu
meningkatkan kepercayaan terhadap temuan dalam sebuah penelitian berjenis
tinjauan (Snyder, 2019, hlm. 333).
Tujuan dan manfaat tinjauan literatur sebagai metode penelitian bermacam-
macam, di antaranya: mengetahui luasnya perkembangan penelitian; memetakan
penelitian menurut waktu, tempat, ataupun unsur lain; menganalisis, mengkritik, dan
17

menyimpulkan penelitian terdahulu; meninjau dan menilai bukti, model teoretis,


pendekatan, atau metode penelitian tertentu; menyintesis bukti empiris; menerankan
pendapat terdahulu yang masih samar; menambahkan temuan; mengembangkan teori
atau metode penelitian baru; menjawab pertanyaan penelitian kompleks dengan
kekuatan yang tidak terdapat pada metode atau pendekatan penelitian lain;
menemukan rentang penelitian selanjutnya dan memberikan kerangka teoretis sebagai
dasar yang kuat untuk mengembangkannya; dan memandu pembaca dalam bidang
baru, bidang interdisipliner, atau dalam dunia pendidikan (Paré, dkk., 2014, hlm.183,
184; Snyder, 2019, hlm. 333, 334). Secara umum, seorang pengarang tinjauan
literatur harus melalui beberapa tahapan, ialah:
…identify an appropriate topic or issue for the review, justify why a literature
review is the appropriate means of addressing the topic or problem, search and
retrieve the appropriate literature(s), analyze and critique the literature, and
create new understandings of the topic through one or more forms of synthesis
(...menemukan topik atau masalah yang sesuai untuk ditinjau, menjelaskan
kenapa tinjauan literatur merupakan cara terbaik untuk mengatasi topik atau
masalah tersebut, mencari dan memperoleh literatur yang sesuai, menganalisis
dan mengkritik literatur, dan menciptakan pemahaman baru terhadap topik
melalui satu atau beberapa cara untuk menyintesis) (Torraco, 2005, hlm. 356,
357).

3.2 Aneka Jenis Tinjauan


3.2.1 Kekurangan Standardisasi dalam Tulisan Bermetode Tinjauan Literatur
Kemunculan aneka metode dan pendekatan baru untuk meninjau dan
menyintesis berbagai jenis penelitian malah menyusahkan pemilihan metode yang
tepat (Depraetere, Vandeviver, Keygnaert, dan Beken. 2021, hlm. 669). Selain jumlah
jenis tinjauan literatur yang cukup banyak, orang yang hendak menerapkan salah
satunya akan bertambah bingung karena literatur mengenai pendekatan ini tidak
selalu bersepakat tentang nama, klasifikasi, istilah, karakteristik, jangkauan, tujuan,
teknik, penilaian, sistematisasi, dan transparansi masing-masing pendekatan.
Peristilahan tentang pendekatan dan metode dalam berbeda-beda jenis tinjauan,
terutama dalam tinjauan sistematis; telah berevolusi seiring dengan waktu serta tidak
konsisten antara bidang, kelompok peneliti, maupun pengarang (Paré dkk., 2014,
18

hlm. 184, 186). Salah satu contoh ketidaksepakatan adalah penyebutan aneka jenis
tinjauan literatur sebagai metode maupun sebagai pendekatan. Sebaliknya dari
berbagai metode penelitian empiris, belum ada format terstandar untuk artikel dan
tulisan berupa tinjauan literatur (Torraco, 2005, hlm. 359).

3.2.2 Model Penggolongan Umum


Hannah Snyder (2019, hlm. 334) membagikan jenis metode tinjauan dalam
tiga pendekatan utama: 1) tinjauan sistematis, yang menjawab pertanyaan penelitian
khusus dengan pencarian data dan penilaian literatur yang sangat teratur; 2) tinjauan
semi-sistematis, yang membantu memetakan pendekatan teoretis atau menerangkan
rentang literatur dalam topik luas, misalnya yang telah memunculkan pendapat yang
berbeda-beda atau yang membuthkan kerjasama interdisipliner; 3) tinjauan integratif,
yang menggunakan pencarian data yang luas, kreatif, dan tidak ekstensif untuk
memadukan aneka pandangan sehingga menghasilkan model teoretis baru. Oleh
karena ketiga golongan tersebut terlalu luas dan umum, beliau mewaspadakan tentang
adanya jenis tinjauan lain, tentang kebiasaan untuk mencampurkan unsur dari
berbagai pendekatan, dan tentang kemungkinan perlunya penyesuaian tergantung
proyek penelitian masing-masing.

3.2.3 Jenis Tinjauan Lain


Di antara jenis tinjauan lain terdapat empat yang, menurut Robin Whittemore
dan Kathleen Knafl (2005, hlm. 547), menyintesis kajian kualitatif primer saja untuk
menghasilkan teori baru atau kerangka umum terhadap sebuah fenomena; ialah:
meta-sintesis, meta-kajian (meta-studies), kajian teoretis formal berdasarkan data
(formal grounded theory), dan meta-etnografi. Contoh jenis lain adalah sintesis
interpretatif kritis, yang menggunakan kajian kualitatif dan kuantitatif untuk
“…develop a synthesising argument in the form of a coherent theoretical framework
including a network of constructs and the relationships between them” (…
mengembangkan argumen bersintesis dalam sebuah kerangka teori yang koheren,
termasuk jaringan konstruk serta hubungannya) (Depraetere dkk., 2021, hlm. 672);
19

dan tinjauan naratif yang “…summarizes different primary studies from which
conclusions may be drown into a holistic interpretation contributed by the
reviewers´own experience, existing theories and models” (…memanfaatkan
pengalaman penulis serta teori dan model yang sudah ada untuk meringkaskan
berbagai penelitian primer sehingga menghasilkan kesimpulan dalam sebuah
interpretasi yang menyeluruh) (Educational Research Review, tanpa tahun, hlm. 3).

3.2.4 Model Penggolongan Terperinci


Guy Paré dan kawan-kawan (2014, hlm. 184 -189) mengusulkan model
penggolongan jenis tinjauan literatur yang lebih terperinci dan populer. Berdasarkan
tujuh konstruk primer (first order constructs), ialah: tujuan umum tinjauan, luasnya
pertanyaan penelitian, strategi pencarian data, karakteristik sumber utama,
kegamblangan pilihan kajian, kualitas penilaian, dan metode untuk menyintesis atau
menganalisis temuan; mereka mengidentifikasikan sembilan jenis tinjauan. Menurut
tujuan umumnya, mereka membaginya dalam empat golongan utama: 1) Tinjauan
naratif, tinjauan deskriptif, dan tinjauan pelingkupan (scoping review); yang bertujuan
menyimpulkan literatur tentang topik tertentu secara menyeluruh. 2) Meta-analisis,
tinjauan sistematis kualitatif, dan tinjauan payung (tinjauan dari tinjauan); yang
bertujuan menambahkan atau mengintegrasikan penelitian empirik terdahulu. 3)
Tinjauan teoretis dan tinjauan realistis; yang bertujuan membangun penjelasan
(explanation building) 4) Tinjauan kritis yang bertujuan menunjukkan kekurangan,
kontradiksi, perdebatan, dan hal yang tidak konsisten dalam korpus literatur topik
umum tertentu. Menurut model penggolongan tersebut, tesis ini paling mendekati
jenis tinjauan teoretis; namun penulis tidak memakai nama tersebut sebab kurang
populer di dunia akademis.

3.3 Tentang Tinjauan Integratif


Di antara jenis tinjauan yang telah disebutkan, tinjauan integratif-lah (integrative
review) yang paling mendekati metode penelitian dalam tesis ini; namun,
sebagaimana dijelaskan oleh Hanna Snyder (2019, hlm. 334), ada penyesuaian serta
20

pemasukan teknik dan unsur dari jenis tinjauan lainnya. Bagi Richard Torraco (2005,
hlm. 356), “the integrative literature review is a form of research that reviews,
critiques, and synthesizes representative literature on a topic in an integrated way
such that new frameworks and perspectives on the topic are generated” (tinjauan
literatur integratif merupakan semacam penelitian yang meninjau, mengkritik, dan
menyintesis literatur representatif dari sebuah topik dengan cara integratif sehingga
menghasilkan kerangka dan pandangan baru terhadap topik tersebut). Walaupun ini
dapat dijadikan definisi umum tinjauan integratif, perlu disadari bahwa berbagai
penulis mempunyai pandangan masing-masing tentangnya. Tesis ini menggunakan
model dan ide dari empat sumber utama, tiga mengenai tinjauan integratif dan satu
mengenai tinjauan teoretis. Karakteristik terpenting dari masing-masing tulisan
disimpulkan dalam tabel berikut.
Tabel 3.1
Karakteristik Utama Tinjauan Integratif dan Tinjauan Teoretis Menurut Empat Sumber.
Penulis/ Jenis Tujuan & Manfaat Perencanaan & Analisis & Presentasi
Tahun Tinjauan Pengambilan Data
Whittemore Integratif Keadaan mutakhir Pencarian Reduksi, penampilan,
dan Knafl ilmu; perkembangan menyeluruh dan perbandingan, kesimpulan,
(2005) teori; praktik dan sistematis; aneka dan verifikasi data.
kebijakan; inisiatif sumber;
praktik berdasarkan kegamblangan
bukti. penilaian literatur.
Torraco Integratif Kekurangan dalam Struktur konseptual Mengintegrasikan ide lama
(2005) literatur, perubahan yang koheren; dan ide baru; pemikiran
arah penelitian, bukti kejelasan proses konseptual dan logis untuk
yang bertentangan, pengambilan data; menjelaskan kerangka
atau bidang baru; pencarian sistematis konsep, model, dan teori.
pengetahuan dan literatur lama dan
pandangan baru; dasar terkini.
untuk penelitian
selanjutnya.
Snyder Integratif Menilai, mengkritik, Pengumpulan kreatif Tidak terstandar;
(2019) dan menyintesis dan tidak menganalisis literatur, ide,
literatur; kerangka menyeluruh; dan hubungan secara
teori dan pandangan wawasan dari kritik; membutuhkan
baru. berbagai bidang dan pemikiran konseptual dan
tradisi penelitian; penjelasan tentang proses
kejelasan proses analisis.
pengambilan data.
Paré dkk. Teoretis Kerangka teoretis Pertanyaan luas yang Sistem penggolongan,
(2014) baru; rentang kelak diperhalus; taksonomi; kerangka untuk
penelitian. pencarian inklusif menemukan pola dan
secara sistematis dan hubungan; sintesis
non-sistematis. interpretatif dan positivis.
21

Dibandingkan dengan jenis tinjauan lain, tinjauan integratif merupakan yang


terluas sebab dapat mengikutsertakan berbagai jenis penelitian dan literatur secara
serentak, termasuk: eksperimental, non-eksperimental, teoretis, dan empiris. Demi
menyajikan pengertian yang menyeluruh dan mutakhir serta mengembangkan teori
terhadap sebuah fenomena; tinjauan integratif dapat mendefinisikan konsep, meninjau
teori, meninjau bukti, dan/atau menganalisis metode dalam topik tertentu
(Whittemore dan Knafl, 2005, hlm. 546-548). “The varied sampling frame of
integrative reviews in conjunction with the multiplicity of purposes has the potential
to result in a comprehensive portrayal of complex concepts, theories…” (Pelbagai
kerangka sampel beserta keanekaragaman tujuan dalam tinjauan integratif
memungkinkan penghasilan gambaran komprehensif terhadap konsep dan teori
kompleks...) (Whittemore dan Knafl, 2005, hlm. 548).
Akan tetapi, kerumitan memadukan bermacam-macam metode serta
kekurangan panduan untuk menganalisis, menyintesis, dan menyimpulkan data dapat
menyebabkan kesalahan, kesembronoan, dan bias (Whittemore dan Knafl, 2005, hlm.
547). Ini menyebabkan banyak tinjauan integratif kurang gamblang tentang
metodenya dan/atau tingkat analisisnya tidak menyumbangan pengetahuan atau
pandangan baru. Dalam kata lain: mereka hanya meringkas dan menyimpulkan
literatur (Snyder, 2019, hlm. 336).

3.4 Penerapan Tinjauan Integratif dalam Tesis ini


Berdasarkan model tinjauan integratif oleh Robin Whittemore dan Kathleen Knafl
(2005, hlm. 548-552), yang merupakan penyesuaian dari model tinjauan literatur oleh
Harris Copper; tesis ini terdiri dari empat kegiatan utama: identifikasi masalah,
pencarian literatur, penilaian data, dan analisis data. Akan tetapi, oleh sebab yang
akan dijelaskan dalam paragraf berikutnya, keempat kegiatan ini terjadi kurang lebih
serentak sejak awal sampai akhir penelitian. Dalam kata lain, tidak terjadi sebagai
tahapan (Whittemore dan Knafl, 2005) atau fase (Snyder, 2019) yang berturut-turut;
namun, seiring dengan perkembangan penelitian, sebagai penyesuaian terus-menerus
22

terhadap pertanyaan penelitian terbuka (Depraetere dll, 2021, hlm. 672), pemasukan
data, kerangka konsep (Torraco, 2005, hlm. 359), dan kesimpulan akhir.

3.4.1 Identifikasi Masalah


Pada tahun 2013, dalam rangka rekaman improvisasi bebas berjudul
Improdebraye Puas Puasaan (Milán, 2013), penulis menulis dan menawarkan kepada
peserta beberapa saran untuk memainkan musik improvisasi bebas. Pada tahun
berikutnya, dalam upaya menyusun sebuah metode improvisasi musik, penulis
sempat mencatat beberapa renungan dan pelatihan improvisasi bersepakat. Kedua
tulisan tersebut menjadi cikal bakal penelitian ini yang telah berlanjut sejak
September 2018, ketika penulis memulai kursus bahasa Indonesia pra-S2. Pada
awalnya, penulis ingin meneruskan metodenya dan menciptakan berbagai pelatihan
improvisasi bersepakat sebagai alat kreatif untuk mendalami dan mempraktikkan
unsur-unsur musik; namun, setelah meninjau berbagai literatur, tersadar bahwa sudah
banyak penulis dan komponis yang telah melakukannya.
Walaupun demikian, penulis menemukan rentang literatur tentang teknik
improvisasi bebas sebab kebanyakan tulisan mengenai pendidikannya ternyata terlalu
menitikberatkan improvisasi bersepakat. Penulis merenungkan bahwa teknik
improvisasi bebas yang sebenarnya dapat disimpulkan dengan kalimat berupa
renungan, maksim, atau saran pendek; seperti yang telah ditawarkan oleh penulis
pada tahun 2013 (Milán, 2013). Oleh karena itu, penulis mulai mengumpulkan dan
menyimpulkan saran dan kutipan oleh para ahli dari bermacam-macam sumber
tertulis dan video; namun, setelah berdiskusi dengan penguji sidang proposal, topik
teknik digantikan dengan topik pendidikan sebab istilah teknik terlalu kontroversial
serta tidak terdapat cukup literatur untuk membahasnya.
Untungnya dari peluasan tersebut, penulis meninjau lebih banyak literatur
yang membahas improvisasi dan improvisasi bebas dari berbagai sudut pandang.
Hasil dari tinjauan ini, penulis menemukan konsep teknik integral improvisasi bebas,
menggantikan istilah pendidikan dengan pembelajaran, dan mencantumkan
pembahasan tentang konsep dan manfaat improvisasi bebas sebagai kerangka teoretis
23

dan justifikasi bagi pembelajarannya. Perubahan penting terakhir terjadi setelah para
pembimbing tesis menyarankan merevisi metode penelitian dengan lebih seksama.
Hasil dari perbaikan ini, kualitas dan kepercayaan tesis ini ditingkatkan sebab penulis
menyesuaikannya, semaksimal mungkin, dengan kebiasaan penelitian lain yang
menggunakan pendekatan tinjauan integratif.

3.4.2 Pencarian Literatur


3.4.2.1 Pencarian Literatur Akademis
Tinjauan integratif ini menggunakan pencarian luas dan kreatif yang tidak
bertujuan “…to cover all articles ever published on the topic but rather to combine
perspectives and insights from different fields or research traditions” (…mencakup
keseluruhan artikel yang telah terbit mengenai topik ini, tetapi memadukan pandangan
dan wawasan dari berbagai bidang dan tradisi penelitian) (Snyder, 2019, hlm. 336).
Oleh karena kekurangan bahan tertulis mengenai improvisasi di perpustakaan dan toko
buku di Indonesia, kekurangan dana untuk membeli buku dan artikel di internet (hanya
sempat membeli satu buku), dan keterbatasan mobilitas dalam masa pandemi;
kebanyakan data dan literatur diperoleh secara gratis di dunia maya. Suatu kelebihan
dari pencarian data berbasis internet adalah bahwa para pembaca dapat menemukan
dan meninjau ulang sumber literatur jika masih tersedia.
ERIC, Google, dan Google Scholar merupakan mesin pencari utama untuk
berkas digital PDF berupa skripsi, tesis, disertasi, buku, artikel dalam berbagai jurnal,
dan sastra abu-abu lainnya. Frasa yang digunakan untuk penyelusuran literatur perdana
adalah “improvisasi bebas”, “tinjauan literatur improvisasi bebas”, “konsep/definisi
improvisasi bebas”, “manfaat improvisasi bebas”, “pendidikan/pembelajaran
improvisasi bebas”, dan “teknik/metode improvisasi bebas”; termasuk terjemahannya
dalam bahasa Inggris, Spanyol, Indonesia, Melayu, Perancis, Portugis, Italia, Belanda,
dan Jerman. Pencarian dalam berbagai bahasa bertujuan untuk menemukan sudut
pandang lain atau sumber rujukan yang berbeda, sebab tulisan dalam bahasa yang sama
cenderung mengulang-ulang ide serta sumbernya. Penulis tidak menemukan artikel
mengenai improvisasi bebas dalam bahasa Indonesia maupun Melayu. Sebaliknya,
24

berhasil menemukan, dengan tidak sengaja, satu disertasi dalam bahasa Basque.
Bahasa lain yang belum ditelusuri, namun dicurigai dapat menghasilkan bahan untuk
penelitian adalah: Jepang, Tiongkok, Arab, Hindi, Turki, Rusia, Yunani, Katalan,
Norwegia, Swedia, dan Finlandia.
Selain yang ditemukan dengan menggunakan mesin pencari, penulis
mengunduh berbagai tulisan yang tercantumkan dalam daftar rujukan tulisan lain
ataupun yang disarankan oleh teman. Beberapa buku dan artikel yang tidak dapat
diunduh tetap menjadi sumber data sebab penulis mendapatkan ide utamanya melalui
ulasan buku, kutipan, dan parafrasis oleh penulis lain. Sampai sekarang, penulis telah
mengunduh 302 artikel atau tulisan akademis berupa PDF yang bertema improvisasi
bebas dan improvisasi; namun baru sempat membaca 61 secara utuh, termasuk hampir
semua artikel dan buku lama atau berpengaruh. Berkas yang diunduh digolongkan
menurut bahasa dan tema utamanya, sebagaimana digambarkan dalam tabel berikut.

Tabel 3.2
Penggolongan Tulisan Akademis tentang Improvisasi Bebas dan/atau Improvisasi6
Bahasa/ Inggris Spanyol Portugis Perancis Italia Basque Jerman Belanda Indonesia Jumlah
Sub-topik
Konsep 12 1 3 1 17
(5,0) (1,0) (0,0) (0,0) (6,0)
Sejarah 35 4 3 1 43
(7,4) (0,0) (0,0) (0) (7,4)
Falsafah/ 25 2 3 3 1 3 37
Sosiologi (4,2) (1,0) (0,0) (0,1) (0) (0,0) (5,3)
Pendidikan 30 7 11 10 2 4 2 1 67
(8,4) (3,0) (1,1) (2,1) (0) (0,0) (0,0) (0) (14,6)
Manfaat 17 4 2 23
(5,4) (1,2) (0,0) (6,6)
Model/ 23 4 3 4 2 1 4 41
Teori (9,4) (1,0) (0) (0) (0) (0) (0) (10,4)
Seni/ 14 1 1 1 17
Bidang Lain (3,1) (0) (0) (0) (3,1)
Teknologi 6 1 7
(0,0) (0) (0,0)
Neuropsikologi 9 1 2 1 13
(1,0) (0) (0) (0) (1,0)
Teknik 29 3 1 1 2 1 37
(9,6) (0,1) (0) (0) (0,0) (0) (9,7)
Jumlah 200 27 27 22 8 1 12 4 1 302
(51,25) (7,3) (1,1) (2,2) (0,0) (0) (0,0) (0,0) (0) (61,31)

6
Angka tanpa tanda kurung menunjukkan jumlah berkas yang telah diunduh; angka pertama dalam
tanda kurung menunjukkan jumlah berkas yang dibaca sampai akhir; dan angka kedua dalam tanda
kurung menunjukkan jumlah berkas yang dibaca sebagian saja. Sisa berkas hanya dibaca abstrak
dan/atau awalnya.
25

3.4.2.2 Sumber Data Lain


Dalam tinjauan ini, literatur mengenai topik selain improvisasi maupun
mengenai bidang selain musik dicantumkan juga karena dapat menerangkan konsep
tertentu dan/atau memperkuat argumen penulis. Di antara bidang tersebut termasuk:
musikologi, karya komposisi atau komposisi-improvisasi, etnomusikologi, metode
penelitian, pendidikan, politik, falsafat, agama, psikologi, linguistik, dan sastra. Selain
tulisan akademis, sumber data lainnya dalam tesis ini termasuk: berbagai blog dan situs
berita; halaman resmi pemusik, penulis, dan organisasi; video di YouTube dan
Instagram; tulisan atau gambar dalam Facebook; renungan tentang pengalaman sendiri
sebagai pelaku, pembimbing, dan pengamat improvisasi bebas (lihat lampiran 1 dalam
hlm. 217); dan wawancara melalui pos elektronik pada tiga pemusik improvisasi bebas
di Meksiko: Wilfrido Terrazas, Edgar Caamal, dan Remi Álvarez. Terakhir, penulis
memperoleh data tentang penggunaan kata kerja bermain dalam berbagai bahasa
melalui pertanyaan langsung pada penuturnya menggunakan aplikasi Whats App dan
Facebook Messenger (lihat lampiran 4 dalam hlm. 223).

3.4.3 Penilaian Data


3.4.3.1 Proses Pemasukan Data
Sebagaimana tercantumkan dalam Tabel 3, dari 302 berkas akademis
mengenai improvisasi dan improvisasi bebas yang telah diunduh, penulis telah
membacakan 61 secara utuh, 31 hanya bagian tertentu, dan 210 hanya abstrak
dan/atau awalnya saja. Jumlah ini tidak termasuk literatur non-akademis dan/atau dari
bidang lain selain improvisasi. Pemilihan literatur yang dibacakan utuh maupun
sebagian tidak menggunakan sistem tertentu; tetapi dilaksanakan berdasarkan
berbagai alasan, yaitu: masalah yang sedang diteliti, bahasa dalam tulisan,
ketersediaan bahan literatur serupa serta waktu untuk membacanya, rekomendasi dari
teman, tingkat pengaruhnya dalam literatur (sering dikutip), saturasi teoritis atau
kecukupan data dalam tema tertentu, dan/atau keterwakilan atau representativitas dari
suatu bahasa, bidang, atau pandangan tertentu.
26

Sambil membaca suatu tulisan, penulis menyalinkan data relevan berupa


frasa, paragraf, gambar, dan/atau tabel; lalu menempelkannya pada dua berkas Word.
Berkas pertama mengandung semua salinan atau data dalam tulisan tersebut;
sedangkan berkas kedua mengandung semua salinan, yang berasal dari berbagai
tulisan, tentang suatu topik tertentu, ialah: konsep, karakteristik, manfaat, sejarah,
pembelajaran/teknik, proses/model, seni/bidang lain, falsafah, dan sosiologi
improvisasi bebas. Dalam berkas Word kedua, semua salinan digolongkan pula
berdasarkan berbagai sub-topik dan sub-sub topik, yaitu cabang dari sub-topik. Nama
topik, sub-topik, dan sub-sub topik dirumuskan sambil meninjau literaturnya
berdasarkan teknik klasifikasi yang akan dijelaskan dalam sub-bab berikutnya tentang
analisis data. Seluruh kutipan yang disalin dalam berkas Word masing-masing topik
merupakan bahan dasar untuk melakukan analisis; maka keputusan akhir tentang
literatur yang dicantumkan dalam tesis ditundakan pada saat menulis dan merevisi
bab dan sub-bab, yaitu sesudah menyimpulkan dan menyintesis data. Jumlah sumber
literatur dalam tinjauan ini, yang terpaparkan dalam daftar rujukan, adalah sebanyak
163.
Seiring dengan perkembangan tesis, penulis menyadari bahwa meninjau satu
topik saja merupakan proses rumit yang memerlukan waktu yang cukup lama; maka
memutuskan menyelidiki hanya konsep, manfaat, dan pembelajaran/teknik.
Walaupun demikian, usaha awal tidak percuma sebab semua topik dan sub-topik
terkait, maka pengetahuan yang diperoleh melalui pembacaan dan penyalinan topik
lainnya tentu saja bermanfaat untuk memahami dan membahas ketiga topik yang
dipilih.

3.4.3.2 Kriteria Inklusivitas Data


Inklusivitas data dalam tesis ini mengikuti konsep inklusivitas total dalam
improvisasi bebas. Dalam kata lain: data dalam sumber mana pun dapat dicantumkan
dalam tinjauan ini, termasuk data yang tidak dapat dibenarkan secara ilmiah (hlm. 86)
ataupun yang tidak ditemukan sumber aslinya (hlm.55). Penulis menggunakan lima
kriteria penilaian atau kriteria inklusivitas, yaitu: bahasa, manfaat, keterwakilan,
27

saturasi teoretis, dan tahun terbit. 1) Bahasa: tulisan berbahasa Inggris, Spanyol, dan
Indonesia dibacakan langsung oleh penulis, sedangkan yang berbahasa Perancis dan
Portugis dibacakan dengan bantuan kamus Perancis-Indonesia, Portugis-Indonesia,
dan Google Translate. Kelima bahasa ini menyumbangkan literatur yang dicantumkan
dalam daftar pustaka. Abstrak dan/atau awal tulisan berbahasa Italia, Basque, Belanda,
dan Jerman dibacakan melalui Google Translate; namun tidak ada yang dijadikan
sumber data lantaran kekurangan waktu dan kemampuan untuk mendalami isinya. 2)
Manfaat atau relevansi: semua data, frasa, ide, atau konten penting yang bermanfaat
untuk menjawab pertanyaan penelitian, untuk pembahasan sub-topik tertentu, ataupun
bagi kerangka teori dicantumkan dalam tesis ini dalam bentuk kutipan, parafrasis,
tabel, maupun renungan oleh penulis. 3) Keterwakilan atau representativitas: data atau
ide yang mewakili pandangan tertentu, walaupun bertentangan dengan pandangan
umum atau pandangan penulis, dimasukan untuk dijadikan bahan perbandingan dan
contoh. 4) Saturasi atau kecukupan data: saturasi teoretis tercapai ketika “…no new
elements are found and the addition of new information ceases to be necessary, since
it does not alter the comprehension of the researched phenomenon” (…tidak
ditemukan elemen baru sehingga sudah tidak dibutuhkan tambahan informasi karena
tidak akan memengaruhi pemahaman fenomena yang dikaji) (Nascimento dkk., 2018,
hlm. 229). Berdasarkan ini, rumpun data yang mengulangi atau menvariasikan satu ide
hanya dicantumkan sebagian saja. 5) Tahun terbit: jika idenya sama atau hampir sama,
maka data yang dicantumkan adalah yang diterbitkan terlebih dahulu; jika idenya
berkembang dan tidak diperlukan menggambarkan perubahannya dalam waktu, maka
data yang dicantumkan adalah yang terakhir diterbitkan ataupun yang lebih sesuai bagi
pembahasan.

3.4.4 Analisis Data


Tinjauan integratif ini menganalisis serta mengintegrasikan data melalui lima
kegiatan utama: mengklasifikasikan, mengabstraksikan, menerjemahkan, mengkritik,
dan menyintesis. Proses ini mirip metode yang ditawarkan oleh Robin Whittemore
dan Kathleen Knafl (2005, hlm. 550); yang terdiri dari reduksi data, penampilan data,
28

perbandingan data, penggambaran kesimpulan, dan verifikasi. Dalam tesis ini,


klasifikasi, abstraksi, dan terjemahan data merupakan bagian dari fase reduksi data
dalam Whittemore dan Knafl; sedangkan perbandingan data, penggambaran
kesimpulan, verifikasi, dan penyajian dalam Whittemore dan Knafl dinamakan
sintesis data dalam tesis ini. Penampilan data dalam tesis ini merupakan berkas Word
dengan hasil abstraksi semua data tentang suatu sub-topik atau sub-sub topik.
Sebaliknya dari metode Whittemore dan Knafl (2005, hlm. 551); kerangka, grafik,
rancangan, atau jejaring dalam tesis ini tidak digambarkan terlebih dahulu sebagai
alat untuk membandingkan literatur, namun setelahnya, sebagai penyajian hasil
perbandingan dan sintesis.

3.4.4.1 Klasifikasi Data


Langkah pertama untuk menganalisis semua data berupa salinan literatur
adalah menyusunnya dalam suatu sistem klasifikasi yang menyeluruh (Whittemore
dan Knafl, 2005, hlm. 550). Dalam tesis ini, penggolongan data dalam topik, sub-
topik, dan sub-sub topik didasari oleh pengontrasan antara berbagai literatur,
frekuensi pembahasan suatu tema, serta pembagian yang tersurat dalam daftar isi
ataupun yang tersirat dalam pembagian paragraf. Data dibandingkan satu per satu
sehingga yang serupa dikategorisasikan atau diklasifikasikan berdasarkan pola, tema,
variasi, dan hubungan (Whittemore dan Knafl, 2005, hlm. 550). Pengonsepan dalam
tesis ini lebih sering menggunakan teknik klasifikasi tipologi yang deduktif daripada
taxonomi yang induktif. Dalam klasifikasi tipologi, masing-masing kasus
dibandingkan dengan konstruk-konstruk primer yang ideal atau abstrak sehingga
dapat diketahui tingkat penyimpangannya dari konsep ideal itu (Paré dkk., 2014, hlm.
184).

3.4.4.2 Abstraksi Data


Sesudah menggolongkan data berupa salinan literatur, penulis
mengabstrabkannya melalui kutipan pokok pikiran, parafrasa, dan kutipan langsung
pendek; sehingga hanya tinggal inti sari dari sebuah ide, pandangan, paragraf, atau
29

tema. Sebagaimana dijelaskan oleh Hanna Snyder (2019, hlm. 337), informasi
penting yang dapat diabstrakkan termasuk nama pengarang, tahun terbit, topik, jenis
penelitian, temuan, pengonsepan, efek, dan pandangan teoretis. Selain itu, tesis ini
mencantumkan berbagai contoh kasus jika penting untuk pembahasan dan selalu
menyimpan kutipan dalam bahasa asli dan nomor halaman dalam sumber rujukan.

3.4.4.3 Terjemahan Data


Terjemahan istilah dan kutipan, serta memarafrasakan sebuah ide dari bahasa
asing ke bahasa Indonesia merupakan proses yang cukup rumit dan penting untuk
mengabstraksikan data. Berbagai buku dan situs internet yang digunakan dalam
proses penerjemahan dapat dilihat dalam lampiran 3 di halaman 222. Selain itu, saran
oleh pembimbing Bapak Yudi Sukmayadi dan Ibu Juju Masunah, serta oleh Romakyo
Kaesaniro dan Priyo L. Sutomo sangat membantu penulis untuk memilih peristilahan
yang tepat dan untuk menggunakan tata bahasa Indonesia yang benar. Tesis ini
menghindari semaksimal mungkin penggunaan istilah asing yang masih dapat
diterjemahkan ke bahasa Indonesia sebab dapat menyusahkan dan melambatkan
pembacaan orang yang tidak mengerti bahasa tersebut serta merupakan bentuk dari
penjajahan budaya yang tidak layak diikuti. Akan tetapi, jika membantu untuk
memahami makna dan konteks aslinya, istilah asing tetap dicantumkan dalam tanda
kurung. Di sisi lain, berbagai istilah yang belum tercantumkan dalam KBBI Daring
tetap digunakan dalam tesis ini jika memenuhi salah satu dari dua syarat: 1) sudah
biasa digunakan dalam dunia akademik bidang tertentu, misalnya audiasi; dan 2)
merupakan kata turunan yang mengikuti kaidah tata bahasa Indonesia, misalnya
pengimprovisasi.

3.4.4.4 Kritik Data


Setelah semua data tentang topik, sub-topik, dan sub-sub topik telah
diabstrakkan serta ditampilkan bersama-sama dalam suatu berkas Word; kritik
terhadap literatur dilaksanakan melalui perbandingan terus-menerus dengan abstraksi
tulisan lain yang membahas tema yang sama serta dengan pengalaman penulis. Jika
30

relevan untuk pembahasan sebuah tema, penulis mengkritik literatur sehingga


terhasilkan bermacam-macam sumbangan, di antaranya: pembongkaran pengetahuan
yang diterima begitu saja, yaitu tanpa dipertanyakan (hlm. 46); pengakuan terhadap
kekuatan dan sumbangan penting (hlm. 118); penunjukan hal yang tidak dicantumkan
atau hal yang tidak lengkap (hlm. 93); penunjukan kekurangan dalam keakuratan
maupun kekonsistenan (hlm.59); dan pernyataan pengetahuan yang perlu diciptakan
atau diperbaiki (hlm.202) (Torraco, 2005, hlm. 361, 362). Tentu saja, kritik terhadap
literatur dilaksanakan sesopannya mungkin dan dengan penjelasan yang layak.

3.4.4.5 Sintesis Data


Richard Torraco (2005, hlm. 362) mengusulkan bahwa kritik data merupakan
gerbang yang dapat memudahkan sintesis sebab “with the strengths and deficiencies
of a body of literature exposed, authors can take advantage of the breadth and depth
of their insights to create a better understanding of the topic through synthesis”
(sesudah kekuatan dan kekurangan korpus literatur telah dibukakan; para pengarang
dapat, melalui sintesis, memanfaatkan kedalaman dan keluasan wawasannya untuk
menciptakan pemahaman unggul terhadap topik). Dalam penelitian teoretis,
pemikiran logis dan konseptual merupakan alat utama untuk menganalisis data dan
menjelaskan ide, argumen, kerangka, model, ataupun teori (Torraco, 2005, hlm. 363).
Melalui narasi logis dengan gaya tulisan jelas, sederhana, serta tidak berbelit-belit;
para pembaca dapat “…follow the connections among the research problem (e.g.,
deficiencies in the literature), the critique of the literature, and the theoretical
outcome (e.g., a new conceptual model)” (…mengikuti hubungan antara masalah
penelitian (misalnya kekurangan dalam literatur), kritik terhadap literatur, dan hasil
teoretis (misalnya model konsep baru) (Torraco, 2005, hlm. 363, 364).
Sintesis data dilakukan melalui beberapa tindakan analitis yang telah
disimpulkan oleh Robin Whittemore dan Kathleen Knafl (2005, hlm. 551), ialah:
menghitung, mengontras, mengelompokkan, dan membandingkan; mengidentifikasi
pola dan tema, baik yang biasa maupun yang di luar kebiasaan; mengidentifikasi
hubungan antara variabilitas; memasukan yang khusus di dalam yang umum;
31

menemukan faktor yang menyebabkan sesuatu; membangun rangkaian bukti yang


logis; dan melihat kemungkinan akan kebenaran ataupun rasionalitas sesuatu. Selain
itu, analisis tentang penjelasan yang bertentangan dan hubungan keliru memperkuat
kejujuran analitis dan menjadikan kesimpulan akhir lebih transparan (Whittemore dan
Knafl, 2005, hlm. 551).
Kesimpulan, model konseptual, serta semua renungan tentang pola, tema, dan
hubungan terus-menerus diverifikasi dan diperiksa dengan sumber literatur supaya
tidak ada data penting yang tidak dicantumkan serta untuk membenarkan ketetapan
dan kepastiannya (Whittemore dan Knafl, 2005, hlm. 551). Seringkali, data yang baru
ditemukan menyebabkan penyesuaian ulang serta perubahan terhadap kerangka
teoretis dan redaksi tulisan, bahkan pada bab dan sub-bab lain. Pada tahapan terakhir;
penulis merumuskan tabel, grafik, kalimat pendek, atau jejaring yang menyimpulkan
data tentang tema tertentu dengan abstraksi tingkat tertinggi dan menulis kesimpulan
pendek tentang masing-masing sub-bab dalam Bab IV.

3.5 Penilaian Kualitas


Berdasarkan kriteria penilaian kualitas untuk tinjauan integratif oleh Hanna
Snyder (2019, hlm. 338) dan Richard Torraco (2005, hlm. 365); tesis ini mempunyai
berbagai kelebihan dan kekurangan, di antaranya: 1) penelitian sangat dibutuhkan
serta menyumbangkan kontribusi teoretis dan praktis yang baru dan signifikan; 2)
tujuan, pertanyaan, dan metode penelitian disampaikan dengan jelas dan rinci; 3)
tinjauan integratif merupakan pendekatan terbaik untuk menjawab masalah
penelitian, namun penulis tidak mengikuti sebuah format dengan seksama sebab
metode dalam tesis ini ditemukan dan disesuaikan berdasarkan kebutuhan tertentu
pada saat mengerjakan penelitian; 4) tinjauan mencantumkan kebanyakan literatur
yang relevan serta jumlah sampel data cukup; 5) teknik pencarian data dijelaskan
dengan rinci, namun proses abstraksi dan analisis data hanya dideskripsikan secara
ringkas sebab dapat terlihat dengan sendirinya dalam tulisan; 6) teknik analisis data
sesuai dengan pertanyaan penelitian; 7) tinjauan dapat diulangi oleh peneliti lain,
namun hasilnya mungkin berbeda sebab pandangan dan pikiran logis masing-masing
32

peneliti dapat memengaruhi kesimpulan dan temuan; 8) tinjauan mengkritik literatur


sehingga kelebihannya, kekurangannya, dan sejumlah rentang literatur diperlihatkan;
9) tinjauan distrukturkan sesuai dengan pertanyaan penelitian dan menurut kerangka
konsep yang logis; 10) hasil dan temuan serta pertanyaan penelitian selanjutnya
disajikan dengan jelas.

Gambar 3.1 Bagan Alur Metode Penelitian Tinjauan Integratif dalam Tesis ini
33

BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Konsep Musik Improvisasi Bebas


4.1.1 Definisi Improvisasi Bebas
4.1.1.1 Kesulitan Mendefinisikan Improvisasi Bebas
Suatu langkah penting dalam pembelajaran musik improvisasi bebas adalah
memahami makna dari istilah tersebut; sebab pengetahuan tentang definisinya akan
membantu mengarahkan pembelajarannya. Akan tetapi, seperti telah dijelaskan oleh
Derek Bailey (1992, hlm. ix), Edward Neeman (2014, hlm. 5), dan lain-lain (dalam
Nunn, 1998b, hlm. 59); mendefinisikan improvisasi bebas sangat rumit sebab
tindakan menentukan bertentangan dengan hakikat kebebasan dan keanekaragaman
musik ini. “It is certainly hard to make any statement, let alone generalization, about
improvisers and improvisation without quickly being contradicted” (Sesungguhnya
sangat sulit menyatakan sesuatu tentang improvisasi dan pelakunya tanpa segera
berkontradiksi. Apalagi menyamaratakan!) (Scott, 2014/5, hlm. 11,12). Darrel
DeVore (dalam Nunn, 1998b, hlm. 59) menceritakan bahwa Miles Davis pernah
menyatakan: “I'll play it and tell you what it is later” (saya akan memainkannya
dulu, lalu menyatakan apa itu). Frasa ini, selain mentertawakan dengan ironisnya
usaha untuk mendefinisikan improvisasi; mencontohkan bahwa bagi pemusik dan
non-pemusik, pengalaman memainkan dan/atau menyaksikan langsung sangat
penting untuk benar-benar memafhumi musik ini. Oleh karena itu, para ahli sering
menganjurkan menghadiri pertunjukan improvisasi bebas dan, tentu saja, pertunjukan
jenis musik lainnya. Akan tetapi, sementara kegiatan musikal kembali hadir di ruang
non-daring, penulis telah mengumpulkan beberapa video di YouTube yang dapat
menambahkan wawasan tentang musik ini serta definisinya7.

7
https://www.youtube.com/watch?v=Q1nrfaX7eHc&list=PLaCs1kl9ISBDi80X5lrOzH1JLYtH1Cw7m
dan https://donhueleflores.blogspot.com/2020/09/improvisation-music-you-tube-list.html. Beberapa
video dari kumpulan kedua dijadikan contoh dalam artikel An Introduction to Free Improvisation
Music through YouTube (Pengenalan Musik Improvisasi Bebas melalui YouTube) (Milán dan
Sukmayadi, 2020).
34

4.1.1.2 Penggunaan Istilah Improvisasi Bebas


Saat Derek Bailey menerbitkan bukunya Improvisation: Its Nature and
Practice in Music (Improvisasi: Hakikat dan Praktik dalam Musik) pada tahun 1980,
istilah improvisasi bebas (free improvisation) telah menjadi label paling populer
untuk menamakan musik ini; namun penulis belum menemukan penelitian atau
sumber terpercaya tentang kapan istilah tersebut mulai digunakan untuk
menyebutkannya8. Kemungkinan besar, penggunaan istilah improvisasi bebas
terinspirasikan oleh istilah jaz bebas (free jazz), yang pertama kali muncul pada tahun
1961 sebagai judul album oleh Ornette Coleman. Walaupun demikian, para pelaku,
peneliti, dan promotor improvisasi bebas sengaja berusaha membedakan musik
mereka dari musik jaz dan jaz bebas (Lewis, 1996, hlm. 104, 105); dan salah satu cara
adalah menggunakan label in. Mereka tidak hanya menggunakannya untuk menyebut
improvisasi bebas dalam pengertian paling ketat, tetapi mencantumkan juga beberapa
jenis improvisasi bersepakat di dalamnya karena seringkali semuanya dimainkan oleh
pemain yang sama dalam pertunjukan atau rekaman yang sama. Kini, improvisasi
bebas sebagai genre atau label telah menghimpun berbagai macam musik dalam nama
yang sama (Bailey, 1992, hlm. 83); makanya jangan heran jika dalam festival musik
berjudul “improvisasi bebas” ditampilkan juga berbagai improvisasi bersepakat
seperti jaz bebas, eksperimental, musik bising (noise), avant-garde (pelopor), karya
komposisi-improvisasi, dan lain-lain.

8
Dalam tradisi musik organ Eropa Barat, terutama di Perancis, istilah improvisasi bebas
(improvisation libre) digunakan sebagai lawan istilah improvisasi ketat (improvisation rigoureuse);
namun improvisation libre ini masih mengikuti patokan harmoni tonal serta bentuk sonata. Pelajaran
improvisation libre mulai diajarkan dalam Konservatorium Paris pada tahun 1843 (Verkade, 2020,
hlm. 194,195). Selain itu, pada tahun 1820 Ludwig Spohr (dalam Childs dan Hobs, 1982, hlm. 71)
telah menggunakan istilah free improvisation-fantasy (fantasi improvisasi bebas) untuk
mendeskripsikan permainan piano oleh Johan Hummel, yang menvariasikan berbagai tema dalam
ritme wals.
35

4.1.1.3 Definisi Improvisasi Bebas dalam Literatur


Di antara definisi musik improvisasi bebas dalam literatur, ada yang
menyerupai definisi leksikografis; ada yang mendeskripsikan sifat atau aturannya;
dan ada pula definisi negatif, yaitu yang mengartikan “…by its undefined qualities, by
what it is not, by what it doesn’t do and by what it avoids, rather than by its own
idiomatic features” (…melalui sifat yang tidak dinyatakan, dengan yang bukan
hakikatnya, dengan yang tidak dilakukan atau yang dihindari, daripada ciri
idiomatiknya sendiri) (Scott, 2014/5, hlm. 3). Sebagai contoh: 1) “…une maniere de
faire de la musique determinee par les deux regles suivantes :– Les improvisateurs ne
doivent pas prevoir ce qu'ils vont jouer ni se mettre d'accord entre eux sur
quelconque parametre de jeu.– Tout est autorise a priori, tous les sons, toutes les
attitudes ou comportements” (cara menciptakan musik yang ditentukan oleh kedua
aturan berikutnya: – Para pemain improvisasi tidak boleh merencanakan apa yang
akan dimainkan maupun memiliki persetujuan antara mereka dalam parameter
permainan apapun. – Segala sesuatu diperbolehkan a priori; segala bunyi, segala sifat,
atau perilaku) (Arnaud, 2014, hlm. 4). 2) “…a collective musical practice, non-
hierarchical, democratic, empirical, and with a strong emphasis on process and
continuous sound flow…does not rely on pre-established systems…there is no
restriction on the type of sound that can be used, and that any combination of sounds
is possible” (praktik musikal kolektif, tidak hierarkis, demokratis, empiris,
menitikberatkan proses dan aliran bunyi yang berkesinambungan…tidak
mengandalkan sistem yang telah ditetapkan…tidak ada larangan tentang jenis bunyi
yang dapat digunakan, serta segala gabungan bunyi dapat terjadi) (Moraes dan
Schaub, 2013, hlm. 3). Berbagai definisi lain dapat ditemukan dalam buku oleh Tom
Nunn (1998a, hlm. 20) dan disertasi oleh Harald Stenström (2009, hlm. 106).

4.1.1.4 Definisi Musik Improvisasi Bebas dalam Tesis ini


Walaupun sepakat dengan pendapat bahwa mendefinisikan improvisasi bebas
adalah tindakan yang sukar dan kurang pantas, penulis mencoba mengartikan konsep
musik improvisasi bebas dengan saksama serta mendefinisikannya supaya dalam
36

tulisan ini tidak terjadi kesalahpahaman dengan pengertian-pengertian lain. Secara


ringkas, musik improvisasi bebas adalah permainan seni bunyi yang menghindari
kesepakatan apapun. Definisi singkat ini dirumuskan demi kepentingan penelitian ini
saja berdasarkan logika definisi leksikografis menurut María Moliner 9 (dalam
Hernando, 1995). Dalam tesis ini, istilah musik improvisasi bebas harus dirujuk pada
definisi ini; sedangkan istilah improvisasi bebas biasanya dirujuk pada definisi ini,
tetapi tergantung konteks dapat dirujuk pula pada pengertian lebih luas yang
mengandung seni lain seperti teater10, tari, seni rupa, puisi, dll. Penggunaan tanda
kutip dalam istilah musik improvisasi bebas, improvisasi bebas, ataupun bebas;
menunjukkan bahwa istilah tersebut pada kalimat itu tidak dirujuk pada definisi oleh
penulis, baik karena berasal dari gagasan atau kutipan oleh penulis lain ataupun
karena mempunyai makna ironis. Tafsiran definisi ini akan diuraikan secara
mendalam pada sub-bab 4.1.2.

4.1.1.5 Beberapa Nama Lain untuk Musik Improvisasi Bebas dan Sekitarnya
4.1.1.5.1 Improvisasi Idiomatis dan Non-Idiomatis
Derek Bailey (1992, hlm. xi,xii) menawarkan istilah improvisasi non-
idiomatis untuk membedakannya dari improvisasi idiomatis, yaitu improvisasi yang
berpatok pada idiom atau gaya tertentu seperti dalam musik tradisional, klasik, atau
populer dari berbagai negara di dunia. Tawarannya diterima dengan baik sehingga
telah menjadi konsep yang cukup populer dalam kalangan peneliti dan pemain,
namun kemudian ada beberapa peneliti yang mencoba menyampurnakan ataupun

9
Dalam definisi oleh penulis, musik improvisasi bebas adalah istilah yang didefinisikan, permainan
seni bunyi berfungsi sebagai istilah generik, dan yang menghindari kesepakatan apapun berfungsi
sebagai istilah pembeda. Dalam logika definisi yang María Moliner menerapkan pada Diccionario del
Uso del Español (Kamus Penggunaan Bahasa Spanyol) (1966), “…se procura no omitir ninguna noticia
necesaria o conveniente para el uso acertado de las expresiones y omitir, en cambio, las
circunstancias que, por ser ajenas a su significado, una vez conocido éste, resultan innecesarias”
(diusahakan tidak menyisihkan informasi apapun yang bermanfaat atau diperlukan untuk
menentukan penggunaan yang tepat; dan sebaliknya, diusahakan menyisihkan hal asing yang tidak
bermanfaat sesudah maknanya telah ditemukan) (Hernando, 1995, hlm. 213). Selain itu, kamus ini
dan definisi oleh penulis menghindari penggunaan sinonim dan kekeliruan definisi (fallacies of
definition) lainnya.
10
Dalam dunia teater, praktik improvisasi bebas dan/atau bersepakat sering disebut improv.
37

membantahnya. Robin Moore (1992, hlm. 66) menjelaskan bahwa improvisasi


[idiomatis] memperoleh strukturnya dan gayanya yang khas dari “…a combination of
longstanding cultural models and individual interpretations of them. The models are
so familiar to the performer(s) - and frequently other participants - that they have
been internalized and are understood on both conscious and intuitive levels”.
(perpaduan antara model budaya yang telah lama berlangsung dan interpretasi
personal terhadapnya. Model itu sangat akrab dengan (para) pemain - dan seringkali
peserta lain - sehingga telah diinternalisasikan dan dipahami pada tingkat sadar
maupun intuisi). Pengimprovisasi idiomatis seperti pemain jaz atau pemusik klasik
Iran perlu menginternalisasikan banyak lagu, pola, unsur, frasa, bentuk, ritme,
dan/atau perubahan kord “…that function as frameworks for the direction that
improvised solos will take” (yang berfungsi sebagai kerangka untuk mengarahkan
improvisasi solo mereka) (Brown dalam Dipnall, 2012, hlm. 12). Kesuksesan dalam
improvisasi idiomatis, sebagaimana terjadi dalam musik klasik Persia, merupakan
keseimbangan antara kehormatan serta pengetahuan terhadap idiomnya sendiri dan
tingkat kreativitas tertentu yang mengembangkan repertoar yang sudah dihafalkan
(Nooshin dalam Dipnall, 2012, hlm. 12). Dalam improvisasi idiomatis, referen seperti
gramatika musikal atau konteks teratur memberikan kerangka, norma, atau batasan
yang memudahkan pengaliran kreativitas; sebaliknya,“la improvisación libre carece
de una gramática referencial” (improvisasi bebas tidak mempunyai gramatika
referensial) (Alfonso, 2007, hlm. 8). Berdasarkan konsep referen oleh Jeff Pressing
(1987, hlm. 20, 21); Clément Canonne dan Nicolas Garnier (2011, hlm. 1)
mendefinisikan improvisasi bebas berkelompok sebagai improvisasi bebas referen,
sebab “…there is no founding act (like the common choice of a standard) that confers
a given set of musical or extra-musical data the status of common knowledge in a
group. (tidak ada tindakan awal, seperti kesepakatan tentang lagu, yang menjadikan
sekumpulan data musikal atau ekstra-musikal tertentu sebagai pengetahuan umum
dalam kelompok).
38

4.1.1.5.2 Kontroversi Pengertian Non-Idiomatis


Pepatah lama lagi populer bahwa “…tak ada sesuatu yang baru di bawah
matahari” (Alkitab SABDA, Pkh, 1.9) mempertanyakan apakah benar ada
improvisasi yang dapat terlepas dari sejarah dan budaya yang telah menghasilkan
kaidah-kaidah idiom musik itu sendiri. Improvisasi inilah yang dicari oleh John Cage
dengan konsep musik kemungkinan (music of contingency) yang terwujudkan dalam
karyanya Musicircus dan Inlets: musik tanpa niat yang tidak dipengaruhi oleh
kesukaan dan kebiasaan para pemain (Kuhn, tanpa tahun, hlm.3-7), “…improvisation
using elements in which there is a discontinuity between cause and effect”
(improvisasi yang menggunakan unsur-unsur tanpa kesinambungan antara sebab dan
akibat) (Cage dalam John Cage Trust, 2016). Sebaliknya dari konsep ini, Alain
Savouret menawarkan istilah improvisasi generatif sebagai pengganti istilah
improvisasi bebas sebab seluruh permainan berdasarkan dan berkembang dari bunyi
dan gerak-isyarat (gesture) pertama (Arnaud, 2014, hlm. 5). Sependapat dengan
Edward Neeman dan Tony Oxley (dalam Neeman, 2014, hlm. 39), yang menganggap
bahwa improvisasi murni tanpa pengaruh gaya adalah sesuatu yang mustahil; Jean-
Charles François (dalam Arnaud, 2014, hlm. 4) menerankan bahwa para
pengimprovisasi bebas justru memainkan serta mempelajari alat musiknya dengan
cara idiomatis; dan walaupun mereka mencoba menghindari idiomnya sendiri, pada
akhirnya mereka malah membentuk idiom baru. Kesimpulan dari ini adalah bahwa
yang seharusnya dipahami sebagai non-idiomatis bukanlah tidak adanya idiom, tetapi
adanya kebebasan untuk menggunakan atau tidak unsur-unsur dari idiom tertentu.
Para pemain improvisasi bebas dapat menggunakan kaidah dari berbagai gaya atau
genre, namun mereka dapat mengubahnya kapan saja (Canonne dan Garnier, 2011,
hlm.1). Dalam pengertian ini, jika sebuah permainan improvisasi bebas mengandung
sebagian yang berupa persis seperti blues tradisional, boleh-boleh saja jika tidak
disepakati terlebih dahulu. Namun, jika sepanjang permainan atau sepanjang
pertunjukan terdengar seperti blues tradisional ataupun hanya salah satu genre
lainnya, permainan ini tidak pantas disebut lagi improvisasi bebas. Hakikat musik ini
39

adalah terdengar berbeda dari semua genre serta terlepas dari segala aturan dan
persetujuan. Dalam kata Richard Scott (2014, hlm. 183):
Though it might seek to free from all reference, a free music - if it were
logically consistent - would also be one that allowed all life into it, which
rejected no sound, noise or action in principle. So even in its freedom signs
and codes - conventional musical elements, tunes, cliches, harmonies - may
appear within it but generally only in a fragmented, grotesque, or mutated
manner - this might be in the manner of a montage, and it might be in the
manner of a synthesis; 'it is diffuse. (Walaupun berusaha membebaskan
dirinya dari segala referen, sebuah musik bebas- jika konsisten dengan
logikannya- adalah juga yang memperbolehkan segala kehidupan masuk di
dalamnya; sebuah musik yang pada dasarnya tidak menolak bunyi,
kebisingan, atau tindakan apapun. Jadi bahkan dalam kebebasannya, tanda
dan kode seperti unsur musikal konvensional, lagu, klise, atau harmoni dapat
muncul pula; namun biasannya hanya dengan cara yang aneh dan lucu,
terpecah, ataupun dengan mutasi; baik dengan cara montase ataupun dengan
cara sintesis; tidak begitu jelas).

4.1.1.5.3 Istilah Lain Berdasarkan Konsep Non-Idiomatis


Camila Arana (2019, hlm. 12) mengusulkan bahwa “…la clasificación
idiomático-no idiomático no debería ser tomada de manera tan dicotómica sino mas
bien como un espectro, ya que sus límites son difusos…” (penggolongan idiomatis-
non idiomatis seharusnya jangan dipandang secara dikotomis, namun sebagai sebuah
spektrum; sebab batasnya tidak begitu jelas). Pandangan dikotomis ini,
mengakibatkan kemunculan berbagai istilah alternatif yang mempersoalkan atau
menambahkan terhadap konsep non-idiomatis, termasuk: pendekatan improvisasi
trans-gaya (trans-stylistic approach) oleh Ed Sarath; improvisasi pan-idiomatis oleh
Jesse Steward; improvisasi idiomatis sendiri (self-idiomatic) oleh Michael Bullock;
improvisasi neo-idiomatis, pluri-idiomatis, atau pan-idiomatis oleh Baptiste Arnaud
(2014, hlm. 5); dan meta-musik oleh Edwin Prévost (1995, prolog). Sarath (2010,
hlm. 1) menjelaskan bahwa “trans-stylistic simply means that instead of specifying
style elements in advance - such as jazz chord changes or Baroque figured bass lines
or Hindustani raga-tala cycles - we allow style elements to manifest as a byproduct of
the creative process” (trans-gaya hanya berarti bahwa daripada menetapkan unsur-
unsur gaya terlebih dahulu - misalnya perubahan kord jaz, melodi bas ter-figur barok,
40

atau putaran raga-tala Hindustan - kami membiarkannya mengejawantahkan sebagai


produk sampingan dari proses kreatif); sedangkan Steward (Snow dan Steward, 2007,
hlm. 4) memilih ide improvisasi pan-idiomatis karena “…everyone in the group is
coming from diverse musical backgrounds that enter into dialogue with one another
in various ways” (semuanya dalam kelompok datang dari aneka ragam latar
belakang, yang berdialog satu sama lain dengan berbagai cara). Di sisi lain, Prévost
menganggap bahwa pemain meta-musik menggunakan idiomnya sendiri, dan
responnya “…are subject to constant evolution as a result of the very act of
responding to an improvised situation” (terus-menerus mengalami evolusi, hasil dari
tindakan merespon terhadap sebuah keadaan improvisasi) (Bullock, 2010, hlm. 14).
Selaras dengan beliau, Bullock (2010, hlm. 15) menyatakan bahwa “…a self-
idiomatic improvising ensemble defines its collective idiom through performance, as
an intersection of the idioms of all of its members” (sebuah kelompok improvisasi
idiomatis sendiri menentukan idiom kolektifnya melalui pertunjukan, sebagai
persimpangan dari idiom masing-masing anggotanya).

4.1.1.5.4 Jaz Bebas dan Musik Improvisasi Bebas


Satu konsep, istilah, atau genre yang sering tertukar dengan improvisasi bebas
adalah jaz bebas (free jazz), yaitu perkembangan jaz ter-eksperimental “…referred to
at the time as “avant-garde jazz,” the “New Thing” or “New Black Music” (yang
pada saat itu disebut “jaz pelopor”, “Hal Baru”, atau “Musik Hitam Baru”) (McClure,
2006, hlm. 4). Kekeliruan tersebut terjadi karena beberapa pertunjukan atau rekaman
yang menggunakan nama jaz bebas memang merupakan musik improvisasi bebas,
namun tidak semuanya demikian; dan sebaliknya, beberapa pertunjukan atau rekaman
yang menggunakan nama improvisasi bebas menyerupai musik jaz bebas.
Perbedaannya “…are better heard than described” (lebih gampang didengar
daripada dijelaskan) (Jenkins, 2004, hlm. xxxii). Kebanyakan jaz bebas masih
menggunakan ciri musikal khas jaz seperti ritme swing (McClure, 2006, hlm. 40) dan
sinkop; teknik permainan berdasarkan jaz (Jenkins, 2004, hlm. xxxii), peran iringan
pada kontrabas dan peragkat drum; peran solo pada saksofon, trumpet, gitar, piano,
41

dll; dan/atau sebuah tema sebagai pembuka, kembali, dan/atau penutup. Menurut
Derek Bailey (dalam Jenkins, 2004, hlm. xxxii), “free jazz is a form of music, while
free improvisation is an approach to making music” (jaz bebas adalah jenis musik,
sementara improvisasi bebas adalah pendekatan untuk menciptakan musik);
sedangkan menurut Richard Scott (2014, hlm. 200), “analytically the distinction
remains fundamental even though in practice free-jazz and free-improvisation often
forms something of a continuum” (perbedaan antara jaz bebas dan improvisasi bebas
tetap mendasar secara analitis; meskipun dalam praktik, mereka sering membentuk
semacam kesinambungan).

4.1.1.5.5 Dikotomi Eropa/Afro-Amerika dan Konsep Musik Bebas


Untuk memisahkan musiknya dari jaz bebas dan dari musik improvisasi bebas
Amerika Serikat yang menyerupai jaz bebas, serta untuk menekankan pengaruhnya
dari musik pelopor (avant-garde) dan musik kontemporer Eropa; beberapa musisi dan
penulis seperti Josep Galiana (2011-2012, hlm. 15) dan Dave Matthews (2001)
menggunakan istilah improvisasi bebas Eropa ataupun, seperti Valetina Bertolani
(2019, hlm. 1), istilah improvisasi pelopor. Selaras dengan dikotomi ini, George
Lewis (1996) menawarkan konsep Afro-logis dan Euro-logis sebagai dua aliran
musik improvisi yang bertentangan secara estetik dan ideologis sebab lahir dalam
konteks sosial, budaya, dan sejarah yang berbeda. Sebaliknya, Joe Morris (2012)
menawarkan konsep musik bebas yang menyatukan jaz bebas, improvisasi bebas, dan
musik lainnya seperti Charlie Parker, bahkan Louis Armstrong!:
“Free music is used as a name for any work in which the artist has set the
criteria free from critical approval, industry or institutional oversight…This
definition of free music does not exclude improvised music that relies on
harmony. Instead it views the use of harmony as a device within a
methodology” (Musik bebas digunakan untuk menamakan karya apapun yang
kriterianya telah dibebaskan, oleh penciptannya, dari pengakuan kritik,
industri, atau pengawasan institusi…Definisi musik bebas ini tidak
mengecualikan musik berimprovisasi yang bergantung pada harmoni, tetapi
menganggap penggunaan harmoni sebagai alat dalam sebuah metode).
42

Gambar 4.1 Diagram Tentang Asal-usul, Pengertian, dan Nama Alternatif


Istilah Musik Improvisasi Bebas
43

4.1.2 Uraian Definisi Musik Improvisasi Bebas


4.1.2.1 Apa itu Improvisasi Bebas?
4.1.2.1.1 Improvisasi Bebas sebagai Proses
Dalam sebuah wawancara kepada 20 pemain improvisasi bebas, Tom Nunn
(1998b, hlm. 65) menanyakan: "Which term best describes free improvisation: a
style; a process; a genre; or a scene?" (Istilah apa yang paling tepat menggambarkan
improvisasi bebas: gaya, proses, genre, atau blantika?). Qubais Reed Ghazala (dalam
Nunn, 1998b, hlm. 65) menjawab bahwa "the process becomes a style, which
becomes a genre, which can become a scene." (proses menjadi gaya, gaya menjadi
genre, dan genre dapat menjadi blantika); sedangkan Jim Russel (dalam Nunn, 1998b,
hlm. 65) menyatakan: “From the point of view of the performer, I think it's a process.
From the point of view of the auditor, a scene. From the point of view of the music
critic, it may or may not be a genre, depending on their orientation” (Dari sudut
pandang pemain, saya pikir adalah proses. Dari sudut pandang penonton, sebuah
blantika. Dari sudut pandang kritikus musik; bisa dianggap, ataupun tidak, sebuah
genre; tergantung orientasi masing-masing). Hasil seluruh wawancara, walaupun
terlalu sedikit untuk dijadikan kebenaran umum, menunjukan bahwa kebanyakan
narasumber cenderung memandang improvisasi bebas sebagai proses, dan tidak
satupun menganggapnya sebagai gaya. Menurut Richard Scott, (2014, hlm. 52) “free
improvisation is not a form, genre or method but a process. As such it cannot really
be said to have a history…” (improvisasi bebas bukanlah sebuah bentuk, genre, atau
metode; namun sebuah proses. Oleh karena itu, tidak bisa dinyatakan bahwa ia
mempunyai sejarah…).

4.1.2.1.2 Proses dan Produk


Dalam proses improvisasi, “la inspiración, su realización técnica y su entrega
al público ocurren simultáneamente” (ilham, pelaksanaan teknik, dan penyajian
kepada publik terjadi serentak) (Alfonso, 2007, hlm. 9), maka “in improvisational
performance, the creative process is the product” (dalam pertunjukan berimprovisasi,
proses kreatif adalah produk) (Sawyer dalam Schroeder, 2019, hlm. 4). Dalam
44

pandangan serupa, Joseph Galiana (2011-2012, hlm. 27) dan Matthieu Saladin (dalam
Canonne, 2015, hlm. 176), menganggap improvisasi bebas sebagai proses kreatif
yang terus-menerus ber-evolusi, bukanlah sebagai produk tetap yang sudah jadi.
Dalam kata Galiana (2011-2012, hlm. 27): “Creadores y público…han de compartir
el proceso creativo en el mismo momento y lugar, y cuando se dé por finalizado todo
se habrá desvanecido. Cabe concluir, por tanto, que el proceso es el único producto
posible en la improvisación libre” (Para pencipta dan penonton…mesti mengalami
proses kreatif dalam ruang dan waktu yang sama secara serentak; dan ketika sudah
selesai, segalanya lenyap. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dalam
improvisasi bebas, proses adalah produk satu-satunya). Oleh karena proses, “no se
busca la perfección de lo acabado, sino la inquietud y la energía de la búsqueda”
(tidak dicari kesempurnaan seperti hal-hal yang sudah jadi, tetapi ketidakdiaman dan
energi pencarian) (Alfonso, 2007, hlm. 17,18).
Sebenarnya, proses dan produk adalah sebuah dikotomi yang tidak dapat
dipisahkan. Jika prosesnya bagus maka produknya bagus; dan sebaliknya, jika
produknya bagus tentu disebabkan oleh proses yang bagus. Akan tetapi, dalam ranah
praktis dan nyata; sebuah permainan improvisasi bebas cenderung mementingkan
proses atau produk; tergantung tujuan sekundernya (hlm. 49).

4.1.2.1.3 Rekaman Bukanlah Improvisasi


Sebaliknya dari produk tetap seperti sebuah komposisi, improvisasi bebas
tidak dapat diulangi kecuali dengan memutar rekamannya; namun dokumentasi
bukanlah improvisasi yang sebenarnya, tetapi produk sampingan dari proses
improvisasi. Dalam kata Edward Neeman (2014, hlm. 40): “Theoretically speaking, a
recorded document, whether visual or auditory, is never “improvisation,” because is
a relic of a past activity; improvisation refers only to the act of spontaneous creation
and not to any consequences of that act” (Secara teoretis, sebuah berkas rekaman
visual atau aural tidak dapat dinyatakan improvisasi karena ia adalah peninggalan dari
kegiatan masa lalu. Improvisasi merujuk hanya pada tindakan kreatif yang spontan,
bukanlah pada akibat apapun dari tindakan tersebut). Dalam kata lain, improvisasi
45

hanya dapat terjadi dalam waktu yang sedang berlangsung. Tidak ada sebelum
dimainkan dan tidak ada sesudah dimainkan, walaupun efeknya tetap dapat dirasakan
dalam jiwa orang (Cardew, 1971, hlm. 2). Oleh karena itu, Richard Scott, Cornelius
Cardew, dan Edwin Prévost (dalam Scott, 2014/5, hlm. 14) menganggap bahwa
selalu ada sesuatu yang hilang atau yang kosong dalam berkas dokumentasi
permainan improvisasi.

4.1.2.1.4 Improvisasi Bebas sebagai Gerakan, Budaya, Permainan, dan Musik


Selain gaya, proses, genre, dan blantika; improvisasi bebas dapat dipandang
juga sebagai gerakan dan budaya; yaitu kegiatan, perilaku, dan perlengkapan yang
muncul sekitar permainan improvisasi bebas. Budaya improvisasi bebas termasuk
berkumpul untuk memainkannya demi permainan itu sendiri dan penyajian
pertunjukan yang cenderung informal dan santai. Pelaku gerakan improvisasi bebas
cenderung berorganisasi secara kolektif, horizontal, dan inklusif; dan beberapa
pemain mempunyai peran aktif dalam pergerakan lingkungan, sosial, dan politik.
Cornelius Cardew, Feminist Improvising Group (Kelompok Feminis Berimprovisasi),
dan banyak pemusik jaz bebas yang mendukung Pergerakan Hak Asasi Sipil di
Amerika Serikat merupakan contoh pemain yang terjun sebagai aktivis sejak akhir
dasawarsa 1960an.
Akan tetapi, terlebih dari semua ini, musik improvisasi bebas adalah
permainan musik. Budaya, blantika, gerakan, genre, dan gaya merupakan sub-produk
dari permainan musik; sedangkan musik itu sendiri merupakan produk utama dari
proses bermain musik. Dalam kata lain, proses kreatif sudah tercantum dalam konsep
permainan. Oleh karena itu, penulis menganggap improvisasi bebas sebagai
permainan musik saja, bukan sebagai proses atau praktik sebagaimana penulis lain.
Bukankah segala jenis musik mempunyai proses dan praktik tersendiri pula? Maka,
sebelum melanjutkan pembahasan terhadap improvisasi bebas, penulis akan
menjelaskan terlebih dahulu tentang konsep permainan, musik, dan beberapa istilah
di sekitarnya.
46

4.1.2.2 Improvisasi Sebagai Permainan


4.1.2.2.1 Pengertian Permainan
Definisi musik improvisasi bebas dalam tesis ini menggunakan istilah
permainan dengan makna yang luas. Selain tujuan utama improvisasi bebas, bermain
adalah “…music's origin and its true essence…” (hakikat musik yang sesungguhnya
serta asal usulnya 11) (Amy, 2019, hlm. 6). Oleh karena itu, sebuah permainan
improvisasi bebas harus menimbulkan rasa senang serta dapat menghibur para
peserta. Bagi Stephen Nachmanovitch (2004, hlm. 66), permainan (play) adalah
“…espíritu de exploración en libertad, hacer y ser por puro placer” (sifat gelora
eksplorasi dalam kebebasan, berada dan melakukan demi kenikmatan saja);
sedangkan pertandingan atau mainan (game) adalah kegiatan dengan aturan tertentu.
Selain proses, konsep permainan sudah mencantumkan di dalamnya konsep “dalam
waktu yang sedang berlangsung”, yang sering dijadikan bagian dari definisi
improvisasi. Di antara enam pengertian istilah permainan dalam KBBI Daring (Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2016), empat dapat dikaitkan dengan
improvisasi, ialah: 1) sesuatu yang digunakan untuk bermain; 2) hal bermain; 3)
perbuatan yang dilakukan dengan tidak sungguh-sungguh; 4) pertunjukan, tontonan,
dan sebagainya. Sementara itu, dari sepuluh pengertian kata main, lima mengandung

11
Berdasarkan logika materialisme, “…mandkind´s first musical performance couldn´t have been
anything other than a free improvisation…” (permainan musikal pertama oleh manusia tidak mungkin
berbeda dari sebuah improvisasi bebas) (Bailey, 1992, hlm. 83). Kemungkinan besar, setelah
eksplorasi-eksplorasi awal dengan suara, tubuh manusia, dan/atau benda yang ditemukan,
“…they…started to remember, develop, and collect by oral tradition some combinations of sounds
that were suitable for ritual or amusement porpoises. Since then composition and improvisation have
been walking together in almost all traditions…” (mereka…melalui tradisi lisan, memulai
menghafalkan, mengembangkan, dan mengumpulkan kombinasi bunyi yang cocok untuk tujuan ritual
dan hiburan. Sejak itu, komposisi dan improvisasi telah berjalan berbarangan di hampir semua tradisi)
(Milán dan Sukmayadi, 2020, hlm. 287). Akan tetapi, “in the thinking of many cultures in the world, it
was God (or several gods) who originally created music and somehow handed it down to humankind,
usually by way of a specially gifted medium…” (dalam pikiran berbagai budaya di dunia, Tuhan-lah
(atau beberapa dewa/dewi) yang menciptakan musik dan menurunkannya kepada manusia dengan
berbagai cara, biasanya melalui perantara yang terberkati) (Berendt, 1991, hlm. 175). Pandangan lain
yang dapat menyimbangkan kedua teori ini adalah jika musik atau wahyu musikal diturunkan melalui
improvisasi bebas. Kini, beberapa pemusik improvisasi bebas dan jaz bebas menganggap bahwa
mereka bukanlah pencipta yang sebenarnya, tetapi mereka hanya menangkap bunyinya dari dunia
lain (Nunn, 1998b, hlm. 60); baik itu dunia spiritual, alam bawah sadar, ataupun kesadaran kolektif.
47

arti yang cocok dengan improvisasi, yaitu: 1) melakukan aktivitas atau kegiatan untuk
menyenangkan hati (dengan menggunakan alat-alat tertentu atau tidak); 2) melakukan
perbuatan untuk bersenang-senang; 3) dalam keadaan berlangsung atau
mempertunjukkan (tontonan dan sebagainya); 4) bertindak sebagai pelaku dalam
sandiwara (film, musik, dan sebagainya); 5) berbuat sesuatu dengan sesuka hati;
berbuat asal berbuat saja. Sama seperti bahasa Indonesia (main) dan bahasa Ingriss
(play), banyak bahasa di dunia menggunakan kata kerja yang sama untuk
menunjukkan pelaksanaan berbagai macam kegiatan, yang secara umum dapat
digolongkan dalam tiga jenis: 1) seni bunyi atau seni pertunjukan lainnya, 2) kegiatan
untuk bersenang-senang atau sebagai hiburan, dan/atau 3) kegiatan untuk berolahraga
atau berkompetisi. Di antara bahasa tersebut termasuk bahasa Esperanto, Hmong,
Basque, Somalia, Mongol, Gaelik Skotlandia; beberapa bahasa dari rumpun Melayu-
Polinesia, Austro-Asia, Tai-Kadai, Indo-Arya, Indo-Iran, Ural, Turkik, Semit,
Romanik, Atlantik-Kongo, Balto-Slavik; serta kebanyakan bahasa dari rumpun
bahasa Jermanik (lampiran 3).

Gambar 2 Pengertian Musik Improvisasi Bebas


48

4.1.2.2.2 Tiga Konteks dan Sembilan Tujuan Sekunder Improvisasi Bebas


Andrew Gregory (dalam Hargreaves dan North, 1997) menyebutkan bahwa
dalam masyarakat tradisional, musik menemani kehidupan manusia dari lahir sampai
kubur. Musik tradisional berperan penting dalam berbagai kegiatan, di antaranya:
menidurkan bayi, permainan anak-anak, kerja, tari, perang, penyembuhan, upacara
dan ritual, bercerita, komunikasi, simbol personal, identitas kelompok atau suku,
jualan, trans, hiburan, agama, dan pemerintahan. Walaupun improvisasi bebas dapat
diterapkan dalam semua kegiatan tersebut; penulis menggolongkan permainannya
berdasarkan konteks dan tujuan yang paling sering terjadi dalam masyarakat
kontemporer. Musik improvisasi bebas dapat dimainkan dalam salah satu dari tiga
konteks, ataupun sebuah kombinasi di antara mereka; ialah: 1) konteks permainan itu
sendiri, yang diadakan demi pengalaman bermain saja; 2) konteks pertunjukan, yang
diadakan untuk ditonton oleh orang lain; dan 3) konteks rekaman, audio atau video,
yang diadakan untuk melestarikan dan/atau menyebarkan dokumentasi permainan.
Selain itu, permainan dalam ketiga konteks tersebut dapat dilakukan demi
tujuan utama bermain serta demi salah satu dari sembilan tujuan sekunder, ataupun
sebuah kombinasi di antara mereka, ialah: 1) tujuan ekspresi seni, yang dilaksanakan
demi keinginan mewujudkan diri dengan kreativitas; 2) tujuan hiburan, yang
dilaksanakan demi menghilangkan rasa bosen; 3) tujuan inspirasi, yang dilaksanakan
demi mencari ide untuk sebuah komposisi atau untuk menginspirasikan kolaborasi
dengan seni lain; 4) tujuan pembelajaran, yang dilaksanakan untuk mempelajari dan
mempraktikkan musik improvisasi bebas itu sendiri serta, secara tersirat, etika dan
falsafatnya; 5) tujuan terapi, yang dilaksanakan untuk menyembuhkan diri, orang
lain, ataupun untuk mencari informasi tertentu tentang pasien; 6) tujuan ritual, yang
dilaksanakan sebagai sarana komunikasi dengan Tuhan, mahkluk gaib, diri sendiri,
dan/atau untuk menyatukan jiwa peserta dan penonton; 7) tujuan sosio-politik, yang
dilaksanakan untuk memberikan pesan atau efek tertentu mengenai masalah
kemasyarakatan ataupun sebagai media untuk “…transgresser un ordre social étabil
et de pousser à la libération de contraintes psychosociales” (menantang tatanan
49

sosial tetap dan mendorong kebebasan dari hambatan psiko-sosial) (Siron dalam
Remond, 2011, hlm. 8) 8) tujuan penelitian, yang dilaksanakan untuk mencari
informasi musikal atau ekstra-musikal tertentu; dan 9) tujuan profesional, yang
dilaksanakan demi uang, prestise, dan/atau hubungan kerja.
Secara umum, masing-masing dari kesembilan tujuan sekunder ini cenderung
menitikberatkan proses atau produk, baik musikal dan/atau non-musikal. Permainan
yang bertujuan ekspresi seni, hiburan, dan inspirasi mementingkan proses kreatif
musikal; yang bertujuan pembelajaran mementingkan proses pembelajaran musikal
serta proses pembelajaran etika/falsafat kehidupan; yang bertujuan terapi
mementingkan proses penyembuhan; yang bertujuan ritual mementingkan proses
spiritual; yang bertujuan sosio-politik mementingkan produk berupa efek dan
pengaruh terhadap masyarakat; yang bertujuan penelitian mementingkan produk
berupa data serta analisisnya; dan yang bertujuan profesional mementingkan produk
berupa musik yang berkualitas. Beberapa contoh dari ke-27 jenis permainan musik
improvisasi bebas, hasil dari kombinasi antara tiga konteks dan sembilan tujuan
sekunder, dapat dilihat pada lampiran 5 (hlm. 228).

Gambar 3 Tiga Konteks dan Sembilan Tujuan Sekunder Musik Improvisasi Bebas
50

4.1.2.2.3 Improvisasi Bebas sebagai Tantangan atau “Kompetisi”


Suatu permainan (game) mesti mempunyai aturan atau instruksi tertentu
sehingga permainannya adalah tantangan mengikuti sebaik-baiknya instruksi tersebut.
Sesungguhnya, kepatuhan terhadap aturannya menjadikan sebuah permainan lucu,
menarik, dan membahagiakan. Berdasarkan konsep ter-ideal dalam tesis ini, instruksi
satu-satunya permainan musik improvisasi bebas harus berbunyi kurang-lebih seperti
ini : “Ciptakanlah musik yang berkualitas tanpa menyepakati apapun”. Oleh karena
permainan, maka tidak begitu bermasalah jika peserta kurang berhasil mengikuti
instruksinya. Seperti dalam permainan video, sesudah kalah (game over) tinggal
mencoba lagi sampai berhasil. Walaupun demikian, terutama dalam permainan yang
bertujuan profesionalitas, para pemain niscaya akan berusaha bermain sesempurna
mungkin; sebab mereka, bagaikan pemain olahraga dalam konteks pertandingan, akan
ditonton, dinilai, dan dibandingkan oleh orang dan musisi lain. Ketika seorang musisi
menyepakati mencantumkan namanya dalam suatu pertunjukan, rekaman, atau video;
ataupun mengikuti sebuah permainan secara anonim; dia niscaya memasuki arena
pertandingan. Dalam kata lain, walaupun secara halus dan tidak sengaja, para musisi
seolah-olah “berkompetisi” antara mereka supaya diakui sebagai seniman yang hebat.
Akan tetapi, dalam “kompetisi” improvisasi bebas ini, pemenangnya bukanlah
seseorang atau sekelompok saja, tetapi musik dan kehidupan itu sendiri. Jika
permainan dapat menghasilkan musik yang berkualitas, semua peserta dan penonton
meraih kenikmatan sebagai piala kemenangan kolektif. Kontradiksi dari pertandingan
ini adalah bahwa untuk memainkan musik yang berkualitas mereka justru harus
bekerja sama, bukan bersaing. Seseorang yang ingin “menang” sendiri; yaitu bermain
supaya menonjol dan/atau bermain tanpa mendengarkan yang lain, akan membawa
kekalahan bagi semuanya sehingga pengalaman berimprovisasi bebas tidak lagi
memuaskan. Walaupun demikian, ini tidak berarti bahwa seseorang tidak boleh
ataupun kurang pantas memainkan sehebat-hebatnya; justru ia diharapkan
melakukannya demikian, namun dalam waktu dan konteks yang tepat, tanpa
merugikan musik secara keseluruhannya ataupun pemain lain.
51

4.1.2.2.4 Musik Berkualitas sebagai Target Permainan


Terkecuali permainan dengan tujuan sekunder terapi atau penelitian, yang
diadakan demi memperoleh hasil non-musikal; permainan dengan ketujuh tujuan
sekunder lainnya tetap bermaksud menjalankannya sebagusnya mungkin, yaitu
dengan menciptakan musik yang berkualitas seraya menghindari kesepakatan apapun.
Walaupun demikian, target ini dapat disembunyikan ataupun ditunda sementara demi
tujuan sekunder lainnya. Logika dalam pendapat ini adalah bahwa jika permainan
semakin berkualitas niscaya semakin berekspresi, semakin terhibur, semakin berhasil
pembelajarannya, semakin nikmat dan sukses ritualnya, semakin tersampaikan pesan
sosio-politiknya, semakin meningkat profesionalitas pemain, dan inspirasinya
semakin kreatif. Sebaliknya pula, jika semakin berekspresi, terhibur, terinspirasi,
profesional; ataupun pembelajarannya, ritual, atau tujuan sosio-politik semakin
dipersungguhi; sebuah permainan niscaya semakin berkualitas.
Dalam permainan yang bertujuan hiburan atau inspirasi, para pemain merasa
lega dan santai karena permainannya tidak akan ditonton dan/atau dinilai
sebagaimana dalam permainan bertujuan profesional. Sebaliknya, dalam permainan
bertujuan pembelajaran, mereka mungkin merasa gugup karena keberadaan rekan-
rekannya dan/atau pembimbing. Dalam permainan bertujuan pembelajaran, hiburan,
dan inspirasi; para peserta harus berani mengorbankan kualitas ketika bereksplorasi
dan/atau mempraktikkan alat musik, teknik, atau unsur musikal tertentu yang belum
pernah dimainkan ataupun belum dikuasai. Ibarat pelatihan oleh sebuah tim sepak
bola profesional ataupun permainan bola oleh anak-anak di tengah jalan; para pemain
dalam permainan improvisasi bebas bertujuan pembelajaran, hiburan, atau inspirasi
dapat menghentikan, menyelesaikan, bahkan berubah aturan permainan demi tujuan
tertentu, tanpa harus khawatir tentang kualitas produk permainan atau pelanggaran
aturan. Namun sebenarnya, dalam tesisi ini, jika aturannya dirubah tidak pantas
disebut lagi improvisasi bebas, tetapi improvisasi bersepakat. Sebagaimana
permainan lain, improvisasi bebas membutuhkan waktu dan praktik khusus untuk
menguasainnya; termasuk penerapan pelatihan improvisasi bersepakat yang dapat
membantu mempelajari aspek musikal atau non-musikal tertentu (hlm. 160).
52

4.1.2.3 Pengertian Musik dan Beberapa Istilah/Konsep di Sekitarnya


4.1.2.3.1 Etimologi Musik
Sebagaimana terjadi dalam sebagian besar kebudayaan masa lampau serta
suku-suku kontemporer di dunia, pengertian mousiké (musik) dalam budaya Yunani
kuno mencantumkan juga seni pertunjukan atau ilmu lain di dalamnya, misalnya:
puisi, teater, tari, bahkan sejarah dan astronomi. Akan tetapi, seiring dengan
perkembangan zaman, pengertian istilah musik menyempit hingga kini bermakna
kegiatan bernyanyi dan/atau memainkan alat musik/berbunyi saja. Frasa atau idiom
yang menjadi asal-usulnya musik adalah mousiké téchne dalam bahasa Yunani kuno.
Kemudian hari, idiom tersebut diterjemahkan sebagai ars musica dalam bahasa Latin.
Istilah mousiké berasal dari istilah mousai, yaitu para dewi yang mengilhami
pengetahuan dan seni dalam agama Yunani kuno; sedangkan, menurut Omar
Montoya (2008, hlm. 299), istilah techné dalam kebudayaan Yunani kuno berarti “un
conjunto de conocimientos eficaces que se acompaña además con el conocimiento de
las razones o causas por las cuales el procedimiento es eficaz” (sekelompok
pengetahuan efisien serta pengetahuan akan sebabnya mengapa sebuah prosedur
dapat berhasil).
Berbeda dengan pengertian umum istilah teknik pada zaman sekarang, techné
pada zaman Yunani kuno terkait erat dengan istilah poiesis, yang mengandung arti
menerangkan yang tersembunyi; serta istilah episteme (Montoya, 2008, hlm. 298-
300), yang sering diterjemahkan sebagai pengetahuan ilmiawi. Ini menunjukkan
bahwa dalam konsep techné, praktik dan teori tidak terpisah. Selain itu, pada zaman
Yunani kuno istilah techné pernah digunakan untuk seluruh bidang pengetahuan;
bukan hanya pada kesenian, kerajinan, ataupun keahlian tukang-tukang. Konsep
techné diterjemahkan dalam bahasa Latin kuno sebagai ars, sebuah istilah yang
menjadi cikal bakal kata kesenian dalam berbagai bahasa Eropa Barat, seperti pada
kata art dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa sehari-hari zaman sekarang, kata teknik
dan seni masih dapat mengandung arti yang serupa dengan konsep techné, misalnya:
seni/teknik pertanian atau seni/teknik peperangan.
53

4.1.2.3.2 Seni dan Musik sebagai Pengamatan


Dalam pengertian luas, seni atau kesenian adalah proses serta hasil
menciptakan dan/atau mengamati sesuatu dengan tujuan estetis, baik demi keindahan
itu sendiri maupun berbarengan dengan tujuan praktis lainnya. Menurut Stephen
nachmanovitch (2004, hlm. 77), seni sebagai hasil pengamatan tampak ketika kita
menyerahkan diri pada pengalaman perseptif apapun dalam kehidupan sehari-hari;
sehingga otak dan pancaindera kita terbeku, kita menghilang, lalu seni muncul.
Dalam pandangan ini, musik bukanlah objek yang dialami tetapi sebuah pengalaman
subjektif; maka “…the difference between music and non-music lies in the use that
the experiencing person makes of the sounds” (perbedaan antara musik dan non-
musik terletak pada penggunaan terhadap bunyi oleh yang mengalaminya) (Clifton,
1983, hlm. 2). Berdasarkan renungan ini, jika ada satu orang saja yang menganggap
suara lingkungan di sekitarnya, sebuah percakapan, sebuah karya bunyi konseptual
atau eksperimental12, atau bunyi apapun sebagai pengalaman estetik; ini sudah cukup
untuk mengakuinya serta membenarkanya sebagai seni dan musik. Apakah musik itu
berkualitas atau tidak? Itu lain cerita. Kualitas seni tetap sesuatu yang subjektif,
namun dapat ditimbangkan menurut nilai-nilai estetik dan budaya dari suatu
masyarakat atau sekelompok orang dalam jenjang waktu dan tempat tertentu.

4.1.2.3.3 Seni Bunyi dan Seni Bebunyian


Untuk kepentingan tesis ini, musik diartikan secara sederhana tetapi
menyeluruh sebagai seni bunyi, yaitu kesenian yang dapat menggunakan segala bunyi
sebagai bahan utama. Seni bunyi dapat diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai
art of sounds. Alasan utama dari terjemahan tersebut adalah untuk membedakannya
dari istilah sound art; yang muncul pada dasawarsa 1970an (Dunaway, 2020, hlm.
25,26) untuk menggolongkan beberapa jenis musik kontemporer, eksperimental,
kebisingan (noise), performance/teater berbunyi, puisi berbunyi, elektronik,
elektroakustik, suara lingkungan (soundscape), instalasi bunyi, seni rupa berbunyi,

12
4´33´´ oleh John Cage adalah karya konseptual yang pertama kali mengakui bunyi-bunyi di sekitar
kita sebagai seni.
54

patung berbunyi, dsb. Dengan penggunaan label ini, para pelaku sound art dapat
memisahkan diri dari pengertian umum musik yang merujuk pada kebiasaan atau
patokan lama; yaitu yang masih mengutamakan melodi dibandingkan unsur musik
lainnya. Berdasarkan Aminudin Siregar (dalam Edrian, 2016), istilah sound art dapat
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai seni bebunyian.

4.1.2.3.4 Bunyi dan Sunyi


Bunyi adalah fenomena psikoakustik yang menghasilkan pendengaran. Bagi
manusia yang sehat, getaran fisik antara 20 dan 20.000 Hertz (gelombang per detik)
dialami sebagai bunyi melalui telinga dan syaraf dalam otak. Bunyi dapat dialami
dengan lima karakteristik utama serta gabungannya, ialah: dinamika (volume), durasi,
frekuensi (nada), warna suara (timbre), dan lokasi, yaitu letaknya sumber bunyi.
Seperti seni dan musik, pendengaran merupakan pengalaman subjektif karena
masing-masing orang mempunyai perbedaan bentuk dan ukuran telinga; perbedaan
gangguan atau tingkat kerusakan di dalam telinga; perbedaan cara otak
menginterpretasikan secara kognitif kegiatan saraf (Nunn, 1998a, hlm. 21); perbedaan
latar belakang pendengaran; perbedaan tingkat pelatihan dan kesadaran pendengaran;
dan perbedaan posisi dalam ruang, yang mengakibatkan sumber suara, gema, dan
gaung tertangkap dan terasa berbeda-beda.
Sebagaimana telah dibuktikan oleh John Cage (1955, hlm. 1) ketika masuk
dalam ruangan tanpa gema (anechoic chamber), kesunyian (silence) sempurna atau
hak sebenarnya tidak ada. Setip orang niscaya akan mendengarkan bunyi yang
dihasilkan sengaja oleh diri sendiri; bunyi yang tidak sengaja dihasilkan oleh diri
sendiri, seperti bunyi dalam tubuh manusia; dan/atau bunyi yang tidak dihasilkan oleh
diri sendiri, yaitu suara lingkungan. Berdasarkan fakta ini, kalimat “sunyi itu bunyi
yang sembunyi” oleh filsuf Rocky Gerung (2018) bisa dinyatakan betul menurut ilmu
psikoakustik. Sebaliknya dari sunyi yang hak, sunyi musikal diartikan sebagai
ketiadaan bunyi musikal yang dapat berfungsi untuk menimbulkan atau melepaskan
ketegangan, menarik perhatian, (Sutton dalam Darnley-Smith dan Patey, 2004, hlm.
79), ataupun untuk meningatkan apa yang telah terjadi dan menebak apa yang akan
55

terjadi (Germán Romero, komunikasi personal, 2020). Walaupun demikian, John


Cage juga menentang konsep sunyi musikal dengan karyanya 4´33´´ yang
menganggap suara lingkungan sebagai bagian dari musik. Oleh karena itu, definisi-
definisi musik sebagai “bunyi dan sunyi teratur…”13, yang sering dikutip dalam
berbagai tulisan di internet, kurang tepat demi kepentingan tesis ini. Cukup “seni
bunyi” saja untuk mengartikan istilah musik dalam konsep paling menyeluruh.

4.1.2.4 Pengertian Improvisasi dan Beberapa Istilah/Konsep di sekitarnya


4.1.2.4.1 Improvisasi dalam Pengertian Umum dan Dalam Literatur
Menurut Eeva Siljamäki dan Panagiotis Kanellopoulos (2019, hlm. 2,3),
pandangan umum terhadap improvisasi merupakan manifestasi dari beberapa dualitas
modernis seperti orisinalitas versus tradisi, dan spontanitas versus perencanaan. Di
satu sisi, improvisasi dianggap sebagai proses kreatif marjinal atau ”pra-seni” yang
tidak lengkap, tidak teliti, tidak dapat diduga, kebetulan, tidak dipikirkan, dan tanpa
aturan. Namun di sisi lain, improvisasi dianggap pula sebagai alat untuk melampaui
batas, logika yang dipaksakan, dan perilaku yang sudah diperhitungkan; sehingga
mengarahkan pada kebebasan musikal, personal, dan sosio-politik (Kanellopoulus
dalam Siljamäki dan Kanellopoulos, 2019, hlm. 3).
Beberapa definisi improvisasi menekankan sifat spontanitas serta
pelaksanaanya dalam waktu yang sedang berlangsung. Sebagai contoh: 1) “…the
study of direct relations between cerebral commands and muscular interpretations in
order to express one's own musical feelings…” (pembelajaran tentang hubungan
langsung antara perintah otak dan interpretasi ragawi, yang bertujuan
mengekspresikan rasa musikal diri-sendiri) (Dalcroze dalam Pressing, 1987, hlm. 13);
2) “…the spontaneous creation and performance of musical materials in a real-time

13
Misalnya: “music is an ordered arrangement of sounds and silences whose meaning is presentative
rather than denotative” (musik adalah bunyi dan sunyi teratur yang bermakna preservatif, bukan
prerogatif) (Clifton,1983, hlm. 1) atau “…the organization of sound and silence into forms that carry
culturally derived meanings, cultivated for aesthetic or utilitarian purposes” (pengaturan bunyi dan
sunyi dalam bentuk-bentuk yang mengandung makna berdasarkan budaya, baik dengan tujuan estetik
maupun demi manfaat praktis tertentu) oleh Michael Linton (dalam Glossop, 2008).
56

format” (penciptaan dan permainan bahan musikal yang terjadi secara spontan dalam
waktu yang sedang berlangsung) (Sarath dalam Dipnall, 2012, hlm. 5); dan 3) “…an
elaborative and creative musical practice…usually performed without the assistance
of notation and…effected from a spontaneous attitude of mind so as to create a brief
or extended original composition governed by the syntax and schemata of its musical
parameters” (praktik musikal kreatif yang menguraikan…sering dimainkan tanpa
bantuan notasi dan… dilaksanakan melalui sifat spontan dalam otak dengan tujuan
menciptakan sebuah komposisi orisinal, baik pendek atau panjang, yang dikendalikan
oleh sintaksis dan skema parameter musikalnya sendiri) (Dipnall, 2012, hlm. 6).

4.1.2.4.2 Improvisasi, Interpretasi, dan Komposisi dalam Tesis ini


Setiap permainan musik terdiri dari kombinasi tertentu antara interpretasi dan
improvisasi. Kedua istilah ini dapat mengandung berbagai arti tergantung
konteksnya, namun dalam tesis ini dimaknai secara singkat tetapi sempurna sebagai
bagian/unsur permainan yang telah disepakati (interpretasi) dan bagian/unsur
permainan yang belum disepakati (improvisasi). Interpretasi dan improvisasi
bukanlah dua hal yang bertentangan, tetapi merupakan dua proses kreatif yang saling
terkait, saling melengkapi, serta membentuk sebuah kesinambungan. Walaupun
hanya sekelumit, dalam setiap permainan yang cenderung berinterpretasi, niscaya
akan ada bagian/unsur improvisasi; dan dalam setiap permainan yang cenderung
berimprovisasi, niscaya akan ada bagian/unsur interpretasi. Menurut Ed Sarath
(dalam Dipnall, 2012, hlm. 11), permainan interpretatif dapat dipandang “…to
involve temporal principles similar to those defining improvisation within a highly
detailed referent” (melibatkan prinsip temporal serupa dengan yang digunakan dalam
improvisasi dengan referen terperinci); sebab walaupun para pemain tetap setia pada
melodi atau pokok sebuah karya yang telah dimainkan berkali-kali, mereka berusaha
menyajikannya dengan kekhasan pribadi yang spontan.
Istilah improvisasi berasal dari bahasa Latin improvisus yang artinya: tanpa
(in) melihat (visus) ke depan (pro). Improvisasi disebut juga eks-tempo-rasi
(extemporization), yang artinya di luar waktu atau tanpa waktu; maksudnya tanpa
57

waktu untuk mempersiapkan. Terkait dengan kedua pengertian ini, Elizabeth Behnke
(dalam Nunn, 1998a, hlm. 20) menjelaskan bahwa improvisasi adalah sebuah “…leap
into uncertainity…” (lompatan menuju ketidakpastian) karena tidak ada perencanaan
terhadap masa depan. Perencanaan atau kesepakatan dalam interpretasi seringkali
merupakan sebuah komposisi; yaitu beberapa ketetapan lisan atau tertulis yang
merupakan inti sari dari sebuah karya sekaligus peta, pemandu, “resep masakan”
(Zappa dalam Alfonso, 2007, hlm. 9,10), atau instruksi untuk memainkan dan
menginterpretasikannya (menafsirkannya). Edward Neeman (2014, hlm. 39)
menjelaskan bahwa “improvisation is the creation of something new in the moment of
performance…composition is about planning for the future and interpretation is
about determining the meaning of music created in the past” (improvisasi adalah
penciptaan sesuatu yang baru pada saat permainan berlangsung…komposisi adalah
tentang merencanakan masa depan, dan interpretasi adalah tentang menentukan
makna dari musik yang diciptakan pada masa lalu).
Dalam pandangan ini, seorang pengimprovisasi mempunyai peran yang
berbeda daripada seorang komponis, seorang pemain (performer), ataupun seorang
penginterpretasi (Lewis, 1996, hlm. 113); namun tugas dan kegiatan keempat peran
ini tetap berhubungan. Seorang komponis sering menggunakan improvisasi untuk
mencari ilham dan mencoba ide; sedangkan seorang pengimprovisasi sering
menggunakan ilmu komposisi untuk membentuk permainannya, baik sebagai
perencanaan sebelum permainan ataupun sebagai intuisi pada saat permainan
berlangsung. Selain itu, seorang komponis menggunakan interpretasi untuk
memastikan pilihannya; seorang penginterpretasi menggunakan komposisi dan
improvisasi untuk menyajikan musiknya; dan seorang pemain menggunakan
improvisasi dan interpretasi.

4.1.2.4.3 Konsep Kesepakatan dalam Tesis ini


Istilah improvisasi terstruktur, terkontrol, teratur, terencana, terpandu
(guided), atau bergaya sering digunakan sebagai lawan dari improvisasi bebas; namun
penulis menemukan bahwa konsep improvisasi bersepakat dapat mengandung bahkan
58

melebihi semua istilah tersebut, termasuk pula konsep komposisi. Kesepakatan dalam
improvisasi dapat bersifat tersurat, jika dinyatakan dengan jelas; atau tersirat, jika
tersembunyi dalam konteks, gaya, ataupun sikap pemain. Selain itu, kesepakatan
dapat disetujui oleh semua anggota kelompok, sebagiannya, ataupun oleh diri sendiri
saja; dan/atau dapat terjadi sebelum atau selama permainan berlangsung, misalnya
ketika kelompok mengikuti seorang konduktor atau video. Beberapa contoh jenis atau
bentuk kesepakatan adalah: niat atau instruksi terkait dengan unsur musikal atau
ektra-musikal tertentu; hiasan, bentuk, dan/atau pola dalam gaya tertentu; komposisi,
lagu, atau karya tertentu; panduan atau pemicu untuk berimprovisasi; dan
kesepakatan yang telah ditetapkan pada saat proses latihan.
Kesepakatan dapat digolongkan dalam kesepakatan musikal, yang
menentukan dengan jelas cara memainkan unsur musikal tertentu; dan kesepakatan
ibarat, yang menginspirasikan permainan musikal dengan perumpamaan ekstra-
musikal (hlm. 168). Di sisi lain, kesepakatan dapat disampaikan pada salah satu,
sebagian, ataupun kelima pancaindera melalui berbagai media (hlm. 170), misalnya:
sentuhan, wangi-wangian, atau makanan; notasi tradisional, grafis, tertulis, atau
modern; kaidah tersirat dan/atau tersurat dalam genre dan gaya tertentu; isyarat visual
atau musikal dari satu atau beberapa direktor; kesepakatan lisan atau verbal; rekaman
pengiring yang tidak dapat dirubah; perangkat lunak atau keras untuk berinteraksi
seperti komputer, robot, mesin, atau patung berbunyi; atau pemicu kinestesis,
programatis, atau metaforis lainnya yang dapat merangsang permainan improvisasi
tanpa keterangan musikal yang tepat, misalnya: gambar, video, cahaya, puisi, kata,
konsep, tarian, cerita, atau bangunan.
59

Gambar 4.4 Karakteristik Kesepakatan

4.1.2.4.4 Komposisi sebagai Sinonim dari Ciptaan Musikal


Supaya tidak terjadi kesalahpahaman dengan pengertian komposisi dalam
tesis ini, perlu dijelaskan bahwa sejak abad ke XIX, ataupun sebelumnya, istilah
komposisi sering diartikan juga dengan pengertian yang lebih komprehensif, yaitu
sebagai sinonim dari ciptaan musikal. Akibat dari ini, improvisasi dianggap juga
sebagai komposisi dalam waktu yang sedang berlangsung (Alfonso, 2007, hlm. 9;
Solís dan Nettl, 2009, hlm. 1). Sebagai contoh, pada tahun 1842 Karl Flitsch (dalam
Bittencourt, 2020, hlm. 12) melaporkan:
“The other day I heard Chopin improvise at George Sand’s house. It is
marvelous to hear Chopin compose in this way: his inspiration is so immediate and
complete that he plays without hesitation as if it could not be otherwise. But when it
comes to writing it down and recapturing the original thought in all its details, he
spends days of nervous strain and almost terrible despair” (Kemarin saya
mendengarkan Chopin berimprovisasi di rumah George Sand. Sangat menakjubkan
mendengarkan bagaimana Chopin membuat komposisi dengan cara begitu:
inspirasinya amat instan dan sempurna sehingga beliau bermain tanpa ragu-ragu,
seolah-olah permainannya tidak bisa berbentuk selain itu. Namun ketika beliau
menangkap kembali dan menuliskan secara terperinci ide awalnya, beliau
60

menghabiskan hari demi hari dalam ketegangan, kegelisahan, dan putus asa yang
mengerikan).

Selaras dengan pengertian ini, Dave Brubeck sering salah mengutip Igor
Stravinsky dengan kalimat “…composition is selective improvisation” (komposisi
adalah improvisasi yang terpilih) (Klotz. 2019, hlm. 64) dan Arnold Schoenberg
(1950, hlm. 98) menyatakan bahwa “…composing is a slowed-down improvisation;
often one cannot write fast enough to keep up with the stream of ideas” (komposisi
adalah improvisasi yang dilambatkan; biasanya seorang tidak dapat menulis cukup
cepat untuk menangkap arus ide) 14. Di sisi lain, Evan Parker memikirkan bahwa
improvisasi justru berlawanan dengan musik bernotasi, bukan dengan komposisi
(Henkin dalam Neeman, 2014, hlm. 11); dan Chefa Alfonso (2007, hlm. 9)
membedakan antara komposisi tertulis dan komposisi spontan atau improvisasi.
Beliau menjelaskan bahwa
“…la mayoría de los improvisadores y muchos compositores consideran…la
composición como un concepto más abierto, que incluiría la producción o
generación musical y su fijación, o no, por medios no sólo de notación
convencional, sino también a través de partituras gráficas, instrucciones,
grabaciones o directamente en el instrumento” (sebagian besar
pengimprovisasi dan banyak komponis menganggap…komposisi sebagai
konsep lebih terbuka yang mencakup produksi atau penciptaan musikal
beserta penetapannya, ataupun tanpa menetapkannya; melalui partitur grafis,
instruksi, rekaman, ataupun langsung dengan alat musik, bukan hanya melalui
notasi biasa).

4.1.2.4.5 Perbedaan antara Improvisasi dan Komposisi


Ketika Frederic Rzewsky meminta Steve Lacy untuk menjelaskan perbedaan
antara improvisasi dan komposisi dalam 15 detik, beliau menjawab: “In fifteen
seconds, the difference between composition and improvisation is that in composition
you have all the time you want to decide what to say in fifteen seconds, while in
improvisation, you have fifteen seconds” (Dalam limabelas detik, perbedaan antara
komposisi dan improvisasi adalah bahwa dalam komposisi Anda dapat menggunakan

14
Beberapa tahun kemudian Giacinto Scelsi mulai merekam improvisasinya lalu menyalinnya (dengan
bantuan muridnya) dan mempersembahkannya sebagai karya bernotasi.
61

sepanjang waktu untuk menentukan apa yang Anda akan bilang dalam limabelas
detik, sedangkan dalam improvisasi Anda hanya dapat menggunakan limabelas detik)
(Bailey, 1992, hlm. 141). Ajaibnya, jawaban tersebut menggunakan tepatnya
limabelas detik dalam perekam Rzewsky! Berdasarkan jawabannya, perbedaan paling
inti antara komposisi dan improvisasi adalah bahwa:
En la improvisación sólo hay un tiempo: el que la gente de computación llama
tiempo real. El tiempo de la inspiración, el tiempo de estructurar técnicamente y
realizar la música, el tiempo de ejecutarla, y el tiempo de comunicarse con el
público, así como el tiempo común del reloj, son todos uno solo. La memoria y la
intención (que postulan el pasado y el futuro) y la intuición (que indica el eterno
presente) se funden. (Dalam improvisasi hanya terdapat satu jenis waktu: yang
dinamakan waktu nyata oleh ahli komputer. Waktu ilham, waktu menstrukturkan
musik secara teknik dan mengejawantahkannya, waktu memainkannya, waktu
berkomunikasi dengan penonton, bahkan waktu umum dalam arloji;
semuanyalah satu saja. Ingatan dan niat (yang merepresentasikan masa lalu dan
masa depan) melebur dengan intuisi (yang menunjukan masa kini yang abadi)
(Nachmanovitch, 2004, hlm. 30, 31)

Oleh karena improvisasi terjadi dalam waktu yang sedang berlangsung, pemain
memerlukan konsentrasi yang tinggi supaya keputusannya terlaksanakan secara
efektif dan cepat melalui intuisi dalam alam bawah sadar. Sebaliknya, pilihan dalam
komposisi dilakukan melalui analisis sadar dengan nalar. Selain itu, improvisasi
merupakan pengalaman musikal nyata yang biasanya dilakukan secara kolektif;
sedangkan komposisi, yang biasanya dilakukan sendiri, hanya merupakan harapan
yang kelak menjadi pengalaman musikal nyata jika dimainkan (Alfonso, 2007, hlm.
9,10).

4.1.3 Kesinambungan Interpretasi dan Improvisasi


4.1.3.1 Model Daryl Runswick
Hazrat Inayat menjelaskan tentang keterbatasan dan tentang kesatuan dalam
dualitas:
Realitasnya adalah orang adalah individu dengan dua tujuan, seperti satu garis
dengan dua ujung. Bila Anda melihat ujung-ujung itu, maka dua; bila Anda
melihat garisnya, maka satu. Satu ujung garis dibatasi, ini artinya
62

keterbatasan; ujung lain garis itu tak terbatas. Satu ujung adalah manusia,
ujung yang lain adalah Tuhan (Khan, 2002, hlm. 56,57).

Serupa dengan ini, interpretasi dan improvisasi melebur sehingga membentuk sebuah
kesinambungan “…from music where there is little or no creative input from the
performer to music where there is no input at all from a composer” (dari musik yang
tidak ada pemasukan kreatif oleh pemain, ataupun sedikit saja; sampai musik yang
tidak ada pemasukan sama sekali oleh seorang komponis) (Runswick, 2004, hlm. 12).
Di antara utopia ketetapan atau keterbatasan mutlak, yaitu 0% improvisasi dan 100%
interpretasi; dan utopia kebebasan mutlak, yaitu 100% improvisasi dan 0%
interpretasi; terletak segala jenis dan karya musik yang dapat dimainkan secara
langsung, berarti semua musik kecuali memutar rekaman.
Dalam modelnya, Daryl Runswick menggolongkan jenis-jenis musik menurut
tiga batas fleksibel. Batas pertama dapat diletakkan “between (on the left) disciplines
which incorporate a strictly regulated set of rules based on a long-established
performance tradition, and (on the right) ones which allow the free flow of ideas
without prescribed rules” (di antara–di sebelah kiri–disiplin yang mengandung
seperangkat aturan ketat dan tertata berdasarkan tradisi pertunjukan yang telah lama
dijalankan; dan–di sebelah kanan– yang memperkenankan ide-ide mengalir bebas,
tanpa aturan yang ditetapkan terlebih dahulu) (Runswick, 2004, hlm. 14). Yang kedua
“…between music (to the right) whose first reason to exist is improvisation, and that
(to the left) which may use improvisation as a major component but exists primarily
for other reasons” (di antara–di sebelah kanan–musik yang alasan utamanya untuk
ada adalah improvisasi; dan–di sebelah kiri–yang dapat menggunakan improvisasi
sebagai komponen penting, namun alasan utamanya untuk ada bukanlah improvisasi)
(Runswick, 2004, hlm. 16). Yang terakhir “…between (on the right) disciplines
which allow for melodic invention and (on the left) those which do not” (di antara–di
sebelah kanan–disiplin yang membolehkan improvisasi melodis; dan di sebelah kiri
yang tidak) (Runswick, 2004, hlm. 22).
63

Gambar 4.5 Model Kesinambungan Improvisasi Menurut Daryl Runswick (2004, hlm. 1)15

4.1.3.2 Utopia dan Heterotopia


Pada tahun 1516 Thomas More menerbitkan buku fiksi tentang sebuah pulau
ideal bernama Utopia, yang berdasarkan etimologinya berarti “tempat yang tidak
ada”. Sejak itu, istilah utopia memulai menjadi sinonim dari sebuah khayalan idaman
yang dikejar namun tidak akan pernah ditangkap seutuhnya; sama seperti garis
asimtot dalam ilmu geometri. Perjalanan menuju kesempurnaan dalam
permasyarakatan, atau dalam kata lain: pelaksanaan nyata dan efektif yang
terinspirasikan oleh sebuah utopia, disebut heterotopia oleh Michel Focault (1997,
hlm. 3). Berdasarkan renungan ini, usaha improvisasi bebas untuk meraih kebebasan
mutlak dan usaha musik bernotasi multiparametrik untuk menerapkan ketetapan
mutlak merupakan dua heterotopia, ataupun dua asimtot musikal yang mustahil
berhasil.
Ella está en el horizonte —dice Fernando Birri—. Me acerco dos pasos, ella
se aleja dos pasos. Camino diez pasos y el horizonte se corre diez pasos más
allá. Por mucho que yo camine, nunca la alcanzaré. ¿Para qué sirve la
utopía? Para eso sirve: para caminar (Dia berada di cakrawala –berkata
Fernando Birri–. Saya mendekati dua langkah, dia menjauhi dua langkah.
Saya berjalan sepuluh langkah dan cakrawala pun menjauhi sepuluh langkah.
Walaupun saya berjalan lama saya tak akan pernah mencapainya. Apa
manfaat utopia? Manfaatnya itulah: untuk berjalan) (Galeano, tanpa tahun,
hlm. 18).

4.1.3.2.1 Heterotopia Musik Kompleksitas Baru


Pada dasawarsa 1950an, musik serialisme integral berusaha mendirikan
sebuah estetik baru yang menghapuskan semua unsur khas musik zaman romantik,

15
Dari kiri ke kanan: memutar rekaman; musik minimalis; serialisme total; repertoar standar; musik
kebetulan, tidak ditentukan; hiasan barok; opera Itali sebelum tahun 1884; multimedia; rock, pop,
blues; jaz berbasis kord; musik klasik India; jaz bebas; notasi grafik dll; improvisasi bebas.
64

terutama melodi dan rasa. Para komponis seperti Pierre Boulez mengatur banyak
parameter musikal sehingga menyesakkan daya ekspresif pemain. Aliran ini
berkembang lalu memuncak pada dasawarsa 1980an dengan musik kompleksitas
baru, yang notasinya bersifat multiparametrik serta sangat terperinci. Karya-karyanya
amat sulit untuk dimainkan sebab notasinya sangat rumit dan para pemain dituntut
presisi yang tinggi serta teknik yang luar biasa. Akibat dari ini, mereka menyajikan
sebuah interpretasi subjektif dari notasi karya, ataupun kadang-kadang
membohonginya dengan sengaja (Nunn, 1998a, hlm. 14). Reaksi para komponis
terhadap fenomena ini berbeda-beda: ada yang mendorong untuk memperbaiki
permainannya, ada yang memaklumi, dan ada pula yang tidak sadar bahwa para
pemain tidak mengikuti notasinya dengan tepat.
Tom Service (2012) beranggapan bahwa “karya” Brian Ferneyhough, yaitu
komponis aliran musik kompleksitas baru paling terkenal, “…is not to be found only
on the printed page…but somewhere between and beyond the sum of the score's
indications and the sum of all of the possible performances that may result from it…”
(tidak dapat ditemukan hanya dalam halaman yang dicetak…tetapi di antara dan
sesudah hasil menyimpulkan seluruh penjelasan di dalam notasi dengan seluruh
kemungkinan cara untuk memainkannya).

4.1.3.2.2 Utopia Ketetapan Mutlak


Dalam praktik musikal nyata, terdapat tiga kepastian yang seringkali
diabaikan atau kurang dipahami ketika membahas kaitan antara interpretasi dan
improvisasi: 1) "Neither another performance of an improvisation nor a realization
of a composer's score will be qualitatively identical to its model in every respect, but
it will approximate it” (Permainan berikutnya sebuah improvisasi maupun
perwujudan notasi seorang komponis tidak akan mempunyai kualitas yang sama
dalam segala aspek, hanya akan mendekati modelnya) (Gould dan Keaton, 2000, hlm.
145). 2) Sebuah notasi mustahil mampu menggambarkan seluruh seluk-beluk dan
detail yang terjadi dalam fenomena musikal (Nunn, 1998a, hlm. 14). 3) Notasi
bukanlah karya tetapi instruksi untuk mewujudkan sebuah karya. Berdasarkan ini,
65

jika kita merujuk pada definisi improvisasi sebagai perwujudan unsur/bagian musik
yang tidak disepakati; dapat disimpulkan bahwa " ... all musical performance, no
matter how meticulously interpreted and no matter how specific the inscribed score,
requires improvisation" (semua permainan musik, walaupun diinterpretasikan dengan
sangat saksama dan dinotasikan amat spesifik, membutuhkan improvisasi) (Gould
dan Keaton, 2000, hlm. 143). Dalam kata lain: interpretasi dan improvisasi terjadi
secara serentak dalam sebuah karya, bagian, atau motif yang sama.

4.1.3.2.3 Improvisasi Tingkat Mikro


Improvisasi sering kali dipahami sebagai improvisasi melodis saja, namun ia
dapat muncul sebagai ornamentasi, nada, dinamika, tempo, sarung suara, ekpresi,
ritme, warna suara, instrumentasi, gerakan tubuh, teknik, artikulasi, pernafasan, atau
aspek lain yang tidak ditetapkan oleh komponis, konduktor, dan/atau kesepakatan
sendiri atau bersama. Proses menginterpretasikan sebuah karya akan menghasilkan
versi yang berbeda setiap kali dimainkan, sebab manusia bukan robot. Variasi-variasi
terhadap unsur yang telah ditetapkan dapat digolongkan sebagai interpretasi jika
dimainkan sebagaimana telah disepakati dalam proses latihan; sedangkan jika
dimainkan berbeda dan secara spontan dari yang telah disepakati dalam proses
latihan, dapat digolongkan sebagai improvisasi. Permainan yang terlalu menyimpang
dari kesepakatan dapat digolongkan sebagai interpretasi yang salah jika memang
tujuan awal adalah mengikutinya; sedangkan jika menyimpang secara spontan dan
sengaja, dapat digolongkan sebagai improvisasi.

4.1.3.2.4 Utopia Kebebasan Mutlak


Jika ada sesuatu yang bisa dianggap sebagai perwujudan utopia kebebasan,
itulah Tuhan. Dalam pandangan Islam, Allah SWT adalah Zat Maha Bebas yang bisa
berbuat apa saja lantaran kemahakuasaan-Nya (Iyubeno, 2019). Sebagaimana
disebutkan dalam Surat Al-Hajj ayat 14 dan Surat Hud ayat 107, Dia adalah Yang
Maha Berkehendak (iradat) dan Yang Maha Menghendaki (muridan). Di sisi lain,
beberapa filsuf dan teolog kontemporer (dalam Kuhn dan Getzels, 2014),
66

mengusulkan adanya sebuah kontradiksi antara kebebasan mutlak dan kesempurnaan


mutlak. Apakah Tuhan sebagai Maha Sempurna, Maha Bijaksana, dan Maha Baik
tidak dapat berbuat yang buruk; sehingga kebebasan-Nya dibatasi? Robert Lawrence
Kuhn, yang mendefinisikan kebebasan sebagai kemampuan untuk memilih,
cenderung memikirkan bahwa Tuhan mempunyai kebebasan mutlak; namun Dia
selalu memilih yang sempurna (Kuhn dan Getzels, 2014). Jika kebebasan mutlak
dalam tingkat Tuhan masih bisa diperdebatkan, apalagi dalam tingkat manusia atau
tingkat musik!
Dengan pikiran serupa kita bisa mempertanyakan: Apakah para pemain
improvisasi bebas tidak boleh memilih bermain buruk? Apakah tuntutan untuk
bermain dengan kualitas membatasi kebebasan mereka? Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, kualitas merupakan syarat yang diharapkan dalam kebanyakan kasus,
terutama dalam permainan bertujuan profesionalitas; sedangkan permainan buruk,
baik yang dilakukan sengaja ataupun tidak sengaja, dapat dimaklumi dalam
permainan dengan tujuan sekunder lainnya. Selain itu, kita perlu menyadari bahwa
kualitas selalu bergantung pada konteks musikal; maka sebuah “permainan buruk”
dapat dianggap berkualitas jika sesuai dengan konteksnya.

4.1.3.2.5 Konsep Kebebasan dalam Pengertian Umum dan dalam Improvisasi


Menurut KBBI Daring (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2016),
istilah bebas memiliki beberapa pengertian, di antaranya: “lepas sama sekali (tidak
terhalang, terganggu, dan sebagainya sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat,
dan sebagainya dengan leluasa)”, dan “tidak terikat atau terbatas oleh aturan dan
sebagainya”. Sama dengan ini, salah satu pengertian kata free (bebas) oleh kamus
bahasa Ingriss Cambridge Dictionary (Cambridge University Press, 2022) adalah
“not limited or controlled” (tidak terbatas atau terkontrol). Bebas dari apa? Terbatas
oleh apa? Terkontrol dengan apa? Terkait dengan pertanyaan-pertanyaan ini, Richard
Scott (2014/5, hlm. 10) menyatakan bahwa “freedom within improvisation is always
limited and defined by its context” (kebebasan dalam improvisasi selalu terbatas dan
terdefinisi oleh konteksnya); sedangkan Edward Neeman (2014, hlm. 4) menerangkan
67

bahwa istilah “bebas” dalam improvisasi bebas sering mengacu kepada dua
pengertian yang berbeda: “…no preplanning or no stylistic restrictions” (tidak
terencanakan maupun tidak terbatas oleh gaya).
Di sisi lain, Tracy McMullen (2010, hlm. 8) menjelaskan bahwa dalam
pandangan John Cage “…liberation is tantamount to separation and
independence…” (pembebasan mempunyai arti serupa dengan perpisahan dan
kemerdekaan); maka “…the expressivity, communication, interdependence, and
interaction of “improvisation” were a hindrance to “liberation” (ekspresi,
komunikasi, saling ketergantungan, dan interaksi dalam “improvisasi” menghalangi
pembebasan). Konsep inilah, yang Cage mencoba menerapkan dalam beberapa karya;
dapat dianggap, walaupun hanya secara teoretis, di antara yang paling mendekati
kebebasan mutlak dalam musik.

4.1.3.2.6 Heterotopia Improvisasi Bebas


Menurut KBBI Daring (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2016),
istilah menghindari bermakna menjauhkan diri. Berdasarkan pengertian ini; seseorang
yang menghindari, baik dengan sadar atau tanpa disadari, belum tentu dapat terlepas
sepenuhnya dari yang dihindarinya. Oleh karena itu, definisi musik improvisasi bebas
dalam tesis ini adalah permainan seni bunyi yang menghindari kesepakatan apapun.
Dalam permainan improvisasi bebas ada beberapa faktor yang dapat menentukan atau
membatasi kebebasan. Mereka dapat timbul dengan tidak sengaja, walaupun
diusahakan menghindarinya, karena merupakan ketentuan alam semesta serta hakikat
dari permainan musik itu sendiri. Ketentuan atau batasan ini, yang digolongkan
dalam ketentuan terkait dengan dunia fisik, ketentuan terkait dengan latar belakang
non-musikal, ketentuan terkait dengan latar belakang musikal, dan ketentuan terkait
dengan permainan musikal itu sendiri; dapat dimaklumi karena improvisasi bebas
adalah sebuah heterotopia. “Free improvisation is not an action resulting from
freedom; it is an action directed towards freedom” (Improvisasi bebas bukanlah
tindakan yang disebabkan oleh kebebasan, tetapi tindakan yang bertujuan kebebasan)
(Williams dalam Borgo, 2002, hlm. 165).
68

4.1.3.2.6.1 Ketentuan Terkait dengan Dunia Fisik


Golongan pertama mengandung empat ketentuan yang berasal dari dunia
fisik, yaitu ketentuan yang berlaku di alam semesta. Menurut Stephen
Nachmanovitch (2014, hlm. 119,120), aturan dan batas ini merupakan hakikat dari
media seni itu sendiri; makanya tidak berubah tergantung budaya atau zaman.
Keempat ketentuan ini adalah: 1) Hukum fisik dan psikofisik bunyi yang menentukan
bagaimana getaran bunyi lahir, menyebar, dan diterima oleh telinga dan otak kita. 2)
Akustik ruangan yang memiliki dimensi, warna suara, gema, dan gaung khusus. 3)
Raga manusia, baik orang “sehat” ataupun orang penyandang disabilitas ragawi atau
mental tertentu. Mayoritas manusia mempunyai sepuluh jari tangan, dua kaki, dan
satu sistem penyuaraan. Walaupun demikian, kita semua mampu meningkat kapasitas
ragawi masing-masing; misalnya dengan menggunakan bagian tubuh lain atau dengan
ekstensi tubuh artifisial. 4) Alat musik serta ciri intrinsiknya seperti seteman yang
tidak dapat dirubah, wilayah nada, volume, dan warna suara. Dalam golongan ini
termasuk segala alat musik, benda berbunyi, dan sistem pengeras suara; yaitu: jenis,
volume, dan letaknya speaker, mik, atau input lainnya serta ketentuan dan parameter
dalam peralatan elektroakustik, baik analog maupun digital. Tentu saja, waktu
merupakan ketentuan terkait dengan dunia fisik yang mustahil diabaikan; namun
waktu akan dibahas dalam “ketentuan terkait dengan permainan itu sendiri”.

4.1.3.2.6.2 Ketentuan Terkait dengan Latar Belakang Non-Musikal


Golongan kedua terkait dengan latar belakang kehidupan kita seperti genetika,
kepribadian, wawasan, kecerdasan, tingkat kesadaran material dan spiritual, serta
segala pengalaman non-musikal. Stephen Nachmanovitch (2004, hlm. 43,44)
menjelaskan bahwa
cuando somos totalmente fieles a nuestra individualidad, en realidad estamos
siguiendo un diseño muy intrincado…Un improvisador no actúa a partir de un vacío
sin forma, sino a partir de tres billones de años de evolución orgánica; todo lo que
fuimos está de alguna manera codificado en algún lugar de nuestro ser (pada
kenyataannya, ketika kita setia pada individualitas kita, kita sedang mengikuti desain
yang sangat rumit…Seorang pengimprovisasi tidak bertindak berdasarkan
69

kekosongan tanpa bentuk, tetapi melalui tiga miliar tahun evolusi organik. Segala
yang kita pernah menjadi terkodifikasi di suatu tempat dalam diri kita).

Di antara ketentuan terkait dengan latar belakang non-musikal, ada dua yang
dapat memengaruhi permainan secara mencolok: 1) kemampuan untuk mengontrol
atau menghilangkan rasa atau sifat penghalang seperti malu, takut bereksplorasi,
gugup, atau sombong; dan 2) kemampuan untuk bermeditasi atau menyelam dalam
ruang dan saat ini; sebab keadaan mental inilah yang akan menyebabkan intuisi
musikal mengalir dengan lancar selama permainan berlangsung.

4.1.3.2.6.3 Ketentuan Terkait dengan Latar Belakang Musikal


Menurut Manuel Falleiros (2012, hlm. 25,26), “…um improvisador pode
questionar o sentido de sua liberdade, já que está preso à sua biografia musical”
(seorang pengimprovisasi dapat mempertanyakan makna kebebasannya sebab dia
terpenjara dalam riwayat hidup musikalnya). Riwayat dan kemampuan musikal
seorang musisi dapat digolongkan dalam enam faktor atau ketentuan. 1) Kebiasaan
musikal: semua musik yang kita pernah mendengar, mendengarkan, memainkan,
berimajinasi, dan menciptakan; yang akan keluar dengan bentuk baru melalui intuisi
pada saat berimprovisasi bebas. Terkait dengan ini, Sandeep Bhagwati (2013, hlm.
99) mengusulkan bahwa pengulangan dalam praktik dan pertunjukan sehari-hari,
yang tersimpan dalam badan seorang pengimprovisasi, merupakan teks yang tersurat
(phenotext) dari perjalanan musikalnya; sedangkan afiliasi estetiknya merupakan teks
yang tersirat (genotext) dalam semua improvisasinya. 2) Teknik: pengetahuan akan
segala kemungkinan bunyi dalam alat musik tertentu serta kemampuan untuk
menghasilkannya ketika diinginkan. 3) Multi-instrumentisme: kemampuan
memainkan, dengan tingkat apapun, alat musik selain alat musik utama; termasuk
benda berbunyi, perkusi tubuh, menyanyi, dan penggunaan efek analog dan digital. 4)
Wawasan musikal: pengetahuan teoretis dan praktis tentang sebanyak mungkin jenis
dan gaya musik, termasuk sejarah, repertoar, sistem, estetika, dan polanya. 5)
Pendengaran: ketajaman telinga yang membantu mengidentifikasikan bahan
70

permainan, yaitu unsur-unsur musikal yang sedang dimainkan. 6) Ingatan:


kemampuan untuk mengingatkan motif-motif dan aliran musik dari awal permainan.

4.1.3.2.6.4 Ketentuan Terkait dengan Permainan Musikal itu Sendiri


Golongan keempat mengandung delapan ketentuan yang berghubungan
langsung dengan hakikat permainan musikal itu sendiri, termasuk permainan
improvisasi bebas dalam tiga konteks dan sembilan tujuan sekunder. 1) Waktu:
kesepakatan tentang jam pertemuan, saatnya mulai, berhenti, jeda untuk istirahat,
serta lamanya permainan; baik waktu yang pas ataupun dikira-kira. 2) Pemilihan
pemain: kesepakatan oleh kurator atau pembimbing tentang siapa yang ikut serta
dalam pertunjukan atau permainan. 3) Pemilihan alat musik: alat musik yang dibawa
untuk dimainkan. Semakin banyak alat musik yang dibawa dan/atau yang tersedia,
walaupun tidak dimainkan, permainan semakin mendekati kebebasan mutlak. 4)
Pelarasan: penyeteman alat musik, baik dengan kebiasaan masing-masing ataupun
menurut patokan tertentu bagi semuanya (hlm. 158). Pelarasan sangat memengaruhi
hasil permainan sehingga dapat dianggap ketentuan yang tidak pantas dimaklumi
dalam improvisasi “bebas”. Walaupn demikian, perlu disadari bahwa kebanyakan alat
musik dapat merubah nadanya dengan mekanisme penyeteman ataupun dengan
teknik permainan tertentu. Jika tidak ada kesepakatan tentang laras terlebih dahulu,
maka para pemusik dapat menyetem alat musiknya selama permainan berlangsung. 5)
Interaksi: cara pemain saling merespon. Stephen Nachmanovitch (2004, hlm.
137,138) menyatakan bahwa dalam kerja sama antar seniman
hay otra personalidad y otro estilo con el que debemos avanzar, y otras veces
oponernos a él. Cada colaborador trae al trabajo una serie diferente de
fuerzas y resistencias. Provocamos en el otro a la vez irritación e
inspiración...la materia para que cada cual fabrique su perla (kita harus maju
bersama kepribadian dan gaya lain, dan kadang-kadang bertentangan
dengannya. Setiap kolaborator membawakan berbagai kekuatan dan daya
tahan yang berbeda-beda untuk bekerja dengannya, sehingga menimbulkan
inspirasi serta kejengkelan pada yang lain…bahan untuk masing-masing
menciptakan mutiaranya).
71

6) Penempatan: letaknya pemain dan penonton serta kemungkinan untuk bergerak


dalam panggung, ruangan, ataupun di antara penonton. 7) Peran penonton:
kemungkinan adanya penonton serta kemungkinan memperbolehkan atau mengajak
mereka ikut serta dalam permainan (Burrows, 2004, hlm. 5); baik melalui bunyi
maupun gerakan. 8) Penjagaan alat musik: menjaga dan memelihara alat musik dari
kerusakan. Akan tetapi, ketentuan tersirat ini, sebab seringkali tidak dinyatakan,
boleh dilewati saja jika pemiliknya menginginkannya.

Gambar 4.6 Ketentuan yang Dapat Dimaklumi dalam Permainan Improvisasi Bebas

4.1.3.3 Model Kesinambungan Interpretasi-Improvisasi dalam Tesis ini


Walaupun ketiga batas fleksibel dalam model kesinambungan improvisasi
oleh Daryl Runswick membantu menggolongkan genre-genre menurut tingkat
improvisasinya, kenyataanya adalah bahwa tidak mungkin menyamaratakan
beranekaragam jenis dan gaya musik yang dapat dicantumkan dalam suatu genre.
Oleh karena itu, dalam model kesinambungan interpretasi-improvisasi dalam tesis ini,
penggolongan didasarkan menurut cara membuat musik; lalu cara ini diuraikan dan
72

dicontohkan dengan karya atau rekaman tertentu yang spesifik. Kesinambungan


interpretasi-improvisasi, yang berujung dengan utopia ketetapan mutlak dan utopia
kebebasan mutlak, dapat dibagi secara umum dalam spektrum interpretasi dan
spektrum improvisasi, yang masing-masing terbagi dalam sub-spektrum dan sub-sub
spektrum. Kedua spektrum, keempat sub-spektrum, dan ketiga sub-sub spektrum
berjalin-jalin dengan tetangganya sehingga sebuah permainan seringkali dapat
digolongkan di suatu sisi maupun di sisi sebelahnya.
Untuk memahami model ini secara sempurna, perlu diingatkan bahwa dalam
tesis ini improvisasi didefinisikan sebagai unsur permainan yang belum tetapkan atau
disepakati; interpretasi sebagai unsur permainan yang sudah ditetapkan oleh
kesepakatan; dan komposisi atau karya, baik individual maupun kolektif, sebagai
berbagai kesepakatan dengan judul tertentu yang dilestarikan melalui tulisan,
rekaman, dan/atau ingatan supaya dapat dimainkan ulang sepersis mungkin ataupun
dengan variasi yang tidak menghilangkan inti penciptaan.

Gambar 4.7 Model Kesinambungan Interpretasi - Improvisasi oleh Penulis


73

4.1.3.3.1 Sub-spektrum Improvisasi Bebas


Dalam improvisasi bebas ada permainan-permainan yang lebih mendekati
utopia kebebasan mutlak sebab dapat terlepas dari beberapa ketentuan yang
dimaklumi. Mari kita membayangkan sebuah reuni SMP di rumah seorang musisi
yang dihadiri oleh teman-temannya yang non-pemusik. Rumahnya penuh dengan alat
musik dari berbagai tradisi, maka mereka penasaran dan mulai bertanya. Tiba-tiba
tuan rumah menerima telpon lalu meminta maaf karena dia harus keluar sebentar.
Sebelum berangkat dia mempersilahkan tamunya untuk merasa di rumah sendiri serta
memperbolehkan memainkan alat musiknya. Setelah dia keluar, mereka mulai
mengeksplorasinya secara bebas, demi keasyikan bermain saja. Dalam permainan itu:
tidak ada yang mengajak atau memberi isyarat untuk memulai dan berhenti; tidak ada
yang memilih siapa yang boleh atau tidak boleh main; ketersediaan alat musik yang
berlimpah memungkinkan aneka ragam bunyi; tidak diharuskan adanya interaksi
antara mereka, jadi mereka boleh “asyik sendiri”, bergabung dengan sebagian
pemain, dan/atau dengan keseluruhan bunyi; tidak ada panggung atau posisi peserta
yang tepat, mereka boleh membawa alat musiknya ke tempat apapun di rumah itu;
tidak ada perbedaan antara pemain dan penonton, maka mereka boleh memilih
bermain, mendengarkan, mengobrol, ataupun melakukan kegiatan lain; dan alat
musiknya tidak disetem terlebih dahulu serta tidak begitu dijaga dari kerusakannya,
sebab mereka tidak tahu teknik permainan “yang benar”.
Permainan semacam ini penulis menamakannya improvisasi paling bebas
karena dapat terlepas dari kedelapan ketentuan dari golongan keempat, yaitu: yang
berhubungan langsung dengan permainan musikal itu sendiri. Spektrum improvisasi
bebas berujung, di satu sisi, sampai permainan paling bebas ini; dan di sisi lain,
sampai permainan improvisasi bebas dengan semua ketentuan dari golongan keempat
serta ketentuan dari golongan lain. Di antara kedua ujung itu terletak permainan-
permainan yang dapat terlepas dari satu sampai tujuh ketentuan dari golongan
keempat. Menurut tingkat pemaklumannya, kedelapan ketentuan ini dapat disusun
sebagai berikut: kerusakan, penempatan, peran penonton, interaksi, pemilihan
pemain, pemilihan alat musik, waktu, dan penyeteman. Berdasarkan urutan ini,
74

permainan dengan kesepakatan tentang pemilihan alat musik, waktu, dan penyeteman
dapat digolongkan pula dalam sub-spektrum dan sub-sub spektrum berikutnya, yaitu:
sub-spektrum improvisasi bersepakat dan sub-sub spektrum pelatihan improvisasi. Di
samping itu, walaupun sebuah permainan oleh pemula nyaris dapat menghindari
pengaruh dari riwayat musikalnya; justru keawamannya, terutama yang terkait
dengan teknik, menjadi batasan yang sangat berat karena mereka tidak akan mampu
memainkan sebagaimana intuisi musikalnya membisikkan. Oleh karena itu, untuk
lebih membebaskan diri dari riwayat musikalnya, seorang pemusik perlu meluaskan
wawasan dan pengalaman bermusik.

4.1.3.3.2 Perbedaan antara Sub-Spektrum Improvisasi Bersepakat dan


Spektrum Interpretasi
Di samping sub-spektrum improvisasi bebas, yang menghindari kesepakatan
apapun; terletak dan berjalin-jalin dengannya sub-spektrum improvisasi bersepakat.
Sub-spektrum improvisasi bersepakat merangkul musik-musik yang sengaja
menyepakati hanya beberapa unsur tertentu seraya membebaskan yang lain, sehingga
penyajiannya dapat berupa jauh berbeda setiap kali dimainkan. Di sebelahnya,
spektrum interpretasi merangkul musik-musik yang menyepakati lebih banyak unsur
sehingga penyajiannya mempunyai identitas konkret yang dapat dikenali jika
karyanya dimainkan ulang; baik oleh pemain yang sama ataupun oleh kelompok lain.
Tujuan utama memainkan musik-musik dalam spektrum interpretasi adalah
menafsirkan dan/atau menuruti kesepakatannya, sedangkan tujuan utama memainkan
musik-musik dalam sub-spektrum improvisasi bersepakat adalah bermain dan/atau
berkreasi dengan kesepakatannya. Dalam pandangan serupa, Tom Nunn (1998b, hlm.
48) menjelaskan bahwa tujuan komposisi tradisional adalah “…to render a graphic
image of a whole piece of music. The composition of improvisational plans, instead,
purports to stimulate compositional thought…provide a flexible conceptual
terminology for the improvisation… or establish a formal framework…” (menyajikan
sebuah gambaran grafik dari sebuah karya yang utuh. Sebaliknya, komposisi rencana
untuk improvisasi bermaksud untuk merangsang pikiran komposisional…
75

memberikan peristilahan konseptual yang fleksibel pada improvisasinya…atau


menentukan kerangka formal). Oleh karena itu, John Zorn (dalam Aabo, 2015, hlm.
17) menyatakan bahwa:
Composing is more than just imagining music - it’s knowing how to
communicate it to musicians. And you don’t give an improviser music that’s
completely written out, or ask a classical musician to improvise. I’m
interested in speaking to musicians in their own languages, on their own
terms, and in bringing out the best in what they do. To challenge them and
excite them. (Membuat komposisi bukanlah hanya berimajinasi musik, tetapi
mengetahui bagaimana menyampaikan imajinasi tersebut pada pemusik. Dan
Anda tidak memberikan musik yang telah tertulis seutuhnya kepada seorang
pengimprovisasi, ataupun meminta kepada seorang pemusik klasik untuk
berimprovisasi. Saya tertarik berbicara pada pemusik dengan bahasa dan
ketentuan masing-masing, supaya memunculkan yang terbaik menurut
kemampuannya serta menantang dan merangsangnya).

4.1.3.3.3 Sub-Spektrum Improvisasi Bersepakat


4.1.3.3.3.1 Perbedaan Berdasarkan Tujuan
Sub-spektrum improvisasi bersepakat dapat dibagi dalam sub-sub spektrum
pelatihan improvisasi (bersepakat), sub-sub spektrum karya komposisi-improvisasi,
dan sub-sub spektrum komposisi terumus. Sebagaimana disuratkan dalam namanya,
sub-sub spektrum karya komposisi-improvisasi merangkul musik yang
menyimbangkan improvisasi dan interpretasi dalam sebuah komposisi yang
diperuntukkan bagi pengimprovisasi. Sejajar dengan ini, sub-sub spektrum komposisi
terumus menyimbangkan interpretasi dan improvisasi menggunakan sistem
penciptaan berdasarkan formula atau pola untuk berimprovisasi dalam tradisi musikal
tertentu. Menurut Wilfrido Terrazas (dalam Milán, 2020), perbedaan utama antara
pelatihan improvisasi dengan improvisasi bebas ataupun karya komposisi-improvisasi
adalah bahwa pelatihan improvisasi bertujuan pendidikan, bukan estetik. Walaupun
demikian, ini tidak berarti bahwa sebuah pelatihan improvisasi tidak dapat dijadikan
sebuah karya komposisi-improvisasi; dan sebaliknya pula. Contoh dari ini termasuk:
karya Composition 1960 #7 (Komposisi 1960 # 7) oleh La Monte Young, yang dapat
digunakan sebagai pelatihan improvisasi terhadap jarak nada kuin; pola catrik dalam
musik Sunda, yang dapat dijadikan pelatihan improvisasi terhadap tangga nada
76

degung yang memboboti dua nada dalam siklus delapan ketukan; dan
pelatihan/meditasi Teach Yourself to Fly (Mengajari Anda Sendiri untuk Terbang),
One Word (Satu Kata), atau Pure Noise (Kebisingan Murni) dari Sonic Meditations
(Meditasi Berbunyi) oleh Pauline Oliveros, yang dapat dipentaskan pula sebagai
karya komposisi-improvisasi. Dalam ulasannya mengenai pelatihan improvisasi oleh
John Stevens, Andrew Peggie (1987, hlm. 306) menjelaskan bahwa “a simple
clapping, breathing or scale playing piece becomes raised to the level of real music
only when all participants approach the exercise with a commitment to making
music” (tepuk tangan yang sederhana, pernafasan, ataupun karya untuk memainkan
tangga nada dapat ditingkatkan ke tahapan musik nyata hanya jika semua peserta
mendekati pelatihan itu dengan komitmen untuk menciptakan musik).

4.1.3.3.3.2 Perbedaan Berdasarkan Jumlah Kesepakatan


Selain tujuan, perbedaan yang sangat penting antara ketiga sub-sub spektrum
ini adalah banyaknya jumlah kesepakatannya. Karya komposisi-improvisasi
cenderung mengatur lebih banyak unsur sehingga seringkali membutuhkan catatan
atau notasi untuk menyampaikan serta mengingatkan aturan permainannya. Akibat
dari ini adalah bahwa
When improvisational plans are complicated -no matter how clear or well
explained they might be -the attention of the improviser is constantly divided
between the plan and the musical moment, having to remember, or look at a
score, a graphic, or even a conductor… (jika rancangan untuk berimprovisasi
terlalu rumit -walaupun keterangannya sangat jelas atau bagus- perhatian
pengimprovisasi terus-menerus terbagi antara musik yang sedang berlangsung
dan rancangan yang dia harus mengingatkan; ataupun melihat notasinya 16,
grafiknya, bahkan seorang konduktor) (Nunn, 1998b, hlm. 33).

Sebaliknya, dalam pelatihan improvisasi dan komposisi terumus, energi dan kapasitas
pemain dapat diarahkan sepenuhnya pada pendengaran dan permainan; apalagi jika

16
Memainkan suatu karya sambil membaca notasinya untuk pertama kali (sightplaying) adalah proses
amat rumit yang melibatkan dua kompetensi yang saling terkait: kemampuan untuk memainkan
dengan teknik dan kemampuan untuk memahami yang dibacakan (Udtaisuk, 2005, hlm. 129). Menurut
model Dneya Udtaisuk (2005, hlm. 124-126), kedua kompetensi ini terbangun oleh empat komponen,
yaitu: koordinasi fisik, kesadaran musikal, potensi musikal, dan pengalaman musikal.
77

mata pemain tertutup! Alasannya adalah bahwa pelatihan improvisasi cenderung


mengatur hanya beberapa unsur yang gampang dihafalkan; sedangkan untuk
berimprovisasi dalam sistem komposisi terumus tertentu, para pemain perlu
menginternalisasikan terlebih dahulu idiom serta kesepakatan yang tersirat dalam
tradisinya, dan itu hanya dapat tercapai melalui pembelajaran yang cukup lama.
Berdasarkan renungan di atas, contoh musik yang dapat digolongkan dalam sub-
spektrum pelatihan improvisasi karena sedikit kesepakatannya terdapat pada karya
Aus die Sieben Tagen (Dari Tujuh Hari) (1968) oleh Karlheinz Stockhausen;
beberapa karya dalam Improvisation Rites (Ritual Improvisasi) (1969), yaitu
instruksi-instruksi tekstual yang dikumpulkan oleh Cornelius Cardew untuk Scratch
Orchestra (Orkestra Gores); improvisasi yang memisahkan hanya satu atau beberapa
unsur dari genre atau gaya tertentu; dan banyak sekali pelatihan atau karya yang telah
tercatat dalam buku dan metode improvisasi oleh berbagai penulis (hlm 221).

4.1.3.3.3.3 Sub-sub Spektrum Karya Komposisi - Improvisasi


Karya komposisi - improvisasi seringkali disebut juga kompovisasi
(compovisation) (Gray, 2020) atau komprovisasi (comprovisation) (Bhagwati, 2013).
Karya komposisi-improvisasi, misalnya oleh Roscoe Mitchell, Anthony Braxton,
John Zorn, atau Misja Mengelberg; “…retains formal coherence while allowing
aspects of the composition to interact with the extended interpretation that
improvisers must do-thus reaffirming a role for the personality of the improviser-
performers within the work” (mempertahankan koherensi bentuk musikal seraya
memungkingkan aspek-aspek dari komposisi berinteraksi dengan interpretasi leluasa
yang mesti dilakukan oleh pengimprovisasi. Akibatnya, peran dari personalitas
pengimprovisasi-pemain dalam karyanya diperkuat) (Lewis, 1996, hlm. 113).
Karya komposisi-improvisasi dapat disajikan melalui berbagai jenis partitur,
misalnya: partitur biasa, partitur chart/leadsheet, partitur - permainan, partitur -
labirin, partitur - panduan, atau partitur interaktif. Partiturnya dapat menggunakan
aneka ragam jenis notasi seperti not balok, tabulasi, proporsional, multi-parameter,
grafik, verbal [teks], modular, dan campuran (Terrazas, 2021, hlm. 79-84). Wilfrido
78

Terrazas (dalam Milán, 2020) menceritakan bahwa proses beliau telah membutuhkan
waktu panjang untuk menemukan bagaimana mendesain sebuah notasi sesuai dengan
kreativitas seorang pengimprovisasi yang tidak berimajinasi karya “yang sudah jadi”,
tetapi imajinasinya berubah-ubah karena cenderung mendengarkan kontur, perilaku
umum, hal-hal yang terjadi dengan sedikit detail, dan/atau kurva penyaluran energi.
Alhasil, notasi Terrazas memungkingkan interpretasi yang jauh berbeda dari hari ke
hari; ibarat kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi jika para pemain
memasuki sebuah peta atau permainan video dengan memori dan kemampuannya
masing-masing. Selain itu, beliau mewaspadakan tentang
muchas veces lo que termina pasando en muchas obras abiertas es que los
músicos ensayan, y al principio improvisan pero después de 2,3,4,5,6,7
ensayos las cosas tienden a fijarse y los músicos dejan de improvisar, y
entonces lo que están haciendo es completar tu composición (yang sering
terjadi dalam karya terbuka, yaitu pemusik melatihkannya, dan pada awalnya
mereka berimprovisasi; tetapi setelah melatihkannya 2,3,4,5,6,7 kali, musik
cenderung menjadi tetap sehingga pemusik hanyalah melengkapi komposisi
Anda dan tidak berimprovisasi lagi) (Terrazas dalam Milán, 2020).

4.1.3.3.3.4 Sub-sub Spektrum Komposisi Terumus


Serupa dengan konsep peta atau permainan video dalam karya komposisi-
improvisasi, berbagai tradisi musikal di dunia mempunyai sistem permainan yang
memungkingkan improvisasi yang cukup leluasa dalam patokannya. Hasilnya adalah
sebuah permainan yang seringkali tidak dapat dikenali ketika dimainkan ulang, sebab
tidak mempunyai jatidiri yang kuat yang dapat membedakannya dari permainan lain
dalam genre yang sama. Musik-musik ini terletak antara batas pertama dan batas
kedua dalam model Daryl Runswick; yaitu musik yang hakikatnya adalah
improvisasi, tetapi improvisasi berdasarkan tradisi tertentu. Musik-musik ini, seperti
yang terjadi dengan puisi epik lisan, “…is created anew at each performance…from
a store of formulas, a store of themes, and a technique of composition. These is no
'original' version; instead the tradition is multiform” (terciptakan ulang dengan
bentuk yang berbeda setiap kali dimainkan…melalui persediaan formula, tema, dan
teknik komposisi tertentu. Tidak terdapat versi yang asli, tetapi sebuah tradisi yang
berupa-rupa) (Pressing, 1987, hlm. 14).
79

Teori komposisi terumus lisan (oral-formulaic composition), yang membahas


proses penciptaan dalam berbagai tradisi puisi wiracarita lisan seperti Odisseia, Lagu
Roland, Beowulf, atau tradisi epos di Yugoslavia; pernah digunakan juga untuk
menganalisis beberapa musik seperti lagu rakyat Latvia, nyanyian gregorian, jaz
berdasarkan lagu, bahkan musik oleh John Coltrane (Pressing, 1987, hlm. 14,15).
Suatu konsep sebanding dengan komposisi terumus, yang ditawarkan oleh David
Reck untuk menganalisis musik Karnatik, adalah “kotak peralatan” musisi; yaitu
sebuah “wadah” khusus untuk setiap karya yang mengandung “…individually-chosen
and culturally-determined formulas, musical habits, models of improvisational and
compositional forms, aesthetic values, and social attitudes” (formula yang dipilih
secara pribadi, formula yang ditentukan oleh budaya, kebiasaan musikal, model
bentuk komposisi dan improvisasi, nilai estetik, dan sikap sosial) (Pressing, 1987,
hlm. 15). Semacam sistem komposisi terumus digunakan pula dalam dua tradisi Asia
yang saling berkaitan: musik klasik Hindustan berdasarkan raag, terutama bagian
ālāpa; dan musik klasik Persia berdasarkan dastgah (Noshin dan Widdess, 2006).
Improvisasi dalam kedua tradisi ini menggunakan frasa, pola, dan teknik komposisi
yang telah lama dipelajari melalui “…the “imitation – assimilation - innovation”
model proposed by Paul Berliner…in his study of jazz improvisation…” (model
pengulangan – penyerapan – pembaruan, yang ditawarkan oleh Paul Berliner…dalam
kajiannya tentang improvisasi dalam musik jaz) (Noshin dan Widdess, 2006, hlm. 5).
Di sisi lain, musik jaz bebas merupakan perpaduan antara improvisasi bebas,
karya komposisi-improvisasi, dan semacam sistem komposisi terumus tersirat dan
leluasa; contohnya: album Free Jazz (Jaz Bebas) (1960) oleh Ornette Coleman, yang
diciptakan melalui “…a series of collective improvisations separated by composed
themes…” (berbagai seri improvisasi kolektif yang dipisahkan oleh melodi-melodi
berkomposisi) (Litweiler dalam Fogliano, 2009, hlm. 22). Kenyataanya adalah bahwa
genre ini terlalu luas; maka ada permainan yang lebih dekat dengan sub-spektrum
improvisasi bebas, ada yang lebih dekat dengan sub-spektrum improvisasi
bersepakat, dan ada yang lebih dekat sub-spektrum interpretasi pokok komposisi.
80

4.1.3.3.4 Spektrum Interpretasi


4.1.3.3.4.1 Perbedaan antara Sub-Spektrum Interpretasi Pokok Komposisi dan
Sub-Spektrum Interpretasi Komposisi Ketat
Perbedaan antara sub-spektrum interpretasi pokok komposisi dan sub-
spektrum interpretasi komposisi ketat adalah seberapa ruang diberikan pada pemain
untuk berimprovisasi. Musik dalam sub-spektrum interpretasi mempunyai beberapa
unsur penting yang menjadi jatidiri sebuah karya dengan judul tertentu; maka jika
unsur khas itu tidak ada, permainannya tidak pantas dinamakan dengan judul tersebut.
Seperti yang terjadi dalam banyak musik populer dan tradisional, biasanya unsur-
unsur pokok itu membentuk sebuah melodi, lagu, atau tema utama. Dalam berbagai
versi atau interpretasi sebuah karya, melodi pokoknya beserta unsur lain yang tidak
terlalu mendasar dapat divariasikan melalui improvisasi ataupun dengan aransemen
ketat. Jika melalui improvisasi, maka permainan tersebut terletak dalam sub-spektrum
interpretasi pokok komposisi. Jika melalui aransemen ketat, baik dengan notasi
ataupun secara lisan, maka terletak dalam sub-spektrum interpretasi komposisi ketat.

4.1.3.3.4.2 Improvisasi dalam Sub-Spektrum Interpretasi Pokok Komposisi


Pada umumnya, dalam sub-spektrum interpretasi pokok komposisi ada alat
musik yang bertugas memainkan unsur yang khas dalam komposisi atau gaya
tertentu, misalnya: vokal dalam musik balada dan perkusi dalam musik salsa; dan ada
yang diberikan lebih banyak ruang untuk berimprovisasi, misalnya: gitar listrik solo
dalam musik rock dan kendang dalam gamelan gong kebyar Bali. Bagi pengendang
gong kebyar, “the ability to create improvised patterns that are perfectly
synchronized with the melody according to accepted Balinese aesthetic is the most
important aspect” (kemampuan untuk menciptakan pola-pola terimprovisasi yang
menyinkronkan secara sempurna dengan melodinya, menurut estetika Bali yang telah
diakui, adalah aspek terpenting) (Sudirana, 2018, hm. 5).
Dalam sebuah melodi atau komposisi terdapat berbagai aspek yang dapat
divariasikan dengan berbagai tingkat improvisasi, misalnya: ornamentasi, tempo,
dinamika, iringan, bentuk musikal, mixing, instrumentasi, solo melodis, bahkan syair.
81

Jerry Coker (1980, hlm. 3) membedakan lima tahapan dalam improvisasi ber-melodi,
ialah: 1) mengulangi notasi atau rekaman; 2) mengiaskan dengan ritme dan/atau pola
ornamentasi (rephrasing); 3) memainkan sekitar nada-nada pokok (playing around
the melody); 4) mengelaborasikan berdasarkan kord iringan (change running); 5)
menciptakan melodi baru berdasarkan kord iringan dan/atau bagian-bagian dari
melodi utama (lyricism). Selain melodi utama; lirik, iringan, pola, motif, perubahan
kord, atau sebuah fragmen lagu dapat digunakan juga sebagai pokok musikal dalam
interpretasi pokok komposisi, misalnya sebuah pola bas kontinuo dalam musik barok
atau cuplikan (sample) lagu-lagu terkenal dalam improvisasi vokal hip-hop. Menurut
Amanda Sewell (2013, hlm. vi), dalam musik hip-hop: “…structural samples create
the rhythmic foundation, surface samples overlay or decorate the foundation, and
lyric samples provide words or phrases of text” (cuplikan struktural menciptakan
dasar ritmis, cuplikan permukaan melapiskan atau mengiaskan dasarnya, dan
cuplikan lirik memberikan kata atau frasa teks).

4.1.3.3.4.3 Musik Ber-Tekstur Heterofoni


Tahapan ke tiga dalam model Jerry Cooker, yaitu berimprovisasi sekitar nada-
nada pokok sebuah melodi, merupakan hakikat musik ber-tekstur heterofoni. Pokok
melodi disebut balungan dalam karawitan Jawa; arkuh lagu dalam karawitan Sunda,
dan giying dalam musik Bali (Soepandi, 1988, hlm. 20). Berbagai variasi dari melodi
atau pokok melodi yang sama, ketika dimainkan secara serentak, menghasilkan
tekstur heterofoni.
“…the term ‘heterophony’ may be used to define different types of music
making, both one-part and multipart, which are characterized by a
multilinear texture and which come into being through the process of the
simultaneous variation of the same melody when the performers do not
control the quality of the vertical sonorities” (istilah heterofoni dapat
digunakan untuk mendefinisikan berbeda-beda cara untuk menciptakan
musik, baik dengan satu atau berbagai peranan/fungsi; yang berciri tekstur
multi-linier. Musik ini terwujudkan melalui proses memvariasikan melodi
yang sama secara serentak, di mana para pemain tidak mengatur kualitas
bunyi vertikal) (Pärtlas, 2016, hlm. 67).
82

Selain dalam berbagai musik tradisional di Indonesia, tekstur heterofoni sering


digunakan pula dalam berbagai musik tradisional di dunia, terutama di Asia dan
Eropa, misalnya: musik gagaku di Jepang; iringan melodi sangat dalam musik vokal
klasik India Utara, lagu-lagu ritual di perbatasan Rusia-Belarus, lagu purwa suku Seto
di Estonia Tenggara, psalm Gaelik Skotlandia, nyanyian ojkavika di daerah Balkan,
lagu epik dengan gusle di Serbia, dan nyanyian wanita suku Q´ero di Peru.

4.1.3.3.4.4 Sub-Spektrum Interpretasi Komposisi Ketat


Musik dalam sub-spektrum interpretasi komposisi ketat masih menggunakan
improvisasi; namun hanya pada unsur tertentu seperti tempo, dinamika, warna suara,
ornamentasi melodis, ataupun dalam solo melodis atau ritmis di bagian tertentu.
Kebanyakan karya “klasik Barat” setelah zaman Barok termasuk dalam kategori ini
karena melodi, iringan, bentuk, instrumentasi, dan kadang-kadang warna suara sudah
ditentukan dalam notasi; sehingga hanya tersisa sedikit peluang improvisasi bagi
pemain. Di sisi lain, musik yang tidak tertulis, namun kebanyakan unsurnya telah
disepakati secara lisan melalui latihan ataupun melalui ketentuan idiomatis dalam
estetik tertentu, dapat digolongkan juga dalam sub-spektrum ini. Sebagai contoh:
musik trova Yukatan (trova yucateca), kebanyakan musik pop, dan versi daur ulang
(cover) yang mengikuti kebanyakan aspek dari rekaman atau aransemen tertentu.
Sebagaimana telah dijelaskan, ujung dari sub-spektrum ini sekaligus ujung
kesinambungan interpretasi-improvisasi adalah musik kompleksitas baru, yang
berusaha mengatur segala unsur dengan saksama.

4.1.4 Kesimpulan tentang Konsep Improvisasi Bebas


Istilah improvisasi bebas serta berbagai istilah alternatif pernah digunakan
untuk merangkul musik-musik yang mendekati utopia kebebasan mutlak. Musik
improvisasi bebas didefinisikan dalam tesis ini sebagai permainan seni bunyi yang
menghindari kesepakatan apapun karena kesepakatan merupakan konsep yang
merangkul ide lain seperti aturan, panduan, struktur, rencana, komposisi, dll. Segala
permainan mengandung interpretasi, yaitu bagian/unsur musik yang telah disepakati;
83

dan improvisasi, yaitu bagian/unsur musik yang tidak disepakati. Berdasarkan tingkat
improvisasi dan interpretasinya; semua karya, permainan, dan jenis musik dapat
diletakkan dalam kesinambungan interpretasi-improvisasi; yang terdiri dari dua
spektrum, empat sub-spektrum, dan tiga sub-sub spektrum. Sub-spektrum improvisasi
bebas meliputi permainan yang hanya terbatas oleh sejumlah ketentuan yang dapat
dimaklumi karena merupakan hakikat dari dunia fisik, latar belakang musikal dan
non-musikal, dan permainan musikal itu sendiri.

4.2 Manfaat Musik Improvisasi Bebas


Kebanyakan pelaku improvisasi bebas mengakui bahwa memainkan dan
mempelajari musik improvisasi bebas menghasilkan banyak manfaat. Baik
perorangan maupun kelompok, semua manfaat dapat diserap secara halus sebagai
ibarat antara proses memainkannya dan soal-soal dalam kehidupan. Dalam kata
Frederic Rzewsky (dalam Arana, 2019, hlm. 52): “Because improvisation resembles
real life, it can illuminate this real life” (Karena improvisasi mirip kehidupan nyata,
ia dapat mencerahkannya). Sayangnya, hanya beberapa penelitian mampu
membuktikan berkah improvisasi bebas secara ilmiah. Salah satu penyebabnya adalah
bahwa variabel penelitian, seperti unsur-unsur musik atau kemungkinan pengaruh
unsur non-musikal, sulit dipisahkan dan diukur. Seringkali manfaat yang sama dapat
diraih pula dengan jenis improvisasi lain, bahkan dengan musik lain yang tidak
menggunakan banyak improvisasi. Selain itu, improvisasi pada umumnya dan
improvisasi bebas pada khususnya tidak selalu menghasilkan manfaat yang sama atau
dengan derajat yang sama. Beberapa manfaat improvisasi bebas tidak dapat diraih
sepenuhnya dengan memainkan improvisasi lain saja, misalnya: eksplorasi, interaksi,
instrospeksi, persamaan, dan menghilangkan ego. Sebaliknya, kemampuan bermain
musik improvisasi idiomatis menghasilkan manfaat-manfaat yang sulit diperoleh
dengan improvisasi bebas saja, ialah: penguasaan penuh atas sistem musikal genre
tertentu serta kesempatan untuk berhubungan langsung dengan aspek falsafah, ritual,
sosial, dan ekonomi dari suatu kebudayaan tradisional atau populer yang telah
menjadi bagian dari kehidupan sebagian masyarakat. Walaupun demikian, bisa
84

dinyatakan bahwa, jika dipraktikkan berbarengan; improvisasi bebas niscaya akan


meningkatkan manfaat dari jenis improvisasi lainnya; dan begitu juga sebaliknya.
Secara umum, manfaat improvisasi bebas pada khususnya dan improvisasi pada
umumnya dapat dibagikan dalam tiga golongan yang saling terkait dan saling
melengkapi, ialah: manfaat bagi kesehatan jasmani dan mental, manfaat sosio-
musikal, dan manfaat khusus musikal.

Gambar 4.8 Berbagai Manfaat Improvisasi dan Improvisasi Bebas serta Golongannya
85

Manfaat-manfaat “sosio-musikal irisan khusus musikal” terdiri dari


kepercayaan diri di atas panggung, yang dapat memperbaiki kepercayaan diri dalam
kehidupan sehari-hari; serta kreativitas dan inklusivitas bunyi, yang sangat
mempengaruhi kualitas permainan. Manfaat-manfaat “sosio-musikal irisan
kesehatan” terdiri dari terapi improvisasi yang dapat menyembuhkan berbagai kasus
klinik seraya memperbaiki hubungan sosial pasien, yaitu: remaja berduka, orang
depresi, tunawicara, pecandu narkoba, serta penderita hiperaktivitas dan gangguan
pemusatan perhatian. Manfaat-manfaat “kesehatan irisan khusus musikal” terdiri dari
terapi improvisasi yang dapat menyembuhkan berbagai kasus klinik seraya
memperbaiki permainan musikal pasien, yaitu: orang tunanetra dan penyandang
disabilitas. Akhirnya, manfaat-manfaat yang ber-irisan dengan ketiga golongan,
sehingga dapat menyembuhkan, memperbaiki hubungan sosial, dan memperbaiki
permainan musikal; terdiri dari penggunaan terapi improvisasi pada tahanan penjara
dan orang lansia serta kualitas spiritual dan emosional dalam improvisasi bebas.
Secara umum, sub-bab ini membahas manfaat memainkan improvisasi bebas
dalam kelompok pada tingkat profesional dan universitas; akan tetapi, kebanyakan
manfaat dapat dirasakan pula dalam permainan perorangan dan pada berbagai
jenjang: PAUD, jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah (SMP, SMA,
SMK), serta pendidikan non-formal dan informal. Penelitian masa depan yang
menentukan, membenarkan, dan memperlihatkan kemaslahatan khusus dari
permainan improvisasi bebas pada masing-masing jenjang dan sasaran akan
mendorong penerapannya dalam pendidikan musik seluruh tingkat serta membantu
penyebarannya pada masyarakat luas.

4.2.1 Manfaat bagi Kesehatan Jasmani dan Mental


4.2.1.1 Penyembuhan Melalui Seni, Ritual, dan Permainan
Sama halnya dengan agama dan mimpi, zat penyembuhan seni terdapat pada
kemampuannya untuk menjaga integritas otak serta pada bantuanya untuk melampaui
kesempitan alam sadar (Nachmanovitch, 2004, hlm. 264, 265). Oleh karena itu; para
syaman, dukun, dan orang sakti dalam berbagai tradisi di dunia menggunakan magi,
86

mantra/doa, narkoba, mimpi, simbol, trans, pernafasan, puasa, musik/bunyi,


tari/gerakan, cahaya, dan/atau teknik ekstrim/aneh lainnya untuk menyembuhkan
berbagai penyakit jasmani, mental, dan rohani. Salah satu contoh adalah suku Navajo
di Amerika Serikat dan Meksiko, yang “…believe that singing and incantation are
the central means by which harmony can be restored to both the patient’s body and
soul and to his surroundings” (mempercayai bahwa nyanyian dan mantra merupakan
cara penting untuk memulihkan harmoni terhadap lahir dan batin pasien serta
sekitarnya) (Sekeles dalam Darnley-Smith dan Patey, 2004, hlm. 9).
Di sisi lain, psikiater Donald Winnicott (dalam Nachmanovitch, 2004, hlm.
76) mengusulkan bahwa hanya dalam permainan seseorang mampu bertindak kreatif,
menggunakan kepribadiannya secara utuh, serta menemukan diri sendiri sehingga
terjadi kesembuhan psikologis, yaitu: “…sacar al paciente del estado de no poder
jugar al estado de poder jugar...“ (…mengeluarkan penderita dari keadaan tidak bisa
bermain ke keadaan bisa bermain…)”.

4.2.1.2 Penyembuhan Melalui Musik


Hazrat Inayat Khan (2002, hlm. 126) menyatakan bahwa “musik bisa
menyembuhkan, bila kehidupan diletakkan di dalamnya”. Bagi beliau, sakit
disebabkan oleh tidak adanya kehidupan; sedangkan kehidupan itu sama dengan
cinta, Tuhan, dan – dalam bentuk fisiknya – prana atau pernafasan. Dibandingkan
nafas biasa melalui hidung dan nafas yang dikeluarkan melalui tiupan, nafas yang
menghasilkan bunyi dihidupkan oleh bunyi; dan jika bunyi atau kata tersebut
diucapkan sambil merasakannya dalam hati dan secara mental, ia dapat mengisi
objek, air, makanan, dan sebagainya dengan kekuatan penyembuhan (Khan, 2002,
hlm. 95, 96, 104, 118, 131, 136).
Sebagaimana tercatat dalam literatur kuno dan mitos dari berbagai
kebudayaan, permainan seni melalui bunyi telah digunakan sebagai media
penyembuhan sejak masa lampau; namun baru mulai dikaji dan dipraktikkan secara
ilmiah dan terus menerus sejak pertengahan dasawarsa 1940-an, ketika di Amerika
87

Serikat, Inggris, dan beberapa negara di Eropa17 diterbitkan artikel, diadakan


pelatihan, dan dibentuk perhimpunan tentang terapi musik (Darnley-Smith dan Patey,
2004, hlm. 12-15). Dalam perkembangannya, ilmu ini dipengaruhi oleh antropologi,
musikologi, dan berbagai spesialisasi dari ilmu psikologi seperti psikoanalisis,
psikologi perkembangan, psikologi musik, psikologi kemanusiaan, psikologi
kesehatan, dan psikologi medis (Pavlicevic, 2000, hlm. 269). Rachel Darnley-Smith
dan Helen M. Patey (2004) menjelaskan bahwa musik dapat diterapkan dalam terapi
berdasarkan dua sifat utamanya: 1) sifat inherennya untuk menyembuhkan atau
memulihkan seperti dalam terapi getaran akustik (vibroacoustic therapy),
mendengarkan rekaman musik, atau bermain musik demi penyembuhan; dan 2) sifat
interaksi dan ekspresi diri seperti dalam terapi musik komunitas, perumpamaan visual
dan musik terpandu (guided imagery and music), dan terapi musik improvisasi.

4.2.1.3 Improvisasi dalam Terapi Musik


Berbareng dengan munculnya gerakan improvisasi bebas, pemusik Juliette
Alvin, Mary Priestley, Paul Nordoff, dan beberapa pemusik dan peneliti lain mulai
menggunakan improvisasi bebas dan bersepakat dengan tujuan penyembuhan. Atas
jasanya, terapi musik improvisasi, atau juga disebut improvisasi klinik; kini telah
menjadi bagian penting dalam bidang terapi musik serta dasar dari berbagai
pendekatan, kerangka, atau metode, misalnya: psikodinamik, terpusat pada musik
(music-centered), gestalt, sistemis, perilaku kognitif (De Baker dan Foubert, 2016,
hlm. 112,113), integratif berimprovisasi (Integrative Improvisational Music Therapy)
(Erkkilä, 2016, hlm. 25,26), Nordoff-Robbins, terapi improvisasi bebas oleh Alvin,
dan terapi musik analitis (Analytical Music Therapy) oleh Priestley.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya tentang tujuan utama dan sekunder
improvisasi bebas; improvisasi dalam terapi dibedakan dari improvisasi dalam seni
karena tujuannya “…is not to 'make good music', as in music improvisation, but

17
Halaman internet Serikat Terapi Musik Eropa (European Music Therapy Confederation)
(https://www.wfmt.info/Musictherapyworld/modules/emtc/e_index1.php ) mengandung informasi
tentang sejarah, pelatihan, dan penelitian tentang terapi musik di berbagai negara Eropa.
88

rather, to create an intimate interpersonal relationship between therapist and client,


through the musical event” (…bukanlah “menciptakan musik yang berkualitas”
seperti dalam improvisasi musikal; tetapi, melalui persitiwa musikal, menciptakan
hubungan intim dan interpersonal antara terapis dan klien) (Pavlicevic, 2000, hlm.
272). Akan tetapi, walaupun harapan dan tujuan improvisasi dalam terapi dan
improvisasi estetis berbeda,
…influences on health observed in the clinical context are likely to pertain to
some extent in respect of improvisation in other settings, and therefore that
benefits to health and wellbeing may be accessible by wider populations
engaging in this activity (…pengaruh terhadap kesehatan dalam konteks klinik
cenderung terdapat pula dengan derajat tertentu pada konteks improvisasi
lainnya. Oleh karena itu, kebaikan dan manfaatnya pada kesehatan dapat
diperoleh oleh masyarakat luas yang ikut serta dalam kegiatan ini)
(MacDonald dan Wilson, 2014, hlm. 13).

4.2.1.4 Penyembuhan Melalui Improvisasi


Salah satu asumsi pokok terapis musik adalah bahwa “…the act of making
sounds freely upon musical instruments provides a non-verbal means of
communication and self-expression which embodies or expresses a person´s whole
self” (…tindakan membunyikan alat musik secara bebas menyediakan sarana
komunikasi dan ekspresi diri non-verbal yang mewujudkan atau mengekspresikan
keseluruhan diri seseorang) (Darnley-Smith dan Patey, 2004, hlm. 36). Contoh dari
komunikasi bunyi non-verbal terdapat pada interaksi ibu-bayi dan senandung
(vocalizing) anak mudah (Pavlicevic, 2000, hlm. 274-280). Lebih rinci lagi, Raymond
MacDonald dan Graeme Wilson (2014) menyimpulkan bahwa improvisasi dapat
menghasilkan berbagai manfaat bagi kesehatan lantaran empat karakteristik utama,
ialah:
…its potential to link conscious with unconscious processes, the demands on
attention of absorption in a creative process, the non-verbal social and
creative interaction experienced, and the capacity for expressing difficult or
repressed emotions without having to articulate these verbally (potensinya
untuk menghubungkan proses sadar dengan proses di bawah sadar;
tuntutannya untuk berfokus dan khusyuk dalam proses kreatif; interaksi non-
verbal, sosial, dan kreatif yang dialami; dan kapasitas untuk mengeluarkan
89

emosi berat atau terpendam tanpa mesti berkata) (MacDonald dan Wilson,
2014, hlm. 1).

Di sisi lain, Pauline Oliveros menciptakan berbagai pelatihan berdasarkan


improvisasi bersepakat dan pendengaran mendalam (deep listening) yang bertujuan
penyembuhan. Dalam kumpulannya berjudul Sonic Meditations (Meditasi Berbunyi),
beliau menjelaskan bahwa“music is a welcome by-product…” (musik merupakan
produk sampingan yang diterima dengan baik) (Oliveros, 1971, hlm. 2) dan
penyembuhan dapat terjadi ketika:
1) individuals feel the common bond with others through a shared experience.
2) when one's inner experience is made manifest and accepted by others. 3)
when one is aware of and in tune with one 's surroundings. 4) when one's
memories, or values, are integrated with the present and understood by others
(1) orang-orang merasakan ikatan dengan yang lain melalui pengalaman
bersama; 2) pengalaman terdalam seseorang termanifestasi dan diterima oleh
orang lain; 3) seseorang menyadari lingkungan di sekitarnya serta melaraskan
dirinya dengannya; 4) ingatan dan nilai seseorang terintegrasi dengan saat
yang sedang terjadi serta dipahami oleh orang lain) (Oliveros, 1971, hlm. 3).

4.2.1.5 Proses dalam Terapi Musik Improvisasi


Dalam improvisasi klinik, semua pilihan musikal terapis mendukung dan
mengembangkan improvisasi pasien supaya terapis dapat membaca dan memahami
dunia emosionalnya (Pavlicevic, 2000, hlm. 275). Menurut kebutuhan pasien, terapis
bisa menerapkan permainan dalam sub-spektrum improvisasi bebas, sub-spektrum
improvisasi bersepakat, dan/atau sub-spektrum interpretasi pokok komposisi; baik
dalam satu sesi pertemuan atau dalam jangka waktu tertentu (Darnley-Smith dan
Patey, 2004, hlm. 80). Di antara interaksi musikal yang dapat dilakukan oleh terapis
dalam improvisasi klinik termasuk: berkaca (mengikuti sepersis mungkin secara
serentak, termasuk gerakan badan); mengimitasi (meniru permainan klien bagaikan
gema); mencocokkan (memainkan sesuatu yang selaras dalam gaya dan kualitas yang
sama); ber-empati (permainan yang menirukan keadaan jiwa dan personalitas klien);
mencerminkan (memainkan sesuatu yang cocok dengan suasana hati atau keadaan
jiwa klien, walaupun berbeda secara musikal); melandasi, mengandung, atau
mengiringi (memberikan dasar ritmis, tonal, dan/atau harmonis yang tetap);
90

menentukan teknik (memainkan pola dasar yang berulang-ulang); berdialog


(berkomunikasi secara bergiliran, dengan balasan pendek, ataupun berbarangan
secara bebas); bermodel (menawarkan ide untuk diimitasikan); ekstemporasi
(berimprovisasi dalam gaya tertentu); dan memberikan kerangka (Wigram, 2005,
hlm. 81-119).
Alat musik yang digunakan “…are specially chosen by the music therapist so
that the client is able to make sounds without needing prior knowledge or skill”
(…terpilih secara khusus oleh terapis musik sehingga klien dapat menghasilkan bunyi
tanpa harus mempunyai pengetahuan atau keahlian sebelumnya) (Darnley-Smith dan
Patey, 2004, hlm. 41). Di antaranya, yang paling cocok dan sering digunakan adalah
perkusi dan vokal; namun perkusi tubuh, benda berbunyi, ataupun alat musik
tradisional dan modern lainnya dapat digunakan pula.
Improvisasi dapat membantu membangun suasana nyaman dan melancarkan
keakraban antara pasien dan terapis, baik dalam pertemuan berdua atau dalam
kelompok. Komunikasi visual selama berimprovisasi, suatu ciri yang jarang terdapat
dalam improvisasi dengan tujuan dan/atau konteks lain, merupakan alat penting
dalam kasus tertentu; misalnya dengan anak penderita gangguan spektrum autisme.
Semua interaksi dan kejadian, baik musikal maupun ekstra-musikal, dianggap berarti
serta berpotensi saling terhubungkan. (Darnley-Smith dan Patey, 2004, hlm. 44, 45).
Terapis menilai kejadian tersebut menurut kemampuan klien dari segi motorik,
kognitif, komunikatif, dan emosional (Bruscia dalam De Baker dan Foubert, 2016,
hlm. 116); dan menafsirkannya melalui asosiasi bebas, pemindahan (transference),
dan/atau kontra-pemindahan (countertransference) (Darnley-Smith dan Patey, 2004,
hlm. 53, 71).
Selain itu, mendengarkan ulang rekaman dan/atau menukar pikiran setelah
berimprovisasi merupakan proses penting untuk membahas pola permainan serta
menentukan makna dan efek terhadap pasien (MacDonald dan Wilson, 2014, hlm.
10). Hasil rekaman dapat dianalisis secara musikal, klinik, dan metaforis melalui
notasi biasa, notasi grafik, dan deskripsi verbal; baik secara manual ataupun dengan
bantuan alat teknologi seperti Music Therapy Logbook (Catatan Harian Terapi
91

Musik), Computer Aided Music Therapy Analysis System-CAMTAS (Sistem Analisis


Musik Terapi dengan Bantuan Komputer), dan Music Therapy Toolbox-MTTB (Kotak
Peralatan Musik Terapi) (De Baker dan Foubert, 2016, hlm. 117,118).

4.2.1.6 Berbagai Kasus yang Dapat Diperbaiki dengan Improvisasi Musikal


Walaupun tinjauan oleh Raymond MacDonald dan Graeme Wilson hanya
menyebut beberapa kali manfaat improvisasi bebas secara khusus, kebanyakan kasus
lain merujuk secara tersirat pada improvisasi bebas ataupun improvisasi non-
idiomatis. Manfaat improvisasi bebas yang disebutkan secara khusus adalah:
memudahkan “…the manifestation and communication of inner states, unconscious
conflicts and repressed emotions…” (kemunculan serta komunikasi keadaan internal,
masalah di bawah sadar, dan emosi terpendam) (MacDonald dan Wilson, 2014, hlm.
7); “…allow therapists’ clients to connect with emotionally charged memories and
images…” (memungkinkan klien terapis berhubungan dengan ingatan dan gambar
yang berbobot emosional) (MacDonald dan Wilson, 2014, hlm. 9); dan membantu
anak dengan gangguan spektrum autisme untuk berkonsentrasi dalam kegiatan kreatif
(MacDonald dan Wilson, 2014, hlm. 7).
Di sisi lain, mereka menjelaskan bahwa terapi improvisasi, dalam pengertian
umum, dapat membantu serta berefek positif pada berbagai kasus, di antaranya:
memulihkan penderita cedera otak seperti koma dan strok hingga dapat menggerakan
kembali bagian badan tertentu; mengeluarkan perasaan terpendam, menambah tenaga
serta mengurangi kecemasan dan stres pada pasien kanker; mengurangi rasa bersalah,
malu, dan putus asa pada orang depresi, penderita gangguan kecemasan, atau pecandu
narkoba; memperbaiki konsentrasi, komunikasi emosional, komunikasi verbal, dan
hubungan sosial pada penderita skizofrenia, psikosis, gangguan spektrum autisme,
serta gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas; menyenangkan tahanan
penjara, remaja berduka, dan pasien dalam perawatan paliatif; dan mencegah gejala
depresi serta memberi semangat pada orang dalam lanjut usia dan penderita gangguan
makanan, disabilitas, atau penyakit kronis (MacDonald dan Wilson, 2014, hlm. 5-18).
92

4.2.1.7 Manfaat Improvisasi Bebas bagi Orang Berkebutuhan Khusus


Undang-Undang Permendiknas No. 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan
Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi
Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa18 menggolongkan orang berkebutuhan khusus
dalam 13 macam, yaitu: tunanetra; tunarungu; tunawicara; tunagrahita; tunadaksa;
tunalaras; berkesulitan belajar; lamban belajar; autis; memiliki gangguan motorik;
menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang, dan zat adiktif lainnya;
memiliki kelainan lainnya; dan tunaganda. Selain yang telah disebut oleh Raymond
MacDonald dan Graeme Wilson (2014, hlm. 5-18) mengenai manfaat improvisasi
bebas bagi penderita skizofrenia, psikosis, gangguan spektrum autisme, serta
gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas; penulis mempercayai bahwa
pelatihan improvisasi bebas dan bersepakat dapat membantu memperbaiki keadaan
orang berkebutuhan khusus lainnya serta keluargannya. Berdasarkan perbandingan
antara karakteristik masing-masing kelainan dengan sifat-sifat improvisasi bebas,
berbagai contoh manfaat termasuk: orang tunanetra, yang sudah memiliki
pendengaran tajam, dapat membentuk kelompok musik yang berkualitas; orang
sindrom down, tunagrahita, autis, dan dapat memanfaatkan pelatihan improvisasi
sebagai terapi; orang tunadaksa dapat mengeksplorasi bunyi dan alat musik dengan
bagian tubuh yang masih normal ataupun, sebagaimana dilakukan oleh Alam Leim
dan Garth Paine (2011), menggunakan teknologi untuk berinteraksi bagaikan orang
normal; orang tunalaras dapat mempelajari bertanggung jawab dan konsentrasi dari
sebuah sistem tanpa aturan; orang tunarungu dapat mengembangkan musik
berdasarkan penglihatan atau perabaan; orang yang menjadi korban penyalahgunaan
narkoba, obat terlarang, dan zat adiktif lainnya dapat memperoleh kenikmatan serupa
dari pengalaman berimprovisasi; orang yang memiliki gangguan motorik dapat
melatih gerakan tubuh dengan berimprovisasi; dan orang tunawicara dapat
mengembangkan sebuah bahasa melalui bunyi dengan tubuh mereka ataupun alat
musik sederhana.

18
http://pdpt.unimus.ac.id/2012/wp-content/uploads/2012/05/Permen-No.-70-2009-tentang-
pendidiian-inklusif-memiliki-kelainan-kecerdasan.pdf
93

4.2.1.7.1 Tiga Contoh Terapi Musik Improvisasi dengan Orang Penderita


Disabilitas Intelektual
Terinsipirasikan oleh grup Upbeat, yaitu grup improvisasi bebas dan
bersepakat terdiri dari orang dengan sindrom Down (Stige dalam Numata, 2016, hlm.
49); The Otosoabi Project di bawah pimpinan Rii Numata (2016) telah mengadakan 8
kursus/latihan, lebih dari 30 pertunjukan, dan satu album rekaman dengan musik
berdasarkan improvisasi bebas. Peserta proyek ini terdiri dari orang berusia 5-42
tahun dengan berbagai jenis dan tingkat disabilitas beserta keluarganya, terapis
musik, alumni; dan lebih dari 50 seniman undangan; termasuk pemain improvisasi
bebas, musisi pop, penari butoh, dan seniman instalasi. Setelah tantangan-tantangan
awal, terutama dari orang tua yang tidak menganggap musik mereka sebagai seni;
orang disabilitas dan orang tuanya lebih percaya diri; banyak musisi undangan
menjadi lebih sadar tentang potensi improvisasi sebagai media komunikasi; dan rasa
kebersamaan melalui kolaborasi antara orang dengan berbeda-beda usia, genre, latar
belakang, dan kemampuan intelektual didirikan dengan sukses estetik dan terapi.
Di sisi lain, Giusepe Pulice (2020) menerapkan terapi musik dan tari
improvisasi bebas dan bersepakat kepada tiga remaja dengan berbagai disabilitas
intelektual tingkat tinggi. Hasilnya menunjukan peningkatan jangka waktu pemusatan
perhatian, sosialisasi, dan ketertarikan terhadap berbagai alat musik oleh peserta
pertama; peningkatan partisipasi dan perhatian terhadap orang lain oleh peserta
kedua; dan peningkatan kenyamanan dan kenikmatan oleh peserta ketiga.

4.2.1.7.2 Manfaat bagi Kaum Tunanetra


Penulis yakin bahwa improvisasi pada umumnya dan improvisasi bebas pada
khususnya, baik sendiri atau dalam kelompok; adalah kegiatan yang sangat cocok dan
mampu menguntungkan kaum tunanetra secara ekonomi, sosial, mental, dan spiritual
karena mereka sudah menajamkan pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pemusik tunanetra telah memegang peran penting dalam berbagai musik tradisional
di dunia yang kental dengan unsur improvisasi, misalnya: pemain harpa, bagpipe, dan
viola di Irlandia; biksu Buddha biwa hoshi di Jepang; pemain organ di Perancis;
94

pemain pantun Sunda di Indonesia; musik kobtzarsbo di Ukrania; musisi keturunan


Afrika di Amerika Serikat; dan pemusik istana di Tionghoa dan Korea. Selain itu,
banyak pemusik tunanetra telah meraih popularitas dan kesuksesan dalam dunia
musik, di antaranya: Ray Charles, Andrea Bocelli, Stevie Wonders, Braga Stone, José
Feliciano, George Shearing, Lennie Tristano, dan Joaquín Rodrigo. Oleh karena itu,
suksesnya sebuah paduan suara atau orkes tunanetra yang memainkan improvisasi
bebas dan/atau improvisasi bersepakat sangat memungkinkan.

4.2.2 Manfaat Sosio-Musikal


4.2.2.1 Inklusivitas
4.2.2.1.1 Inklusivitas Pemain
Inayat Khan (2002, hlm. 10) menyatakan bahwa sesungguhnya “…musik saja
yang bisa menjadi sarana penyatuan jiwa berbagai ras, bangsa dan suku, yang
sekarang terpecah-belah”. Di antara semua jenis musik, improvisasi bebaslah yang
lebih gampang dapat mewujudkan persatuan ini karena pesertanya tidak diharuskan
mengerti dan berbicara bahasa tertentu, mampu membaca notasi, mempunyai teknik
bermain alat musik, dan/atau mengetahui kaidah genre tertentu. Semua orang pernah
tepuk tangan, bernyanyi, dan memukul benda; maka tinggal mendengar dan
merespon sesuai dengan alur musikal menurut kemampuan dan perasaan masing-
masing. Oleh karena itu, bisa dinyatakan bahwa improvisasi bebas menyosialisasikan
seni sehingga dapat menghapuskan batasan antara seniman dan konsumen seni
(Biazon, 2015, hlm. 48); dan mungkin suatu hari akan menjadi budaya umum
sehingga aneh jika seseorang tidak memainkannya (Falleiros dalam Schroeder, 2019,
hlm. 18). Menurut Dave Barret (dalam Nunn, 1998b, hlm. 76), inklusivitas dalam
improvisasi bebas mempunyai implikasi yang sangat menarik sebagai model sosial:
“Consider: a group of people who all have different backgrounds, training,
temperaments, beliefs, ethnicity, sexuality, religion, etc. etc. are thrown together and
must get along well enough to make music. Not only that, they've thrown out the rule
book...” (Pertimbangkanlah: sekelompok orang dengan berbeda-beda latar belakang,
tingkat pelatihan, watak, kepercayaan, etnis, seksualitas, agama, dll. dilemparkan
95

bersama dan mereka harus bergaul dengan cukup baik sehingga dapat menciptakan
musik. Dan tidak hanya itu, mereka telah membuang buku aturan…).
Patrick Freer (2010, hlm. 25) pernah bertanya: “Might the essential feature of
improvisation—its lack of notation—render it accessible to all people without the
precondition of formal musical study?” (Apakah inti sari improvisasi, yaitu ketiadaan
notasi, dapat membukakan aksesnya bagi semua orang tanpa syarat harus melalui
pendidikan musik formal terlebih dahulu?). Menurut pengalaman penulis, improvisasi
idiomatis niscaya membutuhkan pelatihan formal dan/atau informal terlebih dahulu;
tetapi improvisasi bebas dan beberapa improvisasi bersepakat dapat langsung
melibatkan pemain dengan alat musik, latar belakang, usia, dan tingkat kemahiran
apapun; bahkan yang belum berpengalaman sama sekali dengan musik. Improvisasi
bebas berkelompok dapat membuka pintu improvisasi bagi pemula sebab sifatnya
kolaboratif dapat mengatasi beberapa kesulitan yang dialami oleh pemula dalam
permainan improvisasi solo, di antaranya: tidak dapat menyamarkan diri dalam
rajutan kelompok, dapat mengalami kesulitan untuk menemukan titik awal, dan
idenya cepat habis (Neeman, 2014, hlm. 55; Hickey dll, 2015, hlm. 10). Lebih dari
itu, setelah beberapa kali mencoba berimprovisasi bebas, orang awam lebih gampang
mendapatkan kelancaran sebab tidak diperlukan banyak latihan seperti dalam
improvisasi idiomatis (Neeman, 2014, hlm. 47). Meskipun demikian, menjadi ahli
dalam permainan improvisasi bebas membutuhkan pengalaman yang cukup lama. “It
can be an activity of enormous complexity and sophistication, or the simplest and
most direct expression: a lifetime´s study and work or a casual dilettant activity” (Ia
dapat merupakan kegiatan yang sangat rumit dan canggih ataupun ekspresi paling
langsung dan sederhana: pekerjaan dan pelajaran selama seumur hidup ataupun
kegemaran informal) (Bailey, 1993, hlm. 83-84).

4.2.2.1.2 Inklusivitas Musikal


Selain orang siapapun, improvisasi bebas membolehkan segala bunyi, teknik,
dan idiom terjadi di dalamnya. Di antara bunyi yang dapat dilibatkan termasuk:
semua jenis alat musik tradisional dan modern; benda, mesin, permainan anak-anak,
96

dan instalasi berbunyi; rekaman, siaran, dan perangkat lunak digital; binatang dan
suara lingkungan. Di antara teknik yang dapat digunakan termasuk: tradisional,
klasik, eksplorasi atau penemuan baru, perluasan atau penambahan terhadap alat
musik, dan multi-instrumentisme serentak. Di antara idiom yang dapat menjadi
inspirasi termasuk: musik klasik, populer, tradisional, kontemporer, avant-garde,
eksperimental, campursari, dan unsur dari seni/bidang lainnya. Dengan inklusivitas
total pemain dan bunyi, improvisasi bebas seperti mewujudkan utopia dari gerakan
Zapatista yang berbunyi: “El mundo que queremos es uno donde quepan muchos
mundos” (Dunia yang kami inginkan adalah sebuah dunia yang merangkumkan
banyak dunia) (Ejército Zapatista de Liberación Nacional, 1996).

4.2.2.2 Kesejajaran
4.2.2.2.1 Kesempatan Serata
Terkecuali beberapa musik kontemporer, musik ber-tekstur polifoni dan
heterofoni, atau musik yang dimainkan oleh ensembel paduan sejenis; kebanyakan
genre, terutama musik populer pada abad XX, cenderung menggunakan sebagian alat
musik (rhythm section) untuk mengiringi beberapa pemain utama (Biazon, 2015, hlm.
59; Scott, 2008, hlm. 5). Sebaliknya, dalam improvisasi bebas, semua bunyi dan
pemain dapat mempunyai peran serata dengan yang lain serta kesempatan untuk
menjadi protagonis dalam bagian tertentu. Selain itu, improvisasi bebas tidak wajib
menitikberatkan satu atau sebagian nada, sebagaimana terjadi dalam musik tonal dan
modal. Apriori, semua nada berkesempatan untuk menjadi nada pokok dalam bagian
tertentu. Walaupun demikian, “…it would be grossly over-simplistic to suggest that
all players in a free improvisation are always equal” (mengusulkan bahwa semua
pemain dalam improvisasi bebas selalu sama adalah penyataan yang amat sederhana)
(Thomson, 2008, hlm. 5). Kewibawaan dan pengalaman seorang pemain dan/atau
jasanya dalam kepanitian dapat menanamkan otoritas halus dan tersirat kepadanya,
sehingga dapat memengaruhi dinamika dan perilaku musikal kelompok sebelum dan
selama pertunjukan berlangsung (Thomson, 2008, hlm. 5).
97

4.2.2.2.2 Anarkisme
Kesejajaran terkait erat dengan konsep anarki, yaitu “…a sociedade
organizada sem autoridade, compreendendo-se a autoridade como a faculdade de
impor a própria vontade” (…masyarakat yang terorganisasi tanpa otoritas, di mana
pengertian otoritas adalah kemampuan untuk memaksakan kehendak sendiri)
(Malatesta dalam Baizon, 2015, hlm. 26). Seorang anarkis tidak menginginkan
memerintah maupun menuruti, menjajah maupun dijajah (Malatesta dalam Biazon,
2015, hlm. 27). Oleh karena itu, para anarkis serta kebanyakan kelompok improvisasi
bebas sering terorganisasi dalam usaha manajemen diri (autogestion), yaitu “…um
modelo de gestão onde todas possuem igual capacidade de participação sem a
existência de cargos hierárquicos” (…sebuah model pengelolaan di mana semuanya
mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi, tanpa adanya jabatan
hierarki) (ATIVISMOABC dalam Biazon, 2015, hlm. 30).
Kebalikannya dari sistem diktatorial dalam orkestra simfoni (Schafer dalam
Biazon, 2015, hlm. 17), grup pop dengan penyanyi atau pengaresemen utama, dan
lain-lain; dalam permainan improvisasi bebas “…nenhuma tradição, compositor(a),
regente, professor(a) de música, diretor(a) musical, contratante de shows e
concertos, público, ou (uma maioria de) performer(s) (durante uma performance)
deve(ria) ter poder (direto, autorização social) de decidir o que outrem irá produzir
musicalmente” (… tidak satupun tradisi, komponis, konduktor, guru musik, penata
suara, pemesan pertunjukan atau konser, penonton, seorang pemain (ataupun
kebanyakan pemain) seharusnya mempunyai kekuasaan (langsung, izin sosial) untuk
memilih musik apa yang akan diciptakan oleh yang lain dalam pertunjukan) (Biazon,
2015, hlm. 33). Sehubungan dengan ini, Chefa Alfonso (2007, hlm. 14) menganggap
bahwa improvisasi (bebas) “…representa la utopía que muchos deseamos: la
existencia de un mundo solidario y no jerárquico, donde se ha disuelto cualquier
sistema de control o subordinación” (…mewakili utopia yang diinginkan banyak
orang: keberadaan sebuah dunia solider dan tidak hierarkis yang telah melenyapkan
segala sistem pengawasan dan subordinasi).
98

4.2.2.3 Interaksi yang Bertanggung Jawab


Supaya kesejajaran, anarki, dan kebebasan tidak menjadi kekacauan;
diperlukan interaksi berdasarkan tanggung jawab atas tindakan diri sendiri serta cinta
terhadap orang lain. Kemampuan dan niat untuk mendengar, mengapresiasi,
mempercayai, menghormati, dan merespon secara positif membentuk sifat
kolaboratif, solider, toleran, dan rela mengalah/mempersilahkan yang sangat berguna
untuk mencapai tujuan bersama dan untuk menyelesaikan konflik. Konsep seperti
gotong royong, ubuntu, simbiosis, dan bhinneka tunggal ika dapat membantu
membangun masyarakat egaliter karena dapat menyadarkan tentang posisi kita
sebagai bagian dari satu kesatuan yang saling bergantungan dan saling membutuhkan
untuk meraih kebahagiaan dan kerahayuan.
Dalam musik improvisasi bebas, seorang diri melebur dalam kolektif sehingga
bisa dinyatakan bahwa “não há partes individuais, assim como não há enunciado
individual, todo enunciado é coletivo. Todas as partes são coletivas. O músico e sua
biografia são desterritorializados” (tidak ada bagian individual dan tidak pula ada
kalimat individual, semua kalimat kolektif. Semua bagian kolektif. Pemusik beserta
riwayat hidupnya ter-deteritorialisasi) (Costa dalam Biazon, 2015, hlm. 45). Oleh
karena itu, penyerahan diri melalui pendengaran aktif yang berkesinambungan serta
niat untuk berdialog dengan pemain lain dan penonton merupakan sifat bertanggung
jawab yang dapat menyukseskan permainan improvisasi bebas (Arana, 2009, hlm.39;
Thomson, 2008, hlm. 4). Lebih dari kemahiran teknik dalam alat musik tertentu,
improvisasi bebas berlandaskan keahlian dalam interaksi (Nunn, 1998b, hlm. 67);
sebab seorang pemain selalu berinteraksi dengan diri sendiri, dengan jiwanya, dengan
pengalamannya, dengan alat musiknya, dengan penonton jika ada, dengan gaung
ruangan (Hovancsek dalam Nunn, 1998b, hlm. 67), dengan suara lingkungan, dan
tentu saja, dengan pemusik lain dan musik itu sendiri. Interaksi sosial dan musikal
yang positif dan bertanggung jawab dapat terwujudkan dengan “…giving other
players room to have their say, by responding empathetically, and by guiding them
when they are struggling” (…memberikan ruang ekspresi kepada pemain lain,
membalas dengan empati, dan memandu mereka ketika sedang repot) (Neeman,
99

2014, hlm. 53). Harkat dan makna dalam permainan hanya dapat diraih dengan
kompromi semua peserta; makanya bisa dinyatakan bahwa belajar improvisasi
laksana dengan belajar hidup (Arnaud, 2014, hlm. 36).
Sebagaimana telah dibuktikan oleh penulis serta dinyatakan oleh Stephen
Nachmanovitch (2004, hlm. 142,143) dan Tom Nunn (1998b, hlm. 67); interaksi
dalam permainan improvisasi bebas seringkali membangun pertemanan sejati.
Sesungguhnya, interaksi musikal dan personal saling terkait dan saling memengaruhi:
pertemanan yang baik cenderung menghasilkan permainan yang baik, dan permainan
yang baik cenderung menghasilkan pertemanan yang baik; dan sebaliknya pula
dengan interaksi dan pertemanan yang buruk.

4.2.2.4 Fleksibilitas
Interaksi dengan keadaan yang selalu berubah serta tidak mungkin diduga
dapat dimudahkan dengan sifat fleksibilitas, adaptabilitas, resilensi, keikhlasan, rela
mengalah/mempersilahkan, efektivitas, koherensi, kreativitas, kesertamertaan,
menerima dan memperbaiki kesalahan, mempercayai orang lain, pikiran terbuka, dan
wawasan luas. Dalam improvisasi bebas, seorang pemain “…can alter the flow at any
time but not completely control it” (…dapat merubah alur musik kapan saja tetapi
tidak bisa mengaturnya sepenuhnya) (Nunn, 1998b, hlm. 66). Oleh karena itu,
melalui permainannya kita bisa mempelajari menerima keadaan yang tidak terjadi
sebagaimana diharapkan (Arana, 2019, hlm. 50); bahkan dapat membantu bertahan
hidup pada saat kita “…cope with the random events, failure, chaos, disaster and
accident…” (menghadapi peristiwa tak terduga, kegagalan, kekisruhan, bencana, dan
kecelakaan…) (Toop dalam Schroeder, 2019, hlm. 6). Selain itu, mengandalkan pada
orang lain dapat mengajari kita untuk mempercayai diri sendiri serta menyerahkan
kontrol pada alam bawah sadar (Nachmanovitch, 2004, hlm.140), alam semesta,
Tuhan, atau energi superior yang menata segalanya.
Menurut Chefa Alonso (2014, hlm. 31), improvisasi yang baik dihasilkan
dengan keseimbangan tipis antara sifat autarki dan fleksibilitas, atau dalam kata lain:
ekuilibrium antara niat untuk melanjutkan pendapat musikal mandiri dan kemampuan
100

untuk berinteraksi dengan konteks yang selalu berubah. Camila Arana (2019, hlm.
28) menemukan bahwa pelatihan reguler improvisasi bebas dalam pendidikan tinggi
dapat mengembangkan empat bakat atau kompetensi terkait dengan fleksibilitas: 1)
kesadaran akan masing-masing prasangka buruk mengenai bunyi dan musik; 2)
menerima dan memaknai ulang kesalahan sehingga menjadi bagian dari permainan
sekaligus kesempatan untuk mencapai tujuan; 3) keterbukaan estetik dan sensibilitas
terhadap bunyi dan musik baru atau tidak biasa; 4) kriteria pribadi tentang musik dan
bunyi. Di sisi lain, permainan improvisasi bebas sangat fleksibel mengenai anggota
kelompok sehingga dapat mengatasi peristiwa yang tidak terduga seperti
ketidakhadiran pemain.

4.2.2.5 Eksplorasi dan Ambil Resiko


Keanekaragaman dan ketidakpastian dalam improvisas bebas menuntut para
pemain untuk keluar dari zona nyaman, yaitu kebiasaannya pada saat memainkan dan
mengimprovisasi musik. Untuk dapat berinteraksi dengan situasi musikal tertentu
serta untuk menjadikan permainan selalu menarik; mereka harus berani menjelajah
wilayah baru dalam peta musikal dan mencoba teknik, bunyi, alat musik, atau pola
yang belum pernah dimainkan sebelumnya. Penemuan baru dapat diperoleh melalui
enam cara: 1) merespon permainan orang lain; 2) kebetulan atau “kesalahan” tidak
sengaja (serendipity) pada saat bermain; 3) menambah wawasan estetik pada saat
mengapresiasi musik; 4) renungan terhadap kebiasaan diri sendiri; 5) ibarat atau
sinestesia dengan bidang lain; 6) solusi terhadap aturan tertentu dalam pelatihan
improvisasi bersepakat. Hasil dari eksplorasinya, para pemain dapat menambah akal,
teknik, dan katalog bunyi yang kelak dapat digunakan dalam improvisasi bebas
maupun musik lain. Beberapa contoh manfaat musikal mengenai sifat berani ambil
resiko termasuk: penemuan teknik luas (extended techniques) atau teknik di luar
kebiasaan; pengembangan multi-instrumentisme melalui permainan dengan alat
musik yang bukan keahliannya; eksplorasi warna suara vokal baru pada anggota
paduan suara (Ott dalam Arana, 2019, hlm. 17); penggunaan wilayah nada (tessitura)
101

di luar kebiasaan masing-masing dalam permainan musik bernotasi (Freer, 2010, hlm.
25); dan penemuan musik serta cara berinteraksi yang baru (Neeman, 2014, hlm. 38).
Carole Ott (dalam Arana, 2019, hlm. 17) melaporkan adanya perkembangan
sifat berani ambil resiko setelah menerapkan improvisasi bebas pada paduan suara di
tingkat universitas; sedangkan Nasim Niknafs (dalam Arana, 2019, hlm. 18)
menganggap bahwa penerapan improvisasi bebas dalam sekolah dapat mendorong
siswa untuk bereksperimentasi tanpa takut akan kesalahan. Walaupun demikian,
mempelajari untuk selalu terbuka terhadap kejadian yang berkesinambungan, untuk
tidak takut akan kegagalan, dan untuk membiarkan sesuatu terjadi tanpa memaksakan
hasilnya; memerlukan waktu yang cukup panjang (Schroeder, 2019, hlm. 3).

4.2.2.6 Pikiran Kritis dan Kriteria Pribadi


Pikiran kreatif dan kritis merupakan bakat penting untuk berjuang dalam
dunia yang begitu rumit dan penuh tantangan (Machado dan Bradenburg, 2015, hlm.
43); sedangkan kriteria pribadi, yang dibangun atas dasar pikiran kritis, dapat
membantu menilai perbedaan tanpa berprasangka buruk atau sempit. Sifat kebebasan
dan keanekaragaman dalam improvisasi bebas dapat memperluas kesadaran para
pemula serta memunculkan sifat kritis dan kriteria pribadi mengenai seni dan musik.
Menurut Camila Arana, setelah pengenalan berbagai macam estetika musikal melalui
improvisasi bebas, beberapa pemusik malah mengukuhkan kegemarannya dan
pembawaannya masing-masing; dan ini merupakan “…un reflejo de criterio musical,
porque se sabe a partir del intento y no de la ignorancia” (…cerminan dari kriteria
musikal karena dibentuk melalui percobaan, bukan ketidaktahuan) (Arana, 2019, hlm.
28). Selain itu, sifat kritis serta kemampuan untuk memindahkan bakat yang
diperoleh dengan improvisasi bebas ke bidang musikal lainnya, dapat
memperdayakan para pelajar dan pemain untuk mengejar tujuannya masing-masing
secara kreatif dan otodidak. Dengan demikian, mereka dapat meloloskan diri dari
kejenuan pendidikan pasif yang telah ditentukan dalam kurikulum (Freer, 2010, hlm.
26; Dipnall, 2012, hlm. 24, 25). Terkait dengan ini, Isac Machado dan Laude
Brandenburg (2015, hlm. 42) menemukan bahwa improvisasi bebas dapat menambah
102

semangat bagi siswa yang kurang tertarik, kurang fokus, atau kurang bertanggung
jawab terhadap proses pendidikan.

4.2.2.7 Kreativitas
Menurut Stephen Nachmanovitch (2004, hlm. 260), impuls kreatif adalah
dorongan hati untuk menciptakan sesuatu; terlepas dari wujud hasilnya serta respon
orang lain terhadapnya. Kehendak ini dapat diwujudkan melalui kreativitas atau daya
cipta; yang
…implica factores tales como como la inteligencia, la capacidad de ver las
vinculaciones entre hechos que antes se veían como separados, la capacidad
de romper con actitudes mentales pasadas de actualidad, la valentía, las
fuerzas, la actitud de juego y hasta la capacidad de atacar.
(…menyiratkan unsur-unsur seperti kecerdasan, kemampuan untuk melihat
hubungan antara kejadian-kejadian yang sebelumnya tampak terpisah,
kemampuan untuk menyudahi sifat mental usang, keberanian, tenaga-tenaga,
sifat bermain, bahkan kemampuan untuk menyerang) (Nachmanovitch, 2004,
hlm. 259).

Di sisi lain, Pauline Oliveros (2005, hlm. 15) mengartikan kreativitas sebagai
“…the formation of new patterns, exceeding the limitations and boundaries of old
patterns, or using old patterns in new ways” (…pembentukan pola baru, melampaui
batas pola lama, atau menggunakan pola lama dengan cara baru). Supaya muncul,
kreativitas memerlukan keahlian, kepribadian, motivasi, suasana yang mendukung,
dan imajinasi; yaitu benih kreativitas yang dapat diartikan secara umum sebagai
“…the human capacity to construct a mental representation of that which is not
currently present to the senses” (kemampuan manusia untuk membentuk representasi
mental dari sesuatu yang sedang tidak diamati oleh pancaindra) (Gotlieb dll, 2019,
hlm. 709).
Edward Neeman (2014, hlm. 47) menyatakan bahwa “the goal of free
improvisation is to find new ideas that do not depend on pre-existing structures”
(tujuan improvisasi bebas adalah menemukan ide baru yang tidak tergantung pada
struktur yang sudah ada). Walaupun deklarasi tentang tujuan akhir improvisasi bebas
masih bisa diperdebatkan; penemuan ide baru atau orisinalitas memang merupakan
103

salah satu hasil penting dari kreativitas dalam improvisasi bebas. Menurut Jean Piaget
(dalam Duckworth, 1964, hlm. 175), tujuan utama pendidikan adalah membentuk
orang kreatif; sedangkan penerapan improvisasi pada umumnya dan improvisasi
bebas pada khususnya termasuk salah satu metode terbaik untuk merangsang
kreativitas siswa karena “…peut permettre à l' élève de prendre conscience de sa
capacité à créer” (…dapat menyadarkan murid tentang daya ciptanya sendiri)
(Remond, 2011, hlm. 28). Mark Dipnall (2012, hlm. iii) menganggap bahwa
penerapan pelatihan improvisasi dalam kelas alat musik perorangan dapat membantu
murid untuk menemukan serta mengungkapkan suaranya dan imajinasinya sendiri.
Bagi murid yang menitikberatkan musik bernotasi, improvisasi dapat memberikan
pengalaman ilham serupa yang dialami oleh seorang komponis; sedangkan bagi
komponis, improvisasi dapat membantu menyadari dan mewujudkan musik yang
tersimpan di alam bawah sadar (Chase dalam Lewis, 1996, hlm. 109, 110).

4.2.2.8 Penemuan dan Penerimaan Diri


Selain membantu menemukan estetika sendiri, permainan improvisasi bebas
memudahkan penemuan diri karena pada saat mendengarkan dengan kesadaran penuh
kita dapat mawas diri. Rafael, salah satu murid Camila Arana (2019, hlm. 44),
menyebutkan bahwa improvisasi bebas mencemaskan beberapa orang karena seakan-
akan ia menodong: “ '¿usted qué es? A ver, sáquese’ Y esa pregunta es
supremamente agobiante” (‛Anda siapa sih? Ayo, memperlihatkan jati diri Anda!’
Dan pertanyaan itu sangat menyesak). Dalam improvisasi bebas, jati diri musikal
masing-masing terletak antara niat dan daya, atau dalam kata lain: antara ide musikal,
rasional maupun intuitif, dan kemampuan untuk membunyikannya. Ide dan imajinasi
musikal kita terbentuk dan dipengaruhi oleh segala musik dan bunyi yang kita pernah
mendengar, memainkan, atau membayangkan (Sarath, 2010, hlm. 1); sedangkan
kemampuan untuk menyatakannya tergantung pada tingkat kemahiran kita dalam
teknik permainan alat musik. Menurut Camila Arana (2019, hlm. 42), salah satu sifat
sekaligus tantangan improvisasi bebas adalah bahwa kita bisa dan harus membuat
musik hanya dengan akal yang kita mempunyai sebagai pemain. Untuk itu, selain
104

mereaksi dengan cepat, pengimprovisasi perlu “…une grande connaisance de ses


capacités et limites physiques et techniques” (pengetahuan luas akan kemampuan dan
batasannya fisik dan teknik) (Remond, 2011, hlm. 20). Oleh karena itu,
“…aceptar el nivel técnico es el primer paso para poder observarse de manera
objetiva, conocer las fortalezas y debilidades para saber qué y cómo se puede
mejorar…” (…penerimaan tingkat teknik diri sendiri adalah langkah pertama untuk
menelusuri diri secara objektif, menyadari akan kelebihan dan kekurangan supaya
dapat mengetahui apa yang harus diperbaiki dan bagaimana…) (Arana, 2019, hlm.
42).

4.2.2.9 Spiritual dan Emosional


Di antara keadaan mental yang telah dilaporkan oleh musisi pada saat bermain
improvisasi bebas termasuk: kesantaian; keterlibatan mental total ataupun
pemberhentian kemampuan kritik dan rasional; ekstase, katarsis, atau trans; dan
perasaan spriritual, pemusnahan ego, atau kesadaran kolektif (Borgo, 2002, hlm.
175). Dalam keadaan tersebut, mungkin lebih sesuai jika pengimprovisasi dianggap
sebagai perantara daripada sebagai pencipta. "Sometimes it really does feel like you're
being guided by some other force, or that you can only do what you must do at a
certain moment" (Kadang-kadang benar-benar terasa seperti Anda sedang dipandu
oleh kekuatan lain, ataupun bahwa Anda hanya bisa lakukan yang mesti dilakukan
dalam saat tertentu) (Djll dalam Nunn, 1998b, hlm. 60).
Camila Arana (2019, hlm. 46) menyatakan bahwa improvisasi bebas adalah
salah satu media untuk mencapai katarsis karena merupakan pengalaman yang
menghasilkan keadaan mengalir (flow state). Mihaly Csikszentmihalyi (1990, hlm.
14), yang merumuskan konsep mengalir (flow), mendefinisikannya sebagai “…the
state in which people are so involved in an activity that nothing else seems to matter;
the experience itself is so enjoyable that people will do it even at great cost, for the
sheer sake of doing it” (keadaan ketika orang terlibat penuh dalam kegiatan tertentu
sehingga terlihat seakan-akan mereka tidak memedulikan apapun selain itu.
Pengalaman tersebut amat dinikmati, maka orang akan melakukannya hanya demi
105

melakukannya saja walaupun banyak yang dikorbarkan). Keadaan mengalir terjadi


ketika kemampuan kita sesuai dengan tantangan, dan ini merupakan pengalaman
terbaik (optimal experience) yang dapat membahagiakan orang. Sebaliknya, jika
tantangannya terlalu berat kita akan merasa cemas; sedangkan jika tantangannya
terlalu ringan, kita akan merasa bosen (Csikszentmihalyi, 1990, hlm. 96, 97).
Memainkan dan/atau mendengarkan musik improvisasi bebas dapat melatih
kita untuk fokus dalam saat dan ruang ini sehingga kita menjadi lebih sadar akan
unsur halus musik, suara lingkungan di sekitarnya, perkataan orang lain, serta pikiran
dan perasaan kita sendiri. Kepekaan ini membantu kita menerima perbedaan,
mempertimbangkan keadaan, mengamati tanpa menilai, merespon dengan baik, dan
merasakan “persatuan dalam perbedaan” dalam arti paling menyeluruh; yaitu kita
sebagai bagian dari alam semesta dan, bagi yang mempercayainya, bagian dan/atau
hamba Tuhan. Bagi Albert Einsten, yang sering berimprovisasi dengan piano,
improvisasi merupakan kebutuhan emosional dan intelektual untuk pekerjaannya
(Neeman, 2014, hlm. 1); sedangkan bagi Rafael (dalam Arana, 2019, hlm. 45),
improvisasi bebas adalah jeda serta pernafasan spiritual untuk melanjutkan kehidupan
di sebuah dunia yang begitu membatasi dan mengerikan.
Selain itu, mempraktikkan improvisasi bebas “… immédiatement donné une
sensation de liberté que je n'avais pas réussi a obtenir dans la musique écrite”
(menyertakan langsung rasa kebebasan yang tidak dapat diperoleh secara sempurna
dengan musik tertulis) (Remond, 2011, hlm. 4). Ketika seorang musisi berpendidikan
“klasik” menemukan bahwa dia mampu bermain tanpa notasi; ada rasa takut,
kenikmatan, harga diri, kejutan, penasaran untuk mencoba lagi, dan gelora semangat
atau antusiasme, sebuah kata yang secara etimologi berarti “penuh dengan Tuhan”
(Nachmanovitch, 2004, hlm. 75). Setelah menerapkan pelatihan improvisasi bebas,
Carole Ott (dalam Arana, 2019, hlm. 17) menemukan bahwa para anggota paduan
suara dapat mengembangkan hubungannya dengan anggota lain serta berubah
sifatnya terhadap improvisasi dari ketakutan ke kenikmatan. Efek serupa diraih oleh
Pauline Oliveros (1971) dengan kumpulan pelatihannya berdasarkan improvisasi
bersepakat dan pendengaran berjudul Sonic Meditations (Meditasi Berbunyi). Beliau
106

menerangkan bahwa mengerjakannya secara reguler dapat menghasilkan relaksasi


ragawi dan mental, kepekaan dan pemancaran energi positif terhadap anggota
kelompok, dan keadaan mental dengan kesadaran tinggi.

Gambar 4.9 Diagram Venn lucu oleh Polo Slim (2019)19

4.2.3 Manfaat Khusus Musikal


4.2.3.1 Kemampuan Dasar Musik
Tergantung negara, fokus pendidikan, dan tingkat akademik; mata kuliah-
mata kuliah mengenai kemampuan dasar musik mendapatkan berbagai nama, di
antaranya: solfeggio atau variasinya dalam berbagai bahasa dari rumpun Latin, titi
laras dalam musik tradisional Indonesia, bahasa musik, kemampuan bermusik
(musicianship), kemampuan pendengaran (aural skills), pelatihan pendengaran (ear

19
“Gente que va a retiros”, “Gente que hace improvisación libre”, “Mariguanos”, “No te lo puedo
contar, lo tienes que vivir”.
107

training), penataran pendengaran, pendidikan pendengaran, pendidikan auditif,


persepsi auditif, dan harmoni (Ilomäki, 2011, hlm. 12; Romero, 2008). Tujuan utama
mata kuliah-mata kuliah tersebut adalah memahami unsur musikal secara teori;
mengamatinya serta mengidentifikasikannya dalam musik dan bunyi melalui
pendengaran; membunyikannya melalui suara, perkusi tubuh, atau alat musik masing-
masing; dan menguasai proses peralihan dari bunyi ke notasi tertentu dan, sebaliknya,
dari notasi ke bunyi. Improvisasi bebas dapat dimainkan tanpa harus melalui
pendidikan musikal dasar terlebih dahulu, dan walaupun tidak dapat
menggantikannya; mempraktikkan improvisasi bebas bersamaan mata kuliah-mata
kuliah tersebut dapat melancarkan secara intuitif semua unsur musikal yang sedang
dipelajari. Selain itu, bagi yang belum melalui pendidikan dasar ini, memainkan
improvisasi bebas dapat menyemangatinya untuk mempelajari teori dan notasi (Freer,
2010, hlm. 25).
Dua penelitian, satu oleh Carole Ott dan satu oleh Nasim Niknafs (dalam
Arana, 2019, hlm. 17,18), telah menyatakan adanya kemajuan terhadap pendengaran
aktif serta kesadaran akan bunyi setelah peserta mengikuti pelatihan reguler
improvisasi bebas. Kemampuan dasar musikal akan semakin berkembang sebab,
melalui penyerahan pada pendengaran penuh, “el improvisador adquiere una
sensibilidad cada vez más refinada para la información que es relevante dentro de las
situaciones musicales dadas y, al mismo tiempo, utiliza de forma cada vez más eficaz
esa información. “pengimprovisasi memperoleh kepekaan yang semakin halus
terhadap informasi penting dalam setiap situasi musikal yang terjadi, sekaligus dapat
menggunakan informasi tersebut semakin efisien” (Alonso, 2007, hlm. 14).

4.2.3.2 Penggunaan dalam Musik Lainnya


Sebagaimana telah dijelaskan dalam sub-bab mengenai konsep, semua jenis
musik niscaya menggunakan improvisasi dalam derajat tertentu. Oleh karena itu,
“…improvisation must be something that students practice and become comfortable
with” (improvisasi harus termasuk hal yang dipraktikkan oleh murid sehingga mereka
nyaman dengannya) (Gould and Keaton dalam Lytle, 2019, hlm. 10). Simon Gray
108

(2020) mempertanyakan dengan humor ketika menekankan pentingnya improvisasi


bagi pemusik profesional zaman sekarang: “what is the sense in turning down a
lucrative recording session for UB40's next album just because you cannot
improvise?” (mengapa harus menolak bayaran besar untuk rekaman album
berikutnya oleh UB40 hanya karena Anda tidak bisa berimprovisasi?) Beliau juga
menyebutkan bahwa sekarang semakin banyak karya kontemporer yang menuntut
tanggung jawab kreatif pada pemain, sehingga peluang di dalam ensambel dan orkes
musik kontemporer akan ditempatkan oleh yang mampu berimprovisasi (Gray, 2020).
Selain itu, improvisasi“…can be used to develop specific skills or to deepen the
participants’ understanding of the score in practice or rehearsal” (dapat digunakan
untuk mengembangkan kemampuan khusus atau untuk memperdalam pemahaman
anggota terhadap partiturnya pada saat mempraktikkan atau melatihkannya)
(Neeman, 2014, hlm. 45). Tentu saja, improvisasi merupakan salah satu cara amat
efektif untuk mencari inspirasi dalam penciptaan karya baru; makanya C.P.E. Bach
(1949, hlm. 430) menyatakan bahwa “…a good future in composition can be assurely
predicted for anyone who can improvise…” (…dapat diramalkan dengan pasti masa
depan yang baik dalam komposisi bagi siapapun yang bisa berimprovisasi…). Di sisi
lain, pendekatan yang personal dan intuitif musik improvisasi bebas dapat membantu
menghasilkan interpretasi baru yang lebih bagus dan menarik (Alonso, 2007, hlm. 15;
Neeman, 2014, hlm. 45); ialah ketika bunyi, teknik, interaksi, dan pola yang pernah
dimainkan dalam improvisasi bebas diterapkan dalam musik lain.

4.2.3.3 Kepercayaan Diri di Atas Panggung


Menurut Stephen Nachmanovitch (2004, hlm. 193); keraguan, kegugupan, dan
ketakutan di atas panggung “…está profundamente relacionado con el miedo a la
estupidez, que se compone de dos partes: miedo a parecer tonto (pérdida de la
reputación), y miedo a ser realmente un tonto (miedo a los estados poco habituales
de la conciencia)” (terkait erat dengan ketakutan akan kebodohan, yang terdiri atas
dua bagian: ketakutan terlihat bodoh (kehilangan kewibawaan), dan ketakutan
menjadi bodoh benaran (ketakutan akan keadaan mental di luar kebiasaan). Selain itu,
109

beliau menceritakan tentang ketakutan lain yang dapat menghalangi kesuksesan


dalam berkesenian, yaitu: ketakutan tidak akan bisa mencapai tingkat model yang
ideal, yang mengakibatkan sikap perfeksionisme dan penundaan; dan ketakutan akan
kesuksesan itu sendiri, sebab dapat dianggap sombong ataupun aneh
(Nachmanovitch, 2004, hlm. 194, 195). Terkait dengan ini, pengimprovisasi Nina
Simone (dalam Rodis, 1970) menyatakan bahwa kebebasan sama dengan tidak
adanya rasa takut, dan bahwa beliau pernah mengalami perasaan luar biasa itu di atas
panggung beberapa kali.
Improvisasi bebas dapat mengatasi kecemasan di atas panggung serta
menambah kepercayaan diri (Niknafs dalam Arana, 2019, hlm. 18) sebab para
pemusik telah melatih intuisi, kreativitas, dan spontanitas yang dapat membantu
menyelamatkan sebuah pertunjukan interpretasi yang tiba-tiba dimainkan salah
ataupun terlupakan. Masalah mendadak lain di atas panggung yang dapat diatasi
dengan pengalaman berimprovisasi bebas termasuk: mati listrik, masalah teknis
mengenai sistem pengeras suara, partitur tertiup angin, pemain tidak datang,
perubahan durasi dan/atau repertoar, perubahan steman dalam alat musik, pemain di
luar kelompok yang ikut bermain secara mendadak, dan tindakan atau peran penonton
yang memengaruhi permainan. Maud Hickey dll. (2015) membuktikan adanya
peningkatan keberhasilan berimprovisasi serta kepercayaan diri terhadap improvisasi
setelah menerapkan pelatihan improvisasi bebas pada mahasiswa di bidang non-
musik. Dalam penelitiannya, mereka mengaitkan kepercayaan diri dengan penilaian
diri positif terhadap kenyamanan pada saat berimprovisasi serta sifat berani ambil
resiko. Dalam penelitian serupa, Tawnya Dee Smith (2014, hlm. ii) menjelaskan
bagaimana pelatihan improvisasi bebas serta perenungan tentangnya melalui tulisan,
respon melalui seni pada saat memutar rekaman, dan diskusi berkelompok telah
membantu pemusik yang menderita kegelisahan di atas panggung. Melalui proses ini,
mereka mempelajari bagaimana menyadarkan diri tentang acuan diri (self referents),
obrolan internal, serta perasaan emosional dan ragawi pada saat bermain musik.
The participants were able to use this expanded awareness to redirect their
focus from self-conscious thoughts to more non-judgmental or creative states
that allowed them to better connect to their musical voice, identify
110

underdeveloped skills, and learn how to communicate more effectively with


others musically. (Para peserta mampu menggunakan kesadaran luas ini untuk
mengalihkan fokusnya dari pikiran cemas akan penilaian orang lain ke
keadaan mental yang tidak terlalu menghukum atau ke keadaan kreatif.
Peralihan tersebut memperkenankan mereka berhubungan lebih baik dengan
suara musikalnya, mengidentifikasi kemampuan yang belum dikembangkan,
dan belajar cara berkomunikasi lebih efektif dengan yang lain secara musikal)
(Smith, 2014, hlm. ii).

4.2.3.4 Kolaborasi dengan Seni dan Bidang Lain


Menurut Edward Neeman (2014, hlm. 2, 45), kompetensi yang dikembangkan
dalam improvisasi bebas dapat dimanfaatkan dalam orkes laptop, kegiatan
pendidikan, terapi, dan kolaborasi multimedia karena konteks multi-bidang seringkali
memerlukan musik yang dapat merespon peristiwa lain serta dapat menyesuaikan diri
secara serentak; maka improvisasi lebih cocok daripada karya tertulis. Fleksibilitas
improvisasi bebas dan improvisasi bersepakat memudahkan kolaborasi antar kesenian
(Arnaud, 2014, hlm. 28), terutama dengan seni pertunjukan lainnya seperti segala
macam tari dan teater; di antaranya: improvisasi bersentuhan (contact improvisation),
tari butoh, seni sirkus, tari tradisional, tarian sosial, puisi, narasi, pidato, komedi,
wayang, pantomime, performance, happening, kabaret, teater jalanan, teater fisik,
atau dramatari (dance theater). Selain itu, seni atau bidang lain seperti lukisan,
bergambar, grafitti, patung, land art, foto, instalasi, coding, bela diri, olah raga, seni
video, seni internet, seni cahaya, seni pancaindra, ritual, acara sosial/budaya/agama,
permainan anak-anak atau dewasa, demonstrasi, dll. dapat juga berimprovisasi
dengan musik, tari, dan/atau teater. Baik sebagai improvisasi bebas ataupun dengan
bentuk dan konsep fleksibel, kolaborasi multi-bidang sangat memuaskan karena
anggotanya mempelajari pandangan lain, menambah wawasan, dan menjalin sebuah
dialog kinestetik yang memengaruhi masing-masing bidang. Cara lain untuk
berkolaborasi adalah menggunakan sebuah karya yang sudah jadi sebagai inspirasi
untuk berimprovisasi. Kini, improvisasi bebas dan bersepakat mempunyai peran
penting dalam kesenian post-modern, yang memungkingkan berbagai gaya dan teknik
dari berbeda-beda zaman dan budaya bermain bersama dan saling memengaruhi
dalam suatu karya.
111

4.2.4 Kesimpulan tentang Manfaat Improvisasi Bebas


Memainkan dan mempraktikkan improvisasi bebas menghasilkan berbagai
manfaat, yang secara umum dapat dibagikan dalam tiga kelompok yang saling terkait
dan saling mengisi: manfaat bagi kesehatan jasmani dan mental, manfaat sosio-
musikal, dan manfaat khusus musikal. Improvisasi bebas dan bersepakat telah
digunakan dalam berbagai macam pendekatan dalam terapi musik dan mempunyai
potensi untuk digunakan dengan aneka ragam kasus klinik. Jika diterapkan demi
tujuan sekunder lainnya seperti pendidikan atau hiburan, manfaat klinik improvisasi
bebas tetap dapat diraih dengan derajat tertentu oleh masyarakat luas. Selain itu,
mempraktikkan improvisasi bebas meningkatkan kemampuan untuk bermain dan
memahami musik lain serta menghasilkan berbagai manfaat dan pelajaran untuk
kehidupan sosial, yang dapat diserap secara halus melalui permainannya.

4.3 Pembelajaran Musik Improvisasi Bebas


4.3.1 Improvisasi dalam Pendidikan
4.3.1.1 Berbagai Metode Pendidikan Musik
Beranekaragam cara manusia belajar musik dan metode pendidikan musik
telah berkembang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di tempat dan zaman yang
berbeda-beda, misalnya: nyanyian pengantar tidur oleh ibu, permainan anak yang
mengandung nyanyian; pendidikan musik dalam gereja Eropa zaman pertengahan,
renaisans, dan barok; sekolah cuicacalli (rumah nyanyian) dalam kerajaan Aztek;
latihan bersama-sama gamelan Bali di pura; kehormatan dan kepatuhan pada guru
dalam pelajaran musik India; belajar dari wahyu dan mimpi; pendidikan otodidak
oleh musisi populer; belajar dari tutorial di YouTube; dan sistem pendidikan formal
di konservatorium dan universitas. Sejak akhir abad XIX, pendidik musik “Barat”
telah berusaha memperbarui cara kita mempelajari musik, di antaranya: Maurice
Chevé, Pierre Galin, Sarah Ann Glowen, John Curwen, Jacques Dalcroze, Edgar
Willems, Maurice Martenot, James Mursell, Guinild Keetman, Carl Orff, Zoltan
Kodaly, Shinichi Suzuki, Murray Schafer, John Paynter, Brian Dennis, Edwin
Gordon, Madeleine Carabo-Cone, Patricia Shehan, Ed Sarath, César Tort, dan
112

Gertrud Meyer-Denkmann. Berdasarkan waktu, Violeta Hemsy (2004)


mengklasifikasikan metode pendidikan musik dalam enam zaman, ialah: metode
pendahulu (akhir abad XIX-1940), metode aktif (1940-1950), metode instrumental
(1950-1960), metode kreatif (1970-1980), metode transisi (1980-1990), dan model
paradigma baru (1990-sekarang).

4.3.1.2 Pendekatan Pembelajaran Improvisasi dalam Literatur


Jeff Pressing (1987, hlm.11-13) adalah orang pertama yang menggolongkan
pendekatan pembelajaran improvisasi dalam literatur, namun penjelasannya tidak
begitu dalam serta tidak disertai dengan contoh yang cukup. Dalam analisisnya
terdapat lima pendekatan utama, yaitu: 1) improvisasi sebagai komposisi dalam
waktu yang sedang berlangsung; 2) pola, model, dan pelaksanaan yang akan
menghasilkan musik dalam gaya atau estetik tertentu; 3) penerapan beraneka ragam
batasan atau soal untuk berimprovisasi; 4) penyajian berbagai versi entitas atau motif
musikal oleh guru sehingga murid dapat menemukan cara untuk menvariasikannya
atau berimprovisasi dalam konsep musikal tertentu; 5) berdasarkan konsep
kreativitas, kepribadian berekspresi, dan realisasi diri dalam psikologi humanistik.
Ketika meninjau model ini, Maud Hickey (2009, hlm. 287-289) menyimpulkan
bahwa kelima golongan tersebut merupakan sebuah kesinambungan yang berpuncak
dengan improvisasi bebas. Satu dasawarsa kemudian, Eeva Siljamäki dan Panagiotis
Kanellopoulos (2019) melakukan sebuah tinjauan sistematis tentang pendidikan
musik berbasis improvisasi, yang meliputi penelitian berpengaruh dari tahun 1985
sampai 2015. Alasannya untuk mengkhususkan jangka waktu tersebut adalah bahwa
perkembangan dari inisiatif radikal pada dasawarsa 1960-an baru mulai dicerminkan
dalam artikel akademik sejak pertengahan dasawarsa 1980-an. Akibat dari ini,
pembahasan dalam artikel semakin berdampak pada konten dalam kurikulum di
berbagai negara (Siljamäki dan Kanellopoulos, 2019, hlm. 4). Mereka menyimpulkan
sebuah peta dengan 11 pendekatan dan 5 visi yang membentuk sebuah lingkaran yang
berkesinambungan serta menggambarkan kecenderungan dalam dunia penelitian
tentang pendidikan improvisasi. Peta tersebut dapat dimanfaatkan oleh guru musik
113

untuk menempatkan praktik improvisasinya serta merenungkan tentangnya. “As such,


it is an example of how theory might inform practice” (Dengan demikian, ia
merupakan contoh bagaimana teori dapat menerangkan praktik) (Siljamäki dan
Kanellopoulos, 2019, hlm. 19).
Tabel 4.1
Penggolongan Literatur Tentang Pendidikan Improvisasi dalam 5 Visi
(Siljamäki dan Kanellopoulos, 2019, hlm. 13-16)
# Nama Visi Karakteristik pokok
1 Dari Improvisasi adalah peralatan untuk menemukan suara masing-masing dengan
pemecahan kebebasan eksplorasi bunyi dan bentuk. Musik yang dihasilkan adalah
kepastian ke improvisasi non-idiomatis serta improvisasi bebas yang membantu
problematisasi menyadarkan tentang utopia sosial seperti kebebasan, demokrasi, anarki,
kreatif persatuan, toleransi, dll. Guru berperan sebagai orang yang memudahkan
proses penemuan diri melalui interaksi musikal dalam kelompok.
2 Kembali ke Improvisasi digunakan untuk menemukan suara sejati masing-masing peserta
asal-usul yang serta suara kelompok. Berdasarkan ilmu psikologi dan pembelajaran bahasa,
'alami' - improvisasi dianggap sebagai bakat alami yang harus muncul terlebih dahulu
pencarian dengan praktik langsung, lalu disertakan pengetahuan teoretis. Visi ini
kemanusiaan cenderung menggunakan improvisasi bebas tetapi dapat memanfaatkan juga
improvisasi bersepakat bahkan improvisasi idiomatis. Di antara perintis visi
ini termasuk Satis Coleman (1922), Gladys Moorhead dan Donald Pond
(1941), dan Dorothea Doig (1941).
3 Improvisasi Improvisasi idiomatis dan non-idiomatis dapat membantu memahami konsep
sebagai alat musik secara praktik serta mengembangkan bakat, ekspresivitas, dan teknik
pembelajaran alat musik. Émile Dalcroze dianggap perintis visi ini.
4 Melestarikan Improvisasi dipelajari sebagai salah satu unsur penting dalam berbagai tradisi
serta musikal seperti jaz, musik “klasik Barat”, dan berbagai musik tradisional dan
menghidupan populer di dunia. Murid harus mengimitasi, mengerti, mendalami, dan
tradisi menguasai aturan estetik genre tertentu supaya bisa mengembangkannya
dengan profesionalitas.
5 Improvisasi Improvisasi bebas dan bersepakat digunakan untuk mengeksplorasi dan
sebagai menemukan ide baru. Oleh karena itu, improvisasi dianggap sebagai
dorongan komposisi dalam waktu yang sedang berlangsung. Visi ini lebih
untuk mementingkan intuisi musikal daripada bakat teknik ataupun aturan
kreativitas idiomatis.
114

4.3.1.3 Improvisasi Bebas dan Bersepakat


4.3.1.3.1 Dikotomi yang Berkesinambungan
Menurut Christina Larsson dan Eva Georgi-Hemming (2018), dikotomi
improvisasi bebas dan terstruktur (bersepakat) digunakan dalam pendidikan musik
sekolah dengan berbeda-beda cara dan tujuan. Improvisasi terstruktur dipandang
sebagai peralatan untuk mencapai tujuan tertentu yang dapat diukur sebagai hasil
pembelajaran dalam kurikulum; sedangkan improvisasi bebas dipandang sebagai
proses untuk berkomunikasi dan berekspresi dalam kelompok dan/atau sebagai
praktik reflektif untuk bereksplorasi. Improvisasi terstruktur mengarah ke musik
idiomatis serta berorientasi pada guru, sedangkan improvisasi bebas mengarah ke
musik non-idiomatis serta berorientasi pada murid. Walaupun kedua pendekatan
terlihat bertentangan secara teoretis; dalam praktik nyata merupakan sebuah
dikotomi, ataupun berbagai dikotomi, yang berkesinambungan.

Tabel 4.2
Berbagai Dikotomi Pendidikan Improvisasi di Sekolah
(Hickey, 2009, hlm. 289).
Terstruktur Bebas
Kontrol Kekacauan
Tonal-Eurosentris Non-idiomatis
Formal Non-formal, informal
Kerja Bermain
Terfokus pada guru Terfokus pada bunyi
Perorangan Perkelompok
Berulang-ulang Komposisi - tidak berulang-ulang
Komposisi Improvisasi
Transmisi didaktis, mengarah para guru Enkulturasi, mengarah pada murid

4.3.1.3.2 Penerapan Kedua Pendekatan Improvisasi


Baptiste Arnaud (2014, hlm. 35) mengusulkan bahwa penerapan improvisasi
bersepakat sangat dianjurkan bagi orang yang tidak mempunyai banyak referensi
115

musikal seperti non-musisi atau anak. Hal ini didukung oleh Christina Larsson dan
Eva Georgi-Hemming (2018, hlm. 10) ketika menyatakan bahwa “teachers must
avoid chaos and establish guidelines to create a safe environment in which students
can participate at their personal level of comfort and develop from there” (para guru
harus menghindari kekacauan dan menetapkan panduan untuk menciptakan suasana
aman supaya siswa bisa berpartisipasi dengan tingkat kenyamanan masing-masing,
lalu dari situ berkembang lagi). Sebaliknya, Maud Hickey (2009, hlm. 292)
menganggap bahwa kecenderungan terhadap improvisasi terstruktur di sekolah dasar
dan menengah, yang pada kenyataannya sudah menjadi kebiasaan kebanyakan guru,
justru menghalangi kreativitas dan kebebasan siswa. Pandangan beliau dikuatkan oleh
penelitian yang membuktikan bahwa anak TK mampu berimprovisasi bebas dan
berkomposisi dengan sukses tanpa pengawasan seorang dewasa. Gladys Moorhead
dan Donald Pond (dalam Hickey, 2009, hlm. 290), pelaku penelitian tersebut serta
pengarang buku Musik of Young Children (Musik Anak Muda), menyimpulkan: “To
produce his own music a young child’s first need, we find, is freedom –freedom to
move about in pursuit of his own interests and purposes, and freedom to make the
sounds appropriate to them” (Kami menemukan bahwa untuk menciptakan musiknya
sendiri, anak muda membutuhkan pertama-tama kebebasan. Kebebasan untuk
mengejar ketertarikan dan tujuan mereka sendiri, kebebasan untuk menghasilkan
bunyi yang cocok bagi mereka).

4.3.1.3.3 Alasan Kecenderungan Improvisasi Bersepakat dalam Pendidikan


Dalam pendidikan dasar dan menengah, banyak guru cenderung menganut
salah satu metode improvisasi terstruktur (bersepakat) yang populer (seperti
Dalcroze, Orff, Suzuki, Kodaly); tanpa mempertanyakannya dan/atau
menyesuaikannya dengan zaman sekarang dan sasarannya. Akibat dari ini, mereka
menjadikannya sebuah dogma yang justru menjauhi inti ajarannya (Dipnall, 2012,
hlm. 26, 27). Salah satu alasan mengapa pendidikan musik berbasis improvisasi
cenderung mementingkan improvisasi terstruktur daripada improvisasi bebas, baik
dalam tingkat sekolah maupun universitas, adalah adanya sebuah “…gap in
116

understanding its methodology” (…rintangan untuk mengerti metodenya…) karena


hanya ada “…a few research studies and fewer texts with practical ideas to guide
music teachers in facilitating free improvisation” (…beberapa penelitian dan lebih
sedikit tulisan dengan ide praktis untuk memandu guru musik dalam penerapan
improvisasi bebas) (Hickey, 2015, hlm. 426). Alasan lain adalah bahwa “in many
countries, in most parts of the world, measurable goals and assessment criteria are
increasingly being accredited a more important role” (di berbagai negara di
kebanyakan belahan dunia, hasil yang dapat diukur dan kriteria penilaian mempunyai
peran penting yang semakin meningkat) (Larsson dan Georgi-Hemming, 2018, hlm.
11). Oleh karena itu; penerapan improvisasi (dan improvisasi bebas), yang lebih
dianggap sebagai proses daripada produk, “…are undermined when exams, grades
and assessment criteria stress measurable skills” (…terhalangi ketika ujian, tingkat,
dan kriteria penilaian lebih mementingkan keterampilan yang dapat diukur) (Larsson
dan Georgi-Hemming, 2018, hlm. 11). Sementara improvisasi bebas belum dianggap
musik serius yang pantas dipelajari dan dipentaskan secara khusus, murid dan
kelompok musik dapat merasakan berkahnya jika diterapkan sebelum atau sesudah
pelatihan repertoarnya, misalnya dalam pemanasan paduan suara (Freer, 2010, hlm.
27).

4.3.1.3.4 Keseimbangan dalam Dua Dikotomi


Sepakat dengan Christina Larsson dan Eva Georgi-Hemming (2018, hlm. 10),
dan Maud Hickey (2009, hlm. 286, 292, 296); penulis mendukung adanya
keseimbangan antara improvisasi bebas dan improvisasi bersepakat/terstruktur dalam
pelajaran semua tingkat. Improvisasi bebas dapat memberikan pengalaman nyata
penyelaman dalam samudera kebebasan; sementara improvisasi bersepakat dapat
melatih murid untuk menggunakan teknik tertentu serta menyadarkan dan
menanamkan intuisi terhadap segala aspek musik, yang kelak dapat digunakan dalam
improvisasi bebas ataupun musik lain. Selaras dengan ini, Jeff Pressing (1987, hlm.
10) menyatakan bahwa penerapan silang metode penemuan (discovery) dan resep
terstruktur (structural prescription) akan membuahkan kesuksesan dalam
117

pembelajaran. Di sisi lain, Mark Dipnall dan peneliti lain (dalam Dipnall, 2012, hlm.
23) menyarankan keseimbangan antara pendidikan formal dan informal sebab
masing-masing pendekatan dapat menyumbangkan perbedaan pengalaman dan hasil
yang akan membentuk pemain andal serta berprestasi tinggi. Lebih jauh lagi, Göran
Folkstead (dalam Dipnall, 2012, hlm. 23) mengusulkan bahwa pendidikan formal dan
informal bukanlah dikotomi, tetapi sebuah kesinambungan.

4.3.1.4 Pentingnya Improvisasi dan Improvisasi Bebas dalam Pendidikan


4.3.1.4.1 Improvisasi dalam Kurikulum Musik
Tuntutan bahwa“…improvisation should be part of music education is now
rather commonplace” (…improvisasi harus menjadi bagian dari pendidikan musik,
kini malah merupakan hal yang lazim) (Siljamäki dan Kanellopoulos, 2019, hlm. 2).
Sebaliknya, gugatan untuk menerapkan improvisasi bebas dalam sekolah dan kampus
masih sangat relevan (Hickey, 2009; Niknafs, 2013; Machado dan Brandenburg,
2015; Arana, 2019). Setelah pembelajarannya dalam kampus dan konservatorium
sempat berkurang lantaran kecenderungan terhadap model komponis-pemain serta
pengaruh sains dan teknologi yang menuntut subjek yang dapat diukur (Nunn, 1998b,
hlm. 41); improvisasi mulai menempati lagi tempatnya dalam pendidikan musik
sebagai salah satu unsur penting dalam berbagai tradisi, sebagai media untuk
berkreasi, dan sebagai alat untuk memahami konsep musikal secara praktik.
Pengakuan penting terhadap improvisasi dalam akademia terwujudkan pada tahun
1991, ketika San Jose State University (Universitas Negeri San Jose) membuka
program sarjana pertama di Amerika Serikat yang berfokus pada improvisasi secara
umum, maksudnya improvisasi yang tidak terbatas hanya pada musik jaz (Nunn,
1998b, hlm. 44).
Usaha-usaha terbaru untuk menyesuaikan kurikulum sarjana musik dengan
kenyataan lapangan kerja abad XXI menjunjung tinggi pembelajaran improvisasi bagi
mahasiswa seluruh spesialisasi musik. Improvisasi, “…la llave maestra de la
creatividad” (…kunci utama kreativitas) (Nachmanovitch, 2004, hlm. 16), sangat
penting bagi yang berspesialisasi penciptaan (komposisi, interpretasi, improvisasi,
118

rekaman) dan pendidikan; serta sangat dianjurkan bagi yang berspesialisasi penelitian
(ilmu sosial dan alam) dan ketatausahaan. Menurut Ed Sarath (2010, hlm. xv),
sekolah musik masa depan akan menyatukan semua spesialisasi dalam “…entirely
new curricular pathways that transcend category and exemplify the creative horizons
of musical innovators past and present” (…berbagai jalur kurikuler baru yang
melampaui kategori serta mencontohkan wawasan kreativitas oleh para pembaru
musikal masa lalu dan masa kini).

4.3.1.4.2 Perubahan Kurikulum Berdasarkan Tiga Pilar Pokok


Salah satu upaya penting menuju pendidikan musik masa depan adalah
terbitnya manifesto Transforming Music from its Foundations (Mengubah
Pembelajaran Musik dari Dasarnya) oleh Patricia Shehan dkk. Dalam tulisannya,
mereka mengusulkan pembaruan kurikulum S1 di Amerika Serikat berdasarkan tiga
pilar pokok, ialah: kreativitas, yang dapat mengatasi kecenderungan memainkan
karya lama daripada menciptakan karya baru; keanekaragaman, yang dapat
menggantikan etnosentrisme; dan integrasi, solusi terhadap fragmentasi dalam mata
kuliah dan kemampuan (The College Music Society, 2014, hlm. 16). Dalam model
ini, semua musisi harus mampu menginterpretasi, berimprovisasi, dan berkomposisi;
sebab improvisasi dan komposisi dapat mengintegrasikan aneka ragam aspek musikal
dan ekstramusikal serta membantu penyerapan berbagai idiom di dalam ekspresi
seniman pemula. Oleh karena itu, sebuah paradigma pendidikan berdasarkan
kreativitas, sebaliknya dari kebijakan-kebijakan yang hanya menambahkan
kreativitas; dapat memberikan keakraban, makna, dan pemahaman musikal yang
mendalam serta menjawab paradoks antara integrasi dan keanekaragaman dalam
model ini (The College Music Society, 2014, hlm. 20-23).

4.3.1.4.3 Improvisasi Bebas untuk Perbaikan Pendidikan Musik


Stephen Nachmanovitch (2004, hlm. 169) menyebutkan bahwa
“el entrenamiento tiene el fin de transmitir cierta información específica necesaria
para realizar una actividad especializada” (pelatihan bertujuan mewariskan
119

informasi tertentu yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan khusus); sedangkan


pendidikan terkait dengan pembangunan kepribadian, atau menurut etimologinya
dalam bahasa Latin (educare): memandu pengeluaran kemampuan yang ada dalam
diri manusia. “La educación debe abrevar en la estrecha relación entre juego y
exploración; debe haber permiso para explorar y expresar” (Pendidikan perlu
didasari oleh hubungan tipis antara permainan dan eksplorasi; perlu ada izin untuk
eksplorasi dan berekspresi) (Nachmanovitch, 2004, hlm. 169). Di sisi lain, Neryl
Jeanneret dan George DeGraffenreid meninjau 45 laporan kurikulum sekolah di
Amerika Serikat antara 1989 dan 2005 lalu menyimpulkan bahwa pembelajaran
paling efektif harus mempunyai berbagai karakteristik, yang terdapat pula dalam
improvisasi bebas, ialah: “…student-centered, experiential, reflective, authentic,
holistic, social, collaborative, democratic, cognitive, developmental, constructivist,
and challenging” (…berpusat pada siswa, berbasis pengalaman, reflektif, autentik,
menyeluruh, sosial, kolaboratif, demokratis, kognitif, konstruktivis, mengembangkan
siswa, dan memberikan tantangan) (Dipnall, 2012, hlm. 2).
Oleh karena berdasarkan pendengaran dan interaksi, serta cenderung
mengutamakan proses daripada produk; pelajaran improvisasi bebas secara formal
dan/atau informal dapat menyeimbangkan beberapa masalah dan kekurangan dalam
pendidikan musik yang masih menitikberatkan nilai eksternal daripada nilai internal
serta “…ya se centran lo suficiente en desarrollar asuntos meramente musicales…”
(…sudah fokus secukupnya untuk mengembangkan soal musikal saja…) (Arana,
2019, hlm. 60). Di antara masalah tersebut termasuk: 1) mementingkan musik
daripada orang (Brito dalam Biazon, 2015, hlm. 23); 2) mengedepankan membaca
notasi daripada bermain, sebuah kebiasaan aneh ibarat “…teaching students to read
before they have learnt to speak…” (…mengajarkan siswa membaca sebelum mereka
belajar berbicara…) (Mills dalam Dipnall, 2012, hlm. 27); dan 3) mengutamakan
penguasaan hanya satu alat musik dalam gaya atau genre tertentu.
Terkait dengan masalah ketiga, Scott Thomson menamakan model pendidikan
semacam itu sebagai model penguasaan/pengkhususan (mastery/exclusión) karena
para guru mengharuskan semua teknik gaya tertentu dikuasai, sekaligus menolak
120

teknik lain dimainkan. Beliau menerangkan bahwa model ini terjadi pula dalam
pendidikan otodidak musik populer karena, walaupun masih terdapat proses
kreativitas dalam permainan improvisasi idiomatis, para pelajar mendapatkan otoritas
dari berbagai contoh budaya industri yang ditiru (Thomson, 2008, hlm. 2,3).

4.3.1.4.4 Improvisasi Bebas dan Pendidikan Pembebasan


Stênio Biazon mengaitkan pendidikan improvisasi bebas dengan berbagai
konsep atau sifat khas dari pendidikan pembebasan (educação libertária); di
antaranya: 1) Kekuasaan dan pengetahuan dibagikan antara dewasa dan anak serta
antara guru dan murid melalui dialog terbuka, sehingga terbangun hubungan solider
dan bebas (Biazon, 2015, hlm. 47, 54; ATIVISMOABC dalam Biazon, 2015, hlm.
46). 2) Penerapan kebijakan pintu terbuka bagi semuanya, sebagaimana terjadi dalam
Scratch Orchestra (Orkestra Gores) (Morley-College dalam Biazon, 2015, hlm. 25).
3) “…não separa trabalho e investigação, jogo e reflexão, teoria e prática, atividade
manual e intelectual, paixão e responsabilidade” (…Tidak memisahkan kerja dan
penelitian, permainan dan renungan, teori dan praktik, kegiatan manual dan
intelektual, gairah dan tanggung jawab), serta pengetahuan akademik dan populer
(ATIVISMOABC dalam Biazon, 2015, hlm. 46, 48). 4) Mempertanyakan sistem dan
konten melalui kreativitas dan pemberian peralatan, sehingga para murid dapat
membangun jalannya masing-masing dengan sendirinya (Koellreutter dalam Biazon,
2015, hlm. 54; Biazon, 2015, hlm. 54). 5) Bertujuan kesadaran dan transformasi
dunia melalui tindakan dan percobaan terus menerus, bukan melalui kepercayaan buta
terhadap kesempurnaan sebuah metode (Lenoir dalam Biazon, 2015, hlm. 49;
Koellreutter dalam Biazon, 2015, hlm. 52). 6) Menerapkan konsep “tanpa larangan”
daripada memperbolehkan karena memperbolehkan masih mengandung sifat
kekuasaan (Biazon, 2015, hlm. 109, 110).
Terkait dengan pembagian kekuasaan, Biazon (2015, hlm. 47,48)
mengusulkan bahwa oleh karena dalam improvisasi bebas semua nada sama dan tidak
ada teknik tertentu yang harus direproduksi; pendidikannya “…não se parte do
pressuposto de que o educador ou educadora possui maior ou melhor conhecimento
121

do que o educando ou educanda” (…tidak dimulai dengan prasangka bahwa seorang


guru mempunyai lebih baik atau lebih banyak pengetahuan daripada seorang murid).
Terkait dengan sistem hukuman dan penghargaan, beliau menjelaskan bahwa
sebaliknya dari improvisasi idiomatis serta musik lain yang sering mengangkat
penilaian dan klasifikasi berupa lomba, kritik, dan sukses komersial; dalam
improvisasi bebas tidak ada musik yang telah ditentukan, yang dapat dianggap model
ideal, ataupun yang lebih sesuai daripada yang lain (Biazon, 2015, hlm. 48, 49). Di
sisi lain, improvisasi bebas dapat juga mewujudkan berbagai ide dari buku Pedagogia
do Oprimido (Pendidikan Kaum Tertindas) oleh Paulo Freire, di antaranya: dialog
hormat-menghormati sebagai kegiatan koperatif, penguatan komunitas, dan
pembangunan kapital sosial (Schroeder, 2019, hlm. 18).

4.3.2 Penerapan Pembelajaran Musik Improvisasi Bebas


4.3.2.1 Perdebatan tentang Pendidikan Improvisasi Bebas
4.3.2.1.1 Permainan sebagai Tempat Pembelajaran
4.3.2.1.1.1 Belajar sambil Melakukan
Paul Haines (dalam Thomson, 2008, hlm. 7) mengemukakan bahwa
pendidikan musik formal telah sukses menciptakan pemain, komponis, dan ahli teori
yang luar biasa; tetapi para pengimprovisasi autentik entah dari mana muncul. Scott
Thomson (2008, hlm. 7) menjelaskan bahwa pengimprovisasi hebat itu lahir dari
kerangka sosial dan pedagogis improvisasi itu sendiri, sebuah fenomena yang beliau
menyebut sebagai “pendidikan imperatif improvisasi bebas”; atau dalam kata lain:
proses pembelajaran improvisasi bebas yang niscaya terjadi dalam permainan
improvisasi bebas itu sendiri. Terlepas dari berbagai kelas, kursus (workshop),
pelatihan, dan mata kuliah “improvisasi bebas” yang terdapat dalam sekolah, kampus,
komunitas, atau pendidikan informal; kenyataannya adalah bahwa pelajaran
improvisasi bebas terpenting terjadi “…‘on the job’ training – learning by doing”
(…melalui pelatihan dalam pekerjaan – belajar sambil melakukan) (Duncan dalam
Thomson, 2008, hlm. 4). Dalam permainan dan pertunjukan, para peserta belajar dari
pola, latar belakang, dan tawaran bunyi masing-masing sehingga terjadi proses
122

enkulturasi antara mereka. Selain itu, mereka belajar tentang alat musiknya sendiri
serta dapat menemukan teknik, akal, dan cara yang baru atau cocok untuk
berinteraksi dengan keseluruhannya.

4.3.2.1.1.2 Pelajaran Musikal dan Sosial Sekitar Pertunjukan


Sebagaimana telah dijelaskan dalam sub-bab tentang kesetaraan, dalam
sebuah pertunjukan improvisasi bebas ada beberapa pemain yang dapat dipandang
berwibawa lantaran pengalaman, usia, tingkat kemahiran, ataupun jasanya demi
gerakan improvisasi bebas atau dalam kepanitiaan acara tersebut. Secara halus dan
tidak sengaja, mereka menjadi teladan bagi pemain lain, terutama para pemula,
sehingga dapat memengaruhi dan mewarnai jaringan musik improvisasi bebas dalam
sebuah komunitas, kota, atau daerah (Thomson, 2008, hlm. 7,8). Pelajaran sekitar
pertunjukan bersambung dengan kegiatan lain seperti obrolan dan pembahasan santai
sebelum atau sesudah pertunjukan (Thomson, 2008, hlm. 8), kegiatan kepanitiaan
pertunjukan, promosi, siaran radio, rekaman, audisi, latihan, dll. “These related
activities provide an ongoing exchange of musical, professional, and social
knowledge that emerges from musical relationships established in and around
performance” (Kegiatan-kegiatan yang terkait ini terus-menerus menyediakan
kesempatan untuk pertukaran musikal, profesional, dan pengetahuan sosial; sebuah
pertukaran yang muncul dari hubungan musikal yang didirikan dalam dan di sekitar
pertunjukan itu sendiri) (Thomson, 2008, hlm. 1). Salah satu contoh pendidikan
melalui organisasi adalah pelaksanaan acara Interfase Series (Seri Interfase) oleh
Association of Improvising Musicians Toronto (Perhimpunan Musisi Improvisasi
Toronto). Melalui kerja sama, lebih dari 100 anggota organisasi tersebut mampu
mengundang serta berkolaborasi dengan 17 musisi improvisasi internasional ternama,
di antaranya: William Parker, Eddie Prévost, dan Anthony Braxton (Thomson, 2008,
hlm. 9).
Di sisi lain, walaupun kebanyakan orang yang sering hadir acara improvisasi
bebas pernah mendengarkannya, mengetahui tentangnya, bahkan memainkannya;
mungkin ada penonton yang belum pernah sama sekali dan/atau wawasan serta
123

kepekaannya tentang musik masih awam karena cenderung mendengar musik


komersial. Bagi mereka, mendengarkan improvisasi bebas untuk pertama kali tentu
pengalaman yang aneh, bahkan jelek atau tanpa arti. Oleh karena itu, penjelasan
singkat mengenai improvisasi bebas sebelum pertunjukan dimulai, terutama tentang
konsep, proses, dan sejarah; dapat mendidik serta meningkatkan apresiasi mereka
terhadap fenomena estetik yang akan disaksikan.

4.3.2.1.2 Pembelajaran atau Pendidikan?


Pendidikan dan teknik improvisasi pada umumnya (Borgo dalam Hickey,
2009, hlm. 285), dan improvisasi bebas pada khususnya; merupakan sebuah paradoks
yang telah membangkitkan polemik antara dua pendapat: yang berpikiran bahwa
tidak dapat diajarkan dan yang mengusulkan berbagai cara untuk mempelajarinya.
Sebetulnya, perbedaan paling inti antara kedua pihak ini adalah pemahaman masing-
masing tentang definisi istilah “pendidikan” dan “improvisasi bebas”. Pengertian
pendidikan bagi sebagian merujuk pada praktik lama yang berorientasi pada guru;
sedangkan bagi sebagian lain, pengertiannya dapat meluas sehingga merangkul
konsep enkulturasi. Di sisi lain, kebebasan mutlak bagi sebagian terlalu luas untuk
diajarkan: “L'improvisation libre ne s'enseigne pas car ce n'est pas un savoir : c'est
une experience personnelle. [...] Tu ne peux pas te permettre d'enseigner
l'improvisation puisque tu enseignerais la vie. Et tu ne peux pas te permettre
d'enseigner la vie” (Improvisasi bebas tidak dapat diajarkan sebab bukanlah
pengetahuan tetapi pengalaman pribadi…Anda tidak boleh mengajarkan improvisasi
karena Anda akan mengajarkan tentang kehidupan; dan Anda tidak boleh
mengajarkan tentang kehidupan) (Léandre dalam Arnaud, 2012-2014, hlm. 35).
Terkait dengan ini, Wilfrido Terrazas (2021b) menyatakan bahwa kita memang
berimprovisasi dalam kehidupan sehari-hari, maka tujuan kursus improvisasinya
bukanlah mengajarkan improvisasi tetapi menyesuaikan dan meluaskan kemampuan
ini dalam ranah musikal.
Dalam pandangan serupa, Mário Del Nunzio (dalam Schroeder, 2019, hlm.
18) menyatakan bahwa improvisasi bebas lebih menyerupai pencarian pribadi
124

daripada metode terstandar; Matthias Koole (dalam Schroeder, 2019, hlm. 18)
mengusulkan bahwa improvisasi bebas seharusnya tidak diajarkan supaya tidak
membias estetik pribadi; dan Marilyn Lerner (dalam Alfonso, 2014, hlm. 85)
mempercayai bahwa seseorang hanya bisa “…dar herramientas como un pintor que
tiene un pincel y una técnica, pero eso no es hacer arte” (…memberikan alat
sebagaimana seorang pelukis mempunyai koas dan tekniknya, namun itu bukanlah
seni). Sebagian dari alat tersebut adalah kepekaan terhadap sonoritas dan bunyi
(Alexandre Zamith dalam Schroeder, 2019, hlm. 17), penyadaran tentang
kemungkinan yang ada (Cliff Korman dalam Schroeder, 2019, hlm. 18), dan
menghilangkan halangan terhadap kreativitas yang ada dalam diri kita
(Nachmanovitch, 2004, hlm. 22). Manu Falleiros (dalam Schroeder, 2019, hlm. 18)
menegaskan bahwa yang penting adalah mencanangkan sebuah budaya yang
memperkenankan orang bisa bermain, sebab jika kita “mengajarkan”, improvisasi
bebas dapat distandarisasi atau di-macdonaldisasi sehingga “…might cease to be a
culture, before it has even established itself as such” (…mungkin berhenti menjadi
sebuah budaya sebelum telah ditetapkan penuh sebagai budaya). Berdasarkan
pendapat-pendapat di atas serta pengalaman pribadi, penulis menyimpulkan bahwa
seseorang dapat mempelajari improvisasi bebas, baik secara formal atau informal,
namun tidak ada seorang pun yang dapat mengajarinya.

4.3.2.1.3 Guru, Pembimbing, Koordinator, Fasilitator, dan Direktor


Jika improvisasi bebas tidak dapat diajarkan, apa fungsinya seorang guru atau
pembimbing dalam kelas atau kursus “improvisasi bebas”? “Son role est avant tout
de rendre possible l'experience de l'improvisation libre. Cela passe par la
transmission les valeurs qui rendent possible cette pratique et par la mise en place
des cadres qui permettront, a terme, d'improviser reellement librement” (Peran
utamanya adalah memungkinkan pengalaman improvisasi bebas; yaitu dengan
mewariskan nilai-nilai yang dapat menjadikan praktik ini nyata serta menentukan
kerangka yang kelak memperkenankan berimprovisasi sebebas-bebasnya) (Arnaud,
2014, hlm. 35). Terkecuali kursus kilat sekali pertemuan, di mana fasilitator hanya
125

bertugas untuk mengadakannya serta menjelaskan konsep dan nilai-nilainya sebelum


permainan dimulai; bisa dinyatakan bahwa kelas reguler 100% improvisasi bebas
sebenarnya tidak ada. Jika sebuah kegiatan reguler diperuntukkan utuh untuk
pendidikan improvisasi bebas, maka tidak perlu ada pembimbing atau direktor; tetapi
seorang koordinator, fasilitator, atau penyedia yang mengajak peserta untuk bermain.
Dalam kegiatan semacam ini, semuanya berperan sebagai rekan musisi, bukan
sebagai guru dan murid. Salah satu kegiatan khusus improvisasi bebas yang tidak
bertujuan pertunjukan, pendidikan, atau terapi; adalah hiburan para musisi yang
biasannya tidak reguler sebab bergabung dengan kegiatan lain seperti ulang tahun
seseorang atau silaturahmi pada malam hari ketika para musisi telah selesai
pekerjaannya sebagai pemain musik idiomatis. Akan tetapi, jika ada niat dari peserta
dan tuan rumah, acara improvisasi bebas bertujuan hiburan dapat pula diadakan
secara reguler 20. Laksana penerangan oleh Scott Thomson (2008) mengenai
pertunjukan, acara hiburan improvisasi bebas merupakan pembelajaran non-formal
yang sangat penting bagi pemula.
Hugh Davis, yang menggabungkan penciptaan alat musik baru dengan
improvisasi dalam kursusnya, melihat dirinya sebagai "…a motivator and
coordinator, enabling the children to function fairly freely within a loose
framework…” (…perangsang semangat dan koordinator yang memperkenankan anak
berfungsi cukup bebas dalam kerangka yang longgar…) (dalam Nunn, 1998b, hlm.
38). Bagi seorang pembimbing, terutama yang berfokus pada improvisasi bebas;
pergantian peran antara pemandu, fasilitator, guru, dan musisi merupakan kebiasaan
sehari-hari (Niknafs, 2013, hlm. 31). Peran pembimbing dapat dijalankan oleh lebih
dari satu orang, baik secara bersamaan, bergantian, ataupun dengan pembimbing
undangan. Cara tersebut dapat meningkatkan kemajuan peserta, menjadikan suasana
kelas tetap menarik (Neeman, 2014, hlm. 74, 75), dan memberikan berbagai sudut

20
Salah satu contoh adalah pertemuan di rumah Edgar Caamal (komunikasi pribadi, 13 Juli 2021) di
kota Mérida (Meksiko) yang dihadiri oleh musisi lokal, nasional, dan internasional dengan berbagai
usia, latar belakang, dan tingkat kemahiran. Acara hiburan ini diadakan setiap malam rabu selama 10
tahun berturut-turut, namun sejak kedua tahun terakhir dijadwalkan setiap dua minggu, lalu setiap
bulan.
126

pandang dari pengalaman masing-masing pembimbing; namun di sisi lain, jika


mereka tidak bersepakat terlebih dahulu, konten, kegiatan, dan tujuan kelas/kursus
dapat terulang-ulang atau hilang kejelasannya.
Di sisi lain, bagi sebuah kelompok improvisasi bebas dan/atau bersepakat
yang bertujuan pertunjukan; latihan reguler merupakan ruang pembelajaran yang
akan membentuk suara masing-masing serta suara kelompok yang berkualitas.
Mereka dapat mengambil model kooperatif berdasarkan bermusyawara ataupun
model dengan direktor artistik dan/atau pengelola. Sebagaimana dijelaskan oleh
Edward Neeman (2014, hlm. 56, 57), kedua modelnya mempunyai kekurangan dan
berlebihan masing-masing:
A good leader can delegate responsibility, thus encouraging full participation
from all members; at the same time, having one person as the ultimate artistic
authority simplifies issues such as argument resolution, thus increasing
efficiency. It avoids giving too much power to group members who are
uncommitted or unable to work well with the others. A potential disadvantage
of the dictatorship model is that the flow of creativity that results from a
community of musicians pooling their ideas can be replaced by a more
stultified atmosphere in which individuals bring their artistic gifts to the altar
of a single musical priest (Pemandu yang bagus bisa menyerahkan tanggung
jawab sehingga mendorong keikutsertaan penuh dari semua anggota. Selain
itu, menetapkan seseorang sebagai otoritas terakhir tentang seni
menambahkan efektivitas karena memudahkan soal seperti resolusi argumen.
Manfaat lainnya adalah bahwa pemberian kuasa yang berlebihan kepada
anggota yang kurang berkomitmen ataupun kepada yang tidak bisa bekerja
sama dengan baik, dihindari. Suatu kekurangan yang mungkin terjadi dengan
model diktatorial adalah bahwa arus kreativitas, hasil dari persatuan ide-ide
oleh sebuah komunitas musisi, dapat tergantikan dengan suasana yang
mematikan semangat sebab orang-orang menyajikan hadiah seninya kepada
altar satu-satunya pendeta musikal).

Berdasarkan pengalaman penulis, sebuah kelompok yang terdiri dari 5 orang atau
lebih dapat menjadi lebih efisien serta memaksimalkan kualitasnya di bawah
pimpinan seseorang yang rendah hati, termotivasi, serta mampu menugaskan,
memberikan kredit, dan membagikan hasil sesuai dengan kemampuan dan jasa
masing-masing.
127

4.3.2.1.4 Nama Kelas/Kursus


Dalam sekolah, kegiatan improvisasi bebas perlu disilang dengan kegiatan
musikal lain sebab waktu, tuntutan kurikulum, dan tingkat musikal anak dan remaja
tidak memungkinkan berfokus secara khusus pada improvisasi bebas; sedangkan
dalam kelas reguler improvisasi bagi musisi, improvisasi bebas perlu disilang dengan
improvisasi bersepakat, bahkan dengan improvisasi idiomatis. Oleh karena itu,
Wilfrido Terrazas (dalam Milán, 2020) memilih menamakan kegiatan reguler
pendidikannya sebagai “improvisasi” saja sebab “…ayuda mucho a que mucha gente
no se sienta alienada o confundida, o que tenga una idea errónea de lo que hay en
ese taller. Y facilita mucho la comunicación con colegas provenientes de otras
tradiciones…” (…sangat membantu supaya banyak orang tidak merasa asing,
bingung, ataupun mendapatkan ide yang salah tentang isinya kursus. Selain itu,
penggunaannya memudahkan komunikasi dengan rekan musisi yang berasal dari
tradisi lainnya…). Salah satu kekurangan nama tersebut adalah pandangan populer
tetapi keliru bahwa improvisasi sama halnya dengan musik jaz, ataupun musik
idiomatis lainnya; padahal untuk mempelajari improvisasi dalam estetik tertentu
dibutuhkan kelas khusus, bahkan jurusan atau spesialisasi khusus, misalnya: jaz,
gamelan, musik Amerika Latin, dll. Berbagai nama alternatif untuk kelas/kursus yang
mengandung atau berfokus pada improvisasi bebas adalah improvisasi trans-gaya
(Sarath, 2010, hlm. 1,2), improvisasi non-idiomatis, improvisasi berkelompok, dan
improvisasi kontemporer. Sesuai dengan kerangka konsep yang ditawarkan dalam
tesis ini; penulis mengusulkan nama “improvisasi bebas dan bersepakat” untuk
kelas/kursus yang menggunakan kedua jenis improvisasi tersebut.

4.3.2.2 Peran, Sifat, dan Kegiatan Pembimbing


4.3.2.2.1 Beberapa Kebiasaan oleh Pendidik Ternama
Peran seorang pembimbing bermacam-macam. Dia dapat berperan sebagai
pengajak dan penyedia kegiatan saja ataupun mempunyai peran yang lebih aktif;
misalnya dengan merencanakan kegiatan, menciptakan dan menerapkan pelatihan,
memberikan saran dan komentar, mencontohkan pola permainan, dan/atau
128

mengusulkan kegiatan di luar pertemuan. Setiap pembimbing kelas dan/atau kursus


improvisasi bebas dan bersepakat, bahkan dalam latihan beberapa grup;
menggunakan teknik, akal, dan cara masing-masing untuk menjelaskan dan
menerapkan kegiatan serta membahas permainan peserta. Maud Hickey (2015)
menemukan beberapa persamaan cara menjalankan pembelajaran improvisasi bebas
dan bersepakat dalam kampus oleh empat pendidik ternama, yaitu: Pauline Oliveros,
Fred Frith, Ed Sarath, dan David Ballow. Mereka senantiasa: 1) menerapkan
pelatihan terstruktur (bersepakat) atau karya komposisi-improvisasi dengan tujuan
tertentu; 2) menyerahkan alur kelas kepada muridnya; 3) menggunakan kata ibarat
untuk mendeskripsikan musiknya, misalnya: pabrik, gelombang, atau gemuruh; 4)
menempatkan para pemain dalam lingkaran, baik dengan pelatih di luar maupun di
dalam lingkaran; 5) menanyakan tentang perasaan peserta serta menimbulkan
perbincangan konstruktif yang tidak menilai atau mengkritik kelompok selama
latihan berlangsung; 6) melihat diri sendiri sebagai pemandu yang memudahkan
pelajaran serta memberi dukungan dan saran, bukan sebagai pemimpin atau direktor;
7) tidak menjalankan latihan dengan rencana yang tepat, namun mengalir tergantung
perkembangan kelas; 8) membangun kenyamanan psikologis, rasa komunitas, dan
kepercayaan terhadap kelompok; dan 9) memanfaatkan keahlian dan pengalaman
mereka sebagai pemain improvisasi bebas ulung untuk mencontohkan atau ikut serta
bermain dengan peserta. Hickey (2015) mengusulkan bahwa kebiasaan mereka dapat
dijadikan teladan bagi guru yang hendak menerapkan improvisasi bebas dan
bersepakat dalam sekolah. Di sisi lan, Doug Carroll (dalam Nunn, 1998b, hlm. 39)
menyatakan bahwa “the approach that has proven somewhat successful involves a
total integration of all the performer's faculties, including body, mind and spirit”
(pendekatan yang sudah terbukti kesuksesannya melibatkan integrasi total semua
kemampuan pemain, temasuk raga, pikiran, dan jiwa).

4.3.2.2.2 Perencana dan Penyedia Kegiatan


Pekerjaan pertama seseorang yang hendak mengadakan kelas/kursus
improvisasi bebas dan bersepakat adalah mengorganisasikan kegiatannya, baik secara
129

mandiri ataupun bekerja sama dengan institusi swasta atau pemerintah. Kapan, berapa
lama, di mana, sarana apa yang dibutuhkan, siapa sasarannya, berapa jumlah peserta,
apa tujuannya, bagaimana menyebarkan undangannya, apa syarat pendaftaran, berapa
bayarannya peserta atau upah pembimbing, dan apa saja kegiatannya merupakan
pertanyaan yang sudah harus terjawab ataupun direncanakan sebelum memulai
kegiatannya. Dalam kelas reguler di sekolah ataupun universitas, kurikulum kelas
ditentukan oleh kondisi ruangan serta kebutuhan peserta, baik siswa maupun guru
(Arana, 2019, hlm. 53). Jika institusi mengharuskan peserta kelas/kursus dinilai,
sebaiknya dilaksanakan berdasarkan kompromi dan kemajuan masing-masing, bukan
berdasarkan tingkat kemampuan serata tertentu.

4.3.2.2.2.1 Fleksibilitas dalam Kelas/Kursus


Walaupun perencanaan dalam kelas penting, improvisasi bebas membutuhkan
fleksibilitas untuk mengalir, beradaptasi, dan berubah rencana supaya dapat
memenuhi kebutuhan pada saat tertentu. Oleh karena itu, Camila Arana (2019, hlm.
52) menyebutkan bahwa metodologi kelas mengadopsi modus operandi musiknya
(improvisasi); dan Hans Koellreutter (dalam Biazon, 2015, hlm. 53) menyatakan
bahwa metode beliau adalah justru tidak ber-metode. Supaya bersiap-siap
menghadapi situasi mendadak apapun serta mampu memanfaatkannya secara efektif,
seorang pembimbing perlu mengembangkan intuisi, kepekaan, dan kreativitas;
mempunyai visi yang jelas dan terjustifikasi tentang pendidikan dan tujuannya;
mengidentifikasikan kebutuhan peserta dalam prosesnya sebagai musisi, seniman,
dan manusia (Arana, 2019, hlm. 52, 53); dan memperoleh repertoar alat, pelatihan,
dan siasat untuk diterapkan. Tugasnya adalah mendengarkan dan menganalisis
permainan sehingga mampu menawarkan saran, situasi, atau pelatihan yang dapat
memperbaiki atau mengembangkan aspek yang kurang berhasil (Savouret dalam
Canonne, 2010, hlm. 245). Selaras dengan ini, Stephen Nachmanovitch (2004, hlm.
34) menerankan bahwa:
Confeccionar un programa de estudios sin saber quiénes van a asistir, cuáles
son sus fuertes y sus debilidades, cómo interaccionan, evita sorpresas e
impide el aprendizaje. El arte del maestro es vincular, en el tiempo real, los
130

cuerpos vivos de los alumnos con el cuerpo vivo del conocimiento (Menyusun
sebuah program pembelajaran tanpa mengetahui siapa yang akan hadir, apa
kelebihannya dan kekurangannya, dan bagaimana mereka berinteraksi;
mencegah adanya kejutan serta menghalangi pembelajaran. Seninya seorang
guru adalah menghubungkan, pada saat yang sedang berlangsung, badan
hidup muridnya dengan badan hidup pengetahuan).

Selain itu, seorang pendidik musik sebaiknya mempunyai sifat pelajar dan
selalu rela mati dalam kelas (Schafer dalam Arana, 2019, hlm. 54); sebab “su deseo
de control sobre el resultado sonoro puede ser un obstáculo…” (keinginannya untuk
mengontrol hasil bunyi bisa menjadi halangan…) (Rojas dalam Alfonso, 2014, hlm.
69). Dia harus pandai berimprovisasi, baik secara musikal ataupun secara pedagogis,
sehingga merasa “…comfortable presenting unpredictable situations and exploring
open-ended possibilities” (…nyaman menyajikan situasi yang tidak dapat diduga
serta bereksplorasi kemungkinan dengan akhiran terbuka) (Borgo dalam Arana, 2019,
hlm. 52). Baik dengan kurikulum fleksibel ataupun tanpa perencanaan terlebih
dahulu, sebuah kelas improvisasi dan kreativitas harus selalu mengejutkan peserta
dan pembimbing. Tidak boleh membosankan!

4.3.2.2.2.2 Memungkinkan Permainan


Setelah membahas pentingnya improvisasi dan eksplorasi dalam pendidikan
musik, Alejandro Rojas (dalam Alfonso, 2014, hlm. 69) menyimpulkan:
Volver a la improvisación libre es dar un giro en dirección al autodidactismo,
es recuperar el impulso primero que provenia de nuestra curiosidad, de
nuestro deseo de escuchar las consecuencias inmediatas de nuestros
movimientos sobre el instrumento, el disfrute de garabatear, la fascinación
por el rastro de nuestra acción, es recuperar la autonomia en la exploración
espontanea y en el juego (Kembali ke improvisasi bebas berarti berbelok
menuju autodidaktisme; memulihkan impuls pertama yang berasal dari
penasaran, keinginan mendengarkan langsung efek gerakan kita terhadap alat
musik, kenikmatan bercorat-coret, dan pesona terhadap jejak tindakan kita;
memulangkan otonomi kita dalam eksplorasi spontan dan permainan).

Walaupun hanyalah permainan, improvisasi bebas bukanlah permainan iseng-iseng;


harus dimainkan dengan sungguh-sungguh (Daniel dalam Arana, 2019, hlm. 38).
131

Oleh karena itu, pembimbing hendak menyemangati peserta untuk terus fokus
sekaligus tetap menjaga suasana santai. Albert Kaul menjelaskan bahwa pembimbing
tidak boleh menuntut atau mengharapkan permainan yang “benar” atau yang
“terbaik” karena “el propósito del juego es el propio juego” (tujuan permainan
adalah permainan itu sendiri) (Gadamer dalam Alfonso, 2014, hlm. 65). “Debe existir
un verdadero espacio de juego donde todo esté permitido” (Harus ada ruang
permainan yang sesungguhnya, yang memperbolehkan segalanya) (Kaul dalam
Alfonso, 2014, hlm. 65). Sebaliknya, dalam penerapan improvisasi bersepakat; tugas
pembimbing adalah menjelaskan terlebih dahulu aturan permainan, bahkan
menghentikannya jika hasilnya kurang memuaskan lantaran kesalahpahaman aturan
ataupun pelanggaran sengaja. Baik improvisasi bebas atau bersepakat, baik dengan
dewasa ataupun anak-anak, permainan perlu dilaksanakan dengan komitmen yang
muncul dari diri sendiri (Arnaud, 2014, hlm. 36); bukan karena kewajiban, paksaan,
ataupun untuk memenuhi prinsip kesopanan saja. Terkait dengan ini, John Stevens
(dalam Nunn, 1998b, hlm. 37) menginstruksikan muridnya untuk langsung bermain
serta mengajak yang lain untuk bermain, walaupun gurunya atau peserta lain belum
datang:
You're coming here because you're supposed to want to play. This is a room in
which you can play, so, as soon as you get in this room you are going to prove
you want to play by getting on and playing. If you don't want to do that, none
of what I'm doing here makes any sense whatsoever… (Kalian datang ke sini
sebab menurut kalian, kalian ingin bermain. (Ini adalah ruangan di mana
kalian dapat bermain, maka segera setelah memasukinya kalian harus mulai
bermain untuk membuktikan kalian ingin bermain. Jika kalian tidak mau
melakukannya, segala yang saya mengerjakan di sini tidak berarti apapun…).

4.3.2.2.3 Melenyapkan Hambatan


Pembimbing perlu mengamati dan mengenali semua peserta supaya mampu
“…desbloquear la energia de los musicos, desatar nudos, dar confianza, mostrar
posibilidades…es abrir algo que los alumnos tienen cerrado, muchas veces debido a
una enseñanza convencional, retrógrada y autoritaria” (…menghilangkan hambatan
terhadap energinya, melepaskan ikatannya, memberikan kepercayaan, menunjukan
kemungkinan…membukakan apa yang tertutup dalam dirinya; biasanya lantaran
132

pendidikan konvensional, otoriter, dan usang) (Alfonso, 2017, hlm. 71). Dalam
pandangan serupa, Stephen Nachmanovitch (2014, hlm. 14, 22) menjelaskan bahwa
penciptaan spontan dan kreatif muncul dari kedalaman diri kita; maka, sebagaimana
pematung Michaelangelo yang membuang bagian batu yang tidak dibutuhkan, kita
tidak perlu “…hacer venir el material sino…desbloquear los obstáculos para su flujo
natural” (…mendatangkan bahannya, tetapi menghapuskan hambatan terhadap arus
naturalnya) (Nachmanovitch, 2004, hlm. 22).

4.3.2.2.3.1 Beberapa Hambatan bagi Pemula


Lebih mementingkan proses daripada produk memberikan kenyamanan
(Neeman, 2014, hlm. 44) serta merupakan salah satu langkah terpenting untuk
melenyapkan hambatan. Berhubungan dengan hambatan musikal, Rui Li (2015, hlm.
29-37) menemukan enam kendala bagi pengimprovisasi pemula lalu mengusulkan
beberapa pelatihan dan saran untuk mengatasinya, di antaranya: 1) Untuk mengurangi
ketidakseimbangan antara kemahiran teknik dan musikalitas beliau menyarankan
berlatih teknik seandainya pelatihan itu adalah seni atau meditasi. 2) Untuk berubah
salah persepsi tentang keterbatasan diri sendiri beliau menyarankan bermain solo
dengan alat musik yang bukan keahliannya, bahkan dengan sesuatu yang tidak
dianggap alat musik. 3) Untuk mengatasi ketidakseimbangan antara rasionalitas dan
emosi beliau menyarankan mendengarkan musik dari sudut pandang rasa dan aliran
energi. 4) Untuk mengobati kekurangan semangat beliau menyarankan
berimprovisasi dengan gagasan ektra-musikal serta sering berimprovisasi dalam duet.
5) Untuk berubah ketidakmampuan melihat kritik sebagai sumber kreativitas beliau
menyarankan merekam sebuah solo lalu menotasikannya, membahasnya, dan
meminta pemasukan pada orang lain. dan 6) Untuk merubah kesalahpahaman tentang
kesalahan dan resiko beliau menyarankan menyatakan “iya” terhadap segala yang
terjadi. Terkait dengan kekurangan semangat, beliau mencontohkan bahwa beberapa
pemain dapat menderita kekurangan rasa ingin bermain (lack of playfulness) atau
kekurangan dorongan untuk menyampaikan sesuatu, karena mungkin belum
mempunyai alasan yang kuat dalam hatinya.
133

4.3.2.2.3.2 Rasa Malu dan Kekurangan Ide


Selain hambatan yang telah dibahas di atas, rasa malu dan kekurangan ide
merupakan salah satu hambatan utama serta penyebab partisipasi musikal yang
rendah bagi orang yang pertama kali mengikuti permainan improvisasi bebas. John
Stevens (dalam Nunn, 1998b, hlm. 36) mengusulkan bahwa pada pertemuan-
pertemuan awal, sebaiknya diterapkan pelatihan improvisasi bersepakat yang
sederhana sebab dapat memberikan kenyamanan bagi pemula; namun pelatihan
tersebut harus juga menuntut konsentrasi yang tinggi supaya dapat memuaskan
pemain yang sudah berpengalaman. Kenyamanan, terutama dengan anak-anak,
mudah tercapai jika improvisasi bebas disajikan sebagai sebuah permainan yang tidak
membahayakan karena tidak ada kesalahan di dalamnya (Kaul dalam Alfonso, 2014,
hlm. 66). Teknik lain untuk meredamkan rasa malu serta memberikan ruang supaya
ide muncul dicontohkan oleh Guillaume Roy. Beliau senantiasa mengadakan
permainan improvisasi bebas yang lama, sekitar setengah jam; sebab ketika
permainan sudah larut para peserta cenderung tidak memedulikan lagi jika kehilangan
sesuatu ataupun menyumbangkan ide yang kurang cocok (Arnaud, 2014, hlm. 14).

4.3.2.2.3.3 Memberikan Contoh


Laurent Fléchier (dalam Arnaud, 2014, hlm. 9) menjelaskan bahwa peserta
yang berpengalaman mempunyai peran penting untuk menciptakan sebuah
“kepompong musikal” yang akan diikuti oleh para pemula. Dengan tujuan yang sama,
Panagiotis Kanellopoulos (dalam Freer, 2010, hlm. 27) menerapkan improvisasi
dengan “doing music with children, instead of doing music to children” (memainkan
musik dengan anak-anak, bukan memainkan musik untuk anak-anak); dan Guillaume
Roy sering berduet dengan masing-masing peserta sehingga “ils comprennent ainsi
que leurs idees musicales, leur sons ont de la valeur, peuvent etre repris par un
improvisateur experimente” (dengan demikian mereka memahami bahwa ide musikal
dan bunyi mereka berharga, dapat diambil kembali oleh seorang pengimprovisasi
yang sudah berpengalaman) (Arnaud, 2014, hlm. 9). Pedagogi improvisasi seperti ini
dapat memperdayakan peserta (Freer, 2010, hlm. 27) karena selain memberikan
134

dukungan dan kepercayaan, permainan oleh pembimbing dapat dijadikan teladan;


baik mengenai sifat musikal dan ekstra-musikal yang diperlukan maupun mengenai
bunyi dan unsur musikal yang dapat dimainkan. Walaupun demikian, ada dua
kekurangan jika pembimbing ikut bermain dengan peserta: 1) Permainannya dapat
memengaruhi estetik peserta sehingga tidak berkembang secara mandiri. 2)
Pendengaran dan analisis pembimbing tidak akan se-objektif jika permainan peserta
dipandang dari luar (Arnaud, 2014, hlm. 30). Berdasarkan ini serta pengalamannya
sendiri, penulis menyimpulkan bahwa seorang pembimbing hendaklah ikut bermain
sekali-kali saja, ketika contohnya dibutuhkan ataupun ketika dia sangat berkeinginan
untuk berpartisipasi.

4.3.2.2.3.4 Menambahkan Referensi dan Mengembangkan Audiasi


Tom Nunn (1998a, hlm. 36, 37) menyarankan bahwa jika seseorang tidak tahu
apa yang dia harus memainkan; maka hendaklah mendengarkan bunyi kelompok
sebagai suatu kesatuan, bukan sebagai gaya atau teknik. Kemudian, hendaklah
memainkan yang sederhana saja lalu mendengarkan [baik diam maupun sambil
bermain] bagaimana musik berevolusi secara alami dengan sumbanganya.
Kekurangan ide disebabkan oleh wawasan musikal, seni, dan kehidupan yang belum
berkembang serta tidak beraneka ragam. Oleh karena itu, pembimbing perlu
menambahkan dan menganekaragamkan referensi bagi peserta sehingga mereka
dapat memperdalam kebebasannya (Arnaud, 2014, hlm. 35). Referensi tersebut bukan
hanya rekaman atau pemain, tetapi termasuk referensi akademik tentang improvisasi
dan improvisasi bebas yang akan membantu murid memahami berbagai konsep
(Biazon, 2015, hlm. 102) serta referensi non-musikal yang dapat menginspirasikan
permainan.
Wawasan yang luas dapat mengilhami imajinasi musikal dan pendengaran
internal, atau sebagaimana dinamakan oleh Edwin Gordon: audiasi, yaitu “…the
ability to pre-hear without sound” (…kemampuan untuk mendengarkan sebelum
adanya bunyi) (Dipnall, 2014, hlm. 28). Seorang pengimprovisasi yang belum
mengembangkan audiasi dalam dirinya hanya akan mampu memainkan mekanisme
135

tangga nada, arpegio, dan eksplorasi (Gordon dalam Dipnall, 2014, hlm. 28). Gitaris
jaz yang mampu menyanyikan melodi yang sedang dimainkan dalam gitarnya
merupakan contoh musisi yang sudah mengembangkan audiasinya. Akan tetapi,
untuk mencapai tingkat tersebut dibutuhkan waktu dan usaha; maka walaupun
seseorang hanya mampu bereksplorasi, itu sudah cukup untuk bermain improvisasi
bebas. Justru eksplorasi yang sadar beserta pelatihan pendengaran akan menghasilkan
audiasi yang mahir.

4.3.2.2.4 Memusatkan Perhatian


4.3.2.2.4.1 Pentingnya Pendengaran dalam Improvisasi Bebas
Pendengaran aktif atau, sebagaimana dinamakan oleh Pauline Oliveros (2005,
hlm. 12), pendengaran mendalam (deep listening); berarti bukan hanya mendengar
(hear) atau menangkap bunyi dengan telinga tetapi mendengarkan (listen) atau
mengamati seluruh bunyi dengan perhatian dan kesadaran penuh. Claude Debussy
(dalam Taruskin, 2005, hlm. 70) pernah mengatakan bahwa dalam musik “there is no
theory. You only have to listen. Pleasure is the law” (tidak ada teori. Anda hanya
perlu mendengarkan. Hukumnya adalah kenikmatan). Dalam musik improvisasi
bebas tidak ada kesepakatan yang memungkingkan hasil musikal diantisipasi; maka
mendengarkan secara aktif dan terus-menerus masing-masing pemain sekaligus
paduan keseluruhan bunyi, merupakan panduan satu satunya untuk berinteraksi
dengan yang lain. Pendengaran bukan hanya mendahului perbuatan, ia justru
menimbulkannya (Savouret dalam Canonne, 2010, hlm. 240). Berkomitmen dalam
permainan ditunaikan melalui perhatian yang selalu bersedia, yaitu dengan tidak
memikirkan yang lain serta senantiasa menerima semua bunyi yang tidak terduga
(Arnaud, 2014, hlm. 12, 13). Jika para pemain tidak mendengarkan; hasil musikal
akan terasa kacau, tanpa tujuan, tidak menyatu, dan/atau tidak mengalir secara alami.
Selain pemain, penonton juga dituntut mendengarkan supaya dapat menangkap
makna atau estetik musik yang sebenarnya; bukan hanya referensi pada gaya tertentu
(Nunn, 1998b, hlm. 2) ataupun kumpulan bunyi sembarangan.
136

…la improvisación libre precisa una escucha creativa y global, íntima y


desinhibida, intuitiva e imprevisible, como el proceso sonoro que intenta
aprehender. Se trata de una escucha liberadora y no sujeta al pensamiento
estructural, condicionada por siglos de cultura y referencias musicales.
(…improvisasi bebas memerlukan pendengaran kreatif dan global, intim dan
berani, intuitif dan tidak dapat diduga; sebagaimana proses bunyi yang
mencoba tangkap. Ini sebuah pendengaran yang membebaskan serta tidak
terikat oleh pikiran terstruktur yang telah terkondisikan selama beberapa abad
oleh budaya dan referensi musikal) (Galiana, 2012, hlm. 32).

4.3.2.2.4.2 Praktik Pendengaran dalam Kelas/Kursus


Tergantung ketersediaan waktu, seorang pembimbing kelas/kursus
improvisasi bebas dan bersepakat harus sekali-kali menyarankan peserta, bahkan
melakukan bersama mereka, bermacam-macam meditasi dan/atau kegiatan yang
dapat meningkatkan daya pendengaran, misalnya: mendengarkan suara lingkungan,
berjalan sambil mendengarkan (soundwalk dan listening walk), dan memainkan
pelatihan dalam Sonic Meditations (Meditasi Berbunyi) oleh Pauline Oliveros (1971),
atau buku A Sound Education: 100 Exercises in Listening and Sound (Pendidikan
Bunyi: 100 Pelatihan Pendengaran dan Bunyi) (1992) oleh Murray Schafer. Dalam
kelasnya improvisasi generatif di Konservatorium Paris, Alain Savouret (dalam
Canonne, 2010, hlm. 239, 244) mendorong perkembangan “keahlian telinga” (la
virtuosité de l'oreille) sebab “l’improvisation libre n’est pas une technique qui
s’enseigne, c’est une pratique de l’entendre…ce n’est pas une affaire de doigts mais
d’oreilles…” (improvisasi bebas bukanlah teknik yang dapat diajarkan tetapi praktik
pendengaran…bukanlah perkara jari tetapi telinga…). Bagi Murray Schafer (1967,
hlm. 1), sebelum kita mampu mengidentifikasikan unsur-unsur musikal dengan
telinga, kita perlu menyadari secara empiris tentang fenomena pendengaran itu
sendiri. “Before ear training it should be recognized that we require ear cleaning”
(seharusnya diakui bahwa sebelum pelatihan pendengaran kita membutuhkan
pembersihan pendengaran). Tujuan akhir mengembangkan pendengaran “…c’est de
mieux entendre le monde” (…adalah lebih memahami dunia) (Savouret dalam
Canonne, 2010, hlm. 244), “…recognize the musical composition of the world…”
(…mengenali komposisi musikal dunia) (Cardew, 1971, hlm. 7), atau sebagaimana
137

disebut oleh Jalaluddin Rumi (dalam Barks, 1995, hlm. 34): “…fallen into the place
where everything is music” (…jatuh di dalam tempat di mana segala sesuatu adalah
musik).

4.3.2.2.4.3 Mengajak Bermeditasi


Melalui meditasi, yaitu mengosongkan diri dari ego dan dialog internal; para
pemain dapat merespon secara langsung (Nachmanovitch, 2004, hlm. 206) sebab
telah memusatkan diri dalam saat yang sedang berlangsung serta menghindari
berbagai pikiran yang tidak berguna dalam improvisasi, ialah: pikiran tentang
kehidupan sehari-hari, tentang yang sedang terjadi dalam ruangan selain bunyi,
tentang citra diri sendiri, penilaian verbal terhadap musik, bahkan perencanaan
permainan yang berlebihan Lebih jauh lagi, Lee Quan Nihm (dalam Arnaud, 2014,
hlm. 13) mengusulkan bahwa “toute idee en improvisation est une mauvaise idee.
C'est une piece rapportee, une incongruite. C'est une fuite devant la responsabilise
d'etre a la fois present et en presence” (semua ide dalam improvisasi adalah ide yang
buruk, tambalan, kontradiksi, dan pelarian dari tanggung jawab untuk hadir dengan
kesadaran). Ketika perhatian dipusatkan pada pendengaran serta gerakan badan saja,
intuisi dan rasa dapat muncul dari alam bawah sadar tanpa halangan; bahkan ilham
dapat turun dari alam gaib (bagi yang mempercayainya). Di sisi lain, Nikolas Skordas
(2020) menyebutkan bahwa semakin kita menjauhi ego, semakin kita mendekati
improvisasi; dan sebaliknya pula: “the gift of improvisation is the demolition of ego”
(ganjaran improvisasi adalah pemusnahan ego…). Oleh karena itu, pembimbing
hendak mengajak peserta untuk melatihkan meditasi, bahkan sekali-kali
melakukannya bersama-sama dalam kelas/kursus.

4.3.2.2.4.4 Mengajak Membersihkan Jiwa


Seorang pembimbing sebaiknya menyadarkan juga tentang pentingnya akhlak
dan kehidupan spiritual/keagamaan. Hazrat Inayat Khan (2002, hlm. 81) menyatakan
bahwa lagu kuno India serta karya maestro besar mengandung sebuah rahasia, yaitu:
“…manusia harus mencapai tingkatan yang paling tinggi yang disebut kesempurnaan,
138

dan prinsip inilah yang diajarkan dari pelajaran pertama yang diberikan para pemusik
kepada muridnya”. Dalam pandangan yang sama, Sodikin, guru suling Sunda penulis,
pernah menjelaskan kepada penulis bahwa “jika ingin berhasil dalam pembelajaran
musik Sunda, harus juga membersihkan jiwa” (Sodikin, 2012, komunikasi pribadi).
Setelah merenung tentang ini, penulis menemukan bahwa jiwa yang kotor niscaya
melakukan tindakan atau pilihan yang keliru, bahkan jahat. Tindakan tersebut tentu
merugikan diri sendiri dan/atau orang lain sehingga dapat membangkitkan perasaan
bersalah (guilt) dan/atau penyesalan (regret). Perasaan menyesal mengandung dua
komponen yang, tergantung situasinya, dapat muncul dengan tingkat yang berbeda,
ialah: “the affective experience produced by the negative event and the cognitive
understanding of the poor decision” (pengalaman afektif yang ditimbulkan oleh
peristiwa negatif dan pemahaman kognitif mengenai keputusan yang kurang baik)
(Buchanan, Summerville, Lehmann, dan Reb, 2016, hlm. 1, 2). Semakin buruk
perbuatannya dan semakin tinggi ekspektasi terhadap pilihan yang tidak diambil
ataupun hasil yang tidak didapatkan; semakin sering jiwa tidak tenang sehingga
pikiran dan afek tentangnya bisa muncul pada saat berimprovisasi.
Oleh karena itu, improvisasi bebas dan musik lain yang sangat kental dengan
improvisasi, seperti musik Sunda 21; membutuhkan pemain dengan jiwa yang bersih.
Selain itu, penyanyi yang membina hatinya serta merasakan kata-kata yang
dinyanyikan dapat menyampaikan sebuah efek dengan daya tarik magnetis yang tidak
mungkin tercapai dengan alat musik lain ataupun oleh suara orang yang tidak punya
hati, walaupun dia usaha sekeras-kerasnya untuk membina suaranya (Khan, 2002,
hlm. 206). Selain dapat berfokus sepenuhnya pada saat bermain, jiwa yang bersih
cenderung menciptakan suasana nyaman dan damai di sekitarnya sehingga latihan

21
“While Bandung musicians may claim that certain West Javanese genres offer players greater scope
for melodic invention than is permitted in the repertoires of their Central Javanese and Balinese
counterparts, the subject of improvisation in Sundanese music has received little scholarly attention”
(Walaupun pemusik Bandung dapat mengakui bahwa beberapa genre tertentu asal Jawa Barat
memungkinkan bagi pemainnya ruang penciptaan melodis yang lebih luas daripada yang
diperbolehkan dalam repertoar tradisional Jawa Tengah dan Bali, topik improvisasi dalam musik
Sunda belum mendapatkan banyak perhatian akademis) (Swindells, 2004, hlm. 120).
139

dan pertunjukan bersama rekannya lebih dinikmati serta kenikmatan itu tersampaikan
langsung pada penonton.

4.3.2.2.5 Mengarahkan Analisis dan Diskusi


Analisis memunculkan sikap kritis terhadap musik sehingga dapat
memperbaiki permainan. Pembimbing perlu mengarahkan analisis dengan
keseimbangan antara sifat kritis dan non-kritis sehingga peserta tidak tersinggung dan
tetap merasa bebas untuk bertindak dan mengekspresikan diri; dan, di sisi lain, tetap
mendapatkan pelajaran dari perenungan tersebut. Analisis dapat berupa diskusi lisan
dan/atau catatan berdasarkan ingatan dan perasaan, ataupun berdasarkan pendengaran
ulang rekaman. Pembahasan lebih mendalam tentang analisis terdapat pada sub-bab
4.3.2.3.4.3.4 dalam halaman 182.

4.3.2.2.6 Membantu Menemukan Estetika Sendiri


4.3.2.2.6.1 Pentingnya Orisinalitas dalam Seni
Sesuai dengan makna etimologisnya, Stephen Nachmanovitch (2004, hlm.
253) menjelaskan bahwa orisinalitas berbeda dengan kebaruan: “La originalidad no
consiste en ser distinto del pasado o distinto del presente, significa ser el origen,
actuando desde el propio centro” (orisinalitas bukan berarti bertentangan dengan
masa lalu atau masa sekarang; ia berarti kembali ke asal dan bertindak berdasarkan
pusat dalam diri sendiri). Para seniman sering mengalami konflik internal antara
mengekspresikan rasa terdalamnya atau menjual bakatnya untuk kehidupan sehari-
hari; antara menciptakan karya orisinal atau karya yang dapat diterima oleh khalayak
ramai. Akan tetapi, ketika seorang seniman mengembangkan karyanya dengan
caranya sendiri dan mencerminkan kebenaran internalnya dengan kualitas; pesannya
menjadi lebih universal dan orang dapat menemukan kesejatian dalam seninya, sebab
ia telah menembus berbagai lapisan kesadaran kolektif dan bawah sadar kolektif
(Nachmanovitch, 2004, hlm. 251-254). “Al resistir la tentación de ser accesible,
usted no está excluyendo al público; por el contrario, está creando un espacio
genuino e invitando a entrar en él a la gente” (Ketika Anda menahan godaan untuk
140

dapat diakses oleh khalayak ramai, Anda bukan menyisihkan publik; namun
sebaliknya, Anda sedang menciptakan sebuah ruang orisinal dan mengundang orang
memasukinnya) (Nachmanovitch, 2004, hlm. 252).

4.3.2.2.6.2 Kegiatan yang Membantu Menemukan Estetika Sendiri


Dalam improvisasi bebas, peserta perlu menemukan suaranya sendiri serta
menciptakan musik dengan hakikat dan latar belakang sendiri, bukan mengimitasi
sebuah pola permainan atau latar belakang orang lain (Waterman dalam Arana, 2019,
hlm. 49; Bennink dalam Nunn, 1998b, hlm. 37).
“Sentir ce qui doit etre joue et le jouer, c'est jouer la musique qu'on veut
entendre, jouer ce qui nous plait, c'est jouer que l'on est. La liberte, c'est
s'autoriser a etre ce que l'on veut etre, et donc a jouer ce que l'on est”
(Merasakan apa yang seharusnya dimainkan lalu memainkannya adalah
memainkan musik yang kita ingin mendengarkan. Memainkan yang kita sukai
adalah memainkan hakikat kita. Kebebasan membolehkan Anda menjadi apa
yang Anda inginkan, yaitu memainkan hakikat Anda) (Arnaud, 2014, hlm.
34).

Melalui eksplorasi, pemula dapat menemukan bunyi, teknik, atau ide baru sehingga
wawasan musikalnya dan estetiknya dalam permainan meluas. Oleh karena itu,
pembimbing harus membuat mereka percaya pada intuisinya; menawarkan tugas
yang membantu mereka mengembangkan akal dan tekniknya sendiri (Rojas dalam
Alfonso, 2014, hlm. 69, 70); dan
…crear un espacio en que el alumno pueda comportarse más como un músico
autónomo que como un estudiante, no como alguien que intenta satisfacer a
su profesor, sino como alguien que actua tal y como es, con su propio impulso
como punto de partida (…menciptakan sebuah ruang di mana murid dapat
bertindak sebagai musisi mandiri yang bersumber pada hakikat dan impulsnya
sendiri; bukan sebagai pelajar yang mencoba memuaskan gurunya) (Rojas
dalam Alfonso, 2014, hlm. 70).

Cara lain untuk membebaskan peserta dari kebiasaan serta harapan musikal
masing-masing adalah teknik “cakar ayam” (scribbling); yaitu salah satu pelatihan
improvisasi bersepakat oleh John Stevens yang menyuruh peserta memainkan
keseluruhan alat musiknya tanpa memperhatikannya dan/atau sambil memikirkan hal
141

lain, membaca, ataupun mengobrol (Scott, 2014, hlm. 201). Walaupun demikian,
sebagaimana dijelaskan oleh Wilfrido Terrazas (dalam Milán, 2020), yang terpenting
dalam improvisasi adalah menjalin koneksi dengan pemain lain, penonton, dan
suasana; bukan menemukan suaranya sendiri. Itu, menurutnya, “…va a suceder algún
día. Hasta te vas a hartar de tocar tus propios sonidos y algunos sonidos que fueron
muy característicamente tuyos algún día los vas a desechar por otros” (…bakal
terjadi pada suatu hari; bahkan kamu akan bosen bermain dengan bunyimu sendiri,
dan beberapa bunyi khasmu akan tergantikan dengan bunyi lain).

Tabel 4.3
Berbagai Tugas dan Peran Pembimbing Kelas/Kursus
Improvisasi Bebas dan Bersepakat
Merencanakan dan menyediakan Membangun kenyamanan, kepercayaan,
kegiatan dan rasa komunitas

Memungkinkan permainan Melenyapkan hambatan peserta

Mempunyai visi dan tujuan pendidikan Menciptakan dan menerapkan pelatihan


improvisasi bersepakat
Memberikan nilai jika institusi Menambahkan referensi musikal dan
mengharuskannya non-musikal

Mengidentifikasi kebutuhan peserta Mengajak meditasi dan membersihkan


jiwa

Mengalir tergantung kebutuhan peserta Mengembangkan pendengaran dan


audiasi
Menyerahkan alur kelas pada peserta Mengarahkan analisis dan diskusi

Mencontohkan pola permainan Menimbulkan perbincangan


konstruktif
Memberikan saran dan komentar Membantu menemukan estetika sendiri

Menjelaskan konsep, proses, dan nilai Mengusulkan kegiatan di luar


improvisasi bebas pertemuan
142

4.3.2.3 Penerapan dalam Kelas/Kursus


4.3.2.3.1 Beberapa Aspek Penting tentang Kelas/Kursus
4.3.2.3.1.1 Prasarana untuk Bermain
Ruangan kelas/kursus yang sunyi, sejuk, serta bercahaya, baik secara alami
ataupun artifisial yang halus (lampu kuning); niscaya meningkatkan fokus dan
kenikmatan peserta. Ruangan sebaiknya tidak terlalu bergaung dan tidak terlalu
kering pula; namun, sebagaimana telah dilakukan oleh Pauline Oliveros dkk. dalam
albumnya Deep Listening (Pendengaran Mendalam) (1989), kondisi ekstrem dapat
dimanfaatkan juga untuk berimprovisasi. Kebisingan (noise), yaitu
“any sound that is undesired or interferes with one's hearing of something”
(bunyi apapun yang tidak diinginkan ataupun menghalangi pendengaran akan
sesuatu) (Merriam-Webster) hendak dihindari; namun jika telah masuk dalam suara
lingkungan peserta pada saat bermain, dapat dimanfaatkan sebagai bagian dari
improvisasi. Ruang yang terlalu dekat dari jalan hendak dipasang peredam suara serta
jendela dan celah-celah lain ditutup dengan rapat; dan jika ruang terlalu berisik,
peserta perlu mencari pojok yang lebih sunyi untuk bermain atau pindah ke tempat
lain. Kelas/kursus yang diadakan di tempat yang berbeda setiap kali pertemuan dapat
memanfaatkan karakteristik masing-masing ruangan dan lingkungan sosial. Selain
itu, dengan cara tersebut kejenuhan dihindari dan, jika diadakan di tempat masing-
masing peserta, silaturahmi diperkuat.
Para peserta hendak menggunakan baju yang nyaman sehingga tidak terasa
terlalu panas atau dingin serta tidak memalukan atau mengganggu dirinya pada saat
bermain. Mereka sebaiknya membawa air putih secukupnya serta bantal, karpet, atau
perlengkapan lain supaya permainan mereka di kursi atau tempat duduknya menjadi
lebih praktis dan nyaman. Selain itu, ponsel semua peserta hendak didiamkan atau,
lebih bagus lagi, dimatikan selama pertemuan berlangsung sehingga urusan dari luar
dijauhkan, radiasi berkurang, dan godaan untuk mengambil dokumentasi hilang. Jika
telah disetujui adanya dokumentasi audio, foto, dan/atau video; sebaiknya ada orang
khusus yang bertugas untuk itu ataupun salah satu peserta menempatkan dan
menyalakan peralatan sebelum kegiatan mulai.
143

4.3.2.3.1.2 Jumlah Peserta


Improvisasi bebas sangat berguna dalam konteks kelas musik sebab tidak
bergantung pada jumlah peserta, jenis ensembel (Remond, 2011, hlm. 27), atau
tingkat kemahiran; sehingga dapat tetap berjalan dengan apa adanya dan siapa saja.
Maud Hickey (2015, hlm. 436) menjelaskan bahwa jumlah peserta kelas/ kursus
tergantung pada ruang. Beliau juga menyebutkan bahwa hasil terbaik terdapat dengan
ensambel kecil musik kamar. Sebuah duet kurang bagus untuk kelas/kursus karena
hubungan dan cara permainan tidak terlalu variatif; sedangkan trio sudah termasuk
jumlah minim yang lebih menarik. Walaupun demikian, Doug Carroll (dalam Nunn,
1998b, hlm. 39) pernah mengajarkan improvisasi bebas perorangan secara pribadi.
Bagi beliau, cara ini memungkingkan interaksi langsung antara guru dan murid,
namun seringkali mendapatkan kesulitan untuk menyampaikan proses intuitif. Di sisi
lain, Tom Nunn (1998b, hlm. 52, 53) beranggapan bahwa lima orang sudah terlalu
banyak, sebab
as the number of improvisers in the group grows, it is increasingly necessary
for the individual players to "leave more space" for the others, and to listen
all the more attentively to the group sound, the Flow. Otherwise, Sound Mass
will be about the only Composite heard”
(seiring dengan penambahan jumlah pengimprovisasi dalam kelompok,
semakin dibutuhkan bahwa setiap pemain menyerahkan ruang bagi yang lain
serta mendengarkan dengan lebih saksama suara kelompok dan arus musik.
Jika tidak, anasir musikal satu satunya yang akan terdengar hanyalah massa
bunyi).

Lebih dari 15-18 peserta termasuk jumlah yang kurang praktis untuk improvisasi
bebas sebab organisasi, ruang, akustik, pendengaran, dan ego dapat menghalangi
pembelajaran dan permainannya; namun tetap dapat dijalankan dengan sukses. Salah
satu alternatif bagi kelompok besar adalah menitikberatkan improvisasi bersepakat
dan karya komposisi-improvisasi; atau, sebagaimana disarankan oleh Chefa Alfonso
(2014, hlm. 55), penggunaan orkesta pengimprovisasi dengan satu ataupun beberapa
konduktor dari peserta sendiri.
144

4.3.2.3.1.3 Waktu
4.3.2.3.1.3.1 Lama dan Frekuensi Pertemuan
Terkecuali permainan hiburan yang terjadi tanpa direncanakan; sebuah
pertunjukan, rekaman, atau kegiatan pembelajaran improvisasi bebas berkelompok
membutuhkan kerangka waktu supaya peserta dan penonton dapat hadir serta
berperan secara serentak. Frekuensi dan lamanya pertemuan dalam latihan, kursus,
atau kelas improvisasi bebas dan bersepakat dapat memengaruhi pola permainan
sebuah kelompok. Sebagai contoh, Robert Reigle (dalam Borgo, 2001/2002, hlm. 14)
mempercayai bahwa pertemuan sekali seminggu dalam waktu sebentar oleh
kelompok Surrealestate mendorong pemunculan lebih banyak bagian tutti dalam
improvisasi bebas mereka. Dalam kata lain: mereka cenderung bermain berbarengan
karena ingin mendapatkan kesempatan untuk bermain sebelum pertemuan berakhir.
Satu kali pertemuan bisa berlanjut dari 20 menit saja, misalnya pada kursus kilat;
sampai tiga atau empat jam dengan istirahat di tengah. Berdasarkan pengalaman
penulis, durasi terbaik untuk kursus, latihan, atau rekaman orang dewasa adalah tiga
jam dengan istirahat 15-20 menit karena memudahkan pencapaian fokus serta
menghindari kejenuhan.
Di sisi lain, Joëlle Léandre (dalam Arnaud, 2004, hlm. 21) menyebutkan
bahwa diperlukan minimal empat atau lima hari supaya musisi dalam kursus dapat
menemukan alkemi dalam bunyi. Dalam kata Todd Jenkins (2004, hlm. xxxi):
“…players who work together long enough develop an uncanny intuitiveness as to
their next moves” (pemain yang bekerja sama cukup lama mengembangkan intuisi
misterius terhadap gerakan berikutnya). Bagi Baptiste Arnaud, sebuah kursus
improvisasi bebas adalah tempat di mana bahasa dan identitas sekelompok musisi
dibangun secara lisan; dan itu dapat terjadi, secara perlahan, hanya jika “…les
participants de l'atelier viennent regulierement et que le groupe est plus ou moins le
meme a chaque fois” (…semua peserta kursus hadir secara regular serta kelompok
tidak begitu berubah setiap kali pertemuan) (Arnaud, 2004, hlm. 21). Akan tetapi,
kebiasaan memainkan bersama terlalu lama dapat mengurangi spontanitas, kualitas,
dan kreativitas kelompok. Derek Bailey (dalam Neeman, 2014, hlm. 64) merasakan
145

bahwa kualitas terbaik dalam pertunjukan improvisasi bebas terdapat pada kelompok
yang belum pernah latihan bersama; dan sebaliknya, beliau menyatakan bahwa
kualitas mulai menurun sesudah kelompok menjadi tetap. Berdasarkan ini, penulis
menyarankan 3-6 kali pertemuan untuk kursus dan 5-10 bulan untuk kelas.

4.3.2.3.1.3.2 Durasi Permainan


Dalam konteks kelas/kursus, setiap permainan improvisasi bebas dan
bersepakat memerlukan ketentuan durasi; baik yang tepat, yang sangat mendekati,
ataupun yang diperkirakan saja. Tergantung tujuan pendidikan, sebuah permainan
dapat dibatasi di antara 10-15 detik sampai 30-60 menit, bahkan lebih. “En se
projetant dans une duree, on structure la piece et on developpe ses idees de manieres
differentes: on joue differement si on doit jouer trois minutes ou une heure” (Ketika
kita memproyeksikan diri dalam sebuah durasi, kita merangkai karya musikal dan
mengembangkan ide dengan cara yang berbeda-beda: kita bermain berbeda jika harus
bermain tiga menit atau satu jam) (Arnaud, 2014, hlm. 20). Dengan mengatur durasi
setiap permainan, kegiatan lain dalam pertemuan dapat dilaksanakan sesuai rencana;
namun, demi tujuan tertentu seperti memudahkan aliran ide atau untuk lebih
mendekati kebebasan mutlak, sebaiknya durasi permainan sekali-kali dibebaskan.

4.3.2.3.1.3.3 Kontrol Eksternal vs Kontrol Internal dalam Durasi Permainan


Memori prospektif, yaitu proses mengingatkan sebuah tugas atau tindakan
yang perlu dilakukan pada masa depan, dapat digolongkan dalam memori prospektif
berdasarkan peristiwa dan memori prospektif berdasarkan waktu. Penelitian oleh
Tracy Huang, Michael S. Humphreys, dan Shayne Loft (2014) menyimpulkan bahwa
melaksanakan sebuah tugas dengan memori prospektif berdasarkan waktu, yang
menggunakan kontrol internal, dapat menuntut sumber daya pelaksana sehingga
terdapat biaya (cost), yaitu keterlambatan dan/atau pengurangan hasil. Sebaliknya,
jika kontrol eksternal ditambahkan, misalnya dengan lebih sering melihat jam, tugas
dapat terlaksanakan tanpa biaya. Demi efektivitas dan kekhusyukan permainan
improvisasi bebas dan bersepakat, memori perspektif berdasarkan waktu dengan
146

kontrol eksternal sebaiknya dialihkan ke memori perspektif berdasarkan peristiwa


dengan kontrol eksternal. Dalam kata lain, daripada setiap peserta melihat jam,
seseorang dari pihak panitia ataupun pembimbing bertugas untuk memberi tahu
peserta jika waktu permainan telah mendekati dan/atau telah mencapai durasi yang
ditentukan. Kuncen waktu ini dapat menyampaikan peringatannya melalui panca
indera perabaan, penciuman, penglihatan, pendengaran, ataupun sebuah perpaduan di
antaranya. Jika isyaratnya berupa bunyi musikal, tanda yang telah disepakati harus
jelas, unik, serta dapat menembus tekstur kompleks atau permainan keras; sedangkan
jika berupa perkataan lisan, sebaiknya disampaikan seolah-olah perkataan itu
merupakan bagian dari musik, baik dengan berbicara ataupun dengan menyanyi. Jika
isyaratnya disampaikan secara visual, perubahan cahaya merupakan cara terbaik
karena tetap dapat melantaskan kodenya jika pemusik sedang mengasyikkan diri
ataupun bermain dengan mata tertutup.
Walaupun demikian, para pemusik dapat melatih persepsi waktu
(chronoception) sehingga mampu mengembangkan intuisi halus yang memungkinkan
mereka sangat mendekati durasi yang ditentukan untuk sebuah permainan, tanpa
membutuhkan tanda isyarat eksternal. Selain mengembangkannya karena sering
bermain dengan kode eksternal, sering merekam, atau senantiasa mengukur durasi
permainannya; mereka bisa melatih kemampuan ini dengan berbagai cara. Salah
satunya, yang telah dibuktikan sukses oleh penulis, adalah menginternalisasikan
kecepatan detik dengan bantuan jam, penghitung detik, atau metronom; lalu
menginternalisasikan berbagai durasi yang semakin bertambah lamanya: lima detik,
sepuluh detik, setengah menit, satu menit, tiga menit, lima menit, sepuluh menit, lima
belas menit, dua puluh menit, setengah jam, tiga perempat jam, satu jam, dan
seterusnya. Pelatihan untuk menginternalisasikan durasi tertentu menggunakan lima
langkah, ataupun sebagiannya saja, ialah: 1) menghitung dan memukul setiap detik
bersama jam atau metronom; 2) melihat dan/atau mendengarkan setiap detik sambil
menghitung secara diam; 3) menghitung durasinya secara lisan tetapi tanpa melihat
atau mendengarkan patokan jam atau penghitung detik; 4) menghayati durasinya
147

tanpa melihatnya, mendengarkannya, maupun menghitungnya; 5) berimprovisasi


dalam durasi tersebut tanpa melihat jam.
Mereproduksi sebuah durasi cenderung lebih akurat jika temponya lebih
lambat, durasinya lebih pendek, dan jika orang yang mereproduksinya mempunyai
pengalaman musikal (Plastira dan Avraamides, 2021). Terkait dengan ini, David
Hammerschmidt dkk. (2020, hlm. 2,9) mengusulkan data yang lebih saksama, yaitu:
dalam ambang batas 20 – 30 ketukan per menit dalam jangka 83 – 150 ketukan per
menit, tempo yang lebih cepat cenderung menghasilkan reproduksi durasi yang lebih
lama. Mereka juga berhipotesis bahwa, jika dibandingkan dengan mereproduksi
sebuah durasi, mengestimasikan sebuah durasi kurang akurat serta kurang
dipengaruhi oleh pengalaman musikal sebab kedua kegiatan ini melibatkan proses
kognitif yang berbeda.
This may be due to the musicians’ better ability and greater practice with
audiation, that is, the mental replaying or imagining of a piece of music…In
contrast, duration estimation relies more on a general reference memory of
clock time and the translation of the duration experience into such units (Ini
mungkin disebabkan oleh keahlian kaum musisi serta kebiasaan praktiknya
dengan audiasi...Sebaliknya, mengestimasikan durasi lebih diandalakan pada
sebuah referen umum mengenai waktu-jam di dalam memori beserta
penerjemahan pengalaman durasi dalam unit-unitnya) (Hammerschmidt dkk.,
2020, hlm. 8).

4.3.2.3.1.4 Persatuan dalam Kelompok


Tanggung jawab dan kompromi semua peserta untuk selalu hadir dan bermain
bersama sangat penting untuk mencapai persatuan musikal serta keakraban dalam
kelompok. Baptiste Arnaud (2014, hlm. 13) beranggapan bahwa persatuan
pengimprovisasi dengan saat yang sedang terjadi, melalui pendengaran dan komitmen
pada permainan, dapat menambahkan kenikmatan dan meningkatkan kualitas musik.
Pencapaian keadaan persatuan ini membutuhkan waktu dan pengalaman; namun “…il
est aussi facilite par la cohesion d'un groupe de musiciens qui se connaissent bien”
(…dimudahkan juga oleh terpadunya musisi yang sudah saling kenal dengan baik…)
(Arnaud, 2014, hlm. 13). Selain “…renouveler souvent l'experience d'improvisation
avec le meme groupe…” (sering mengulang pengalaman improvisasi dengan
148

kelompok yang sama), persatuan dimudahkan oleh susunan dalam ruangan yang
menghasilkan pendengaran yang jelas dan seimbang bagi semua peserta. Salah satu
susunan terbaik, yang sering digunakan oleh Wilfrido Terrazas, Eddie Prévost, dan
Dave Matthews (Terrazas, 2021b), adalah lingkaran karena memungkingkan
komunikasi visual dengan semuanya serta membantu mempersatukan energi
mereka.Dave Yakima Wakinyan (dalam Jean, 2003, hlm. 81), salah satu ketua suku
Lakota di Amerika Serikat, menyatakan tentang lingkaran:
The Circle has healing power. In the Circle we are all equal. When in the
Circle, no one is in front of you. No one is behind you. No one is above you.
No one is below you. The Sacred Circle is designed to create unit
(Lingkaran mempunyai kekuatan untuk menyembuhkan. Dalam lingkaran,
kita semuanya sama. Ketika dalam lingkaran, tiada siapapun di depan Anda.
Tiada siapapun di belakang Anda. Tiada siapapun di atas Anda. Tiada
siapapun di bawah Anda. Lingkaran sakral dibentuk untuk menciptakan
persatuan).

4.3.2.3.2 Multi-Instrumentisme
4.3.2.3.2.1 Definisi dan Soal Logistik
Multi-instrumentalisme, yaitu kemampuan untuk bermain berbagai alat musik,
sangat cocok dengan improvisasi bebas karena musik ini berdasarkan bunyi.
Sebagaimana terjadi pada pemain perkusi atau “pemusik kebisingan” (noisemaker)22;
pemain improvisasi bebas dapat menjadikan multi-instrumentisme sebagai
keahliannya atau ciri khasnya. Selain alat musik utama serta aksesori dan
penambahannya; baik yang akustik, berlistrik, atau digital; para peserta diharapkan
membawa alat musik lain, termasuk: benda, permainan musikal/berbunyi (musical
toys), atau penghasil bunyi apapun. Namun, lantaran kerepotan membawa banyak alat
musik, peserta dapat menitipkannya dalam satu ruangan yang aman; dan jika ruangan
latihan dikhususkan untuk kegiatan kelas/kursus improvisasi, alat musiknya dapat
diletakkan pada pertemuan awal sehingga pada pertemuan-pertemuan berikutnya
peserta tinggal datang dengan alat musik utamanya dan langsung bermain. Dengan

22
Pembuat efek suara secara akustik dalam filem dan teater ataupun pemusik yang bermain dengan
beranekaragam benda atau alat bunyi-bunyian.
149

demikian, kegiatan rutin menghemat waktu yang amat berharga. Susunan alat musik
dalam ruangan dapat diperuntukan demi tujuan latihan, rekaman, ataupun dua-
duanya.

4.3.2.3.2.2 Ragam Multi-Instrumentalis dan Alat Musik


Pemusik multi-instrumentalis dapat digolongkan dalam dua macam: yang
memainkan berbagai alat musik dari hanya salah satu ragam alat musik, atau yang
memainkan berbagai alat musik dari dua atau lebih dari dua ragam. Berdasarkan cara
menghasilkan bunyi, alat musik dapat golongkan dalam lima ragam utama, ialah: 1)
kordofon petik, gesek, pukul, atau tiup; 2) aerofon tiup, lidah getar (reeds), atau
labrofon (bibir getar); 3) perkusi membranofon dan idiofon; 4) alat musik listrik dan
digital; dan 5) alat musik yang memadukan lebih dari satu ragam, misalnya: sistem
suara manusia, gitar listrik, atau organ. Tentu saja, tubuh manusia adalah alat musik
perkusi, vokal, dan tiup (kentut atau siul) yang selalu dibawa ke mana-mana. Oleh
karena itu, sebaiknya para pengimprovisasi sudah akrab bereksplorasi dan berekspresi
dengannya. Sistem vokal manusia merupakan alat musik luar biasa karena dapat
menghasilkan aneka warna suara seperti siul, trumpet mulut, perkusi, bas, angin, dan
berbagai macam teknik vokal yang telah dikembangkan dalam aneka jenis musik di
seluruh dunia dan musik kontemporer. Selain itu, suara manusia meliputi jarak
volume dan nada yang cukup besar, serta dapat menyuarakan nada apapun di dalam
atau di luar sistem pelarasan tertentu.

4.3.2.3.2.3 Manfaat dan Saran bagi Pemain Multi-Instrumentalis


Tentu saja, seorang multi-instrumentalis memiliki berbeda-beda tingkat
kemahiran dalam permainan masing-masing alat musik; ada yang sudah mahir, ada
yang masih dasar, dan ada yang sedang. Sadar akan batasnya dalam permainan alat
musik tertentu, para pengimprovisasi multi-instrumentalis hendak menggunakan
kemampuannya untuk menghasilkan musik yang cocok, bermakna, serta berekspresi.
Walaupun teknik permainanya sangat sederhana, misalnya baru bisa nada panjang
dalam viola; kunci untuk menjadikan suaranya bersatu dengan yang lain adalah selalu
150

menghayati permainannya serta bersifat berani sekaligus berhati-hati jika hendak


bereksplorasi di luar zona nyaman. Bagi seorang multi-instrumentalis, permainan
improvisasi bebas menjadi kesempatan untuk mengeksplor dan melatih teknik alat
musik tertentu, kadang-kadang untuk pertama kali (Nunn, 1998b, hlm. 72). Selain itu,
persediaan aneka ragam warna suara memungkingkan penggunaannya jika dirasakan
atau dibutuhkan, bukan hanya untuk kebutuhan instrumentasi saja tetapi untuk
bertambah cara berinteraksi dengan pemusik lain dan penonton (Terrazas, 2020).
Menantang diri untuk menghasilkan musik dengan alat musik yang belum pernah
dipelajari atau dipegang dapat membantu melepaskan pola dan kebiasaan yang
tersimpan dalam memori ragawi (Barret dalam Nunn, 1998b, hlm. 72). Anak kecil
dan pemula, yang belum menyimpan memori otot karena belum melalui pelajaran
teknik alat musik dengan tujuan mencapai kesempurnaannya, amat menikmati
melakukan eksplorasi perdana ini (Dill- Fielding dalam Nunn, 1998b, hlm. 72).

4.3.2.3.3 Ragam Kelas/Kursus


4.3.2.3.3.1 Tujuan Kelas/Kursus
Kelas/kursus improvisasi bebas dan bersepakat dapat dipandang sebagai alat,
misalnya: alat untuk memperdalam unsur musikal tertentu, untuk menemukan estetik
sendiri, untuk menajamkan pendengaran, untuk menyatukan sebuah komunitas, untuk
terapi, dll; atau sebagai tujuan (Arnaud, 2014, hlm. 24), yaitu untuk mempelajarinya
dan mempraktikannya supaya dapat dimainkan dengan kualitas. Guillaume Roy
(dalam Arnaud, 2014, hlm. 24) menyatakan bahwa tujuan kelas/kursus adalah
“…d'arriver sur scene en ne s'etant rien dit avant, aucune regle de depart, et de jouer
et que ce soit bien. C'est ca l'objectif final. Il n'y en a pas d'autre” (…naik panggung
dan, tanpa berbicara sesuatu dan tanpa adanya aturan sebelumnya, memainkannya
dengan baik. Ini adalah tujuan akhir, tidak ada yang lain). Ketika membahas ini,
Baptiste Arnaud (2014, hlm. 24) menambahkan bahwa pembelajarannya hanyalah
akibat dari tujuan utamanya, yaitu permainan. “Le participant ne vient pas pour
apprendre, mais pour jouer, pour vivre, pas pour se preparer a. Et ce faisant,
presque malgre lui, il apprend” (Para peserta tidak datang untuk belajar atau untuk
151

mempersiapkan diri, tetapi untuk bermain dan hidup; dan ketika mereka
melakukannya mereka pun belajar, walaupun bukan niatnya). Oleh karena itu, penulis
menyarankan bahwa pertemuan akhir kelas/kursus dituntaskan dengan sebuah
pertunjukan atau rekaman improvisasi bebas, supaya hasil akhir terdengar. Akan
tetapi, jika jumlah pertemuan cukup banyak, pertunjukan atau rekaman improvisasi
bebas dapat disilang dengan beberapa pelatihan improvisasi bersepakat atau karya
komposisi-improvisasi; asal persiapannya tidak menghambat tujuan utama
kelas/kursus, yaitu memainkan improvisasi bebas (Arnaud, 2014, hlm. 22).

4.3.2.3.3.2 Kelas/Kursus Berdasarkan Sasaran


Walaupun salah satu ciri serta tujuan improvisasi bebas adalah menyatukan
segala jenis peserta dalam permainan yang sama; jika ada alasan praktik atau
ideologis tertentu, kelas/kursus dapat diadakan berdasarkan sasaran khusus, di
antaranya: usia, tingkat kemahiran, latar belakang, jenis alat musik, kebutuhan
khusus; bahkan jenis kelamin, orientasi seksual, agama, bahasa, dan etnis. Berikutnya
terdapat pembahasan tentang beberapa sasaran, kecuali kebutuhan khusus yang telah
dibahas dalam sub-bab manfaat bagi kesehatan jasmani dan mental (hlm. 92).

4.3.2.3.3.2.1 Menurut Usia


Pascal Pariaud (dalam Arnaud, 2014, hlm. 26) berpendapat bahwa sebelum
menerapkan improvisasi bebas, anak-anak membutuhkan kerangka pelatihan
improvisasi bersepakat terlebih dahulu; sebab mereka masih membangun budayanya
dan identitas musikalnya, maka pengalaman dan wawasannya cukup terbatas. Bagi
beliau, sebuah kursus improvisasi untuk anak-anak bertujuan mendirikan sebuah
bahasa dan etik bersama secara lisan, yakni melalui pelatihan improvisasi bersepakat.
Sebaliknya, sebagaimana telah dijelaskan dalam hlm. 114; Maud Hickey, Gladys
Moorhead dan Donald Pond (dalam Hickey, 2009, hlm. 290), dan penulis sendiri
berpendapat bahwa anak-anak mampu berimprovisasi bebas secara langsung, tanpa
kerangka atau aturan. Terlepas dari perdebatan ini, pembimbing menyajikan kegiatan
sebagai permainan serta menyesuaikannya dengan rentang konsentrasi anak-anak,
152

yang semakin tua semakin meningkat. Rentang konsentrasi dapat berubah dengan
berbagai faktor seperti kecapean, ketertarikan, tantangan, atau perangsang di luar
kegiatan yang mengalihkan perhatiannya. Secara umum, bisa disimpulkan bahwa
kegiatan harus berkisar antara 10-15 menit untuk anak berusia 3-4 tahun, sampai 50-
60 menit untuk anak berusia 12 tahun ke atas (Brain Balance Achievement Centers,
2022; Ward, 2020).
Sebaliknya dari anak-anak, orang dewasa sudah memiliki latar belakang
musikal yang terdiri dari semua musik yang pernah didengar dan/atau dimainkan.
Salah satu manfaat improvisasi bebas bagi kaum dewasa adalah bahwa mereka
“…often discover new facets of their own musical awareness and potential”
(…seringkali menemukan segi yang baru dari kesadaran dan kemamupuan musikal
mereka) (Nunn, 1998b, hlm. 32). Di sisi lain, walaupun penerapan kelas/kursus
improvisasi bebas dan bersepakat dengan orang lanjut usia tidak begitu berbeda
dengan kelas/kursus untuk orang dewasa; setelah menyimpulkan literatur andragogi
dan pengalaman dari berbagai lembaga pendidikan, Gretchen Schwarz (2017, hlm.
44) mengusulkan beberapa sifat dan hal yang perlu ditekankan, ialah: menganggap
kebutuhan khusus masing-masing peserta [misalnya rentang konsentrasi dan
kemampuan fisik]; membangun di atas pengetahuan peserta; melaksanakan
pembelajaran dalam konteks sosial; menyerahkan alur kelas pada peserta menurut
motivasi masing-masing; dan memelihara inklusivitas dan kenyamanan. Beberapa
manfaat menerapkan kelas/kursus improvisasi bebas dan bersepakat pada kaum lanjut
usia termasuk: peningkatan kesadaran dan harga diri, keberanian untuk berubah dan
ambil resiko, dan membangun hubungan sosial melalui musik.

4.3.2.3.3.2.2 Menurut Tingkat Kemahiran


Beberapa karya improvisasi bebas, musik kontemporer, dan seni abstrak dapat
menimbulkan komentar yang menghinakan seperti “…my five year old could do
that…” (…anak saya berusia lima tahun mampu berbuat begini…) (Plonsey dalam
Nunn, 1998b, hlm. 75). Akan tetapi, ini adalah tanda bahwa, sesungguhnya, semua
orang mempunyai kreativitas yang perlu diakui dan dikembangkan; sebab “ceder
153

nuestra capacidad creativa a los artistas profesionales es como ceder nuestra


capacidad curativa a los médicos” (menyerahkan daya cipta kita pada seniman
profesional bagaikan menyerahkan daya penyembuhan kita pada kaum medis)
(Nachmanovitch, 2004, hlm. 258). Sama dengan yang telah disebutkan tentang
penerapan improvisasi bebas pada anak-anak, Baptist Arnaud (2014, hlm. 12,13)
beranggapan bahwa pembimbing tidak perlu khawatir untuk menerapkan kerangka
improvisasi untuk pemula. Bagi beliau, lambat laun atau segera mereka “…se rendent
compte que toute association de son peut etre interessante et que deux voix libres et
independantes peuvent produire une musique qui ait du sens… les oreilles des
auditeurs creeront de toute facon un sens, une coherence globale si tous les
improvisateurs assument ce qu'ils jouent” (…akan menyadari bahwa semua
gabungan bunyi pasti menarik, dan dua suara bebas dan mandiri dapat menghasilkan
musik yang bermakna…telinga pendengar akan menemukan arti dan koherensi global
jika semua pengimprovisasi menanggung permainannya). Bagi pemula atau non-
musisi, baik dewasa atau anak-anak, improvisasi yang menggunakan paduan suara
sangat cocok karena suara manusia merupakan satu alat musik yang semua orang
mempunyai dan pernah digunakan, walaupun hanya untuk mengobrol atau menyanyi
saat mandi. Selain vokal, alat musik perkusi juga memudahkan kegiatan improvisasi
untuk pemula karena tidak membutuhkan pelatihan yang lama untuk menghasilkan
bunyi dasar.
Kelas/kursus untuk musisi yang sudah mahir dalam teknik integral
improvisasi bebas (hlm. 193) ataupun sudah berpengalaman dengan musik
improvisasi lainnya sebaiknya diadakan sebagai grup demokratis di mana
pembimbing menjadi musisi lain dan/atau kordinator. Di sisi lain, mencampurkan
pemain mahir dan pemula dalam satu kelas/kursus mempunyai beberapa kelebihan
dan kekurangan. Kekurangannya adalah bahwa pelajaran mungkin terhambat sebab
yang pemula akan merasa malu bertanya atau malu bermain di hadapan yang mahir;
sedangkan yang mahir akan merasa kesal ketika yang pemula “merusak” permainan,
ataupun merasa bosen ketika pembimbing harus menjelaskan sesuatu yang mereka
sudah menguasai. Kelebihannya adalah bahwa peserta yang mahir akan menyadari
154

kembali unsur dasar musik dan improvisasi, serta menambah harga diri dan rasa
bermanfaat. Sebaliknya, permainan mereka dapat merangsang, meningkatkan, dan
mempercepat proses pembelajaran peserta pemula.

4.3.2.3.3.2.3 Menurut Latar Belakang


Kebanyakan orang yang memainkan improvisasi bebas untuk pertama kali
sudah mempunyai latar belakang atau riwayat pendidikan musikal tertentu;
sedangkan kebanyakan orang yang terjun dalam dunia improvisasi bebas tanpa
mempunyai pengalaman memainkan musik terlebih dahulu, terpancing padanya
karena terpesona oleh bunyi (Nunn, 1998b, hlm. 19). Dalam konservatorium dan
kampus musik, kebanyakan mahasiswa mempelajari musik “klasik Barat” dan
sebagian memiliki pula latar belakang lain seperti rock, jaz, musik tradisional, atau
elektronik. Hal ini bisa dimanfaatkan karena mereka sudah mempunyai bahasa yang
sama sehingga lebih gampang menyesuaikan dan berinteraksi dalam permainan.
Walaupun demikian, pembimbing tetap bertugas mengeluarkan mereka dari zona
nyaman melalui perkenalan dan penerapan unsur dari estetik lainnya. Berdasarkan
pengalaman penulis, proses dan hasil paling menarik terdapat pada kelompok yang
menggabungkan peserta dengan aneka ragam latar belakang.

4.3.2.3.3.2.4 Menurut Jenis Alat Musik


Hazrat Inayat Khan (2002, hlm. 80) menyebutkan bahwa, baik dalam musik
maupun dalam kehidupan, “keseragaman memiliki kekuatan, tapi individualisme
memiliki keindahannya”. Mengadakan kelas/kursus untuk jenis alat musik tertentu,
misalnya paduan suara (Siljamäki, 2021, hlm. 2), alat musik perkusi, atau kuartet
gesek; dapat menghasilkan nuansa khas yang menarik karena keseragaman warna
suara. Tantangannya adalah mencari dan menggunakan beraneka ragam bunyi dalam
alat musiknya supaya dapat memainkan dengan kontras serta keluar dari kebiasaan.
Sejak awalnya, gerakan improvisasi bebas telah memicukan penggunaan alat musik
elektronik, baik analog atau digital; barang berbunyi yang ditemukan di mana saja;
dan pembuatan alat musik baru atau eksperimental. Alasannya adalah bahwa
155

eksplorasi berdasarkan bunyi dalam improvisasi bebas dapat menyolusikan persoalan


teknik, repertoar, notasi, dan gaya (Nunn, 1998b, hlm. 17, 37, 41). Penggunaan alat
musik tersebut dapat terjadi perorangan atau dalam ensambel alat musik serupa,
misalnya: orkes komputer dan laptop seperti The League of Authomatic Music
Composers (Ikatan Komponis Musik Otomatis) dan Princeton Laptop Orchestra
(Orkestra Laptop Princeton) (Neeman, 2014, hlm. 36), dan kursus oleh Hugh Davis
yang memadukan improvisasi dan pembuatan alat musik baru (Nunn, 1998b, hlm.
37). Orkes laptop dan alat musik elektronik sangat menarik karena dapat
menghasilkan macam-macam bunyi, namun jika alatnya mogok karena tidak
diprogramkan dan didisain terlebih dahulu untuk penggunaannya dalam pertunjukan,
para pemain akan menemukan kesulitan untuk memulihkan permainannya (Durant,
2016, hlm. 12). Di sisi lain, dalam kelas/kursus dengan ensambel yang mengandung
beraneka ragam timbre yang telah menjadi patokan dalam jenis musik tertentu seperti
orkestra simfoni, kuartet rock, atau gamelan; tantangannya adalah bagaimana bermain
dengan estetik khas dari ensembel itu sendiri serta dengan estetik lainnya.

4.3.2.3.3.2.5 Menurut Jenis Kelamin, Orientasi Seksual, Bahasa, Agama, dan


Etnis/Budaya
Walaupun salah satu tujuan musik improvisasi bebas adalah menyatukan
orang dari berbagai latar belakang hidup; kelas/kursus khusus untuk suatu golongan
tertentu berdasarkan jenis kelamin, orientasi seksual, bahasa, agama/kepercayaan,
atau etnis/budaya dapat diadakan untuk menonjolkan perbedaanya demi tujuan
politik, sosial, budaya, ekonomi, atau ideologis. Sebagai contoh, orang seagama atau
sekepercayaan dapat menjadikan permainan improvisasi bebas dan bersepakat bagian
dari ibadah mereka, baik dengan atau tanpa menggunakan doa atau mantra mereka.
Lebih inklusif lagi, improvisasi bebas sebagai perwujudan dari falsafat kuno
bhinneka tunggal ika dapat menyatukan berbeda-beda agama dan paham dalam suatu
ibadah kepada Yang Maha Esa; baik jika diniatkan secara tersurat ataupun jika
dilakukan secara tersirat, yaitu sebagai niat masing-masing serta sebagai akibat hakiki
dari permainan itu sendiri.
156

Di sisi lain, Hillary Dill-Fielding (dalam Nunn, 1998b, hlm. 76) beranggapan
bahwa pengimprovisasi laki-laki cenderung memainkan lebih keras dan agresif,
sedangkan pengimprovisasi wanita cenderung mendengarkan lebih baik serta bersifat
lebih reseptif. Tentu saja, pendapat ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut
untuk membenarkannya. Satu satunya perbedaan musikal nyata antara kaum wanita
dan laki-laki adalah bahwa laki-laki dapat menghasilkan suara vokal lebih rendah.
Sebaliknya, orang dengan berbeda orientasi seksual, agama/kepercayaan, bahasa, dan
etnis/budaya bisa dinyatakan mempunyai kemampuan musikal yang sama; namun
mereka cenderung menggunakan unsur dari musik tradisional/populer dari etnis atau
budaya masing-masing serta menggunakan bunyi khas dari bahasa masing-masing
pada saat bernyanyi atau berbicara. Walaupun demikian, semua bunyi, bahasa, dan
estetika musikal dapat dipelajari sehingga dapat digunakan oleh semuanya.

4.3.2.3.4 Ragam Kegiatan


Kegiatan dalam kelas/kursus improvisasi bebas dan bersapakat sangat
beraneka ragam dan penerapannya tergantung pada sasaran, tujuan, dan lamanya
kelas/kursus. Pada umumnya, kegiatan dapat digolongkan dalam kegiatan pokok,
yaitu permainan improvisasi bebas dan pelatihan improvisasi bersepakat; dan
kegiatan tambahan, misalnya: analisis, berdiskusi soal teori dan praktik, membaca
literatur, meneliti, mendengarkan rekaman, merekam, bermeditasi, memainkan atau
menciptakan karya komposisi-improvisasi, berlatih improvisasi idiomatis, melaras
alat musik, berlatih teknik, bermain dengan paduan suara, menghadiri pertunjukan,
mengorganisasi acara, atau berkolaborasi dengan seni lain. Dalam kelas/kursus,
sebaiknya kegiatan pokok diutamakan dengan menjaga keseimbangan antara
improvisasi bebas dan improvisasi bersepakat (Biazon, 2015, hlm. 94); sedangkan
kegiatan tambahan diterapkan seperlunya saja, untuk memenuhi kebutuhan tertentu
dan tergantung pada persediaan waktu. Jika waktunya kurang, kegiatan tambahan
dapat dijadikan tugas untuk dikerjakan masing-masing peserta ataupun secara
berkelompok di luar pertemuan.
157

Gambar 4.10 Tujuan, Sasaran, dan Ragam Kegiatan dalam Kelas/Kursus

4.3.2.3.4.1 Penerapan Improvisasi Bebas


Dalam kursusnya improvisasi bebas, George Lewis (dalam Hickey, 2009,
hlm. 285) senantiasa melempar peserta ke kolam untuk “mengajarkannya berenang”;
sebab, sebagaimana disebutkan oleh Tom Nunn (1998b, hlm. 48) “there is a point at
which something must be experienced in order to be understood” (ada titiknya di
mana sesuatu perlu dialami supaya dapat dipahami). Sepakat dengan mereka, penulis
beranggapan bahwa instruksi terbaik pada awal pertemuan pertama adalah seperti ini:
“Silahkan bermain sebebas-bebasnya. Tidak ada aturan apapun kecuali selalu
mendengarkan keseluruhannya. Tujuan permainan adalah menciptakan musik yang
berkualitas. Permainan selasai sesudah semuanya terdiam, dan siapa saja boleh
memulai dari sekarang”. Walaupun mereka mungkin ragu dan hasilnya tidak begitu
berkualitas, bahkan dapat mengakibatkan“…une paralysie et un rejet de
158

l'improvisation” (…kelumpuhan dan penolakan terhadap improvisasi) (Remond,


2011, hlm. 22); kegiatan kaget ini memberikan peserta pengalaman langsung dengan
improvisasi bebas serta memberikan informasi kepada pembimbing tentang cara
mereka bermain; sehingga ia mengetahui kelemahan dan kelebihan mereka, lalu dapat
merencanakan kegiatannya sesuai kebutuhan mereka. Jika permainan perdana ini
direkam, rekaman itu dapat menjadi tolok ukur kemajuan mereka setelah semua
pertemuan kelas/kursus tuntas. Rekaman tersebut bisa dilakukan secara rahasia
(dengan perekam lapangan yang tersembunyi), untuk mengurangi kebingungan dan
rasa malu mereka; ataupun secara terbuka untuk menantang, menfokuskan
perhatiannya, dan memberi semangat pada mereka.
Pada umumnya, hendaklah kelas/kursus mengutamakan penerapan
improvisasi bebas daripada kegiatan lainnya karena itulah tujuan akhirnya. Akan
tetapi, sebuah keseimbangan antara improvisasi bebas dan pelatihan improvisasi
bersepakat juga dapat bermanfaat, terutama dengan pemula atau pada tahap awal
kelas/kursus. Dalam setiap pertemuan, sebaiknya peserta selalu memainkan
improvisasi bebas, walaupun sekali saja dan/atau sebentar. Berdasarkan pengalaman
penulis, jika diterapkan pada awalnya, permainan improvisasi bebas dapat
meningkatkan konsentrasi peserta serta menimbulkan suasana santai yang
memudahkan kegiatan berikutnya. Jika diterapkan pada bagian tengah, dapat
digunakan sebagai “istirahat” di antara kegiatan lain; dan jika diterapkan pada
akhirnya, permainan improvisasi bebas dapat digunakan untuk menerapkan yang
telah dipelajari dalam pelatihan improvisasi bersepakat, mengobarkan energi kreatif
yang telah mengalir sepanjang pertemuan, dan menempatkan roh kebebasan dalam
hati peserta untuk dibawa pulang.

4.3.2.3.4.2 Penyeteman dan Laras


Sebagaimana telah dijelaskan dalam sub-bab 4.1.3.2.6.4, penyeteman
merupakan salah satu ketentuan yang dapat dimaklumi dalam improvisasi bebas;
sedangkan dalam improvisasi bersepakat, penyeteman atau penggunaan nada tertentu
bisa menjadi bagian dari kesepakatannya. Dalam improvisasi bebas, proses
159

penyeteman itu sendiri dapat dijadikan sebagai preludio dalam suatu permainan,
karya pertama yang terpisah dalam pertunjukan, ataupun kegiatan pertama dalam
kelas/kursus. Stephen Nachmanovitch (2004, hlm. 82,83) menyarankan melakukan
penyeteman bagaikan meditasi, ritual, dan permainan:
…a medida que el sonido se acerca más y más a la vibración pura que
buscamos…Entramos en un estado de trance. Esta forma de escuchar
intensificada es juego profundo... inmersión total en la actividad. Y una vez
que tomamos ese instrumento para tocar, nuestros amigos del público
entrarán en un estado mental similar más rápidamente…Lo que descubrimos,
misteriosamente, es que al afinar el instrumento afinamos el espíritu
(…Semakin dekat nada mendekati getaran murni yang kita cari…kami
memasuki keadaan trans. Cara pendengaran intens ini merupakan permainan
yang mendalam…penyelaman total dalam kegiatan. Dan sesudah kita
mengambil alat musik untuk mulai bermain, teman yang sedang menonton
akan memasuki keadaan mental serupa dengan lebih cepat…Kita menemukan
bahwa, secara misterius, ketika kita menyetem alat musik, kita pun menyetem
jiwa).

Semua alat musik kordofon dan membranofon; serta beberapa alat musik
listrik, digital, lamelafon, aerofon, membranofon, dan idiofon dapat disetem ulang
dengan cukup cepat sehingga nada-nadanya menjadi lebih tinggi atau lebih rendah.
Menurut pengalaman penulis, penyeteman dalam improvisasi bebas dapat dilakukan
dengan tiga cara: 1) Sebelum permainan dimulai semuanya menyetem masing-masing
alatnya tanpa berkaitan dengan yang lain, baik menggunakan seteman biasa masing-
masing alat musik ataupun seteman alternatif. 2) Sebelum permainan dimulai
semuanya menyetem alatnya berdasarkan sebuah patokan bersama, misalnya: A 440
Hz. atau nada-nada dalam salah satu alat musik tertentu yang setemannya tidak dapat
dirubah ataupun repot dirubah. 3) Penyeteman semua alat musik dilakukan sambil
mendengarkan dan memainkan improvisasi bebas. Demi kepentingan pembelajaran,
sebaiknya tiga-tiganya dicoba dan dipraktikkan, walaupun hanya sekali. Pandangan
bahwa cara paling setia terhadap roh kebebasan adalah yang ketiga, yaitu menyetem
dalam perjalanan; tidak tentu benar sebab tiga alasan berikutnya: 1) Seteman bawaan
masing-masing alat niscaya mempengaruhi improvisasi juga, walaupun alatnya tidak
disetem sama sekali sebelum permainan. 2) Nada-nada dalam seteman tertentu dapat
160

dirubah selama permainan berlangsung dengan menggunakan beberapa teknik


khusus, misalnya: tekanan tiupan atau menutupi lubang-lubang tertentu pada aerofon,
bending pada kordofon, atau menekankan kulit pada membranofon. 3) Penyeteman
awal dapat dirubah di tengah permainan; baik dengan keras, sehingga menjadi bagian
dari musik; ataupun dengan lembut, sehingga prosesnya disamarkan atau ditutupi
oleh bunyi-bunyi lain.
Improvisasi bebas dapat menggunakan berbagai sistem pelarasan, tangga
nada, atau harmoni dalam suatu permainan; bahkan memainkan tanpa sistem tertentu
atau dengan sistem poli-tonal, poli-modal, poli-seteman, dll. Harmoni atau gabungan
nada yang tidak berpatok pada salah satu sistem pelarasan bersama akan tetap
bermakna jika energi dari semua pemain bersatu. Satu kord “disonan” atau sebuah
melodi “yang kurang melaras” dapat dijadikan ciri khas dari bagian musik tertentu
jika diakui serta diteguhkan oleh semuanya. Sebagaimana tertulis dalam catatan
observasi oleh Richard Scott (2014, hlm. 54, 200, 201), John Stevens pernah
menerapkan konsep tanpa laras dalam kursusnya:
No tuning. Sit in a circle. No keys or pitches are specified, instead players are
requested to use notes of their choice. It is possible that everyone present
could end up playing in a different key or in no discernible key at all. Pitch,
harmony and melody, the basis of western music, play very little part in these
workshops at all. The emphasis is rather on rhythm, listening and responding,
on the possibilities of a collective. (Tidak ada penyeteman. Mereka duduk
dalam lingkaran. Kunci atau nada tidak ditentukan, dan sebagai gantinya para
pemain diharapkan menggunakan nada pilihannya masing-masing. Ada
kemungkinan bahwa semuanya memainkan dalam kunci yang berbeda,
ataupun dalam kunci yang tidak jelas sama sekali. Nada, harmoni, dan melodi,
yang menjadi dasar musik Barat, kurang berperan dalam kursus ini yang lebih
menitikberatkan ritme, pendengaran dan respon, serta pelbagai kemugkinan
kolektif).

4.3.2.3.4.3 Penerapan Improvisasi Bersepakat


4.3.2.3.4.3.1 Tujuan dan Manfaat dalam Pembelajaran
Penerapan pelatihan improvisasi bersepakat, karya komposisi-improvisasi,
dan komposisi terumus dapat menambahkan daya kerja sama (Neeman, 2014, hlm.
63), wawasan, teknik, akal, keterampilan, pemahaman teoretis, dan intuisi peserta
161

yang kelak dapat digunakan dalam permainan improvisasi bebas atau musik lainnya.
Manfaat tersebut serta yang lain dapat dipetik karena, sebagaimana dijelaskan oleh
Wilfrido Terrazas (dalam Milán, 2020), sebuah aturan membatasi tindakan peserta
sehingga interaksi yang diinginkan dimudahkan.
Un ejercicio es un juego, una simulación, una abstracción que nos hace
imaginar y experimentar posibles situaciones que encontraremos en “la vida
real”, es decir, en una sesión de improvisación. El objetivo de todo ejercicio
es aislar algún problema específico y trabajar en él por separado. Dicho de
otra manera, un ejercicio forma parte del viejo proceso de análisis-síntesis
(Sebuah pelatihan adalah permainan, sebuah simulasi, sebuah abstraksi yang
membuat kita berimajinasi dan mengalami kemungkinan-kemungkinan yang
dapat terjadi dalam “kehidupan nyata”, yaitu sebuah sesi improvisasi. Tujuan
semua pelatihan adalah mengisolasikan soal tertentu untuk mengerjakannya
secara terpisah. Dalam kata lain, sebuah pelatihan merupakan bagian dari
proses lama analisis-sintesis) (Terrazas, 2021b).

Dalam pandangan serupa, Casey Sokol menggunakan pendekatan “cacat”, yaitu


menantang diri dengan menciptakan “…a self-imposed challenge designed not only
to limit material or techniques but to focus on particular material or techniques”
(…tantangan untuk diri sendiri yang dirancang tidak hanya untuk membatasi bahan
atau teknik, tetapi juga untuk menfokuskan diri pada bahan atau teknik tertentu)
(Nunn, 1998b, hlm. 24).
Oleh karena tujuan penerapan improvisasi bersepakat bermacam-macam;
pembimbing perlu menjelaskan “…el propósito de cada ejercicio, cual es el
propósito de la idea de ejercicio, cual es el propósito de todos los ejercicios y de
cada ejercicio cuál es su objetivo particular” (…maksud setiap pelatihan, maksud ide
pelatihan, maksud semua pelatihan, dan tujuan khusus setiap pelatihan) (Terrazas
dalam Milán, 2020); sehingga hasil yang diharapkan tercapai. Di sisi lain, Richard
Scott (2014, hlm. 201) menyebutkan bahwa karya-pelatihan oleh John Stevens lebih
menitikberatkan “…the action and process of producing sound within a collective
environment, rather than on any finished product, this means that musical success is
based on no standards separate from the pleasure of taking part” (…tindakan dan
proses menciptakan bunyi dalam suasana kolektif daripada sebuah produk yang sudah
jadi. Ini artinya bahwa sukses musikal tidak didasarkan pada estandar selain
162

kenikmatan ikut serta). Bagi Alejandro Rojas (dalam Alfonso, 2014, hlm. 70), tujuan
pelatihan-pelatihan [improvisasi bersepakat] “…no será guiar estilísticamente sino
abrir los ojos a nuevas posibilidades y evitar la comodidad de lo trillado”
(…bukanlah mengarahkan estetika [murid], tetapi membuka mata [mereka] terhadap
kemungkinan baru serta menghindari kenyamanaan dari yang sudah menjadi
kebiasaan).
Selain itu, pelatihan improvisasi bersepakat merupakan alat ampuh, yang
jarang digunakan dalam pendidikan musik, untuk memahami konsep teoretis secara
mendalam. Proses ini akan bertambah kedalamannya jika, selain menggunakan alat
musik masing-masing, pelatihannya dipraktikkan juga dengan suara manusia; yaitu
alat musik canggih yang mampu mewujudkan intuisi musikal secara tercepat dan
tertepat jika sudah menjadi kebiasaan pemusik.
Using improvisational exercises with parameters connecting to the subject
material allows students to experience the way the concept works by applying
it instead of only looking at a theory worksheet or knowing what a certain
chord sounds like. Analyzing Debussy's score for La Cathedrale Engloutie
can show a student a basic understanding of a certain type of patterned
modulation, but when they can improvise in that kind of modulation pattern,
the concept is embedded in the student's understanding in the most full way
possible. (Menggunakan pelatihan improvisasi berparameter - yang terkait
dengan bahan ajar - memberikan kesempatan bagi murid untuk mengalami
dan menerapkan cara kerjanya konsep tersebut; bukan hanya melihatnya
dalam sebuah lembar teoretis ataupun mengetahui bagaimana bunyinya
sebuah kord. Menganalisis partitur La Cathédrale Engloutie oleh Debussy
dapat memberikan murid pemahaman dasar tentang modulasi berpola tertentu;
namun ketika mereka mampu berimprovisasi dengan modulasi berpola
tersebut; konsepnya menancap dalam pemahamannya sesempurna mungkin)
(Lytle, 2019, hlm. 8,9).

4.3.2.3.4.3.2 Membatasi untuk Melebarkan


Sebagaimana terjadi dalam komposisi, berimprovisasi dengan cara membatasi
beberapa aspek musikal dan/atau non-musikal sembari membebaskan yang lain dapat
membantu menggiatkan kreativitas, membentuk serta mempersatukan musiknya, dan
meningkatkan energi musikal. Stephen Nachmanovitch (2004, hlm. 123)
163

mencontohkan ini dengan ensembel kecil atau foto hitam putih yang seringkali
meraih keharuan dan kekuatan lebih intens daripada sebuah orkestra atau foto
berwarna. Beliau mengusulkan bahwa dua aturan sudah cukup, bahkan berlebihan,
sebab “el inconsciente ya tiene infinitos repertorios de estructuras…” (alam bawah
sadar sudah mempunyai repertoar struktur yang tidak terbatas…) (Nachmanovitch,
2004, hlm. 121). Oleh karena itu, “cuando jugamos en el témenos, definido por las
reglas que nosotros mismos hemos elegido, vemos que la fuerza contenida se
amplifica” (ketika kita bermain di dalam tempat sakral23 yang terbentuk oleh aturan-
aturan yang kita sendiri memilih, kita melihat bahwa kekuatan yang tertahan
membesar) (Nachmanovitch, 2004, hlm. 121,122).
Sepakat dengan tujuan dan konsep pembatasan ini, Tom Nunn (1998b, hlm.
48) membela ide bahwa dalam komposisi rencana untuk improvisasi [sub-spektrum
improvisasi bersepakat], “kurang itu lebih”; sebab jika demikian, permainan mampu
memberikan bibit bukan kerangka, atau dalam kata lain: ia merupakan penciptaan
germinal, bukan formal (Nunn, 1998b, hlm. 37). Beliau menceritakan bahwa
beberapa permainan tersuksesnya terjadi ketika “…there was a very short, yet clear,
verbal discussion just before we play about what direction the music might take...so
that that feeling was in the air among everybody in the group” (…sesaat sebelum
bermain, ada diskusi verbal yang amat singkat tetapi jelas tentang kemungkinan
arahnya musik…dengan demikian perasaan ini ada di utara di antara semua anggota
kelompok) (Nunn, 1998b, hlm. 61). Dengan tujuan serupa, Steve Lacy menuliskan
atau merencanakan permainannya sebagai alat untuk melompat dari tepian menuju
jurang yang tidak dikenali: “And when you go on out there, you have all your years
of preparation and all your sensibilities and your prepared means…” (…dan ketika
Anda keluar ke sana; Anda mempunyai pembelajaran Anda selama bertahun-tahun,
semua kepekaan Anda, dan semua akal yang Anda telah mempersiapkan…) (Lacy
dalam Bailey, 1992, hlm. 57).

23
Nachmanovitch menggunakan istilah temenos, yang dalam bahasa Yunani kuno berarti tempat
keramat. Carl Jung mengaitkan istilah tersebut dengan lingkaran, mandala, atau sebuah tempat aman
untuk bekerja, berkreasi, atau menemukan diri.
164

Di sisi lain, tidak memenuhi kesepakatan atau aturan yang telah ditetapkan,
baik sengaja atau tanpa sengaja, mempunyai kekuatan untuk mengarahkan dan
mentransformasikan permainan sebanding dengan sebuah improvisasi bersepakat
yang ditaati dengan sempurna (Biazon, 2015, hlm. 104). Oleh karena itu,
pembimbing hendaklah jangan menghentikan permainan pelatihan improvisasi
bersepakat yang “salah” jika hasilnya bagus; kecuali jika tujuan pembelajaran
pelatihan tersebut lebih penting.

4.3.2.3.4.3.3 Durasi dan Frekuensi Pelatihan Improvisasi Bersepakat


Durasi dan frekuensi pelatihan improvisasi bersepakat bermacam-macam,
tergantung pada tujuan dan suasana kelas/kursus dalam saat tertentu; namun, secara
umum, hendaklah jangan terlalu melebihi waktunya permainan improvisasi bebas.
Berdasarkan saran oleh John Stevens untuk menjalankan setiap tahapan pembelajaran
secara santai tetapi berfokus, Edward Neeman (2014, hlm. 63) mengusulkan bahwa
“…two short or one longer exercise is enough for a single rehearsal session, and
each one can be reprised a few times as the group matures” (…dua pelatihan pendek
atau satu panjang sudah cukup untuk satu kali pertemuan latihan; dan setiap pelatihan
bisa diulangi beberapa kali sembari kelompok menjadi matang). Di sisi lain, Stephen
Nachmanovitch (2004, hlm. 123) menceritakan bahwa memainkan karya improvisasi
dengan satu batasan dalam satu dimensi, serta berdurasi satu menit ataupun kurang,
merupakan sebuah praktik yang efektif; terutama dalam permainan berkelompok
bertujuan hiburan.

4.3.2.3.4.3.4 Sumber dan Penggunaan Pelatihan dalam Kelas/Kursus


Berbagai tulisan dengan kumpulan pelatihan improvisasi bersepakat ataupun
karya komposisi - improvisasi yang dapat digunakan sebagai pelatihan terdapat dalam
lampiran 2 (hlm. 221). Selain menggunakan yang tersedia dalam kumpulan oleh
orang lain; pembimbing dan peserta dapat menciptakan pelatihan atau karya
komposisi -improvisasi, baik sendiri ataupun bersama-sama, berdasarkan kebutuhan
khusus, teknik tertentu, atau kemampuan yang ingin dikembangkan (Neeman, 2014,
165

hlm. 61). Sebagai contoh, anggota kelompok Gruppo di Improvvisazione Nuova


Consonanza (Kelompok Improvisasi Konsonansi Baru) menciptakan berbagai
pelatihan untuk mengembangkan kemampuan merespon dan mendengarkan
(Bartolani, 2019, hlm. 5); dan anggota kelompok The RealTime Composers
(Komponis Waktu Nyata) menyusun pelatihan untuk mampu menyilang jeda
istirahat, yang terjadi secara alami, dalam permainannya (Neeman, 2014, hlm. 61).
Di sisi lain, Wilfrido Terrazas (dalam Milán, 2020) menyebutkan bahwa
beliau senantiasa menggunakan pelatihan dari berbagai sumber; termasuk yang
diciptakan sendiri, yang dipelajari dari pengimprovisasi lain, dan yang diambil dari
kursus lain atau bacaan. “…no es que sea una colección fija de ejercicios sino que se
van rotando, los ejercicios han ido cambiando, cada cierto tiempo incorporo
ejercicios nuevos, algunos ejercicios viejos han caído en desuso, o algunos los uso
menos, etc.” (…Bukan kumpulan pelatihan yang tetap, tetapi berganti-
ganti...Sewaktu-waktu saya memasukan pelatihan baru, beberpa pelatihan lama telah
usang, beberapa digunakan lebih jarang, dll.).

4.3.2.3.4.3.5 Jenis Pelatihan


Pelatihan improvisasi bersepakat yang dapat diterapkan dalam kelas/kursus
sangat banyak, bahkan bisa dinyatakan bahwa tidak ada habisnya. Salah satu cara
untuk menggolongkannya adalah berdasarkan tujuan musikal dan sosial (Alfonso,
2007, hlm. 19, 20); ataupun berdasarkan tema tertentu, misalnya: eksplorasi
instrumental, menyambung dan memecahkan, kurva distribusi energi, memori dan
ekspektasi, negosiasi (Terrazas, 2021b); serta prinsip musikal dikotomis dan
universal seperti bunyi - sunyi, gerak - diam, persatuan -keberanekaan, ketegangan -
kelepasan, atau kestabilan - ketidakstabilan (Kashub dan Smith dalam Freer, 2010,
hlm. 24). Aspek lain yang dapat dijadikan tolok ukur untuk menggolongkan pelatihan
improvisasi bersepakat adalah: jumlah kesepakatannya, tingkat kebebasan
kesepakatannya, cara kesepakatannya memengaruhi pemain, dan indra yang
menerima kesepakatannya.
166

Gambar 4.11
Penggolongan Pelatihan Improvisasi Bersepakat

4.3.2.3.4.2.5.1 Berdasarkan Jumlah Kesepakatan


Edward Neeman (2014, hlm. 58,59) menggolongkan pelatihan improvisasi
bersepakat dalam pelatihan aditif, yang “…build from a simple starting point with
minimal freedom for the performer…” (…membangun dari titik awal dengan
kebebasan minimal bagi pemain…); dan pelatihan atau metode yang “…restrict an
otherwise free improvisation” (…membatasi sebuah permainan, yang jika tidak
dibatasi, merupakan permainan improvisasi bebas). Pelatihan aditif sangat penting
pada jenjang awal karena menghasilkan persatuan dalam kelompok serta memberikan
dasar yang mempersiapkan peserta untuk tantangan lebih sulit. Sebaliknya, pelatihan
yang membatasi merupakan alat kreatif yang lebih bermanfaat pada tahap-tahap
selanjutnya (Neeman, 2014, hlm. 60).
167

Walaupun demikian, pada kenyataannya terdapat sebuah kesinambungan


halus antara ketetapan nyaris sempurna yang agak dibebaskan, yaitu pelatihan aditif;
dan kebebasan nyaris sempurna yang agak dibatasi, yaitu pelatihan yang membatasi.
Dalam kata Neeman (2014, hlm. 60): “Additive exercises typically work in
progressive steps; eliminating this learning process can result in a limiting exercise.
Similarly, practicing a limiting exercise in parts is an additive exercise in itself”
(Pelatihan aditif biasanya bekerja melalui langkah progresif; menghapuskan proses
pembelajaran ini dapat menghasilkan pelatihan yang membatasi. Sama halnya,
mempraktikkan sebuah pelatihan yang membatasi secara bertahap merupakan sebuah
pelatihan aditif dalam sendirinya).

4.3.2.3.4.2.5.2 Berdasarkan Tingkat Kebebasan Kesepakatan


Tingkat kebebasan sebuah kesepakatan menentukan bagaimana pemain akan
berinteraksi dengannya. Berdasarkan ini, pelatihan improvisasi bersepakat dapat
digolongkan dalam pelatihan berkesepakatan tetap, pelatihan berkesepakatan semi
tetap, dan pelatihan berkesepakatan terimprovisasi. Sebuah kesepakatan tetap tidak
akan berubah setiap kali digunakan, misalnya: teks, gambar, patung, instalasi non-
interaktif, rekaman, video, dll. Sebaliknya, sebuah kesepakatan terimprovisasi
diwujudkan selama permainan berlangsung, misalnya: lukisan atau puisi yang sedang
diciptakan, tari, pantomim, pemusik yang dijadikan pemandu, direktor isyarat, dll.
Walaupun kesepakatan terimprovisasi dapat diciptakan melalui improvisasi bebas
oleh pelakunya, pemain lain dalam kelompok telah bersepakat untuk mengikuti atau
menjadikannya inspirasi. Sebaliknya, dalam permainan improvisasi bebas tidak ada
keharusan untuk mengikuti pemain lain ataupun sesuatu yang eksternal. Di sisi lain,
sebuah kesepakatan semi-tetap mempunyai satu atau beberapa bagian yang telah
ditetapkan terlebih dahulu, namun penyajiannya tetap terjadi melalui improvisasi,
misalnya: karya musikal terbuka, instalasi atau program komputer yang dapat
berinteraksi, olah raga, ingatan tertentu, permainan dengan kebetulan seperti dadu dan
kartu, dll.
168

4.3.2.3.4.2.5.3 Berdasarkan Cara Kesepakatan Memengaruhi Pemain


Berdasarkan cara kesepakatannya memengaruhi pemain, pelatihan
improvisasi bersepakat dapat digolongkan dalam pelatihan berkesepakatan musikal,
pelatihan berkesepakatan ibarat, dan pelatihan campuran yang memadukan dua
duanya. Pelatihan berkesepakatan musikal atau, sebagaimana disebutkan oleh Camila
Arana (2019, hlm. 15), pola untuk improvisasi; mengatur improvisasi dengan
petunjuk yang jelas tentang penggunaan unsur musik dan/atau bunyi, konsep teoretis
musikal, pola permainan dalam jenis musik tertentu, dan/atau cara peserta
berinteraksi secara musikal. Sebaliknya, pelatihan berkesepakatan ibarat, atau pemicu
improvisasi (Arana, 2019, hlm. 15), menggunakan perumpamaan non-musikal atau
metafora puitis yang dapat menyarankan keadaan pikiran atau suasana tertentu
sehingga menginspirasikan sebuah impuls musikal secara langsung, Cara lain ntuk
menggunakan pelatihan bersepakat ibarat adalah menganalisis ciri-cirinya terlebih
dahulu, mengambil sarinya, lalu mengalihkannya ke bahasa musikal (Arnaud, 2014,
hlm. 28; Nunn, 1998b, hlm. 49); baik melalui notasi ataupun dengan ingatan. Konsep
non-musikal, perasaan, sinestesia, ataupun karya seni non-musikal seperti gambar,
cerita, puisi, video, tari, dll. dapat diinterpretasikan dengan berbagai cara musikal
menurut perasaan masing-masing peserta ataupun menurut kesepakatan bersama.
Dalam model Daniel Healey (dalam Arana, 2019, hlm. 18,19), pelatihan
berkesepakatan musikal merupakan kegiatan konvergen yang mempunyai satu atau
beberapa jawaban “benar” secara musikal; sedangkan pelatihan berkesepakatan ibarat
merupakan kegiatan divergen yang mempunyai jauh lebih banyak jawaban “benar”
secara musikal, bahkan tanpa terbatas. Sebagai contoh, kesepakatan musikal
“staccato” dan kesepakatan ibarat “hujan” dapat menghasilkan suasana musikal
serupa. Walaupun demikian, kesepakatan “staccato” hanya dapat dilaksanakan
dengan staccato saja; sedangkan kesepakatan “hujan” dapat dilaksanakan dengan
permainan staccato yang menirukan jatuhnya rintik hujan dekat pendengar atau
dengan bunyi merah muda (pink noise) yang menirukan jatuhnya hujan lebar dari
jauh. Selain itu, pemusik dapat menambahkan suara rendah dan keras yang
menirukan guntur dan/atau bunyi yang menirukan suara angin seperti huruf “sh”, “f”,
169

atau efek tertentu dalam beberapa alat musik. Selain menirukan suara lingkungan
pada saat hujan, para peserta dapat menuruti kesepakatan “hujan” dengan memainkan
melodi, ritme, harmoni, atau unsur-unsur musikal lain yang terinspirasikan oleh kata
dan konsep hujan; tanpa adanya hubungan apapun dengan suara hujan yang
sebenarnya.
Penulis sedang menyusun permainan kartu untuk memainkan improvisasi
bersepakat berdasarkan arketipe-arketipe musikal dan non-musikal. Kartu-kartu berisi
satu, dua, atau beberapa kata yang mewakili makna masing-masing arketipe secara
singkat serta sebuah gambar, grafik, atau notasi musikal yang merepresentasikannya.
Dengan demikian, para peserta dapat menangkap perintah atau kesepakatannya
dengan cepat dan tepat; namun seandainya “kartu kesepakatan musikal”
membutuhkan penjelasan lebih lanjut, keterangannya dituliskan dengan huruf kecil.
Beberapa contoh “kartu kesepakatan musikal” adalah: “volume berombak”, “legato”,
“selesai dengan mempercepat”, “keras ke pelan”, “solo”, “heterofoni”, “irama 3”,
“drone”, “tanpa nada yang menonjol”, “di depan”, “subdivisi 5”, “terkeras”, “2 kord”,
“berbeda”, “bergantian”, dan “himne”. Beberapa contoh “kartu kesepakatan non-
musikal” adalah: “listrik”, “dingin”, “teatrikal”, “robot”, “tsunami”, “tidur”, “kodok”,
“suci”, “membelai”, “macet”, “goa”, “air mata”, “mabuk”, “cinta”, “jatuh”, dan
“anak-anak”.
Baik dengan “kartu kesepakatan musikal” dalam permainan ini, ataupun
dalam penerapan pelatihan bersepakat musikal dalam kelas/kursus; penggunaan
peristilahan teknik dari tradisi musik Barat ataupun tradisi lain lebih bermanfaat
daripada istilah non-musikal atau istilah baru yang diciptakan demi tujuan tertentu;
“…and if not, the known terminology can at least form a basis for the derived
terminology that is more specific to music and improvisational concepts”
(…dan kalau tidak, peristilahan yang sudah dikenal dapat menjadi dasar untuk
terminologi yang dikembangkan sehingga menjadi lebih spesifik dengan musik dan
konsep-konsep improvisasi) (Nunn, 1998b, hlm. 33). Tentu saja, peristilahan teknik
perlu dijelaskan terlebih dahulu supaya semua peserta kelas/kursus memahami
sepakat apa yang harus dijalankan.
170

4.3.2.3.4.2.5.4 Berdasarkan Indra yang Menerima Kesepakatan


Sebuah kesepakatan dapat disampaikan melalui salah satu dari lima atau enam
indra, ataupun melalui sebuah perpaduan antara mereka. Perabaan, pengecap, dan
penciuman merupakan indra yang jarang digunakan untuk menerima kesepakatan
berupa rangsangan. Pijitan, belaian, sentuhan, tekstur, temperatur, tekanan, vibrasi
subsonik, atau aliran listrik merupakan contoh kesepakatan perabaan; minuman,
makanan, serta uap atau asap yang terisap dengan mulut merupakan contoh
kesepakatan pengecap; dan bau-bauan alami atau artifisial merupakan contoh
rangsangan penciuman. Sebaliknya, indra pendengaran dan indra penglihatan
seringkali digunakan untuk menerima kesepakatan. Selain itu, indra keenam dapat
digunakan juga untuk menyampaikan kesepakatan, sebagaimana diusahakan oleh
Pauline Oliveros (1971, hlm. 6,7) dalam karya telepatik Pacific Tell.
Kesepakatan pendengaran dapat digolongkan dalam kesepakatan pendengaran
berbunyi/musikal dan kesepakatan pendengaran verbal. Kesepakatan pendengaran
berbunyi/musikal terdiri dari akustik ruangan atau suara lingkungan yang sengaja
dijadikan kesepakatan; rekaman berisi musik/bunyi seperti iringan musikal, pita
elektroakusik, rekaman suara lingkungan, dll; program komputer atau instalasi
mekanik, elektrik, atau elektro-mekanik yang mengeluarkan bunyi; dan konduktor
musikal atau berbunyi. Konduktor musikal adalah satu atau beberapa pemain yang
telah disetujui menjadi pemandu atau penyampai kesepakatan selama sepanjang
improvisasi, atau sebagiannya saja. Sebaliknya dari konduktor orkestra Barat
tradisional, mereka memandukan anggota kelompok lain melalui permainannya;
terutama dengan ritme, energi, dan bahasa musikalnya; ataupun melalui tanda
berbunyi, baik yang telah disepakati terlebih dahulu ataupun yang mempunyai
konotasi ekstra-musikal seperti suara alarm, klakson, binatang, atau melodi tertentu.
Di sisi lain, kesepakatan pendengaran verbal terdiri dari obrolan atau persetujuan
verbal sebelum improvisasi dimulai dan/atau pada saat permainan berlangsung;
pembacaan instruksi secara lisan; rekaman atau siaran langsung berisi perkataan;
permainan teater berisi perkataan; dan penyuaraan sastra, puisi, pidato, iklan, berita,
dan kontel verbal lainnya.
171

Kesepakatan penglihatan dapat digolongkan dalam kesepakatan penglihatan


“sebelum permainan” dan kesepakatan penglihatan “selama permainan”. Kesepakatan
penglihatan “sebelum permainan” cukup dilihat atau dibaca sekali atau beberapa kali
untuk menangkap dan menghafal kesepakatannya, misalnya: teks dengan kesepakatan
musikal atau ibarat, gambar, foto, patung, bangunan, beberapa grafik dan notasi, dll.
Wujudnya berupa benda atau gambar tetap yang dapat dilihat oleh semua peserta
secara serentak ataupun melalui kertas atau benda untuk masing-masing peserta, baik
yang sama ataupun berbeda-beda. Sebaliknya, wujud kesepakatan penglihatan
“selama permainan” mengandung terlalu banyak informasi dan/atau berubah secara
berkesinambungan ataupun sewaktu-waktu, sehingga mesti dilihat secara terus-
menerus supaya kesepakatannya tertangkap. Beberapa contoh termasuk: grafik dan
notasi, film bisu atau berbunyi, video langsung, siaran televisi, instalasi bergerak,
cahaya, tari, pantomim, konduktor visual, situasi atau pandangan dalam tempat
tertentu, atau kegiatan lain berdasarkan gerakan.

4.3.2.3.4.2.5.4.1 Teks
Tom Nunn (1998b, hlm. 57) menyatakan bahwa “…the possible sources of
text potentially useful as a basis for free improvisation are nearly limitless -
dictionaries, instructional manuals, advertisements, graffiti, traffic signs, and on and
on” (sumber teks yang dapat digunakan sebagai dasar untuk berimprovisasi bebas
nyaris tanpa batas - kamus, panduan berinstruksi, iklan, grafiti, rambu lalu lintas,
dll.). Selain itu, beliau menjelaskan bahwa “text could be in the form of a poem, a
described image, a story, a described sound, a written instruction(s), a text phrase, a
letter, fictitious language, etc…” (teks dapat berupa syair, deskripsi gambar, cerita,
deskripsi bunyi, instruksi tertulis, frasa, surat, bahasa buatan, dll…). Pauline Oliveros
(2013, hlm. v) menciptakan banyak karya yang menggunakan teks sebagai “…a way
to move from traditional note-bound composition to a freer area of music making that
is reliant on ways of listening and responding” (…jalan keluar dari komposisi
tradisional yang terkait dengan nada, menuju wilayah penciptaan musik lebih bebas
yang bergantung pada berbagai cara mendengarkan dan merespon). Algoritme
172

akustik ini, sebagaimana beliau menyebutkan karyanya, memungkingkan pemusik


dan non-pemusik berkreasi tanpa harus membaca not balok. Di sisi lan, Wilfrido
Terrazas (2021a, hlm. 81) membedakan antara “notasi peristiwa” (event score), yaitu
kesepakatan penglihatan “sebelum permainan” berupa instruksi, yang biasanya
dibacakan dari atas ke bawah; dan “notasi verbal dalam garis waktu”, yaitu
kesepakatan penglihatan “selama permainan” berupa tindakan-tindakan dalam waktu
tertentu, yang biasanya dibacakan dari kiri ke kanan serta memungkinkan adanya
instruksi yang berbeda untuk masing-masing pemain.

4.3.2.3.4.2.5.4.2 Grafik
Kesepakatan grafik atau partitur grafik dapat menggunakan notasi musikal
lama dan baru; berbagai rupa grafik data; peletakan unsur musikal dan non-musikal
pada sumbu x, y, dan z; dan/atau warna, huruf, simbol, angka, dan grafik abstrak.
Edward Neeman (2014, hlm. 107, 108) menjelaskan beberapa fungsi musikal dari
sebuah grafik, di antaranya: sebagai musik yang dimainkan hanya dalam imajinasi
pembaca; sebagai alat yang memperingati dan memandu pengimprovisasi dalam
permainan pelatihan improvisasi bersepakat atau karya komposisi-improvisasi;
sebagai sketsa dasar untuk menenetukan permainan yang lebih saksama, baik melalui
notasi tradisional ataupun melalui kesepakatan bersama dalam proses latihan; sebagai
media dan bukti untuk mendaftarkan hak cipta sebuah karya; sebagai alat untuk
menganalisis dan/atau melatih suatu karya atau rekaman; sebagai pemandu dalam
karya yang memadukan permainan alat musik secara langsung dengan putaran
rekaman elektroakustik.
Beberapa karya atau pelatihan dengan kesepakatan grafik menerangkan cara
menafsirkan atau membunyikan unsur visualnya, kadang-kadang dengan cara yang
amat terperinci sehingga keterangannya membutuhkan lebih banyak halaman
daripada grafiknya sendiri. Sebaliknya, ada karya dan pelatihan dengan kesepakatan
grafik yang sengaja menggunakan sedikit instruksi atau keterangan sehingga
pengimprovisasi dapat memainkannya dengan kemungkinan-kemungkinan yang
nyaris tidak terbatas. Akan tetapi, “composers who provide no instructions forfeit
173

control over any realization for which they are not present and thus risk
unsatisfactory performances” (komponis yang tidak memberikan instruksi
kehilangan kontrol terhadap pelaksanaan-pelaksanaan yang tidak dihadiri oleh
mereka, sehingga ada resiko terjadi pertunjukan yang tidak memuaskan) (Neeman,
2014, hlm. 107). Contoh paling terkenal karya grafik seperti ini adalah Treatise
(Risalah) (1967) oleh Cornelius Cardew, yang berisi 193 halaman notasi grafik tanpa
keterangan apapun. Menurut pengarangnya, permainan Treatise yang paling
memuaskan bagi beliau dilakukan oleh orang yang: “…(a) acquired a visual
education, (b) escaped a musical education and (c) have nevertheless become
musicians, ie play music to the full capacity of their beings” (…a) telah mendapatkan
pendidikan visual, b) telah menghindari pendidikan musikal, dan c) belum pernah
menjadi musisi, yaitu belum pernah bermain musik dengan kemampuannya penuh)
(Cardew, 1971, hlm. 5). Tom Nunn (1998b, hlm. 51,52,56) menjelaskan bahwa visual
abstrak tanpa keterangan dapat dimainkan dengan berbagai cara, baik sebagai
kesepakatan bersama oleh kelompok ataupun sebagai pilihan masing-masing pemain,
di antaranya: 1) Seperti membaca notasi tradisional, yaitu waktu berjalan dari kiri ke
kanan dalam sumbu x; dan unsur lain, seperti frekuensi, diletakkan pada sumbu y. 2)
Membaca bagian atau unsur tertentu lalu pindah ke yang lain. 3) Membacanya secara
bebas atau bagaikan labirin. 4) Membacanya menurut perasaan, ingatan, atau asosiasi
ekstra-musikal.

4.3.2.3.4.2.5.4.3 Konduktor Visual


Seorang konduktor visual, ataupun beberapa konduktor secara berbarengan
atau bergiliran; dapat menyampaikan kesepakatan untuk berimprovisasi
menggunakan gerakan biasa konduktor orkestra Barat, gerakan berdasarkan
perasaannya, tanda ragawi yang telah disepakati sebelumnya, ataupun perangsang
visual lain yang tidak tetap seperti kartu, gambar, cahaya, dll. Pada tahun 1974,
Walter Thompson menciptakan Soundpainting (Melukis dengan Bunyi); yaitu sebuah
bahasa tanda ragawi supaya seorang konduktor dapat berkreasi secara langsung
dengan memberikan istruksi untuk berimprovisasi kepada pemusik, pemain teater,
174

penari, dan pelaku seni rupa. Kini, bahasa Soundpainting mengandung lebih dari
1500 gerak isyarat dan telah dipelajari untuk tujuan pertunjukan dan pendidikan di
berbagai negara (Thompson, tanpa tahun). Sistem lain yang menggunakan tanda
gerak tubuh adalah Conduction oleh Butch Morris, yang telah mementaskannya lebih
dari 200 kali sejak pertunjukan pertama pada tahun 1985 (Aabo, 2015, hlm. 10).
Tentu saja, semakin sering gerak isyarat digunakan; semakin cepat dihafalkan,
peserta semakin fokus pada permainan musik, dan hasilnya semakin nikmat dan
berkualitas. Oleh karena itu, Morris membutuhkan latihan minimal lima kali sebelum
pertunjukan diadakan (Aabo, 2015, hlm. 48); sebab latihan meningkatkan
komunikasi, kepercayaan, dan kepahaman tanda-tanda. Interaksi yang bagus antara
konduktor dan pemain didirikan dengan latihan, pengetahuan oleh konduktor
mengenai pola permainan dan kemampuan masing-masing peserta, dan tatapan terus-
menerus oleh para peserta terhadap konduktor sehingga instruksinya dapat
terlaksanakan dengan serta-merta (Aabo, 2015, hlm. 49).
Di sisi lain, John Zorn terinspirasikan oleh permainan perang dan olah raga
dan menciptakan beberapa Game Pieces (Karya Permainan) (Aabo, 2015, hlm. 17);
termasuk Cobra (1984), yaitu permainan terkenal untuk kelompok pemusik
improvisasi dan juru pembisik (prompter). Dalam karya-permainan ini, juru pembisik
bukanlah konduktor, sebab tugasnya adalah mengambil dan memilih ide dari gerak
isyarat pemusik lalu menyampaikannya kepada yang lain melalui kartu berisi
lambang (Schyff, 2013, hlm. 4).

4.3.2.3.4.2.5.4.4 Film dan Video


Film bisu, video bersuara tanpa musik, dan video langsung dapat digunakan
sebagai kesepakatan untuk pelatihan improvisasi bersepakat. Selain itu, film bisu
biasanya digunakan untuk mementaskannya dengan musik improvisasi, dan
musiknya sebuah film bersuara dapat direkam menggunakan improvisasi. Walaupun
tidak terdapat perbedaan visual yang signifikan serta masih menggunakan banyak
strategi audiovisual yang sama; film bisu dan film bersuara dapat dianggap dua
sinema yang berbeda lantaran penyajiannya musik dan bunyi (Bellano, 2013, hlm.
175

48,71,72). Permainan dan improvisasi langsung oleh pemusik membedakan setiap


tayangan film bisu sehingga pertunjukannya merupakan sebuah tindakan produksi,
bukan reproduksi (Bellano, 2013, hlm. 72). Perbedaan lain adalah bahwa dalam film
bersuara, penonton niscaya mengharapkan mendengarkan bunyi dan suara lingkungan
yang ada dalam adegan, terutama suara tokoh-tokoh; sebaliknya, dalam film bisu,
penonton justru tidak mengharapkannya.
Berdasarkan teori oleh Sergio Miceli, Marcos Bellano (2013, hlm. 62, 63)
menjelaskan adanya tiga tingkat interaksi antara musik dan narasi film: 1) internal,
yaitu ketika musiknya dapat didengar oleh semua tokoh dalam adegan tertentu; 2)
eksternal, yaitu ketika musiknya hanya terdengar oleh penonton; dan 3) tengah, yaitu
ketika musiknya terdengar hanya oleh beberapa tokoh dalam adegan tertentu.
Sebenarnya, ilusi tingkat internal hanya dapat terjadi dalam film bersuara karena
rekaman peristiwa akustik dan/atau musikal yang tersinkronkan dengan gambar
menyatukannya secara kualitatif, temporal, dan mekanikal. Sebaliknya, dalam film
bisu tidak ada persatuan mekanikal karena biasanya hanya mempunyai trek visual;
sedangkan asosiasi kualitatif dan temporal digunakan secara lebih bebas sehingga
dapat terdengar bunyi-bunyi yang tidak ada dalam film dan/atau yang tidak
tersinkronkan dengan gambar. Di sisi lain, nilai eksternal dapat dibagikan dalam
musik kritis, yang menginterpretasikan, mengomentari, mengontras, membantah
harapan penonton, dan/atau menyarankan makna lain; dan musik non-kritis, yang
memperkuat konten ekspresif dan naratif yang ada dalam film (Bellano, 2013, hlm.
62-64). Selain itu, dalam film bisu, bagian musikal yang sama dapat menjembatani
dan menyatukan dua atau lebih sekuens visual yang mempunyai berbeda-beda fungsi
serta berjarak cukup jauh dalam waktu. Sebaliknya dari fungsi pelanjutan dalam film
berbunyi, yang
…has always an explainable narrative purpose and it can use the
diegetic/nondiegetic dialectic…the silent film ›bridge‹ function is not related
to the narrative. It can sometimes have an impact on the narration, thus
creating a continuity function, but this is a side effect (…selalu mempunyai
tujuan naratif yang dapat dijelaskan serta dapat menggunakan dialektika
176

diegetik/non-diegetik24…fungsi jembatan dalam film bisu tidak terhubungkan


dengan naratif. Sekali-kali dapat memengaruhi narasi sehingga menghasilkan
fungsi pelanjutan, namun itu hanyalah efek samping) (Bellano, 2013, hlm.
61).

Ketika bermain dengan film ataupun kesepakatan tetap lainnya, seorang


pengimprovisasi harus mampu menyolusikan dengan baik berbagai masalah pada saat
permainan berlangsung sebab, sebagaimana dijelaskan oleh Yati Durant (2016, hlm.
4), “…the film stops for no one” (…film tidak akan berhenti untuk siapa pun). Beliau
mengusulkan lima metode untuk berlatih sebelum mementaskan musik improvisasi
dengan film, ialah: 1) menonton filmnya (perkenalan) – berimprovisasi – berbicara
tentang hasilnya (analisis); 2) menonton filmnya – mempersiapkan bahan pembantu
(seperti lembar petunjuk atau notasi grafik) – mengobrol tentang cara menerapkannya
– berimprovisasi – berbicara tentang hasilnya; 3) berimprovisasi sambil menonton –
berbicara tentang hasilnya; 4) menonton filmnya – berimprovisasi langsung pada saat
pertunjukan; 5) berimprovisasi sambil menonton untuk pertama kali pada saat
pertunjukan (Durant, 2016, hlm. 14).
Teknik lembar petunjuk (cue sheet) sering digunakan oleh pemain piano,
organ, ensambel kecil, dan orkestra pada zaman film bisu, yaitu antara 1895 dan 1929
(Sauer, 2013, hlm. 55, 56; Mathiesen, 1991, hlm. 84). Baik yang mereka bikin sendiri
ataupun yang dikeluarkan oleh produser film; lembar petunjuk ini berisi notasi
berbagai melodi atau nama lagu, serta waktu penggunaanya dalam adegan tertentu
(Sauer, 2013, hlm. 56-57). Pada zaman tersebut, hanyalah beberapa pemain organ,
piano, dan ensamble kecil yang berbakat yang mampu mengimprovisasi musiknya
dari imajinasinya sendiri (Mathiesen, 1991, hlm. 104; Sauer, 2013, hlm. 58). Oleh
karena itu, kebanyakan musisi mengulangi, mengombinasikan, dan memvariasikan
sejumlah lagu dan formula melodi; baik yang disarankan dalam lembar petunjuk
(seringkali sambil membacakannya untuk pertama kali) maupun repertoar lain yang

24
Istilah diegetik berasal dari bahasa Yunani kuno yang berarti narasi. Marcos Bellano (2013, hlm. 62)
mengartikannya sebagai ”…the relationship that exists between the music and the narrative world of
the film…” (…hubungan yang terdapat antara musik dan dunia naratif film…). Maka dari itu, diegetik
adalah bunyi dalam tingkat internal dan non-diegetik adalah bunyi dalam tingkat eksternal.
177

mereka sudah hafal (Sauer, 2013, hlm. 58; Bellano, 2013, hlm. 53). Kebutuhan akan
bahan untuk mengiringi banyak film25 dalam waktu yang singkat menyebabkan
munculnya genre musik photoplay. Ciri musik ini adalah sebuah melodi atau karya
pendek yang dapat diaransemen ulang dan divariasikan untuk penggunaanya dalam
adegan dengan tema, suasana, atau karakter tertentu dalam film apapun, misalnya:
balap, perang, cinta, komedi, pesta, dll. (Sauer, 2013, hlm. 58-60).

4.3.2.3.4.3 Kegiatan Tambahan


Selain kegiatan pokok memainkan improvisasi bebas dan bersepakat, ada
berbagai kegiatan yang dapat menambahkan wawasan dan pengalaman peserta;
namun pelaksanaannya tergantung pada persediaan waktu dalam kelas/kursus. Selain
pelatihan pendengaran, meditasi, dan penyeteman yang telah dibahas; kegiatan
tambahan dapat berupa karya komposisi-improvisasi, pelatihan improvisasi idiomatis,
rekaman, analisis, mendengarkan musik, praktik teknik alat musik, serta kegiatan
non-musikal lainnya. Kegiatan-kegiatan ini lebih sering diadakan dalam kelas
reguler; sedangkan dalam kursus hanya sekali-kali jika dianggap penting demi tujuan
tertentu. Jika waktu kursus singkat, kegiatan tambahan dapat dilakukan di luar jadwal
oleh masing-masing peserta atau berkelompok.

4.3.2.3.4.3.1 Karya Komposisi-Improvisasi


Menurut Tom Nunn (1998b, hlm. 33), rancangan rumit dapat diterapkan
dengan baik jika waktu dalam kelas/kursus cukup banyak, sebab pelaksanaanya
membutuhkan latihan perorangan dan perkelompok. Beliau menjelaskan pula bahwa
tantangan bagi pengimprovisasi adalah bagaimana memainkan rancangan begitu
menarik sehingga “binatang liar” yang dikandangkan tetap berperilaku seperti di alam
bebas. Jika tujuan kelompok adalah memainkan karya komposisi-improvisasi
tertentu, maka yang terbaik adalah mengadakan kursus atau latihan khusus yang
difokuskan untuk itu.

25
Antara 1912 dan 1929, AS memproduksi sebanyak 10, 919 film bisu utama (silent feature film);
namun hanya 25% terselamatkan (Pierce, 2013, hlm. 21).
178

4.3.2.3.4.3.2 Pelatihan Improvisasi Idiomatis


Pengetahuan teoretis tentang berbagai jenis musik, kemampuan untuk
mengidentifikasi unsurnya secara aural, dan kemampuan untuk memainkan dalam
estetikanya, walaupun hanya dalam tingkat dasar; akan menambahkan wawasan dan
intuisi serta memungkingkan berinteraksi dengan gaya itu sendiri dalam permainan
improvisasi bebas. Jenis musik yang menggunakan improvisasi idiomatis sangat
banyak, dan menguasai salah satu genre atau gaya membutuhkan pembelajaran yang
cukup lama dan tekun. Blues 12 birama, pola catrik dalam karawitan Sunda, bagian
montuno dalam musik salsa, ataupun formula improvisasi idiomatis lainnya dapat
diterapkan dalam kelas/kursus; namun, supaya tidak kehilangan fokus pada
improvisasi bebas, hanya sebagai sepintas saja. Selain itu, unsur tertentu dari masing-
masing jenis improvisasi idiomatis dapat dijadikan bahan dasar pelatihan improvisasi
bersepakat; sehingga konsepnya dipelajari dan digunakan, namun tidak wajib
menirukan semua unsur di dalamnya. Sebagai contoh: konsep perpindahan
irama/wilet dalam karawitan, ritme dan bunyi yang sambung-menyambung
(interlocking) dalam permainan vokal suku Inuit, atau permainan solo dengan iringan
dengung kuin (drone) dalam musik klasik India Utara dapat dijadikan dasar untuk
pelatihan improvisasi bersepakat.

4.3.2.3.4.3.3 Rekaman
4.3.2.3.4.3.3.1 Rekaman dalam Kelas/Kursus
Merekam sebagian atau semua kegiatan dalam kelas/kursus, terutama
permainan; dapat dimanfaatkan sebagai dokumentasi untuk dikenang, sebagai bahan
analisis dan pelajaran, dan sebagai tonggak sejarah yang dapat dijual atau
disebarluaskan sehingga menghasilkan keuntungan ekonomi berupa uang dan
jaringan kerja (Nunn, 1998b, hlm. 29, 30). Sadar akan rekaman yang berlangsung,
beberapa pemain mungkin berubah kualitas permainannya; baik yang
meningkatkannya karena menganggap rekaman sebagai tantangan ataupun yang
179

menguranginya karena menderita rasa malu dan/atau gugup. Akan tetapi, persoalan
ini dapat diatasi dengan kebiasaan merekam.
Mendokumentasikan semua kegiatan dalam kelas/kursus membutuhkan
kapasitas penyimpanan data digital yang cukup besar serta waktu untuk
menklasifikasikannya, mengeditnya, dan membagikannya ke semua peserta. Oleh
karena itu, sebaiknya setiap rekaman disetel dengan format, laju sampel, dan
kedalaman bit sesuai tujuannya; dilaksanakan dengan kualitas terbaik sehingga
pengeditannya tidak memakan waktu yang berlebihan; dan disimpan dengan nama
dan tanggal dalam folder yang sudah diklasifikasi terlebih dahulu.

4.3.2.3.4.3.3.2 Berbagai Situasi dan Pendekatan untuk Merekam


Rekaman improvisasi bebas dan bersepakat dapat dilaksanakan di ruang
kelas/kursus, di studio profesional, sambil bermain dalam pertunjukan, atau dalam
siaran program radio dan televisi. Dalam kelas/kursus ataupun studio, para pemain
tidak mendapatkan respon dan energi dari penonton, maka Cornelius Cardiew (1971,
hlm. 5) menyatakan bahwa “…if there is hope for a recording it must be a recording
of a public performance” (jika ada harapan untuk rekaman, harus dalam pertunjukan
publik). Dalam siaran radio, penonton memang ada dan mendengar; namun
responnya tidak dapat dilihat, didengar, atau dirasakan oleh pemain (Hovancsek
dalam Nunn, 1998b, hlm. 74).
Di sisi lain, Tom Nunn (1998b, hlm. 30) mengusulkan dua pendekatan ketika
hendak merekam sebuah album improvisasi bebas dan/atau bersepakat: berlatih untuk
satu sesi rekaman khusus atau merekam berbagai latihan dan pertunjukan lalu
memilih yang terbaik. Selain itu, Mike Hovancsek (dalam Nunn, 1998b, hlm. 67)
menjelaskan bahwa rekaman bertahap (multi-trek) melalui “kolaborasi posel”
merupakan pengalaman yang jauh berbeda daripada rekaman langsung sebab pemain
pertama harus merekam sebuah solo sambil memikirkan ruang untuk diisi oleh
pemain lain: “you're not interacting with the other person, you're interacting with
the concept that another person is going to be there later” (Anda tidak berinteraksi
180

dengan orang lain, Anda berinteraksi dengan konsep bahwa orang lain kelak berada
di situ).

4.3.2.3.4.3.3.3 Penggunaan Mik dalam Improvisasi Bebas


Oleh karena improvisasi bebas dapat menghasilkan bunyi yang sangat pelan
maupun yang sangat keras dalam permainan yang sama; insinyur audio Roberto de
Elías (komunikasi pribadi, 2022) menyarankan penggunaan mik dengan kepekaan
tinggi dan tingkat kebisingan rendah, baik kondensor maupun dinamik. Jika mampu
bergerak, para pemain hendaklah menjauhi mik pada saat permainannya keras dan
mendekatinya pada saat permainannya pelan; namun tetap dalam rentang jarak yang
aman sehingga perbedaan fase, yang disebabkan oleh perbedaan jarak dan sudut
antara suatu sumber bunyi dengan masing-masing mik, tidak menghasilkan
perubahan warna suara yang signifikan. Untuk menghindari saturasi, beliau
menyarankan mengatur tombol pemasukan energi (gain) setiap mik berdasarkan
permainan paling keras dari jarak terdekat dalam rentang jarak yang aman.
Di sisi lain, mik kondensor cenderung menonjol alat musik perkusi, bunyi
yang keras, serta nada yang sangat tinggi. Oleh karena itu, alat musik yang
menghasilkan bunyi tersebut harus diletakkan lebih jauh daripada yang lain sehingga
ketidakseimbangan volume dan saturasi dihindari. Sebaliknya, alat musik yang halus
atau yang dimainkan secara halus perlu didekatkan ke mik. Oleh karena kepekaan
mik kondensor, pemusik hendak berhati-hati supaya tidak menghasilkan bunyi yang
tidak diinginkan seperti bunyi pada saat duduk, berdiri, dan melangkah; bunyi
mengambil dan melepaskan alat musik; dan bunyi tubuh seperti pernafasan, bersin,
batuk, maupun kentut. Penangkapan bunyi tersebut dapat dikurangi dengan
mengontrol diri serta tidak mengarahkannya terhadap mik; ataupun dengan cara lain
seperti tidak menggunakan alas kaki, menggunakan kain atau bantal dibawa alat
musik, atau menggunakan saputangan. Solusi lain adalah mengatur bunyi tersebut
secara kreatif sehingga dijadikan bagian dari musik. Selain itu, pemusik harus sadar
bahwa mik kondensor mampu menangkap suara lingkungan dan akustik ruangan; dua
181

unsur yang menjadi bagian penting dalam improvisasi bebas, apalagi jika pemain
berinteraksi dengannya.

4.3.2.3.4.3.3.4 Teknik Stereo dan Multi-Mik


Rekaman permainan improvisasi bebas dan bersepakat memerlukan susunan
alat musik serta teknik penempatan dan penggunaan mik yang dapat meningkatkan
kualitas audio. Salah satu cara untuk menghasilkan rekaman yang berkualitas,
menyeluruh, serta tidak membutuhkan banyak waktu untuk mempersiapkan dan
mengeditnya adalah menempatkan semua alat musik dan pemain di depan dua mik
kondensor yang dipasang dengan salah satu teknik stereo, misalnya: teknik x-y, yang
seringkali digunakan oleh beberapa jenis perekam lapangan. Melalui teknik stereo,
para pemain dapat meningkatkan kemenarikan hasil improvisasi dengan tiga cara: 1)
Meletakkan alat musik dengan keseimbangan warna suara, volume, dan peran
permainan antara kiri dan kanan. 2) Berpindah-pindah posisi pemain selama rekaman
berlangsung atau dalam berbeda-beda “karya”. 3) Alat musik dibunyikan sambil
berjalan, baik mendekati dan menjauhkan mik ataupun berjalan ke arah kiri dan
kanan.
Di sisi lain, walaupun membutuhkan waktu lebih lama untuk mempersiapkan
dan mengedit rekaman; meletakkan satu atau beberapa mik, baik kondensor maupun
dinamik, pada setiap alat musik memungkingkan permainan yang menarik dalam
pengeditan, misalnya penggunaan efek dan pengaturan volume khusus untuk masing-
masing mik. Untuk mendapatkan hasil terbaik, mik perlu diarahkan ke sumber bunyi
sekaligus menghidari bunyi yang lain. Selain itu, penggunaan fon telinga, pembatas
akustik, dan/atau ruang terpisah niscaya akan meningkatkan kualitas rekaman; namun
dapat juga memengaruhi rasa persatuan dan kualitas permainan, terutama jika
monitornya kurang jelas dan seimbang.

4.3.2.3.4.3.4 Analisis
Walaupun dapat mengurangi waktu untuk bermain; berdiskusi dalam latihan,
kelas, atau kursus sangat penting karena menguatkan ikatan batin kelompok serta
182

melatihkannya untuk berinteraksi (Nunn, 1998b, hlm. 24). Proses pembelajaran,


organisasi kelompok, dan kehidupan sehari-hari dapat dibicarakan secara terbuka
pada awal atau akhir pertemuan, ataupun dalam sesi khusus; sedangkan pembicaraan
tentang ide atau kesepakatan untuk bermain, unsur musikal dan teknis, dan analisis
terhadap permainan dapat dilakukan dalam jeda permainan.

4.3.2.3.4.3.4.1 Berbagai Cara untuk Menganalisis Permainan


Analisis terhadap improvisasi dapat dilakukan secara langsung melalui
pembicaraan berdasarkan ingatan dan perasaan peserta; pembicaraan setelah atau
sambil mendengarkan rekaman bersama-sama; catatan harian atau renungan tertulis
perorangan berdasarkan ingatan dan perasaan; ataupun analisis berdasarkan notasi
setelah mendengarkan rekaman berkali-kali. Menurut Camila Arana (2019, hlm. 58);
menulis perasaan dan pengamatan kita tentang musik, seni, dan diri sendiri dalam
catatan harian merupakan alat pembelajaran penting karena dapat mencerminan serta
memperjelas pengalaman dan proses masing-masing.
Cara lain, yang lebih mengutamakan pikiran kreatif dalam alam bawah sadar
daripada pikiran pemecahan masalah dalam alam sadar; adalah mendengarkan
rekaman bersama-sama tanpa membicarakan apapun tentangnya. Dengan demikian,
kata-kata tidak memenjarahkan persepsi pemain (Neeman, 2014, hlm. 67). Menurut
John Silber (dalam Neeman, 2014, hlm. 67), metode ini memungkinkan peserta “
…assess the situation in a few days, months, or years, for revelation is not always
fast” (…menilai situasi dalam beberapa hari, bulan, atau tahun; sebab pencerahan
tidak selalu cepat). Selain itu, analisis terhadap rekaman kelompok dan pemain lain
dapat menginspirasikan, membantu mengasimilasi teknik yang digunakan, dan
membantu memahami sejarah improvisasi bebas (Svirsky dalam Neeman, 2014, hlm.
58).

4.3.2.3.4.3.4.2 Kritik Akademik dan Jurnalistik


Di luar kelas/kursus ataupun pembelajaran pribadi, analisis dan kritik terhadap
permainan improvisasi bebas dan bersepakat dapat ditemukan dalam tulisan atau
183

pembicaraan akademik dan jurnalistik. Dalam bidang akademik, menonjol jurnal


Critical Studies in Improvisation (Kajian Kritis tentang Improvisasi) yang dikelola
oleh International Institute for Critical Studies in Improvisation (Institut
Internasional untuk Kajian Kritis tentang Improvisasi). Dalam bidang jurnalistik,
terdapat beberapa majalah seperti The Improvisor (Pengimprovisasi), The Voice of
New Music (Suara Music Baru), Freeway (Jalan Bebas) (Nunn, 1998b, hlm. 14-19),
dan Cadence (Kadensa) di Amerika Serikat; Musics (Musik-musik), Avant (Depan),
Resonance (Resonansi), Rubberneck (Tenggorokan Karet), dan The Wire (Kabel) di
Inggris Raya; Coda (Penutup) di Kanada, Gränslöst (Tanpa Batas) di Swedia, dan
majalah daring Point of Departure (Titik Keberangkatan) (Stubley, 2022). Tom Nunn
(1998b, hlm. 14) mencontohkan beberapa aspek yang dapat dicantumkan dalam kritik
jurnalistik terhadap rekaman atau pertunjukan, ialah: konteks sosial dan sejarah,
kualitas permainan, interaksi, pemain, komposisi, teknik, kekhasan, gaya, parodi, alat
musik, instrumentasi, bentuk, kualitas rekaman, dan perbandingan dengan permainan
lain.

4.3.2.3.4.3.4.3 Analisis Kritis vs Analisis Non-Kritis


Stephen Nachmanovitch (2004, hlm. 191,192, 226, 242) membedakan antara
penilaian konstruktif, yang membina selama proses kreatif berlangsung; dan penilaian
penghalang, yang memecah belah proses kreatif dengan keraguannya, bahkan dapat
menghentikannya. Bagi beliau, dalam permainan bebas kita perlu menghilang diri
tetapi, di sisi lain, perlu juga menguasai teknik. Peran penginspirasi (muse) dan
editor, atau alam bawah sadar dan alam sadar; bagaikan mitra yang tersinkronkan
dengan keseimbangan sempurna. “El juego libre debe atemperarse con el juicio, y el
juicio debe atemperarse con la libertad de jugar…Con muy poco juicio, producimos
cosas inservibles. Con demasiado juicio nos bloqueamos” (Permainan bebas perlu
diselaraskan dengan akal pikiran dan akal pikiran perlu diselaraskan dengan
kebebasan untuk bermain…Jika akal pikiran terlalu sedikit, kita menciptakan hal
yang tidak bermanfaat. Jika akal pikiran terlalu banyak, kita berhalangan)
(Nachanovitch, 2004, hlm. 242).
184

Penilaian keras terhadap musik lunak dan interpretatif, seperti improvisasi


bebas, “…are destructive to our proper business, which is curiosity and awareness”
(…adalah perusak bagi bisnis kita sendiri, yaitu kesadaran dan rasa ingin tahu) (Cage
dalam Freer, 2010, hlm. 30); maka pembimbing dan peserta hendak berhati-hati
ketika menganalisis dan berdiskusi, terutama dengan anak-anak, pemula, dan pemalu.
Diskusi dalam kelas perlu diadakan dengan sopan santun dan hormat supaya
memupuhkan komunikasi efektif dan menghindari ketegangan dalam pertemuan
(Arana, 2019, hlm. 58). Peserta akan senantiasa merespon dengan semangat jika telah
merasakan bahwa permainan ini dapat menerima segalanya, tidak membahayakan,
dan memperbolehkan mereka menjadi diri sendiri (Kaul dalam Alfonso, 2014, hlm.
66; Neeman, 2014, hlm. 72, 73). Sebaliknya, bagi pemain dengan tujuan profesional,
analisis yang tajam dapat menghasilkan banyak manfaat.

4.3.2.3.4.3.4.4 Berbagai Manfaat Analisis


Menonton langsung pertunjukan improvisasi bebas merupakan pengalaman
sejenak yang penuh misteri serta mempunyai kekuatan untuk mengharukan perasaan;
namun penonton biasanya hanya dapat menangkap sebagian dari isi musiknya.
Sebaliknya, “listening to recordings repeatedly creates over time a familiarity that
can lead to a more specific understanding of that performance, the particular
improvisers, and free improvisation itself” (mendengarkan sebuah rekaman berulang-
ulang kelak menciptakan keakraban yang dapat membuka pengertian yang lebih
spesifik tentang pertunjukan tertentu, tentang pemain-pemainnya, dan tentang
improvisasi bebas itu sendiri) (Nunn, 1998a, hlm. 8). Selain itu, mendengarkannya
bersama-sama “…makes the listening experience communal and allows ideas to be
discussed and disputed, and common goals to be articulated” (…mewujudkan
pengalaman pendengaran komunal serta memungkinkan diskusi, keputusan ide, dan
penetapan tujuan bersama) (Neeman, 2014, hlm. 58).
Melalui pandangan penonton pada saat mendengarkan rekamannya sendiri,
para pemain dapat mengapresiasi bunyi kelompok dan musik secara lebih
menyeluruh dan saksama; sehingga aspek-aspek halus serta peran, hubungan, dan
185

kecenderungan masing-masing pemain dan kelompok tertampak (Nunn, 1998b, hlm.


8, 24; Neeman, 2014, hlm. 57). Sering menilai dan menganalisis permainan sendiri
membantu memahami unsur dan proses yang terjadi dalam improvisasi, termasuk:
interaksi, transisi, bentuk, pengaruh, teknik, rasa, energi, estetik, dll. Dengan
demikian, para pemain menyadarkan diri tentang kekurangan dan kelebihannya
menurut kriteria sendiri serta menambahkan referensi tentang apa yang semestinya
dimainkan pada saat improvisasi sedang berlangsung. Berdasarkan analisis mendalam
ini, mereka bisa berubah metode pembelajarannya dan memisahkan aspek khusus
yang perlu dikembangkan (Arnaud, 2014, hlm. 34; Neeman, 2014, hlm. 73) sehingga
dapat “…affect future results in a never-ending loop of collective self-reflection”
(…memengaruhi hasil berikutnya melalui siklus langgeng perenungan kolektif)
(Bertolani, 2019, hlm. 3). Walaupun demikian, hasil analisis oleh kelompok dapat
dipengaruhi oleh sudut pandang pemain sebagai pelaku di dalam proses kreatif.
Penilaian estetik oleh orang luar mungkin lebih objektif; namun, jika mereka tidak
hadir pada waktu rekaman berlangsung, mereka tidak dapat menimbangkan keadaan
dan tujuan permainan (Neeman, 2014, hlm. 74).

4.3.2.3.4.3.4.5 Alat untuk Analisis


Tom Nunn (1998b, hlm. 2) menjelaskan bahwa “critical listening implies a
knowledge of 'ground rules', so to speak; a foundation for musical meaning”
(pendengaran kritis membutuhkan landasan bagi makna musikal atau, boleh
dikatakan, pengetahuan tentang “aturan dasar”. Menurut David Borgo dan Joseph
Goguen (2004, hlm. 1,5), improvisasi bebas sulit dianalisis sebab belum ada kosakata
maupun metode analitis yang mampu mendeskripsikan kerumitan musik ini.
Walaupun demikian, “nonlinear systems dynamics provides a vocabulary that is
appropriate in many ways, but for it to be more than a metaphor requires
constructing models” (sistem dinamis non-linear menyediakan kosakata yang cocok
dalam banyak hal, namun supaya tidak dijadikan sebagai ibarat saja diperlukan
membangun model-model) (Borgo dan Goguen, 2004, hlm. 5). Transkripsi, walaupun
tidak akan mampu merepresentasikan dengan tepat permainan improvisasi yang
186

mengandung aneka ragam unsur halus dan kompleks seperti mikroton, warna suara,
ritme, dinamika, dan artikulasi; dapat bermanfaat untuk memahami gaya, hubungan,
penyaluran energi, bentuk, dan koherensi (Nunn, 1998a, hlm 7,8). Di sisi lain, Albert
Kaul (dalam Alfonso, 2014, hlm. 66) menjelaskan bahwa ketika menerapkan
improvisasi dengan anak-anak, pembahasan dapat menggunakan istilah ekstramusikal
untuk mendeskripsikan impuls dan efek sehingga mereka mempelajari bahwa musik
selalu memberikan impresi konkret ataupun abstrak yang mungkin berbeda-beda
tergantung orang.

4.3.2.3.4.3.4.6 Kriteria untuk Analisis


Berkah dari teknologi rekaman; improvisasi bebas dan bersepakat dapat
dianalisis bagaikan musik tertulis karena masih menggunakan unsur musikal yang
sama. Kriteria untuk menganalisisnya terdiri dari berbagai aspek yang “…represent
aesthetic values generally accepted across genres and cultures” (…mewakili nilai
estetik yang pada umumnya berlaku di berbagai budaya dan jenis musik) (Neeman,
2014, hlm. 73), misalnya: keseimbangan, persatuan, dan kontras dalam bentuk;
pengaliran dan keberlanjutan; persatuan dan sinergi dalam permainan; keindahan
hakiki dan emosional; ketertarikan dan keanekaragaman sumber estetik; dan
kemampuan untuk menimbulkan tafsiran yang berlimpah-limpah (Sivan dalam
Neeman, 2014, hlm. 73; Nachmanovitch, 2004, hlm. 243-246; Borgo, 2001/2002,
hlm. 10). Akan tetapi, oleh karena “o objetivo da livre improvisação é gerar
processos criativos e não obras acabadas…” (tujuan improvisasi bebas bukanlah
menghasilkan karya yang sudah jadi tetapi menimbulkan proses kreatif) (Moraes,
2015, hlm. 120); penilaian terhadap kriteria tersebut ataupun penggunaan kriteria lain
harus berbeda dengan analisis komposisi.

4.3.2.3.4.3.5 Teknik Alat Musik


4.3.2.3.4.3.5.1 Konsep Teknik Alat Musik dalam Improvisasi Bebas
Teknik adalah perantara antara niat kreatif dan hasil; maka Fernando Savater
(dalam Remond, 2011, hlm. 20) merenungkan bahwa teknik membentuk “…le
187

rapport polémique et spécifiquement humain entre la liberté et le destin…”


(…hubungan polemik serta khusus bagi manusia antara kebebasan dan takdir). Dalam
kata lain: kita dapat memilih, namun pilihan kita mustahil terjadi jika kita belum
mendapatkan teknik untuk mewujudkannya. “Para hacer cualquier cosa
artísticamente es necesario adquirir una técnica, pero se crea a través de la técnica y
no con ella” (Untuk melakukan sesuatu dengan seni kita perlu memperoleh teknik
tertentu, namun penciptaan terjadi melalui teknik, bukan dengan teknik)
(Nachmanovitch, 2004, hlm. 35). Dalam konteks improvisasi bebas, teknik alat musik
bukan media untuk memainkan musik dengan “benar”; tetapi alat yang membantu
pemain untuk melepaskan atau menghilang diri, dan untuk menciptkan musik yang
mereka inginkan (Barret dalam Nunn, 1998b, hlm. 71; Schroeder, 2019, hlm. 7;
Nachmanovitch, 2004, hlm. 242). Semakin banyak teknik yang dikembangkan,
seorang pemain menjadi semakin serbaguna karena telah memperoleh banyak
kemungkinan untuk dikerjakan (Barret dalam Nunn, 1998b, hlm. 71; Nunn, 1998b,
hlm. 72). Oleh karena itu, bisa dinyatakan bahwa teknik yang mahir dalam
improvisasi bebas mengandung penyadaran akan semua kemungkinan bunyi dalam
alat musik tertentu serta kemampuan untuk menghasilkannya ketika dibutuhkan.
Tentu saja, teknik mahir memerlukan juga pemahaman dalam penggunaan alat musik
dan peralatan elektrik, elektroakustik, dan ber-teknologi lainnya yang dapat
digunakan beserta atau terpisah dengan alat musik akustik; di antaranya: pengeras
suara, mik, pickup, efek, komputer, dan lain- lain (Nunn, 1998b, hlm. 23).

4.3.2.3.4.3.5.2 Aneka Cara untuk Mencapai Kemahiran Teknik


Oleh karena dalam improvisasi bebas tidak ada latihan atau gladi yang
sebenarnya, “training is substituted for rehearsal…” (pelatihan menggatikan gladi)
(Cardew, 1971, hlm. 2). Praktik teknik alat musik sebaiknya dilakukan perorangan,
baik secara otodidak ataupun dengan bimbingan seorang guru; namun jika perlu
dilaksanakan bersama-sama dalam kelas, kursus, atau latihan, sebaiknya dihubungkan
dengan pelatihan improvisasi bersepakat demi tujuan kreatif atau pedagogis tertentu.
Sambil mempelajari teknik yang memungkinkan menghasilkan bunyi “terbaik” dalam
188

estetik tertentu serta tidak menyebabkan ketegangan yang kelak dapat menyakiti
anggota badan; pemula improvisasi bebas perlu mengeksplorasikan pula berbagai
teknik dan bunyi tanpa adanya rasa takut mengembangkan kebiasaan atau teknik
“yang salah”. Dalam pandangan serupa, Remy Álvarez (dalam Milán, 2021)
menyarankan bahwa pemusik muda hendak “…empiecen jugando con el instrumento,
improvisando, haciendo música; y paralelamente estudiando y perfeccionando la
técnica…y que le dediquen mucho tiempo al instrumento, a improvisar…porque si no
te quedas muy limitado en una parte del instrumento” (memulai bermain dengan alat
musik, berimprovisasi, dan menciptakan musik sembari mempelajari dan
menyempurnakan teknik…dan hendak mendedikasikan banyak waktu untuk alat
musiknya dan untuk berimprovisasi…sebab jika tidak demikian, Anda sangat terbatas
dalam sisi tertentu alat musik).
Sebagai contoh dari “melatih teknik sambil bermain”, Jerry Coker (1980, hlm.
6) menjelaskan bahwa pembelajaran tangga nada baru dapat dilakukan melalui empat
tahapan:
1) the simple rendering of the scale in all keys; 2) the practice of specific
patterns that are based on the scale; 3) the practice of improvising in a very
angular fashion…4) the practice of improvising in a purely melodic fashion…
(1) Memainkan tangga nada secara sederhana dalam semua kunci; 2) melatih
pola-pola khusus berdasarkan tangga nada itu; 3) melatih berimprovisasi
dengan cara meloncat-loncat…; 4) melatih berimprovisasi dengan cara
melodis murni….).

Beliau juga menyebutkan bahwa pada tahapan keempat, seharusnya pola melodis
sudah dapat didengar dalam otak sebelum dimainkan; yakni pemain tidak
bereksplorasi lagi karena sudah mencapai tingkat audiasi. Namun sebetulnya,
kemampuan audiasi biasanya baru mulai muncul setelah berpengalaman dengan
musik dalam waktu yang culup panjang.
Gary McPherson (1993/1994, hlm. 18,19) membuktikan bahwa kaitan antara
kecakapan memainkan musik dalam gaya dan teknik tertentu dan kemampuan
berimprovisasi akan menjadi semakin erat pada tingkat menengah ke atas. Selain itu,
beliau mengusulkan bahwa “it is possible that learning another instrument, mentally
189

rehearsing music, and participating in various forms of singing activities all act to
strengthen an ability to "think in sound" and thereby to improvise musically”
(mempelajari alat musik lain, melatih musik secara mental, dan mengikutsertakan diri
dalam berbagai jenis kegiatan bernyanyi kemungkinan dapat memperkuat
kemampuan untuk “memikirkan tentang bunyi” dan, sebagai akibatnya, untuk
berimprovisasi secara musikal) (McPherson, 1993/1994, hlm. 19). Selain itu,
seseorang dapat menggunakan tubuh dan suaranya sendiri, atau benda apapun sebagai
perkusi (Nunn, 1998b, hlm. 23), untuk melatih bermain improvisasi bebas kapan dan
di mana saja saja.
Aneka ragam praktik yang telah disebutkan di atas akan menyebabkan
keahlian yang, menurut Darrel DeVore (dalam Nunn, 1998b, hlm. 71), dibutuhkan
untuk mengembangkan alat musik lebih jauh serta untuk membebaskan dan
mengekspresikan diri dengannya. Walaupun demikian, praktik perlu dilakukan
dengan sadar dan santai sehingga kecanduan praktik dihindari. Contohnya, Gino
Robair senantiasa mengeksplorasikan ide hanya pada tingkat dasar dalam praktiknya;
sehingga masih tersisa ruang luas untuk eksplorasi pada saat pertunjukan (Nunn,
1998b, hlm. 24). Batas antara kurang dan cukup praktik dijelaskan oleh Stephen
Nachmanovitch (2004, hlm. 181) dengan bijaksana: “la adicción consume energías y
conduce a la esclavitud. La práctica genera energía y conduce a la libertad”
(kecanduan menghabiskan energi dan menyebabkan perbudakan. Praktik
menghasilkan energi dan menyebabkan kebebasan).

4.3.2.3.4.3.5.3 Teknik sebagai Alat untuk Mewujudkan Alam Bawah Sadar


Dalam berbagai tradisi di Indonesia, terutama dalam tari Sunda, Jawa, dan
Bali; terdapat konsep wiraga, wirama/wirahma, dan wirasa sebagai tiga unsur yang
dibutuhkan untuk menguasai seni. Secara umum; wiraga terkait dengan gerakan
tubuh, wirahma dengan irama atau ritme, dan wirasa dengan penjiwaan. Jika ketiga
konsep tersebut dialihkan dalam musik improvisasi bebas terdapat tiga tahapan yang
perlu dilalui untuk menjadi pemain ahli. 1) Menguasai teknik alat musik dalam
pengertian yang telah dijelaskan dalam paragraf sebelumnya. 2) Pengetahuan teoretis
190

tentang unsur-unsur musik, kemampuan untuk mengidentifikasikannya dalam


pendengaran, dan kemampuan untuk memainkannya dengan alat musik dan suara.
Dalam sub-spektrum improvisasi bersepakat dan spektrum interpretasi, wirahma
terkait bukan hanya dengan ritme tetapi dengan penghafalan dan penguasaan lagu,
repertoar, kerangka, kaidah-kaidah idiomatis, dan aturan dalam estetik atau karya
tertentu. 3) Berimprovisasi dengan rasa dan kesadaran penuh, yang hanya dapat
terjadi jika wiraga dan wirahma telah dikuasai.
Stephen Nachmanovitch (2004, hlm. 108,109, 214, 221, 222) menjelaskan
bahwa proses mengulang-ulang praktik teknik dengan kesadaran kelak terekam dalam
alam bawah sadar sehingga si pelaku tidak perlu memikirkan lagi langkah-langkah
untuk melakukannya. Lalu, pada saat berimprovisasi dengan badan, otak, dan jiwa
yang sedang menyelam dalam musik; materi dan teknik yang telah dimatangkan
dalam waktu lama kembali, bagaikan sulap atau keajaiban, dengan bentuk baru yang
telah diperkaya dengan inspirasi dari alam bawah sadar.

4.3.2.3.4.3.5.4 Praktik sebagai Permainan dan Ritual


Sebagaimana pemusik populer yang “…consiguen una técnica…en función de
sus necesidades expresivas…” (mendapatkan tekniknya…berdasarkan kebutuhan
ekspresinya) (Alfonso, 2009, hlm. 15); dalam improvisasi bebas, teknik muncul dari
permainan itu sendiri melalui praktik, eksperimentasi, dan percobaan terhadap
batasan dan daya tahan peralatan kita (Nachmanovitch, 2004, hlm. 64), yaitu tubuh
dan alat musik. Penerapan teknik dalam penciptaan orisinel secara langsung
memberikan kenikmatan dan semangat dalam pembelajaran (Lytle, 2019, hlm. 11);
sebab
cuando destruimos las categorías artificiales del ejercicio y la música real,
cada tono que tocamos es a la vez una exploración de la técnica y una
expresión total del espíritu… La práctica no es sólo necesaria para el arte; es
arte en sí misma (ketika kita memusnahkan kategori artifisial “pelatihan” dan
“musik nyata”, setiap nada yang kita memainkan merupakan eksplorasi teknik
sekaligus ekspresi total dari jiwa…Praktik bukan hanya syarat untuk seni,
tetapi ia adalah seni dalam sendirinya) (Nachmanovitch, 2004, hlm. 101).
191

Menurut Stephen Nachmanovitch (2004, hlm. 100, 101), praktik dalam pandangan
“Barat” bertujuan memperoleh kepiawaian demi ganjaran masa depan; sedangkan
dalam pandangan “Timur” bertujuan untuk menampakkan kepribadian diri yang
sebenarnya. Dalam pelatihan Zen, praktik dan kegiatan sehari-hari merupakan
kegiatan menyeluruh serta cukup dengan sendirinya, yang perlu dilaksanakan seraya
bersemadi. Untuk membantu memasuki keadaan semadi, Nachmanovitch (2004, hlm.
106, 109, 112) menganggap praktik sebagai permainan yang harus dilaksanakan
dengan kompromi total serta diperlakukan bagaikan ritual yang berawal dengan
persiapan, berlanjut dengan permohonan dan pelaksanaan, dan selesai dengan
berterima kasih. Dengan demikian, segala kegiatan keluar dari kebiasaan dan menjadi
istimewa, bahkan sakral.
Estos rituales y preparaciones funcionan para descargar y aclarar zonas
oscuras y dudas nerviosas, para invocar a nuestras musas en cualquier forma
que las concibamos, para abrir nuestras capacidades de intermediación y
concentración, y para estabilizar a nuestra persona frente a los desafíos que
la aguardan. (Ritual dan persiapan ini berguna untuk melepaskan dan
menerangkan wilayah gelap dan keraguan yang menggugupkan; untuk
memanggil ilham26 dengan rupanya apapun kita memahaminya; untuk
membuka kemampuan perantaraan dan pemusatan kita; dan untuk
menstabilkan diri kita terhadap tantangan yang akan dihadapi)
(Nachmanovitch, 2004, hlm. 113)

4.3.2.3.4.3.6 Mendengarkan Musik, Suara Lingkungan, dan Obrolan


Remi Álvarez (dalam Milán, 2021) menyarankan mendengarkan rekaman
unggul jaz bebas dan improvisasi bebas dengan sabar. Dengan demikian,
pengimprovisasi pemula mampu mengasimilasikan estetik musik ini dan memahami
sejarahnya. Selain itu, mendengarkan musik apapun dapat memberikan pelajaran
yang berharga; dan mendengarkan musik oleh pengimprovisasi lain dapat
mengembangkan seni improvisasi bebas karena “as players listen to one another's
music, ideas are shared, styles (or usages of style) are compared, and a comradeship
is established” (ketika pemain mendengarkan musik pemain lain, ide-ide terbagi,

26
Nachmanovitch menggunakan istilah musa (mousai), yaitu dewa-dewi yang menurunkan ilham
dalam agama Yunani kuno.
192

gaya - atau penggunaan gaya - terbandingkan, dan persaudaraan didirikan) (Nunn,


1998b, hlm. 23). Di sisi lain, mendengarkan suara lingkungan dalam situasi apapun
dapat melatih kita dalam kemampuan terpenting dalam improvisasi bebas, ialah:
selalu memusatkan perhatian pada bunyi yang terjadi dalam saat ini. Sering
mendengarkan suara lingkungan dapat menajamkan telinga sehingga kita menjadi
lebih peka terhadap bunyi terjauh dan terpelan serta peka terhadap keindahan dalam
bentuk apapun. Suatu pelatihan lagi adalah mengamati kata, intonasi, perasaan, niat,
dan ritme dalam obrolan orang lain.

4.3.2.3.4.3.7 Kegiatan Non-Musikal sebagai Praktik


Tom Nunn mengusulkan bahwa “since improvising incorporates both mental
and emotional states at the moment, a separation of life from art is hopelessly futile;
free improvisation expresses integration, not separation. So interactions of all kinds,
including life experiences, are "practice" to this extent” (oleh karena improvisasi
merangkum keadaan mental dan emosional dalam saat yang sedang berlangsung,
perpisahan hidup dengan seni tentu bersia-sia. Improvisasi bebas mengekspresikan
integrasi bukan perpisahan; maka berdasarkan ini, aneka ragam interaksi merupakan
praktik, termasuk pengalaman hidup). Di antara pelatihan “non-musikal” paling
berharga termasuk: bersamedi atau “berada dalam saat dan ruang ini” (Nunn, 1998b,
hlm. 23), baik sambil berkegiatan atau sebagai kegiatan khusus; menambahkan
wawasan tentang improvisasi, musik, dan topik apapun melalui bacaan dan obrolan;
dan mengamati berbagai pengalaman ragawi, intelektual, emosional, dan spiritual
dalam kehidupan. Beberapa musisi menganggap bahwa kegiatan non-musikal seperti
aikido, taichi, dan ilmu psikologi dapat membantu mereka untuk bermain improvisasi
bebas, bahkan termasuk bagian dari praktiknya sehari-hari (Nunn, 1998b, hlm. 23,
70). Selain itu, aneka kegiatan dan peristiwa dalam kehidupan kita dapat bermanfaat
bagi pengimprovisasi musik, misalnya untuk memanaskan fisik dan mental sebelum
bermain, untuk mengundurkan otot (Nunn, 1998b, hlm. 22, 23, 40), untuk menambah
wawasan dan pengalaman, untuk menguatkan daya tahan dan nafas, atau untuk
menerapkan akhlak dan sifat baik dalam kehidupan dan improvisasi bebas.
193

4.3.3 Teknik Integral Permainan Improvisasi Bebas


Sebagaimana telah dijelaskan dalam bagian pendahuluan, teknik integral
permainan improvisasi bebas terdiri dari segala kemampuan, pengetahuan,
pengalaman, serta sifat musikal dan ekstra-musikal yang dibutuhkan untuk
memainkannya dengan kualitas tinggi. Di antaranya:

Tabel 4.4
Beberapa Kemampuan, Pengetahuan, Pengalaman, dan/atau Sifat Penting dalam
Pembelajaran Teknik Integral Permainan Musik Improvisasi Bebas.
# Kemampuan/Pengetahuan/Pengalaman/Sifat Musikal/ Ekstra-Musikal
1 Pendengaran menyeluruh dan khusus M/E
2 Menghayati, menganalisis, dan merespon musik secara serentak M
3 Fokus dalam saat yang sedang berlangsung E
4 Teknik satu atau beberapa alat musik dalam berbagai gaya M
5 Mengutamakan kelompok dan keseluruhan musik M/E
6 Menyatukan rasa, intuisi, dan pikiran M/E
7 Pengetahuan teori dan praktek tentang unsur musik, bunyi, dan M
ilmu komposisi dalam berbagai gaya
8 Fleksibilitas dan kreativitas untuk memanfaatkan “kesalahan” M
9 Pemahaman tentang konsep, karakteristik, sejarah, falsafah, E
manfaat, proses, dan pembelajaran musik improvisasi bebas

Terkait dengan ini, Tom Nunn (1998b, hlm. 23) menyatakan bahwa “free improvising
involves many skills - technical, compositional, technological, relational, adaptive,
musical, etc. And in some ways, these skills can be practiced outside of the studio, in
the context of everyday experience” (berimprovisasi bebas membutuhkan banyak
kemampuan – teknik, komposisi, teknologi, hubungan, adaptif, musikal, dll. Dalam
beberapa situasi, kemampuan ini dapat dilatih di luar studio, dalam konteks
pengalaman sehari-hari). Sepanjang tesis ini, penulis telah menjelaskan beberapa cara
untuk memperoleh kemampuan tersebut; namun pada akhirnya, setiap pemain
menemukannya dengan cara masing-masing.
194

4.3.3.1 Renungan, Maksim, dan Saran dalam Literatur


Penulis menemukan dua tulisan yang mengandung berbagai saran, maksim,
dan renungan yang, walaupun tidak dikhususkan untuk improvisasi bebas, dapat
dimanfaatkan untuk memainkannya, ialah: karya Sound Pool (Gudang Bunyi) oleh
Frederick Rzewsky (1970) dan tulisan Cheap but Good Advice for Playing Music in a
Group (Nasehat Murah tetapi Bagus untuk Bermain Musik dalam Kelompok) (1985)
oleh Chick Corea (dalam Jones, 2020), yang menyajikan 16 saran. Selain itu, karya
Triskaidekaphonia oleh Pauline Oliveros (2013, hlm. 17) menyimpulkan 13 aturan
atau titik untuk berimprovisasi musik; dan tulisan Improdebraye Puas Puasaan oleh
penulis (Milán, 2013) menyajikan 24 saran untuk memainkan improvisasi bebas.
Berbagai contoh kalimat yang terdapat dalam tulisan tersebut adalah:
1)“Bring your own sound and add it to the pool when you feel the moment is right”
(Bawalah suaramu sendiri dan mencantumkannya dalam gudang ketika Anda
merasakan itulah saatnya yang tepat). 2) “The more people playing, the less there is
for each individual to do. If everybody plays all the time, the result may be boring or
unpleasant. On the contrary, a general silence can be interesting” (Semakin banyak
orang yang bermain, semakin kurang yang dapat dilakukan oleh masing-masing
orang. Jika semuanya bermain selalu, hasilnya mungkin membosankan atau tidak
enak didengar. Sebaliknya, sesaat kesunyian umum mungkin menarik). 3) “Loud
instruments…should be played soft enough so that the softer sounds can be heard
occasionally” (Alat musik keras…mesti dimainkan dengan kelembutan secukupnya
sehingga suara yang lebih lembut dapat sekali-kali terdengar). 4) “If you are a strong
musician…help weaker players to sound better” (Jika Anda pemain yang
kuat…membantulah pemain yang lemah terdengar lebih bagus) (Rzewsky, 1970). 5)
“Don´t let your fingers and limbs just wander – place them intentionally” (Jangan
membiarkan jari dan anggota badan Anda berkeliaran saja – menempatkannya
dengan sengaja). 6) “Use contrast and balance the elements: high/low, fast/slow,
loud/soft, tense/relaxed, dense/sparse” (Gunakanlah kontras dan menyeimbangkanlah
unsur-unsur: tinggi/rendah, cepat/lambat, keras/pelan, tegang/kendur, padat/tersebar).
7) “Create space – then place something in it” (Menciptakanlah ruang, lalu
195

menempati sesuatu di dalamnya) (Corea dalam Jones, 2020). 8) “Listen for


alternatives” (Dengarkanlah alternatif). 9) “Oppose a dynamic” (Mempertentangkan
sebuah dinamika) (Oliveros, 2013, hlm. 17). 10) “Meninggalkan segala pikiran dunia
luar sebelum mulai, biarkan raga dan jiwa menelan di lautan musik dari awal sampai
akhir”. 11) “Menjadikan proses pelarasan alat musik bagian dari komposisi itu
sendiri”. 12) “Sadarilah kemungkinan memasukan unsur teatrikal dan sastra dalam
improvisasi ini” (Milán, 2013).
Selain keempat tulisan tersebut, yang mengumpukan renungan, maksim, dan
saran secara khusus; berbagai kalimat serupa tersebar dan tersembunyi dalam
berbagai literatur, sebagaimana telah dicontohkan dalam kutipan sepanjang tesis ini.
Beberapa contoh lain adalah: 1) “…what we do only takes on a direct meaning in
relation to what others are doing and to what has immediately come before or to
what may be expected to come next” (…Apa yang kita lakukan hanya dapat diartikan
secara langsung melalui hubungan dengan apa yang sedang dilakukan oleh yang lain
serta apa yang barusan terjadi atau apa yang diharapkan akan terjadi selanjutnya)
(Borgo, 2004). 2) “Es el silencio creativo y participativo que contribuye a no
quebrar la magia del instante” (Sunyi kreatif dan partisipatif membantu supaya
keajaiban saat yang sedang terjadi tidak terbelah) (Galiana, 2012, hlm. 30). 3)
“…there is more art in saying much with little, than little with much” (Menyatakan
banyak dengan sedikit mengandung lebih banyak seni daripada menyatakan sedikit
dengan banyak) (Bechtel dalam Dipnall, 2012, hlm. 8). 4) “Improvisation is the art of
making connections between unplanned events in such a way as to make it seem as if
they had to happen” (Improvisasi adalah seni menghubungkan kejadian tak terencana
dengan cara yang membuatnya terlihat seperti seharusnya terjadi demikian) (Rzewsky
dalam Neeman, 2014, hm. 65). 5) “…the most successful improvisations are those in
which the musicians are able to synchronize, not necessarily their sounds–although
this too can miraculously happen–but their intentions or their moments of
inspiration” (…Improvisasi tersukses terjadi ketika para musisi mampu
menyinkronkan; bukan mesti bunyinya, walaupun ini juga dapat terjadi secara ajaib,
tetapi niat dan saat inspirasinya) (Borgo, 2004).
196

4.3.3.2 Delapan Belas Renungan, Maksim, dan Saran untuk Permainan Musik
Improvisasi Bebas yang Sukses
Bagian ini merupakan inti sari sekaligus sumbangan utama tesis ini, sebab
mampu mengisi rentang literatur tentang teknik improvisasi bebas. Beberapa hal yang
telah dibahas dalam tesis ini diulang lagi dengan bentuk lain sehingga mampu
menyimpulkan aspek-aspek terpenting dari teknik integral permainan improvisasi
bebas. Kalimat dan paragraf berupa renungan, maksim, dan saran dirumuskan
berdasarkan pengalaman pribadi dan tinjauan literatur; namun penulis tidak
mencantumkan rujukan sebab ini merupakan pengetahuan umum dari kebanyakan
pengimprovisasi bebas berpengalaman dan berwawasan luas. Di antara pemain
tersebut, ada yang sudah menuliskannya atau mengutarakannya dengan perkataan
serupa; ada yang telah menyadarkannya, namun belum dibagikan atau dikeluarkan
dalam bentuk verbal; dan ada pula yang telah menemukannya, namun masih sebagai
intuisi di alam bawah sadar. Secara umum, 18 kalimat dan paragraf ini bertujuan
membantu memaksimalkan permainan improvisasi bebas dalam konteks pertunjukan
dan dengan tujuan profesional; namun dapat berlaku dan/atau disesuaikan untuk
konteks dan tujuan lainnya. Terlebih dari itu, kebanyakannya dapat digunakan pula
untuk musik lain, bahkan untuk berbagai situasi dalam kehidupan sehari-hari.

1. Sebelum permainan dimulai, mempersiapkanlah diri kita secara fisik, mental,


dan spiritual melalui media apapun yang dapat membantu kita mencapai
keadaan terbaik serta memusatkan perhatian kita dalam saat yang sedang
berlangsung. Di antaranya: pemanasan fisik dan musikal; percobaan sistem
audio dan akustik ruangan; dan sesi pendek pernafasan, meditasi, dan/atau
doa; baik masing-masing, dalam kelompok, bahkan dengan melibatkan
penonton.

2. Menghayati dan menikmatilah proses, maka hasilnya pasti memuaskan.


197

3. Beberapa detik diam musikal sebelum dan sesudah improvisasi


merangkakannya dalam sebuah identitas seni yang tidak dapat diulang. Pada
awalnya, detik-detik membantu memusatkan perhatian musisi dan penonton
terhadap bunyi, isyarat, frasa, dan/atau kesan musikal pertama; yang
merupakan dasar untuk mengembangkan permainan. Pada akhirnya,
memungkinkan gaung terakhir lenyap secara alami serta membantu
pengalaman dan efek umum dari improvisasi meresap dalam alam bawah
sadar.

4. Mendengarkan keseluruhan bunyi serta bagian-bagiannya secara


berkesinambungan adalah panduan satu-satunya dalam permainan serta sandi
untuk interaksi kreatif.

5. Terlepas dari adanya atau tidak interaksi dengannya; akustik ruangan, bunyi
penonton, dan suara lingkungan di sekitarnya merupakan bagian integral dari
improvisasi.

6. Keseimbangan yang bagus mesti memungkinkan apresiasi setiap bunyi secara


individual dan/atau berbagai perpaduan yang terbentuk di antara mereka.

7. Awal, perubahan, transisi, jeda, dan akhir niscaya efektif jika semuanya
menyatukan energinya dalam niat yang sama; walaupun secara musikal
mereka berbeda, bertentangan, ataupun tidak mempunyai hubungan sama
sekali.

8. Mengingatkan apa yang telah terjadi dalam improvisasi memungkinkan kita


membentuknya serta memainkan dengan bahan-bahannya dalam berbagai
makna dan konteks.

9. Persatuan dan keanekaragaman dalam improvisasi yang bagus begitu


seimbang sehingga musik mempunyai koherensi formal sekaligus mampu
terus-menerus mempertahankan kemenarikannya.
198

10. Pemilihan tentang apa yang semestinya dimainkan, ataupun tidak memainkan,
perlu didasari oleh kenikmatan personal yang disebabkan oleh peraihan hasil
berkelompok yang bagus.

11. Ego kita mesti dikendali sehingga perasaan ingin menjadi pusat perhatian
diminimalisir semaksimal mungkin; namun sekaligus tidak takut atau malu
mengekspresikan diri secara bebas dengan semua kemampuan kreatif kita.

12. Baik diproduksi sebagai ekspresi dari telinga internal, intuisi, ataupun
eksperimentasi; semua bunyi serta perpaduan dan hubungan antara mereka
akan bermakna jika dilaksanakan dengan niat, kesadaran, dan perasaan.

13. Sebuah tantangan yang menambahkan keasyikan dalam permainan adalah


mengeksplorasi bunyi, teknik, dan gaya yang tersedia dalam jumlah yang
begitu banyak; dan melaluinya, menemukan cara baru dan lebih bagus untuk
mengekspresikan diri dan berinteraksi.

14. Jika ingin bereksperimentasi dengan ide yang efeknya tidak dapat dikira, kita
dapat mencoba efektivitasnya jika dimainkan sangat pelan ataupun
diperkenalkan secara bertahap. Alternatif lain adalah memainkannya keras
dari awalnya dan, jika hasilnya tidak memuaskan, mengulang-ulang atau
mentransformasikannya dengan kecerdasan sampai “kesalahan” dijadikan
kesuksesan.

15. Kita harus berhati-hati dengan bunyi yang tidak ingin dikeluarkan seperti
pernafasan dan bunyi ragawi lainnya, memukul mik, mengambil atau
melepaskan alat musik, dan langkah kita; atau, jika telah dibunyikan tanpa
sengaja, menggunakannya secara kreatif.

16. Kita mesti menggunakan bunyi, kata, melodi dan/atau gaya yang mempunyai
konotasi ekstra-musikal yang kuat dengan kebijaksanaan; sebab mereka dapat
199

memengaruhi improvisasi secara mendalam dan/atau dapat digunakan untuk


menciptakan dialog multitafsir.

17. Kita mesti mencari cara kreatif dan halus untuk mengekspresikan
ketidaksepakatan tentang cara peserta lain bermain; yaitu berusaha
memperbaiki hasil musikal tanpa melihat atau menyinggung pemain lain.

18. Keikutsertaan penonton dalam bagian tertentu ataupun selama improvisasi


seutuhnya, membagikan pengalaman dan kenikmatan permainan kepada
semuanya yang hadir.

4.3.4 Kesimpulan Tentang Pembelajaran Improvisasi Bebas


Sejak sepertiga pertama abad XX, improvisasi semakin digunakan dalam
pendidikan musik melalui berbagai pendekatan, metode, tujuan, dan visi yang, secara
garis besar, membentuk sebuah kesinambungan antara improvisasi bebas dan
improvisasi bersepakat. Penerapan kedua pendekatan ini secara seimbang dapat
memperbaiki berbagai kekurangan dalam pendidikan musik yang masih
mengutamakan karya atau produk yang telah ditentukan. Pelatihan improvisasi
bersepakat mampu menyadarkan peserta tentang unsur-unsur musikal serta berbagai
cara untuk menggunakannya, sedangkan permainan improvisasi bebas
memungkinkan peserta mencoba berbagai ide dan cara untuk berinteraksi dalam
lautan kebebasan. Seorang pembimbing dalam kelas, kursus, atau latihan kelompok
improvisasi bebas harus memiliki berbagai sifat, menjalankan berbagai fungsi, dan
menerapkan berbagai kegiatan supaya mampu menyukseskan pembelajaran
improvisasi bebas. Selain dalam konteks formal, pembelajaran improvisasi bebas
terjadi sebagai pembudayaan dalam permainan bertujuan hiburan dan pertunjukan
serta dalam kehidupan sehari-hari. Segala kemampuan, pengetahuan, pengalaman,
serta sifat musikal dan ekstra-musikal yang dibutuhkan untuk memainkannya dengan
kualitas tinggi merupakan teknik integral improvisasi bebas, yang dapat disumpulkan
dalam berbagai renungan, maksim, dan saran.
200

Bab V
Simpulan, Implikasi, dan Rekomendasi

5.1 Simpulan
Tesis ini meninjau dan menyimpulkan berbagai literatur dan pendapat oleh
pelaku dan peneliti musik improvisasi bebas, termasuk oleh penulis sendiri. Konsep,
manfaat, dan pembelajaran improvisasi bebas dibahas secara rinci dan menyeluruh
sehingga dapat dijadikan panduan mutakhir yang mengembangkan teorinya. Konsep
dan definisi improvisasi bebas telah memicu perdebatan panjang sebab hakikatnya
yang bebas dan inklusif mengandung pula berbagai dikotomi dan utopia. Walaupun
demikian, tesis ini menawarkan sebuah definisi berdasarkan logika definisi
leksikografis, ialah: permainan seni bunyi yang menghindari persepakatan apapun.
Kemudian, penulis menemukan bahwa tujuan utama improvisasi bebas adalah
bermain, sedangkan ada sembilan tujuan sekunder yang dapat terjadi dalam tiga
konteks yang berbeda, yaitu: permainan itu sendiri, pertunjukan, dan rekaman.
Improvisasi bebas ditempatkan sebagai sub-spektrum yang paling mendekati
kebebasan mutlak dalam kesinambungan interpretasi-improvisasi, namun tidak akan
pernah mencapainya sebab merupakan sebuah heterotopia.
Manfaat improvisasi bebas sangat banyak dan beranekaragam, dan beberapa
di antaranya dapat diraih juga dalam tingkat tertentu melalui jenis improvisasi atau
jenis musik lainnya. Para pelakunya dapat merasakannya sejak pengalaman pertama
ataupun dalam waktu singkat; namun hanya terdapat beberapa penelitian yang
membuktikannya secara ilmiah. Tesis ini menggolongkannya dalam tiga kelompok
utama: manfaat bagi kesehatan jasmani dan mental, manfaat sosio-musikal, dan
manfaat khusus musikal. Pada sub-bab berikutnya penulis meninjau berbagai
pendekatan improvisasi yang diterapkan dalam pendidikan, baik di sekolah maupun
di universitas. Kesimpulannya, sebagaimana pendapat kebanyakan penulis, adalah
bahwa hasil terbaik terdapat dengan keseimbangan antara improvisasi bebas dan
improvisasi bersepakat. Selain itu, penulis membahas berbagai pendapat mengenai
pembelajaran improvisasi bebas dalam konteks formal dan informal; termasuk sifat
201

dan fungsi seorang pembimbing dan macam kegiatan yang dapat diadakan dalam
kelas, kursus, dan latihan kolompok improvisasi bebas. Terakhir, penulis menyajikan
kumpulan renungan, maksim, dan saran yang menyintesis berbagai aspek dari teknik
integral permainan improvisasi bebas, yaitu segala kemampuan, pengetahuan,
pengalaman, serta sifat musikal dan ekstra-musikal yang dibutuhkan untuk
memainkannya dengan kualitas tinggi.

5.2 Implikasi
Pembahasan konsep bertujuan untuk menjelaskan karakteristik improvisasi
bebas serta memisahkannya, walaupun hanya secara teoretis, dari jenis improvisasi
lainnya. Dengan demikian, penulis menghindari kesalahpahaman dalam tesis ini serta
menyumbangkan kerangka teori yang dapat dipertimbangkan, digunakan, atau
dikembangkan oleh peneliti dan pelaku lain. Bagian manfaat bertujuan untuk
mendorong pengakuan dan penerapan musik improvisasi bebas dalam bidang
pendidikan, budaya, seni, sosial-politik, dan spiritualitas/keagamaan; baik oleh
institusi pemerintah, organisasi mandiri, dan/atau perorangan. Bagian pembelajaran
bertujuan untuk membantu penerapannya dalam berbagai konteks dan dengan
berbagai sasaran; dan bagian terakhir, yaitu renungan, maksim, dan saran saran
merupakan inti sari dari tesis ini sekaligus sumbangan utama yang dapat mengisi
rentang penelitian mengenai teknik improvisasi bebas.

5.3 Rekomendasi
Bagi pemula disarankan langsung mempraktikkan improvisasi bebas tanpa malu;
seraya membacakan tesis ini, literatur lain, menyaksikan konser dan/atau video, dan
mendengarkan rekaman. Bagi yang hendak membimbing kelas/kursus improvisasi
bebas disarankan memanfaatkan tesis ini dengan kreativitas, membaca literatur dalam
daftar rujukan, dan mengembangkan sintaks dalam lampiran 6 berbdasarkan tujuan
dan sasaran masing-masing. Bagi orang yang mempunyai kekuasaan untuk
memutuskan kebijakan; dimohon segera mengimplementasikan pembelajaran
improvisasi bebas dalam beranekaragam konteks. Penulis yakin bahwa hasil dan
202

puluhan manfaat pada masyarakat akan terlihat dengan jelas dan cepat sehingga citra
institusi pelaksana dan kualitas kehidupan kita semuanya meningkat. Bagi pelaku dan
peneliti ahli diharapkan memberikan saran dan komentar tentang tesis ini melalui
posel donhueleflores@gmail.com.
Khususnya di Indonesia, negara yang baru mulai mengenal improvisasi bebas
sebagai genre namun berlimpah dengan pemusik yang sangat berbakat untuk
improvisasi, sosialisasi bebas dapat dilaksanakan dengan berbagai cara: 1) Dengan
bertambah pertunjukan, rekaman, dan festival improvisasi bebas. 2) Dengan
menjadikannya bagian dari kurikulum S1 jurusan musik, ataupun sebagai kegiatan
ekstra-kurikuler. Dengan demikian, guru musik masa depan akan mempunyai
pengalaman dan pengetahuan untuk menerapkannya di sekolah atau dalam
pendidikan informal. 3) Dengan membuka kursus untuk berbagai sasaran dan tujuan.
Pembelajaran improvisasi bebas tidak begitu berbeda dengan negara lain, namun
sebaiknya disesuaikan dan memanfaatkan sifat, adat-istiadat, dan kebiasaan musikal
dalam masing-masing daerah.
Terakhir, bagi peneliti yang terinspirasi oleh tesis ini dan hendak
mengembangkan topik improvisasi bebas; disarankan melakukan tinjauan integratif
atau tinjauan literatur lainnya mengenai aspek yang belum dibahas di sini, ialah:
karakteristik, sejarah, proses/model, falsafah, seni/bidang lain, dan sosiologi. Selain
itu, sambil menyusun tesis ini, penulis menemukan dan membukakan beberapa
rentang literatur yang masih dapat dikembangkan dengan lebih saksama, ialah: 1)
sejarah improvisasi bebas di Meksiko dan Indonesia, 2) sejarah penggunaan istilah
improvisasi bebas, 3) improvisasi bebas sebagai gerakan dan budaya, 4) pengertian
dan peristilahan “musik” dan “bermain musik” dalam berbagai bahasa, 5) tujuan
primer dan sekunder improvisasi bebas, 6) daftar dan klasifikasi pelatihan
improvisasi bersepakat yang telah diterbit, 7) improvisasi dalam musik Sunda, 8)
mitos dan literatur kuno tentang penyembuhan melalui musik, 9) penerapan
improvisasi bebas pada kaum tunanetra, 10) spiritualitas dalam improvisasi bebas,
11) perkembangan improvisasi bebas dalam kurikulum universitas di berbagai
negara, 12) pengaruhnya manifesto oleh The College Society dalam pendidikan musik
203

di Amerika Serikat, 13) permainan improvisasi bebas sebagai media hiburan dan
sosialisasi para musisi, 14) klasifikasi jenis aliran atau kecenderungan estetik oleh
pemain improvisasi bebas, 15) teknik untuk menginternalisasikan waktu, 16)
permainan improvisasi bersepakat berdasarkan arketipe musikal dan non-musikal, 17)
multi-instrumentisme, 18) penerapan improvisasi bebas bagi berbagai sasaran, 19)
improvisasi bebas dan bersepakat sebagai iringan film bisu, 20) teknik rekaman
improvisasi bebas, 21) notasi dan analisis improvisasi bebas, 22) penciptaan pelatihan
improvisasi bersepakat untuk mengembangkan teknik tertentu dalam berbagai alat
musik , 23) teknik integral permainan improvisasi bebas, 24) kumpulan saran untuk
memainkan improvisasi bebas oleh penulis lain.

DAFTAR RUJUKAN

Aabo, Nana. (2015). Conducted Improvisation: A Study of the Effect of the Concept
of Signs on Musical Creativity. (Tesis S2). Lunds Universitet.

Alfonso, Chefa. (2007). Improvisación Libre: La Composición en Movimiento. Dos


Acordes S.L.

Alfonso, Chefa. (2017). Enseñanza y Aprendizaje de la Improvisación Libre


Propuestas y Reflexiones. Editorial Alpuerto.

Alkitab SABDA. (2005-2021). Yayasan Lembaga SABDA. Diakses melalui


https://alkitab.sabda.org/passage.php?passage=Pkh%201:1-9&tab=text#v1, 13
November 2021.

Amy, L. (2019). A Musical Exploration of “Yes And…”: History and Applications of


Free Musical Improvisation for College Students. [Honor Theses, 718]. Ouachita
Baptist University.

Arana, C. (2019). Los Beneficios de la Improvisación Libre en la Educación Musical


Superior. (Skripsi D3). Bogotá, Pontificia Universidad Javeriana.

Arnaud, B. (2014). L'enseignement de l'improvisation libre. CEFEDEM Rhône-


Alpes.
204

Bach, C.P.E. (1949). Essay on the True Art of Playing Keyboard Instruments.
Mitchel, W. [Penyunting dan Penerjemah]. New York: W.W Norton & Company.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. (2016). KBBI Daring. [Laman web]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
Versi daring: 3.8.0.0-20210926194503. Diakses melalui,
https://kbbi.kemdikbud.go.id/Beranda, 13 Agustus 2022.

Bailey, D. (1992). Improvisation: Its Nature and Practice in Music. Da Capo Press.

Barks, C. (1995). The Essential Rumi. Castle Books.

Bellano, M. (2013). Silent Strategies: Audiovisual Functions of the Music for Silent
Cinema. Kieler Beiträge zur Filmmusikforschung, 9.

Berendt, J. (1991). The World is Sound: Nada Brahma: Music and the Landscape of
Consciousness. Destiny Books, Rochester.

Bertolani, V. (2019). Improvisatory Exercises as Analytical Tool: The


Group Dynamics of the Gruppo di Improvvisazione Nuova Consonanza. Society for
Music Theory. Volume 25, Number 1.

Bhagwati, S. (2013). Comprovisation – Concepts and Techniques. Dalam Frisk H. &


Östersjö, S. [Penyunting]. (Re)Thinking Improvisation: Artistic Explorations and
Conceptual Writing. Lund University Press.

Biazon, S. (2015). Aproximaçoes entre Improvisação Livre, Anarquismo e Educação


Musical. (Skripsi S1). Escola de Comunicações e Artes da Universidade de São
Paulo.

Bittencourt, M. (2020). On the Nature of Musical Scores and the Rationale to


Prepare Them: Formulating Directives. Revista Vórtex, Curitiba, v.8, n.2, hlm. 1-35.

Borgo, D. (2001/2002). Synergy and Surrealestate: The Orderly Disorder of Free


Improvisation. Pacific Review of Ethnomusicology. Vol. 10, No. 1.

Borgo, D. (2002). Negotiating Freedom: Values and Practices in Contemporary


Improvised Music. Black Music Research Journal. Vol. 22, No. 2. Center for Black
Music Research - Columbia College Chicago and University of Illinois Press.

Borgo, D. dan Goguen, J. (2004). Sync or Swarm: Group Dynamics in Musical Free
Improvisation. Conference of Interdisciplinary Musicology (CIM 04). Graz, Austria.
205

Brain Balance Achievement Centers. (2022). Normal Attention Spans Expectations


by Age. [Laman web] Diakses melalui,
https://www.brainbalancecenters.com/blog/normal-attention-span-expectations-by-
age, 11 Maret 2022.

Britten, N. dll. (2002). Using Meta Ethnography to Synthesise Qualitative Research:


a Worked Example. Journal of Health Services Research & Policy Vol 7 No 4, hlm.
209–215. The Royal Society of Medicine Press Ltd.

Buchanan, J., Summerville, A., Lehmann, J., dan Reb, J. (2016). The Regret Elements
Scale: Distinguishing the Affective and Cognitive Components of Regret. Judgment
and Decision Making, Vol. 11, No. 3.

Bullock, M. (2010). “The Kind of Music We Play”: A Study of Self-Idiomatic


Improvised Music and Musicians in Boston. (Disertasi S3). New York, Rensselaer
Polytechnic Institute Troy.

Burrows, J. (2004). Musical Archetypes and Collective Consciousness: Cognitive


Distribution and Free Improvisation. Critical Studies in Improvisation / Études
critiques en improvisation, Vol 1, No 1.

Cage, J. (1955). Experimental Music: Doctrine. London, The Score and I. M. A.


Magazine.

Cambridge University Press. (2022). Cambridge Dictionary. [Laman web] Diakses


melalui https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/free, 18 November 2021.

Campbell, R. dll (2011). Evaluating Meta-Ethnography: Systematic Analysis and


Synthesis of Qualitative Research. Health Technology Assessment; Vol. 15, No. 43.

Canonne, C. (2010). Enseigner l’Improvisation ? Entretien avec Alain Savouret.


Tracés. Revue de Sciences Humaines. Diakses melalui
http://traces.revues.org/index4626.html, 06 Maret 2022.

Canonne, C. (2015). Matthieu SALADIN, Esthétique de l’improvisation libre.


Expérimentation musicale et Politique. Volume! Diakses melalui
http://journals.openedition.org/volume/4510, 13 Agustus 2022.

Canonne, C. dan Garnier, N. (2011). A Model for Collective Free Improvisation.


Mathematics and Computation in Music. Third International Conference MCM.

Cardew, C. (1971). Towards an Ethic of Improvisation. Dalam C. Cardew, Treatise


Handbook (hlm. xvii-xx). Edition Peters.
206

Childs, B., and Hobbs, C. [Penyunting] (1982-83). Forum: Improvisation. Dalam


Perspectives of New Music. Vol. 21, No ½, hlm. 26-111.

Clifton, T. (1985). Music as Heard: A Study in Applied Phenomenology. Yale


University Press.

Coker, J. (1980). The Complete Method for Improvisation. Lebanon, Studio P/R.

Creswell, J. (2014). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods


Approaches. Sage Publications, 4th. ed.

Csikzentmihalyi, M. (1990). Flow: the Psychology of Optimal Experience.


HarperCollins e-books.

Darnley-Smith, R. dan Patey, H. (2004). Music Therapy. SAGE Publications.

De Baker, J. dan Foubert, K. (2016). The Future of Music Therapy Clinical


Improvisation. Dalam Dileo, C. [Penyunting]. Envisioning the Future of Music
Therapy. Temple University.

Dee Smith, T. (2014). Using the Expressive Arts to Facilitate Group Music
Improvisation and Self-Reflection: Expanding Conciousness in Music Learning for
Self-Development. [Disertasi S3] University of Illionois, Urbana-Champaign.

Depraetere, J., Vandeviver, C., Keygnaert, I. & Beken, T. (2021). The Critical
Interpretive Synthesis: an Assessment of Reporting Practices. International Journal of
Social Research Methodology, Vol. 24, No. 6.

Dipnall, M. (2012). Introducing Instrumental Students to Improvisation. [Tesis S2].


The University of Melbourne.

Duckworth, E. (1964). Piaget Rediscovered. Journal of Research in Science


Teaching, Vol. 2.

Dunaway, J. (2020). The Forgotten 1979 MoMA Sound Art Exhibition. Resonance:
The Journal of Sound and Culture, Vol. 1, Number 1, hlm.. 25-46.

Durant, Y. (2016). Spontaneous Composition for Screen: Linear and Non-Linear


Improvisation for Instruments and Electronics. New Soundtrack, vol. 6, no. 2, hlm.
171-189. https://doi.org/10.3366/sound.2016.0090.

Edrian, B. (2016). Seni Rupa=Seni Bunyi=Sound Art? Manifest: Bandung. Diakses


melalui https://cargocollective.com/manifestbdg/ID-Seni-Rupa-Seni-Bunyi-Sound-
Art, 13 September 2021.
207

Educational Research Review. (Tanpa tahun). An Author´s Guide to Write Articles


and Reviews for Educational Research Review. Elsevier. Diakses melalui
https://www.elsevier.com/__data/promis_misc/edurevReviewPaperWriting.pdf, 15
Desember 2021.

Ejército Zapatista de Liberación Nacional. (1996). Cuarta Declaración de la Selva


Lacandona. Diakses melalui https://enlacezapatista.ezln.org.mx/1996/01/01/cuarta-
declaracion-de-la-selva-lacandona/, 4 Januari 2022.

Erkkilä, J. (2016). The Future of Music Therapy for Persons with Depression. Dalam
Dileo, C. [Penyunting]. Envisioning the Future of Music Therapy. Temple University.

Falleiros. M. (2012). Palavras sem Discurso: Estratégias Criativas na Livre


Improvisação. [Disertasi S3]. Universidade de São Paolo.

Focault, M. (1997). Of Other Spaces: Utopias and Heterotopias. Dalam: Rethinking


Architecture: A Reader in Cultural Theory. Neil Leach (Editor). New York:
Routledge.

Fogliano, A. (2009). Collective Improvisation: Conversation, Interaction and


Direction in the Music of Ornette Coleman and Jason Rigby. [Skripsi S1]. Wesleyan
University.

Freer, P. (2010). Choral Improvisation: Tensions and Resolutions. Choral Journal,


51(5), hlm. 18-31.

Galeano, E. (tanpa tahun). Homenaje a Galeano. Madrid: Siglo XXI de España


Editores. Diakses melalui
http://sigloxxieditores.com/media/imagenes/Homenaje_a_Galeano.pdf, 15 November
2021.

Galiana, J. (2012). De la Naturaleza de la Improvisación Libre: Elementos


Esenciales para su Identificación y Diferencias con la Composición Escrita. Itamar,
Vol. 4. Valencia: Rivera Editores.

Gerung, Rocky [@rocky.gerung]. (2018, 17 Juni). Sunyi itu bunyi yang sembunyi
[Video Instagram]. Diakses melalui https://www.instagram.com/p/BkIHnhVhi8y/, 30
Oktober 2021.

Glossop, M. (2008). Definition of Music. Knowledge Bank, Music Producers Guild.


Diakses melalui https://mpg.org.uk/knowledge-bank/definition-of-music/, 21
Desember 2021.
208

Gotlieb, R. dll. (2019). Imagination Is the Seed of Creativity. In J. Kaufman & R.


Sternberg [Penyunting], The Cambridge Handbook of Creativity (Cambridge
Handbooks in Psychology, pp. 709-731). Cambridge: Cambridge University Press.
doi:10.1017/9781316979839.036.

Gould, C. dan Keaton, K. (2000). The Essential Role of Improvisation in Musical


Performance. The Journal of Aesthetics and Art Criticism, Vol. 58. No. 2,
Improvisation in the Arts.

Gray, S. (2020). Exercises for Improvisation, Composition, and Compovisation. The


Perfect Curve. Diakses melalui https://perfect-curve.co.uk/post/183/exercises-for-
improvisation-composition-and%20compovisation, 22 Desember 2021.

Gregory, A. (1997). The Roles of Music in Society: the Ethnomusicological


Perspective. Dalam Hargreaves, D. dan North, A. [Penyunting]. The Social
Psychology of Music. Oxford University Press.

Hammerschmidt, D. dkk. (2020). Disco Time: The Relationship Between Perceived


Duration and Tempo in Music. Music & Science.

Hemsy, V. (2004). La Educación Musical en el Siglo XX. Revista Musical Chilena


No. 201. Universidad de Chile. Diakses melalui
http://www.violetadegainza.com.ar/2004/06/la-educacion-musical-en-el-siglo-xx/, 14
Januari 2022.

Hernando, L. (1995). El Diccionario de María Moliner y el Usuario Extranjero.


Asele, Actas VI. Centro Virtual Cervantes.

Hickey, M. (2009). Can Improvisation Be ‘Taught’? A Call for Free Improvisation in


Our Schools. International Journal of Music Education. International Society for
Music Education, Vol 27(4), hlm. 285–299.

Hickey, M. (2015). Learning from the Experts: A Study of Free Improvisation


Pedagogues in University Settings. Journal of Research in Music Education, Vol. 62
(4).

Hickey, M. dll. (2015). The Effects of Group Free Improvisation Instruction on


Improvisation Achievement and Improvisation Confidence. Music Education
Research. London, Routledge.

Huang, T., Humphreys, M., dan Loft, S. (2014). Internalizing Versus Externalizing
Control: Different Ways to Perform a Time-Based Prospective Memory Task. Journal
of Experimental Psychology: Learning, Memory, and Cognition, Vol. 40, No. 4,
1064–1071.
209

Ilomäki, L. (2011). In Search of Musicianship: a Practitioner-Research Project on


Pianists´ Aual-Skills Education. Sibelius Academy.

Iyubeno, E. (2019). Allah SWT Maha Bebas Berbuat Apa Saja. Diakses melalui
https://bangkitmedia.com/allah-swt-maha-bebas-berbuat-apa-saja/, 14 November
2021.

Jean, T. (2003). 365 Days of Walking the Red Road. Adams Media Corporation.

Jenkins, T. (2004). Free Jazz and Free Improvisation: An Encyclopedia. Volume 2,


Greenwood Publishing Group.

John Cage Trust. (2016). Inlets. Diakses melalui https://johncage.org/pp/John-Cage-


Work-Detail.cfm?work_ID=108, 13 November 2021.

Jones, J. (2020). Chick Corea (RIP) Offers 16 Pieces of “Cheap but Good Advice for
Playing Music in a Group” (1985). Open Culture. Diakses melalui
https://www.openculture.com/2020/02/chick-coreas-16-pieces-of-cheap-but-good-
advice-for-playing-music-in-a-group-1985.html, 13 November 2021.

Khan, H. (2002). Dimensi Mistik Musik dan Bunyi. Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Sufi.

Klotz, K. (2019). Dave Brubeck´s Southern Strategy. Dædalus, the Journal of the
American Academy of Arts & Sciences, 148 (2).

Kuhn, L. (Tanpa tahun). A Few Words about John Cage and Improvisation. Dalam:
Cage. How to Get Started. Slought Foundation.

Kuhn, R. [Penulis] & Getzels, P. [Sutradara dan Produser]. (2014). Is God Totally
Free? (Musim 13, Episode 13) [seri televisi]. Closer to Truth. The Kuhn Foundation
and Getzels Gordon Productions. Diakses mealui
https://www.closertotruth.com/episodes/god-totally-free, 14 November 2021.

Larsson, C. dan Georgii-Hemming, E. (2018). Improvisation in General Music


Education: A Literature Review. British Journal of Music Education.

Lem, A., & Paine, G. (2011). Dynamic Sonification as a Free Music Improvisation
Tool for Physically Disabled Adults. Dalam Music & Medicine, 3(3), 182-
188. https://doi.org/10.1177/1943862111401032.

Lewis, G. (1996). Improvised Music after 1950: Afrological and Eurological


Perspectives. Black Music Research Journal, Vol. 16, No. 1, Center for Black Music
Research - Columbia College Chicago and University of Illinois Press.
210

Li, R. (2015). Overcoming Initial Hurdles: Strategies for Developing a University


Free Improvisation Ensemble. [Disertasi S3]. University of Kentucky.

Lytle, A. (2019). A Musical Exploration of 'Yes and...’ History and Applications of


Free Musical Improvisation for College Students. Honors Theses. 718. Ouachita
Baptist University https://scholarlycommons.obu.edu/honors_theses/718.

MacDonald, R dan Wilson, G. (2014). Musical Improvisation and Health: a Review.


Psychology of Well-Being: Theory, Research, and Practice.

Machado, I. dan Brandenburg, L. (2015). Um Panorama do Uso da Improvisação


Musical Livre e Alguns de Seus Benefícios para a Educação Musical em Sala de
Aula. Anais do Salão de Pesquisa da Faculdades EST. São Leopoldo: EST, v.14.

Mathiesen, T. (1991). Silent Film Music and the Theater Organ. Indiana Theory
Review.

Matthews, D. (2011). ¡Escucha! Claves para Entender la Libre Improvisación.


Diakses melalui
http://www.wadematthews.info/Wade_Matthews/Escucha%21_Claves_para_entende
r_la_libre_improvisacion.html, 19 April 2022.

McClure, D. (2006). “New Black Music” or “Anti-Jazz”: Free Jazz and


America´Raden Suman Cultural De-colonization in the 1960s". (Tesis S2). California
State University, Fullerton.

McMullen, T. (2010). Subject, Object, Improv: John Cage, Pauline Oliveros, and
Eastern (Western) Philosophy in Music. Critical Studies in Improvisation. Vol.6, No.
2.

McPherson, G. (1993/1994). Evaluating Improvisational Ability of High School


Instrumentalists. Bulletin of the Council for Research in Music Education, No. 119,
The 14th International Society for Music Education: ISME Research Seminar.

Merriam-Webster. (2022). Online English Dictionary. Merriam Webster,


Incorporated. Diakses melalui https://www.merriam-webster.com, 21 Maret 2022.

Milán, D. (2013). Improdebraye Puas Puasaan. Diakses melalui


http://improdebrayes.blogspot.com/2013/06/puas-puasaan.html?m=1, 13 Desember
2021.
211

Milán, D. dan Sukmayadi, Y. (2020). An Introduction of Free Improvisation Music


through YouTube. International Conference on Arts and Design Education (ICADE),
Atlantis Press.

Milán, D. (2020). Improvisación: Entrevista a Wilfrido Terrazas. Diakses melalui


https://donhueleflores.blogspot.com/2021/12/improvisacion-entrevista-
wilfrido_17.html, 12 Desember 2021.

Milán, D. (2021). Improvisación: Entrevista a Remi Álvarez. Diakses melalui


https://donhueleflores.blogspot.com/2022/05/improvisacion-entrevista-remi-
alvarez.html, 25 May 2022.

Milán, D. (2022). Improvisación: Entrevista a Edgar Caamal. Diakses melalui


https://donhueleflores.blogspot.com/2022/05/improvisacion-entrevista-edgar-
caamal.html, 02 Agustus, 2022.

Montoya, O. (2008). De la Techné Griega a la Técnica Occidental Moderna. Scientia


et Technica, Año XIV, No 39. Universidad Tecnológica de Pereira.

Moore, R. (1992). The Decline of Improvisation in Western Art Music: An


Interpretation of Change. International Review of the Aesthetics and Sociology of
Music, Vol. 23, No. 1. Croatian Musicological Society.

Moraes, R. (2015). A Improvisação Livre, a Construção do Som e a Utilização das


Novas Tecnologias. Revista Música Hodie, Goiânia, V.15 - n.1.

Moraes, R. dan Schaub, S. (2013). Expanding the Concepts of Knowledge Base and
Referent in the Context of Collective Free Improvisation. XXIII Congresso da
Associação Nacional de Pesquisa e Pós-Graduação em Música. Natal.

Morris, J. (2012). Perpetual Frontier: An Essay by Joe Morris. [Laman web] Diakses
melalui https://www.pointofdeparture.org/PoD39/PoD39PerpetualFrontier.html, 12
Desember 2021.

Nachmanovitch, S. (2004). Free Play: La Improvisación en la Vida y en el Arte.


Paidos Ibérica.

Nascimento, L. dkk. (2018). Theoretical Saturation in Qualitative Research: an


Experience Report in Interview with Schoolchildren. Revista Brasileira de
Enfermagem, 71(1):228-33.

Neeman, E. (2014). Free Improvisation as a Performance Technique: Group


Creativity and Interpreting Graphic Scores. (Disertasi S3). The Julliard School.
212

Nettl, B. (1998). An Art Neglected in Scholarship. Dalam B. Nettl dan M. Russel


[Penyunting], In the Course of Performance: Studies in the World of Musical
Improvisation (hlm. 1-21). Chicago: The University of Chicago Press.

Niknafs, N. (2013). Free Improvisation: What It Is, and Why We Should Apply It in
Our General Music Classrooms. General Music Today 27(1) 29–34. National
Association for Music Education.

Nooshin, L. dan Widdess, R. (2006). Improvisation in Iranian and Indian Music.


Diakses melalui https://eprints.soas.ac.uk/5430/1/NooshinWiddess1.pdf, 2 Desember
2021.

Numata, R. (2016). The Otoasobi Project: Improvising with Disability. Music and
Arts in Action, Volume 5, Issue 1.

Nunn, T. (2004a). Wisdom of the Impulse: on the Nature of Musical Free


Improvisation. International Improvised Music Archive, PDF Edition, Part 1.

Nunn, T. (2004b). Wisdom of the Impulse: on the Nature of Musical Free


Improvisation. International Improvised Music Archive, PDF Edition, Part 2.

Oliveros, P. (1971). Sonic Meditations. Smith Publications.

Oliveros, P. (2005). Deep Listening: A Composer´s Sound Practice. iUniverse, Inc.


New York Lincoln, Shanghai.

Oliveros, P. (2013). Anthology of Text Scores. Deep Listening Publications.

Paré, G., Trudel, M., Jaana, M., & Kitsiou, S. (2014). Synthesizing Information
Systems Knowledge: A Typology of Literature Reviews. Information & Management.
Elsevier.

Pavlicevic, M. (2000). Improvisation in Music Therapy: Human Communication in


Sound. Journal of Music Therapy, XXXVIII (4). American Music Therapy
Association.

Pärtlas, Ž. (2016). Theoretical Approaches to Heterophony. Res Musica 8. Di akses


melalui https://resmusica.ee/wp-content/uploads/2017/04/rm8_2016_44-
72_Pärtlas.pdf, 7 May 2022.

Peggie, A. (1987). Search and Reflect Review. Dalam: British Journal of Music
Education. Vol. 4, hlm. 305-306.
213

Pierce, D. (2013). The Survival of American Silent Feature Films: 1912–1929.


Council on Library and Information Resources and The Library of Congress,
Washington, D.C.

Plastira, M. dan Avraamides, M. (2021). Music Tempo and Perception of Time:


Musically Trained vs Nontrained Individuals. Timing & Time Perception.

Pollock, A. dan Berge, E. (2018). How To Do a Systematic Review. International


Journal of Stroke, Vol. 13(2). World Stroke Organization.

Pressing, J. (1987). Improvisation: Methods and Models. Dalam J. Sloboda


[Penyunting], Generative Processes in Music. Oxford University Press.

Prévost, E. (1995). No Sound is Innocent: AMM and the Practice of Self-Invention.


Meta-musical Narratives. Essays. UK: Copula.

Pulice, G. (2020). Directive Music Improvisation as a Tool for Developing Self-


determination, Communication and Cooperation Skills in Adolescents with Severe
Intellectual Disability. Sonograma Magazine. Diakses melalui
https://sonograma.org/2020/06/music-improvisation-tool-for-developing-adolescents-
with-intellectual-disability#_ftn1, 10 Juni 2022.

Redha, A. (2017). Pewujudan Fenomena Cinta Segi Tiga Ken Dedes dalam Karya
Tari Sang Nareswari. Solah Jurnal, UNESA.

Remond, Marie-Anne. (2011). L´Improvisation Libre: Mécanismes Musicaux et


Enjeux Pédagogiques. CEFEDEM Bretagne-Pays de la Loire.

Rodis, P. (1970). Nina: A Historical Perspective. [TV Show]. Diakses melalui


https://www.ninasimone.com/video/, 28 Juni 2022.

Rojas, A. (2017). La Improvisación y los Conservatorios. Dalam Alfonso, C.


Enseñanza y Aprendizaje de la Improvisación Libre: Propuestas y Reflexiones.
Editorial Alpuerto.

Romero, G. (2008). Solfeo y Entrenamiento Auditivo: Una Aproximación Histórica.


Revista Musical Catalana No. 281. Diakses melalui
https://educacionauditivagermanromero.blogspot.com/2008/08/solfeo-y-
entrenamiento-auditivo-una.html, 9 Januari 2022.

Runswick, D. (2004). The Improvisation Continuum. Dazzle Music.

Rzewsky, F. (1969). Sound Pool. Dalam Johnson, R. [Penyunting] (1981). Scores: An


Anthology of New Music. Schirmer/Macmillan.
214

Sarath, E. (2010). Music Theory through Improvisation: A New Approach to


Musicianship Training. Routledge, Taylor & Francis.

Sauer, R. (2013). Photoplay Music: A Reusable Repertory for Silent Film Scoring,
1914-1929. American Music Research Center Journal.

Schafer, M. (1967). Ear Cleaning: Notes for an Experimental Music Course.


Toronto: Clark & Cruickshank.

Schoenberg, A. (1950). Style and Idea. New York: Philosophical Library.

Schroeder, F. (2019). Free Music Improvisation in Brazil: An Ethnography of


Brazilian Improvisers. International Journal of Education & the Arts, Num. 20,
https://doi.org/10.26209/ijea20n15.

Schwarz, G. (2017). Old Cats/New Tricks: Introducing Free Improvisation to Older


Adult Musicians. (Tesis S2). Montreal: McGill University.

Schyff, D. (2013). The Free Improvisation Game: Performing John Zorn’s Cobra.
Journal of Research in Music Performance.

Scott, R. (2014). Noises: Free Music, Improvisation and the Avant-Garde; London
1965 to 1990. (Disertasi S3). London School of Economics. ProQuest LLC.

Scott, R. (2014/5). Free Improvisation and Nothing: From the Practice of Scape to a
Bastard Science. ACT – Zeitschrift für Musik & Performance, Ausgabe.

Service, T. (2012). A Guide to Brian Ferneyhough´s Music. The Guardian. Diakses


melalui
https://www.theguardian.com/music/tomserviceblog/2012/sep/10/contemporary-
music-guide-brian-ferneyhough, 11 Desember 2019.

Sewell, A. (2013). A Typology of Sampling In Hip-Hop. (Disertasi S3). Indiana


University.

Siljamäki, E. (2021). Free Improvisation in Choral Settings: An Ecological


Perspective. Research Studies in Music Education.

Siljamäki, E. and Kanellopoulos, P. (2019). Mapping Visions of Improvisation


Pedagogy in Music Education Research. Research Studies in Music Education.

Skordas, N. (2020, Maret 1). 'Lethe' George Haslam & Nikolas Skordas A short
documentary Free Improvisation. [Video]. Diakses melalui
https://www.youtube.com/watch?v=R2dgyrGDBPk, 14 April 2022.
215

Slim, P. (2019, 2 September). Achis qué…?. [Gambar dalam akun Facebook Polo
Slim] Diakses melalui,
https://web.facebook.com/photo.php?fbid=2220878981371516&set=pb.10000348306
1211.-2207520000..&type=3, 11 Agustus 2022.

Smith, T. (2014). Using the Expressive Arts to Facilitate Group Music Improvisation
and Individual Reflection: Expanding Consciousness in Music Learning for Self-
Development. (Disertasi S3). University of Illinois.

Snow, M. dan Steward, J. (2007). Improvisation, Representation, and Abstraction in


Music and Art: Michael Snow and Jesse Stewart in Conversation. Toronto. 12
November 2005. Critical Studies in Improvisation / Études critiques en improvisation,
Vol 3, No 1. Diakses melalui
https://www.criticalimprov.com/index.php/csieci/article/view/78/437, 19 Desember
2021.

Snyder, H. (2019). Literature Review as a Research Methodology: An Overview and


Guidelines. Journal of Business Research.

Soepandi, A. (1988). Kamus Istilah Karawitan Sunda. Bandung, Pustaka Buana.

Solís, G. dan Nettl, B. (2009). Musical Improvisation: Art, Education, and Society.
University of Illinois Press. Khoury, S. [pengulas]. Critical Studies in Improvisation.
Vol.6, No. 2 (2010).

Stenström, H. (2009). Free Ensemble Improvisation. (Disertasi S3). University of


Gothenburg.

Stubley, P. (2022). European Free Improvisation Pages: Bibliography. [Laman web].


Diakses melalui http://www.efi.group.shef.ac.uk/ebib.html, 22 April 2022.

Sudirana, I. (2018). Improvisation in Balinese Music: An Analytical Study of Three


Different Types of Drumming in the Balinese Gamelan Gong Kebyar. Journal of
Music Science, Technology, and Industry. Vol. 1 No. 1.

Susanto, E. (2018). Peresean. [Skripsi S1]. Institut Seni Indonesia Yogyakarta.

Swindells, R. (2004). Klasik, Kawih, Kreasi: Musical Transformation and the


Gamelan Degung of Bandung, West Java, Indonesia. [Disertasi S3]. City University
London.

Taruskin, R. (2005). Oxford History of Western Music. Vol. 4 (Early Twentieth


Century). New York: Oxford University Press.
216

Terrazas, W. (2021a). La Notación para Improvisadores en Obras Mexicanas de


Inicios del Siglo XXI, 2000-2019. Antología de Partituras. [Tesis S2]. Universidad
Nacional Autónoma de México.

Terrazas, W. (2021b). Prolongar y Romper: Experiencias de un Taller Itinerante de


Improvisación en México. Dalam Völker, U. [Penyunting]. Poéticas II
¡¿Improvisación libre?!. Suono Mobile Editora.

The College Music Society. (2014). Transforming Music Study from its Foundations:
A Manifesto for Progressive Change in the Undergraduate Preparation of Music
Majors. Report of the Task Force on the Undergraduate Music Major.

Thomson, S. (2008). The Pedagogical Imperative of Musical Improvisation. Critical


Studies in Improvisation. Vol. 3, No 2.

Thompson, W. (Tanpa tahun). Soundpainting: The Art of Live Composition. [Laman


web] Diakses melalui http://www.soundpainting.com/soundpainting/, 11 April 2022.

Torraco, R. (2005). Writing Integrative Literature Reviews: Guidelines and


Examples. Human Resource Development Review Vol. 4, No. 3. Sage Publications.

Udtaisuk, D. (2005). A Theoretical Model of Piano Sightplaying Components.


[Disertasi S3]. University of Missouri-Columbia.

Verkade, G. (2020). Marcel Dupré. Dalam Fidor, H. (Penyunting). Improvisation:


Musicological, Musical, and Philosophical Aspects. Orgelpark Research Report 3.
Amsterdam, VU University Press.

Ward, C. (2020). What Are Normal Attention Spans for Children? The Kid´s
Directory. Diakses melalui, https://www.kids-houston.com/2020/08/21/what-are-
normal-attention-spans-for-children/, 11 Maret 2022.

Whittemore, R. dan Knafl, K. (2005). The Integrative Review: Updated Methodology.


Journal of Advanced Nursing 52(5).

Wigram, T. (2004). Improvisation: Methods and Techniques for Music Therapy


Clinicians, Educators and Students. Jessica Kingsley Publishers: London and
Philadelphia.

Yoga, H. (2017). Jogja Horeg: Proses Penciptaan Komposisi Berdasarkan


Penerapan Improvisasi Tekstural pada Gaya Musik Free Jazz. [Skripsi S1]. Institut
Seni Indonesia Yogyakarta.
217

Lampiran 1
Pengalaman Penulis Sebagai Pemain, Pencipta, dan Pembimbing
Improvisasi Bebas dan Bersepakat

Tanggal Tempat Acara Peran dan Komentar Tautan


2003 ENM-UNAM Kursus Improvisasi Peserta
(Kota Meksiko) dalam Piano oleh
Ernesto Rosas
2003- ENM-UNAM Beberapa konser dalam Duet improvisasi bebas dengan (kegiatan terpenting
2004 (Kota Meksiko) rangka mata kuliah piano, bersama Carlos Milán
seperti ini akan
Piano untuk Komponis
berwarna abu-abu)
2004 Los Talleres Tarian kontemporer Pemain dan pengarang musik
Coyoacán Bosques Sagrados oleh improvisasi bersepakat, bersama
(Kota Meksiko) Carlos Rivera Carlos Milán.
2003- ENM-UNAM Kursus improvisasi Peserta sebagai penyanyi dan
2004 (Kota Meksiko) bebas oleh Remy pemain benda berbunyi.
Álvarez
08/11/ ENM-UNAM Konser oleh Ensamble Improvisasi bebas hasil workshop
2004 (Kota Meksiko) Improvisado de oleh Remy Álvarez. Pemain:
Música Inestable Fernando Vigueras, Daniel Milán,
Itzel Rodríguez, Jaime Lobato,
Carlos Alegre.
/10/2005 Sala Blas Galindo Acara musik Pemain dan pembicara tentang
CNA kontemporer Sección karya December 1952 oleh Earl
(Kota Meksiko) Temperie Brown. Pemain karya Treatise oleh
Cornelius Cardew.
2006- Kota Meksiko Permainan improvisasi Menggunakan berbagai alat musik
2009 bebas bertujuan hiburan tradisional.
Januari- Kota Meksiko Rekaman oleh La Improvisasi bebas dengan alat https://soundcloud.co
April Floresta Fragante musik tradisional Pemain: Jerónimo m/don-hueleflores/la-
2009 Zoé, Huitzilin Sánchez, Jesús floresta-fragante-
Camacho, Tania Rubio. confusio-juega-con-su-
perro
23/02/20 Sala Xochipilli- Konser tunggal dengan Pengarang improvisasi bersepakat https://www.youtube.c
09 ENM karyanya sebagai ujian untuk mengiringi film Hikari 8 min. om/watch?v=ClOW2-
(Kota Meksiko) akhir S1 19 sec. oleh Yukkunn. x8_pI&t=19s
Februari- STSI dan Rekaman proyek Ritus Produser, pemain dan pengarang https://donhueleflores.
April Padasuka Gunung dalam rangka rekaman improvisasi bandcamp.com/album/
2011 (Bandung) bebas dan bersepakat dengan alat ritus-gunung
musik tradisional. Didukung oleh
FONCA (Pemerintah Meksiko).
12/05/ Dewi Asri STSI Presentasi proyek Ritus Dengar bersama, pembicaraan d a n https://www.youtube.c
2011 (Bandung, Gunung konser improvisasi om/watch?v=-
Indonesia) bebas. 4Ljmc_wpyI
07/07/ Studio NIM Puas Puasaan Produser, pemain, dan pengedit https://soundcloud.co
2013 (Bandung) audio rekaman improvisasi bebas. m/improdebrayes/puas
-puasaan-i-ambient-
mic
Nov. Kuala Lumpur, Rekaman album digital Pemain gitar, vokal, dan pengedir https://shitaima.bandca
2013 Malaysia Sitargu Itarra audio dalam rekaman improvisasi mp.com/album/sitargu
bebas dan lagu bersama pemain -itarra
sitar Harris Ali Khan.
03-04/ Delhi Baru, India Rekaman album digital Pemain gitar, vokal, bansuri, dan https://shitaima.bandca
2014 Di Puncak Kampung pengedit audio dalam rekaman mp.com/album/di-
Bunga Teratai mprovisasi bebas dan bersepakat puncak-kampung-
bersama Bintang Manira Manik. bunga-teratai
08/ 2014 Bergen (Norway) Rekaman album It Never Improvisasi bebas dan lagu bersama https://donhueleflores.
Rains in Bergen pemain akordeon Heine Bugge. bandcamp.com/album/
it-never-rains-in-
bergen
218

Tanggal Tempat Acara Peran dan Komentar Tautan


/09/2014 Le Cercle Des Spoken Words Improvisasi bersepakat dengan
Voyageurs puisi.
(Brussel, Belgia)
09/2015 Plaza de Chocholá Tsiimin Tunich oleh Pengarang, pemain, dan produser https://www.youtube.c
(Meksiko) Ensambel konser cerita rakyak suku Maya om/watch?v=4ocEG9y
Paaxtsikbalo'ob dalam yang dibawakan dengan iringan Nkt0
rangka musik improvisasi bersepakat.
Festival Primavera
Cultural (ICY)
04/12/ Cracovia 32 (Kota Ulang tahun ke XIV Pemain dalam tarian kolektif
2016 Meksiko) grup Indra Swara berpandu, meditasi, makan malam,
dan improvisasi bebas.
19/01/ Centro Cultural Konser Ensoñaciones Penyanyi dan pengarang karya https://soundcloud.co
2017 Olimpo (Mérida, Sonoras sobre los vokal dan piano berlaras tak rata m/don-
Meksiko) Cantares de Dzitbalché (Karen Zúñiga: piano) serta hueleflores/ensonacion
dalam rangka Mérida improvisasi berpandu oleh grup es-sonoras-sobre-los-
Fest Paaxtsikbalo´ob. cantares-de-dzitbalche
Lirik: naskah Maya kuno.
26/02/ Centro Cultural Konser Ensoñaciones Penyanyi dan pengarang karya
2017 Olimpo (Mérida, Sonoras sobre los vokal dan piano berlaras tak rata
Meksiko) Cantares de (Karen Zúñiga: piano) serta
Dzitbalché dalam rangka improvisasi berpandu oleh grup
Lo Mejor del Mérida Paaxtsikbalo´ob.
Fest Lirik: naskah Maya kuno.
02/03/ Casa de Cultura Homenaje a Pauline Improvisasi bebas dengan La https://www.youtube.c
2017 San Rafael (Kota Oliveros Floresta Fragante III. Pemain: om/watch?v=ZTPdSU
Meksiko) Adriana Camacho, Adrián Herrera, ALJTs
Mario Gallardo, DanielPaz, Daniel
Milán, dan Héctor Luna.
13/08/ Bistro Cultural La Floresta Fragante II Pemain dan panitia improvisasi
2016 (Kota Mérida) dalam rangka Festival bebas dengan berbagai alat musik
Entre Ayer y Hoy tradisional.
11/08/ Local Social El Ensoñaciones Penyanyi dan pengarang karya
2017 Ramonal Sonoras sobre los vokal dan piano berlaras tak rata
(Dzitbalché, Cantares de (Carlos Milán: piano) serta
México) Dzitbalché improvisasi berpandu oleh grup
Paaxtsikbalo´ob.
Lirik: naskah Maya kuno.
09/08/ Museo del Mundo Konser Ensoñaciones Penyanyi dan pengarang karya
2017 Maya (Mérida, Sonoras sobre los vokal dan piano berlaras tak rata
México) Cantares de (Carlos Milán: piano) serta
Dzitbalché improvisasi berpandu oleh grup
Paaxtsikbalo´ob.
Lirik: naskah Maya kuno.
05/08/ Café Jazzorca Improvisación Libre y Konser improvisasi bebas dengan
2017 (Kota Meksiko) Folklore Diversos Max Manzano, Miguel Alvarado,
dan
Huitzilin Sánchez.
14/07/ Casa de Cultura Dueto Madenda Konser improvisasi bebas bersama
2017 San Rafael (Kota Max Manzano.
Meksiko)
11/08/ Centro Cultural de Mandala Musical Konser improvisasi bersepakat https://www.youtube.c
2017 Oaxaca (Oaxaca, partisipatif bersama Deva om/watch?v=4QsFWu
Meksiko) Baumbach ur_RM
12/10/ Kota Meksiko Konser A campo abierto: Improvisasi bebas dengan Ixchel
2017 noches de Mosqueda, Casilda Madrazo, dan
improvisación Jerónimo Zoé.
/10-12/ SD Anacleto Programa Saludarte Penerapan improvisasi bebas dan
2017 Bárcenas Rojas (Secretaría de Educación bersepakat sebagai guru Musik dan
(Kota Meksiko) de la Ciudad de México) Nyanyi untuk siswa SD, program
pendidikan non-formal Saludarte
dari pemerintah Kota Meksiko.
219

Tanggal Tempat Acara Peran dan Komentar Tautan


18/02/ Casa de Artes Resonancias Konser improvisasi bebas bersama
2018 Bucareli eclipsares lunares Aleyda
69 (Kota Moreno, Carlo Prieto, dan Max
Meksiko) Manzano.
21/04/ Centro Cultural Kujaku Pemimpin musikal dalam https://www.youtube.c
2018 Helénico (Kota pertunjukan dramatari oleh Yuliana om/results?search_que
Meksiko) Meneses bersama grup kacapi- ry=kujaku+centro+cult
suling Cacandran Ratu yang ural
disilang dengan improvisasi
berpandu.
17/06/ Teatro Juan de la Konser Ensoñaciones Penyanyi dan pengarang karya
2018 Cabada Sonoras sobre los vokal dan piano berlaras tak rata
(Campeche, Cantares de (Carlos Milán: piano) serta
Meksiko) Dzitbalché improvisasi berpandu oleh grup
Paaxtsikbalo´ob.
Lirik: naskah Maya kuno.
20/06/ Centro Estatal de Kursus improvisasi Pembimbing kursus 4 jam untuk
2018 Bellas Artes untuk panduan suara paduan suara wanita Voces Claras-
(Mérida, CEBA.
Méksiko)
30/06/ Centro Cultural Kujaku Pemimpin musikal dalam
2018 Ataraxia pertunjukan dramatari oleh Yuliana
(Cuernavaca, Meneses bersama grup kacapi-
Meksiko) suling Cacandran Ratu yang
disilang dengan improvisasi
berpandu.
08/07/ Terraza Monstruo Impro 43 Improvisasi bebas dengan anggota
2018 (Kota Meksiko) La Polvareda.
28/07/ Museo Nacional Kujaku Pemimpin musikal dalam
2018 de las pertunjukan dramatari oleh Yuliana
Culturas INAH Meneses bersama grup kacapi-
(Kota Meksiko) suling Cacandran Ratu yang
disilang dengan improvisasi
berpandu.
27/09/ Taman Ismail Temu Musik 6.1 Skena Karya improvisasi bersepakat
2018 Marzuki (Jakarta, Nusantara Melaras Gitar yang terpilih untuk
Indonesia) konser musik kontemporer. Gempur
Sentosa dan Daniel Milán: gitar.
22/12/ Studio Teater 3 Mime 2 Negara Pengarang dan pemain (bersama
2018 ISBI Fahdi Lenge) improvisasi
(Bandung, bersepakat untuk tari-pantomim
Indonesia) oleh Ebem Toala dari Ekuador.
26/01/ Rumah WaJiWa Public Stage # 11 Pengarang dan pemain (bersama
2019 (Bandung, Fahdi Lenge) improvisasi
Indonesia) bersepakat untuk tari-pantomim
oleh Ebem Toala dari Ekuador.
29/06/ CCL (Bandung, Mandala Musical Konser improvisasi bersepakat
2019 Indonesia) partisipatif bersama Deva
Baumbach.
04/06/ Live Instagram: Tatar Tikoro #10 Improvisasi bebas bersama Robi https://www.youtube.c
2020 Robi Rusdiana Rusdiana dan Dody Satya om/watch?v=x4h8sLN
(Bandung, Ekagustdiman 639Q&t=400s
Indonesia)
25/07/ Padepokan Seni Noche de Improvisación Improvisasi bebas bersama Lawe
2020 Mahagenta Libre Samagaha, Arini Kumara, Uyung
(Depok, Mahagenta, Satria Yulian, dan
Indonesia) “Bayu” Roots.
01-06/09/ Lingkung Seni SONTAK I Festival Panitia utama. https://sontakfestival.b
2020 Lingkungan dan Improvisasi Bebas andcamp.com/album/s
IJI ontak-i
(Bandung,
Indonesia)
02/09/ IJI (Bandung, SONTAK I Festival Kolaborasi bersama Mahatma Adi https://sontakfestival.b
2020 Indonesia) Improvisasi Bebas Hartoko, Zaki Paniti, Arum Dwi andcamp.com/track/so
Hanantoro, Dr. Ashrii. ntak-1211
220

Tanggal Tempat Acara Peran dan Komentar Tautan


17/12/ Sanggar Klapa Kursus ekspres Fasilitator. https://www.youtube.c
2020 Jajar Keraton improvisasi bebas om/watch?v=X7yWdb
Kanoman 4WL40
(Cirebon,
Indonesia)
28,29/03/ Lingkung Seni SONTAK II: Festival Panitia utama Festival SONTAK II.
2021 Lingkungan, Improvisasi Bebas
03,04,10, Colt Coffee Art
11/04/ Space, Gelangan
2021 Olah Rasa
(Bandung,
Indonesia)

28/03/ Lingkung Seni SONTAK II: Festival Pemain improvisasi bebas https://www.facebook.
2021 Lingkungan Improvisasi Bebas berkolaborasi dengan Apih com/AsepnugrahaGA
(Bandung, Gurilem, Bumi Risallah, Dedi LERIdaluangKERTAS
Indonesia) Kahanuang, Dien F. Iqbal, Gusjur eniNusantara/videos/1
Mahesa, Syarif Maulana. 0218890333630088
27/03/ Lingkung Seni SONTAK II: Festival Fasilitator pembicaraan Apa itu
2021 Lingkungan Improvisasi Bebas improvisasi bebas?
(Bandung,
Indonesia)
11/03/ Zoom: Prodi Strenghtening Children Pemateri tentang penerapan
2021 PIAUD-FIK Development through improvisasi bebas dan bersepakat
Universitas Music pada anak PAUD dan TK.
Muhammadiyah
Bandung
(Indonesia)
27/12/ PlaAstro Galeri HUT ke-4 Komunitas Bermain dan mengobrol tentang
2021 Bandung Peduli Anak Spesial improvisasi bebas pada anak
spesial. Bersama Fahdi Hasan.
03/05/ Jongko Zaro Konser improvisasi bebas bersama https://www.facebook.
2022 (Bandung) Robi Rusdiana, Rahul Sharma, dan com/glennderbloodgus
Tandani Mutaqim her/videos/362180259
270462
19/02/ Cudeto Cafe Mimemusik Konser improvisasi bebas bersama
2022 Wanggi Hoed, Mukrie Kribo, Dody
Satya Ekagustdiman, Pancaadi, dan
Rahul Sharma.
26,27,28/ Ruang Orkestra Sontak 3 Festival Panitia utama.
08/ FPSD UPI Improvisasi Bebas
2022 (Bandung)
26/07/ Ruang Orkestra Sontak 3 Festival Pemateri kursus improvisasi bebas.
2022 FPSD UPI Improvisasi Bebas
(Bandung)
28/07/ Ruang Orkestra Sontak 3 Festival Pemain improvisasi bebas bersama
2022 FPSD UPI Improvisasi Bebas Muslih 7 dan Tandani Mutaqim.
(Bandung)
30/07/ DU 68 Musik Ritus Gunung Terbitan kaset improvisasi bebas
2022 (Bandung) dan bersepakat oleh Knobztore dan
DU68
221

Lampiran 2
Beberapa Tulisan dengan Kumpulan Pelatihan Improvisasi atau
Karya Komposisi-Improvisasi yang Dapat Digunakan sebagai Pelatihan

Judul asli Bahasa Indonesia Penulis/tahun

Nature Study Notes: Improvisation Rites Catatan Belajar Alam: Ritus Improvisasi 1969 Cornelius Cardew
1969 (penyunting, 1969)
Search & Reflect: Concepts and Pieces Mencari dan Merefleksikan: Konsep dan John Stevens (1985)
Karya
Creative Improvisation Improvisasi Kreatif Roger Dean (1989)
Wisdom of the Impulse: On the Nature of Kebijaksanaan Impuls: Tentang Hakikat Tom Nunn (1998)
Musical Free Improvisation Musik Improvisasi Bebas

Music Theory through Improvisation: A Teori Musik melalui Improvisasi: Pendekatan Edward Sarath (2009)
New Approach to Musicianship Training Baru terhadap Pendidikan Kemampuan
oleh Bermusik

Free Improvisation: A Practical Guide Improvisasi Bebas: Paduan Praktik Tom Hall (2009)

Improv Games for One: A very Concise Permainan Improvisasi untuk Satu: Kumpulan Jeffrey Agrell (2009)
Collection of Musical Games for One Amat Ringkas Permainan Musikal untuk Satu
Classical Musician Pemusik Klasik
Free to be Musical: Group Improvisation in Bebas Menjadi Musikal: Improvisasi Lee Higgings dan Patricia
Music Berkelompok dalam Musik Shehan (2010)

Il Suono Spontaneo: Manuale di Libera Bunyi Spontan: Pedoman Improvisasi bebas Giovanni Guaccero (2013)
Improvvisazione e Composizione Istantanea dan Komposisi Serentak untuk Kelas
per il Corso di Didattica della Música Pendidikan Musik

Antology of Text Scores Antologi Partitur Berteks Pauline Oliveros (2013)

Enseñanza y Aprendizaje de la Pendidikan dan Pembelajaran Improvisasi Chefa Alfonso (2014)


Improvisación Libre: Propuestas y Bebas: Usulan dan Renungan
Reflexiones
Overcoming Initial Hurdles: Strategies for Mengatasi Halangan Awal: Siasat untuk Rui Lui
Developing a University Free Improvisation Mengembangkan Kelompok Improvisasi (2015)
Ensemble Bebas dalam Universitas

Exercises for Improvisation, Composition, Pelatihan untuk Improvisasi, Komposisi, dan Simon Gray (2020)
and Compovisation Kompovisasi

Prolongar y Romper: Experiencias de un Menyambungkan dan Memecahkan: Wilfrido Terrazas (2021b)


Taller Itinerante de Improvisación en Pengalaman dari Sebuah Kursus Berkeliling di
México Meksiko tentang Improvisasi
222

Lampiran 3
Daftar Kamus dan Laman Web yang Digunakan dalam Penerjemahan

Rujukan/Nama/Laman web Penggunaan


Manhitu, Y. (2015). Kamus Portugis – Membaca dan menerjemahkan tulisan berbahasa
Indonesia Indonesia-Portugis. Jakarta: Portugis
Gramedia Pustaka Utama
Merisa, S. (2018). Kamus Lengkap Prancis- Membaca dan menerjemahkan tulisan berbahasa
Indonesia, Indonesia-Prancis. Victory Inti Prancis
Cipta
Untara, W. (2012). Tesaurus Bahasa Mencari padanan kata yang lebih tepat
Indonesia. Inoer, H. [Penyunting].
IndonesiaTera
Google Translate Membaca dan menerjemahkan dari berbagai
https://translate.google.com bahasa ke bahasa Indonesia, Inggris, dan Spanyol
TREX Menerjemahkan atau mengonfirmasikan konteks
www.tr-ex.me suatu istilah atau frasa kompleks dari bahasa
Ingriss ke bahasa Indonesia
Linguee Menerjemahkan atau mengonfirmasikan konteks
https://www.linguee.com suatu istilah atau frasa kompleks dari bahasa
Ingriss, Portugis, dan Prancis ke bahasa Spanyol
KBBI Daring Mengetahui makna, rasa kata, dan contoh
https://kbbi.kemdikbud.go.id penggunaan istilah berbahasa Indonesia
Lektur. PT Pustaka Digital Indonesia Mencari padanan kata dan lawan kata yang lebih
https://lektur.id tepat
Diccionario Etimológico Castellano en Línea Mengetahui asal-usul kata berbahasa Spanyol
http://etimologias.dechile.net
Cambridge Dictionary Menhetahui makna dan contoh penggunaan istilah
https://dictionary.cambridge.org berbahasa Inggris
Google Menerjemahkan, mengonfirmasikan, dan/atau
https://www.google.com mencari rasa kata dan contoh penggunaan istilah
dan frasa dalam berbagai bahasa
223

Lampiran 4
Kata Kerja Bermain dalam Berbagai Bahasa

Penelitian ini hanya bertujuan menemukan berbagai contoh bahasa yang


menggunakan kata kerja yang sama (bermain) untuk kegiatan bermain musik,
permainan, dan/atau pertandingan. Mendaftarkan semua bahasa yang
menggunakannya membutuhkan penelitian khusus yang lebih saksama. Enam kalimat
pendek dengan kata kerja bermain di terjemahkan dari bahasa Ingriss ke semua
bahasa yang ada di Google Translate. Bahasa Amerindian tidak dicantumkan dalam
penelitian ini karena tidak ada yang termasuk dalam Google Translate. Dari 99
bahasa yang menghasilkan terjemahan dengan huruf Latin dalam Google Translate,
terdapat 59 yang dicurigai menggunakan kata kerja yang sama. Setelah berusaha
mengirimkan hasil penelusuran 59 bahasa tersebut pada peninjau penutur asli atau
penutur asing melalui Whats App dan Facebook Messanger, supaya terjemahannya
diperiksa dan dibenarkan; terdapat 37 bahasa yang sudah tentu menggunakannya, dan
15 bahasa lain yang kemungkinan besar menggunakannya. Beberapa komentar oleh
peninjau tentang penggunaan kata kerja bermain dicantumkan sebagai keterangan di
bawah masing-masing tabel.

Rumpun Melayu-Polinesia

# Bahasa I like to play You play We play a She plays He likes I am a Peninjau
music game this match this play player
1 Sunda Abdi resep Anjeun urang manehna anjeunna abdi Kang Atung
maén nabeuh maénkeun maén resep pamaén
/maén kaulinan pertandingan kaulinan
ieu ieu
2 Hawai Makemake Hoʻokani Pāʻani mākou Hoʻokani ʻo Makemake He mea
au e pāʻani pila ʻoe i kahi pāʻani ia i kēia ʻo ia i kēia pāʻani au
pāʻani pāʻani
3 Indonesia saya suka Anda Kami Dia Dia suka saya Kyo
bermain bermain bermain memainkan permainan seorang
musik sebuah pertandingan ini pemain
permainan ini
4 Jawa Aku seneng Kowe maen Awake dewe Dheweke Dheweke Aku Priyo/Leon
maen musik dholanan tanding iki seneng pemaen
Nabuh dolanan iki
(Leon)
5 Malagasi Tiako ny milalao Milalao Izy no Tiany ity Mpilalao Cynthia
milalao mozika izahay milalao ity lalao ity aho
ianao lalao ity
224

6 Melayu saya suka anda Kami Dia bermain Dia suka Saya Rose
bermain bermain bermain perlawanan permainan seorang
muzik sebuah ini ini pemain
permainan
7 Samoa Ou te fiafia e e te taina Matou te E taalo o ia i E fiafia o ia O au o se
taalo musika taaalo i se lenei taaloga i lenei tala tagata taalo
taaloga

Rumpun Austro-Asia

# Bahasa I like to You play We play She plays this He likes I am a Peninjau
play music a game match this play player
8 Khmer khnhom anak yeung neang leng keat khnhom Sophea
chaulchett lengophleng leng karobrakuot chaulchett chea anak
leng hkem nih . kar leng leng
nih .
9 Vietnam Tôi thích Bạn chơi chúng tôi cô ấy chơi trận anh ấy tôi là một Nhan
chơi nhạc chơi một đấu này thích vở người chơi
trò chơi kịch này

Rumpun Tai-Kadai

# Bahasa I like to You play We play a She plays He likes I am a Peninjau


play music game this match this play player
10 Laos Khoy muk Chao lin Phuak hao Lao pen khn Lao muk un Khoy pen Mila
lin don tee lin game lin sam lub ny nuk lin
kan khaeng
khan ny
11 Thai C̄hạn Khuṇ lèn Reā lèn kem Ṭhex lèn K̄heā chxb C̄hạn pĕn Mirantee
chxb lèn phelng mæthch̒ nī̂ lakhr reụ̄̄̀xng p̄hū̂ lèn
nī̂

Rumpun Indo-Arya

# Bahasa I like to You play We play a She plays He likes I am a Peninjau


play music game this match this play player
12 Sinhala mama oba api sellamak æya mema ohu mē mama Kosala/
sellam saṁgītaya karanavā taragaya nāṭyayaṭa krīḍakayek Michael
karanna vādanaya krīḍā karayi kæmatiyi
kæmatiyi karanna
13 Gujarat Manē Tamē Amē ēk Tē ā ramat Tēnē ā Hoon ēk Anand
ramavuṁ saṅgīta ramata ramē chē nāṭaka gamē khēlāḍī chu
gamē chē vagāḍō ramī'ē chī'ē chē
14 Hindi mujhe aap sangeet ham ek khel Vah ye use yah main ek Rahul
khelana bajaate hain khelate hain match naatak khilaadee
pasand hai khelti hai pasand hai hoon

Rumpun Indo-Iran

# Bahasa I like to You play We play a She plays He likes I am a Peninjau


play music game this match this play player
15 Tajik Man bozi Shumo Mo bozi Vay bozi Vay in Man Sitora
kardanro musiqi bozi mekunem mekunad boziro dust bozigar
dust mekuned medorad Hastam.
medoram.
16 Kurdi Ez tu muzîkê Em lîstikekê Ew vê maçê Ew ji vê Ez
dixwazim dikî dilîzin dilîze lîstikê hez lîstikvan
bilîzim dike im
225

Rumpun Uralik

# Bahasa I like to You play We play a She plays He likes I am a Peninjau


play music game this match this play player
17 Hongaria szeretek Zenét játszol Játsszunk Ezt a szereti ezt játékos Michael
játszani egy játékot meccset játszani vagyok
játssza
18 Eesti Mulle Mängid Mängime Ta mängib Talle Olen Lili
meeldib muusikat mängu seda matši meeldib see mängija
mängida näidend

Hongaria: play (bermain) = játszani, is use for music and game as well, sometimes we use Play music (digunakan untuk musik
dan permainan, kadang-kadang kami menggunakan bermain musik) = Zenélni

Rumpun Turkik

# Bahasa I like to You play We play a She plays He likes I am a Peninjau


play music game this match this play player
19 Kazakh Men Sen Biz oyın Ol osy Oğan osy Men Aray
oynağandı muzykada oynaymız matçtı oinagandy oyınşımın
unatamın oynaysıñba? oynaydı unaydı
20 Turki oynamayı müzik oyun bu maçı bu oyunu ben bir Gardea
seviyorum çalıyorsun oynuyoruz oynuyor seviyor oyuncuyum
21 Kirgiz Men Sen muzyka Biz oyun Al bul Al bul Men Zhibek
oinogondu oinoibuz. oinoibuz. machty oyundu oyuncumun
jakshy oinoit jakzhy korot
korom

Rumpun Semitik

# Bahas I like to You play We play a She plays this He likes I am a Peninja
a play music game match this play player u
2 Amhar mech’awet muzīk’a ch’ewata yihini git’imīya yihini inē
2 i tich’awetaleh inich’awetaleni tich’awetalechi ch’ewata tech’awach
iwedalehu i ። ። yiwedali። i nenyi

2 Arab 'ahibu 'ant taleab naleab laebatan 'iinaha taleab yuhibu ana laeib Hakima,
3 allaeib almusiqaa hadhih hadhih Islam
almubaraa almasrahi
a

Rumpun Romanik

# Bahasa I like to You play We play a She plays He likes I am a Peninjau


play music game this match this play player
24 Latin Mihi te ludere Nos ludere Ludit hoc Placet hac Ego sum Ivan
placet musica per ludum par fabula ludio
ludere
25 Korsica mi piace à tu ghjucà avemu un ella ghjoca li piace stu sò un Alice
ghjucà musica ghjocu sta partita ghjocu ghjucatore
26 Perancis J'aime Tu joues de Nous elle joue ce Il aime cette je suis Sarah
jouer la musique jouons à un match pièce joueur
jeu
27 Kreol Haiti Mwen Ou jwe Nou jwe Li jwe Li renmen Mwen se Yon
renmen mizik yon jwèt match sa a jwe sa a yon jwè
jwe

Perancis: "Jouer" can be general (for music or a type of music: jouer de la musique, jouer du jazz) It can also be used
specifically for an instrument (jouer d'un instrument, jouer de la guitare, jouer du piano -note that the object uses a preposition
"jouer DE"), for a piece (jouer un morceau de musique, jouer le concerto pour piano de Rachmaninoff), for a composer (jouer
Bach or jouer du Bach) ("Jouer" dapat diartikan secara umum (untuk musik atau jenis musik tertentu : jouer de la musique, jouer
du jazz) Dapat digunakan juga untuk alat musik khusus (jouer d'un instrument, jouer de la guitare, jouer du piano – perhatikan
226

bahwa obyek menggunakan kata sambung "jouer DE"), untuk sebuah karya (jouer un morceau de musique, jouer le concerto
pour piano de Rachmaninoff), untuk komponis tertentu (jouer Bach or jouer du Bach).

Rumpun Atlantik-Kongo

# Bahasa I like to play You play We play a She plays He likes this I am a Peninjau
music game this match play player
28 Xhosa Ndiyakuthanda Udlala sidlala uyawudlala uyawuthanda ndingumdlali Palesa
ukudlala umculo umdlalo lo mdlalo lo mdlalo
29 Igbo Ọ na-amasị m Ị na-egwu Anyị na- Ọ na-egwu Egwuregwu Abụ m onye
igwu egwu egwu egwu egwuregwu a masịrị ya egwuregwu
egwuregwu a
30 Zulu Ngithanda Udlala sidlala uyawudlala uyawuthanda ngingumdlali peacefull
ukudlala umculo umdlalo lomdlalo lo mdlalo
31 Swahili Ninapenda Unacheza tunacheza anacheza anapenda mimi ni Ibrahim
kucheza muziki mchezo mechi hii mchezo huu mchezaji

Rumpun Balto-Slavik

# Bahasa I like to You play We play a She plays He likes this I am a Peninjau
play music game this play player
match
32 Ukraina ya lyublyu Vy hrayete na my vona yomu ya hravetsʹ Sofi
hraty muzychyh hrayemo v hraye tsey podobayetʹsya
instrumentah hru match tsya hra
33 Rusia Mne Ty My Ona Yemu ya igrok Zhibek
nravitsya vosproizvodish igrayem v igrayet nravitsya eta
igrat' muzyku. igru etot match igra
34 Slovenia rad se igraš glasbo Igramo Ona igra Ta igra mu je jaz sem
igram igro to tekmo všeč igralec
35 Latvia man patīk tu spēlē Mēs Viņa Viņam patīk Es esmu
spēlēt mūziku spēlējam spēlē šo šī luga spēlētājs
spēli maču
36 Ceko rád hraji Hraješ hudbu Hrajeme Ona hraje Tuto hru má Jsem hráč Renata
hru tento rád
zápas.

Rusia: Play different music instruments (bermain beberapa alat musik) - igrat na raznyh muzykalnyh instrumentah. play the role
(bermain peran) - igrat role, something plays important role in some situation (sesuatu memainkan peran penting dalam situasi
tertentu) - eto igraet vazhnuyu rol v etoi situaszii
Ukraina: they add music or instruments for play music (mereka menambahkan musik atau alat musik untuk bermain musik).

Rumpun Jermanik

# Bahasa I like to You play We play a She plays He likes I am a Peninjau


(rumpun) play music game this match this play player
37 Afrikaans ek hou om Jy speel ons speel sy speel hy hou van Ek is 'n Yaseen
te speel musiek 'n speletjie hierdie hierdie speler
wedstryd toneelstuk
38 Yiddi ikh vi tsu ir shpil mir shpiln zi shpilt er leyx dem ikh bin a
shpiln muzik a shpil dem shpil shpiler
shidukh
39 Denmark Jeg kan Du spiller Vi spiller Hun spiller Han kan lide Jeg er en Ole
lide at musik et spil denne denne leg spiller
spille kamp
40 Belanda Ik speel Jij speelt Wij spelen Ze speelt Hij vindt dit ik ben een Henk
graag muziek een spel deze toneelstuk speler
wedstrijd leuk
41 Frisia ik hâld fan Jo spylje Wy spylje Sy spilet Hy hâldt fan Ik bin in
boartsjen muzyk in spultsje dizze dit spiler
wedstriid toanielstik
42 Jerman Ich mag Du spielst Wir Sie spielt Er mag Ich bin ein Yana
spielen Musik spielen ein dieses dieses Spiel Spieler
Spiel Match
227

43 Islandia Mér finnst Þú spilar Við spilum Hún spilar Honum líkar Ég er
gaman að tónlist leik þennan þetta leikrit leikmaður
spila leik
44 Luxemburg Ech spillen Dir spillt Mir spillen Si spillt Hie gär dëst Ech sinn e
gär Musek e Spill dëse Match Spill Spiller
45 Norwegia jeg liker å du spiller Vi spiller Hun spiller Han liker Jeg er en Heinne
spille musikk et spill denne dette stykket spiller
kampen
46 Swedia Jag gillar Du spelar vi spelar hon spelar han gillar jag är en Casper,
att spela musik ett spel den här den här spelare Linda
matchen pjäsen

Jerman: Other words that represent a playful attitude used in music and theatre could be “Experimentieren” - to experiment Or
“Genießen“ - to enjoy (Kata lain yang menggambarkan sifat bermain dalam musik dan teater adalah “Experimentieren”-
bereksperimentasi atau “Genießen“-menikmati
Norwegia: to play a game can also be «å leke en lek» «de leker en lek». «En lek» is a more childish game like hide and seek, or
generally- do you want to come out and play? Many people in theatre and music often say that they play together (leker
sammen) instead of «spille teater» to underline the childish or improvisatory nature of the interaction they are seeking. (Bermain
permainan bisa juga «å leke en lek» «de leker en lek». «En lek» lebih digunakan untuk permainan anak-anak seperti petak umpet
atau bermain di luar. Banyak orang di teater dan musik bilang mereka bermain bersama (leker sammen) daripada «spille teater»
untuk menunjukkan interaksi seperti anak-anak atau interaksi berimprovisasi yang mereka cari)
Swedia: Not sure if this is relevant, but in swedish you differentiate between spela, to play something in a structured form, or
leka, which means to play playfully, like children. Because of this, when you use spela, you also always have to define what it is
that you're playing (like in the examples above), and when you say leka, no further definition is needed, it's mainly used for kids.
Jag leker med barnen = I play with the children. (Tidak tahu apakah ini relevan tapi dalam bahasa Swedia ada perbedaan antara
spela, yaitu bermain sesuatu yang terstruktur; dan leka, bermain demi bermain seperti anak-anak. Oleh karena itu, ketika
menggunakan spela, Anda perlu menambahkan apa yang dimainkan (seperti contoh-contoh di atas); dan ketika menggunakan
leka, tidak perlu ditambahkan lagi, biasanya digunakan untuk anak-anak. Jag leker med barnen = Saya bermain dengan anak-
anak).

Rumpun Lain

# Bahasa I like to You play We play a She plays He likes I am a Peninjau


(rumpun) play music game this match this play player
47 Scootish Is toil leam Tha thu a' tha sinn a' tha i a' Is toigh Is Sally and
Gaelic cluicheachd cluiche ceòl cluiche cluiche an leis an chluicheadair Ben
(Kelt) gniomh- geama seo dealbh- a th'annam
cluiche chluich seo
48 Mongol bi togloh Chi hugjim Bid togloom Ter Ene Ter ee Bi bol Miki
(Altaik) durtai toglodog toglodog togloltond jvjigt toglogch
toglono durtai
49 Somalia Waxaan Waxaad waxaan waxay wuu jecel waxaan ahay
(Afro- jeclahay ciyaareysaa ciyaareynaa ciyaartaa yahay ciyaaryahan
Asia) inaan muusig ciyaar kulankaan ciyaartan
ciyaaro
50 Euskara jolastea musika jolas bat partida hau antzezlan jokalaria naiz
(isolat) gustatzen jotzen duzu egiten dugu jokatzen du hau
zait gustatzen
zaio
51 Esperanto Mi ŝatas Vi ludas Ni ludas Ŝi ludas ĉi Li ŝatas ĉi Mi estas Yusuf
(buatan) ludi muzikon ludon tiun tiun ludanto
matĉon teatraĵon
52 Hmong Kuv nyiam Koj ua suab Peb ua si Nws ua si Nws Kuv yog ib
(Hmong- ua si paj nruag qhov kev nyiam tug neeg ua si
Mien) sib tw no qhov kev
ua si no

Scotish Gaelic: Lots more English is influenced by Gaelic than we think, usually attributing french and german both of which
"play" music and games too. Also Welsh "Chwarae" means play (Bahasa Ingriss terpengaruh oleh bahasa Gaelik lebih dari yang
kami pikirkan. Biasanya kami menghubungkan bahasa Perancis dan Jerman dalam bermain musik dan permainan. Bahasa Wales
“Chwarae” artinya bermain)
Esperanto: mi ludas (I play, present tense), mi ludis (I played, past tense), mi ludos (I will play). Ludu (play, like in an order),
mi ludus (I would play) Ludanto, player. Ludema, somebody who likes to play) Ludejo, a place intended to play (mi ludas (saya
bermain, waktu sekarang), mi ludis (saya bermain, masa lalu), mi ludos (saya akan bermain). Ludu (mainkanlah), mi ludus (saya
mungkin bermain) Ludanto, pemain. Ludema, seseorang yang suka bermain) Ludejo, (tempat untuk bermain)
228

Lampiran 5
Contoh ke-27 Jenis Permainan Improvisasi Bebas

Konteks Tujuan Contoh


Permainan Ekspresi seni Permainan sendiri atau berkelompok demi
kenikmatan berkreasi saja.
Pertunjukan Ekspresi seni Mengikuti acara mik terbuka, jam session, atau
mengiringi seni lain; terutama jika dilaksanakan
tanpa direncanakan, tanpa dibayar, dan/atau tanpa
disebut nama pemain.
Rekaman Ekspresi seni Merekam untuk berkolaborasi atau mengiringi seni
lain seperti video, instalasi, tari; mendokumentasikan
permainan.
Permainan Hiburan Permainan sendiri atau berkelompok untuk
menghilangkan rasa jenu; untuk bersilaturahmi
dalam pesta atau pertemuan, baik dengan musisi atau
dengan dan non-musisi; permainan anak kecil tanpa
disuruh.
Pertunjukan Hiburan Bermain untuk menghibur orang lain dalam pesta
atau pertemuan; terutama jika dilaksanakan tanpa
direncanakan, tanpa dibayar, dan/atau tanpa disebut
nama pemain.
Rekaman Hiburan Merekam supaya didengar saja, tanpa tujuan
mendokumentasikan ataupun menyebarkannya.
Permainan Ritual Permainan yang dijalankan dengan penuh kesadaran
sehingga peserta mencapai trans atau kesadaran lain.
Pertunjukan Ritual Permainan dalam acara ritual kontemporer terbuka
untuk umum.
Rekaman Ritual Rekaman yang dijalankan sebagai ritual ataupun
hasilnya ditujukan untuk ritual atau untuk tujuan
spiritual.
Permainan Sosio-Politik Permainan yang diadakan untuk mewujudkan utopia
sosio-politik.
Pertunjukan Sosio-Politik Permainan dalam acara demostrasi, acara resmi, atau
pertunjukan seni dengan topik politik/sosial;
pertunjukan untuk mencontohkan secara musikal
utopia sosio-politik.
Rekaman Sosio-Politik Rekaman yang mengandung isu sosio-politik, baik
secara tersirat atau tersurat.
Permainan Profesional Permainan sendiri atau berkelompok untuk
menunjukkan kemampuan dalam pertemuan
informal.
Pertunjukan Profesional Permainan yang dipromosikan supaya ditonton orang
lain, baik secara gratis atau berbayar.
229

Rekaman Profesional Rekaman yang disebarkan untuk menjual ataupun


mempromosikan pemain.
Permainan Pembelajaran Permainan dalam kelas, workshop, latihan, jam
session informal, atau praktik sendiri.
Pertunjukan Pembelajaran Permainan untuk menunjukkan pada penonton hasil
akhir dari beberapa pertemuan kelas/workshop;
mengikuti pertunjukan dengan pemain yang lebih
ahli.
Rekaman Pembelajaran Rekaman dengan tujuan analisis musikal; rekaman
untuk menunjukkan pada pendengar hasil akhir dari
beberapa pertemuan kelas/workshop.
Permainan Inspirasi Permainan untuk mencari ide untuk komposisi baru
ataupun untuk berkolaborasi dengan seni lain.
Pertunjukan Inspirasi Permainan yang menginspirasikan seni lain dalam
sebuah pertunjukan; pertunjukan yang
menginspirasikan permainan lain.
Rekaman Inspirasi Rekaman untuk mencari ide untuk komposisi baru,
ataupun untuk berkolaborasi dengan seni lain;
rekaman jadi yang digunakan untuk
menginspirasikan atau mengiringi seni lain; rekaman
yang menginspirasikan permainan lain.
Permainan Terapi Permainan dalam sesi terapi pribadi atau
berkelompok; permainan untuk menyembuhkan batin
diri sendiri atau orang lain.
Pertunjukan Terapi Permainan untuk menunjukkan pada penonton hasil
akhir dari beberapa pertemuan program terapi;
pertunjukan yang dipromosikan dengan manfaat
penyembuhan.
Rekaman Terapi Rekaman untuk melakukan analisis musikal dan non-
musikal; rekaman untuk menunjukkan pada
penonton hasil akhir dari beberapa pertemuan
program terapi; rekaman untuk tujuan penyembuhan.
Permainan Penelitian Permainan yang diadakan supaya diobservasikan dan
dianalisis, baik orang luar ataupun peserta
permainan.
Pertunjukan Penelitian Permainan untuk menunjukkan pada penonton hasil
dari beberapa pertemuan program penelitian;
pertunjukan yang dijadikan bahan penelitian.
Rekaman Penelitian Rekaman untuk melakukan analisis musikal dan non-
musikal; rekaman untuk menunjukkan pada
penonton hasil akhir dari beberapa pertemuan
program penelitian; rekaman yang dijadikan bahan
penelitian.
230

Lampiran 6
Sintaks Pembelajaran Musik Improvisasi Bebas dan Bersepakat bagi Pemula

Standar Kompetensi Indikator Langkah/Kegiatan Pembelajaran


Kompetensi Dasar
1. 1.1 Memahami Mampu Pembimbing mengundang peserta untuk
Memainkan konsep memainkan menciptakan musik berkualitas tanpa
musik improvisasi improvisasi bebas kesepakatan apapun, lalu mereka
improvisasi bebas memainkannya.
bebas
Mampu Diskusi terbuka tentang perasaan masing-
menjelaskan dan masing, proses dalam permainan tersebut,
mempertanyakan dan konsep improvisasi bebas.
konsep
improvisasi bebas
Pembimbing menerangkan lebih rinci
definisi improvisasi bebas, ialah:
permainan seni bunyi yang menghindari
kesepakatan apapun.
1.2 Memahami Mampu Diskusi terbuka tentang kenapa
sifat dan nilai menjelaskan improvisasi bebas mesti dimainkan
dalam musik tentang sifat dan dengan berbagai sifat serta apa nilai yang
improvisasi nilai dalam terkandung di dalamnya.
bebas improvisasi bebas
Pembimbing menerangkan lebih rinci
tentang sifat, nilai, dan manfaat yang
terkandung dalam improvisasi bebas.
Mampu Sesudah memahami sifat yang dibutuhkan,
memainkan peserta bermain improvisasi bebas.
improvisasi bebas
dengan interaksi
yang baik
1.3 Memainkan Berpartisipasi Memainkan improvisasi bebas dalam solo,
dan dalam improvisasi duet, dan trio.
mengekspresik dengan volume
an diri tanpa dan waktu yang
malu atau takut sebanding peserta
lain
Menikmati Bermain improvisasi bebas dengan
memainkan dan menekankan tujuan permainan dan
berinteraksi hiburan.
dengan yang lain
2. 2.1 Mampu meniru Berimprovisasi dengan hanya satu
Memainkan Mengimitasi berbagai frekuensi frekuensi/nada yang ditentukan oleh
pelatihan permainan dan/atau nada seorang pemimpin. Tanpa berhenti,
improvisasi orang lain pemimpin dan nada berganti-ganti hingga
bersepakat semua peserta telah menjadi pemimpin.
Mencoba pelatihan ini dengan alat musik
dan dengan vokal.
231

Standar Kompetensi Indikator Langkah/Kegiatan Pembelajaran


Kompetensi Dasar
Mampu meniru Di atas dasar sebuah siklus ritmis-
melodi harmonik yang tetap, seorang pemimpin
menyanyi sebuah melodi pendek yang
diimitasikan oleh peserta lain. Setiap
siklus pemimpinnya berganti-ganti hingga
semua peserta telah menjadi pemimpin.
Mencoba berbagai ritme dan harmoni.
Mampu meniru Membagikan kelompok dalam berbagai
semua unsur duet. Seorang pemimpin dari setiap duet
musikal. berimprovisasi dengan vokal, dan peserta
lain dari duet tersebut mengikutinya secara
langsung serta menirukan semua unsur
musikal sepersis mungkin. Setelah jeda
sebentar, peran peserta duet tertukar.
Mampu meniru Seorang pemimpin melakukan sebuah
berbagai ritme ritme pendek menggunakan perkusi tubuh,
lalu memberi tanda visual supaya peserta
lain menirukan ritmenya. Yang tidak
mampu mengikutinya keluar dari
kelompok. Ritmenya hendak berubah dari
yang paling sederhana sampai yang paling
rumit. Peserta terakhir yang tetap dalam
kelompok menjadi pemimpin.
2.2 Mengikuti Mampu bermain Sebagian peserta memainkan ketukan
berbagai dalam ketukan yang tetap dalam irama ¼ dan sebagian
ketukan yang tetap tanpa lain berimprovisasi di atasnya, lalu
menggunakan bergantian perannya.
metronom
Mengikuti Setiap peserta membayangkan ketukannya
ketukannya masing-masing: lalu, setelah isyarat
masing-masing seorang pemimpin, mulai berimprovisasi
tanpa dipengaruhi dengannya sambil mendengarkan yang
oleh peserta lain lain, namun berusaha tidak dipengaruhi
olehnya. Jika semuanya atau sebagian
telah menyatu dalam suatu ketukan, maka
improvisasi harus segera diselesaikan.
2.3 Merasakan Mampu Berimprovisasi dengan berbagai jarak
berbagai jarak berimprovisasi nada: 8, 5, 4, 3M, 3m, 6M, 6m, 4+, 2M,
nada dengan berbagai 2m, 7M, dan 7m menggunakan hanya 2
jarak nada nada.
Di atas dasar satu nada, memainkan
glissando yang sangat pelan sehingga
dapat merasakan berbagai jarak nada yang
terbentuk.

Anda mungkin juga menyukai