Anda di halaman 1dari 25

Modul 9

konvensi hak anak dan


pendidikan
Oleh :
Sintya Ayu Apriliani
Ratri Anjarwati
KB 1 Jenis-jenis hak anak
Konvensi Hak Anak merupakan instrument intenasional di
bidang Hak Asasi Manusia dengan cakupan hak yang paling
komprehensif. Ada 54 pasal dalam KHA, dan hingga saat ini
KHA dianggap sebagai satu-satunya konvensi di bidang
HAM yang mencakup baik hak-hak sipil dan politik maupun
hak-hak ekonomi, sosial dan budaya sekaligus.
Walaupun KHA terdiri dari banyak pasal yang menyatakan
hak-hak anak, tetapi harus diingat bahwa KHA merupakan
kesatuan yang tidak dapat dipecah-pecah dan bahwa
pasal-pasalnya saling tergantung.
Berdasarkan strukturnya, KHA dibagi menjadi 4 bagian
sebagai berikut :
1). Mukadimah (Preambule) : Berisi konteks KHA
2). Bagian Satu (Pasal 1-41) : Mengatur hak bagi semua
anak
3). Bagian Dua (Pasal 42-45) : Mengatur masalah
pemantauan dan pelaksanaan KHA
4). Bagian Tiga (Pasal 46-54) : Mengatur masalah
pemberlakuan Konvensi
Berdasarkan isinya , ada empat cara untuk mengategorisasikan KHA,
sebagai berikut :
Kategorisasi berdasarkan konvensi induk Hak Asasi Manusia. Konvensi Hak
Anak mengandung :
Hak-hak sipil dan politik
Hak-hak ekonomi, sosial dan politik.
Dilihat dari pihak yang berkewajiban melaksanakan KHA (yaitu Negra) dan
yang bertanggungjawab untuk memenuhi hak anak (orang dewasa pada
umumnya) maka 3 kata kunci ini akan membantu dalam memahami isi KHA,
yaitu :
Penuhi (fulfill)
Lindungi (protect)
Hargai (respect)
Ketegorisasi yang sudah sangat dikenal, yang
dibuat berdasarkan cakupan hak yang
terkandung dalam KHA, yaitu :
Hak atas kelangsungan hidup (survival)
Hak untuk berkembang (development)
Hak untuk perlindungan (protection)
Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan
masyarakat (participation)
Komite Hak Anak PBB mengelompokkan KHA menjadi 8 kategori,
yaitu :
Langkah-langkah implementasi umum
Definisi anak
Prinsip-prinsip umum
Hak sipil dan kemerdekaan
Lingkungan keluarga dan pengasuhan alternative
Kesehatan dan kesejahteraan dasar
Pendidikan, waktu luang, dan kegiatan budaya
Langkah-langkah perlindungan khusus (berkaitan dengan
hak anak untuk mendapatkan perlindungan khusus)
Perlu kita ketahui bahwa kategori 4sampai dengan 8 merupakan kategori substantive “hak anak”,
sedangkan kategori 1sampai dengan 3 bersifat lintas kategori. Mari kita lihat rincian uraian dari ke 8
kategori yang disebutkan di atas, satu per satu :

Kategori 1 : Langkah-langkah Implementasi Walaupun KHA menempatkan peranan


Umum keluarga dan masyarakat pada posisi
Pasal 4 KHA ini menegaskan tentang sentral dalam pemenuhan hak anak (Pasal
kewajiban menyeluruh dari negara peserta 18), tetapi setiap negara ang telah
untuk megimplementasikan semua hak-hak meratifikasi KHA (negara peserta
dalm KHA. Negara harus mengusahakan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
“semua langkah legislative, administrative ketentuan-ketentuan yang ada dalam KHA,
dan langkah lain”. Hanya dalam kaitan termasuk ketentuan-ketentuan mengenai
dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, pemenuhan hak anak yang tercakup di
langkah-langkah tersebut harus di lakukan dalamnya. Misalnya KHA meminta agar
sampai batas maksimum sumber-sumber negara menentukan masa pendidikan bebas
yang ada, dan apabila diperlukan, dalam biaya, dan usia untuk memasuki dunia kerja.
rangka kerangka kerja sama internasional.
Kategori 2 : Definisi Anak
Kategori 3 : Prinsip-prinsip Umum yang
Pengertian anak sudah kita bahas
tercakup dalam KHA
pada modul 8 yang lalu. Sedikit
Ada 4 prinsip umum yang penting dalam
ulasan tentang perngertian Anak
menurut Pasal 1 KHA yaitu anak
KHA, yaitu :
adalah setiap orang yang berusia Non diskriminasi
dibawah 18 tahun, kecuali Yang terbaik bagi anak
berdasarkan undang-undang yang Hak hidup, kelangsungan hidup dan
berlaku bagi anak ditentukan perkembangan
bahwa usai dewasa dicapai lebih Penghargaan terhadap pendapat anak
awal.
Kategori 4 : Hak-hak Sipil dan Kemerdekaan Kategori 5 : Lingkungan keluarga dan pengasuhan
Hak-hak sipil dan kemerdekaan sebenarnya alternative
Dalam buku Pedoman Perlindungan Anak (1999), disebutkan
mencakup “hak-hak sipil dan politik”, seperti yang
10 hak anak yang termasuk dalam lingkungan keluarga dan
terkandung dalam Hak Asasi Manusia. Dalam KHA, pengasuhan alternative
hak-hak sipil dan kemedekaan meliputi 8 kelompok Bimbingan Orang Tua
hak, seperti yang terdapat dalam Pedoman Tanggung jawab orang tua
Perlindungan Anak, yaitu : Seorang anak berhak untuk tidak dipisahkan dari orang tua
Masuk atau meninggalkan negara untuk penyatuan kembali
Hak untuk memperoleh nama dan kebangsaan
keluarga
Hak untuk mempertahankan identitas Rehabilitasi anak yang menjadi korban
Kebebasan untuk menyatakan pendapat (Pasal 13) Anak yang kehilangan lingkungan keluarga
Hak untuk memperoleh informasi yang tepat Adopsi
Kebebasan berpikir, berhati nurani dan beragama Memberantas pemindahan gelap anak ke luar negeri dan
tidak kembalinya anak dari luar negeri
Kebebasan untuk berserikat dan berkumpul dengan
Hak anak untuk mendapat perlindungan dari segala bentuk
damai kekerasan
Perlindungan untuk kehiduoan pribadi Hak anak untuk peninjauan kembali secara periodik
Hak untuk dilindungi dari siksaan  perlakuan terhadapnya
Kategori 7 : Pendidikan, waktu
luang dan kegiatan budaya
Hak anak yang berkaitan dengan
pendidikan akan dibahas secara
terperinci dalam Kegiatan Belajar
2
Kategori 8 : Langkah-langkah perlindungan khusus
Anak merupakan asset utama bagi masa depan bangsa. Tetapi mereka juga
sangat tergantung pada orang tua atau orang dewasa lainnya, untuk
pemenuhan kebutuhan fisik, mental, sosial, dan psikologis. Situasi
ketergantungan ini menyebabkan anak rawan untuk tindakan eksploitasi,
perlakuan salah, kekerasan, penelantaran dan lainnya. Komite Hak Anak PBB
menyebutkan 4 kelompok anak yang memerlukan perlindungan khusus,
sebagai berikut :
Anak yang berada dalam situasi darurat, yakni pengungsi anak dan anak yang
berada dalam situasi konflik bersenjata berhak mendapat perlindungan
Anak yang mengalami masalah dengan hukum
Anak yang mengalami situasi ekploitasi, yaitu eksploitasi ekonomi,
penyalahgunaan obat, eksploitasi sosial, penjualan dan perdagangan anak, dan
yang mengalami bentuk-bentuk eksploitasi lainnya.
Anak yang berasal dari kelompok minoritas dan masyarakat adat atau pribumi
Kb 2 konvensi hak anak dan
pendidikan
Ketentuan tentang pendidikan yang terdapat pada KHA yang disetujui
Majelis Umum PBB pada 20 November 1989 diilhami oleh Deklarasi
Universal Hak-hak Asasi Manusia (1948). KHA menambahkan dimensi
moral dan etis, berupa penegasan yang menguatkan hak-hak anak
untuk memperoleh pendidikan tanpa diskriminasi, yang sepenuhnya
menghargai identitas budaya serta kebutuhan bahasa anak.
Dari pasal 54 yang terdapat dalam KHA pasal 1 sampai dengan pasal 41
mengatur tentang hak bagi semua anak. Pasal 2,3,6 dan 12 menyatakan
tentang 4 Prinsip yang terkandung dalam KHA, yaitu
1). Non diskriminasi
2). Yang terbaik bagi anak (best Interest of the child)
3). Kehidupan berkelanjutan hidup dan perkembangan (right to Life,
survival and development)
4). Penghargaan terhadap pendapat anak (respect for the views of the
child)
komite hak anak perserikatan bangsa-bangsa mengelompokkan pasal-
pasal dalam KHA menjadi 8 kategori, dan kategori Ketujuh adalah tentang
pendidikan, waktu luang dan kegiatan budaya. Ada tiga pasal KHA yang
mencakup dalam kategori pendidikan ini yaitu pasal 28,29,dan 31. Arti
dari pasal 28,29 ,dan 31 KHA dalam penerapannya terutama dalam
pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Pasal 28 menyatakan bahwa
pendidikan adalah hak dan mendorong langkah-langkah agar hal ini
dapat dicapai secara progresif dan berdasarkan kesempatan yang sama.
Pendidikan dasar harus menjadi wajib yang dapat diperoleh secara gratis
atau cuma-cuma, tanpa biaya untuk semua anak. Pendidikan menengah
baik dalam bentuk pendidikan menengah umum maupun kejuruan harus
dikembangkan agar dapat diperoleh oleh semua anak, dan negara
memberikan bantuan keuangan /finansial bila diperlukan.
Pendidikan dasar adalah wajib. Artinya semua anak
dalam rentan usia tertentu seperti yang ditentukan oleh
undang-undang negara tersebut, harus melaksanakan
kewajiban belajar. Orang tua mempunyai tanggung jawab
untuk mengirim anaknya bersekolah dan dapat
mengambil tindakan hukum jika mereka gagal
melaksanakan kewajiban ini. negara mempunyai
kewajiban dan tanggung jawab untuk membantu orang
tua, apabila orang tua mengalami kesulitan misalnya
dalam masalah keuangan dalam melaksanakan
kewajibannya itu.
Salah satu penyebab banyaknya anak yang putus sekolah atau
tidak bersekolah menurut Inspektorat Jenderal Departemen
Pendidikan Nasional adalah kurangnya kesadaran orang tua
terhadap pendidikan anak. Apabila hal ini benar karena sifat
pendidikan semesta yang direncanakan oleh pemerintah
Indonesia, yaitu hanya mendorong orang tua untuk
menyekolahkan anak-anak mereka maka pemerintah tidak
mempunyai hak atau kewajiban untuk memaksa orang tua
untuk mengirim anaknya ke sekolah.
Pasal 29 KH menekankan tujuan pendidikan antara lain pengembangan
1. Kepribadian, bakat dan kemampuan anak
2. Penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan
mendasar
3. Pengembangan rasa hormat kepada orang tua, anak, budaya
4. Mempersiapkan anak untuk kehidupan yang bertanggung jawab dalam
suatu masyarakat yang bebas
5. Pengembangan rasa hormat terhadap lingkungan alam
Dalam kaitanya dengan penerapan pasal 29,dikatakan bahwa
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan diharapkan dapat
membentuk sikap yang berlandaskan pada nilai moral dan muatan
lokal pada kurikulum nasional Sekolah Dasar diharapkan dapat
mengembangkan identitas yang berkaitan dengan budaya lokal.
Sedangkan pendidikan agama yang diberikan dari tingkat Sekolah
Dasar sampai pendidikan tinggi diharapkan dapat mempersiapkan
anak untuk kehidupan yang bertanggung jawab dalam suatu
masyarakat yang bebas, dalam semangat saling pengertian, toleransi,
persamaan jenis kelamin, dan persahabatan antar sesama.
Pasal 31 dalam KHA mengakui hak anak untuk beristirahat, bersantai
bermain dan juga dalam kegiatan rekreasi yang sesuai dengan usia
anak dan sebagainya. Dalam laporan Indonesia dinyatakan bahwa
fasilitas rekreasi yang dapat diasas oleh anak-anak dapat dikatakan
tidak ada. Selain itu tidak ada aturan khusus yang mengatur
kesempatan bagi anak-anak untuk bermain dan berekreasi. Untuk
tingkat SD dan SLTP juga tidak ada kebijakan khusus yang
menyangkut kesempatan bermain dan berekreasi. Banyak sekolah
dan daerah perumahan yang tidak mempunyai lahan kosong untuk
tempat bermain anak karena tempat-tempat kosong tersebut sudah
dimanfaatkan untuk keperluan lain seperti pusat pembelanjaan,
warung atau bengkel.
Di kota besar kita dapat menemukan banyak pusat rekreasi untuk anak-
anak, tetapi kebanyakan orang tidak dapat mengatakan semuanya,
dikembangkan, dan dikelola oleh pihak swasta. Hasilnya adalah untuk dapat
menikmati fasilitas di pusat rekreasi orang tua atau anak tersebut harus
mengeluarkan banyak uang. Hal ini tentu saja tidak dapat dijangkau oleh
keluarga dari lapisan ekonomi rendah, yang sudah mengalami kesulitan untuk
mencukupi kebutuhan sehari-hari.Semakin menghilangnya lahan kosong
serta tanaman di kota-kota besar menyebabkan ruang bermain anak
semakin terbatas, dan konsekuensinya adalah anak harus bermain di mana
saja yaitu di pinggir jalan raya, atau jalan kereta api, gang-gang di daerah
perumahan atau tempat-tempat lain yang tidak aman bagi anak. Hal-hal
yang menyediakan bahwa sampai akhir periode pertama pelaksanaan KHA
(Juni 2000) belum terdapat tanda-tanda adanya upaya untuk melakukan
berbagai upaya yang relevan dalam bidang tersebut.
Pemerintah telah mengembangkan program Pendidikan Anak Usia
Dini atau (PAUD)dan diharapkan pada tahun 2009 jumlah anak
yang dapat memperoleh pelayanan PAUD mencapai sedikitnya
40% baik melalui PAUD formal maupun non formal. Pada tahun
2004 dikatakan Indonesia telah mencapai angka partisipasi murni
(APM) SD/MI sebesar 93% dan APM SMP/ MTS sebesar 65%. Angka-
angka ini kedengarannya bagus dan menggembirakan, akan
tetapi laporan Millenium Development Goals Progress in Asia
Pacific 2006 menunjukkan Indonesia termasuk dalam kategori
yang sangat buruk dalam pencapaian indikator penurunan
masalah antara lain yang menyangkut "kekurangan gizi,
pendidikan dasar dan gender".
Jumlah anak yang menderita gizi buruk di berbagai daerah di
Indonesia terus meningkat, dengan Nusa Tenggara Timur menjadi
salah satu provinsi yang paling parah. Selain karena faktor
kemiskinan dan banyaknya anak gizi buruk juga dipengaruhi oleh
pendidikan orang tua yang rendah yang menyebabkan kurangnya
pengetahuan mengenai pangan gizi serta tingginya beban kerja
perempuan.
Pasal 12 KHA membahas mengenai penghargaan terhadap
pendapat anak. Anak harus bebas untuk mempunyai
pendapat dalam segala hal mengenai dirinya, dan
pendapatnya harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh.
Dalam kaitannya dengan pendidikan pertanyaan kita
tentulah, Apakah anak sudah mendengar pendapatnya?
Apakah anak dapat mempengaruhi struktur pelajaran
rencana pendidikan atau pelaksanaan pendidikan di
sekolah? Apakah sekolah mendorong pemikiran kritis dan
demokratis dan apakah sekolah memberikan pemahaman
yang mendalam mengenai inti dari hak-hak asasi manusia?
Walaupun tidak ada data yang dapat dijadikan acuan untuk
pelaksanaan pasal 12 dalam bidang pendidikan di Indonesia,
akan tetapi kiranya tidak terlalu salah bila dikatakan bahwa
umumnya suara atau pendidikan anak merupakan hal yang
belum dipikirkan dalam pelaksanaan pendidikan. Anak dianggap
sebagai peserta pasif dalam pendidikan, yang harus menerima
apa saja yang telah ditentukan oleh kurikulum sekolah. Cara
atau metode mengajar yang ramah pada anak atau Child
friendly juga mungkin belum sepenuhnya diterapkan atau
disadari oleh para pendidik di sekolah.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai