Anda di halaman 1dari 33

PENGARUH KELELAHAN KERJA, UMUR, DAN MASA KERJA TERHADAP

PRODUKTIVITAS KERJA PADA PEKERJA PT. (PERSERO) UNIT INDUK


TRANSMISI JAWA BAGIAN TIMUR DAN BALI

Disusun Untuk Memenuhi Luaran Akhir


Mata Kuliah Metode Penelitian

Disusun Oleh :

JULIANTI SAFFANA ZAHRA


NIM. 2440020006
SEMESTER VII

PRODI D-IV KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Industrialisasi di Indonesia saat ini mengalami perkembangan, hal ini disebabkan oleh
transformasi struktural ekonomi yang pesat. Transformasi struktur ekonomi suatu negara
sejalan dengan peningkatan pendapatan per kapita dan perekonomian suatu negara akan
bergeser dari yang semula mengandalkan sektor pertanian menuju ke sektor industri (Chenery,
1979; Chenery & Syrquin, 1975). Era revolusi industri 5.0 yang seperti sekarang ini, terjadi
peningkatan yang signifikan dalam bidang teknologi pada berbagai negara, termasuk di
Indonesia. Pesatnya teknologi tentu sangat erat keterkaitannya dengan sumber daya manusia
dalam suatu proses industri. Untuk itu, diperlukannya penciptaan tenaga kerja yang produktif.
Salah satu ukuran keberhasilan kinerja individu, tim dan organisasi terletak pada
produktivitasnya. Tingkat keberhasilan suatu perusahaan bisa diukur berdasarkan produktivitas
dari setiap tenaga kerja, dimana produktivitas pekerja merupakan ukuran dari produktivitas
perusahaan secara keseluruhan. Produktivitas kerja merupakan perbandingan dari efektivitas
keluaran (pencapaian unjuk kerja yang maksimal) dengan efisiensi adalah satu masukan
(tenaga kerja) yang mencakup kuantitas, kualitas dalam satuan waktu tertentu (Mulyadi, 2010).
Tingkat produktivitas tenaga kerja di Indonesia, menurut Kementerian Ketenagakerjaan
(Kemenaker) sebesar Rp. 86,55 juta/orang pada 2022. Angkanya naik 2% dibandingkan tahun
sebelumnya yang sebesar Rp. 84,85 juta per tenaga kerja. Produktivitas kerja merupakan hal
yang penting bagi suatu proses produksi yang sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal tersebut diantaranya beban kerja, kapasistas kerja serta faktor-faktor
internal lingkungan kerja seperti kebisingan, penerangan yang tidak memenuhi standar dan
faktor dari di tempat kerja lainnya. Faktor eksternal diantaranya adalah konflik dalam keluarga,
isu-isu yang terkait dengan ketenagakerjaan, Peraturan-perundangan serta isu-isu sosial
ekonomi budaya dan politik (Suma’mur, 2009). Faktor-faktor internal dan eksternal tersebut
dapat menyebabkan terjadinya stress kerja, kelelahan kerja serta dapat berdampak terhadap
kinerja maupun keselamatan dan kesehatan kerja. Oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk
menciptakan kondisi tempat kerja yang aman sehat dan memberikan kenyamanan bagi para
pekerjanya melalui penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Banyak faktor yang
akan mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas kerja karyawan, diataranya merupakan
disiplin kerja dari diri seorang karyawan, motivasi atau dorongan kerja, etos atau semangat
kerja seorang karyawan dan didukung dengan lingkungan kerja tempat berlangsungnya
kegiatan kerja setiap harinya.
Seorang karyawan yang memiliki kedisiplinan, motivasi dan semangat kerja yang
tinggi akan mampu melakukan pekerjaannya secara baik dan maksimal, dengan demikian
target produktivitas perusahaan akan tercapai (Saleh, 2018). Setiap tempat kerja dan jenis
pekerjaan dapat menimbulkan kelelahan kerja pada pekerja. Hal ini dapat menyebabkan
menurunnya kinerja dan bertambahnya tingkat kesalahan kerja. Sehingga memberikan peluang
terjadinya kecelakaan kerja dalam industri (Efifana, 2010). Kejadian kelelahan kerja sangat
tinggi di dunia maupun di Indonesia. Data International Labour Organization (ILO),
menunjukkan sekitar 32% pekerja dunia mengalami kelelahan di tempat kerja. Tingkat keluhan
kelelahan berat pada pekerja di seluruh dunia berkisar antara 18,3-27% dan tingkat prevalensi
kelelahan di industri sebesar 45% (ILO, 2016). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Tarwaka (2008) dijelaskan bahwa terdapat 58.115 sampel, 38,5% diantaranya mengalami
kelelahan akibat kerja, hal tersebut akan berdampak langsung dengan menurunnya
produktivitas pekerja. Kelelahan ialah salah satu masalah yang harus mendapat perhatian.
Semua jenis pekerjaan baik formal maupun informal menimbulkan kelelahan kerja.
Kelelahan kerja akan mengurangi kinerja dan menambah kesalahan kerja. Menurunnya
kinerja sama artinya dengan berkurangnya produktivitas kerja. Apabila tingkat produktivitas
tenaga kerja terganggu yang disebabkan oleh faktor-faktor kelelahan fisik maupun psikis maka
akibat yang ditimbulkannya akan dirasakan oleh perusahaan penurunan produktivitas
perusahaan (Silastuti, 2006). Kelelahan kerja merupakan masalah penting yang perlu
ditanggulangi karena dapat menyebabkan kecelakaan kerja dan dapat berdampak pada
kesehatan pekerja. Dampak dari kelelahan kerja menurut Tarwaka (2014), antara lain motivasi
kerja menurun, perfomansi rendah, kualitas kerja rendah, banyak terjadi kesalahan,
produktifitas rendah, stress akibat kerja, penyakit akibat kerja, cedera dan terjadi kecelakaan
akibat kerja. Kelelahan kerja memberi kontribusi 50% terhadap terjadinya kecelakaan kerja
(Setyawati, 2010). Kelelahan adalah perasaan subjektif, tetapi berbeda dengan kelemahan dan
memiliki sifat bertahap. Kelelahan dapat disebabkan secara fisik maupun pernafasan
merupakan salah satu bagian yang paling mudah terpapar oleh bahan-bahan yang mudah
terhirup yang terdapat di lingkungan. Sifat debu yang tidak dapat berflokulasi (tidak
menggumpal) dan dapat mengendap inilah yang dapat mengancam kesehatan pekerja.
Penelitian Aulia, Aladin dan Tjendera (2018) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara kelelahan dengan kejadian kecelakaan di tempat kerja, pekerja yang
mengalami kelelahan beresiko 2,7 kali mengalami kecelakaan kerja dibanding pekerja yang
tidak lelah (Aulia, Aladin, Tjendera, 2018) dan kondisi tersebut tentunya akan berdampak
terhadap produktivitas kerja. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa terdapat berbagai faktor
yang mempengaruhi produktivitas kerja diantaranya kelelahan, umur dan masa kerja.
PT. PLN (Persero) Unit Induk Transmisi Jawa Bagian Timur dan Bali yang berlokasi di
Sidoarjo merupakan salah satu industri yang pertumbuhannya pesat, hal ini berkaitan dengan
distribusi suplainya untuk daerah Sidoarjo, Porong dan Surabaya menyalurkan daya sebesar 83
megawatt (MW) melalui Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV. Tentunya, keandalan
sistem kelistrikan menjadi perhatian penting bagi PLN, juga sebagai bentuk dukungan PLN
terhadap industri untuk pergerakan perekonomian masyarakat. PT. PLN (Persero) Unit Induk
Transmisi Jawa Bagian Timur dan Bali telah menerapkan aspek Keselamatan dan Kesehatan
Kerja yang konsisten dan secara berkesinambungan ditingkatkan adalah wujud komitmen
nyata perusahaan. Komitmen nyata tersebut adalah wujud dari implementasi Sistem
Manajemen Pengamanan (SMP) serta Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(SMK3). Hal ini sebagai upaya guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja sehingga
produktivitas kerja perusahaan senantiasa terjaga dan meningkat. Tingkat kelelahan akibat
kerja yang dialami para pekerja dapat menyebabkan ketidaknyamanan, gangguan ataupun
mengurangi kepuasan dan juga penurunan produktivitas yang dapat ditunjukkan dengan
berkurangnya kecepatan performansi, menurunnya mutu produk, hilangnya orisinalitas,
meningkatnya kesalahan dan juga kerusakan, kecelakaan yang sering terjadi, kendornya
perhatian dan ketidaktepatan dalam melaksanakan pekerjaan. Nantinya peneliti akan
melakukan observasi dan wawancara informal terhadap pekerja PT. PLN (Persero) Unit Induk
Transmisi Jawa Bagian Timur dan Bali. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan, belum
pernah ada penelitian untuk mengevaluasi tingkat kelelahan kerja terhadap produktivitas kerja
pada pekerja di PT. PLN (Persero) Unit Induk Transmisi Jawa Bagian Timur dan Bali. Oleh
karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh kelelahan kerja, umur, dan masa kerja
terhadap produktivitas kerja pada pekerja di PT. PLN (Persero) Unit Induk Transmisi Jawa
Bagian Timur dan Bali.

2.1 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh kelelahan kerja, umur, dan masa kerja terhadap produktivitas
kerja pada pekerja di PT. PLN (Persero) Unit Induk Transmisi Jawa Bagian Timur dan
Bali.
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskripsikan gambaran produktivitas kerja pada pekerja PT. PLN (Persero)
Unit Induk Transmisi Jawa Bagian Timur dan Bali.
b. Menganalisis hubungan kelelahan kerja dengan tingkat prodiktivitas kerja pada
pekerja PT. PLN (Persero) Unit Induk Transmisi Jawa Bagian Timur dan Bali.
c. Mendeskripsikan karakteristik pekerja (umur, jenis kelamin, dan masa kerja) di PT.
PLN (Persero) Unit Induk Transmisi Jawa Bagian Timur dan Bali.
d. Menganalisis hubungan antara kelelahan pekerja dengan produktivitas kerja
berdasarkan umur pada pekerja PT. PLN (Persero) Unit Induk Transmisi Jawa
Bagian Timur dan Bali.
e. Menganalisis hubungan antara kelelahan pekerja dengan produktivitas kerja
berdasarkan jenis kelamin pada pekerja PT. PLN (Persero) Unit Induk Transmisi
Jawa Bagian Timur dan Bali.
f. Menganalisis hubungan antara kelelahan pekerja dengan produktivitas kerja
berdasarkan masa kerja pada pekerja PT. PLN (Persero) Unit Induk Transmisi Jawa
Bagian Timur dan Bali.

2.2 Manfaat
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait pengaruh kelelahan
kerja, umur, dan masa kerja terhadap produktivitas kerja pada pekerja di PT. PLN
(Persero) Unit Induk Transmisi Jawa Bagian Timur dan Bali, serta memberikan
wawasan serta meningkatkan keilmuan mahasiswa dalam keselamatan dan
kesehatan kerja di tempat kerja.
b. Bagi Program Studi
Penelitian ini diharapkan dapat terjalin hubungan kerja sama dalam dunia akademis
dan dunia kerja antara Program Studi D-IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya dengan instansi – instansi yang terkait
dalam penelitian ini dan dapat menambah bahan referensi serta sebagai bahan
informasi bagi peneliti lain yang akan meneliti terkait permasalahan ini di masa
yang akan datang.
c. Bagi Perusahaan
Penelitian ini bermanfaat agar perusahaan dapat dijadikan sebagai bahan masukan
dan evaluasi bagi pihak perusahaan dalam menentukan langkah-langkah yang
efektif untuk mencegah dan mengatasi kelelahan bagi para pekerjanya untuk
meningkatkan kepedulian terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Manfaat Praktis
Mahasiswa mampu menerapkan keilmuannya dalam menganalisis pengaruh kelelahan
kerja, umur, dan masa kerja terhadap produktivitas kerja pada pekerja di PT. PLN
(Persero) Unit Induk Transmisi Jawa Bagian Timur dan Bali.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penjelasan Terkait Teori


A. Tinjauan Umum tentang Kelelahan Kerja
Pekerjaan adalah sebuah kebutuhan bagi setiap manusia. Perkembangan teknologi
semakin pesat serta penggunaan mesin-mesin dalam pekerjaan semakin banyak. Namun,
manusia sebagai komponen yang paling penting tetap menjadi hal yang paling utama dalam
pekerjaan. Oleh karena itu, kesehatan dan keselamatan manusia dalam sebuah pekerjaan
harus di perhatikan. Gangguan-gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja fisik yang
dapat berakibat buruk bagi kesehatan dan juga dapat mengakibatkan kelelahan kerja.
Aktifitas fisik yang berlebihan, tugas dan beban kerja yang menumpuk juga merupakan
sebuah masalah dalam pekerjaan bagi setiap orang. Aktifitas fisik dan tugas serta beban
kerja yang menumpuk dan di ikuti ketidakmampuan manusia dalam menyesuaikan diri
yang dapat mengakibatkan masalah psikologis bagi tenaga kerja. Masalah psikologis
tersebut ialah stress, dikarenakan tenaga kerja yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan
tugas dan beban kerja dalam pekerjaannya tersebut (Pajow, 2016). Aktifitas fisik yang
berlebihan, tugas dan beban kerja yang menumpuk juga merupakan sebuah masalah dalam
pekerjaan bagi setiap orang. Aktifitas fisik dan tugas serta beban kerja yang menumpuk dan
diikuti ketidakmampuan manusia dalam menyesuaikan diri yang dapat mengakibatkan
masalah psikologis bagi tenaga kerja. Masalah psikologis tersebut ialah stress, dikarenakan
tenaga kerja yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan tugas dan beban kerja dalam
pekerjaannya tersebut (Pajow, 2016).
Kelelahan (fatigue) kerja adalah salah satu resiko terjadinya penurunan derajat
kesehatan bagi tenaga kerja. Kelelahan kerja ditandai dengan melemahnya tenaga kerja
dalam melakukan pekerjaan maupun kegiatan, sehingga dapat meningkatkan kesalahan
dalam melakukan pekerjaan dan akibat adalah terjadinya kecelakaan kerja. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kelelahan ada dua hal, yaitu faktor internal (seperti usia, jenis kelamin,
status kesehatan, status gizi) dan faktor eksternal (seperti beban kerja, lama paparan,
lingkungan fisik) (Murleni, 2016). Menurut Setyawati (2010), bahwa beban kerja yang di
berikan pada pekerja harus di sesuaikan dengan kemampuan psikis ataupun fisik pekerja
yang barsangkutan, keadaan perjalanan, waktu perjalanan dari tempat ke tempat kerja yang
seminimal mungkin serta seaman mungkin berpengaruh terhadap kondisi kesehatan kerja
pada umumnya terhadap kelelahan kerja khususnya. Notoatmodjo (2007), menyatakan
bahwa kesehatan kerja berusaha mengurangi dan mengatur beban kerja para karyawan atau
pekerja dengan metode merencanakan ataupun mendesain suatu alat yang dapat
mengurangi beban kerja. Kelelahan bagi setiap orang memiliki arti tersendiri yang bersifat
subyektif. Kelelahan adalah mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh menghindari
kerusakan yang lebih lanjut, sehingga terjadilah pemulihan (Suma’mur P.K., 1996).
Kelelahan kerja merupakan aneka keadaan yang disertai dengan penurunan efisiensi dan
ketahanan dalam bekerja (Suma’mur, 2009). Kelelahan kerja dapat menurunkan kinerja dan
menambah tingkat kesalahan kerja (Nurmianto, 2003). Selain itu, kelelahan akan sangat
berdampak pada hasil kinerja yang akan diperoleh maupun produktivitasnya.
1. Dampak Kelelahan Kerja
Kelelahan yang terus-menerus terjadi akan berakibat terjadinya kelelahan fatal.
Perasaan lelah tidak saja terjadi sesudah atau sebelum bekerja, akan tetapi selama
bekerja, mungkin saja sebelum bekerja. Perasaan capek terlihat seperti suatu gejala.
Gejala-gejala psikis ditandai dengan perbuatan anti sosial atau perasaan tidak cocok
dengan sekitarnya atau lingkungannya, selalu depresi, kurangnya tenaga dan juga
hilangnya inisiatif. Tanda-tanda psikis sering disertai juga dengan kelainan-kelainan
psikolatis seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, tidak dapat tertidur, vertigo dan
lain-lain. Kelelahan kronis disebut juga dengan kelelahan klinis. Hal ini disebabkan
oleh tingkat absentisme yang akan meningkat terutama mangkir kerja pada waktu
jangka pendek disebabkan kebutuhan istirahat lebih banyak ataupun meningkatnya
angka sakit (Suma’mur, 1996). Ada 30 gejala kelelahan yang terbagi dalam tiga
kategori, yaitu sebagai berikut :
a. Menunjukkan Terjadinya Pelemahan Kegiatan
Lelah seluruh badan, kaki merasa berat, sering menguap, merasa kacau pikiran,
manjadi mengantuk, marasakan beban pada mata, kaku atau canggung dalam
gerakan, tidak seimbang dalam berdiri, mau berbaring.
b. Menunjukkan Terjadinya Pelemahan Motivasi
Menjadi gugup, tidak berkonsentrasi, tidak dapat mempunyai perhatian terhadap
sesuatu, cenderung untuk lupa, kurang kepercayaan, cemas terhadap sesuatu, tidak
dapat mengontrol sikap, tidak dapat tekun dalam pekerjaan.
c. Menunjukkan Gambaran Kelelahan Fisik Akibat Keadaan Umum
Terasa pernafasan tertekan, haus, suara serak, terasa pening, spasme dari kelopak
mata, tremor pada anggota badan, merasa kurang sehat (Suma’mur P.K, 1996).
2. Faktor Kelelahan Kerja
Timbulnya rasa lelah dalam diri manusia merupakan proses yang terakumulasi dari
berbagai faktor penyebab dan mendatangkan ketegangan (stress) yang dialami oleh
tubuh manusia (Wignjosoebroto, 2000). Faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan
ada dua hal yaitu, faktor internal dan faktor eksternal.
a. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam individu, terdiri dari :
1) Umur
Umur atau usia adalah lama waktu hidup atau ada sejak dilahirkan. Menurut
Suma’mur (2009), umur merupakan proses menjadi tua disertai kurangnya
kemampuan kerja oleh karena perubahan-perubahan pada alat-alat tubuh, sistem
kardiovaskular dan hormonal. Menurunnya kemampuan kerja alat-alat tubuh
akan menyebabkan tenaga kerja semakin mudah mengalami kelelahan.
Semakin usia bertambah makan akan semakin mudah tenaga kerja mengalami
kelelahan kerja. Faktor individu seperti umur dapat berpengaruh terhadap waktu
reaksi dan perasaan lelah tenaga kerja. Pada umur yang lebih tua terjadi
penurunan kekuatan otot, tetapi keadaan ini diimbangi dengan stabilitas emosi
yang lebih baik di banding tenaga kerja yang muda yang dapat berakibat positif
dalam melakukan pekerjaan.
2) Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan suatu identitas seseorang laki-laki atau wanita. Pada
tenaga kerja wanita akan terjadi siklus biologis setiap bulan di dalam
mekanisme tubuhnya, sehingga akan mempengaruhi turunnya kondisi fisik
maupun psikisnya. Hal ini akan menyebabkan tingkat kelelahan wanita lebih
besar daripada lakilaki. Hungu (2007), berpendapat jenis kelamin (seks) adalah
perbedaan antara perempuan dan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir.
3) Kondisi Kesehatan
Muftia (2005), berpendapat kesehatan fisik sangat penting untuk menduduki
suatu pekerjaan. Tidak mungkin seseorang dapat menyelesaikan tugas-tugasnya
dengan baik jika sering sakit. Status kesehatan dapat mempengaruhi kelelahan
kerja yang dapat dilihat dari riwayat penyakit yang diderita. Beberapa penyakit
yang mempengaruhi kelelahan kerja yaitu :
a) Penyakit Gangguan Ginjal
Pada penderita gangguan ginjal, sistem pengeluaran sisa metabolisme akan
terganggu sehingga tertimbun dalam darah (uremi). Penimbunan sisa
metabolisme menyebabkan kelelahan.
b) Penyakit Jantung
Seseorang yang mengalami nyeri jantung jika kekurangan darah,
kebanyakan menyerang bilik kiri jantung sehingga paru-paru akan
mengalami bendungan dan penderita akan mengalami sesak nafas sehingga
akan mengalami kelelahan.
c) Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)
Hipertensi pada sebagian besar kasus tidak menunjukkan gejala apapun
hingga suatu saat hipertensi menjadi stroke dan serangan jantung yang
menjadikan penderita meninggal. Sakit kepala yang sering menjadi
indikator hipertensi tidak terjadi pada beberapa orang atau dianggap keluhan
ringan yang akan sembuh dengan sendirinya (Nurrahmani, 2012). Tenaga
kerja yang mengalami tekanan darah tinggi akan menyebabkan kerja
jantung menjadi lebih kuat sehingga jantung membesar. Pada saat jantung
tidak mampu mendorong darah beredar keseluruhan tubuh dan sebagian
akan menumpuk pada jaringan seperti tungkai atau paru. Selanjutnya terjadi
sesak nafas bila ada pergerakan sedikit karena tidak tercukupi kebutuhan
oksigennya akibatnya pertukaran darah tersumbat. Pada tungkai terjadi
penumpukan sisa metabolisme yang menyebabkan kelelahan.
d) Keadaan Psikis Tenaga Kerja
Keadaan psikis tenaga kerja yaitu suatu respon yang ditafsirkan bagian yang
salah, sehingga merupakan suatu aktivitas secara primer suatu organ,
akibatnya timbul ketegangan-ketegangan yang dapat meningkatkan tingkat
kelelahan seseorang.
4) Posisi Kerja
Posisi tubuh dalam bekerja adalah sikap yang ergonomi, sehingga dicapai
efisien kerja dan produktivitas yang optimal dengan memberikan rasa nyaman
dalam bekerja. Apabila dalam melakukan pekerjaan posisi tubuh salah, maka
akan mempenaruhi kelelahan kerja.
b. Faktor Eksternal
1) Beban Kerja
Beban kerja merupakan volume pekerjaan yang dibedakan kepada tenaga kerja
baik fisik, mental dan tanggungjawab (Muftia, 2005). Secara umum faktor yang
mempengaruhi beban kerja sangat kompleks, baik faktor internal maupun faktor
eksternal. Beban kerja karena faktor eksternal adalah beban kerja yang berasal
dari luar tubuh pekerja, sedangkan beban kerja eksternal adalah tugas (task) itu
sendiri, organisasi dan lingkungan kerja, sedangkan beban kerja karena faktor
internal adalah faktor yang berasal dari diri sendiri sebagai akibat adanya reaksi
beban kerja eksternal (Ahmad dan Amanatun, 2015). Faktor utama yang
menentukan beban kerja adalah tuntutan tugas, usaha atau tenaga dan
performasi. Berdasarkan beberapa faktor-faktor di atas maka beban kerja
apabila dilihat dari faktor internal salah satunya adalah organisasi kerja yang
dapat mempengaruhi beban kerja seperti waktu kerja. Beban kerja yang
melebihi kemampuan akan mengakibatkan kelelahan kerja.
2) Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan menuntut ketrampilan kerja yang meliputi pengetahuan tentang
tata cara kerja dan prakteknya, serta pengenalan aspek-aspek pekerjaan secara
terperinci sampai hal-hal kecil termasuk keselamatannya (Tarwaka, 2004).
Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungannya
dengan fisik, mental atau sosial. Penempatan yang tepat pada tenaga kerja
meliputi kecocokan pengalaman, ketrampilan, motivasi dan kepastian kerja.
3) Masa Kerja
Masa kerja merupakan kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja di suatu
tempat. Masa kerja adalah waktu yang dihitung berdasarkan tahun pertama
bekerja hingga saat penelitian dilakukan dihitung dalam tahun. Semakin lama
masa kerja seseorang maka semakin tinggi juga tingkat kelelahan, karena
semakin lama bekerja menimbulkan perasaan jenuh akibat kerja monoton akan
berpengaruh terhadap tingkat kelelahan yang dialami (Setyawati, 2010).
Kelelahan yang disebabkan oleh karena kerja statis berbeda dengan kerja
dinamis. Tarwaka menjelaskan pada kerja otot statis dengan pengerahan tenaga
50% dari kekuatan maksimum otot hanya dapat bekerja selama 1 menit
sedangkan pada pengerahan tenaga <20% kerja fisik dapat berlangsung cukup
lama (Tarwaka, 2004). Kelelahan harus dibedakan dengan kejenuhan
merupakan salah satu faktor penyebab kelelahan, jemu adalah keadaan dimana
terdapat 5 (lima) faktor penyebab kelelahan :
a) Keadaan monoton.
b) Beban kerja da lama pekerjaan baik fisik maupun mental.
c) Keadaan lingkungan kerja seperti cuaca kerja, penerangan dan bising.
d) Keadaan kejiwaan seperti tanggung jawab, kekhawatiran/konflik.
e) Penyakit perasaan sakit dan keadaan gizi Kehilangan cairan dalam tubuh
dapat menimbulkan dan mengakibatkan kelelahan. Berikut ini adalah
persentase kehilangan cairan dalam tubuh, antara lain :
1) Kekurangan air tubuh 1% mulai menimbulkan rasa haus dan gangguan
mood.
2) Kekurangan air tubuh 2-3% meningkatkan suhu tubuh, rasa haus dan
gangguan stamina.
3) Kekurangan air tubuh 4% dapat menurunkan kemampuan fisik 25%.
4) Pingsan bila kadar air tubuh berkurang sampai 7%.
4) Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja menurut Komarudin (1983), adalah kehidupan sosial,
psikologi, dan fisik dalam perusahaan yang berpengaruh terhadap pekerja dalam
melaksanakan tugasnya. Kehidupan manusia tidak terlepas dari berbagai
keadaan lingkungan sekitarnya, antara manusia dan lingkungan terdapat
hubungan yang sangat erat. Dalam hal ini, manusia akan selalu berusaha untuk
beradaptasi dengan berbagai keadaan lingkungan sekitarnya. Demikian pula
halnya ketika melakukan pekerjaan, karyawan sebagai manusia tidak dapat
dipisahkan dari berbagai keadaan disekitar tempat mereka bekerja, yaitu
lingkungan kerja. Selama melakukan pekerjaan, setiap karyawan akan
berinteraksi dengan berbagai kondisi yang terdapat dalam lingkungan kerja.
a) Lingkungan Fisik
Lingkungan Fisik merupakan jenis lingkugan yang berhubungaan dengan
kondisi fisik lingkungan kerja yaitu tingkat pencahayaan, suhu dan
kelembaban. Lingkungan fisik dapat mempengaruhi kinerja manusia.
Apabila lingkungan fisik baik dapat membuat pekerja nyaman dan aman,
sebaliknya lingkungan fisik buruk dapat menyebabkan konsentrasi,
kemampuan, dan efektivitas pekerja menurun. Hal tersebut merupakan
tanda-tanda kelelahan.
b) Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial yang dimaksud berkenaan dengan keyakinan nilai-nilai,
sikap, pandangan, pola atau gaya hidup di lingkungan sekitar serta interaksi
antara orang-orang yang bekerja dalam suatu perusahaan baik itu interaksi
antara atasan dengan bawahan maupun dengan rekan kerja.
c) Lingkungan Psikologis
Kehidupan psikologis adalah interaksi perilaku-perilaku karyawan dalam
suatu perusahaan dimana mereka bekerja. Setiap orang dalam suatu
perusahaan membawa suatu harapan akan pemenuhan kebutuhan dan
keinginan. Adanya kebutuhan dan keinginan itu mendorong mereka
berperilaku untuk memuaskan kebutuhan dan keinginannya.
3. Jenis Kelelahan Kerja
Kelelahan kerja berakibat pada pengurangan kapasitas kerja maupun ketahanan tubuh
(Suma’mur P.K., 1996). Kelelahan kerja dapat dibedakan sebagai berikut, yaitu :
a. Berdasarkan Proses dalam Otot
Berdasarkan proses dalam otot kelelahan dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1) Kelelahan Otot (Muscular Fatigue)
Kelelahan otot atau yang biasa disebut dengan muscular fatigue adalah
fenomena berkurangnya kinerja otot sesudah terjadinya tekanan melalui fisik
untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara fisiologi, dan gejala yang
diberikan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik, namun juga makin
rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik dapat menyebabkan sejumlah
hal yang kurang menguntungkan seperti: lemahnya kemampuan tenaga kerja
dalam melakukan pekerjaan maupun meningkatnya kesalahan dalam
melakukan kegiatan kerja, sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kerja.
Gejala kelelahan otot dapat dilihat pada gejala yang tampak dari luar atau
eksternal signs (Budiono, 2003).
2) Kelelahan Umum (General Fatigue)
Gejala utama kelelahan kerja adalah suatu perasaan letih yang luar biasa. Semua
aktivitas menjadi terganggu atau terhambat karena munculnya gejala kelelahan
tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik ataupun psikis,
segalanya terasa berat dan merasa “ngantuk” (A.M. Sugeng Budiono, 2003).
Kelelahan umum biasanya ditandai kurangnya kemauan untuk bekerja yang
disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan
di rumah, kondisi mental, status kesehatan maupun keadaan gizi (Tarwaka,
2004).
b. Berdasarkan Penyebab Kelelahan
Menutut Kalimo kelelahan fisiologis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh faktor
lingkungan ditempat kerja, antara lain sebagai berikut: kebisingan, suhu atau
kelelahan psikologis yang disebabkan oleh faktor psikologis (konflik mental),
monotoni pekerjaan, bekerja karena terpaksa, pekerjaan yang berlebihan.
Sedangkan menurut Phoon kelelahan fisik yaitu kelelahan karena kerja fisik, kerja
patologis ditandai dengan kurangnya kerja, rasa lelah ataupun ada hubungannya
dengan faktor psikososial (Silastuti, 2006).
c. Berdasarkan Waktu Terjadinya
1) Kelelahan Akut
Kelelahan akut biasanya disebabkan oleh kerja suatu organ ataupun seluruh
tubuh secara berlebihan.
2) Kelelahan Kronis
Kelelahan kronis terjadi bila kelelahan berlangsung setiap saat, berkepanjangan
dan juga bahkan terkadang telah terjadi sebelum memulai sesuatu kerjaan
(Hasibuan, 2010).
4. Proses Kelelahan Kerja
Salah satu penyebab kelelahan ialah kekurangan waktu tidur atau terjadinya gangguan
pada cyrcardian rhythms akibat jet lag atau shift work. Cyrcardian rhythms berfungsi
untuk mengatur tidur, kesiapan untuk bekerja, proses otonom atau vegetatif seperti
metabolisme, temperatur tubuh, detak jantung maupun tekanan darah. Fungsi tersebut
dinamakan siklus harian yang sangat teratur (Setyawati, 2010). Cyrcardian rhythms
untuk fungsi normal mengatur siklus biologi irama tidur- bangun dimana 1/3 waktu
untuk tidur dan 2/3 waktu untuk bangun ataupun aktivitas. Cyrcardia rhythms dapat
terganggu apabila mengalami pergeseran.
a. Sementara (acute shift work, jet lag)
b. Menetap (shift worker)
Jika irama tidur cyrcardian terganggu maka akan terjadi perubahan pemendekan waktu
tidur atau perubahan fase REM (Rosati, 2011). Tubuh manusia yang seharusnya
istirahat, tetapi karena diharuskan bekerja maka keadaan ini akan memberikan dampak
beban tersendiri dalam mempengaruhi kesiagaan seorang pekerja yang akan
berkembang menjadi kelelahan dikarenakan pada malam hari semua fungsi tubuh dapat
menurun atau timbul rasa kantuk sehingga kelelahan relatif besar pada pekerja malam
(Wijaya, 2005). Maka, keadaan seseorang pada suatu saat sangat tergantung pada hasil
kerja diantara dua sistem antagonis dimaksud. Apabila sistem penghambat lebih kuat,
seseorang akan dalam keadaan lelah. Sebaliknya jikalau sistem aktivasi lebih kuat,
seseorang akan dalam keadaan segar untuk bekerja. Konsep dapat dipakai dalam
menjelaskan peristiwa-peristiwa yang sebelumnya kurang jelas. Misalnya peristiwa
seseorang dalam keadaan lelah, tiba-tiba lelahnya hilang dikarenakan terjadi peristiwa
yang tidak diduga sebelumnya ataupun terjadi tegangan emosi. Dalam keadaan ini,
sistem penggerak tiba-tiba terangsang dan dapat mengatasi sistem penghambat (Barus,
2017). Demikian pula peristiwa monotoni, kelelahan terjadi dikarenakan hambatan dari
sistem penghambat, walaupun beban kerja kurang berat. Kelelahan diatur secara sentral
oleh otak. Pada susunan saraf pusat, terdapat sistem aktivasi dan inhibisi. Kedua sistem
saling mengimbangi tetapi kadang-kadang salah satunya lebih dominan sesuai dengan
keguaan. Sistem aktivasi bersifat simpatis, sedangkan inhibisi bersifat parasimpatis.
Agar tenaga kerja berada dalam keserasian dan keseimbangan, kedua sistem tersebut
harus berada pada kondisi yang memerlukan stabilitasi kepada tubuh (Suma’mur,
2009).
5. Penanggulangan Kelelahan Kerja
Kelelahan akan berkurang dengan berbagai macam cara yang diberikan kepada keadaan
umum atau lingkungan fisik ditempat kerja, contohnya dengan pemberian kesempatan
istirahat yang tepat dan pengaturan jam kerja (Suma’mur, 1996). Kelelahan dapat
berkurang dengan berbagai jenis cara yang ditujukan pada keadaan umum dan
lingkungan fisik di tempat kerja. Seperti, banyak hal yang dapat dicapai dengan jam
kerja, kamar istirahat, masa libur, rekreasi, dan sebagainya (Hasibuan, 2010). Menurut
Susetyo (2012) untuk mengurangi dampak kelelahan kerja maka harus dihindari sikap
kerja yang bersifat statis atau mengupayakan sikap kerja yang lebih dinamis. Hal ini
dapat dikerjakan dengan mengubah sikap kerja yang statis menjadi sikap kerja yang
bervariasi ataupun dinamis, sehingga sirkulasi darah dan oksigen dapat bergerak normal
ke semua anggota tubuh. Sedangkan untuk menilai tingkat kelelahan seseorang dapat
dilihat dari pengukuran kelelahan secara tidak langsung baik secara objektif ataupun
subjektif.

B. Tinjauan Umum Terkait Pengukuran Kelelahan Kerja


Menurut Tarwaka (2004), mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam
beberapa kelompok sebagai berikut :
1. Kualitas dan Kuantitas Kerja yang Dilakukan
Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja (waktu yang
digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun
demikian, banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti target produksi, faktor
sosial, dan perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan
produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya
kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor.
2. Uji Psiko-Motor (Psychomotor Test)
Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor. Salah satu
cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi
adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran
atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu,
denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu
reaksi merupakan petunjuk adanya pelambatan pada proses faal syaraf dan otot.
Menurut Sanders dan McCormick (dalam Tarwaka, 2004), mengatakan bahwa waktu
reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon yang spesifik saat satu stimuli terjadi.
Waktu reaksi terpendek biasanya berkisar antara 150 s/d 200 milidetik. Waktu reaksi
tergantung dari stimuli yang dibuat, intensitas dan lamanya perangsangan, umur subjek,
dan perbedaan-perbedaan individu lainnya. Menurut Setyawati (dalam Tarwaka, 2004),
melaporkan bahwa dalam uji waktu reaksi, ternyata stimuli terhadap cahaya lebih
signifikan daripada stimuli suara. Hal tersebut, disebabkan karena stimuli suara lebih
cepat diterima oleh reseptor daripada stimuli cahaya. Alat ukur waktu reaksi yang telah
dikembangkan di Indonesia biasanya menggunakan nyala lampu dan denting suara
sebagai stimuli.
3. Uji Hilangnya Kelipan (Flicker-Fusion Test)
Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan
berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak
antara dua kelipan. Uji kelipan, selain untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan
keadaan kewaspadaan tenaga kerja.
4. Perasaan Kelelahan secara Subjektif (Subjective Feelings of Fatigue)
Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang,
merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan
subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari 10 pertanyaan
tentang pelemahan kegiatan (pertanyaan nomor 1 s/d 10), 10 pertanyaan tentang
pelemahan motivasi (11 s/d 20), dan 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik
(21 s/d 30).
5. Uji Mental
Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan
untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersma
Test, merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan,
ketelitian dan kontansi. Hasil tes akan menunjukkan bahwa semakin lelah seseorang
maka tingkat kecepatan, ketelitian, dan konstansi akan semakin rendah atau sebaliknya.
Namun demikian, Bourdon Wiersman Test lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat
aktivitas atau pekerjaan yang lebih bersifat mental.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini Skala Kelelahan IFRC (Industrial Fatigue
Research Committe). Pengukuran kelelahan dengan menggunakan kuesioner kelelahan
subjektif dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan kelelahan individu dalam kelompok
kerja yang cukup banyak atau kelompok kerja yang dapat mepresentasikan populasi secara
keseluruhan. Jika metode ini dilakukan hanya untuk beberapa orang pekerja di dalam kelompok
populasi kerja yang besar, maka hasilnya tidak akan valid dan realibel. Penilaian dengan
menggunakan kuesioner kelelahan subjektif dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya
dengan menggunakan 2 jawaban sederhana yaitu “YA” (ada kelelahan) dan “TIDAK” (tidak
ada kelelahan). Tetapi, lebih utama untuk menggunakan desain penilaian dengan skoring
(misalnya ; 4 skala likert). Apabila digunakan skoring dengan skala likert, maka setiap skor
atau nilai haruslah mempunyai definisi operasional yang jelas dan mudah dipahami oleh
responden. Di bawah ini adalah contoh desain penilaian kelelahan subjektif dengan skala 4
skala likert, dimana :
1. Skor 0 = tidak pernah merasakan
2. Skor 1 = kadang-kadang merasakan
3. Skor 2 = sering merasakan
4. Skor 3 = sering sekali merasakan
Selanjutnya setelah selesai melakukan wawancara dan pengisian kuisioner, maka langkah
berikutnya adalah, menghitung jumlah skor pada masing-masing kolom dari ke-30 pertanyaan
yang diajukan dan menjumlahkannya menjadi total skor individu. Dalam banyak penelitian
dengan menggunakan uji statistik tertentu yang dimaksudkan untuk menilai signifikansi hasil
penelitian (seperti pre and post test design, atau setelah diberikannya intervensi), maka total
skor individu tersebut dapat langsung digunakan dalam entri data statistik. Langkah terakhir
dari aplikasi kuesioner kelelahan subjektif ini, tentunya adalah upaya perbaikan pada
pekerjaan, jika diperoleh hasil yang menunjukkan tingkat kelelahan tinggi. Tabel di bawah ini
merupakan sederhana yang dapat digunakan untuk menetukan klasifikasi tingkat kelelahan
subjektif.

Tabel 2.1 Klasifikasi Tingkat Kelelahan Subjektif Berdasarkan Total Skor Individu
Tingkat Kelelahan Total Skor Klasifikasi Kelelahan
1 30-52 Rendah
2 53-75 Sedang
3 76-98 Tinggi
4 99-120 Sangat Tinggi
Sumber : Tarwaka, 2011

C. Tinjauan Umun Terkait Produktivitas Kerja


Sumber daya manusia dalam hal ini tenaga kerja perlu berkembang secara terus
menerus, agar tujuan untuk mendapatkan tenaga kerja yang bermutu dan berkualitas.
Kurangnya kualitas tenaga kerja sangat berpengaruh terhadap pengembangan atau peningkatan
produksi di berbagai bidang. Sumber daya manusia adalah salah satu motor penggerak utama
bagi setiap operasi perusahaan, sehingga upaya dalam perkembangan SDM tersebut adalah
strategi yang utama guna menegakkan kompetisi global untuk meningkatkan pembangunan
nasional. Keberhasilan suatu perusahaan juga digambarkan dari hasil kerja individu-individu
di perusahaan, hasil kerja tersebut yang nantinya akan berpengaruh pada produktivitas secara
keseluruhan. Semakin tinggi produktivitas tenaga kerja karyawan diharapkan berdampak pada
peningkatan kesejahteraan karyawan (Putri, 2016). Produktivitas adalah rasio output terhadap
input sumber daya yang dapat digunakan juga diartikan sebagai rasio antara output dengan
input sumber daya yang dipakai (Sulaeman, 2014). Banyak faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat produktivitas kerja karyawan. Faktor yang berhubungan dengan kondisi
karyawan ataupun kebijakan perusahaan. Dalam penelitian ini, difokuskan tingkat
produktivitas yang berhubungan dengan kondisi karyawan (Aprilyanti, 2017).
1. Pengertian Produktivitas Kerja
Secara defenisi kerja, produktivitas adalah perbandingan antara hasil yang
dicapai (keluaran atau output) dengan keseluruhan sumber daya (masukan atau input)
yang digunakan untuk persatuan waktu. Defenisi kerja ini mengandung cara dan
metode pengukuran. Produktivitas mengandung pandangan hidup atau sikap mental
yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan (Devi, 2009). Produktivitas
kerja merupakan tingkatan yang efisiensi dalam memproduksi barang-barang dan jasa-
jasa. Produktivitas dapat mengutarakan cara pemanfaatan secara baik terhadap sumber-
sumber dalam memproduksi barang-barang (Salafudin, 2013). Produktivitas kerja
karyawan dapat diartikan sebagai hasil kongkrit (produk) yang dapat dihasilkan oleh
individu maupun kelompok, selama satuan waktu tertentu dalam suatu proses kerja
(Yuniarsih, 2013). Pribadi yang sangat produktif menggambarkan potensi, presepsi,
atau kreativitas seseorang yang akan senantiasa ingin menyumbangkan kemampuan
untuk bermanfaat bagi dirinya dan lingkungannya. Karyawan seperti ini adalah aset
perusahaan dan akan menunjang pencapaian tujuan perusahaan tersebut (Putri, 2016).
Produktivitas kerja karyawan adalah sebagai faktor yang sangat penting dalam
menunjang keberhasilan usaha. Produktivitas yang tinggi akan sangat menguntungkan
baik bagi pengusaha ataupun karyawannya terutama untuk kesejahterannya.
Produktivitas juga akan mencerminkan etos kerja karyawan yang mencerminkan sikap
mental yang baik. Pengusaha atapun karyawan yang terlibat langsung dalam suatu
perusahaan harus berupaya untuk meningkatkan produktivitasnya (Sulaeman, 2014).
2. Faktor Produktivitas Kerja
Menurut Suma’mur (2009), selain faktor kesehatan, ada juga beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi tingkat produktivitas kerja. Yaitu seperti motivasi kerja, latar
belakang pendidikan, keterampilan tenaga kerja, profesionalitas, pengalaman,
kompetensi kerja, tingkat kesejahteraan, jaminan kontinuitas kerja, jaminan sosial,
adanya apresiasi, hubungan kerja dan hubungan industrial, citra perusahaan, serta
lingkungan sosial budaya. Jadi, kesehatan bukanlah faktor utama yang dapat
menentukan produktivitas kerja, namun tanpa kesehatan tidak mungkin produktivitas
kerja yang baik dapat diwujudkan dan direalisasikan. Selain itu, menurut Siagian (2003)
yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja bisa disimpulakan menjadi dua golongan
yaitu (Hasibuan, 2010) :
a. Faktor yang ada pada diri sendiri atau individu, yaitu umur, temperamen, keadaan
fisik individu, kelelahan dan motivasi.
b. Faktor yang ada diluar dari diri sendiri atau individu, yaitu kondisi fisik seperti
suara, penerangan, waktu istirahat, lama kerja, upah, bentuk organisasi, lingkungan
sosial dan keluarga.
Kemudian menurut Busro (2018), faktor-faktor produktivitas merupakan kemauan
kerja yang tinggi, kemampuan kerja yang dapat sesuai dengan isi kerja dan lingkungan
kerja yang nyaman, penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum,
jaminan sosial yang dapat memadai, kondisi kerja yang manusiawi atau hubungan kerja
yang harmonis. Lalu menurut Yusuf (2015), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
produktivitas adalah pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), kemampuan
(abilities), sikap (attitude) dan perilaku (behaviors).
3. Pengukuran Produktivitas Kerja
Untuk mengetahui tingkat produktivitas karyawan perlu dilakukannya sebuah
pengukuran, umumnya pengukuran produktivitas kerja para karyawan dilihat dari
kehadiran setiap jam, setiap harinya, atau hasil kerja yang di dapat selama bekerja.
Pengukuran produktivitas ini dapat digunakan sebagai acuan guna meningkatkan
kembali tingkat produktivitas sebuah perusahaan. Menurut Wibowo (2014),
pengukuran produktivitas dapat mewujudkan sejumlah fungsi penguatan yang sangat
berharga yaitu membangun kepedulian, mengukur masalah atau peluang,
mengusahakan mekanisme umpan balik, dan juga memfasilitasi integrasi. Kemudian
menurut Darmadi (2018), dalam pengukuran produktivitas terdapat beberapa prinsip
yaitu para manajer bagian harus diminta untuk mengembangkan ukuran-ukurannya
sendiri, rasio-rasio produktivitas wajib dikaitkan dengan semua tanggung jawab
pekerjaan, semua pengukuran produktivitas hendaknya dihubungkan dalam pola-pola
tertentu. Menurut Muchdarsyah Sinugan (2008), ada tiga model dasar produktivitas,
antara lain :
a. Produktivitas parsial (rasio total output dengan salah satu kelas input).
b. Produktivitas total faktor (rasio output dengan jumlah tenaga kerja dan capital
input).
c. Produktivitas total (rasio total output dengan seluruh total input).
Pengukuran produktivitas tenaga kerja yang menyangkut masukan bayangan ini
memang memerlukan kecermatan untuk dapat menilainya. Menurut Muchdarsyah
Sinugan (2008), pengukuran produktivitas kerja memiliki tiga cara pengukuran yaitu :
a. Karena hasil maupun masukan dapat dinyatakan dalam waktu, produktivitas kerja
dapat dinyatakan suatu indeks yang sangat sederhana.
Hasil-Hasil dalam Jam-Jam Standar
Masukan dalam Jam-Jam Waktu

Sumber : Muchdarsyah Sinugan, 2008


Masukan dalam ukuran produktivitas tenaga kerja seharusnya menutup semua
jam kerja para pegawai baik secara kantor maupun pekerja kasar.
b. Selanjutnya, indeks produktivitas tenaga kerja juga dapat dinyatakan menurut cara
finansial.
Pertama, menghitung penjualan (dengan nilai tukar). Kedua, penyesuaian
volume barang yang akan dijual dalam jumlah produksi dengan membuat penelitian
yang tepat, penjualan dan pemasukan tenaga kerja dalam waktu tertentu mungkin
tidak cocok dan memadai sebab akumulasi penelitian pengurangannya terjadi pada
saat lalu.
c. Langkah kerja adalah mencatat daftar gaji menurut tingkat upah dan gaji.
Jadi bagi keperluan pengukuran umum produktivitas kerja memiliki unit yang
diperlukan yaitu kuantitas dan kualitas hasil penggunaan masukan. Selanjutnya bisa
dikatakan bahwa seseorang telah bekerja dengan produktif jika dia telah
menunjukan output kerja yang paling tidak telah mencapai suatu ketentuan
minimal. Ketentuan ini didasarkan atas besarnya keluaran yang dihasilkan secara
normal dan diselesaikan dalam jangka waktu yang layak pula. Dari uraian ini, dapat
disimpulkan bahwa terdapat dua unsur kriteria produktivitas, yaitu :
1) Besar atau kecilnya keluaran yang dihasilkan
2) Waktu kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan.
4. Indikator Produktivitas Kerja
Menurut Ruauw, dkk (2015), variabel produktivitas kerja ini dapat diamati atau
diukur dengan beberapa indikator sebagai berikut sikap kerja (sikap dalam melayani
dan sikap dalam melakukan inisiatif kerja), tingkat keterampilan (pencapaian tugas,
keterampilan melaksanakan program dan mengevaluasi pencapaian program), dan
efisiensi tenaga kerja (pemanfaatan tenaga kerja dan jumlah tenaga kerja). Sedangkan
menurut Hartatik (2014), indikator produktivitas merupakan tingkat absensi tinggi,
tingkat perolehan hasil, kualitas yang dapat menghasilkan, tingkat kesalahan dan waktu
yang dibutuhkan. Kemudian menurut Wartana (Hartoyo, 2015), ada beberapa indikator
dalam produktivitas ialah tindakan konstruktif, percaya pada diri sendiri, bertanggung
jawab, memiliki rasa cinta terhadap pekerjaan, mempunyai pandangan ke depan,
mampu mengatasi persoalan dan bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang dapat
berubah-ubah, mempunyai kontribusi positif terhadap lingkungan, semangat kerja
untuk mendorong mereka untuk bekerja sama dalam menyelesaikan pekerjaan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan indikator dari produktivitas
kerja ialah kemampuan, meningkatkan hasil yang ingin dicapai atau tujuan, semangat
kerja, efisiensi, tingkat absensi, kualitas yang dapat dihasilkan, tingkat kesalahan,
bertanggung jawab, tindakan konstruktif, percaya pada diri sendiri, dan memiliki
kontribusi.
5. Dimensi Produktivitas Kerja
Dimensi produktivitas kerja, menurut Balai Pengembangan Produktivitas
Daerah (dalam Umar, 2001), yaitu :
a. Dimensi sikap kerja dioperasional, meliputi : sikap dalam melayani, sikap dalam
melaksanakan pekerjaan, atau sikap melakukan inisiatif kerja.
b. Dimensi tingkat ketrampilan dioperasional, meliputi : ketrampilan pencapaian
tugas, ketrampilan melaksanakan progam, maupun ketrampilan mengevaluasi
pencapaian progam.
c. Dimensi hubungan kerja dioperasional, meliputi: hubungan kerja dengan pimpinan,
hubungan kerja antar bagian, dan hubungan kerja dengan reken sekerja.
d. Dimensi manajemen produktivitas, meliputi : koordinasi pekerjaan, komunikasi
antar bagian, ataupun tanggung jawab pekerjaan.

2.2 Kerangka Teori

FAKTOR INTERNAL
a. Umur
b. Status Gizi
PRODUKTIVITAS
c. Kondisi Fisik/Kesehatan
KERJA
d. Posisi Kerja
1. Kemampuan Kerja
KELELAHAN 2. Hasil Kerja
KERJA 3. Efektivitas dan
FAKTOR EKSTERNAL Efisiensi
1. Beban Kerja
Robert A. Sutermatter
2. Jenis Pekerjaan yang dikutip Sinuhang
3. Masa Kerja (2003 : 16)
4. Lingkungan Kerja
a. Lingkungan Fisik
b. Lingkungan Sosial
c. Lingkungan Psikologis

Bagan 2.1 Kerangka Teori


Modifikasi Suma’mur (2009) ; Sinuhang (2003)
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

4.1 Kerangka Konseptual


FAKTOR INTERNAL
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Status Gizi
PRODUKTIVITAS
4. Kondisi Fisik/Kesehatan
5. Posisi Kerja
KERJA
a. Kemampuan Kerja
1. Umur b. Hasil Kerja
FAKTOR EKSTERNAL 2. Jenis c. Efektivitas dan
Kelamin Efisiensi
1. Beban Kerja
2. Jenis Pekerjaan 3. Masa Kerja
3. Masa Kerja
4. Lingkungan Kerja
a. Lingkungan Fisik
b. Lingkungan Sosial
c. Lingkungan Psikologis
KELELAHAN
KERJA

Kualitas dan Kuantitas


Kerja

Uji Psikomotor

Uji Hilangnya Kelipan

Perasaan Kelelahan
Subyektif

Uji Mental

Bagan 3.1 Kerangka Teori Konseptual

Sumber : (Suma’mur, 2009 ; Tarwaka, 2004 ; Shinuhang, 2003)


Keterangan :
Tidak Diteliti
Diteliti

PT. PLN (Persero) Unit Induk Transmisi Jawa Bagian Timur dan Bali yang berlokasi di
Sidoarjo merupakan salah satu industri yang pertumbuhannya pesat, hal ini berkaitan
dengan distribusi suplainya untuk daerah Sidoarjo, Porong dan Surabaya. Tentunya,
keandalan sistem kelistrikan menjadi perhatian penting bagi PLN, juga sebagai bentuk
dukungan PLN terhadap industri untuk pergerakan perekonomian masyarakat.
Keberhasilan suatu unit induk transmisi harus ditujang oleh produktivitas pekerja dari
tenaga kerja. Produktivitas kerja tenaga kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu apabila
tenaga kerja mengalami kelelahan kerja, maka akibat yang akan ditimbulkannya akan
dirasakan oleh perusahaan berupa penurunan produktivitas perusahaan. Sedangkan
kelelahan itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Yaitu faktor internal (umur, jenis
kelamin, status gizi, kondisi fisik/kesehatan, dan posisi kerja) dan faktor eksternal (beban
kerja, jenis pekerjaan, masa kerja, dan lingkungan kerja). Apabila faktor-faktor tersebut
terjadi, maka akan menyababkan terjadinya penururan kualitas kerja atau produktivitas
kerja sehingga mengalami tingkat kelelahan para setiap pekerja. Tingkat produktivitas kerja
dapat diketahui dari kemampuan kerja, hasil kerja, serta efektivitas dan efisiensi kerja.
Setiap tingkat kelelahan yang terjadi dapat dilakukang pengukuran menggunakan metode
dalam beberapa kelompok yaitu kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan, uji
psikomotor, uji hilangnya kelipan, perasaan kelelahan secara subyektif dan uji mental. Dari
variabel yang sudah disebutkan terdapat variabel yang diteliti maupun variabel yang tidak
diteliti. Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah variabel Umur, Jenis Kelamin, dan
Masa Kerja. Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan metode pengukuran
perasaan kelelahan secara subyektif untuk mengetahui pengaruh kelelahan kerja, umur, dan
masa kerja terhadap produktivitas kerja pada pekerja di PT. PLN (Persero) Unit Induk
Transmisi Jawa Bagian Timur dan Bali.

4.2 Hipotesis Penelitian


Definisi hipotesis menurut Sugiyono dalam bukunya Metode Penelitian kuantitatif
kualitatif dan R&D adalah merupakan suatu jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat
pertanyaan (Sugiyono, 2017: 69). Berikut, hipotesis dalam penelitian ini, yaitu :
Ha : Ada pengaruh kelelahan kerja, umur, dan masa kerja terhadap produktivitas kerja pada
pekerja di PT. PLN (Persero) Unit Induk Transmisi Jawa Bagian Timur dan Bali.
Ho : Tidak ada pengaruh kelelahan kerja, umur, dan masa kerja terhadap produktivitas kerja
pada pekerja di PT. PLN (Persero) Unit Induk Transmisi Jawa Bagian Timur dan Bali.
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain studi cross
sectional yang bertujuan untuk melihat pengaruh antara kelelahan kerja, umur, dan masa
kerja terhadap produktivitas kerja, dimana data dicatat sesuai dengan kondisi yang ada yaitu
diukur menurut keadaan atau status pada saat dilakukan observasi dan subjek hanya
diobservasi sekali saja. Penelitian ini menggunakan metode analisis data analitik yang
menggunakan uji regresi. Menurut Sugiyono (2017), penelitian kuantitatif merupakan
penelitian yang menyajikan data penelitian berupa analisis menggunakan statistik,
sedangkan survey analitik yaitu merupakan metode yang digunakan oleh peneliti untuk
mencari luat eratnya pengaruh atau hubungan antara variabel dependen dan independen,
yang kemudian dilakukan analisis terhadap data yang telah terkumpul. Alat ukur penelitian
yang digunakan meliputi lembar observasi berupa kuisioner untuk melakukan penilaian
kelelahan kerja secara subjektif dan karakteristik individu. Data primer didapatkan melalui
hasil observasi, kuisioner, dan wawancara. Data sekunder yang didapat berupa gambaran
proses produksi dan aturan K3 yang diterapkan. Hal ini didapatkan melalui data
perusahaan, wawancara dengan pihak lain diluar responden, studi pustaka dari buku, jurnal,
internet, serta referensi-referensi lain.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di PT. PLN (Persero) Unit Induk Transmisi Jawa Bagian Timur
dan Bali yang beralamat di Jl. Suningrat No.45 Taman. Ketegan, Sidoarjo, Jawa Timur
61257. Adapun penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu 3 minggu antara bulan
November-Desember 2023.

4.3 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah sejumlah besar subyek penelitian yang memiliki karakterisktik tertentu
yang ditentukan sesuai dengan ranah dan tujuan penelitian (Sastroasmoro & Ismael,
2006). Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh pekerja PT. PLN (Persero) Unit Induk
Transmisi Jawa Bagian Timur dan Bali sebanyak 200 pekerja yang terdistribusi pada
10 divisi yaitu :
a. Divisi Anggaran, Akuntansi dan Keuangan = 37 Orang
b. Divisi Enginering = 17 Orang
c. Divisi Konstruksi = 15 Orang
d. Divisi K3 = 10 Orang
e. Divisi Jaringan dan Gardu Induk = 26 Orang
f. Divisi Pelaksana Pengadaan 17 = Orang
g. Divisi Manajemen Aset = 11 Orang
h. Divisi Perencanaan Pengadaan = 9 Orang
i. Divisi Rencana Usaha = 16 Orang
j. Divisi Sumber Daya Manusia = 18 Orang.
2. Sampel
Menurut Sugiyono (2016:80), sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel dilakukan karena peneliti
memiliki keterbatasan dalam melakukan penelitian baik dari segi waktu, tenaga, dana
dan jumlah populasi yang sangat banyak. Dalam penelitian ini penulis mempersempit
populasi yaitu jumlah seluruh karyawan sebanyak 200 pekerja dengan menghitung
ukuran sampel yang dilakukan dengan menggunakan teknik Slovin menurut Sugiyono
(2015:87). Maka, dalam menentukan besaran sampel menggunakan rumus Slovin
dengan tingkat kepercayaan 90% dengan nilai e = 10% (0,10). Sampel yang terlalu kecil
dapat menyebabkan penelitian tidak dapat menggambarkan kondisi populasi yang
sesungguhnya. Sebaliknya, sampel yang terlalu besar dapat mengakibatkan
pemborosan biaya penelitian Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan
jumlah sampel adalah menggunakan rumus Slovin (Sevilla et. al., 1960:182), sebagai
berikut :
𝑁
𝑛=
1 + 𝑁𝑒²
Keterangan :
n = Besar Sampel
N = Total Populasi
E = Tingkat Kesalahan dalam Memilih Anggota Sampel 10%

200
𝑛= = 46,0 = 46
1 + (334 (0,10)2 )
Maka, dapat disimpulkan bahwa jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 46
responden.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling. Menurut
Sugiyono (2017), simple random sampling adalah pengambilan anggota sampel dari
populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam
populasi itu. Instrumen penelitian berupa kuesioner berisi pertanyaan-pertanyaan untuk
menggali tentang tingkat produktivitas kerja, kelelahan kerja subjektif, umur dan masa
kerja para pekerja. Kelelahan kerja diukur dengan menggunakan Subjective Self Rating
Test dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang. Kuesioner tersebut
berisi 30 pertanyaan pelemahan kegiatan, pelemahan motivasi dan gambaran kelelahan
fisik (Suma’mur, 2009). Kuesioner tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas karena
menggunakan kuesioner yang sudah ditentukan oleh Industrial Fatigue Research
Committee Jepang.

4.4 Kerangka Operasional


Desain Penelitian
Survey Analitik dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional

Populasi dan Sampel


Popoulasi pada penelitian ini adalah seluruh pekerja PT. PLN (Persero) Unit Induk Transmisi Jawa
Bagian Timur dan Bali yang berjumlah 200 orang. Sampel sebanyak 46 responden

Metode Sampling
Metode pengambilan sampel dilakukan secara Simple Random Sampling

Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan lembar kuisioner IFRC. Data sekunder
berasal dari profil perusahaan dan studil literatur

Pengolahan Data dan Analisis Data


Data yang diperoleh diolah dengan teknik statistik (Editing, Coding, Entry Data, Analysis, Cleaning)
dan menggunakan Uji Regresi

Hasil dan Kesimpulan

Saran

Gambar 4.1 Kerangka Operasional


4.5 Variabel Penelitian, Definisi Operasional, dan Tata Cara
1. Variabel Penelitian
a. Variabel Independen
Dalam sebuah penelitian variabel independent dilambangkan dengan huruf X.
Variabel ini diartikan sebagai hal yang mempengaruhi dan menjadi sebab perubahan
serta munculnya variabel dependen (Sujarweni, 2017). Pada penelitian ini yang
menjadi vatriabel bebas terdiri dari Kelelahan Kerja dan faktor yang mempengaruhi
meliputi Umur, Jenis Kelamin, dan Masa Kerja.
b. Variabel Dependen
Dalam sebuah penelitian variabel dependen dilambangkan dengan huruf Y. variabel
ini sebagai hal yang dipengaruhi dan menjadi akibat karena adanya variabel
independent (Sujarweni, 2018). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
produktivitas kerja.

Tabel 4.2 Definisi Operasional dan Cara Pengukuran


Variabel Definisi Cara Kategori/Kriteria Skala
Operasional Pengukuran
Umur Usia merupakan Cara Dikategorikan Ordinal
lama waktu pengukuran berdasarkan
hidup seseorang terhadap umur
Kemenkes (2012) :
yang terhitung dilakukan a. Remaja Akhir
sejak mereka dengan (17-25 Tahun)
dilahirkan melakukan b. Dewasa Awal
sampai pengisian (26-35 Tahun)
dilakukannya kuisioner. c. Dewasa Akhir
penelitian ini (36-45 Tahun)
(Ervita, 2018). d. Lansia (46-55
Tahun).
Jenis Kelamin Menurut Badan Cara Jenis kelamin Nominal
Pusat Statistik pengukuran dalam penelitian
Indonesia terhadap umur ini dibagi menjadi
(2017), jenis dilakukan 2, yaitu :
kelamin adalah dengan a. Laki – laki
pembedaan melakukan b. Perempuan
peran, pengisian
kedudukan, kuisioner.
tanggung jawab,
dan pembagian
kerja antara
laki-laki dan
perempuan.
Variabel Definisi Cara Kategori/Kriteria Skala
Operasional Pengukuran
Masa Kerja Masa kerja Cara Dikategorikan Ordinal
merupakan pengukuran berdasarkan
suatu kurun terhadap masa Tarwaka (2017) :
waktu atau kerja dilakukana. Masa kerja
lamanya tenaga dengan baru adalah ≤
kerja itu bekerja melakukan 5 Tahun
di suatu tempat pengisian b. Masa kerja
(Tarwaka, terhadap lama adalah >
2017). kuisioner. 5 Tahun
Kelelahan Kelelahan kerja Cara Dikategorikan Ordinal
Kerja merupakan pengukuran berdasarkan
aneka keadaan kelelahan kerjaTarwaka (2011) :
yang disertai dengan a. Tidak Lelah =
dengan menggunakan Skor 30
penurunan kuisioner IFRC.b. Kelelahan
efisiensi dan Ringan = Skor
ketahanan 31-60
dalam bekerja c. Kelelahan
(Suma’mur, Menengah =
2009). Skor 61-90
d. Kelelahan
Berat = Skor
91-120
Produktivitas Produktivitas Cara Dianalisis Ordinal
Kerja adalah rasio pengukuran berdasarkan
output terhadap adalah dengan a. Kemampuan
input sumber melakukan Kerja
daya yang dapat obesrvasi dan b. Hasil Kerja
digunakan juga studi literatur c. Efektivitas
diartikan yang ada. dan Efisiensi
sebagai rasio
antara output
dengan input
sumber daya
yang dipakai
(Sulaeman,
2014).

4.6 Teknik dan Prosedur Pengambilan Data


1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah mengambil sampel
kelelahan kerja pada pekerja dilaksanakan di saat jam kerja dengan wawancara dan
menggunakan kuisioner.
2. Prosedur Pengambilan Data
Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu :
a. Data Primer
Data primer adalah observasi awal, hasil wawancara dan pengukuran yang
diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui perasaan). Data yang
diperoleh dari pengukuran langsung dengan observasi dan dengan hasil wawancara
dengan menggunakan kuisioner Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue
Research Committee (IFRC) Jepang. Kuesioner tersebut berisi 30 pertanyaan
pelemahan kegiatan, pelemahan motivasi dan gambaran kelelahan fisik (Suma’mur,
2009). Kuesioner tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas karena menggunakan
kuesioner yang sudah ditentukan oleh Industrial Fatigue Research Committee
Jepang.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung
(diperoleh dan dicatat oleh pihak lain) merupakan data populasi.

4.7 Pengolahan Data


Pengolahan data untuk menganalisa data dapat dibagi menjadi beberapa tahap mulai dari
pengecekan data (editing), kode data (coding), memasukkan data (entry), dan
membersihkan data (cleaning) (Notoatmodjo, 2018).
1. Editing
Editing merupakan proses paling dasar dengan memastikan dan meneliti kembali
apakah data yang telah didapat sudah lengkap dan benar sesuai dengan yang diinginkan
sebelum masuk ke tahap berikutnya dalam pengumpulan dan pencatatan data. Hasil dari
tahap ini adalah peneliti mendapatkan data pasti yang siap untuk diolah dalam tahap
berikutnya.
2. Coding
Mengkode data berguna untuk proses pengklasifikasikan data serta pemberian kode
jawaban pada kuesioner. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam mengolah data
selanjutnya.
3. Entry Data
Memasukkan data merupakan proses memasukkan data yang telah dilakukan proses
coding pada masing-masing variabel guna dianalisis.
4. Analysis
Data yang telah dimasukkan belum dianalisis dengan analisis univariat dan analisis
bivariat.
5. Cleaning
Pembersihan data berupa proses pengecekan kembali data yang telah dimasukkan yang
bertujuan untuk melihat serta memastikan tidak ada kesalahan dalam kode.

4.8 Analisis Data


Jenis analisa data yang akan dilakukan pada penelitian ini, yaitu :
1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan data yang
telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang
berlaku untuk umum atau generalisasi Sugiyono (2019). Analisis yang digunakan untuk
melihat faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja sekaligus merupakan gambaran
karakteristik individu yang meliputi Umur, Jenis Kelamin, Masa Kerja, dan tingkat
Kelelahan Kerja dalam pengaruhnya terhadap produktivitas kerja di PT. PLN Unit
Induk Transmisi Jawa Bagian Timur dan Bali
2. Analisis Bivariat
Analisis yang digunakan untuk menganalisis dua variabel dan digunakan untuk
mengetahui apakah ada hubungan atau pengaruh yang signifikan antara dua variabel,
atau dapat jugadigunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan
antara dua atau lebih kelompok atau sampel (Hastono, 2007).
DAFTAR PUSTAKA

Nurdiawati, E., & Safira, R. A. D. (2020). Hubungan Antara Keluhan Kelelahan Subjektif,
Umur dan Masa Kerja Terhadap Produktivitas Kerja pada Pekerja. Faletehan Health
Journal, 7(02), 113-118.
Pasandre, A. A. (2021). Hubungan Kelelahan Pekerja dengan Tingkat Produktivitas Kerja Pada
Pekerja Operator Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kota Makassar Tahun
2021. Doctoral Dissertation, Universitas Hasanuddin.
Dahlia, M. (2019). Pengaruh Lingkungan Kerja dan Kelelahan Kerja Terhadap Produktivitas
Kerja Karyawan Bagian Produksi (Studi Kasus PT. Sumber Graha Sejahtera (SGS). Jurnal
Manajemen STIE Muhammadiyah Palopo, 5(1), 11-16.
Elia, K. P. (2016). Hubungan Antara Kelelahan Kerja dan Masa Kerja dengan Produktivitas
Kerja pada Tenaga Kerja Bongkar Muat di Pelabuhan Bitung Tahun
2015. Pharmacon, 5(2).

Anda mungkin juga menyukai