Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Ergonomi Indonesia Vol.xx, No.

xx : xx-xx 20xx
(The Indonesian Journal of Ergonomic) ISSN Print : 1411 – 951 X, ISSN Online : 2503-1716

Analisis Karakteristik Tenaga Kerja Bagian Produksi yang Mengalami


Kelelahan Kerja Di PGT Sukun Ponorogo

Eka Rosanti1*, Zulfi Mubarok 2, Ratih Andhika Akbar Rahma3, dan Dian Afif Arifah 4.
1, 2,3,4)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja,Universitas Darussalam Gontor, Ponorogo, Indonesia
*)
e-mail korespondensi: ekarosanti@unida.gontor.ac.id
doi: ..........................
Article Received: ..............; Accepted: .................; Published: .........................
Abstrak

Pekerja bagian produksi PGT Sukun Ponorogo yang memproduksi gondorukem dan terpentin bekerja
dengan 3 shift kerja selama 6 hari dalam seminggu. Proses produksi yang mayoritas masih
menggunakan teknologi dan peralatan manual beresiko menimbulkan kelelahan kerja. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis karakteristik tenaga kerja yang mengalami keluhan kelelahan di PGT
Sukun Ponorogo. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekantan
cross sectional dan melibatkan 24 orang pekerja sebagai responden. Kelelahan kerja diukur
menggunakan instrument SSRT dari IFRC. Hasil penelitian ini menunjukkan skor terendah adalah
pada pelemahan motivasi (12,21) kemudian pelemahan kegiatan (15,96) dan kelelahan fisik (16,38).
Tenaga kerja yang mengalami kelelahan sedang adalah usia < 50 tahun dan ≥ 50 tahun, masa kerja ≥
3 tahun, shift kerja siang dan malam, intensitas kebisingan ≤ 85 dB dan > 85 dB, status gizi kurang,
normal dan berisiko obesitas, serta pada beban kerja 30% (tidak terjadi kelelahan), 31-60%
(diperlukan perbaikan) dan 61-80% (kerja dalam waktu singkat). Simpulan dari penelitian ini adalah
Tenaga kerja yang lebih berisiko terkena kelelahan adalah tenaga kerja pada shift malam. Perusahaan
perlu melakukan analisis penempatan tenaga kerja sesuai dengan karakteristik individu disesuaikan
dengan penerapan shift kerja.

Kata kunci: karakteristik, kelelahan kerja, produksi

Analysis Of Workers Characteristics Related To Fatigue In The Production Section At


PGT Sukun

Abstract

The production workers of PGT Sukun Ponorogo who produce gondorukem and terpetin devided into
three work hour shift and had six day per week. The technology and equipment used in the production
process have an influence on the incidence of work fatigue. The aim of this research is to analyze the
characteristics and fatigue of the workers in PGT Sukun Ponorogo. This observational analytic used
cross sectional approach with purposive sampling so that 24 people were obtained as the sample. The
data of fatigue collected by using SSRT of IFRC. This research showed that 83% of the workers
experienced to moderate work fatigue and 17% of them experienced to low work fatigue. The lowest
score was decreased work motivation (12,21), decreased activity scored of 15,96, and physical
fatigue scored of 16,38. The workers who experienced to moderate work fatigue were <50 and ≥50
age in year, work experience ≥ 3 year, day and night work hour shift, noise intensity ≤ 85 dB and >85
dB, malnutrition status, normal and at risk of obesity, as well as the workload of 30% (no
fatigue), 31-60% (needed improvement) and 61-80% (work in a short time). The conclusion
of this research was that the workers that more at risk of fatigue were the workers on the
night work hour shift. Companies needed to analyze the placement of workers according to
individual characteristics according to the implementation of work shifts.

1
Jurnal Ergonomi Indonesia Vol.xx, No.xx : xx-xx 20xx
(The Indonesian Journal of Ergonomic) ISSN Print : 1411 – 951 X, ISSN Online : 2503-1716

Keywords: characteristic, work fatigue, production


PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi di dunia industri sebagai indikator kemajuan sebuah negara selain
dapat memberikan kemudahan bagi pengguna juga dapat mengakibatkan kerugian. Kelelahan
kerja merupakan salah satu dampak dari kemajuan teknologi yang sangat erat kaitannya
dengan produktivitas dan kinerja tenaga kerja. Tenaga kerja sebagai aspek sumber daya
manusia wajib dilindungi keselamatan dan kesehatannya sesuai dengan Undang-undang
Keselamatan Kerja yaitu No 1 Tahun 1970.
Menurut data ILO diperkirakan 6300 orang meninggal dunia karena penyakit akibat kerja
serta kecelakaan kerja dan salah satu penyebab terjadinya kecelakaan kerja di industri adalah
kelelahan kerja (Gurusinga, dkk, 2015). ILO Tahun 2013 menyatakan bahwa kecelakaan
kerja yang terjadi pada tenaga kerja yang mengalami kelelahan kerja menyumbang hampir
dua juta angka kematian (Arini dan Dwiyanti, 2015).
Salah satu tempat kerja yang memanfaatkan teknologi di industri adalah Pabrik Gondorukem
Terpentin (PGT) Sukun Ponorogo. Industri tersebut berada di bawah Perum Perhutani Unit II
Jawa Timur yang memproduksi gondorukem dan terpentin yang dibagi menjadi tahapan 1
yaitu penerimaan getah pinus sebagai bahan baku, tahapan 2 berupa pengujian getah pinus,
tahapan 3 yaitu penyaringan, tahapan 4 yaitu pemasakan, dan tahapan 5 yaitu pengujian
kualitas produk atau hasil olahan. Seluruh aktifitas operasional perusahaan dilakukan oleh
pekerja yang dibagi dalam 3 shift kerja, yaitu shift pagi, siang dan malam.
Dalam proses produksinya, perusahaan memanfaatkan berbagai mesin dengan intensitas
kebisingan rata-rata 87 dB. Sumber kebisingan tersebut terutama berasal mesin boiler yang
berjumlah 4 buah. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 5 Tahun
2018 tentang keselamatan dan kesehatan kerja lingkungan kerja NAB kebisingan adalah 85
(dBA). Tingkat kebisingan yang lebih dari itu akan beresiko menimbulkan gangguan
pendengaran pada pekerja.
Kelelahan kerja memang lebih banyak dikaitkan dengan faktor individu. Penelitian
Deyulmar, dkk (2018) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara status gizi, usia, postur
kerja, dan kebiasaan sarapan terhadap kelelahan pada pekerja pembuat kerupuk. Penelitian
oleh Atiqoh J, dkk (2014) juga menyatakan bahwa terdapat hubungan antara masa kerja,
postur kerja, dan usia dengan kelelahan kerja pada pekerja konveksi. Terakhir Penelitian oleh
Diosma F.F dan Tualeka, A.R (2019) menyatakan bahwa motivasi kerja berkorelasi erat
dengan kelelahan kerja subyektif pekerja, namun tidak dengan karakteristik individu pekerja.
Menurut Arini dan Dwiyanti (2015), selain faktor individu, faktor lingkungan kerja juga
dapat mempengaruhi kondisi fisik pekerja (Arini dan Dwiyanti, 2015). Penelitian di PJB
Tanjung Awar-Awar menunjukkan korelasi yang signifikan antara intensitas kebisingan
dengan tingkat kelelahan (Lestari, 2016).
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik tenaga kerja berdasarkan faktor individu
dan lingkungan kerja yaitu kebisingan yang dialami di PGT Sukun Ponorogo.

2
Jurnal Ergonomi Indonesia Vol.xx, No.xx : xx-xx 20xx
(The Indonesian Journal of Ergonomic) ISSN Print : 1411 – 951 X, ISSN Online : 2503-1716

METODE

Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan menggunakan rancangan penelitian


cross-sectional. Data diambil dari seluruh tenaga kerja bagian produksi di PGT Sukun
Ponorogo yang berjumlah 24 orang menggunakan teknik purposive sampling. Variabel yang
dilibatkan pada penelitian ini adalah beban kerja fisik, usia, masa kerja dan status gizi, shift
kerja, dan intensitas kebisingan. Data tentang karakteristik individu dan shift kerja diperoleh
melalui kuesioner yang diisi melalui wawancara secara langsung, beban kerja fisik diukur
dengan metode % Cardiovascular Load (CVL) (Tarwaka dalam Diniaty, 2016), intensitas
kebisingan diukur menggunakan Sound Level Meter (SNI 7231:2009), sedangkan kelelahan
kerja diukur menggunakan kuesioner Subjective Self Rating Test (SSRT) dari Industrial
Fatigue Research Committee (IFRC) yang telah diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia.
Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif dan analitik menggunakan program Ms. exel
dan SPSS 24 menggunakan Confidence Interval (CI) 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengukuran kelelahan kerja menggunakan SSRT adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Distribusi Kelelahan Kerja Tenaga Kerja Bagian Produksi PGT Sukun Ponorogo
Sumber: Dokumen Pribadi, 2020

Berdasarkan distribusi kelelahan tenaga kerja bagian produksi PGT Sukun Ponorogo sesuai
gambar 1 di atas, sebanyak 83% tenaga kerja mengalami kelelahan kerja sedang yang artinya
mungkin diperlukan perbaikan segera. Melalui kuesioner SSRT rata-rata skor terendah adalah
pada pelemahan motivasi yaitu 12,21 kemudian pelemahan kegiatan sebesar 15,96 dan
kelelahan fisik sebesar 16,38. Menurut Uno dalam Dewi (2018) motivasi memiliki pengaruh
dengan kejadian kelelahan kerja. Pengaruh yang tidak langsung terjadi melalui stres kerja,
beban kerja dan kapasitas kerjanya. Secara psikologis, pekerja yang memiliki motivasi
rendah dalam pekerjaan akan mudah merasa lelah karena terbebani secara psikologis.
Haghighi (2013) juga menyatakan bahwa aspek psikologis dari kelelahan kerja adalah
berkurangnya energi, sehingga meningkatkan ketidakmampuan atau tidak muncul semangat
untuk melanjutan mengerjakan tugas.
Tenaga kerja bagian produksi bekerja dengan banyaknya risiko dan potensi bahaya di
sekitarnya. Diantaranya kebisingan, iklim kerja yang panas, menggunakan bahan kimia, dan
pemberlakuan shift kerja. Hal ini dapat menambah beban tambahan akibat kerja tenaga kerja

3
Jurnal Ergonomi Indonesia Vol.xx, No.xx : xx-xx 20xx
(The Indonesian Journal of Ergonomic) ISSN Print : 1411 – 951 X, ISSN Online : 2503-1716

selain beban kerja fisik. Menurut Triyunita, dkk (2013) terjadinya kelelahan kerja merupakan
dampak negatif dari hasil samping kegiatan proses produksi. Beban tambahan dapat
mengakibatkan perubahaan fungsi faal pada tubuh.
Gambar 2 berikut menggambarkan Tingkat kelelahan responden berdasarkan Usia (Age),
Masa Kerja dalam tahun (Length of Year), Shift kerja (Shift), Intensitas kebisingan (Noise
Levels), Status gizi (Nutrition Statuses) dan Beban kerja (Workload) :

Gambar 2. Distribusi Kelelahan Kerja Tenaga Kerja Bagian Produksi PGT Sukun Ponorogo
Sumber: Dokumen Pribadi, 2020

Berdasarkan diagram pada gambar 2 di atas kelelahan kerja pada tingkat sedang dialami oleh tenaga
kerja pada usia < 50 tahun dan ≥ 50 tahun, masa kerja ≥ 3 tahun, shift kerja siang dan malam,
intensitas kebisingan ≤ 85 dB dan > 85 dB, status gizi kurang, normal dan berisiko obesitas, serta
pada beban kerja 30% (tidak ada kelelahan), 31-60% (diperlukan perbaikan) dan 61-80% (kerja dalam
waktu singkat). Karena terdapat tenaga kerja yang mengalami kelelahan kerja sedang pada variabel
yang seharusnya tidak berisiko terjadinya kelelahan, maka peneliti akan membahas karakteristik
masing-masing tenaga kerja dari seluruh variabel yang diteliti.
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa tenaga kerja dengan usia < 50 tahun yang mengalami
kelelahan kerja berada pada shift malam dan menerima kebisingan > NAB dari mesin boiler.
Sedangkan tenaga kerja dengan usia ≥ 50 tahun berada pada shift siang dan menerima kebisingan >
NAB dari mesin boiler. Berdasarkan hasil penelitian Triyunita, dkk (2013), tenaga kerja yang berusia
> 40 tahun memiliki waktu reaksi yang lebih lambat dibandingkan yang berusia < 40 tahun. Sesuai
fakta tersebut shift malam dan kebisingan menjadi faktor yang berpengaruh terhadap kejadian
kelelahan kerja. Menurut Saremi M, dkk (2008) kelelahan kerja merupakan dampak dari kombinasi
kebisingan dan shift kerja. Hal ini dapat diperburuk seiring dengan bertambahnya usia tenaga kerja.
Bertambahnya usia tenaga kerja dapat memperlambat waktu reaksi terhadap rangsangan yang
merupakan indikator adanya perlambatan otot dan syaraf.
Tenaga kerja yang mengalami kelelahan sedang berada pada masa kerja ≥ 3 tahun. Menurut Budiono,
Notoatmodjo, dan Riduan dalam Bongakaraeng (2019) masa kerja dapat memberikan efek positif dan
negatif untuk tenaga kerja. Kelelahan kerja merupakan salah satu efek negatif yang terjadi seiring
meningkatnya masa kerja. Hal ini terjadi karena apabila tenaga kerja bekerja dalam masa kerja yang
lama, maka akan semakin banyak terpapar faktor bahaya di lingkungan kerja sehingga dapat berakibat

4
Jurnal Ergonomi Indonesia Vol.xx, No.xx : xx-xx 20xx
(The Indonesian Journal of Ergonomic) ISSN Print : 1411 – 951 X, ISSN Online : 2503-1716

menurunnya mekanisme tubuh diantaranya circulatory system, pencernaan, otot, pernafasan dan
nerve.
Tenaga Kerja yang mengalami kelelahan kerja sebesar 67% berada pada shift malam, hal ini
dikarenakan menurut Folkard and Tucker dalam John, dkk (2019) terjadi gangguan cyrcadian rhytme
pada shift malam yang dapat menurunkan kewaspadaan dan kinerja. Pada shift malam, tenaga kerja
bagian produksi di PGT Sukun Ponorogo memiliki tugas yaitu harus menyelesaikan seluruh target
pada malam itu. Adapun pemberlakuan shift di bagian produksi PGT Sukun Ponorogo yaitu dengan
sistem 3-3-3 (3 hari shift 1 atau pagi, 3 hari shift 2 atau siang, dan 3 hari shift 3 atau malam) dengan 1
hari libur di hari minggu. Hal ini dapat menimbulkan terjadinya kelelahan kerja. Selain itu, tenaga
kerja pada shift siang terdapat 33% yang mengalami kelelahan kerja sedang. Berdasarkan hasil
identifikasi, tenaga kerja tersebut berada pada area boiler dengan intensitas kebisingan melebihi NAB
(88,1dB) dengan usia 54 tahun. Maka, untuk meminimalisir terjadinya kelelahan kerja perlu adanya
pengkajian ulang terkait jenis pekerjaan yang dilakukan pada shift malam di bagian produksi PGT
Sukun Ponorogo.
Tingkat kebisingan (noise level) yang sesuai dengan NAB (≤85dB) dan melebihi NAB (>85dB)
memberikan pengaruh yang seimbang pada tenaga kerja. Tenaga kerja pada lingkungan kebisingan
yang sesuai NAB dan mengalami kelelahan sedang berada pada shift malam, usia 40 dan 50 tahun,
serta memiliki masa kerja 19 tahun. Hasil penelitian Saremi, dkk (2008) juga memperoleh hasil
bahwa tidak ada efek kelelahan yang berbeda dengan paparan kebisingan yang sesuai dan melebihi
NAB pada tenaga kerja di berbagai usia. Namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang
kualitas tidur yang merupakan salah satu indikator kelelahan kerja.
Kelelahan sedang dialami oleh tenaga kerja yang berisiko obesitas yaitu sebanyak 50%, hal ini sesuai
dengan Schur, dkk (2007) yang menyatakan bahwa tingkat kebugaran laki-laki akan menurun seiring
dengan meningkatnya status gizi (indeks massa tubuh). Mehta, dkk (2017) menyatakan bahwa orang
dewasa yang mengalami obesitas memiliki waktu daya tahan 22% hingga 30% lebih pendek daripada
orang dewasa dengan berat badan normal. Hal ini diamati pada otot-otot postur bahu dan punggung
bawah dalam persepsi upaya yang lebih dengan intensitas rendah. Terdapat 25% tenaga kerja dengan
status gizi kurang dan 25% tenaga kerja dengan status gizi normal yang mengalami kelelahan sedang,
hal ini dikarenakan tenaga kerja tersebut bekerja pada shift malam.
Sebanyak 83% tenaga kerja yang mengalami kelelahan sedang berada pada kriteria beban kerja 30%
(tidak terjadi kelelahan), sebanyak 13% berada pada kriteria beban kerja 31-60% (diperlukan
perbaikan) dan sebanyak 4% berada pada kriteria beban kerja 61-80% (kerja dalam waktu singkat).
Berdasarkan data tersebut perlu adanya analisis lebih lanjut terkait beban kerja mental tenaga kerja
mengingat poin yang paling krusial berdasarkan hasil kuesioner SSRT adalah pad apelemahan
motivasi.
Kelelahan kerja di industri dapat disebabkan oleh berbagai hal, oleh karena itu upaya pengendalian
tidak hanya mencakup satu aspek. Oleh karena itu dengan adanya hasil identifikasi karakteristik
tenaga kerja yang mengalami kelelahan, perlu adanya upaya pengendalian yang strategis dan
mencakup semua sebab secara komprehensif (Triyunita, dkk, 2013).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis di atas, karakteristik tenaga kerja bagian produksi PGT Sukun
Ponorogo yang mengalami kelelahan sedang adalah usia < 50 tahun dan ≥ 50 tahun, masa
kerja ≥ 3 tahun, shift kerja siang dan malam, intensitas kebisingan ≤ 85 dB dan > 85 dB,
status gizi kurang, normal dan berisiko obesitas, serta pada beban kerja 30% (tidak terjadi
kelelahan), 31-60% (diperlukan perbaikan) dan 61-80% (kerja dalam waktu singkat). Tenaga
kerja yang lebih berisiko terkena kelelahan adalah tenaga kerja pada shift malam.
Perusahaan sebaiknya melakukan analisis penempatan tenaga kerja sesuai dengan
karakteristik individu disesuaikan dengan penerapan shift kerja. Penelitian ini memiliki
keterbatasan berupa instrumen yang digunakan adalah kuesioner sehingga memiliki

5
Jurnal Ergonomi Indonesia Vol.xx, No.xx : xx-xx 20xx
(The Indonesian Journal of Ergonomic) ISSN Print : 1411 – 951 X, ISSN Online : 2503-1716

subjektifitas yang tinggi serta belum diukurnya iklim kerja karena keterbatasan alat. Sehingga
saran untuk untuk peneliti selanjutnya adalah perlu menggunakan alat ukur kelelahan kerja
yang bersifat kuantitatif serta melakukan pengukuran iklim kerja sebagai faktor yang
mempengaruhi terjdinya kelelahan kerja.
DAFTAR PUSTAKA

Arini, S. Y., Dwiyanti, E. 2015. Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya
Kelelahan Kerja Pada Pengumpul Tol Di Perusahaan Pengembang Jalan Tol Surabaya. The
Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 4(2): 113-122.
http://dx.doi.org/10.20473/ijosh.v4i2.2015.113-122.
Atiqoh J., Wahyuni I., dan Lestantyo D. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kelelahan Kerja pada Pekerja Konveksi Bagian Penjahitan di CV. Aneka Garment
Gunungpati Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 2(2): 119-126.
Bongakaraeng. 2019. Relationship between Age, Working Period and Work Duration with
Fatigue on Pedycab Drivers in North Kotamobagu District, North Sulawesi Indonesia.
International Journal of Pharma Medicine and Biological Sciences. Vol. 8(3): 91-95.
Caldwell, J. A., Caldwell, J. L., Thompson, L. A., Lieberman, H. R. 2019. Fatigue And Its
Management In The Workplace. Neuroscience and Biobehavioral Reviews, Vol. 96: 272–
289.
Deyulmar, B. A., Suroto., dan Wahyuni I. 2014. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja Pembuat Kerupuk Opak Di Desa Ngadikerso,
Kabupaten Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 6(4): 278-285.
Dewi, B. M. 2018. Hubungan Antara Motivasi, Beban Kerja, Dan Lingkungan Kerja Dengan
Kelelahan Kerja. IJOSH, Vol. 7(1): 20-29.
Diniaty D dan Muliyadi Z. 2016. Analisis Beban Kerja Fisik Dan Mental Karyawan Pada
Lantai Produksi Dipt Pesona Laut Kuning. Jurnal Sains, Teknologi dan Industri, Vol. 13(2):
203 – 210.
Diosma F. F., dan Tualeka A, R. 2019. Hubungan Karakteristik Pekerja Dan Tingkat
Motivasi Kerja Dengan Kelelahan Subjektif (Studi Pada Tenaga Kerja Di Ud Sumber
Barokah Sidoarjo). Journal Of Public Health Research And Community Health Development,
Vol. 2(2): 83-92.
Gurusinga, D., Camelia, A., dan Purba, I. G. 2015. Analisis Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kelelahan Kerja Pada Operator Pabrik Gula PT.PN VII Cinta Manis
Tahun 2013. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Vol. 6(2): 83-91.
Haghighi, S.K., dan Yazdi, Z. 2015. Fatigue management in the workplace. Industrial
psychiatry journal, Vol. 24(1): 12–17.
Mehta, R, K., Cavuoto, L. A. 2017. Relationship Between BMI and Fatigability Is Task
Dependent. Hum Factors. Vol:59(5):722-733.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Lingkungan Kerja.
Saremi M, Rohmer O, Burgmeier A, Bonnefons A, Muzet A, Tassi P. 2008. Combined
Effects of Noise and Shift Work on Fatigue as a Function of Age. International Journal of
Occupational Safety and Ergonomics (JOSE), Vol. 14(4): 387-394.
Schur, E. A., Noonan, C., Smith, W. R., Goldberg, J., Buchwald, D. 2007. Body Mass Index
and Fatigue Severity in Chronic Fatigue Syndrome. Journal of Chronic Fatigue Syndrome,
Vol. 14(1): 69-77.
SNI 7231:2009 tentang Metoda Pengukuran Intensitas Kebisingan Di Tempat Kerja.

6
Jurnal Ergonomi Indonesia Vol.xx, No.xx : xx-xx 20xx
(The Indonesian Journal of Ergonomic) ISSN Print : 1411 – 951 X, ISSN Online : 2503-1716

Triyunita, N, dkk. 2013. Hubungan Beban Kerja Fisik, Kebisingan Dan Faktor Individu
Dengan Kelelahan Pekerja Bagian Weaving Pt. X Batang. Jurnal Kesehatan Masyarakat,
Vol. 2(2).

Anda mungkin juga menyukai