Anda di halaman 1dari 3

Jakarta, 22 Januari 2019

Nomor : 0071/042.3/OPS/DIR/2019
Lampiran : -
Perihal : Kebijakan Agroforestri Tahun 2019

Kepada Yth. :
1. Kepala Divisi Regional Jawa Tengah
2. Kepala Divisi Regional Jawa Timur
3. Kepala Divisi Regional Jawa Barat & Banten

Dalam rangka pelaksanaan kegiatan agroforestri tahun 2019, bersama ini kami sampaikan kebijakan agroforestri
tahun 2019 sebagai berikut:

1. Lokasi tanaman agroforestri dapat dibudidayakan dan dikerjasamakan pada


a. Kawasan Hutan Produksi
Tumpangsari pada tumpangsari tanaman ke I dan ke II
Tumpangsari pada lokasi perpanjangan kontrak tanaman (tanaman tahun ke III dan Up
Tumpangsari pada lokasi tanaman kayu putih
Pratanam pada lokasi eks tebangan
Petak teresan jati
Pada lokasi hutan tidak produktif yaitu pada kelas hutan TK, TBK, TKLR dan TJKLR
b. Kawasan Hutan Lindung dengan Pemanfaatan Lahan Dibawah Tegakan (PLDT) pada Zona
Pemanfaatan
c. Jenis-jenis tanaman agroforestri/budidaya berpedoman pada Surat Keputusan Direksi Perum
Perhutani Nomor 760/KPTS/DIR/2018 tentang Pedoman Kerja Sama Pemanfaatan Hutan Perum
Perhutani

2. Seluruh aktivitas tanaman agroforestry yang ditanam dalam kawasan hutan oleh masyarakat maupun
pihak lain diwajibkan untuk dibuat naskah kesepakatan kerjasama dan diteruskan dengan penyusunan
Rencana Teknik Tahunan (RTT) atau Project Statement (PS) dengan ketentuan sebagai berikut:
a. RTT disusun pada lokasi tanaman agroforestri yang sudah sejak lama eksist/ada di lapangan dan
sepanjang tahun terus menerus diproduksi oleh LMDH pada lokasi/anak petak yang sama dan
sudah masuk di dalam buku RPKH
b. RTT disusun pada tanaman agroforestri yang dikerjasamakan dengan investor dan sudah masuk di
dalam buku RPKH.
c. Project Statement (PS) disusun untuk produk agroforestri tanaman semusim yang diusulkan oleh
LMDH namun tidak ada dalam buku RPKH.

3. Kesepakatan besaran bagi hasil yang diterima perusahaan sesuai kesepakatan dengan LMDH dalam
bentuk uang tunai atau produk barang yang tertuang dalam naskah kesepakatan kerjasama dengan
prinsip kesepakatan yang menguntungkan perusahaan (tetap menjaga kelestarian hutan di sekitarnya)
dengan pendapatan minimal:
a. Tanaman semusim sebesar 10%
b. Tanaman tahunan/MPTS sebesar 20%

4. Pada lokasi tanaman tumpangsari tahun ke-1 dan ke-2 tetap diwajibkan membayar PSDH dan tidak
dilakukan penarikan bagi hasil (sharing).
5. Melakukan inventarisasi kondisi dan potensi agroforestri yang ada pada masing – masing KPH yang
tercatat dalam buku obor tiap-tiap KRPH, sehingga tersusun database yang komprehensif per komoditas
agroforestri.

6. Dalam rangka menunjang keberhasilan agroforestri, maka Administratur wajib menerbitkan Tim Sukses
Pengawalan Kerjasama Agroforestri (Timses PKA) yang bertugas antara lain:
a. Melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan kerja sama tanaman agroforestri
b. Melakukan koordinasi dengan Dinas Pertanian atau Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan (BP4K) setempat
c. Melakukan kegiatan pengawasan kegiatan ubinan pada lokasi kerja sama tanaman agroforestri
yang dilaksanakan bersama LMDH dan atau investor
d. Memberikan rekomendasi kepada Administratur terkait penetapan Tempat Penampungan
Terdaftar HHBK (TPT-HHBK) sesuai Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor : P.
15/VI-BIKPHH/2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Penatausahaan Hasil Hutan Bukan Kayu yang
Berasal dari Hutan
e. Memberikan rekomendasi kepada Administratur terkait penetapan harga pasar untuk komoditas
agroforestri yang bagi hasilnya dari LMDH diterima dalam bentuk uang tunai
f. Melaksanakan sosialisasi program dan kebijakan agroforestri serta kewajiban pembayaran Provisi
Sumber Daya Hutan (PSDH) terhadap semua produk yang dihasilkan dari kawasan hutan kepada
LMDH dan stakeholder terkait

7. Khusus komoditas kopi, untuk meningkatkan pendapatan perusahaan agar bagi hasil dari LMDH tidak
seluruhnya diterima dalam bentuk uang tunai. Minimal 40% dari produksi bagi hasil yang diterima diolah
untuk dijual dalam bentuk grean bean (oce). Hal ini dalam rangka meningkatkan kompetensi SDM Perum
Perhutani dalam pengelolaan komoditas kopi dari hulu hingga hilir yang muaranya dapat membangun
brand produk kopi Perhutani.

8. Untuk tertib administrasti pembayaran kewajiban Penghasilan Negara Bukan Pajak (PNBP) berupa Provisi
Sumber Daya Hutan (PSDH), maka untuk seluruh komoditas agroforestri wajib dibuatkan penatausahaan
hasil hutan bukan kayu.
sesuai Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor : P. 15/VI-BIKPHH/2014 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Penatausahaan Hasil Hutan Bukan Kayu yang Berasal dari Hutan

9. Melakukan kerjasama kemitraan dengan BUMN, swasta, koperasi ataupun LMDH dalam rangka
pengembangan dan peningkatan nilai tambah produk agroforestri dengan skema bagi hasil yang saling
menguntungkan. Kerjasama dapat dilakukan pada kegiatan budidaya ( on farm), pasca panen (off farm)
dan non budidaya / berbasis jasa lainnya.

10. Proses kerjasama agroforestri berpedoman pada:


a. Investor
i. Komoditas padi, jagung, tebu dan sapi berpedoman pada Peraturan Menteri LHK Nomor
P.81/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Kerja sama Penggunaan dan Pemanfaatan
Kawasan Hutan Untuk Mendukung Ketahanan Pangan.
ii. Komoditas selain padi, jagung, tebu dan sapi berpedoman pada Surat Keputusan Direksi
Perum Perhutani Nomor 760/KPTS/DIR/2018 tentang Pedoman Kerja Sama Pemanfaatan
Hutan Perum Perhutani
b. LMDH
i. Peraturan Menteri LHK Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan
Sosial
ii. Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 682/KPTS/DIR/2009 Tahun 2009 tentang
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

11. Khusus kerjasama agroforestri tebu agar dilakukan:


a. Sosialisasi kepada petani hutan dan LMDH bersama mitra kerjasama untuk meminimalkan konflik
sosial yang ada dilapangan.
b. Revisi RPKH dan segera menyusun RTT agroforestri tebu sesuai ketentuan Perencanaan SDH.
c. Segera dilakukan penagihan Dana Pembangunan Hutan (DPH) dan bagi hasil gula kepada mitra
kerjasama sesuai dengan ketentuan pada perjanjian kerjasama.
d. Melakukan pengawasan pelaksanaan tebu mulai saat penanaman sampai dengan pemanenan,
angkutan dan penggilingan menjadi gula.
e. Mencatat produksi tebu dan rendemen gula yang dihasilkan untuk mengetahui kewajiban
pembayaran PSDH dan bagi hasil.
f. Menugaskan petugas lapangan untuk dapat melakukan pembelajaran budidaya tebu sebagai alih
pengetahuan dan teknologi kepada mitra kerjasama.

12. Dalam pelaksanaan investasi bidang agroforestri ( capital expenditure) dapat diusulkan oleh KPH dengan
melengkapi proposal, feasibility study dan kajian resiko sepanjang terdapat alokasi anggaran investasi.

13. Laporan rutin kegiatan agroforestri dilaporkan secara periodik ke Direktur Operasi secara bulanan
maksimal tanggal 8 setiap bulannya melalui surat atau email menggunakan format sebagaimana
terlampir.

Demikian kami sampaikan.

Direktur Operasi

Hari Priyanto

Tembusan Kepada Yth. :


Direktur Utama

Anda mungkin juga menyukai