I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
berdampak negatif terhadap manusia dan
lingkungan hidup. Pelaku usaha cenderung
lebih banyak berorientasi pada aspek
ekonomi, sedangkan aspek sosial dan
lingkungan hidup. Pembangunan perkebunan
kelapa sawit belum berjalan seperti yang
diharapkan sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
Hal tersebut telah mendapat perhatian dan
kritik dari masyarakat baik dalam negeri
maupun internasional khususnya negara-
negara maju seperti Amerika Serikat, Uni
Eropa, Australia, dan LSM. Ada juga pihak-
pihak tertentu yang melakukan kampanye
negatif (black campaign) terhadap minyak
sawit (CPO) Indonesia di pasar internasional.
Perusahaan perkebunan kelapa sawit perlu
dibina agar menerapkan pengelolaan
perkebunan dan pabrik kelapa sawit dengan
cara yang ramah lingkungan sesuai
peraturan perundangan yang berlaku di
Indonesia.
Kementerian Pertanian c.q. Direktorat
Jenderal Perkebunan telah menyusun
Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit
Berkelanjutan Indonesia (Indonesian
Sustainable Palm Oil/ISPO) dan telah
ditetapkan sebagai Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/3/
2011 Tanggal 29 Maret 2011. Dalam
peraturan ini ditetapkan Mekanisme
2
Sertifikasi ISPO dan 7 (Tujuh) Prinsip dan
Kriteria ISPO yang harus dipenuhi oleh setiap
perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Perusahaan perkebunan kelapa sawit yang
sudah mendapat Kelas I, Kelas II, dan Kelas
III berdasarkan hasil Penilaian Usaha
Perkebunan (PUP), dapat secara langsung
mengajukan permohonan Sertifikat ISPO.
Penilaian (assessment) akan dilakukan oleh
auditor dari Lembaga Sertifikasi yang
terakreditasi dan independen. Kepada
perusahaan yang dapat memenuhi
persyaratan (7 Prinsip dan Kriteria) akan
diberikan Sertifikat ISPO.
Peraturan ini bersifat wajib (mandatory)
bagi semua perusahaan perkebunan kelapa
sawit di Indonesia. Paling lambat tanggal 31
Desember 2014, semua perusahaan
perkebunan kelapa sawit sudah menerapkan
ISPO. Oleh karena itu, ISPO perlu
disosialisasikan sehingga seluruh pemangku
kepentingan (stakeholder) perkebunan
kelapa sawit dapat memahaminya dengan
jelas.
Sosialisasi ISPO dilakukan melalui kegiatan
Tugas Pembantuan (TP) yang dibiayai
dengan dana APBN alokasi Ditjen
Perkebunan pada provinsi-provinsi penghasil
utama kelapa sawit. Sosialisasi ISPO diikuti
oleh petugas dari perusahaan perkebunan
kelapa sawit, Dinas yang membidangi
3
perkebunan di provinsi dan kabupaten.
Peserta dari instansi terkait di provinsi
adalah Pemerintah Provinsi (Biro
Pembangunan), Dinas Kehutanan, Kanwil
Badan Pertanahan Nasional, Badan
Lingkungan Hidup, Kanwil Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, Dinas Perindustrian dan
Perdagangan, dan lain-lain.
Sosialisasi yang bersifat regional dilakukan
di 4 provinsi, yaitu Medan (Sumatera Utara,
Aceh, Sumatera Barat, Jambi, dan Riau),
Pelembang (Sumatera Selatan, Bengkulu,
Lampung, Bangka Belitung, Banten, dan
Jawa Barat), Samarinda (Kalimantan Timur,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan
Kalimantan Selatan), dan Makassar (Sulawesi
Selatan. Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah,
Papua, dan Papua Barat).
Pada sosialisasi regional, provinsi lainnya
mengirimkan petugas Penilai Usaha
Perkebunan (PUP) sebagai peserta agar
dapat saling tukar informasi dan berbagi
pengalaman dengan petugas dari provinsi
lainnya.
B. Sasaran Nasional
- Terlaksananya sosialisasi Peraturan
Menteri Pertanian No. 19/Permentan/
OT.140/3/2011 tentang Pedoman
Perkebunan Kelapa Sawit
Berkelanjutan Indonesia (Indonesian
4
Sustainable Palm Oil/ISPO) kepada
stakeholder perkelapasawitan;
C. Tujuan
5
menerapkan pengelolaan perkebunan
kelapa sawit berkelanjutan sesuai
peraturan dan perundangan yang berlaku
di Indonesia.
6
B. Materi
III. PELAKSANAAN
A. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan Penerapan ISPO
adalah sebagai berikut:
1. Penerapan ISPO merupakan kegiatan yang
dibiayai dengan APBN yang dialokasikan
melalui kegiatan Tugas Pembantuan (TP)
Direktorat Jenderal Perkebunan,
Kementerian Pertanian;
2. Dilaksanakan dalam bentuk sosialisasi
Peraturan Menteri Pertanian Nomor
7
19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang
Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit
Berkelanjutan Indonesia (Indonesian
Sustainable Palm Oil/ISPO) kepada
stakeholder perkelapasawitan di daerah.
B. Pelaksana Kegiatan
Kegiatan Penerapan ISPO dilaksanakan oleh
Direktorat Pascapanen dan Pembinaan
Usaha, Ditjen Perkebunan dan Dinas Provinsi
yang Membidangi Perkebunan, dengan tugas
masing-masing sebagai berikut:
1. Direktorat Pascapanen dan Pembinaan
Usaha, Ditjen perkebunan
- Menyusun Pedoman Teknis;
- Melakukan koordinasi dengan Dinas
Provinsi yang membidangi perkebunan;
- Menyiapkan materi sosialisasi;
- Menunjuk nara sumber pada sosialisasi;
- Melakukan pengawalan, monitoring dan
evaluasi pelaksanaan sosialisasi;
- Menyusun laporan akhir kegiatan.
8
- Membentuk Panitia Pelaksana
Pertemuan Sosialisasi ISPO;
- Melakukan konsultasi/koordinasi
dengan Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha, Ditjen Perkebunan;
- Menyiapkan/mengadakan perlengkapan
pertemuan, akomodasi dan konsumsi;
- Memperbanyak materi sosialisasi;
- Melakukan koordinasi dengan Dinas
Kabupaten/Kota yang membidangi
perkebunan dan instansi/lembaga
terkait di provinsi;
- Mengundang peserta pertemuan
Sosialisasi ISPO;
- Mengirim petugas Penilai Usaha
Perkebunan (PUP) untuk mengikuti
Pertemuan Sosialisasi ISPO Regional **);
- Menunjuk moderator pada pertemuan
Sosialisasi ISPO;
- Mengundang nara sumber Pertemuan
Sosialisasi ISPO;
- Melaksanakan pertemuan Sosialisasi
ISPO bagi petugas perusahaan
perkebunan kelapa sawit;
- Melaksanakan pertemuan Sosialisasi
ISPO bagi petugas Dinas Provinsi dan
Kabupaten/Kota yang membidangi
9
perkebunan serta instansi terkait di
tingkat provinsi;
- Melaksanaakan pertemuan inventarisasi
hasil Penilaian Usaha Perkebunan (PUP)
dengan petugas penilai dan petugas
Ditrektorat Pascapanen dan Pembinaan
Usaha, Ditjen Perkebunan;
- Melakukan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan Sosialisasi ISPO;
- Menyusun laporan pelaksanaan
Sosialisasi ISPO dan menyampaikannya
ke Direktorat Pascapanen, Ditjen
Perkebunan.
Keterangan:
**) Dinas Provinsi yang membidangi
Perkebunan yang menyelenggarakan
Pertemuan Sosialisasi ISPO Regional
(Sumut, Sumsel, Kaltim, dan Sulsel),
selain mempunyai tugas seperti
tersebut di atas, juga mengundang
petugas Penilai Usaha Perkebunan
(PUP) dari provinsi regionalnya
sebagai peserta.
10
No. Provinsi Jumlah
Kabupaten
1 Aceh 12
2 Sumatera Utara 10
3 Riau 5
4 Jambi 8
5 Sumatera Selatan 10
6 Sumatera Barat 5
7 Bengkulu 4
8 Lampung 6
9 Bangka Belitung 6
10 Kalimantan Barat 7
11 Kalimantan Timur 8
12 Kalimantan Selatan 5
13 Kalimantan Tengah 6
14 Jawa Barat 1
15 Sulawesi Selatan 2
16 Sulawesi Barat 2
17 Sulawesi Tengah 4
18 Papua 2
19 Papua Barat 2
Jumlah 105
11
- Belanja Bahan
(Kode Akun 521211);
- Belanja Bahan Non Operasional
Lainnya
(Kode Akun 521219);
- Belanja Jasa Profesi
(Kode Akun 522115);
- Honor Yang Terkait Dengan Output
Kegiatan
(Kode Akun 521213);
- Belanja Jasa Lainnya
(Kode Akun 521219); dan
- Belanja Perjalanan Lainnya
(Kode Akun 524119).
12
4. Tanggung jawab program dan kegiatan
berada pada Direktorat Pasacapanen dan
Pembinaan Usaha, Direktorat Jenderal
Perkebunan.
5. Pengendalian melalui jalur struktural
dilakukan oleh Bidang/Seksi yang
menangani pengelolaan perkebunan
kelapa sawit pada Dinas Provinsi yang
membidangi perkebuna. Pengendalian
kegiatan dilakukan oleh Pejabat Pembuat
Komitmen (P2K) dan Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) di Dinas Provinsi yang
membidangi perkebunan.
6. Pengawasan dilaksanakan sesuai
ketentuan yang berlaku agar
penyelenggaraan kegiatan dapat
menerapkan prinsip-prinsip partisipatif,
transparansi dan akuntabel. Pengawasan
dilakukan oleh Pemerintah melalui aparat
pengawas fungsional (Inspektorat
Jenderal, Badan Pengawas Daerah
maupun Lembaga Pengawas lainnya) dan
oleh masyarakat.
13
ante), saat dilakukan kegiatan (on-going)
dan setelah dilakukan kegiatan (ex-post).
2. Monitoring, evaluasi dan pelaporan
dilakukan secara berjenjang dan
dilaporkan ke Pusat, mencakup:
- Perkembangan pelaksanaan kegiatan
sesuai indikator kinerja;
- Perkembangan pelaksanaan kegiatan
(realisasi fisik dan keuangan);
- Permasalahan yang dihadapai dan
upaya penyelesaian yang dilakukan;
- Format pelaporan menggunakan format
yang telah disepakati dan dituangkan
dalam Petunjuk Teknis.
VI. PEMBIAYAAN
VII. PENUTUP
14
sebagai acuan bagi semua pihak yang terkait
dalam kegiatan Penerapan ISPO.
Pedoman Teknis ini akan ditindak lanjuti
dengan penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis)
di tingkat Provinsi. Dengan adanya Pedoman
Teknis ini, maka diharapkan kegiatan
Penerapan ISPO Tahun Anggaran 2012 dapat
terlaksana dengan baik sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
15