KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN HERBAL
PK-SMPHT.02.4-006
Tanggal Revisi: //
Tanggal Berlaku: //
Tanggal No
NO Hal Uraian Revisi Paraf
Revisi Revisi
10-8-21 3-4 Pengertian
11-8-21 15 Keuangan
12-8-21 12 Budidaya Tanaman
13-8-21 14 Pengorganisasian
14-8-21 13 Pengolahan Pasca Panen
26-9-21 18 Lampiran
07-10-21 18 Lampiran
07-10-21 5 Tanggung Jawab,
07-10-21 12 Perencanaan Lokasi
29-10-21 5 Tanggung Jawab,
1. TUJUAN
Sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pegembangan tanaman herbal dalam rangka
peningkatan pendapatan Perum Perhutani.
2. RUANG LINGKUP
Prosedur ini mengatur tata kelola pelaksanaan pengembangan tanaman herbal yang terdiri dari
tanggung jawab masing – masing satuan kerja, penyusunan proposal, pengolahan bahan baku,
pemasaran produk olahan, pengorganisasian, tata usaha hasil hutan, keuangan dan monitoring
evaluasi serta pelaporan.
3. REFERENSI
3.1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004.
3.2. Undang-Undang RI Nomor : 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
3.3. Undang-Undang RI Nomor :18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Pengrusakan Hutan
3.4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
3.5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
3.6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2010 tentang Perusahaan Umum (Perum)
Kehutanan Negara.
3.7. Peraturan Pemerintah No.12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara
Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Kehutanan.
3.8. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
3.9. Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor P.91/Menhut-II/2014 tentang Penatausahaan
HHBK yang Berasal dari Hutan Negara.
3.10. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor
P.64/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 tentang Penetapan Harga Patokan Hasil Hutan
untuk Perhitungan Provisi Sumber Daya Hutan dan Ganti Rugi Tegakan.
3.11. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : 08 Tahun 2021 Tentang
Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan Di
Hutan Lindung dan Hutan Produksi
3.12. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : 09 Tahun 2021 Tentang
Pengelolaan Perhutanan Sosial
3.13. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor :
SK.73/Menlhk/Setjen/Kum.1/2/2021 tentang Penugasan Pengelolaan Hutan Produksi dan
Hutan Lindung Di Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Barat
dan Provinsi Banten Kepada Perusahaan Umum (PERUM) Kehutanan Negara
3.14. Peraturan Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung
Nomor P.7/PDASHL/SET/KUM.1/8/2017 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Agroforestry.
3.15. Surat Menteri Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia Nomor S-177/MBU/03/2021
tentang Pengesahan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) Tahun 2020-2024
BUMN Perum Perhutani.
3.16. Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 035/KPTS/DIR/2012 tentang Perubahan
Atas Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 561/KPTS/DIR/2011 Tentang Prosedur
Kerja Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal Dari Wilayah Kerja Perum Perhutani.
3.17. Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 1071/KPTS/DIR/2013 tentang Pedoman
Tata Cara Pengajuan dan Pelaksanaan Investasi Perum Perhutani.
3.10 Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 1897/KPTS/DIR/2017 tentang Pembagian
Tugas dan Kewenangan Anggota Direksi Perum Perhutani.
3.11 Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 760/KPTS/DIR/2018 tentang Pedoman Kerja
Sama Pemanfaatan Hutan Perum Perhutani.
3.12 Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 002/KPTS/DIR/2018 tanggal 2 Januari 2018
tentang Pedoman Persyaratan dan Tata Cara Penerimaan/Pembayaran Perum Perhutani
3.13 Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 322/KPTS/DIR/2019 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Perum Perhutani.
3.18. Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 31/KPTS/DIR/3/2021 tanggal 26 Maret 2021
tentang Struktur Organisasi Perum Perhutani.
3.19. Surat Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) Nomor :
B.407KB.020/H.4.3/04/2021 tanggal 27 April 2021 tentang Verifikasi Budidaya Herbal.
4. PENGERTIAN
4.1. Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut BUMN adalah badan usaha yang
seluruhnya atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan.
4.2. Perusahaan adalah Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara yang disingkat
Perum Perhutani.
4.3. Direksi adalah organ perusahaan yang bertanggung jawab atas kepengurusan
Perusahaan untuk kepentingan dan tujuan Perusahaan serta mewakili Perusahaan baik di
dalam maupun di luar pengadilan.
4.4. Kantor Pusat adalah satuan unit organisasi Perusahaan yang berkedudukan di Jakarta.
4.5. Direktorat Operasi adalah satuan unit organisasi perusahaan yang bertanggung jawab
atas pengelolaan sumberdaya hutan Perum Perhutani.
4.6. Divisi Regional adalah satuan unit organisasi Perusahaan yang bertanggung jawab atas
kinerja operasional pengelolaan sumber daya hutan dan pengelolaan Perusahaan
beberapa Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) dalam suatu wilayah tertentu untuk
menjamin keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan serta kinerja keuangan.
4.7. Kelompok Usaha Mitra Perhutani (KUMP) adalah masyarakat desa sekitar hutan yang
tergabung dalam kelompok usaha (Entitas Bisnis) yang berkepentingan dalam kerja
sama pemanfaatan sumberdaya hutan, yang anggotanya berasal dari unsur lembaga
desa dan atau unsur masyarakat yang ada di desa tersebut yang mempunyai kepedulian
terhadap sumberdaya hutan.
4.8. Administratur atau Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan yang selanjutnya disebut
“Administratur/KKPH” adalah Pejabat Perusahaan yang ditunjuk oleh Direksi Perusahaan
untuk memimpin pengelolaan KPH yang berperan sebagai penanggungjawab kinerja
operasional dan keuangan KPH.
4.9. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu
dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
4.10. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
4.11. Pengelolaan hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan penyusunan rencana
pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan
reklamasi hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam
4.12. Multiusaha Kehutanan adalah penerapan beberapa kegiatan usaha Kehutanan berupa
usaha Pemanfaatan Kawasan, usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu,
dan/atau usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan untuk mengoptimalkan Kawasan Hutan
pada Hutan Lindung dan Hutan Produksi.
4.13. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan
jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil
hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat
dengan tetap menjaga kelestariannya.
4.14. Pemanfaatan kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga
diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara optimal
dengan tidak mengurangi fungsi utamanya.
4.15. Mitra adalah pihak yang bekerja sama dengan Perum Perhutani yang terdiri dari Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), anak perusahaan BUMN, perusahaan terafiliasi BUMN,
dan/atau pihak lain.
4.16. Kerja sama adalah perikatan hukum antara perusahaan dengan mitra untuk mencapai
tujuan bersama.
4.17. Project Statement adalah usulan kegiatan Kelola SDH lainnya yang belum masuk dalam
RPKH.
4.18. Tanaman Herbal adalah tanaman yang bagian tanamannya daun, bunga, buah, biji,
batang, kayu, kulit kayu, akar, rimpang atau bagian tanaman lainnya, yang mungkin
seluruhnya dapat terfragmentasi.
4.19. Tanaman Jahe adalah tanaman rimpang yang sangat populer sebagai rempah-rempah dan
bahan obat. Rimpangnya berbentuk jemari yang menggembung di ruas-ruas tengah. Rasa
dominan pedas disebabkan senyawa keton bernama zingeron. Jahe termasuk suku
Zingiberaceae (temu-temuan).
4.20. Tanaman Kunyit adalah salah satu jenis tanaman obat yang banyak memiliki manfaat dan
banyak ditemukan diwilayah Indonesia. Tingginya sekitar 1 meter dan bunganya muncul
dari puncuk batang semu dengan panjang sekitar 10 – 15 cm dan berwarna putih. Umbi
akarnya berwarna kuning tua, berbau wangi aromatis dan rasanya sedikit manis.
Rimpangnya memiliki banyak cabang dan tumbuh menjalar, rimpang induk biasanya
berbentuk elips dengan kulit luarnya berwarna jingga kekuning – kuningan.
4.21. Tanaman Kencur adalah tanaman yang mempunyai akar batang yang tertanam di dalam
tanah, biasa dipakai untuk bahan rempah-rempah dan ramuan obat; tanaman ini
merupakan salah satu jenis empon-empon/tanaman obat yang tergolong dalam suku temu-
temuan (Zingiberaceae).
4.22. Tanaman Kapulaga adalah salah satu jenis rempah yang dihasilkan dari
biji tanaman keluarga Zingiberaceae atau yang lebih dikenal dengan jahe-jahean.
Jenis kapulaga yang banyak ditemui di Indonesia adalah Amomum Compactum
(kapulaga Jawa) dan Elettaria cardamomun (kapulaga india atau kapulaga sabrang).
4.23. Tanaman Serai Wangi adalah tanaman berupa rumput-rumputan tegak, dan mempunyai
akar yang sangat dalam dan kuat, batangnya tegak, membentuk rumpun. Tanaman ini
dapat tumbuh hingga tinggi 1 sampai 1,5 meter. Berkembangbiak dengan anak atau
akarnya yang bertunas.
4.24. Budidaya tanaman obat/herbal adalah Suatu kegiatan budidaya beberapa macam tanaman
yang memiliki khasiat obat atau tanaman yang seringkali digunakan sebagai obat untuk
mencegah penyakit maupun mengobati penyakit merupakan pengertian dari budidaya
tanaman obat.
4.25. Organisme pengganggu tanaman adalah hewan atau tumbuhan baik berukuran mikro
ataupun makro yang mengganggu, menghambat, bahkan mematikan tanaman yang
dibudidayakan. Berdasarkan jenis seranganya OPT dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu
hama, vektor penyakit, dan gulma.
4.26. Provisi Sumber Daya Hutan yang selanjutnya disingkat PSDH adalah pungutan yang
dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil Hutan dan/atau hasil usaha yang
dipungut dari Hutan Negara.
5. TANGGUNG JAWAB
5.1. Kantor Pusat
5.1.1. Direktur Utama
5.1.1.1. Menandatangani Kesepakatan Bersama (Memorandum of Understanding)
dan/atau Perjanjian Kerjasama
5.1.1.2. Perjanjian Kerjasama dimaksud dapat dikuasakan kepada Direktur Teknis,
Divisi Regional atau Administratur melalui Surat Kuasa Khusus (SKK);
5.1.1.3. Menyetujui dan Mengesahkan studi kelayakan usaha Agroforestri
Pengembangan Tanaman Herbal
5.1.1.4. Penunjukan Tenaga Ahli/Konsultan Budidaya Tanaman Herbal
5.1.1.5. Menetapkan Tim Sukses Pengembangan Tanaman Herbal Perhutani
5.1.1.6. Mengesahkan RAB Budidaya Tanaman Herbal
5.3.2 Asper/KBKPH
5.3.2.1 Melaksanakan kegiatan pengembangan Agroforestri tanaman herbal dengan
melibatkan masyarakat (KUMP/KTH/KPS)
5.3.3 PHW
5.3.3.1 Melakukan penapisan lokasi indikatif pengembangan tanaman herbal sesuai
dengan hasil evaluasi potensi sumberdaya hutan terakhir
6. PROSEDUR KERJA
6.1 Flowchart
6.1.1 Mekanisme Perencanaan Tanaman Herbal Perhutani
PROSES PERENCANAAN LOKASI TANAMAN HERBAL
Departemen PPB
Divisi PPB PHW KPH Konsultan Herbal Direksi
Divisi Regional
St art
Bersama KPH,
Lokasi
PHW, Divre &
indikatif
Tim Dit Ops dan
suvey
PP survey calon
lahan
lokasi
Tidak
End Survey lokasi
Ya
Tidak
Sesuai
Survey sosial
End untuk
masyarakat
herbal
Ya
Penet apan
lokasi herbal
SPK t anam
herbal
End
Start
Proses
SPK tanam
pengadaan
herbal Persiapan benih
sarana produksi
herbal
Persiapan lahan
Penanaman
Pendampingan
herbal
Pemupukan
SPK
pemeliharaan
Pemeliharaan
herbal
Pengendalian
OPT
End
Panen
Penjualan hasil
panen herbal
Proses
pengadaan alat/
Pasca panen
mesin pasca
panen
Penjualan hasil
pengolahan
herbal
End
PUHH-HHBK HERBAL
PETUGAS PABRIK/ MANDOR OLAH JUNIOR MANAGER
MANDOR TPT-HHBK P2LPHHBK KASI KEUANGAN
AGROFORESTRI PENGOLAHAN TPT-HHBK BUSINES
Mulai
Penyerahan Penerimaan
bagi hasil DK 304 bagi hasil
sharing dari sharing dari
penggarap/ penggarap/
LMDH LMDH
DK 302a DK 305/2
Sah LPHHBK
Pembayaran
Ya PSDH
Usulan
LPHHBK per Tidak
Sesuai?
Kab/Kota per
Selesai
periode
DK 103f
Rekapitulasi
LPHHBK per Cek Admin &
Kab/Kota per Fisik
periode
6.3.4 Pemasaran hasil panen dan hasil pengolahan pasca panen tanaman herbal
6.3.4.1 Hasil panen herbal berupa produk dipasarkan ke mitra offtaker atau
pasar regional dalam bentuk rimpang segar, simplisia atau serbuk kering
dan minyak atsiri;
6.3.4.2 Divisi Regional dapat bermitra dengan BUMN atau BUMS yang memiliki
pabrik pengolahan tanaman herbal dekat dengan lokasi tanaman herbal;
6.3.4.3 Kepala Divisi Regional menerbitkan surat kuasa kepada Administratur
untuk melakukan penandatanganan perjanjian kerjasama pemasaran
herbal;
6.3.4.4 Mekanisme dan tata waktu pembayaran hasil penjualan tanaman herbal
akan diatur dalam perjanjian tersendiri.
6.3.6 Pengorganisasian
6.3.6.1 Setiap KPH pengembangan tanaman herbal harus menugaskan mandor
khusus herbal sesuai dengan rasio keluasan, tingkat kesulitan
intensifikasi budidaya, margin usaha dan tingkat gangguan keamanan
6.3.6.2 Petugas khusus herbal yang akan ditugaskan akan mendapatkan
bimbingan teknis terlebih dahulu dari Balittro dalam program pelatihan
budidaya tanaman herbal berupa perlakuan benih, penanaman,
pemeliharaan, panen dan pengolahan.
6.3.7 Keuangan
6.3.7.1 Pencatatan Keuangan
6.3.7.1.1. Perlakuan pencatatan keuangan atas pendapatan dan beban
usaha agroforestri agar dilaksanakan sesuai Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang berlaku antara
lain PSAK 71 (tentang Instrumen Keuangan) dan PSAK 72
(tentang Pengakuan Pendapatan dari Kontrak dengan
Pelanggan)
7 LAMPIRAN
7.1. Lampiran Komoditi Tanaman Herbal
7.1.1. Jahe
7.1.1.1. Kesesuaian Lahan
▪ Tanah: subur, gembur, mengandung humus dan bahan organik tinggi,
berdrainase baik
▪ pH optimum: 6,8 – 7,4
▪ Jenis tanah : Latosol, Regosol, Aluvial, dan Andosol
▪ Tekstur tanah:
o Lempung berpasir
o Lempung berliat
o Liat berpasir
o Liat berdebu
7.1.1.2. Kesesuaian Iklim
▪ Tipe iklim : A, B, dan C (Schmidt dan Ferguson),
▪ Ketinggian tempat 300 - 900 m dpl,
▪ Temperatur rata-rata 25-30°C,
▪ Jumlah bulan basah 7-9 bulan,
▪ Curah hujan 2.500 - 4.000 mm per tahun,
▪ Intensitas cahaya matahari 70-100 %
Keterangan: * Pada lahan subur dan gembur dapat menghasilkan 1000-1500 g/rumpun
7.1.1.3. Persiapan Benih (Tata waktu minimal 2-4 minggu sebelum tanam)
▪ Benih berasal dari varietas unggul yang telah dilepas
▪ Benih dipanen dari tanaman yang sehat (umur 9 BST / Bulan Setelah Tanam,
daun telah luruh)
▪ Rimpang sehat (benih bernas, tidak ada bintik-bintik dalam rimpang), tidak
cacat/luka
▪ Benih dipotong 20-50 gr
▪ Diberi perlakuan bahan kimia (Marshal, Agreb, Dithane M-45/Benlate) sesuai
rekomendasi.
▪ Rimpang yang dipilih untuk disemai minimal berumur > 9 bulan untuk jahe
putih kecil atau > 10 bulan untuk jahe merah
▪ Benih disemai dengan cara disusun diatas rak/bak persemaian, dilapisi jerami
atau alang-alang.
▪ Benih sekali kali disemprot agar agak lembab untuk mempercepat rimpang
bertunas, tetapi tidak sampai basah.
▪ Setelah 2-4 minggu benih telah bertunas dan siap ditanam ke lapangan
7.1.1.4. Pengolahan Lahan (Tata waktu minimal 1 bulan sebelum tanam)
▪ Lahan dibersihkan dari gulma atau batang batang pohon yang tidak
digunakan
▪ Tanah digemburkan dengan cara dicangkul
▪ Tanah diratakan, dibuat petakan/ bedengan, antar bedengan dibuat parit
untuk saluran drainase
▪ Jarak tanam 40 cm x 60 cm
▪ Pada setiap lubang diberi pupuk dasar berupa pupuk kandang (0,5 kg/lubang
atau 13,6 ton/Ha) dibagi menjadi dua kali pemberian, saat tanam dan umur 4
bulan setelah tanam (bersamaan dengan pembumbunan).
7.1.1.5. Penanaman (Tata waktu awal musim hujan)
▪ Penanaman dilakukan pada saat musim hujan
▪ Benih yang sehat dan telah bertunas (ukuran 0,5 – 1 cm) dimasukkan ke
dalam lubang tanam dengan kedalaman 5-7 cm yang telah diberi pupuk
kendang sebanyak 6,8 ton/Ha atau 0,25 Kg per lubang saat tanam dan 0,25
Kg setelah 4 (empat) bulan tanam, arah tunas ke atas;
▪ Pada setiap lubang diberikan pupuk SP-36 dan KCl dengan dosis masing
masing 7,5gr/lubang atau 200-300 kg/ha (tergantung kepada hasil analisis
kesuburan tanah dan pola tanam) di sekeliling benih tanaman, kemudian di
tutup dengan tanah. Pupuk urea diberikan 10 gr/lubang atau 200-300 kg/ha
dibagi tiga kali pemberian pada umur 1, 2 dan 3 BST masing masing 1/3
dosis.
▪ Pola tanam :
o Tumpangsari (jagung, kacang tanah, kedelai, cabai merah)
o Tanaman sela (kelapa,sengon, jati dan lain-lain)
o Dihindari melakukan Penanaman tanaman Rimpang dengan tanaman
Umbi
7.1.1.6. Pemeliharaan (Tata waktu minimal 1-1,5 bulan setelah tanam)
▪ Penyulaman dilakukan mulai pada umur 1- 1,5 bulan setelah tanam
▪ Penyiangan gulma dimulai umur 2 BST (tergantung kondisi). Jahe penyiangan
sebulan sekali tergantung kebutuhan samapi umur 4-5 bulan
▪ Penyiraman (bila perlu)
▪ Pembumbunan (umur 4 BST) sekalian dengan pemberian pupuk kadang
kedua
▪ Pengendalian OPT (bila diperlukan)
o Bercak daun (penyemprotan fungsisida)
o Lalat rimpang (dicabut, dibakar)
o Penyakit layu bakteri (dicabut, dibakar)
7.1.1.7. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) (Tata waktu
disesuikan dengan kebutuhan)
Penyakit utama pada jahe adalah busuk rimpang yang disebabkan oleh
serangan bakteri layu (Ralstonia solanacearum). Sampai saat ini belum ada
metode pengendalian yang memadai, kecuali dengan menerapkan tindakan-
tindakan untuk mencegah masuknya bibit penyakit, seperti penggunaan lahan
sehat, penggunaan benih sehat, perlakuan benih sehat (antibiotik),
menghindari perlukaan (penggunaan abu sekam), pergiliran tanaman,
pembersihan sisa tanaman dan gulma, pembuatan saluran irigasi supaya
tidak ada air menggenang dan aliran air tidak melalui petak sehat (sanitasi),
inspeksi kebun secara rutin.
Tanaman yang terserang layu bakteri segera dicabut dan dibakar untuk
menghindari meluasnya serangan OPT. Hama yang cukup signifikan adalah
lalat rimpang Mimergralla coeruleifrons (Diptera, Micropezidae) dan Eumerus
figurans (Diptera, Syrpidae), kutu perisai (Aspidiella hartii) yang menyerang
rimpang mulai dari pertanaman dan menyebabkan penampilan rimpang
kurang baik serta bercak daun yang disebabkan oleh cendawan (Phyllosticta
sp.). Serangan penyakit ini apabila terjadi pada tanaman muda (sebelum 6
bulan) akan menyebabkan penurunan produksi yang cukup signifikan.
Tindakan mencegah perluasan penyakit ini dengan menyemprotkan fungisida
segera setelah terlihat ada serangan (diulang setiap minggu sekali), sanitasi
tanaman sakit, inspeksi secara rutin.
7.1.2. Kencur
7.1.2.1. Kesesuaian Lahan dan Iklim
Karakteristik Persyaratan
Jenis tanah Latosol, Andosol, Regosol
Tipe iklim (Schmidt & Ferguson) A, B, C
Tinggi tempat (m dpl.) 50 – 600
Jumlah curah hujan (mm/tahun) 2.500 -4.000
Jumlah bulan basah/tahun 5–9
Suhu udara (°C) 26 -30
Tingkat naungan (%) 0 – 30
7.1.2.3. Pengolahan Lahan & Penanaman (Tata waktu minimal 1 bulan sebelum
tanam)
▪ Menggarpu dan mencangkul tanah sedalam 30 cm
▪ Pada lahan yang datar dibuat saluran drainase agar tidak terjadi genangan memacu
berkembangnya bibit penyakit terutama penyakit busuk rimpang.
▪ Bibit ditanam sedalam 5 - 7 cm dengan tunas menghadap ke atas dan tidak terbalik,
karena dapat menghambat pertumbuhan.
▪ Jarak tanam yang digunakan untuk penanaman monokultur: 15 cm x 15 cm atau 20
cm x 15 cm. Jarak Tanam Polikultur : 20 cm x 20 cm
▪ Kencur dapat ditanam dengan sistem monokultur dan pada batas-batas tertentu
dengan sistem polikultur, untuk meningkatkan produktivitas lahan.
7.1.2.4. Pengolahan Lahan & Penanaman (Tata waktu minimal 1 bulan sebelum
tanam)
▪ Menggarpu dan mencangkul tanah sedalam 30 cm
▪ Pada lahan yang datar dibuat saluran drainase agar tidak terjadi genangan memacu
berkembangnya bibit penyakit terutama penyakit busuk rimpang.
▪ Bibit ditanam sedalam 5 - 7 cm dengan tunas menghadap ke atas dan tidak terbalik,
karena dapat menghambat pertumbuhan.
▪ Jarak tanam yang digunakan untuk penanaman monokultur: 15 cm x 15 cm atau 20
cm x 15 cm. Jarak tanam Polikultur: 20 cm x 20 cm
▪ Kencur dapat ditanam dengan sistem monokultur dan pada batas-batas tertentu
dengan sistem polikultur, untuk meningkatkan produktivitas lahan.
7.1.2.5. Pengolahan Lahan & Penanaman (Tata waktu minimal 1 bulan sebelum
tanam)
▪ Menggarpu dan mencangkul tanah sedalam 30 cm
▪ Pada lahan yang datar dibuat saluran drainase agar tidak terjadi genangan memacu
berkembangnya bibit penyakit terutama penyakit busuk rimpang.
▪ Bibit ditanam sedalam 5 - 7 cm dengan tunas menghadap ke atas dan tidak terbalik,
karena dapat menghambat pertumbuhan.
▪ Jarak tanam yang digunakan untuk penanaman monokultur: 15 cm x 15 cm atau 20
cm x 15 cm. Jarak Tanam Polikultur : 20 cm x 20 cm
▪ Kencur dapat ditanam dengan sistem monokultur dan pada batas-batas tertentu
dengan sistem polikultur, untuk meningkatkan produktivitas lahan.
▪ Penyulaman : Penyulaman terhadap tanaman mati dilakukan pada saat tunas muncul
di permukaan tanah dengan cara menanam rimpang bertunas atau memindahkan
tanaman yang menumpuk pada lubang tanam yang lain.
▪ Pembumbunan : Pembumbunan mulai dilakukan pada waktu rumpun sudah
terbentuk (mulai saat tanaman berumur 2-3 bulan). Apabila curah hujan tinggi,
pembumbunan harus dilakukan lebih intensif, karena cucuran air hujan akan
menurunkan bedengan, sehingga tanaman akan terendam.
▪ Pemupukan : Pemupukan Pupuk kandang, pada saat tanam dan diletakkan didalam
lubang tanam dengan dosis 0,08 kg/lubang atau 10 ton/ha, tergantung kondisi lahan.
▪ Pada lahan yang miskin hara dan teksturnya padat diberikan pukan 20 ton/ha,
sedangkan lahan yang cukup subur cukup 10 ton/ha.
Pupuk kandang (pukan) sapi atau kambing yang sudah matang, diberikan pada saat
tanam dan diletakkan didalam lubang tanam dengan dosis 10 - 20 ton/ha (atau 0,08
kg per lubang tanam), tergantung kondisi lahan. Sedangkan pupuk buatan diberikan
secara tugal atau dilarik dengan jarak 5 cm dari tanaman. Dosis yang diberikan
adalah: Urea 1gr/lubang atau 100 - 300 kg/ha; SP-36 0,8 gr/lubang atau 100 - 250
kg/ha; KCl 0,8 gr/lubang atau 100 - 250 kg/ha, atau bergantung kepada kesuburan
tanah dan pola tanam. Urea diberikan 3 kali, yaitu pada saat tanaman berumur 1, 2
dan 3 bulan setelah tumbuh (BST), masing-masing 1/3 dosis. Sedangkan SP-36 dan
KCl diberikan satu kali pada saat tanam atau ditunda sebulan apabila curah hujan
belum cukup.
7.1.2.8. Pengendalian OPT (Tata waktu 1-2 bulan setelah tanam/saat terjadi serangan
hama)
▪ Jarak tanam pada tanah subur: 140 cm x 200cm; 100 cm x 100 cm, ; 100 cm
x 50 cm
▪ Jarak tanam pada tanah kurang subur: 75 cm x 75 cm
▪ Pemberian kapur+ 2 ton/ha (tergantung kondisi kemasaman tanah)
7.1.3.4. Penanaman (Tata waktu awal dan akhir musim hujan)
▪ Waktu penanaman di awal atau akhir musim hujan
▪ Benih ditanam 1-2 anakan per lobang tanam tergantung pada pola tanam dan
kondisi fisik benih
▪ Benih ditanam pada lubang dengan kedalaman 10 cm.
▪ Pola Tanam :
o Dapat ditumpang sarikan dengan tanaman sayuran, pangan, dan
tanaman tua atau pohon
o Bila ditumpang sarikan dengan tanaman pohon, maka disesuaiakan
jarak tanamnya agar intensitas cahaya yang diterima serai wangi tetap
≥75 %
o Pada tumpang sari pertumbuhan serai wangi yang baik hanya sampai
berumur 5 tahun
o Tumpang sari dengan tanaman tua yang terbaik adalah dengan
menanam secara strip kontur atau budidaya lorong.
7.1.3.5. Pemeliharaan (Tata waktu minimal 2 minggu setelah tanam)
▪ Penyulaman : Bila ada benih yang mati seluruhnya dalam satu lubang
dilakukan penyulaman. Penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur
1–2 minggu
▪ Penyiangan : Setelah tanam sampai panen pertama (umur 6 bulan),
penyiangan diantara rumpun dilakukan setiap 2 bulan sekali. Penyiangan
selanjutnya setiap selesai panen.
▪ Penggemburan dan pembumbunan : Dilakukan di sekitar rumpun tanaman
dilakukan pada saat tanaman berumur 1 bulan dan selanjutnya dilakukan
setiap selesai panen
▪ Pemberian mulsa : Mulsa yang digunakan adalah alang-alang, jerami padi,
dan semak belukar lainnya yang sudah kering. Daun kering serai wangi
tidak dapat digunakan karena dapat meracuni (efek alelopati) tanaman serai
wangi itu sendiri.
7.1.3.6. Pemupukan (Tata waktu minimal 1 bulan setelah tanam)
▪ Urea 15 kg/Ha atau 4,3 gr/lubang; SP-36 25 kg/Ha atau 7,1 gr/lubang, dan
KCl 25 kg /Ha atau 7,1 gr/lubang; pupuk kandang 0,5 kg/lubang atau 1,75
ton/Ha tergantung pada pola tanam dan kesuburan lahan
▪ Pemupukan : tepat waktu, tepat cara, tepat jenis, dan tepat dosis
7.1.3.7. Pengendalian OPT (Tata waktu minimal 3 bulan setelah tanam)
▪ Bercak daun yang disebabkan oleh Jamur Curvularia sp
7.1.4. Kapulaga
7.1.4.1. Kesesuaian Lahan dan Iklim
▪ Tanah yang subur, remah, gembur, porous
▪ Ketersediaan sumber air yang cukup,
▪ Bukan sumber penyakit tular tanah,
▪ Drainase baik dan tidak menyalahi kaidah konservasi lahan,
▪ Bebas dari cemaran limbah bahan berbahaya.
▪ Ketinggian tempat 300 – 800 mdpl
▪ Curah hujan tahunan 2.500 – 4.000 mm
▪ Intensitas cahaya 30 – 70%
▪ Suhu udara harian rata-rata 20o – 30o C
▪ Suhu tanah harian rata-rata 20o – 30o C
▪ Kelembaban 40 – 75%
▪ Tekstur tanah liat berpasir, lempung berpasir, lempung berliat, lempung
berwarna coklat, dan banyak mengandung bahan organik/humus
▪ Kemiringan lahan maksimum 30% (sesuai kaidah konservasi lahan dan GAP
tanaman obat)
7.1.4.2. Persiapan benih
▪ Benih memiliki asal usul yang jelas
▪ Berasal dari jenis unggul (buah besar, berwarna merah)
▪ Merupakan jenis murni yang tidak tercampur;
▪ Berasal dari tanaman induk yang sehat, berumur 10- 12 bulan dan
merupakan anakan sehat berasal dari rhizome berakar yang telah
mempunyai daun antara 4-10 helai;
▪ Rimpang/rhizome mempunyai 2 - 3 mata tunas;
▪ Tidak ada gejala penyakit layu bakteri, busuk akar, busuk buah, karat daun,
bercak daun, nematoda akar, dan hama penggerek
7.1.4.3. Persiapan lahan (Tata waktu minimal 1 bulan sebelum tanam)
▪ Bedengan dengan ukuran tinggi 30–40 cm, lebar 150–250 cm, panjang
disesuaikan dengan kondisi lahan dan jarak antar bedengan ± 50 cm
▪ Jarak tanam bisa digunakan dengan : panjang 2 – 2,5 m dan lebar 1,5- 2 m;
▪ Pemberian pupuk kandang sebanyak 10 - 20 ton/ha atau 5 – 10 kg/lubang
tanam
7.1.4.5. Pemeliharaan (Tata waktu minimal 2 minggu setelah tanam)
▪ Penyulaman dilaksanakan minimal 2-3 minggu setelah tanam
▪ Penyiangan dan pembumbunan dimulai sekitar umur tanaman 2 BST dan
melakukannya secara rutin setiap 2 bulan sekali
▪ Pemangkasan batang-batang tua/tidak produktif mulai umur 2 tahun
▪ Pengaturan saluran drainase terutama saat hujan lebat agar lahan tidak jenuh
air dan tergenang
▪ Pengendalian OPT mekanis (mencabut dan membakar daun yang terserang
bercak daun) dan dapat juga menggunakan biopestisida dan agens hayati
7.1.4.6. Pemupukan
▪ Pemberian pupuk kandang sebanyak 10 - 20 ton/ha atau 7,5 kg/lubang tanam
pada saat tanam; Memberikan pupuk organik susulan pada 6 bulan setelah
tanam (BST) sebanyak 10 kg/rumpun
▪ Pupuk anorganik diberikan jika kondisi tanaman kurang subur atau setiap
selesai panen untuk merangsang pertumbuhan anakan dan bunga dengan
dosis 100-150 kg Urea + 100-120 kg SP + 100-200 kg KCl atau 50 gr Urea +
60 gr SP36 + 60 gr KCL per lubang tanam
7.1.4.7. Panen (Tata waktu minimal 7 bulan setelah tanam)
Panen buah kapulaga yang pertama dilakukan pada saat tanaman telah
berumur 7 bulan. Panen buah kapulaga dapat dilakukan secara rutin dan
berkala sampai tanaman tidak produktif lagi yaitu pada umur 5-6 tahun
dengan ciri – ciri :
▪ buah yang membesar sampai maksimal,
▪ sebagian kelopak buah (katup) sudah mengelupas,
▪ mahkota pada tandan buah bagian atas sudah rontok,
▪ butir buah keras, bernas,
▪ warna kulit buah putih kemerah-merahan atau putih kecoklat-coklatan
sampai coklat,
7.1.5 Kunyit
7.1.5.1 Kesesuaian Lahan dan Iklim
▪ Jenis tanah : latosol, andosol, regosol
▪ Tipe iklim : A, B, C (Schmidt & Ferguson)
▪ Jumlah curah hujan : 2.000 – 4.000 (mm/tahun)
▪ Ketinggian tempat : 80-700 (m dpl.)
▪ Jumlah bulan basah/tahun : 7 – 9
▪ Suhu udara : 25 – 30°C
▪ Intensitas cahaya : 70-100%
▪ Tekstur tanah : Lempung, lempung berpasir, lempung liat berpasir
7.1.5.6. Pemupukan (Tata waktu saat tanam, 1 & 3 bulan setelah tanam)
▪ Pupuk kandang 10 - 20 ton/ha atau 0,25 Kg per lubang tanam (saat tanam)
▪ Pupuk Urea : 100-250 kg/ha atau 3,8 gr/lubang (dosis dibagi 2 saat tanam dan
3 bulan setelah tanam)
▪ SP-36 : 100-300 kg/ha atau 5 gr/lubang (saat tanam)
▪ KCl : 100-300 kg/ha atau 5 gr/lubang (saat tanam)
7.2. Lampiran Daftar Standar Nasional Indoensia (SNI) terkait komoditas jahe,
kunyit, kencur, kapolaga dan seraiwangi
Nomor SNI Tentang
SNI 01-3180-1992 Kapolaga lokal
SNI-01-6994-2004 Kencur Segar
SNI 01-7084-2005 Simplisia Jahe
SNI 01-7085-2205 Simplisia Kencur
SNI 01-7087-2005 Jahe untuk bahan baku obat
SNI 061312-1998 Minyak Jahe
SNI 06-3953-1995 Minyak Sereh
SNI 01-3179-1992 Jahe Segar
SNI 01-3393-1994 Jahe kering