Anda di halaman 1dari 39

PROSEDUR

KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN HERBAL

PK-SMPHT.02.4-006

Tanggal Revisi: //
Tanggal Berlaku: //

Sistem Manajemen Perum Perhutani


CATATAN REVISI

Tanggal No
NO Hal Uraian Revisi Paraf
Revisi Revisi
10-8-21 3-4 Pengertian
11-8-21 15 Keuangan
12-8-21 12 Budidaya Tanaman
13-8-21 14 Pengorganisasian
14-8-21 13 Pengolahan Pasca Panen
26-9-21 18 Lampiran
07-10-21 18 Lampiran
07-10-21 5 Tanggung Jawab,
07-10-21 12 Perencanaan Lokasi
29-10-21 5 Tanggung Jawab,

Sistem Manajemen Perum Perhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4.006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 1 dari 36

1. TUJUAN
Sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pegembangan tanaman herbal dalam rangka
peningkatan pendapatan Perum Perhutani.

2. RUANG LINGKUP
Prosedur ini mengatur tata kelola pelaksanaan pengembangan tanaman herbal yang terdiri dari
tanggung jawab masing – masing satuan kerja, penyusunan proposal, pengolahan bahan baku,
pemasaran produk olahan, pengorganisasian, tata usaha hasil hutan, keuangan dan monitoring
evaluasi serta pelaporan.

3. REFERENSI
3.1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004.
3.2. Undang-Undang RI Nomor : 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
3.3. Undang-Undang RI Nomor :18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Pengrusakan Hutan
3.4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
3.5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
3.6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2010 tentang Perusahaan Umum (Perum)
Kehutanan Negara.
3.7. Peraturan Pemerintah No.12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara
Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Kehutanan.
3.8. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
3.9. Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor P.91/Menhut-II/2014 tentang Penatausahaan
HHBK yang Berasal dari Hutan Negara.
3.10. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor
P.64/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 tentang Penetapan Harga Patokan Hasil Hutan
untuk Perhitungan Provisi Sumber Daya Hutan dan Ganti Rugi Tegakan.
3.11. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : 08 Tahun 2021 Tentang
Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan Di
Hutan Lindung dan Hutan Produksi
3.12. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : 09 Tahun 2021 Tentang
Pengelolaan Perhutanan Sosial
3.13. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor :
SK.73/Menlhk/Setjen/Kum.1/2/2021 tentang Penugasan Pengelolaan Hutan Produksi dan
Hutan Lindung Di Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Barat
dan Provinsi Banten Kepada Perusahaan Umum (PERUM) Kehutanan Negara

Sistem Manajemen Perum Perhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 2 dari 36

3.14. Peraturan Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung
Nomor P.7/PDASHL/SET/KUM.1/8/2017 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Agroforestry.
3.15. Surat Menteri Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia Nomor S-177/MBU/03/2021
tentang Pengesahan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) Tahun 2020-2024
BUMN Perum Perhutani.
3.16. Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 035/KPTS/DIR/2012 tentang Perubahan
Atas Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 561/KPTS/DIR/2011 Tentang Prosedur
Kerja Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal Dari Wilayah Kerja Perum Perhutani.
3.17. Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 1071/KPTS/DIR/2013 tentang Pedoman
Tata Cara Pengajuan dan Pelaksanaan Investasi Perum Perhutani.
3.10 Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 1897/KPTS/DIR/2017 tentang Pembagian
Tugas dan Kewenangan Anggota Direksi Perum Perhutani.
3.11 Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 760/KPTS/DIR/2018 tentang Pedoman Kerja
Sama Pemanfaatan Hutan Perum Perhutani.
3.12 Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 002/KPTS/DIR/2018 tanggal 2 Januari 2018
tentang Pedoman Persyaratan dan Tata Cara Penerimaan/Pembayaran Perum Perhutani
3.13 Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 322/KPTS/DIR/2019 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Perum Perhutani.
3.18. Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 31/KPTS/DIR/3/2021 tanggal 26 Maret 2021
tentang Struktur Organisasi Perum Perhutani.
3.19. Surat Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) Nomor :
B.407KB.020/H.4.3/04/2021 tanggal 27 April 2021 tentang Verifikasi Budidaya Herbal.

4. PENGERTIAN
4.1. Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut BUMN adalah badan usaha yang
seluruhnya atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan.
4.2. Perusahaan adalah Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara yang disingkat
Perum Perhutani.
4.3. Direksi adalah organ perusahaan yang bertanggung jawab atas kepengurusan
Perusahaan untuk kepentingan dan tujuan Perusahaan serta mewakili Perusahaan baik di
dalam maupun di luar pengadilan.
4.4. Kantor Pusat adalah satuan unit organisasi Perusahaan yang berkedudukan di Jakarta.
4.5. Direktorat Operasi adalah satuan unit organisasi perusahaan yang bertanggung jawab
atas pengelolaan sumberdaya hutan Perum Perhutani.
4.6. Divisi Regional adalah satuan unit organisasi Perusahaan yang bertanggung jawab atas
kinerja operasional pengelolaan sumber daya hutan dan pengelolaan Perusahaan

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 3 dari 36

beberapa Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) dalam suatu wilayah tertentu untuk
menjamin keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan serta kinerja keuangan.
4.7. Kelompok Usaha Mitra Perhutani (KUMP) adalah masyarakat desa sekitar hutan yang
tergabung dalam kelompok usaha (Entitas Bisnis) yang berkepentingan dalam kerja
sama pemanfaatan sumberdaya hutan, yang anggotanya berasal dari unsur lembaga
desa dan atau unsur masyarakat yang ada di desa tersebut yang mempunyai kepedulian
terhadap sumberdaya hutan.

4.8. Administratur atau Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan yang selanjutnya disebut
“Administratur/KKPH” adalah Pejabat Perusahaan yang ditunjuk oleh Direksi Perusahaan
untuk memimpin pengelolaan KPH yang berperan sebagai penanggungjawab kinerja
operasional dan keuangan KPH.
4.9. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu
dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
4.10. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
4.11. Pengelolaan hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan penyusunan rencana
pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan
reklamasi hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam
4.12. Multiusaha Kehutanan adalah penerapan beberapa kegiatan usaha Kehutanan berupa
usaha Pemanfaatan Kawasan, usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu,
dan/atau usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan untuk mengoptimalkan Kawasan Hutan
pada Hutan Lindung dan Hutan Produksi.
4.13. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan
jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil
hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat
dengan tetap menjaga kelestariannya.
4.14. Pemanfaatan kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga
diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara optimal
dengan tidak mengurangi fungsi utamanya.

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 4 dari 36

4.15. Mitra adalah pihak yang bekerja sama dengan Perum Perhutani yang terdiri dari Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), anak perusahaan BUMN, perusahaan terafiliasi BUMN,
dan/atau pihak lain.
4.16. Kerja sama adalah perikatan hukum antara perusahaan dengan mitra untuk mencapai
tujuan bersama.
4.17. Project Statement adalah usulan kegiatan Kelola SDH lainnya yang belum masuk dalam
RPKH.
4.18. Tanaman Herbal adalah tanaman yang bagian tanamannya daun, bunga, buah, biji,
batang, kayu, kulit kayu, akar, rimpang atau bagian tanaman lainnya, yang mungkin
seluruhnya dapat terfragmentasi.
4.19. Tanaman Jahe adalah tanaman rimpang yang sangat populer sebagai rempah-rempah dan
bahan obat. Rimpangnya berbentuk jemari yang menggembung di ruas-ruas tengah. Rasa
dominan pedas disebabkan senyawa keton bernama zingeron. Jahe termasuk suku
Zingiberaceae (temu-temuan).
4.20. Tanaman Kunyit adalah salah satu jenis tanaman obat yang banyak memiliki manfaat dan
banyak ditemukan diwilayah Indonesia. Tingginya sekitar 1 meter dan bunganya muncul
dari puncuk batang semu dengan panjang sekitar 10 – 15 cm dan berwarna putih. Umbi
akarnya berwarna kuning tua, berbau wangi aromatis dan rasanya sedikit manis.
Rimpangnya memiliki banyak cabang dan tumbuh menjalar, rimpang induk biasanya
berbentuk elips dengan kulit luarnya berwarna jingga kekuning – kuningan.
4.21. Tanaman Kencur adalah tanaman yang mempunyai akar batang yang tertanam di dalam
tanah, biasa dipakai untuk bahan rempah-rempah dan ramuan obat; tanaman ini
merupakan salah satu jenis empon-empon/tanaman obat yang tergolong dalam suku temu-
temuan (Zingiberaceae).
4.22. Tanaman Kapulaga adalah salah satu jenis rempah yang dihasilkan dari
biji tanaman keluarga Zingiberaceae atau yang lebih dikenal dengan jahe-jahean.
Jenis kapulaga yang banyak ditemui di Indonesia adalah Amomum Compactum
(kapulaga Jawa) dan Elettaria cardamomun (kapulaga india atau kapulaga sabrang).
4.23. Tanaman Serai Wangi adalah tanaman berupa rumput-rumputan tegak, dan mempunyai
akar yang sangat dalam dan kuat, batangnya tegak, membentuk rumpun. Tanaman ini
dapat tumbuh hingga tinggi 1 sampai 1,5 meter. Berkembangbiak dengan anak atau
akarnya yang bertunas.
4.24. Budidaya tanaman obat/herbal adalah Suatu kegiatan budidaya beberapa macam tanaman
yang memiliki khasiat obat atau tanaman yang seringkali digunakan sebagai obat untuk
mencegah penyakit maupun mengobati penyakit merupakan pengertian dari budidaya
tanaman obat.
4.25. Organisme pengganggu tanaman adalah hewan atau tumbuhan baik berukuran mikro
ataupun makro yang mengganggu, menghambat, bahkan mematikan tanaman yang
dibudidayakan. Berdasarkan jenis seranganya OPT dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu
hama, vektor penyakit, dan gulma.
4.26. Provisi Sumber Daya Hutan yang selanjutnya disingkat PSDH adalah pungutan yang
dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil Hutan dan/atau hasil usaha yang
dipungut dari Hutan Negara.

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 5 dari 36

5. TANGGUNG JAWAB
5.1. Kantor Pusat
5.1.1. Direktur Utama
5.1.1.1. Menandatangani Kesepakatan Bersama (Memorandum of Understanding)
dan/atau Perjanjian Kerjasama
5.1.1.2. Perjanjian Kerjasama dimaksud dapat dikuasakan kepada Direktur Teknis,
Divisi Regional atau Administratur melalui Surat Kuasa Khusus (SKK);
5.1.1.3. Menyetujui dan Mengesahkan studi kelayakan usaha Agroforestri
Pengembangan Tanaman Herbal
5.1.1.4. Penunjukan Tenaga Ahli/Konsultan Budidaya Tanaman Herbal
5.1.1.5. Menetapkan Tim Sukses Pengembangan Tanaman Herbal Perhutani
5.1.1.6. Mengesahkan RAB Budidaya Tanaman Herbal

5.1.2. Direktur Operasi & Perhutanan Sosial


5.1.2.1. Merekomendasikan Rencana Anggaran dan Biaya kepada Direktur
Keuangan dan Manajemen Resiko.
5.1.2.2. Menyetujui dan melaporkan Rencana Operasional (RO) yang diusulkan oleh
Kepala Divisi Regional (Kadivre) ke Direktur Utama.
5.1.2.3. Membuat kebijakan pengembangan tanaman herbal
5.1.2.4. Menetapkan skema tentang penanganan sosial pada lokasi pengembangan
budidaya tanaman herbal.
5.1.2.5. Mengesahkan Prosedur Kerja Budidaya Tanaman Herbal Mandiri.
5.1.2.6. Membangun sinergi dengan stakeholder untuk kegiatan agroforestry tingkat
korporat.
5.1.2.7. Melakukan monitoring dan evaluasi

5.1.3. Direktur Keuangan


5.1.3.1. Menyetujui dan mengalokasikan anggaran berdasarkan Rencana Anggaran
Biaya (RAB) Agroforestri Herbal Mandiri ke Divisi Regional
5.1.3.2. Menetapkan kebijakan perlakuan akuntansi kegiatan pengembangan
Agroforestry Herbal Mandiri Perhutani dan mekanisme pembiayaannya.

5.1.4. Direktur SDM, Umum dan IT


5.1.4.1. Menyusun struktur organisasi pelaksana kegiatan pengembangan
Agroforestry Herbal Mandiri Perhutani
5.1.4.2. Menetapkan kebijakan SDM dan IT dalam mendukung keberhasilan kegiatan
Agroforestry Herbal Mandiri Perhutani

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 6 dari 36

5.1.5. Direktur Perencanaan dan Pengembangan


5.1.5.1. Menyusun dan Menetapkan Kebijakan Portofolio Agroforestry Dalam
Pengembangan Budidaya Tanaman Herbal dalam kawasan Hutan Produksi.
5.1.5.2. Membuat surat perintah identifikasi lapangan/survey calon lokasi
pengembangan tanaman herbal terdiri dari Tim Perencanaan Kantor Pusat,
Tim Direktorat Operasional, Divisi Regional, KPH dan PHW berdasarkan
lokasi indikatif calon Tanaman Herbal yang telah ditetapkan Direktur
Perencanaan dan Pengembangan
5.1.5.3. Menetapkan lokasi indikatif calon tanaman herbal sesuai dengan kebijakan
pemerintah dengan mengoptmalkan ruang tumbuh di bawah tegakan dalam
pengembangan tanaman herbal sesuai dengan kesesuaian lahannya.
5.1.5.4. Menetapkan lokasi pengembangan Agroforestry Herbal Mandiri Perhutani.

5.2. Kantor Divisi Regional


5.2.1 Kepala Divisi Regional
5.2.1.1 Menetapkan Tim Pengawalan Pengembangan Tanaman Herbal tingkat Divisi
Regional.
5.2.1.2 Mengusulkan rencana kerja dan anggaran pengembangan Agroforestri
Tanaman Herbal dan mendistribusikan ke Kesatuan Pemangkuan Hutan yang
melaksanakan pengembangan budidaya tanaman herbal
5.2.1.3 Melakukan penapisan lokasi indikatif tanaman herbal sesuai dengan hasil
evaluasi potensi terakhir
5.2.1.4 Menyetujui dan Mengesahkan Project Statemen Agroforestri Tanaman Herbal
Perhutani.
5.2.1.5 Mengesahkan RTT Agroforestri Tanaman Herbal oleh Departemen
Perencanaan dan Pengembangan Bisnis
5.2.1.6 Melaksanakan monitoring dan evaluasi secara berjangka serta melaporkan
kepada Direksi Perum Perhutani
5.2.1.7 Bertanggung jawab atas kegiatan pengembangan budidaya tanaman herbal
yang dilaksanakan oleh KPH dalam wilayah kerja
5.2.1.8 Bertanggung jawab dalam penggunaan anggaran kegiatan pengembangan
budidaya tanaman herbal
5.2.1.9 Menyampaikan permohonan persetujuan Rencana Operasional (RO)
Kegiatan Budidaya Tanaman Porang Pola Agroforestri yang disusun oleh
Administratur kepada Direktur Operasional & PS.
5.2.1.10 Melaporkan hasil kegiatan pengembangan budidaya tanaman herbal kepada
Direksi c.q Direktur Operasi dan Perhutanan Sosial
5.2.1.11 Menerbitkan Instruksi Kerja Pengembangan Tanaman Herbal
5.2.1.12 Melakukan proses pengadaan barang dan jasa untuk penyusunan Feasibility
Study (FS) Pengembangan Agroforestri Tanaman Herbal Perhutani

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 7 dari 36

5.3 Kesatuan Pemangkuan Hutan / KPH


5.3.1 Administratur/KKPH
5.3.1.1 Melakukan penapisan lokasi indikatif tanaman herbal sesuai dengan kondisi
terkini lapangan.
5.3.1.2 Melakukan survey lokasi indikatif tanaman herbal bersama konsultan/tenaga
ahli tanaman herbal
5.3.1.3 Melakukan survey kelola sosial sekaligus melakukan sosialisasi ke
masyarakat pada lokasi yang secara teknis sesuai untuk pengembangan
tanaman herbal
5.3.1.4 Melakukan penyusunan Project Statement Pengembangan Agroforestri
Tanaman Herbal dan Pemeliharaan
5.3.1.5 Menyusun RTT Pengembangan Agroforestri Tanaman Herbal dan
Pemeliharaan
5.3.1.6 Menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) Tanaman dan pemeliharaan sesuai
pengesahan RTT
5.3.1.7 Membuat Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan menyusun Rencana
Operasional Kegiatan pengembangan budidaya tanaman herbal
5.3.1.8 Melaporkan kegiatan Agroforestri Tanaman Herbal Perhutani kepada Kepala
Divisi Regional
5.3.1.9 Bertanggung jawab atas pelaksanaan rencana kerja dan pengendalian
anggaran

5.3.1.10 Melaksanakan monitoring dan evaluasi secara berjangka serta melaporkan


kepada Kepala Divisi Regional

5.3.2 Asper/KBKPH
5.3.2.1 Melaksanakan kegiatan pengembangan Agroforestri tanaman herbal dengan
melibatkan masyarakat (KUMP/KTH/KPS)

5.3.2.2 Melaporkan kegiatan Agroforestri Tanaman Herbal kepada Administratur/


KKPH
5.3.2.3 Bertanggung jawab atas pelaksanaan pengembangan tanaman herbal,
pengendalian biaya dan pengawasan di lapangan

5.3.3 PHW
5.3.3.1 Melakukan penapisan lokasi indikatif pengembangan tanaman herbal sesuai
dengan hasil evaluasi potensi sumberdaya hutan terakhir

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 8 dari 36

5.3.3.2 Melakukan survey lokasi indikatif tanaman herbal bersama konsultan/tenaga


ahli tanaman herbal dan Tim dari Direktorat Operasional dan Direktorat
Perencanaan dan Pengembangan, Divisi Regional dan KPH
5.3.3.3 Melakukan pencacatan dalam database potensi sumberdaya hutan dan
pemetaan hasil survey atas kesesuaian lahan untuk pengembangan
budidaya tanaman herbal
5.3.3.4 Melakukan penilaian RTT Pengembangan Agroforestri Tanaman Herbal
yang disusun oleh Administratur/KKPH

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 9 dari 36

6. PROSEDUR KERJA
6.1 Flowchart
6.1.1 Mekanisme Perencanaan Tanaman Herbal Perhutani
PROSES PERENCANAAN LOKASI TANAMAN HERBAL
Departemen PPB
Divisi PPB PHW KPH Konsultan Herbal Direksi
Divisi Regional

St art

Ident fikasi Penapisan sesuai Penapisan sesuai Penapisan sesuai


lokasi hasil evapot hasil evapot kondisi lahan
indikatif t erakhir t erakhir t erkini

Bersama KPH,
Lokasi
PHW, Divre &
indikatif
Tim Dit Ops dan
suvey
PP survey calon
lahan
lokasi

Tidak
End Survey lokasi

Ya

Tidak
Sesuai
Survey sosial
End untuk
masyarakat
herbal

Ya
Penet apan
lokasi herbal

Pengesahan Penilaian Penyusunan


Project Project Project
St at ement St at ement St at ement
Herbal herbal herbal

SPK t anam
herbal

End

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 10 dari 36

6.1.2 Mekanisme Budidaya Tanaman Herbal

PROSES BUDIDAYA HERBAL PERHUTANI


Tim Pengawalan
KPH Tim Khusus Herbal Divre Konsultan Herbal Mitra Kerjasama
Herbal KPH

Start

Proses
SPK tanam
pengadaan
herbal Persiapan benih
sarana produksi
herbal

Persiapan lahan

Penanaman

Pendampingan
herbal

Pemupukan

SPK
pemeliharaan
Pemeliharaan
herbal

Pengendalian
OPT

End

Panen

Penjualan hasil
panen herbal
Proses
pengadaan alat/
Pasca panen
mesin pasca
panen

Penjualan hasil
pengolahan
herbal

End

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 11 dari 36

6.1.3 Tata Usaha Hasil Hutan Tanaman Herbal Mandiri

PUHH-HHBK HERBAL
PETUGAS PABRIK/ MANDOR OLAH JUNIOR MANAGER
MANDOR TPT-HHBK P2LPHHBK KASI KEUANGAN
AGROFORESTRI PENGOLAHAN TPT-HHBK BUSINES

Mulai

Penyerahan Penerimaan
bagi hasil DK 304 bagi hasil
sharing dari sharing dari
penggarap/ penggarap/
LMDH LMDH

DK 302a DK 305/2

Pencatatan NA-HHBK Pengolahan NA-HHBK Penerimaan


bagi hasil komoditas
hasil olahan
sharing agroforestri
DK 342a
DK 307
DK 328a DK 343a
DK 306 DK 309c
DK 311b
NA-HHBK Penjualan hasil
Pencatatan
Pencatatan olahan kepada
hasil olahan
persediaan pihak ke-3

DK 103e Rekapitulasi Pengajuan


LPHHBK PSDH

Sah LPHHBK
Pembayaran
Ya PSDH
Usulan
LPHHBK per Tidak
Sesuai?
Kab/Kota per
Selesai
periode

DK 103f

Rekapitulasi
LPHHBK per Cek Admin &
Kab/Kota per Fisik
periode

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 12 dari 36

6.2 Perencanaan Lokasi


6.2.1 Lokasi untuk budidaya tanaman herbal
6.2.1.1 Kesesuaian lahan untuk pengembangan budidaya tanaman herbal
sebagaimana terlampir.
6.2.1.2 Indikatif lokasi dilakukan pada lahan dibawah tegakan dengan kriteria
tutupan tajuk yang masih memungkinkan dengan adanya sinar matahari
6.2.1.3 Ketersediaan jaringan jalan/alur untuk memudahkan dalam penanaman,
pemeliharaan, pemanenan, pengangkutan dan pengawasan
6.2.1.4 Lokasi yang ditunjuk dan ditetapkan harus mempertimbangkan
pengelolaannya dalam kegiatan budidaya tanaman herbal secara
berkelanjutan setiap tahun.

6.2.2 Persyaratan tumbuh tanaman herbal


6.2.1.1 Persyaratan tumbuh tanaman meliputi jenis tanah, tekstur tanah,
kemiringan lereng, kedalaman solum, tinggi tempat dari permukaan laut,
dan persyaratan lainnya agar mengacu kepada rekomendasi dari Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) Kementerian Pertanian.
6.2.1.2 Mempertimbangkan intensitas cahaya 70 % - 100%
6.2.1.3 Mempertiimbangkan ketersediaan air sepanjang tahun.
6.2.1.4 Memperhatikan jumlah curah hujan (mm/tahun)
6.2.1.5 Memperhatikan suhu udara
6.2.1.6 Memperhatikan kelembaban (%)
6.2.1.7 Persyaratan khusus masing – masing komoditi sebagaimana lampiran

6.2.3 Survey kesesuaian teknis dan sosial


6.2.3.1 Divisi Perencanaan SDH mempersiapkan lokasi indikatif pengembangan
tanaman herbal;
6.2.3.2 Dari lokasi indikatif yang telah ditunjuk, Tim Survey yang terdiri atas
KPH, PHW dan Konsultan Ahli Herbal melakukan survey lokasi untuk
diperoleh kecocokan lahan dengan komoditi herbal tertentu;
6.2.3.3 Pertimbangan lokasi yang dinilai pada saat dilakukan survey:
6.2.3.3.1 Persyaratan tumbuh komoditi
6.2.3.3.2 Potensi kerawanan sosial

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 13 dari 36

6.2.3.3.3 Ketersediaan jaringan pasar yang tidak terlalu jauh untuk


menghindari biaya tinggi pada saat pengangkutan
6.2.3.4 Hasil survey dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Lapangan
(BAPL) yang ditandatangani oleh Tim Survey

6.2.4 Penetapan lokasi


6.2.4.1 Setelah dilakukan kegiatan survey dan terdapat kecocokan dengan
persyaratan tempat tumbuh dan persyaratan lainnya, maka segera
dilakukan penetapan lokasi.
6.2.4.2 Setelah dilakukan penetapan lokasi, maka KPH, PHW dan Divisi
Regional segera melakukan proses penyusunan, penilaian dan
pengesahan Project Statement dan RTT Agroforestri Tanaman Herbal

6.2.5 Kelola Sosial


6.2.5.1 Identifikasi penggarap
6.2.5.1.1 Identifikasi penggarap meliputi identitas dan luas garapan
masing-masing dilakukan pada seluruh calon lokasi
pengembangan tanaman herbal yang sudah ditetapkan.
6.2.5.1.2 Sosialisasi rencana pengembangan tanaman herbal pada
penggarap yang berada di calon lokasi pengembangan.
6.2.5.1.3 Membuat kesepakatan di antara penggarap dalam hal
pembagian andil, pembagian kebutuhan tenaga kerja dan
hal lain terkait dengan pengembangan tanaman herbal.

6.2.5.2 Pemberdayaan masyarakat


6.2.5.2.1 Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dengan melibatkan
KUMP dalam bentuk koperasi dalam hal pengamanan dan
penyediaan tenaga kerja untuk pengembangan tanaman
herbal dalam bentuk Kerja sama.
6.2.5.2.2 Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan mendorong
masyarakat untuk beralih komoditas/usaha melalui kegiatan
ternak, pengolahan hasil agroforestri ataupun usaha
produktif lainnya.

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 14 dari 36

6.2.5.2.3 Kegiatan pemberdayaan dapat melibatkan pihak-pihak lain


untuk permodalan dan pelatihan atau pendampingan melalui
dana Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
6.2.5.2.4 Menciptakan pasar untuk produk-produk hasil usaha
produktif masyarakat.

6.2.6 Kelola Lingkungan

6.2.6.1 Pembukaan lahan atau pembersihan lahan tidak boleh dilakukan


dengan cara membakar lahan atau membakar rumput limbah hasil
pembersihan lahan. Hal ini disamping bisa menyebabkan kebakaran
hutan juga akan merusak tanah kehilangan nutrisi yang dibutuhkan
6.2.6.2 Perlu diperhatikan saluran air sehingga aliran air ketika hujan akan
lancar dan tidak menyebabkan erosi humus ataupun nutrisi yang ada
dipermukaan tanah
6.2.6.3 Pengawasan dan pengkontrolan masayarakat ataupun pihak tertentu
jangan sampai membuang puntung rokok atau bahan lain yang mudah
terbakar didekat areal tanaman herbal karena rentan untuk terbakar.

6.3 Pelaksanaan Pengembangan Tanaman Herbal

6.3.1 Persiapan Budidaya Tanaman Herbal


6.3.1.1 Pengadaan sarana produksi herbal (benih, pupuk dan herbisida)
dilakukan oleh Divisi Regional sesuai peraturan yang berlaku.
6.3.1.2 Benih herbal yang digunakan harus bersertifikat atau mendapatkan
rekomendasi dari Lembaga yang memiliki kewenangan untuk pemuliaan
benih (Balittro atau Lembaga lainnya) dan sesuai dengan persyaratan
tumbuh di kawasan hutan.
6.3.1.3 Pengadaan pupuk dapat dilakukan sinergi dengan BUMN melalui proses
Kerjasama.
6.3.1.4 Pengadaan pupuk dilakukan T - 0 (minimal 2 bulan) sebelum
pelaksanaan penanaman / pemeliharaan tanaman herbal.
6.3.1.5 Pengadaan herbisida dilakukan dengan proses kerjasama dengan
produsen herbisida melalui penunjukan langsung atau lelang.
Pengadaan herbisida dilakukan minimal 2 bulan sebelum pelaksanaan
penanaman / pemeliharaan tanaman herbal.
6.3.1.6 Pupuk atau herbisida yang telah diadakan disimpan dalam gudang yang
telah memenuhi standar mutu pergudangan

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 15 dari 36

6.3.2 Budidaya Tanaman Herbal


6.3.2.1 Dalam melakukan budidaya tanaman herbal wajib memenuhi kriteria-
kriteria kesesuaian lahan dan dukungan agroklimatologis seperti
topografi, jenis tanah, ketinggian lahan, sifat fisik dan kimia tanah (pH
tanah, jenis tanah, kesuburan tanah) dan ketersediaan air untuk aktivitas
pertanian;
6.3.2.2 Jika terdapat benih rusak atau tidak layak perlu tindakan pemisahan
jauh dari benih yang ada dan jika perlu dilakukan pemusnahan;
6.3.2.3 Jika terdapat benih yang terserang Organisme Pengganggu Tanaman
(OPT) tular tanah, segera dipisahkan dari benih yang baik dan
dimusnahkan (dibakar) agar tidak menjadi sumber penularan pada benih
benih yang sehat;
6.3.2.4 Dari hasil monitoring timbul indikasi serangan OPT, maka petugas
berkoordinasi dengan tim ahli dalam hal ini konsultan lapang jenis dan
penyakit apa yang timbul. Sehingga secepatnya diberikan penanganan
yang tepat sesuai dengan yang dianjurkan;
6.3.2.5 JIka terjadi kehilangan pertanaman, pengerusakan tanaman oleh orang
yang tidak bertanggung jawab, maka perlu diproses secara hukum yang
berlaku di Indonesia agar menimbulkan efek jera dan tidak terulang
kembali;
6.3.2.6 Dilakukan tindakan penyaluran air ke lahan lebih rendah yang bukan
pertanaman rimpang-rimpangan (pembuatan saluran drainase) apabila
air hujan yang turun ternyata sangat lebat dan sudah diluar antisipasi;
6.3.2.7 Tindakan jika ditemukan ranting pohon yang sangat rimbun sehingga
menghalangi intensitas cahaya masuk, maka perlu dilakukan langsung
pemangkasan ranting dan daun yang menghalangi tanaman rimpang
rimpangan.

6.3.3 Pengolahan Pasca Panen Tanaman Herbal


6.3.3.1 Upaya pencegahan agar kualitas rimpang/simplisia saat disimpan tidak
mengalami penurunan mutu maka perlu dilakukan proses pengeringan
yang baik, dengan sortasi yang baik sesuai dengan standar
penggolongan mutu, pengemasan dengan kemasan yang sesuai dan
pastikan kualitas awal sudah sesuai dengan standar mutu yang
direkomendasikan. Dipastikan gudang dan tempat penyimpanan tidak
lembab dan jika perlu diterapkan teknis fumigasi yang baik dan benar;
6.3.3.2 Simplisia perlu diproses sesuai dengan cara pengolahan yang tepat,
mulai dari proses perajangan, pengeringan dan pengemasannya dan
proses tersebut harus sesuai dengan standar SNI/Farmakope Herbal
dan perlu dicek kualitasnya;
6.3.3.3 Minyak atsiri perlu diproses sesuai dengan cara pengolahan yang tepat,
mulai dari proses perajangan, pengeringan dan pengemasannya dan
proses tersebut harus sesuai dengan standar SNI/Farmakope Herbal
dan perlu dicek kualitasnya;

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 16 dari 36

6.3.3.4 Dalam hal pengolahan pasca panen perlu memperoleh pendampingan


dari konsultan ahli herbal melalui program pelatihan agar sesuai dengan
cara pengolahan yang tepat.

6.3.4 Pemasaran hasil panen dan hasil pengolahan pasca panen tanaman herbal
6.3.4.1 Hasil panen herbal berupa produk dipasarkan ke mitra offtaker atau
pasar regional dalam bentuk rimpang segar, simplisia atau serbuk kering
dan minyak atsiri;
6.3.4.2 Divisi Regional dapat bermitra dengan BUMN atau BUMS yang memiliki
pabrik pengolahan tanaman herbal dekat dengan lokasi tanaman herbal;
6.3.4.3 Kepala Divisi Regional menerbitkan surat kuasa kepada Administratur
untuk melakukan penandatanganan perjanjian kerjasama pemasaran
herbal;
6.3.4.4 Mekanisme dan tata waktu pembayaran hasil penjualan tanaman herbal
akan diatur dalam perjanjian tersendiri.

6.3.5 Tata Usaha Hasl Hutan Herbal


6.3.5.1 Setelah terbit invoice Sistem Informasi Hasil Hutan Bukan Kayu
(SIHHBK) tanaman herbal dilakukan pembayaran kewajiban PSDH
tanaman herbal oleh KTU.
6.3.5.2 Setelah tanaman herbal diterima oleh mitra pemasaran herbal, maka
Tim Pelaksana Tanaman Herbal KPH membuat Berita Acara penjualan
tanaman herbal dan dilaporkan ke Administratur selama masa panen
tanaman herbal
6.3.5.3 Pembayaran tanaman herbal oleh mitra pemasaran tanaman herbal
diterima oleh bendahara KPH dengan pembayaran menggunakan
sistem transfer antar bank
6.3.5.4 Administratur melaporkan secara bulanan kepada Tim Pelaksana
Tanaman Herbal Divre selama masa panen tanaman herbal yang
meliputi minimal lokasi tanaman herbal yang dipanen, produksi tanaman
herbal, pembayaran PSDH, pendapatan tanaman herbal dan biaya
operasional.
6.3.5.5 Tata Usaha Hasil Hutan Tanaman Herbal dalam hal tata Kelola hasil
tanaman selanjutnya dapat mengacu pada PK Tata Kelola Agroforestri
(PK-SMPHT.02.4-002.Tata Kelola Kerjasama Agroforestri)

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 17 dari 36

6.3.6 Pengorganisasian
6.3.6.1 Setiap KPH pengembangan tanaman herbal harus menugaskan mandor
khusus herbal sesuai dengan rasio keluasan, tingkat kesulitan
intensifikasi budidaya, margin usaha dan tingkat gangguan keamanan
6.3.6.2 Petugas khusus herbal yang akan ditugaskan akan mendapatkan
bimbingan teknis terlebih dahulu dari Balittro dalam program pelatihan
budidaya tanaman herbal berupa perlakuan benih, penanaman,
pemeliharaan, panen dan pengolahan.

6.3.7 Keuangan
6.3.7.1 Pencatatan Keuangan
6.3.7.1.1. Perlakuan pencatatan keuangan atas pendapatan dan beban
usaha agroforestri agar dilaksanakan sesuai Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang berlaku antara
lain PSAK 71 (tentang Instrumen Keuangan) dan PSAK 72
(tentang Pengakuan Pendapatan dari Kontrak dengan
Pelanggan)

6.3.7.2 Pengakuan Pendapatan


6.3.7.2.1. Pendapatan diakui secara Gross Income (Pendapatan
Kotor).
6.3.7.2.2. Pendapatan yang diterima Perhutani dalam bentuk transfer
(cashless) yaitu nilai seluruh pendapatan hasil panen per
komoditas (Volume produksi x Harga Jual) yang didalamnya
sudah termasuk PNBP.
6.3.7.2.3. PNBP diperhitungkan dari realisasi total (100%) hasil
produksi yang dipanen per komoditas agroforestri herbal
yang dititipkan di Perhutani untuk disetorkan ke Kas Negara.

6.3.7.3 Biaya Standar Rata-Rata (BSR) Agroforestri Herbal


6.3.7.3.1 BSR agroforestri ditetapkan dalam RKAP untuk kegiatan
operasional di lapangan.

6.3.7.4 Kegiatan operasional agroforestri yang dilakukan oleh KPH :


6.3.7.4.1 Sosialisasi
6.3.7.4.2 Rapat pembahasan dan penandatangan perjanjian
kerjasama
6.3.7.4.3 Pembinaan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL)
6.3.7.4.4 Penyuluhan hukum oleh Muspika
6.3.7.4.5 Cetak kartu penggarap
6.3.7.4.6 Biaya alat kerja kantor KPH
6.3.7.4.7 Biaya alat kerja kantor BKPH

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 18 dari 36

6.3.7.4.8 Pengolahan pasca panen


6.3.7.4.9 Monitoring dan evaluasi tingkat KPH

6.3.7.5 Kegiatan operasional agroforestri yang dilakukan oleh Divisi Regional:


6.3.7.5.1 Biaya alat kerja kantor Divisi Regional
6.3.7.5.2 Monitoring dan evaluasi tingkat Divisi Regional
6.3.7.5.3 Sosialisasi dan penyuluhan hukum tingkat Divisi Regional
6.3.7.5.4 Rapat evaluasi kinerja
6.3.7.5.5 Pelatihan
6.3.7.5.6 Rapat koordinasi dengan Dinas terkait

6.3.7.6 Kegiatan operasional agroforestri yang dilakukan oleh Direksi:


6.3.7.6.1 Survey lokasi Tanaman Herbal
6.3.7.6.2 Studi banding pengembangan agroforestri
6.3.7.6.3 Seminar / workshop.
6.3.7.6.4 Focus Group Discussion (FGD) agroforestri
6.3.7.6.5 Pelatihan tenaga teknis HHBK agroforestri
6.3.7.6.6 Pelatihan pemberdayaan KUMP
6.3.7.6.7 Pemberian insentif petugas agroforestri
6.3.7.6.8 Monitoring dan evaluasi tingkat Direksi.
6.3.7.6.9 Rapat koordinasi dengan Kementrian / Lembaga terkait

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 19 dari 36

6.3.8 Monitoring dan Evaluasi


6.3.8.1 Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk memastikan pelaksanaan
kegiatan pengembangan tanaman herbal sesuai dengan rencana yang
telah disusun tahun berjalan.
6.3.8.2 Kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan secara berjenjang mulai
tingkat KPH, Divisi Regional dan Kantor Pusat yang meliputi :
▪ Realisasi tanaman kehutanan dan herbal;
▪ Tingkat keberhasilan tanaman kehutanan dan herbal;
▪ Realisasi produksi dan produktivitas tanaman kehutanan dan
herbal;
▪ Tingkat keamanan.
6.3.8.3 Pelaksana kegiatan pengembangan tanaman herbal wajib menyusun
laporan secara periodik setiap 1 (satu) bulan sekali.
6.3.8.4 Laporan pelaksanaan dibuat secara berjenjang, dengan ketentuan
sebagai berikut:
6.3.8.5 Kegiatan yang dilaksanakan oleh Administratur/KKPH disampaikan
kepada Kepala Divisi Regional
6.3.8.6 Kepala Divisi Regional menghimpun dan melaporkan semua kegiatan
kepada Direktur Utama setiap 1 (satu) bulan sekali;

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 20 dari 36

7 LAMPIRAN
7.1. Lampiran Komoditi Tanaman Herbal
7.1.1. Jahe
7.1.1.1. Kesesuaian Lahan
▪ Tanah: subur, gembur, mengandung humus dan bahan organik tinggi,
berdrainase baik
▪ pH optimum: 6,8 – 7,4
▪ Jenis tanah : Latosol, Regosol, Aluvial, dan Andosol
▪ Tekstur tanah:
o Lempung berpasir
o Lempung berliat
o Liat berpasir
o Liat berdebu
7.1.1.2. Kesesuaian Iklim
▪ Tipe iklim : A, B, dan C (Schmidt dan Ferguson),
▪ Ketinggian tempat 300 - 900 m dpl,
▪ Temperatur rata-rata 25-30°C,
▪ Jumlah bulan basah 7-9 bulan,
▪ Curah hujan 2.500 - 4.000 mm per tahun,
▪ Intensitas cahaya matahari 70-100 %

Varietas Jahe Putih Kecil*


Halina1 Halina2 Halina 3 Halina 4
Potensi produksi 13 16 16 16
(t/ha)
Kadar minyak atsiri 3,03 – 4,79 2,32 – 3,52 2,88 – 4,4 2,17 – 3,55
(%)
Wilayah Ketinggian tempat : 350-800 dpl
Pengembangan Tipe iklim : A dan B (Schmit & Ferguson)
Jenis tanah : Latosol merah
Varietas Jahe merah*
Jahira 1 Jahira 2
Potensi produksi 15 16,5
(t/ha)
Kadar minyak atsiri 3,41 ± 0,83 2,94 ± 0,74
(%)
Wilayah Ketinggian tempat : 350-800 Ketinggian tempat : 350-800 dpl
Pengembangan dpl Tipe iklim : A dan B (Schmit &
Tipe iklim : A dan B (Schmit & Ferguson)

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 21 dari 36

Ferguson) Jenis tanah : Latosol merah,


Jenis tanah : Latosol merah regosol coklat

Keterangan: * Pada lahan subur dan gembur dapat menghasilkan 1000-1500 g/rumpun

7.1.1.3. Persiapan Benih (Tata waktu minimal 2-4 minggu sebelum tanam)
▪ Benih berasal dari varietas unggul yang telah dilepas
▪ Benih dipanen dari tanaman yang sehat (umur 9 BST / Bulan Setelah Tanam,
daun telah luruh)
▪ Rimpang sehat (benih bernas, tidak ada bintik-bintik dalam rimpang), tidak
cacat/luka
▪ Benih dipotong 20-50 gr
▪ Diberi perlakuan bahan kimia (Marshal, Agreb, Dithane M-45/Benlate) sesuai
rekomendasi.
▪ Rimpang yang dipilih untuk disemai minimal berumur > 9 bulan untuk jahe
putih kecil atau > 10 bulan untuk jahe merah
▪ Benih disemai dengan cara disusun diatas rak/bak persemaian, dilapisi jerami
atau alang-alang.
▪ Benih sekali kali disemprot agar agak lembab untuk mempercepat rimpang
bertunas, tetapi tidak sampai basah.
▪ Setelah 2-4 minggu benih telah bertunas dan siap ditanam ke lapangan
7.1.1.4. Pengolahan Lahan (Tata waktu minimal 1 bulan sebelum tanam)
▪ Lahan dibersihkan dari gulma atau batang batang pohon yang tidak
digunakan
▪ Tanah digemburkan dengan cara dicangkul
▪ Tanah diratakan, dibuat petakan/ bedengan, antar bedengan dibuat parit
untuk saluran drainase
▪ Jarak tanam 40 cm x 60 cm
▪ Pada setiap lubang diberi pupuk dasar berupa pupuk kandang (0,5 kg/lubang
atau 13,6 ton/Ha) dibagi menjadi dua kali pemberian, saat tanam dan umur 4
bulan setelah tanam (bersamaan dengan pembumbunan).
7.1.1.5. Penanaman (Tata waktu awal musim hujan)
▪ Penanaman dilakukan pada saat musim hujan
▪ Benih yang sehat dan telah bertunas (ukuran 0,5 – 1 cm) dimasukkan ke
dalam lubang tanam dengan kedalaman 5-7 cm yang telah diberi pupuk
kendang sebanyak 6,8 ton/Ha atau 0,25 Kg per lubang saat tanam dan 0,25
Kg setelah 4 (empat) bulan tanam, arah tunas ke atas;
▪ Pada setiap lubang diberikan pupuk SP-36 dan KCl dengan dosis masing
masing 7,5gr/lubang atau 200-300 kg/ha (tergantung kepada hasil analisis
kesuburan tanah dan pola tanam) di sekeliling benih tanaman, kemudian di

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 22 dari 36

tutup dengan tanah. Pupuk urea diberikan 10 gr/lubang atau 200-300 kg/ha
dibagi tiga kali pemberian pada umur 1, 2 dan 3 BST masing masing 1/3
dosis.
▪ Pola tanam :
o Tumpangsari (jagung, kacang tanah, kedelai, cabai merah)
o Tanaman sela (kelapa,sengon, jati dan lain-lain)
o Dihindari melakukan Penanaman tanaman Rimpang dengan tanaman
Umbi
7.1.1.6. Pemeliharaan (Tata waktu minimal 1-1,5 bulan setelah tanam)
▪ Penyulaman dilakukan mulai pada umur 1- 1,5 bulan setelah tanam
▪ Penyiangan gulma dimulai umur 2 BST (tergantung kondisi). Jahe penyiangan
sebulan sekali tergantung kebutuhan samapi umur 4-5 bulan
▪ Penyiraman (bila perlu)
▪ Pembumbunan (umur 4 BST) sekalian dengan pemberian pupuk kadang
kedua
▪ Pengendalian OPT (bila diperlukan)
o Bercak daun (penyemprotan fungsisida)
o Lalat rimpang (dicabut, dibakar)
o Penyakit layu bakteri (dicabut, dibakar)
7.1.1.7. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) (Tata waktu
disesuikan dengan kebutuhan)
Penyakit utama pada jahe adalah busuk rimpang yang disebabkan oleh
serangan bakteri layu (Ralstonia solanacearum). Sampai saat ini belum ada
metode pengendalian yang memadai, kecuali dengan menerapkan tindakan-
tindakan untuk mencegah masuknya bibit penyakit, seperti penggunaan lahan
sehat, penggunaan benih sehat, perlakuan benih sehat (antibiotik),
menghindari perlukaan (penggunaan abu sekam), pergiliran tanaman,
pembersihan sisa tanaman dan gulma, pembuatan saluran irigasi supaya
tidak ada air menggenang dan aliran air tidak melalui petak sehat (sanitasi),
inspeksi kebun secara rutin.
Tanaman yang terserang layu bakteri segera dicabut dan dibakar untuk
menghindari meluasnya serangan OPT. Hama yang cukup signifikan adalah
lalat rimpang Mimergralla coeruleifrons (Diptera, Micropezidae) dan Eumerus
figurans (Diptera, Syrpidae), kutu perisai (Aspidiella hartii) yang menyerang
rimpang mulai dari pertanaman dan menyebabkan penampilan rimpang
kurang baik serta bercak daun yang disebabkan oleh cendawan (Phyllosticta
sp.). Serangan penyakit ini apabila terjadi pada tanaman muda (sebelum 6
bulan) akan menyebabkan penurunan produksi yang cukup signifikan.
Tindakan mencegah perluasan penyakit ini dengan menyemprotkan fungisida
segera setelah terlihat ada serangan (diulang setiap minggu sekali), sanitasi
tanaman sakit, inspeksi secara rutin.

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 23 dari 36

7.1.1.8. Panen (Tata waktu 9 bulan setelah tanam)


▪ Panen dilakukan pada saat daun telah menguning/luruh, umur > 9 BST
▪ Sebaiknya setelah daun gugur, tidak langsung dipanen, tetapi dibiarkan 1-2
minggu kulit rimpang mengering dan kuat, tidak mudah lecet waktu dipanen.
▪ Pada umur tersebut rimpang cukup kekar dan tidak mudah mengkerut apabila
disimpan untuk benih
▪ Tanah di sekeliling rimpang dicangkul/digarpu
▪ Rimpang dibersihkan dari tanah dan akar

7.1.2. Kencur
7.1.2.1. Kesesuaian Lahan dan Iklim

Karakteristik Persyaratan
Jenis tanah Latosol, Andosol, Regosol
Tipe iklim (Schmidt & Ferguson) A, B, C
Tinggi tempat (m dpl.) 50 – 600
Jumlah curah hujan (mm/tahun) 2.500 -4.000
Jumlah bulan basah/tahun 5–9
Suhu udara (°C) 26 -30
Tingkat naungan (%) 0 – 30

7.1.2.2. Persiapan Benih (Tata waktu minimal 3 bulan sebelum tanam)


▪ Rimpang yang dijadikan benih:
o Varietas unggul yang dapat beradaptasi baik di lahan produksi
o Umur panen rimpang 10 bulan
o Kulit rimpang mengkilat (bernas), tekstur daging agak keras
o Bebas hama dan penyakit dan tidak cacat
▪ Kriteria Benih yang baik:
o Bobot 3 - 10 gram
o Mempunyai 2 - 3 bakal mata tunas yang baik (untuk benih yang disemaikan
terlebih dahulu)
o Tinggi tunas < 1 cm (untuk benih yang disemaikan terlebih dahulu)
▪ Pemilihan lokasi persemaian ditempat yang teduh
▪ Rimpang hasil panen, mengalami masa dorman antara 2-3 bulan.
▪ Apabila rimpang benih sudah disimpan sekitar 3 bulan dan nampak rimpang sudah
mulai bertunas, maka benih bisa langsung ditanam, setelah diseleksi terlebih dahulu
untuk memilih benih dengan kondisi yang seragam.

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 24 dari 36

7.1.2.3. Pengolahan Lahan & Penanaman (Tata waktu minimal 1 bulan sebelum
tanam)
▪ Menggarpu dan mencangkul tanah sedalam 30 cm
▪ Pada lahan yang datar dibuat saluran drainase agar tidak terjadi genangan memacu
berkembangnya bibit penyakit terutama penyakit busuk rimpang.
▪ Bibit ditanam sedalam 5 - 7 cm dengan tunas menghadap ke atas dan tidak terbalik,
karena dapat menghambat pertumbuhan.
▪ Jarak tanam yang digunakan untuk penanaman monokultur: 15 cm x 15 cm atau 20
cm x 15 cm. Jarak Tanam Polikultur : 20 cm x 20 cm
▪ Kencur dapat ditanam dengan sistem monokultur dan pada batas-batas tertentu
dengan sistem polikultur, untuk meningkatkan produktivitas lahan.

7.1.2.4. Pengolahan Lahan & Penanaman (Tata waktu minimal 1 bulan sebelum
tanam)
▪ Menggarpu dan mencangkul tanah sedalam 30 cm
▪ Pada lahan yang datar dibuat saluran drainase agar tidak terjadi genangan memacu
berkembangnya bibit penyakit terutama penyakit busuk rimpang.
▪ Bibit ditanam sedalam 5 - 7 cm dengan tunas menghadap ke atas dan tidak terbalik,
karena dapat menghambat pertumbuhan.
▪ Jarak tanam yang digunakan untuk penanaman monokultur: 15 cm x 15 cm atau 20
cm x 15 cm. Jarak tanam Polikultur: 20 cm x 20 cm
▪ Kencur dapat ditanam dengan sistem monokultur dan pada batas-batas tertentu
dengan sistem polikultur, untuk meningkatkan produktivitas lahan.

7.1.2.5. Pengolahan Lahan & Penanaman (Tata waktu minimal 1 bulan sebelum
tanam)
▪ Menggarpu dan mencangkul tanah sedalam 30 cm
▪ Pada lahan yang datar dibuat saluran drainase agar tidak terjadi genangan memacu
berkembangnya bibit penyakit terutama penyakit busuk rimpang.
▪ Bibit ditanam sedalam 5 - 7 cm dengan tunas menghadap ke atas dan tidak terbalik,
karena dapat menghambat pertumbuhan.
▪ Jarak tanam yang digunakan untuk penanaman monokultur: 15 cm x 15 cm atau 20
cm x 15 cm. Jarak Tanam Polikultur : 20 cm x 20 cm
▪ Kencur dapat ditanam dengan sistem monokultur dan pada batas-batas tertentu
dengan sistem polikultur, untuk meningkatkan produktivitas lahan.

7.1.2.6. Pemeliharaan (Tata waktu minimal 6-7 bulan setelah tanam)


▪ Penyiangan gulma : Sampai tanaman berumur 6 - 7 bulan banyak tumbuh gulma di
sekitar tanaman kencur. Untuk menjaga agar pertumbuhan kencur tidak terganggu
harus dilakukan penyiangan gulma paling tidak 2 minggu sekali.

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 25 dari 36

▪ Penyulaman : Penyulaman terhadap tanaman mati dilakukan pada saat tunas muncul
di permukaan tanah dengan cara menanam rimpang bertunas atau memindahkan
tanaman yang menumpuk pada lubang tanam yang lain.
▪ Pembumbunan : Pembumbunan mulai dilakukan pada waktu rumpun sudah
terbentuk (mulai saat tanaman berumur 2-3 bulan). Apabila curah hujan tinggi,
pembumbunan harus dilakukan lebih intensif, karena cucuran air hujan akan
menurunkan bedengan, sehingga tanaman akan terendam.
▪ Pemupukan : Pemupukan Pupuk kandang, pada saat tanam dan diletakkan didalam
lubang tanam dengan dosis 0,08 kg/lubang atau 10 ton/ha, tergantung kondisi lahan.
▪ Pada lahan yang miskin hara dan teksturnya padat diberikan pukan 20 ton/ha,
sedangkan lahan yang cukup subur cukup 10 ton/ha.

7.1.2.7. Pemupukan (Tata waktu minimal mulai 2 minggu sebelum tanam)

Pupuk kandang (pukan) sapi atau kambing yang sudah matang, diberikan pada saat
tanam dan diletakkan didalam lubang tanam dengan dosis 10 - 20 ton/ha (atau 0,08
kg per lubang tanam), tergantung kondisi lahan. Sedangkan pupuk buatan diberikan
secara tugal atau dilarik dengan jarak 5 cm dari tanaman. Dosis yang diberikan
adalah: Urea 1gr/lubang atau 100 - 300 kg/ha; SP-36 0,8 gr/lubang atau 100 - 250
kg/ha; KCl 0,8 gr/lubang atau 100 - 250 kg/ha, atau bergantung kepada kesuburan
tanah dan pola tanam. Urea diberikan 3 kali, yaitu pada saat tanaman berumur 1, 2
dan 3 bulan setelah tumbuh (BST), masing-masing 1/3 dosis. Sedangkan SP-36 dan
KCl diberikan satu kali pada saat tanam atau ditunda sebulan apabila curah hujan
belum cukup.

7.1.2.8. Pengendalian OPT (Tata waktu 1-2 bulan setelah tanam/saat terjadi serangan
hama)

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 26 dari 36

7.1.2.9. Panen (Tata waktu minimal 6-10 bulan setelah tanam)


▪ Panen untuk konsumsi dimulai pada umur 6 sampai 10 bulan. Disarankan minimal
10 bulan, agar biomasssa tinggi dan kualitas hasil sesuai standar yang diinginkan.
▪ Panen kencur dapat ditunda sampai musim berikutnya, bahkan sampai tiga tahun.
▪ Tidak ada efek yang buruk terhadap mutu rimpang, produksinya akan bertambah
hanya saja ukuran rimpang semakin kecil.
▪ Pertanaman diatas 1 tahun, kurang baik untuk benih. Rimpang untuk benih
dipanen pada umur 10 - 12 bulan.
▪ Cara panen kencur dilakukan dengan membongkar seluruh rimpangnya
menggunakan garpu, cangkul, kemudian dibuang akar dan rimpang airnya, tanah
yang menempel dibersihkan.

7.1.3. Serai Wangi


7.1.3.1. Kesesuaian Lahan dan Iklim

7.1.3.2. Bahan tanaman


Varietas Unggul (Seraiwangi 1, Sitrona 1 Agribun, Sitrona 2 Agribun), anakan berasal
dari rumpun yang sehat, tinggi minimal 30 cm.
Penyiapan bahan baku :
▪ Apabila lahan telah siap tanam, benih dapat langsung ditanam tanpa perlu
disemai lebih dahulu.
7.1.3.3. Persiapan Lahan (Tata waktu minimal 1 bulan sebelum tanam)
▪ Pembukaan lahan s/d pembuatan lobang tanam
▪ Ukuran lobang tanam : 30 cm x 30 cm x 30 cm/ sistem parit

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 27 dari 36

▪ Jarak tanam pada tanah subur: 140 cm x 200cm; 100 cm x 100 cm, ; 100 cm
x 50 cm
▪ Jarak tanam pada tanah kurang subur: 75 cm x 75 cm
▪ Pemberian kapur+ 2 ton/ha (tergantung kondisi kemasaman tanah)
7.1.3.4. Penanaman (Tata waktu awal dan akhir musim hujan)
▪ Waktu penanaman di awal atau akhir musim hujan
▪ Benih ditanam 1-2 anakan per lobang tanam tergantung pada pola tanam dan
kondisi fisik benih
▪ Benih ditanam pada lubang dengan kedalaman 10 cm.
▪ Pola Tanam :
o Dapat ditumpang sarikan dengan tanaman sayuran, pangan, dan
tanaman tua atau pohon
o Bila ditumpang sarikan dengan tanaman pohon, maka disesuaiakan
jarak tanamnya agar intensitas cahaya yang diterima serai wangi tetap
≥75 %
o Pada tumpang sari pertumbuhan serai wangi yang baik hanya sampai
berumur 5 tahun
o Tumpang sari dengan tanaman tua yang terbaik adalah dengan
menanam secara strip kontur atau budidaya lorong.
7.1.3.5. Pemeliharaan (Tata waktu minimal 2 minggu setelah tanam)
▪ Penyulaman : Bila ada benih yang mati seluruhnya dalam satu lubang
dilakukan penyulaman. Penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur
1–2 minggu
▪ Penyiangan : Setelah tanam sampai panen pertama (umur 6 bulan),
penyiangan diantara rumpun dilakukan setiap 2 bulan sekali. Penyiangan
selanjutnya setiap selesai panen.
▪ Penggemburan dan pembumbunan : Dilakukan di sekitar rumpun tanaman
dilakukan pada saat tanaman berumur 1 bulan dan selanjutnya dilakukan
setiap selesai panen
▪ Pemberian mulsa : Mulsa yang digunakan adalah alang-alang, jerami padi,
dan semak belukar lainnya yang sudah kering. Daun kering serai wangi
tidak dapat digunakan karena dapat meracuni (efek alelopati) tanaman serai
wangi itu sendiri.
7.1.3.6. Pemupukan (Tata waktu minimal 1 bulan setelah tanam)
▪ Urea 15 kg/Ha atau 4,3 gr/lubang; SP-36 25 kg/Ha atau 7,1 gr/lubang, dan
KCl 25 kg /Ha atau 7,1 gr/lubang; pupuk kandang 0,5 kg/lubang atau 1,75
ton/Ha tergantung pada pola tanam dan kesuburan lahan
▪ Pemupukan : tepat waktu, tepat cara, tepat jenis, dan tepat dosis
7.1.3.7. Pengendalian OPT (Tata waktu minimal 3 bulan setelah tanam)
▪ Bercak daun yang disebabkan oleh Jamur Curvularia sp

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 28 dari 36

▪ Penggunaan pestisida nabati dan kimia : berbahan aktif mancozeb dan


benomyl
7.1.3.8. Panen (Tata waktu minimal 6 bulan setelah tanam)
▪ Waktu panen yang tepat pada pagi atau sore hari
▪ Panen pertama kali dilakukan saat berumur 5-6 bulan
▪ Panen selanjutnya dilakukan 3-4 bulan
▪ Keterlambatan panen menyebabkan munculnya bunga yang akan
menurunkan mutu minyak
7.1.3.9. Tata cara panen :
▪ Panen dilakukan dengan cara memangkas daun 5 cm dibawah leher
pelepah daun (ligula/lidah daun).
▪ Alat panen dapat berupa ani-ani, sabit, atau mesin pemotong rumput
▪ Produksi daun segar serai wangi 46–100 ton/ha/tahun tergantung
varietas dan kondisi tanaman

7.1.4. Kapulaga
7.1.4.1. Kesesuaian Lahan dan Iklim
▪ Tanah yang subur, remah, gembur, porous
▪ Ketersediaan sumber air yang cukup,
▪ Bukan sumber penyakit tular tanah,
▪ Drainase baik dan tidak menyalahi kaidah konservasi lahan,
▪ Bebas dari cemaran limbah bahan berbahaya.
▪ Ketinggian tempat 300 – 800 mdpl
▪ Curah hujan tahunan 2.500 – 4.000 mm
▪ Intensitas cahaya 30 – 70%
▪ Suhu udara harian rata-rata 20o – 30o C
▪ Suhu tanah harian rata-rata 20o – 30o C
▪ Kelembaban 40 – 75%
▪ Tekstur tanah liat berpasir, lempung berpasir, lempung berliat, lempung
berwarna coklat, dan banyak mengandung bahan organik/humus
▪ Kemiringan lahan maksimum 30% (sesuai kaidah konservasi lahan dan GAP
tanaman obat)
7.1.4.2. Persiapan benih
▪ Benih memiliki asal usul yang jelas
▪ Berasal dari jenis unggul (buah besar, berwarna merah)
▪ Merupakan jenis murni yang tidak tercampur;

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 29 dari 36

▪ Berasal dari tanaman induk yang sehat, berumur 10- 12 bulan dan
merupakan anakan sehat berasal dari rhizome berakar yang telah
mempunyai daun antara 4-10 helai;
▪ Rimpang/rhizome mempunyai 2 - 3 mata tunas;
▪ Tidak ada gejala penyakit layu bakteri, busuk akar, busuk buah, karat daun,
bercak daun, nematoda akar, dan hama penggerek
7.1.4.3. Persiapan lahan (Tata waktu minimal 1 bulan sebelum tanam)
▪ Bedengan dengan ukuran tinggi 30–40 cm, lebar 150–250 cm, panjang
disesuaikan dengan kondisi lahan dan jarak antar bedengan ± 50 cm
▪ Jarak tanam bisa digunakan dengan : panjang 2 – 2,5 m dan lebar 1,5- 2 m;
▪ Pemberian pupuk kandang sebanyak 10 - 20 ton/ha atau 5 – 10 kg/lubang
tanam
7.1.4.5. Pemeliharaan (Tata waktu minimal 2 minggu setelah tanam)
▪ Penyulaman dilaksanakan minimal 2-3 minggu setelah tanam
▪ Penyiangan dan pembumbunan dimulai sekitar umur tanaman 2 BST dan
melakukannya secara rutin setiap 2 bulan sekali
▪ Pemangkasan batang-batang tua/tidak produktif mulai umur 2 tahun
▪ Pengaturan saluran drainase terutama saat hujan lebat agar lahan tidak jenuh
air dan tergenang
▪ Pengendalian OPT mekanis (mencabut dan membakar daun yang terserang
bercak daun) dan dapat juga menggunakan biopestisida dan agens hayati
7.1.4.6. Pemupukan
▪ Pemberian pupuk kandang sebanyak 10 - 20 ton/ha atau 7,5 kg/lubang tanam
pada saat tanam; Memberikan pupuk organik susulan pada 6 bulan setelah
tanam (BST) sebanyak 10 kg/rumpun
▪ Pupuk anorganik diberikan jika kondisi tanaman kurang subur atau setiap
selesai panen untuk merangsang pertumbuhan anakan dan bunga dengan
dosis 100-150 kg Urea + 100-120 kg SP + 100-200 kg KCl atau 50 gr Urea +
60 gr SP36 + 60 gr KCL per lubang tanam
7.1.4.7. Panen (Tata waktu minimal 7 bulan setelah tanam)
Panen buah kapulaga yang pertama dilakukan pada saat tanaman telah
berumur 7 bulan. Panen buah kapulaga dapat dilakukan secara rutin dan
berkala sampai tanaman tidak produktif lagi yaitu pada umur 5-6 tahun
dengan ciri – ciri :
▪ buah yang membesar sampai maksimal,
▪ sebagian kelopak buah (katup) sudah mengelupas,
▪ mahkota pada tandan buah bagian atas sudah rontok,
▪ butir buah keras, bernas,
▪ warna kulit buah putih kemerah-merahan atau putih kecoklat-coklatan
sampai coklat,

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 30 dari 36

▪ dan bila dikelupas warna kulit biji putih kecoklatan


▪ Panen dilakukan dengan cara memotong pangkal tandan yang
buahnya sudah siap dipanen/tua, agar rimpang, bunga, buah muda,
dan tunas muda tidak rusak secara mekanis.

7.1.5 Kunyit
7.1.5.1 Kesesuaian Lahan dan Iklim
▪ Jenis tanah : latosol, andosol, regosol
▪ Tipe iklim : A, B, C (Schmidt & Ferguson)
▪ Jumlah curah hujan : 2.000 – 4.000 (mm/tahun)
▪ Ketinggian tempat : 80-700 (m dpl.)
▪ Jumlah bulan basah/tahun : 7 – 9
▪ Suhu udara : 25 – 30°C
▪ Intensitas cahaya : 70-100%
▪ Tekstur tanah : Lempung, lempung berpasir, lempung liat berpasir

7.1.5.2. Bahan Tanam

Persyaratan farmakope herbal Indonesia untuk simplisia rimpang kunyit :


▪ minyak atsiri min 1,85%
▪ kurkumin min 3,82%
▪ Kadar abu total maks 8,2%
▪ Kadar abi tidak larut asam maks 0,9%
▪ Kadar sari larut air min 11,5%
▪ Kadar sari larut etanol min 11,4%
7.1.5.3. Persiapan Benih (Tata waktu minimal 2-4 minggu sebelum tanam)
▪ Jelas asal usulnya (nama jenis & varietas), berasal dari pohon induk yang
terpilih
▪ Umur panen yang optimal, tanaman rimpang luruh daunnya maka tanaman
sudah mencapai fase generatif

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 31 dari 36

▪ Umur panen optimal (10 - 12 bulan setelah tanam/BST)


▪ Rimpang bernas, kulit mengkilat/licin, tidak luka
▪ Tidak terdapat tanda-tanda bekas serangan OPT
▪ Rimpang induk & rimpang anak/cabang
▪ Rimpang induk dpt dibelah menjadi 2 – 4 bagian dengan 2 – 3 mata tunas
▪ Ukuran benih 15-20 g
▪ Penyemaian benih dilakukan selama 2-4 minggu, tunas sudah tumbuh,
panjang tunas sekitar 0,50 - 1 cm, benih siap dipindahkan ke lapang.
7.1.5.4. Persiapan lahan (Tata waktu minimal 2-4 minggu sebelum tanam)
▪ Pembersihan gulma & tanaman lain
▪ Kedalaman pengolahan 25-35 cm
▪ Menggunakan traktor, cangkul, garpu
▪ Ploting, lebar petak (2 – 3 m)
▪ Antar petak buat parit/saluran (kedalaman 30 cm & lebar 30 – 40 cm)
▪ Jarak tanam :
o Monokultur : 60 x 50 cm, 50 x 50 cm, 50 cm x 40 cm, 40 x 40 cm.
o Tumpang sari : 75 cm x 50 cm (kacang tanah, cabe dan lain lain)
o Tanaman sela : tanaman kehutanan umur 3-4 thn (naungan ≤ 30%)
7.1.5.5. Penanaman (Tata waktu awal musim hujan)
▪ Tanam pada awal musim hujan
▪ Lubang tanam dipupuk dengan pupuk kandang, Urea, SP36 & KCl sebagai
pupuk dasar
▪ Benih yang akan ditanam dipilih yang seragam berdasarkan persyaratan
benih yang baik
▪ Tanam pada kedalaman 5-7 cm
▪ Posisi tunas di atas
▪ Ukuran benih per lubang tanam adalah 15-30 g
▪ Pola tanam :
Tanaman kunyit bisa juga ditanam dengan sistem pola tumpangsari dengan
tegakan berkayu, dengan menggunakan jarak tanam antar barisan lebih lebar
yaitu 75 cm dan jarak dalam barisan 50 cm. Tanaman kunyit dapat dilakukan
sebagai tanaman sela pada tanaman kehutanan dengan naungan tidak lebih
dari 30%

7.1.5.6. Pemupukan (Tata waktu saat tanam, 1 & 3 bulan setelah tanam)
▪ Pupuk kandang 10 - 20 ton/ha atau 0,25 Kg per lubang tanam (saat tanam)

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 32 dari 36

▪ Pupuk Urea : 100-250 kg/ha atau 3,8 gr/lubang (dosis dibagi 2 saat tanam dan
3 bulan setelah tanam)
▪ SP-36 : 100-300 kg/ha atau 5 gr/lubang (saat tanam)
▪ KCl : 100-300 kg/ha atau 5 gr/lubang (saat tanam)

7.1.5.7. Pemeliharaan (Tata waktu disesuaikan dengan kebutuhan)


▪ Penyulaman sesegera mungkin dengan benih yang sama sampai umur 1 BST
▪ Penyiangan dimulai umur 2 BST, sesuai kondisi dan dilakukan sampai
tanaman berumur 3-5 bulan
▪ Pembumbunan dilakukan stlh penyiangan & pemupukan
▪ Pemupukan dilakukan sesuai jadwal & kebutuhan
▪ Pengairan (bila perlu)
7.1.5.8. Pengendalian OPT (Tata waktu disesuaikan dengan kebutuhan)
Penyakit yang paling utama menyerang tanaman kunyit adalah busuk
rimpang. Namun hal tersebut jarang terjadi. Sebagai bentuk pencegahan
terhadap serangan hama dan penyakit terhadap tanaman kunyit, dapat
dilakukan hal-hal sebagai berikut :
▪ Penggunaan benih sehat
▪ Perlakuan benih sehat
▪ Menghindari pelukaan (rimpang diberi abu sekam)
▪ Pergiliran tanaman
▪ Pembersihan sisa tanaman dan gulma
▪ Pembuatan saluran drainase
7.1.5.9. Panen (Tata waktu minimal 9 bulan setelah tanam)
▪ Cukup umur 9 BST saat daun & batang telah mengering
▪ Sebaiknya setelah daun gugur, tidak langsung dipanen, tetapi
dibiarkan 1-2 minggu kulit rimpang mengering dan kuat, sehingga
tidak mudah lecet waktu dipanen.
Tata cara panen :
▪ Gali dengan cangkul & garpu, jangan buat luka rimpang
▪ Rimpang bersihkan dari tanah & akar
▪ Masukan wadah (karung, keranjang, kotak kayu)
▪ Kalau perlu pisahkan rimpang induk & cabang

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 33 dari 36

7.2. Lampiran Daftar Standar Nasional Indoensia (SNI) terkait komoditas jahe,
kunyit, kencur, kapolaga dan seraiwangi
Nomor SNI Tentang
SNI 01-3180-1992 Kapolaga lokal
SNI-01-6994-2004 Kencur Segar
SNI 01-7084-2005 Simplisia Jahe
SNI 01-7085-2205 Simplisia Kencur
SNI 01-7087-2005 Jahe untuk bahan baku obat
SNI 061312-1998 Minyak Jahe
SNI 06-3953-1995 Minyak Sereh
SNI 01-3179-1992 Jahe Segar
SNI 01-3393-1994 Jahe kering

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 34 dari 36

7.3. Lampiran Gambar Pola Tanam


7.3.1. Pola Tanam Jahe

7.3.2. Pola Tanam Kunyit

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 35 dari 36

7.3.3. Pola Tanam Kencur

7.3.4. Pola Tanam Kapulaga

Sistem Manajemen Peruhutani


No. Dok. : PK-SMPHT.02.4-006
No. Revisi :
PROSEDUR KERJA
AGROFORESTRI TANAMAN Tanggal Revisi :
HERBAL Tanggal Berlaku : 1 November 2021
Halaman : 36 dari 36

7.3.5. Pola Tanam Seraiwangi

Sistem Manajemen Peruhutani

Anda mungkin juga menyukai