Anda di halaman 1dari 100

KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM JUAL BELI TANAH

DENGAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DI KECAMATAN


TINANGGEA KABUPATEN KONAWE SELATAN

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo

OLEH :

FEBRIANA WULAN.P

H1A119199

BAGIAN HUKUM PERDATA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2023
iii
iv
v
ABSTRAK

FEBRIANA WULAN.P, NIM : H1A1 19 199, Judul “KESADARAN


HUKUM MASYARAKAT DALAM JUAL BELI TANAH DENGAN AKTA
PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DI KECAMATAN TINANGGEA
KABUPATEN KONAWE SELATAN”, dibawah bimbingan Dr. Jabalnur,
S.H., M.H. sebagai Pembimbing I dan Nur Intan, S.H., M.H sebagai
Pembimbing II.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kesadaran


masyarakat akan pentingnya jual beli tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta
Tanah dan untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi penghambat
masyarakat dalam jual beli tanah dihadapan Notaris atau Pejabat Pembuat Akta
Tanah.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian


hukum normatif dan empiris, yaitu penelitian secara langsung dengan
menggunakan wawancara, kepada seluruh pihak yang terlibat dalam kesadaran
hukum masyarakat dalam jual beli tanah dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Jenis penelitian yang digunakan ini adalah jenis penelitian kuantitatif. Sumber
data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah diambil dari data primer, data
sekunder, dan data sampling tersier. Dan analisis data yang digunakan adalah
analisis data untuk memberikan gambaran yang jelas dan konkrit tentang objek
yang dibahas secara kuantitatif.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1) Kesadaran masyarakat


akan pentingnya jual beli tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah di Desa
Lapoa dan Desa Telutu Jaya di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan
bisa dikatakan masih sangat rendah sekali. 2) Faktor yang menjadi penghambat
masyarakat dalam melakukan jual beli tanah dihadapan Notaris atau Pejabat
Pembuat Akta Tanah dapat dilihat dari jawaban 20 orang masyarakat di Desa
Lapoa dan Desa Telutu Jaya karena terkendala: a) Faktor ekonomi dan Faktor
biaya yang sangat mahal, b). Faktor kurangnya pengetahuan masyarakat dalam
melakukan jual beli tanah tanpa dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT),
c) Faktor terkendala waktu yang lama, dan d) Faktor tidak mengetahui cara
pengurusannya.

Kata Kunci : Kesadaran Hukum, Dalam Jual Beli Tanah Dengan Akta
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

vi
ABSTRACT
FEBRIANA WULAN.P, NIM : H1A1 19 199, Title Of Community
Legal Awareness In Buying And Selling Land With The Deed Of The Official
Making The Land Deed In Tinanggea District, Konawe Selatan Regency”.
Under the guidance of Dr. Jabalnur, S.H., M.H as advisor I and Nur Intan,
S.H., M.H as Advisor II.
The purpose of this study is to find out public awareness of the importance
of buying and selling land in the presence of land deed officials and to find out
what factors are hindering the community in selling land.
The method used in this research is normative and empirical legal research
methods, namely direct research using interviews, to all parties involded in the
legal awareness of the community in buying and selling land with officials who
make land deeds. The type of researchused in this study is a type of quantitative
research. Sources of data used in this study were taken from primary data,
secondary data, and tertiary sampling data. And the data analysis used is data
analysis to provide a clear and concrete picture of the object being discussed
quantitatively.
From the results of the study it can be concluded that : 1) Public awareness
of the importance of buying and selling land before PPAT in Lapoa Village and
Telutu Jaya Village, Tinanggea District, Konawe Selatan Regency can be said to
be very high low. 2) Factors that hinder the community from buying and selling
land before a Notary or PPAT can be seen from the answers of 6 people in Lapoa
Village due to constraints : a) Economic factors and very expensive costs factors,
b) The factors of lack of public knowledge in buying and selling land without
being in the presence of a Making Official Land deed (PPAT), c) The factor of
being constrained by a laong time, and d) The factor of not knowing how to
arrange it.
Keywords : Legal Awareness, In Buying and Selling Land with Deed of Land
Deed Officials (PPAT)

vii
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat

ALLAH SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Kesadaran Hukum Masayarakat Dalam

Jual Beli Tanah Dengan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah Di Kecamatan

Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan’’, dapat terselesaikan dengan baik.

Dalam penyusunan skripsi banyak tantangan dan hambatan yang penulis

hadapi, namun dengan kesabaran dan kerja keras diiringi do’a sehingga

semua dapat teratasi. Shalawat serta salam penulis kirimkan kepada

junjungan Nabi Besar Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, kepada para

sahabatnya, keluarganya serta kepada para pengikutnya yang masih istiqomah

di jalan Islam.

Hormat dan rasa terimakasih penulis persembahkan kepada, kedua

orang tua penulis yaitu Ayahanda Sartam dan Ibunda tercinta Sutarmi,

Keluarga, Dosen, Sahabat, Teman, dan semua pihak yang telah membantu

saya dalam penulisan Skripsi ini Kalian adalah motivasi saya sehingga saya

dapat menyelesaikan Skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa

bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis

menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak

Dr. Jabalnur, S.H., M.H. sebagai Pembimbing I dan Ibu Nur Intan, S.H., M.H

sebagai Pembimbing II. yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan,

viii
dengan tulus ikhlas dan saran dalam penyusunan skripsi ini, sehingga skripsi

ini dapat diselesaikan dengan baik.

Selama penulisan skripsi ini tentunya penulis mendapat banyak

bantuan dari berbagai pihak yang telah mendukung dan membimbing penulis.

Oleh karena itu, peulis banyak mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zamrun Firihu, S.Si., M.Si., M.Sc, selaku

Rektor Universitas Halu Oleo.

2. Bapak Dr. Herman, S.H., L.LM, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Halu Oleo.

3. Bapak La Ode Muhammad Sulihin, S.H., M.H., & Bapak Iksan Rompo,

S.H., M.H, selaku Ketua & Sekretaris Jurusan Ilmu Hukum Fakultas

Hukum Universitas Halu Oleo.

4. Bapak Haris Yusuf, S.H., M.H, selaku Ketua Bagian Hukum Perdata

Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo.

5. Kepada Tim Penguji Bapak Dr. Guswan Hakim, S.H.,M.H, Ibu Dr

Heryanti, S.H.,M.H. dan Bapak Asri Sarif, S.H.,M.H,.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo.

7. Seluruh Staf dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo.

8. Bapak Heryanto S.E., M.P.W Selaku Camat Tinanggea, Bapak Iskandar

dan Nanang Firdaus Selaku Kepala Desa Lapoa dan Kepala Desa Telutu

Jaya dengan sukarela telah meluangkan waktunya dalam memberikan

informasinya kepada penulis sehubungan dengan pembuatan skripsi ini.

ix
9. Kakaku tercinta : Eko Budi Wahyu Ningsih, Agus Nanang dan Kakak

Iparku Purnama.,S.H.,M.H.

10. Terima kasih kepada sahabat tercinta saya Dian Annisa Fitri, Fitri

Wulandari, Hanisa, Haris Safwan dan Syarah Adiatna Cahyaningrum,

dan juga Teman-teman Kelompok Praktek Perdata Angkatan 2019.

11. Terima kasih kepada teman-teman KKN di Desa Mata Lamokula, serta

Pak Desa dan Ibu Desa Mata Lamokula.

12. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu

persatu, terimaksih atas seluruh dukungannya dalam penyusunan skripsi

ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini

masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, oleh

karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun penulis harapkan demi

kesempurnaan penyusun skripsi ini, sehingga dapat bermanfaat bagi penulis

dan bagi yang membutuhkannya.

Akhir kata penulis ucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak

yang telah membantu dan semoga Allah SWT melimpahkan karunianya dalam

setiap amal kebaikan kita dan diberikan balasan. Aamiin

Kendari, Juli 2023

Penulis

x
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.....................................................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN........................................................................................ii

ABSTRAK.......................................................................................................................iii

ABSTRACT....................................................................................................................iv

KATA PENGANTAR...................................................................................................vii

DAFTAR ISI....................................................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1

A. Latar Belakang .....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................10

C. Tujuan Penelitian ...............................................................................................11

D. Manfaat Penelitian..............................................................................................11

E. Keaslian Penelitian..............................................................................................11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................14

A. Konsep Kesadaran Hukum .................................................................................14

1. Pengertian Kesadaran Hukum.........................................................................14

2. Indikator Kesadaran Hukum............................................................................16

B. Tinjauan Umum Tentang Jual Beli Tanah............................................................20

1. Pengertian Jual Beli Tanah ............................................................................20

2. Pengaturan Jual Beli Tanah.............................................................................23

3. Prosedur Jual Beli Tanah.................................................................................26

4. Para Pihak Dalam Jual Beli Tanah..................................................................30

5. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Jual Beli Tanah.................................34

C. Tinjauan Umum Tentang Akta Jual Beli Tanah..................................................38

xi
1. Pengertian Akta Jual Beli Tanah.....................................................................38

2. Pengaturan Akta Jual Beli Tanah....................................................................40

3. Isi Akta Jual Beli Tanah..................................................................................43

4. Kekuatan Pembuktian Akta Jual Beli Tanah...................................................45

BAB III METODE PENELTIAN................................................................................51

A. Jenis Penelitian ..................................................................................................51

B. Lokasi Penelitian.................................................................................................51

C. Populasi Dan Sampel..........................................................................................51


.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................

D. Jenis Dan Sumber Data ......................................................................................52

E. Tekhnik Memperoleh Data.................................................................................53

F. Analisis Data.......................................................................................................55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.............................................56

A. Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian.............................................................56

B. Kesadaran Masyarakat Akan Pentingnya Jual Beli Tanah Dihadapan


Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).................................................................61

C. Faktor Penghambat Masyarakat Dalam Jual Beli Tanah Dihadapan Notaris


atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)..........................................................75

BAB V PENUTUP.........................................................................................................83

A. Kesimpulan..........................................................................................................83

B. Saran....................................................................................................................84

DAFTAR PUSTAKA

xii
xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah salah satu negara terluas di dunia (terdiri dari

lautan dan daratan), yang kemudian mempunyai batas wilayah tanah di masing-

masing wilayahnya.1 Tanah diseluruh wilayah Indonesia sebagai karunia Tuhan

Yang Maha Esa kepada rakyat Indonesia, yang bersatu menjadi bangsa Indonesia

merupakan salah satu unsur utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan

bangsa Indonesia sepanjang masa, tujuannya adalah dipergunakan untuk

tercapainya kemakmuran rakyat yang terbagi secara adil dan merata baik materil

maupun spiritual sebagaiamana dinyatakan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-

undang Dasar 1945, yang isinya adalah “Bumi, air, dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya

bagi kemakmuran rakyat”.

Negara Indonesia terkenal dengan negara agraris yang kebanyakan atau

mayoritas penduduknya bercocok tanam sebagian untuk mata pencarian hidup

sehari-hari. Disamping itu tanah juga digunakan sebagai lahan pembangunan

untuk gedung perkantoran, pertokoan, industri, serta merupakan tempat tinggal

manusia.2 Hak milik tanah sangat penting bagi negara, bangsa dan rakyat

1
http://www.Indonesia.com/luas-wilayah-negara-indonesia.html dikunjungi pada tanggal
08 Oktober 2022.
2
Boedi Harsono, 2003, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta, hlm 5.

1
Indonesia sebagai masyarakat agraris yang sedang membangun. Akan tetapi tanah

yang merupakan sumber kehidupan pokok dan mendasar bagi manusia.3

Tanah dalam arti hukum memiliki peranan yang sangat penting dalam

kehidupan manusia karena dapat menentukan keberadaan dan kelangsungan

hubungan dan perbuatan hukum, baik dari segi individu maupun dampak bagi

orang lain. Selain itu, tanah juga merupakan salah satu penunjang yang membantu

kehidupan semua makhluk hidup yang ada dibumi, tanah sangat mendukung

terhadap kehidupan tanaman yang menyediakan hara dan air di bumi. Tanah juga

merupakan tempat hidup berbagai mikro organisme yang ada dibumi dan juga

merupakan tempat berpijak bagi sebagian makhluk hidup yang ada didarat.

Didalam kehidupan manusia tanah merupakan salah satu bagian terpenting yang

terkadang sering menimbulkan masalah tentang batas-batas dan wilayah-wilayah

yang telah dikuasai oleh manusia itu sendiri.4

Era reformasi ditandai dengan semangat demokratisasi dan transparansi di

segala bidang kehidupan, membangkitkan keberanian masyarakat untuk menuntut

penyelesaian atas apa yang dirasakannya sebagai suatu ketidak adilan, dan hal itu

juga, menyangkut masalah tanah.5 Masalah tanah bagi manusia tidak ada habis-

habisnya karena mempunyai arti yang sangat penting dalam penghidupan dan

3
Samun Ismaya, 2013, Hukum Administrasi Pertanahan, Graha Ilmu, Yogyakarta, hlm
21.
4
Boedi Harsono, 2003, Hukum Agraria Indonesia Dalam Arti Hukum, Graha Ilmu,
Jakarta, hlm 6.
5
Bemhard Limbong, 2012, Konflik Pertanahan, cet 1, MP Pustaka Margaretha, Jakarta,
hlm 47.

2
hidup manusia sebab tanah bukan saja sebagai tempat berdiam juga tempat

bertani, lalu lintas, perjanjian dan pada akhirnya tempat manusia berkubur.6

Selain itu ada kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

berkedudukan sebagai pembantu Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan

tugas sebagian pendaftaran tanah yaitu dengan membuat akta atas perbuatan

hukum pemindahan hak atas tanah yang selanjutnya dipergunakan sebagai dasar

pendaftaran tanah. Istilah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sudah dikenal

sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang

Pendaftaran Tanah, yang merupakan Peraturan Pelaksanaan Undang-undang

Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria atau lebih

dikenal dengan Undang- Pokok Agraria (UUPA).

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagaimana disebutkan Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 Junto tentang perubahan atas Peraturan

Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 ialah: “Pejabat Pembuat Akta Tanah

selanjutnya disebut PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk

membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas

tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.”

Dengan demikian, PPAT merupakan Pejabat Umum yang diangkat atau

ditunjuk oleh Pemerintah yang berwenang dalam pembuatan akta-akta otentik.

Sehingga pemindahan hak atas tanah yang dilakukan tanpa PPAT adalah tidak

memenuhi persyaratan formil dan juga tidak sesuai dengan prosedur hukum yang

berlaku. Hal demikianlah yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum. Akta
6
Erna Herlina, 2001, Pendaftaran Hak-hak atas Tanah Adat, Grafindo, Jakarta, hlm 21.

3
yang dibuat tidak melalui PPAT tidak terjamin kekuatan hukumnya, lain halnya

jika akta pemindahan hak atas tanah dilakukan dihadapan PPAT, maka akta

tersebut merupakan akta otentik, yang merupakan alat pembuktian atas suatu

perbuatan hukum tersebut. Akan tetapi, pada masyarakat kita yang sudah maju

dengan perkembangan budaya kehidupan perkotaan masih banyak yang kurang

sadar akan pentingnya jaminan kepastian hukum.7

Untuk menjamin kepastian hukum dan jaminan hukum bagi subyek-

subyek yang memiliki tanah maka dilakukan pendaftaran tanah sebagai bentuk

penguasaan tanah secara hukum yang diatur dalam pasal 19 Ayat (1) Undang-

undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

(UUPA) yang berbunyi bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah

diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut

ketentuan-ketentuan yang di atur pemerintah.8

Peralihan hak atas tanah di Indonesia pada saat ini telah diatur oleh

beberapa peraturan perundang-undangan diantara salah satunya adalah Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dikatakan bahwa

peralihan hak atas tanah dan hak milik satuan rumah susun melalui jual beli, tukar

menukar, hibah pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan

hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika

7
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta, Djambatan, 2007, hlm 207.
8
Efendi Perangin, Hukum Agraria Di Indonesia Suatu Telaah Dari Sudut Pandang
Praktis, Rajawali, Jakarta, 1989, hlm 16.

4
dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.9

Peralihan hak atas tanah merupakan salah satu peristiwa dan/atau

perbuatan hukum yang mengakibatkan terjadinya pemindahan hak atas tanah dari

pemilik kepada pihak lainnya. Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa peralihan

hak atas tanah adalah suatu peristiwa/perbuatan hukum yang mengakibatkan

berpindahnya hak dari subjek hukum yang satu ke subjek hukum lainnya,

sehingga menyebabkan kehilangan kewenangannya terhadap tanah tersebut.

Peralihan tersebut bisa disengaja oleh karena adanya perbuatan hukum seperti jual

beli dan sewa menyewa serta juga tidak disengaja karena adanya peristiwa hukum

seperti peralihan hak karena warisan.

Muhammad Yamin Lubis menyebutkan bila ada kehendak yang disengaja

dan disepakati atas sebidang tanah milik, maka didalamnya ada pengalihan hak

atas tanah tersebut. Bila pengalihan tersebut dipaksakan oleh kewenangan dan

kekuasaan negara maka disebut dicabut atau mungkin dinasionalisasikan. Dan

inipun harus dengan menempuh persyaratan, sebab terjadi pemutusan hubungan

hukum kepemilikan di dalamnya, inilah yang menjadi landasan teori peralihan hak

atas tanah.10

Menyikapi pentingnya persoalan tanah dalam kehidupan ini, maka

diperlukan peraturan-peraturan yang mengatur tentang pertanahan. Sehingga

pemerintah mengeluarkan peraturan yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960


9
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta, Kencana Pernada
Media Group, 2010, hlm 362.
10
Muhammad Yamin Lubis, 2008 Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, hlm 27.

5
Tentang Peraturan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA). Untuk menjamin

kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah oleh pemerintah diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu tentang Pendaftaran Tanah.

Pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang

tertuang dalam Pasal 1 angka 20 memberikan Pengertian tentang sertifikat tanah

yang berbunyi:

“Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam

pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-undang Pokok Agraria untuk hak atas tanah, hak

pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan

yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan”,

sedangkan pengertian sertifikat dalam Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah

Nomor 24 tahun 1997 dinyatakan bahwa: “Sertifikat merupakan tanda bukti hak

yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data

yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut

sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang

bersangkutan”. Sebuah sertifikat dinyatakan sah apabila, data fisik dan data

yuridis yang dicantumkan dalam sertifikat tersebut haruslah diterima sebagai data

yang benar, baik dalam perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam sengketa di

pengadilan, sepanjang data tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat

ukur dan buku tanah yang bersangkutan.

Adapun yang dimaksud dengan buku tanah sebagaimana yang tertuang

dalam Pasal 1 angka 19 Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 adalah:

“Dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu

6
objek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya”. Bagi pemegang hak atas tanah

yang memiliki sertifikat mempunyai kekuatan hukum yang lebih kuat, yaitu akan

memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemiliknya. Itulah

pentingnya sertifikat tanah ini sehingga, setiap pemilik tanah yang sah dianjurkan

untuk segara mendaftarkan bidang tanahnya ke kantor pertanahan setempat.11

Namun kenyataannya beberapa masyarakat kurang mengetahui pentingnya

untuk jual beli tanahnya dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), hal ini

diakibatkan oleh tingkat pendapatan ekonomi yang masih rendah, dan tingkat

pendidikan yang sangat rendah. Masyarakat pernah mendengar isu-isu tentang

mendaftarkan tanah dikantor pertanahan bahwa dalam mendaftarkan tanah

biayanya sangat mahal dan susah untuk mengurusnya.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 2016 bentuk pembuatan akta tanah yang dibuat oleh PPAT

nantinya akan digunakan sebagai syarat untuk mendaftarkan peralihan hak atas

tanah ke kantor pertanahan kabupaten/kota dimana tanah tersebut terletak. 12

Namun dalam prakteknya di kehidupan masyarakat kita saat ini masih banyak

ditemui proses jual beli tanah yang tidak dilakukan dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang ada, misalnya di Kecamatan Tinanggea ada dua desa

yang masih banyak menjual tanahnya tanpa dihadapan PPAT.

11
Juliana Abdullah.2020. Kesadaran hukum masyarakat terhadap pentingnya kepemilikan
sertifikat hak milik atas tanah di Desa Bentenge Kec. Mallawa Kab. Maros. Skripsi Program Studi
Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Makassar.
12
https://www.neliti.com/id/publications/peralihan-hak-atas-tanah-secara-benar-menurut-
peraturan-pemerintah-nomor-18-tahun-2021-dan-peraturan-pemerintah-nomor-24-tahun-2016
dikunjungi pada tanggal 08 Oktober 2022.

7
Hal ini seringkali dijumpai di masyarakat Kecamatan Tinanggea

Kabupaten Konawe Selatan terkhususnya di Desa Lapoa dan Desa Telutu Jaya,

dalam melakukan proses pemindahan hak atas tanah masih menggunakan

nota/kwitansi pembelian yang kepastian hukumnya tidak terjamin dan tanpa

melalui PPAT sebagai Pejabat yang berwenanang dalam hal tersebut. Tentunya

banyak faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan pemindahan hak atas

tanah tidak melalui PPAT.13

Berdasarkan hasil wawancara penulis, bersama camat di Kecamatan

Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan. Menurut Kepala Camat Tinanggea

Kabupaten Konawe Selatan mengatakan masih banyak sekali masyarakat yang

menjual beli tanah tidak dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) secara

langsung terkhususnya ada dua desa yaitu di Desa Lapoa dan di Desa Telutu Jaya.

Minimnya masyarakat Desa Lapoa dan Desa Telutu Jaya tidak menjual tanah

melalui PPAT karena faktor penyebabnya adalah biayanya yang sangat mahal,

faktor kekeluargaan yang sangat kuat dan faktor penyebab kesadaran hukum

masyarakat yang sangat rendah yang terpenting bagi mereka ada saksi-saksi yang

mengetahui batas-batas tanahnya, dari tanah yang dimilikinya itu sudah cukup

untuk menguatkan hak atas tanahnya tersebut tanpa harus memiliki sertifikat

tanah. Masyarakat di desa itu tidak peduli dengan menjual tanah melalui PPAT.14

13
http://yusheri.blogspot.co.id/upaya-pemerintah-meningakatkan-peran.html di akses
pada tanggal 22 November 2022.
14
Wawancara Dengan Kepala Camat Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan, Pada
Tanggal 10 April 2023.

8
Melihat yang terjadi pada masyarakat Desa Lapoa dan Telutu Jaya dapat

diketahui bahwa jual beli tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah kesadaran

hukum masyarakatnya masih sangat rendah hal ini ditinjau dari 380 kepala

keluarga yang melakukan praktek jual beli tanah dari 845 kepala keluarga dan

yang tidak melakukan praktek jual beli tanah 465 kepala keluarga pada Desa

Lapoa dan 215 kepala keluarga yang melakukan praktek jual beli tanah dari 715

kepala keluarga, dan 500 kepala keluarga yang tidak melakukan praktek jual beli

tanah pada Desa Telutu Jaya. Menurut pendapat mereka adanya saksi-saksi yang

mengetahui batas-batas tanahnya dari tanah yang dimiliki itu sudahlah cukup

untuk menguatkan hak atas tanahnya tanpa harus memiliki sertifikat tanah.15

Pendaftaran tanah sangatlah penting bagi setiap masyarakat harus

memiliki sertifikat tanah selaku bukti yuridis kepemilikan seseorang atas suatu

tanah yang ia miliki agar tidak menimbulkan berbagai permasalahan dalam

masyarakat. Kepemilikan atas suatu tanah merupakan hak asasi setiap orang atau

warga negara yang telah diatur dalam Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 H ayat 4 yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk

mempuanyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih

secara sewenang-wenang oleh siapa pun”.

Sebagai warga negara Indonesia ketaatan terhadap hukum itu sangat

diperlukan bagi tercapainya kepentingan individu itu sendiri dan orang lain agar

konflik-konflik atau permasalahan yang terjadi di masyarakat tidak lagi menjadi

masalah yang serius. Permasalahan yang ditimbulkan karena akibat ketidak


15
Wawancara Dengan Kepala Desa Lapoa Dan Kepala Desa Telutu Jaya Kecamatan
Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan, Pada Tanggal 12 April 2023.

9
jelasan kepemilikan atas tanah yang disebabkan oleh tidak taat atau patuhnya

seseorang terhadap administrasi atau pencatatan dan hukum tentang hak

kepemilikan seseorang atas tanah menjadi masalah yang serius.16

Bahwa perlunya keseriusan oleh pemerintah dalam melaksanakan

program-program untuk membuat masyarakat sadar akan perbuatannya secara

hukum. Karena konsep ideal itulah yang membangkitkan daya kesadaran

masyarakat tersebut untuk tertib hukum dalam perbuatannya yang sebagaimana

semestinya dilakukan.

Dari uraian latar belakang masalah yang penulis uraikan tersebut diatas,

maka penulis tertarik untuk mengangkat dan menulis dalam sebuah penilitian

dengan judul “KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM JUAL

BELI TANAH DENGAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DI

KECAMATAN TINANGGEA KABUPATEN KONAWE SELATAN.”

B. Rumusan Masalalah

1. Bagaimana kesadaran masyarakat akan pentingnya jual beli tanah dihadapan

Pejabat Pembuat Akta Tanah?

2. Faktor apa saja yang menjadi penghambat masyarakat dalam melakukan jual

beli tanah dihadapan notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah?

C. Tujuan Penelitian

16
Muhrizal Hikam,2019. Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Sebagai wujud Kesadaran
Hukum di Desa Prawoto Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati. Skripsi Program Studi Politik Dan
Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.

10
1. Untuk mengetahui kesadaran masyarakat akan pentingnya jual beli tanah

dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi penghambat masyarakat

dalam jual beli tanah dihadapan Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan kepada

masyarakat dalam jual beli tanah dihadapan Notaris atau Pejabat Pembuat

Akta Tanah.

2. Sedangkan manfaat akademik yaitu dari hasil penelitian diharapkan dapat

menjadi kontribusi pemikiran dalam rangka pengembangan Ilmu Hukum

Perdata Khususnya hukum agraria dan sebagai bahan masukan bagi peneliti

selanjutnya, dalam peralihan hak milik.

E. Keaslian Penelitian

Layaknya suatu karya ilmiah seorang penulis harus memberikan

pertanggung jawaban ilmiah bahwa yang dilakukan dijamin keasliannya.

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang telah terlebih dahulu dilakukan oleh

penulis mengenai “ Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Jual Beli Tanah

Dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah Di Kecamatan Tianaggea Kabupaten

Konawe Selatan.”

11
Untuk menentukan keaslian penelitian peneliti dan berdasarkan

pengetahuan peneliti sebagai penulis penelitian dengan judul “Kesadaran Hukum

Masyarakat Dalam Jual Beli Tanah Dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah Di

Kecamatan Tinaggea Kabupaten Konawe Selatan”, peneliti yakin tidak ada

penelitian yang memiliki judul skripsi yang sama dengan penelitian saya, tetapi

ada penelitian yang hampir serupa dengan penelitian yang ditulis oleh peneliti,

seperti :

1. Wamini (Universitas Halu Oleo 2011) dengan judul skripsi Kesadaran Hukum

Masyarakat Dalam Jual Beli Tanah Dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah

pada Mahasiswa dalam penyusunan skripsi Jurusan Ilmu Hukum Konsentrasi

Keperdataan Angkatan 2011.

2. Asriyanti (Universitas Halu Oleo 2013) dengan judul skripsi Kesadaran Hukum

Masyarakat Dalam Pelaksanaan Peralihan Jual Beli Tanah Yang Dilakukan

Bukan Dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah Di Kelurahan Puuwatu

Kecamatan Puuwatu pada Mahasiswa dalam penyusunan skripsi Jurusan Ilmu

Hukum Konsentrasi Keperdataan Angkatan 2013.

Konsep ideal dari hasil penelitian penulis ialah penyuluhan hukum

kepada masyarakat untuk menumbuhkan pengetahuan kepada masyarakat

tentang arti penting kesadaran hukum perbuatan jual beli kepemilikan tanah

dihadapan PPAT, sosialisasi tentang perbuatan jual beli kepemilikan tanah

dihadapan PPAT. Sebagai bentuk pengabdian pemerintah kepada masyarakat

dalam menyadarkan hak dan kewajiban masyarakat di mata hukum dan

12
pendataan dan pembuatan buku tanah ialah betujuan untuk mendata dan

memberikan suatu perlindungan hukum bagi masyarakat agar tidak adanya

penyerobotan lahan ataupun sengketa tanah.

13
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kesadaran Hukum

1. Pengertian Kesadaran Hukum

Kesadaran berasal dari kata sadar, yang berarti insaf, merasa, tahu atau

mengerti. Menyadari berarti mengetahui, menginsafi, merasai. Kesadaran

berarti keinsafan, keadaan mengerti, hal yang dirasakan atau dialami oleh

seseorang. Kesadaran hukum dapat berarti adanya keinsyafan, keadaan

seseorang yang mengerti betul apa itu hukum, fungsi dan peranan hukum bagi

dirinya dan masyarakat sekelilingnya.17

Kesadaran hukum merupakan konsepsi abstrak didalam diri manusia,

tentang keserasian antara ketertiban dan ketentraman yang dikehendaki atau

sepantasnya. Kesadaran hukum sering dikaitkan dengan pentaatan hukum,

pembentukan hukum, dan efektivitas hukum. Kesadaran hukum merupakan

kesadaran nilai-nilai yang terdapat dalam manusia tentang hukum yang ada.

Menurut Satjipto Raharjo, Ada dua fungsi yang dapat dijalankan oleh

hukum di dalam masyarakat, yaitu pertama sebagai sarana untuk melakukan

rekayasa sosial.18 Berjalannya fungsi hukum dalam masyarakat yang sedang

membangun yaitu sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Dengan

17
Teguh samudera, 2004, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, Edisi Pertama,
Bandung, hlm 214-216.
18
Satjipto Raharjo, 1980, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, hlm 176.

14
kesadaran hukum maka suatu peraturan hukum dapat berfungsi sebagaimana

mestinya dalam masyarakat. Dengan berfungsinya hukum sebagai sarana

suatu pembaharuan masyarakat maka hukum dapat dijadikan sebagai mesin

penggerak untuk mempercepat laju kesadaran hukum masyarakat akan

memegang peranan yang sangat penting dalam pendaftaran pemindahan hak

atas tanah.

Menurut pendapat Soerjono Soekanto, bahwa kesadaran hukum syarat

merupakan suatu penelitian terhadap apa yang dianggap sebagai hukum yang

baik dan yang tidak baik. Penilaian terhadap hukum tersebut didasarkan pada

tujuannya, yaitu apakah hukum tadi adil atau tidak. Oleh karena keadilan

inilah yang diharapkan oleh warga masyarakat.19 Hampir semua masyarakat

ingin hidup pantas yang secara implisit berarti suatu keteraturan. Misalnya

pada kehidupan sehari-hari. Masing-masing sudah mempunyai suatu urutan

kegiatan-kegiatan yang tersusun dalam daftar yang tersimpan di dalam

pikirannya.

Apabila ada kegiatan-kegiatan yang tidak dilakukannya, atau karena

keadaan kemudian terlompati, maka kecenderungan bahwa urutan

kegiatannya akan kacau dan yang bersangkutan merasakan ada sesuatu yang

ganjil. Disamping itu terlihat pula betapa kepantasan bagi orang lain. Agar

tidak terjadi bentrokan-bentrokan antara aneka macam kepantasan tersebut,

maka manusia meciptakan kedah-kaedah tersebut sebenarnya merupakan

patokan-patokan bagi tingkah laku manusia. Dengan adanya patokanpatokan


19
Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah, 1987, Sosiologi Hukum dalam Masyarakat,
Prestasi Pustakarya, Jakarta, hlm 10.

15
tersebut, maka ada sesuatu pegangan mengenai perbuatan-perbuatan yang

boleh dilakukan dan perbuatan yang dilarang. Kaedah–kaedah tersebut

bertujuan agar pergaulan hidup ini berjalan normal artinya didasarkan pada

norma atau kaedah.

Jelaslah bahwa kaedah-kaedah tersebut diatas ditujukan untuk

menyeragamkan kepantasan-kepantasan dalam pergaulan hidup. Yang berarti

pula menyerasikan kepentingan-kepentingan dalam masyarakat. Diantara

sekian banyaknya kaedah-kaedah, maka kita mengenal kaedah hukum yang

mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan kaedah-kaedah

lainnya, misalnya kaedah-kaedah kepercayaan, kesusilaan dan sopan santun.

Hukum bertujuan untuk mencapai keadaan damai dalam hidup, melalui

keserasian antara ketertiban dan keadilan.

2. Indikator Kesadaran Hukum

Menurut Soerjono Soekanto, indikator-indikator dari kesadaran

hukum merupakan petunjuk-petunjuk yang relatif kongkrit tentang adanya

taraf kesadaran hukum tertentu.20 Dengan adanya indikator-indikator

tersebut, seseorang yang menaruh perhatian pada kesadran hukum akan

dapat mengetahui apa yang sesungguhnya merupakan kesadaran hukum.

Dijelaskan lagi secara singkat bahwa indikator pertama adalah pengetahuan

hukum. Seseorang mengetahui bahwa perilaku-perilaku tertentu itu telah

20
Soerjono Soekanto, 1987, Sosiologi Hukum dalam Kesadaran Hukum, Prestasi
Pustakarya, Jakarta, hlm 20.

16
diatur oleh hukum. Peraturan hukum yang dimaksud disini adalah hukum

tertulis maupun hukum yang tidak tertulis.

Perilaku tersebut menyangkut perilaku yang dilarang oleh hukum

maupun perilaku yang diperbolehkan oleh hukum. Indikator kedua adalah

pemahaman hukum. Sseorang warga masyarakat mempunyai pengetahuan

dan pemahaman yang benar dari masyarakat tentang hakikat dan arti

pentingnya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan.

Indikator yang ketiga adalah sikap hukum. Seseorang mempunyai

kecenderungan untuk mengadakan penilaian tertentu terhadap hukum.

Indikator yang keempat adalah perilaku hukum, yaitu dimana seseorang

atau dala m suatu masyarakat warganya mematuhi peraturan yang berlaku. 21

Menurut Soerjono Soekanto, ada empat indikator dari kesadaran hukum ini

yaitu22 :

a). Pengetahuan hukum

Artinya seseorang mengetahui bahwa perilaku-perilaku hukum

tertentu diatur oleh hukum. Maksudnya bahwa hukum disini adalah

hukum tertulis atau hukum yang tidak tertulis. Pengetahuan tersebut

menyangkut perilaku yang dilarang oleh hukum atau perilaku yang

diperbolehkan oleh hukum. Menurut Otje Salman pengetahuan hukum

adalah pengetahuan seseorang mengenai beberapa perilaku tertentu

yang diatur oleh hukum. Sudah tentu hukum yang dimaksud di sini
21
Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Jakarta, Sinar Grafika 2006, hlm 66.
22
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada
2005, hlm 60.

17
adalah hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Pengetahuan tersebut

berkaitan dengan perilaku yang dilarang ataupun perilaku yang

diperbolehkan oleh hukum. Sebagaimana dapat dilihat di dalam

masyarakat bahwa pada umumnya seseorang mengetahui bahwa

membunuh, mencuri, dan seterusnya dilarang oleh hukum.23

b). Pemahaman Hukum

Seseorang warga masyarakat mempunyai pengetahuan dan

pemahaman mengenai aturan-aturan tertentu, terutama dalam segi

isinya. Pengetahuan hukum dan pemahaman hukum, secara teoritis

bukan merupakan dua indikator saling bergantung. Artinya seseorang

dapat berperilaku tersebut, akan tetapi mungkin tidak menyadari apakah

perilaku tersebut sesuai atau tidak sesuai dengan norma hukum tertentu.

Di lain pihak mungkin ada orang yang sadar bahwa suatu kaidah hukum

mengatur perilaku tertentu, akan tetapi dia tidak mengetahui mengenai

isi hukum tersebut atau hanya mempunyai pengetahuan sedikit tentang

isinya.

c). Sikap Hukum

Seseorang mempunyai kecenderungan untuk mengadakan

penilaian tertentu terhadap hukum. Salah satu tugas hukum yang

penting adalah mengatur kepentingan-kepentingan warga masyarakat

tersebut, lazimnya bersumber pada nilai-nilai yang berlaku yaitu

23
Otje Salman dan Anthon F.Susanto, Sosiologi Hukum, Bandung 2012, hlm 52.

18
anggapan tentang apa yang baik dan apa yang harus dihidari. Ketaatan

masyarakat terdap hukum dengan demikian sedikit banyak tergantung

pada apakah kepentingan-kepentingan warga masyarakat dalam bidang-

bidang terte tu dapat ditampung oleh ketentuan-ketentuan tersebut.24

d). Perilaku Hukum

Artinya dimana seseorang berperilaku sesuai dengan hukum.

Indikator perilaku hukum merupakan petunjuk akan adanya tingkat

kesadaran yang tinggi. Buktinya adalah bahwa yang bersangkutan patuh

atau taat pada hukum. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tinggi

rendahnya tingkat kesadaran hukum akan dapat dilihat dari derajat

kepatuhanhukum yang terwujud dalam pola perilaku manusia yang

nyata. Kalau hukum ditaati, maka hal itu merupakan suatu petunjuk

penting bahwa hukum tersebut adalah efektif (dalam arti mencapai

tujuan).25

Berdasarkan keempat indikator-indikator kesadarn hukum di

atas, menunjukkan tingkatan-tingkatan pada kesadaran hukum tertentu

di dalam perwujudannya. Abila seseorang hanya mengetahui hukum

maka dapat dikatakan bahwa tingkat kesadaran hukumnya masih

rendah, kalau dia berperilaku sesuai hukum, maka tingkat kesadaran

hukumnya telah tinggi. Adapun indikator kesadaran hukum

24
Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Jakarta : Rajawali 1982,
hlm 20.
25
Ibid 21.

19
menurut Kutschincky (dalam Soerjono Soekanto) adalah sebagai

berikut :

1. Pengetahuan tentang peraturan hukum atau kesadaran hukum.

2. Pengetahuan tentang isi peraturan hukum atau pengenalan hukum.

3. Sikap terhadap peraturan-peraturan hukum atau sikap hukum.

4. Pola-pola perikelakuan hukum atau perilaku hukum.

Masih terkait indikator hukum, menurut Zainuddin Ali (dalam

Sofyaningsih) penilain kesadaran hukum menyangkut beberapa faktor, yang

mana menunjukan bahwa apakah ketentuan hukum tersebut diketahui,

dipahamai, ditaati, dan dihargai. Kemudian diterangkan lagi pula, apabila

masyarakat hanya mengetahui adanya suatu ketentuan hukum, taraf

kesadaran hukumnya akan lebih rendah dari mereka yang memahami, dan

seterusnya. Hal ini dikenal dengan sebutan kesadaran hukum atau

pengetahuan dan pendapat tentang hukum.26

B. Tinjauan Umum Tentang Jual Beli Tanah

1. Pengertian Jual Beli Tanah

Jual beli merupakan proses pemindahan hak milik dari pihak penjual

kepada pihak pembeli, dengan harga yang telah disepakati oleh para pihak

tersebut, yang mana peralihan hak milik atas suatu benda ini baru beralih

apabila pihak pembeli telah memenuhi kewajibannya untuk membayar


26
Zainudin Ali, Sosiologi Hukum, (Jakarta Sinar Grafika, 2006), hlm 100.

20
sebuah harga yang telah disepakati tersebut. Jual beli tanah merupakan proses

peralihan hak milik atas suatu bidang tanah dari penjual kepada pembeli,

yang mana jual beli tanah ini berbeda dengan jual beli pada umumnya, karena

dalam jual beli tanah harus melkukan proses pendaftaran tanah untuk

perubahan dan baik mana pada sertifikat tanah tersebut.27

Jual beli tanah menurut hukum adat ialah perbuatan penyerahan

sebidang tanah dari penjual kepada pembeli untuk selama-lamanya, dengan

mana penjual mendapatkan sejumlah uang dari harga pembelian tanah

tersebut.28 Jual beli tanah dengan akta dibuat oleh pejabat berwenang adalah

jual beli tanah yang dibuat oleh pejabat yang memiliki kewenangan dalam

membuat akta tanah dalam hal ini yaitu PPAT. Jadi, jual beli tanah ini

dilakukan dengan melibatkan pihak ketiga yang memiliki wewenang dalam

membuat akta dalam jual beli tanah tersebut yang berguna sebagai alat

pembuktian yang sah.

Jual beli tanah di bawah tangan adalah jual beli mengenai sebidang

tanah yang dilakukan tanpa melibatkan pejabat yang berwenang menurut

Undang-undang, jual beli tanah di bawah tangan ini merupakan jual beli

antara penjual dan pembeli yang dibuktikkan dengan selembar kwitansi yang

di tanda tangani oleh para pihak. Berdasarkan KUHPerdata pasal 1457, jual

beli yang dianut di dalam Hukum Perdata hanya bersifat obligator, artinya

bahwa perjanjian jual beli baru meletakkan hak dan kewajiban timbal balik

27
Effendi Perangin, Jual Beli Tanah, Jakarta : Rajawali Pers 1987, hlm 4.
28
Dewi Wulansari, Hukum Adat Indonesia, (Bandung : Revika Aditama, 2010), hlm 176.

21
antara kedua belah pihak, atau dengan perkataan lain jual beli yang dianut

Hukum Perdata belum memindahkan hak milik baru berpindah dengan

dilkukan penyerahan atau levering.29

Dalam pasal 1458 hal jual beli benda tidak bergerak jual beli telah

dianggap terjadi walaupun tanah belum dibayar. Untuk pemindahan hak itu

masih diperlukan suatu perbuatan hukum lain berupa penyerahan yang

caranya ditetapkan dengan suatu peraturan lain lagi. Dari uraian tersebut, jual

beli tanah menurut Hukum Perdata terdiri dari atas dua bagian yaitu

perjanjian jual belinya dan penyerahan haknya, keduanya terpisah satu

dengan lainnya. Sehingga, walaupun hal yang pertama sudah selesai biasanya

dengan akta notaris, tetapi kalau yang kedua belum dilakukan, maka status

tanah tersebut tetap hak milik penjual. Jual beli tanah dalam hukum adat

UUPA mempunyai pengertian yang sama, berdsarkan UUPA Pasal 5 maka

pengertian jual beli tanah hak milik menurut UUPA tidak lain adalah

pengertian jual beli menurut hukum adat.30

Menurut hukum adat jual beli tanah adalah suatu pemindahan hak atas

tanah yang bersifat terang dan tunai, terang berarti perbuatan pemindahan hak

tersebut harus dilakukan di hadapan kepala adat, yang berperan sebagai

pejabat yang menaggung keteraturan dan sahnya perbuatan pemindahan hak

tersebut, sehingga perbuatan tersebut diketahui oleh umum. Tunai

maksudnya, bahwa perbuatan pemindahan hak dan pembayaran harganya


29
Soedharyo Soimin, Status Hak Dan Pembebasan Tanah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2004),
hlm 115.
30
Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, (Jakarta : Sinar Grafika,
2010), hlm 149.

22
dilakukan secara kontan, atau dibayar sebagaian (tunai dianggap tunai).

Dalam hal pembeli tidak membayar sisanya, maka penjual tidak dapat

menuntut atas dasar terjadinya jual beli tanah, akan tetapi atas dasar hukum

utang piutang.31

2. Pengaturan Jual Beli Tanah

Setiap negara menerapkan peraturan terkait jual beli tanah. Di Indonesia,

aturan jual beli tanah mengacu pada beberapa instrumen hukum, yaitu Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata, Undang-Undang Pokok

Agraria (UUPA) dan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.32

Jual beli tanah merupakan hal yang sering dilakukan oleh masyarakat,

namun tidak dapat dipungkiri bahwa proses jual beli tanah yang dilakukan

belum semuanya memenuhi asas tunai dan terang.33 Bahkan beberapa kali

penulis temukan dalam suatu perkara perdata dengan objek sengketa berupa

tanah dimana penggugat mendalilkan sebagai pemilik atas suatu tanah tersebut

bukan atas nama penggugat dan penggugat hanya mempunyai bukti berupa

kuitansi pembelian atas tanah tersebut.

Hal tersebut dapat terjadi karena dalam transaksi jual beli tanah,

penggugat sebagai pihak pembeli stelah melakukan pembayaran sejumlah uang

kepada penjual, hanya mendapatkan kuitansi, transaksi jual beli tanah tersebut

31
Soedharyono Soimin, Status Hak Dan Pembebasan Tanah, (Jakarta : Sinar Grafika,
2004), hlm 196.
32
https://info/hukum-jual-beli-tanah dikunjungi pada tanggal 08 Oktober 2022..
33
Damayanti, 2020, Perjanjian Jual Beli Tanah Yang Tidak Dilakukan Di Hadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dalam Vol. VIII/No.2, 2020, hlm 14.

23
tidak dituangkan dalam akta jual beli dan tidak melanjutkannya dengan

melakukan pendaftaran tanah di kantor pertanahan. Transaksi jual beli tanah

semacam itu bepeluang besar akan menimbulkan permasalahan hukum.

Berdasarkan Pasal 5 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria pada intinya menyatakan bahwa hukum

tanah nasional adalah hukum adat, oleh karena itu pelaksanaan jual beli tanah

nasional juga menganut sistem jual beli tanah sesuai hukum adat. Pengertian

jual beli tanah menurut hukum adat adalah pemindahan hak yang memenuhi34 :

a. Asas Tunai

Asas tunai adalah penyerahan hak dan pembayaran harga tanah

dilakukan pada saat yang sama. Selain itu, asas ini mempunyai arti

pembayaran dilaksanakan sampai lunas sesuai dengan kesepakatan

harga yang dituangkan dalam akta jual bel. Tunai bukan berarti

pembayaran dan pelunasan harga tanah harus dilakukan seketika namun

mempunyai arti melakukan pembayaran sesuai harga yang telah

disepakati. Jadi asas tunai tetap terpenuhi meskipun suatu pembayaran

dilakukan dengan metode angsuran.

b. Asas Terang

Asas terang mempunyai arti bahwa jual beli tanah dilakukan

secara terbuka dan tidak ditutupi. Asas terang ini terpenuhi ketika jual

34
Damayanti, 2020, Perjanjian Jual Beli Tanah Yang Tidak Dilakukan Di Hadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dalam Lex Privatum Vol. VIII/No.2, 2020, hlm 15.

24
beli tanah dilakukan dihadapan PPAT karena sejak berlakunya

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah tentang Hak Pengelolaan Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan

Pendaftaran Tanah disebut dengan PP tentang Pendaftaran Tanah, jual

beli tanah harus dilakukan dihadapan PPAT. Hal tersebut mempunyai

fungsi :

a. Jaminan atas kebenaran tentang status tanah, pemegang hak dan

keabsahan bahwa pelaksanaan jual beli tanah dilakukan sesuai

hukum yang berlaku sesuai hukum yang berlaku dan telah memenuhi

asas terang.

b. Perwakilan dari warga desa sebagai bentuk dari asas publisitas, untuk

jual beli tanah yang dilakukan dihadapan PPAT minimal terdapat 2

(dua) orang saksi yaitu terdiri dari Kepala Desa/Camat dan seseorang

dalam wilayah desa dimana terdapat tanah yang menjadi objek jual

beli.

Asas tunai terang sebagaimana telah dijelaskan diatas terwujud dalam

akta jual beli tanah yang ditandatangani para pihak di lakukan di hadapan

PPAT, sekaligus menjadi bukti bahwa telah terjadi proses pemindahan hak

atas tanah dari penjual kepada pembelinya disertai pembayaran sesuai harga

tanah yang telah disepakati.35

3. Prosedur Jual Beli Tanah

35
Ibid, hlm 16.

25
Sebelum kita membeli sebidang tanah, maka kiranya perlu dilakukan

secara hati-hati, dikarenakan banyaknya terjadi hal-hal yang bersifat kurang

menguntungkan dikemudian harinya bagi pembeli, misalnya tanah dalam

keadaan sengketa ataupun tanak terletak dalam lokasi daerah yang terkena

penertiban dan sebagainya. Ada hal penting yang perlu diperhatikan dari jual

beli tanah, yaitu penjual dan pembeli. Untuk penjual terdapat beberapa hal

yang perlu diperhatikan dalam melakukan jual beli tanah. Hal pertama yang

harus dalam melakukan jual beli tanah adalah, calon penjual harus berhak

menjual tanah tersebut, atau dengan kata lain sipenjual adalah pemegang hak

yang sah dari hak atas tanah itu.

Apabila pemegang hak hanya satu, maka ia berhak untuk menjual

sendiri tanah itu, tapi jika pemegang hak atas tanah tersebut terdiri dari dua

orang atau lebih, maka yang berhak menjual tanah itu adalah semua

pemegang hak itu secara bersama-sama tidak boleh hanya seorang saja yang

bertindak sebagai penjual jual beli tanah yang dilakukan oleh orang yang

tidak berhak adalah batal demi hukum, artinya semula hukum menganggap

tidak pernah terjadi jual beli, dalam hal demikian maka kepentingan pembeli

sangat dirugikan.

Hal kedua, apakah penjual berwenang untuk menjual, mungkin terjadi

bahwa seseorang berhak atas suatu hak atas tanah akan tetapi orang itu tidak

berwenang menjualnya kalau tidak dipenuhi syarat tertentu, misalnya tanah

tersebut milik anak dibawah umur atau milik seseorang yang berada dibawah

pengampun. Jika suatu jual beli tanah dilakukan tetapi ternyata yang menjual

26
tidak berwenang menjual atau sipembeli tidak berwenang membeli, walaupun

di penjual adalah berhak atas tanah itu atau si pembeli berhak membeli, maka

akibatnya jual beli itu dapat dibatalkan oleh pihak-pihak yang

berkepentingan. Lagi pula Kantor Pendaftaran Tanah akan menolak

pendaftaran jual beli itu.36

Hal ketiga, yang perlu diperhatikan adalah, apakah penjual boleh

menjual tanah yang akan dijadikan objek jual beli. Seseorang mungkin berhak

menjual sebidang tanah juga orang tersebut berwenang melakukan penjualan

tetapi dia tidak atau belum boleh menjual tanah itu. Misalnya seseorang

mempunyai tanah Hak Barat atau tanah bekas Hak Indonesia yang pernah

didaftar atau Hak Milik menurut UUPA, tetapi belum terdaftar pada kantor

pertanahan atau sertifikatnya hilang, maka orang tersebut belum boleh

menjual tanah itu, ia harus mengurus dan memperoleh sertifikatnya terlebih

dahulu setelah itu baru boleh dijual.37

Hal keempat, adalah apakah penjual dan pembeli bertindak sendiri

atau sebagai kuasa Penjual/Pembeli mungkin bertindak sendiri atau selaku

kuasa. Baik Penjual/Pembeli maupun melalui kuasa, identitasnya harus jelas.

Kalau penjula/pembeli adalah orang (manusia), maka identitas itu adalah

nama, umur (tanggal lahir), kewarganegaraan, pekerjaan, tempat tinggal,.

Semua itu dapat dibaca dakam Kartu Tanda Penduduk atau Paspor. Apabila

penjual/pembeli adalah badan hukum, maka identitasnya dadalah nama,

36
Effendi Perangin, Praktek Jual Beli Tanah, (Jakata : Rajawali Pers, 1987), hlm 13.
37
Ibid, hlm 20.

27
bentuk badan hukumnya, kedudukan badan hukum, pengurus-pengurusnya

semua itu dapat diketahui /anggaran dasar/peraturan perundangan

pembentuknya.38

Dalam hal penjual/pembeli bertindak melalui kuasa, maka surat kuasa

khusus untuk menjual harus ada. Kuasa umum yang menurut lazimnya hanya

untuk melakukan pengurusa tidak berlaku untuk menjual. Kuasa itu harus

tegas untuk menjual tanah yang akan dijual itu.

Persiapan-persiapan yang dilakukan dalam jual beli tanah menurut

Peraturan UUPA yaitu berupa :39

a. Calon pembeli dan penjual sepakat untuk melakukan jual beli

menentukan sendiri segala sesuatunya, tentang tanah dan harganya.

b. Calon pembeli dan penjual datang sendiri atau mewajibkan kepada

orang lain dengan surat kuasa, menghadap kepada Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT) (Kepala Kecamatan, Notaris atau lainnya yang

diangkat oleh pemerintah).

c. Dalam hal tanh yang akan dijual itu belum dibukukan (belum

bersertifikat), maka diharuskan kehadiran Kepala Desa atau seorang

anggota Pemerintah Desa yang disamping akan bertindak sebagai

saksi, juga menjamin bahwa tanah yang akan dijual itu memang betul

adalah milik penjual dan ia berwenang untuk menjualnya.

38
Ibid, hlm 30.
39
Ibid, hlm 40.

28
d). Dalam hal tanah yang akan dijual itu sudah dibukukan (sudah ada

sertifikat) dihadiri dua orang saksi, tidak harus Kepala Desa dan

anggota pemerintah desa. Tetapi apabila Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT) menganggap perlu (jika ada keraguan tentang wewenang

orang yang melakukan jual beli itu), maka PPAT dapat meminta

kehadiran Kepala Desa dan seorang anggota Pemerintah Desa dari

tempat letak tanah yang akan dijual.

e). Kalau tanah yang dijual telh dilakukan, penjual harus menyerahkan

sertifikat, tetapi kalau belum dibukukan sebagai gantinya harus dibuat

surat keterangna dari Kepala Kntor Pertanahan yang menyatakan

bahwa tanah itu belum dibukukan.

f). Setelah PPAT merasa cukup persyaratan, tidak ada halangan,

(umpamanya ada persengketaan) dan tidak ragu-ragu lagi, maka

PPAT membuat Akta Jual Beli Tanah tersebut.

g). Selanjutnya dengan telah adanya akta tersebut, maka PPAT

menguruskan pendaftaran sampai mendapat sertifikat.

4. Para Pihak Dalam Jual Beli Tanah

Bahwa jual beli menunjukan dari satu pihak perbuatan itu dinamakan

menjual, sedangkan dipihak lain dinamakan pembeli. Istilah ini yang mencakup

dua perbuatan timbal bali. Suatu perjanjian dengan mana pihak yang lain untuk

29
membayar harga yang disepakati. Jual beli adalah perbuatan timbal balik dalam

mana pihak yang satu (penjual) bersedia untuk menyerahkan hak milik atas

suatu barang, sedangkan pihak yang lainnya (pembeli) bersedia untuk membayar

harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik

tersebut.

a. Pihak Camat Dalam Jual Beli Tanah

Dalam hal ini Camat selaku PPAT melakukan pemeriksaan terhadap

semua dokumen yang menjadi syarat dalam pembuatan akta jual beli,

kewenangan para pihak yang akan melakukan jual beli serta hal-hal lain

yang dipandang perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan, yaitu :40

- Dokumen-dokumen yang harus dipenuhi oleh penjual maupun pembeli,

yaitu foto kopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pihak penjual dan pihak

pembeli, KTP asli harus ditunjukkan kepada Camat selaku PPAT selama

proses pembuatan akta jual beli tanah, sertifikat asli tanah yang akan

dijual, Tanda bukti lunas PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) untuk tahun

sebelumnya dan surat kuasa dari penjual/pembeli apabila tidak bisa hadir

dalam proses pembuatan akta jual beli, hal ini dikuasakan kepada pihak

ketiga/suami atau istrinya;

- Pembeli yang sudah memiliki lima sertifikat tanah, tidak diperbolehkan

membeli tanah karena untuk pemerataan;

40
Febrinayanti Dantes, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Vol 9, No.3, 2021, hlm 36.

30
- Tanah yang menjadi objek perjanjian bukan merupakan tanah sengketa;

- Pihak-pihak yang harus hadir di dalam pembuatan akta jual beli tanah,

adalah Pihak Pembeli (penerima hak atas tanah/kuasanya), Pihak Penjual

(pemilik tanah/kuasanya), dua orang saksi dan Camat/PPAT.

b. Pihak PPAT dalam Jual Beli Tanah

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) memang pejabat umum yang

berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta tetentu tidak

dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang

diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan

kepastian, ketertiban, dan perlinfungan hukum. Selain akta otentik yang

dibuat oleh atau di hadapan PPAT, bukan saja karena diharuskan oleh

peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikendaki oleh pihak

yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi

kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi masyarakat secara

keseluruhan.41

Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai

dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada PPAT. Namun PPAT

mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa apa yang termuat dalam

Akta PPAT sunguh-sungguh telah dimengerti dengan kehendak para pihak,

yakni dengan cara membcakannya sehingga menjadi jelas isi Akta PPAT,

serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap


41
Soedharyo Soimin Pejabat Pembuat Akta Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, Vol.5, No.1,
2018, hlm 242.

31
peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak

penandatanganan akta. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat

yang berwenang membuat akta dari perjanjian-perjanjian yang bermaksud

memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah,

menggadaikan tanah atau meminjamkan uang dengan hak atas tanah sebagai

tanggungan.

Bila dilihat dari tugas PPAT tersebut, nampak bahwa tugas PPAT

adalah pembuatan akta dalam kaitannya dengan kepastian dan Perlindungan

Hukum terhadap Persertifikatan atas Tanah Hak Milik. Misalnya dalam

kasus jual beli tanah, perjanjian-perjanjian yang bermaksud memindagkan

hak atas tanah atau memberikan sesuatu hak baru atas tanah, harus

dilakukan dihadapan PPAT.

c. Pihak Saksi Dalam Jual Beli Tanah

Secara umum saksi merupakan salah satu alat bukti yang diakui

dalam perundang-undangan. Sebagai alat bukti yang sah, saksi adalah

seseorang yang memberikan kesaksian, baik dengan lisan maupun secara

tertulis atau tanda tangan, yakni menerangkan apa yang ia saksikan sendiri,

baik itu berupa perbuatan atau tindakan dari orang lain atau suatu keadaan

ataupun suatu kejadian.42

Dalam pembuatan akta jual beli tanah diperlukan saksi-saksi yang

mengetahui tentang isi dari akta. Saksi disini diperlukan agar disaat ada

42
Lumban Tobing, 1983, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, hlm 168.

32
gugatan dari pihak lain yang menganggap akta jual beli yang dibuat tidak

sah, maka saksi ini dapat diminta keterangan untuk meluruskan

permasalahan yang timbul. Saksi dalam pembuatan akta jual beli tanah

harus dihadiri sekurang-kurangnya dua orang.

Dalam kenyataannya saksi yang digunakan oleh Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT) untuk pembuatan akta jual beli tanah yang sudah

terdaftar adalah karyawan atau pegawai PPAT, sedangkan bagi tanah yang

belum terdaftar umumnya digunakan dua orang saksi yaitu Kepala Desa dan

seorang anggota pemerintah desa atau kelurahan letak bidang tanah

bersangkutan.

Pada dasarnya setiap orang dapat menjadi saksi, demikian juga

halnya untuk Akta Jual Beli Hak Milik atas tanah, saksi yang hadir dalam

pembuatan akta ini harus terdiri dari 2 (dua) orang dan telah dikenal oleh

PPAT atau diperkenalkan oleh salah satu pihak. Syarat untuk menjadi saksi

dalam pembuatan akta jual beli hak milik atas tanah terdapat dalam Pasal 40

ayat (2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris.43

5. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Jual Beli Tanah

a. Hak dan Kewajiban Pihak Camat Dalam Jual Beli Tanah

Camat sebagai PPAT sementara adalah bertujuan untuk membantu

kelancaran dalam tugas-tugas administrasi pertanahan yaitu membuat akta

tanah yang merupakan akta otentik mengenai semua perbuatan hukum yang
43

33
meliputi jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan ke dalam perusahaan ,

pembagian hak bersama, pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas

Tanah Hak Milik, pemberian Hak Tanggungan mengenai hak atas dan Hak

Milik Atas Satuan Rumah Ssusun dengan daerah kerja di dalam wilayah

keraja jabatannya.44

Camat sebagai PPAT sementara dalam menjalankan tugasnya

mempunyai kewenangan membuat akta otentik mengenai semua perbuatan

hukum mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun

yang terletak di dalam daerah kerjanya. Namun demikian kewenangan

tersebut hanya meliputi wilayah kerjanya saja. Hal ini ditegaskan dalam

ketentuan Pasal 4 yang menyatakan bahwa PPAT hanya berwenang

membuat akta mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Satuan Rumah

Ssusun yang terletak di dalam daerah kerjanya.

Camat sebagai PPAT sementara melaksanakan tugas dan

kewenangannya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan

serta kewenangan khusus yang diberikan oleh Kepala Kantor Pertanahan.

Berkaitan dengan pembuatan akta tanah, Camat sebagai PPAT sementara

bekerja dengan penuh kehati-hatian. Dalam pelaksanaan tugas dan

kewenangan Camat sebagai PPAT Sementara dalam pembuatan akta-akta

tentang tanah.

b. Hak dan Kewajiban Pihak PPAT Dalam Jual Beli Tanah

44
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Rajawali Press, 1997,
hlm 36.

34
Tugas pokok dan kewenangan PPAT berdasarkan Pasal 2 Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Peraturan Jabatan Pejabat

Pembuat Akta Tanah (PPAT), sebagai berikut :

- PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran

tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan

hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan

Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran tanah yang

diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.45

- Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai

berikut yaitu jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam

perusahaan, pembagian harta bersama, pemberian Hak Guna Bangunan

atau Hak Pakai atas tanah Hak Milik, pemberian hak tanggungan dan

pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan.

Berdasarkan penjelasan Pasal di atas, dalam melaksanakan tugas

pokoknya, seorang PPAT mempunyai kewenangan membuat akta otentik

mengenai semua perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 2

sesuai dengan jabatan PPAT sebagai pejabat umum, maka akta yang

dibuatnya diberi kedudukan sebagai akta otentik.

Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang

Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yaitu PPAT hanya

berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas

45
A.P.Perlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, CV Mandar Maju, Bandung 2009,
hlm 4.

35
Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya, dan akta tukar

menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan, dan akta pembagian hak

bersama mengenai beberapa hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan

Rumah Susun yang tidak semuanya terletak di dalam daerah kerja seorang

PPAT dapat dibuat oleh PPAT yang daerah kerjanya meliputi salah satu

bidang tanah atau satuan rumah susun yang haknya menjadi obyek

perbuatan hukum dalam akta.

c. Hak dan Kewajiban Pihak Saksi Dalam Jual Beli Tanah

Berdasarkan pada Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

2016 tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah disebut dengan jelas

bahwa Akta PPAT harus dibacakan /dijelaskan isinya kepada para pihak

dengan dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi sebelum

ditandatangani seketika itu juga oleh para pihak, saksi-saksi dan PPAT pada

dasarnya untuk pemenuhan sifat otentik dari akta, pembacaan akta

dilakukan sendiri oleh PPAT, penandatangan para pihak, saksi dan oleh

PPAT, dilakukan segera setalah pembacaan akta dimaksud.

Dalam pembuatan perjanjian jual beli tanah, diperlukan saksi-saksi

yang mengetahui isi dari perjanjian tersebut. Saksi disini diperlukan agar

disaat ada gugatan dari pihak lain yang menganggap jual beli tanah tersebut

tidak sah, maka saksi ini dapat dimintai keterangan untuk meluruskan

permasalahan yang timbul, dan saksi dalam jual beli disini harus terdiri dari

satu atau minimal dua orang.

36
Hak milik atas tanah, baru beralih kepada pembelinya jika telah

dilakukan apa yang disebut penyerahan yuridis, yang wajib diselenggarakan

dengan pembuatan akta dimuka dan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT), dengan dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi. Bukanlah Kepala Desa

dan juru tulisnya harus mengenal betul pemilik tanah, saksi secara umum.

Saksi ada 2 (dua) yaitu mereka yang melihat, mendengar, dan mengalami

peristiwa-peristiwa yang jadi persoalan dan saksi yang waktu perbuatan

hukum dilakukan sengaja telah diminta untuk menjadi saksi.46

Menurut Pasal 171 HIR bahwa yang diterangkan oleh saksi adalah

apa yang ia lihat, dengar atau rasakan sendiri, lagi pula tiap-tiap kesaksian

harus disertai alasan-alasan apa sebabnya, sebagaimana ia sampai

mengetahui hal-hal yang diterangkan olehnya. Perasaan yang istimewa,

yang terjadi karena akal, tidak dipandang sebagai penyaksian. Kedudukan

saksi akta Notaris/PPAT berbeda dengan saksi pada umumnya sebagaimana

tersebut. Selain akta Notaris/PPAT atau saksi pada umumnya merupakan

saksi yang mendengar, melihat sendiri suatu peristiwa yang terjadi,

misalnya jika terjadi jual beli dan dilakukan penyerahan sertifikat dan uang

pembelian dari pembeli tanah kepada penjual tanah, maka secara fisik saksi

tersebut melihat sendiri peristiwa tersebut.

C. Tinjauan Umum Tentang Akta Jual Beli Tanah

1. Pengertian Akta Jual Beli Tanah

46
Effendi Perangin, Praktek Jual Beli Tanah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994,
hlm 12.

37
Akta jual beli tanah adalah akta otentik yang dibuat oleh Pejabat

Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah

karena jual beli. Pasal 37 PP Nomor 24 Tahun 1997 mengharuskan bahwa

pemindahan hak atas tanah hanya bisa didaftar apabila dibuktikan dengan akta

yang dibuat oleh pejabat yang ditunjuk, untuk jual beli tanah yaitu akta

PPAT.47

Akta jual beli tanah adalah singkatan dari AJB yang berarti dokumen

otentik berupa bukti aktivitas jual beli serta peralihan hak atas tanah atau

bangunan. Untuk mendapatkannya, kita tidak dapat membuatnya sendiri sebab

hanya Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berhak membuat AJB.

Ketika akan ditandatangani pun, prosesnya harus dilakukan dan didampingi

PPAT, AJB tanah juga berbeda dari Sertifikat Hak Milik (SHM) atau dokumen

bukti kepemilikan paling tinggi dan kuat dari tanah, rumah, dan properti

lainnya.48

Akta Jual Beli (AJB) adalah syarat saat melakukan transaksi jual beli

tanah atau bangunan agar dianggap sah dimata hukum. Dengan adanya AJB,

tanah yang menjadi objek transaksi sudah bisa dialihkan kepemilikannya dari

penjual kepembeli. AJB tanah adalah akta jual beli yang merupakan tanda

bukti jual beli tanah. Sama halnya saat kita membeli rumah, jangan lupa untuk

memperhatikan Akta Jual Beli tersebut.

47
A. Silviana, K. Anami, and H. Djoko Waloejo, “Memahami Pentingnya Akta Jual Beli
(AJB) dalam Transaksi Pemindahan Hak Atas Tanah Karena Jual Beli Tanah”, Vol.3, No.2,
PP.191-195, Nov.2020, hlm 10.
48
https://www.rumah.com/panduan-properti/penulis/editorialid dikunjungi pada tanggal
15 Oktober 2022.

38
Berdasarkan ketentuan Pasal 1457 KUH Perdata, akta jual beli adalah

suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk

menyerah suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang

telah dijanjikan. Dalam pembuatan akta jual beli jual beli hak atas tanah maka

“suatu kebendaan” yang dimaksud diatas adalah hak atas tanah.49

Akta jual beli hak atas tanah, termasuk hak milik atas satuan rumah

susun dibuat oleh PPAT manakala terjadi kesepkatan dari dua pihak dimana

pihak yang satu menjual (pihak penjual) dan pihak lainnya membeli (pihak

pembeli) terhadap sebidang hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah

susun.

Unsur esensial yang ada dalam perjanjian jual beli hak atas tanah atau

hak milik atas satuan rumah susun adalah adanya pertukaran anatara uang

dengan barang (yang dalam hal ini adalah hak atas atau hak milik atas satuan

rumah susun). Akibat hukum yang terjadi dengan ditandatanganinya akta jual

beli adalah bahwa sejak saat itu hak atas tanah menjadi milik pembeli dan uang

yang akan dibayarkan oleh pembeli menjadi milik penjual. Pertukaran

kepemilikan anatara penjual dan pemebeli tersebut diatas terjadi bersamaan

pada saat ditandatanganinya akta jual beli.

2. Pengaturan Akta Jual Beli Tanah

Berdasarkan pasal 1457 KUH Perdata yang menyebutkan jual beli

adalah suatu persetujuan, yang mana pihak yang satu mengikatkan dirinya
49
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian Jual Beli, Bandung, Mandar Maju,
Tahun 2011 hlm.4.

39
untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain membayar harga yang

telah diperjanjikan.50 Jual beli merupakan proses peralihan hak yang sudah ada

sejak jaman dahulu, dan biasanya diatur dalam hukum adat, dengan prinsip

terang dan tunai. Terang artinya dilakukan di hadapan Pejabat Umum yang

berwenang dan Tunai artinya dibayarkan secara tunai. Jadi apabila harga belum

lunas, maka belum dapat dilakukan proses jual beli dimaksud.

Semenjak diterbitkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) diterbitkan suatu Peraturan

Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT) (selanjutnya disingkat PP Nomor 24 Tahun 2016), sebagai

pelengkap dari Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Tanah dan telah

dijanjikan pada peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah (PP Nomor 24 Tahun 1997) Pasal 7 maka tugas dan ruang

lingkup jabatan PPAT lebih jelas dan rinci.

Jual beli atas tanah diatur dalam UUPA, yang selanjutnya diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Peraturan Pelaksanaan

UUPA, di dalam Pasal 19 menentukan bahwa jual beli tanah harus dibuktikan

dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta

Tanah (PPAT). Dalam Perundang-undangan PPAT maupun Notaris adalah

merupakan Pejabat umum yang diberikan kewenangan membuat akta otentik

tertentu, yang membedakan keduanya adalah Landasan hukum berpijak yang

50
Soedharyo Soimin, Status Hak dan Pembebebasan Tanah, Sinar grafika, Jakarta, 2008,
hlm 86.

40
mengatur keduanya. PPAT diatur dalam UUPA, PP Nomor 24 Tahun 2016,

sedangkan Pejabat Notaris diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun

2004 tentang Jabatan Notaris (Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004).

Berdasarkan Pasal 1 PP Nomor 24 Tahun 2016 tentang Peraturan

Jabatan Pembuat Akta Tanah (PPAT) menyebutkan :

a. Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPPAT, adalah pejabat

umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai

perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas

Satuan Rumah Susun.

b. PPAT sementara adalah Pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya

untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah

yang belum cukup terdapat PPAT.

c. PPAT Khusus adalah Pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk

karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta

PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas

pemerintah tertentu.

PPAT melaksanakan sebagian dari kegiatan pendaftaran tanah dengan

tugas pembuatan akta otentik sebagai bukti telah dilakukan perbuatan hukum

tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang

dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang

diakibatkan oleh perbuatan hukum itu di daerah kerjanya yang ditentukan oleh

41
pemerintah (kompetensi absolute) yakni kabupaten atau kota satu wilayah dengan

wilayah kerja Kantor Pertanahan.

Dalam UUPA istilah jual beli hanya disebutkan dalam Pasal 26 yaitu yang

menyangkut jual beli hak milik atas tanah. Pada Pasal lainnya tidak menyebutkan

jual beli tetapi disebutkan sebagai dialihkan, pengertian dialihkan menunjukan

suatu perbuatan hukum yang disengaja untuk memindahkan hak atas tanah kepada

pihak lain tanah melalui jual beli, hibah, tukar menukar, dan hibah wasiat. Jadi

meskipun dalam pasal hanya disebutkan dialihkan, termasuk salah satunya adalah

perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah karena jual beli. Sejak berlakunya

PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, jual beli atas tanah

dilakukan oleh para pihak dihadapan PPAT yang bertugas membuat aktanya. 51

Akta jual beli yang dibuat dan ditandatangani dihadapan Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT) membuktikan bahwa benar telah dilakukan perbuatan hukum

pemindahan hak atas suatu tanah dan disertai dengan pembayaran harga, serta

membuktikan bahwa penerima hak atau pembeli sudah menjadi pemegang hak

yang baru dengan memiliki bukti dari kepemilikan atas tangan tersebut.

3. Isi Akta Jual Beli Tanah

Akta jual beli tanah adalah akta otentik yang dibuat oleh Notaris atau

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Dokumen akta jual beli tanah biasanya

akan berisi detail aktivitas jual beli properti yang meliputi nama penjual, pembeli,

51
Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta,
2007, hlm 77.

42
tanggal waktu penyerahan, poin kesepakatan, serta keterangan lahan/bangunan

yang menjadi objek transaksi.

Pembuatan AJB tanah hanya berhak dilakukan oleh PPAT dan proses

penandatanganannya harus dilakukan serta didampingi PPAT. Dengan membuat

Akta Jual Beli tanah, kepemilikan sebuah lahan sudah bisa dialihkan serta dibalik

nama dan dianggap sah secara hukum. Sementara itu, ada pula PPJB atau

Perjanjian Pengikat Jual Beli. Secara fungsi, PPJB merupakan dokumen yang

menyatakan proses peralihan hak atas tanah atau rumah melalui proses jaul beli.

Namun dibandingkan dengan AJB tanah, PPJB bersifat non-otentik dan dibuat

oleh pihak penjual atau pembeli tanpa melibatkan notaris dan PPAT. Jadi bisa

disimpulkan PPJB bersifat tidak wajib namun bisa dibuat sebagai pengikat calon

pembeli sesuai dengan kesepakatan yang telah ditulis. 52

Akta Jual Beli (AJB) biasanya ada saat melakukan transaksi jual beli

properti. AJB merupakan dokumen otentik yang dibuat oleeh Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT) untuk peralihan hak atas tanah dan bangunan. PPAT diangkat

oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN). Prosedurnya, penjual dan

pembeli menandatangani AJB di depan PPAT di depan para saksi. Biaya

pembuatan AJB biasanya 1 persen dari transaksi yang tertera di akta, dan biasanya

baik penjual dan pembeli menanggung biaya pembuatan akta ini.

Fungsi Akta Jual Beli Tanah :

52
https://www.rumah.com.Akta-Jual-Beli-Tanah dikunjungi pada tanggal 15 Oktober
2022.

43
a. Bukti adanya transaksi jual beli bangunan atau tanah yang sah dengan

kesepakatan harga dan ketentuan lain yang disetujui dari dua belah pihak,

b. Sebagai landasan agar pihak penjual atau pembeli memenuhi kewajiban

masing-masing dalam proses jual beli rumah atau tanah, dan

c. Apabila salah satu pihak gagal memenuhi kewajiban, maka akta jual beli dapat

digunakan sebagai bukti untuk menuntut kewajiban pihak yang lalai.

Akta Jual Beli tanah adalah dokumen yang tidak bisa dilewatkan ketika

anda melakukan proses jual beli tanah dan bangunan. Akta Jual Beli tanah

memilki beberapa fungsi yang harus dipahami diantaranya :

a. AJB tanah menjadi bukti sah atas transaksi jual beli tanah atau bangunan yang

disepakati dengan harga tertentu dan ketentuan yang tertera di dalamnya telah

disetujui pihak penjual serta pembeli.

b. Bukti perkara apabila salah satu pihak dalam jual beli tidak mampu memenuhi

kewajibannya.

c. Bukti sah bagi penjual dan pembeli yang menyatakan kedua belah pihak telah

memenuhi serta kewajiban masing-masing.

Isi Akta Jual Beli tanah adalah Tanggal waktu penyerahan, data diri pihak

penjual, data diri pihak pembeli, data-data mengenai tanah atau rumah yang

diperjual belikan (mencakup harga, luas, dan lokasi), kop surat notaris atau PPAT,

44
poin-poin kesepakatan yang telah disetujui bersama anatara kedua belah pihak,

dan Tanda-tanda kedua belah pihak diatas materai.53

4. Kekuatan Pembuktian Akta Jual Beli Tanah

Akta Jual Beli (AJB) merupakan akta otentik atau dokumen sebagai bukti

yang menujukkan telah terjadinya proses jual beli sehingga terjadi peralihan hak

atas tanah dan bangunan. Akta ini tidak bisa dibuat sendiri begitu saja karena yang

berwenang untuk membuatnya adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Sementara itu, PPAT diangkat oleh kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI.

Kekuatan pembuktian yang melekat pada akta jual beli atau akta otentik

adalah kekuatan yang sempurna dan artinya pembuktiannya cukup dengan akta itu

sendiri kecuali adanya bukti lawan (tegen bewijs) yang membuktian sebaliknya

dari akta tersebut, kata mengikat ini artinya hakim terikat dengan akta itu sendiri

selama akta yang dibuat itu sesuai dengan ketentuan-ketentuan sahnya suatu akta

yang sebagaimana diatur dalam didalam Pasal 1886 Undang-undang Hukum

Perdata.54

Akta otentik sebagai alat bukti yang dianggap terkuat dan terpenuh.

Menetapkan hubungan hukum antara para pihak secara jelas yang menyangkut

hak dan kewajiban, akta sendiri dibuat untuk menjamin kepastian hukum dan agar

dapat menghindari terjadinya sengketa dikemudian hari. Kewenangan untuk

membuat akta otentik ini salah satunya ada pada Pejabat Notaris.

53
Djoko Waloejo, Pengertian Isi Akta Jual Beli Tanah, Vol 3, No.2,PP.191, Nov.2020.
54
Subekti, Kekuatan Pembuktian, Jakarta : Pradnya Paramita 2010, hlm 33.

45
Akta Notaris adalah pejabat yang berwenang untuk membuat akta otentik,

kecuali untuk akta-akta tertentu secara tegas disebut dalam perundang-undangan

bahwa selain Notaris ada pejabat lain yang berwenang membuatnya atau untuk

perbuatan akta otentik tertentu, pejabat lain itu dinyatakan sebagai satu-satunya

pejabat yang berwenang membuatnya. Peranan dan kewenangan Notaris sangat

penting bagi kehidupan masyarakat, yang mengakibatkan perbuatan dan perilaku

Notaris dalam menjalankan jabatannya terhadap penyalahgunaan yang dapat

merugikan masyarakat terutama pihak yang membuat akta otentik yang dibuat

oleh atau dihadapan Notaris.55

Kekuatan akta Notaris sebagai alat bukti terletak pada kekhasan karakter

pembuatnya, yaitu Notaris sebagai Pejabat Umum yang secara khusus telah

diberikan wewenang untuk membuat akta-akta otentik sebagai alat bukti yang

sempurna merupakan bukti yang cukup untuk kedua belah pihak dan orang-orang

yang mendapat hak dari pada akta otentik tersebut. Dengan bukti yang cukup atau

sempurna diartikan oleh Hakim diaggap benar, kecuali apabila diajukan bukti

perlawanan. Jadi Hakim harus mengakui apa yang tertulis dalam akta selama

ketidakbenarannya tidak dapat dibuktikan. Kekuatan akta Notaris sebagai bukti

yang sempurna masih dapat digugurkan berdasarkan bukti lawan yang kuat.56

Akta jual beli tanah atau akta otentik menurut Pasal 1868 KUHPerdata,

yaitu suatu akta yang di dalam bentuk yang ditetapkan oleh Undang-undang,

dibuat oleh atau dihadapan Pegawai Umum yang berkuasa untuk itu, ditempat di

55
Hbaib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Bandung : Refika Aditama, 2008, hlm.74.
56
R.Subekti, Hukum Pembuktian, Pradya Paramita, Jakarta, 2005, hlm 40.

46
mana akta dibuatnya. Akta otentik mempunyai tiga macam kekuatan, oleh karena

itu dalam pembuatan suatu akta otentik oleh Notaris, ada 3 (tiga) aspek akta

Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan nilai pembuktian yaitu :

a. Lahiriah

Kemampuan lahiriah akta Notaris, merupakan kemampuan akta itu

sendiri untuk membuktikan keabsahannya, sebagai akta otentik. Jika dilihat

dari luar lahiriah sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum

yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik, artinya sampai ada

yang dapat membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara

lahiriah. Nilai pembuktian akta Notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut

harus dilihat apa adanya, bukan dilihat ada apa. Secara lahiriah tidak perlu

dipertentangkan dengan alat bukti lainnya. Jika ada yang menilai bahwa

suatu akta Notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta, maka yang

bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan

akta otentik.57

Penyangkalan atau pengingkaran secara lahiriah akta Notaris sebagai

akta otentik, bukan akta otentik, maka penilaian pembuktiannya harus

didasarkan pada syarat-syarat akta Notaris sebagai akta otentik. Pembuktian

semacam ini harus dilakukan melalui upaya gugatan ke pengadilan.

Penggugat harus dapat membuktikan bahwa secara lahiriah akta yang

menjadi objek gugatan bukan akta Notaris.

57
M.Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hlm 48.

47
b. Formal

Akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa suatu kejadian dan

fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau

diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum

dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuatan

akta. Secara formal untuk membutikan kebenaran dan kepastian tentang

hari, tanggal, bulan, tahun pukul (waktu) menghadap, dan para pihak yang

menghadap, paraf dan tanda tangan para pihak atau penghadap, saksi dan

Notaris, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh

Notaris, (pada akta pejabat/berita acara), dan mencatatkan keterangan atau

pernayataan para pihak atau penghadap (pada akta pihak).58

c. Materil

Merupakan kepastian tentang suatu akta, karena apa yang tersebut

dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang

membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum,

kecuali ada pembuktian sebaliknya. Keterangan atau pernyataan yang

dituangkan atau dimuat dalam akta pejabat atau akta berita acara, atau

keterangan para pihak yang diberikan atau disampaikan dihadapan Notaris

akta pihak dan para pihak harus dinilai berkata benar dan kemudian

dituangkan atau dimuat dalam akta harus dinilai telah berkata benar. Jika

58
Habib Adjie , Hukum Notaris Indonesia, Cetakan Ketiga, Revika Aditama, Surabaya,
2011, hlm 19.

48
ternyata pernyataan atau keterangan para penghadap tersebut menjadi tidak

benar, maka hal tersebut menjadi tanggung jawab para pihak itu sendiri.59

Dengan demikian isi akta Notaris mempunyai kepastian sebagai yang

sebenarnya, dan menjadi bukti yang sah untuk atau di antara para pihak dan para

ahli waris serta penerima hak mereka. Jika akan membuktikan aspek materil dari

akta, maka yang bersangkutan harus dapat membuktikan bahwa Notaris tidak

menerangkan atau menyatakan yang sebenarnya dalam akta pejabat, atau para

pihak yang telah berkata benar dan harus dilakukan pembuktian terbalik untuk

menyangkal aspek materil dan akta Notaris.60

Ketiga aspek tersebut diatas merupakan kesempurnaan akta Notaris

sebagai akta otentik dan siapa pun terikat oleh akta tersebut. Jika dapat dibuktikan

dalam suatu persidangan pengadilan, bahwa ada salah satu aspek tersebut tidak

benar, maka akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian

sebagai akta di bawah tangan atau akta tersebut didegradasikan dalam kekuatan

pembuktian sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di

bawah tangan.61

59
Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan akta Notaris, Revika Aditama, Surabaya, 2010,
hlm 30.
60
Sjaifurrachman, Aspek Pertanggung Jawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta, Mandar
Maju, Surabaya, 2011, hlm 118.
61
Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan akta Notaris, Revika Aditama, Surabaya, 2010,
hlm 31.

49
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini berjenis penelitian hukum Normatif dan Empiris.

Penelitian normatif adalah tipe penelitian yang berdasarkan pada ketentuan-

ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengkaji tentang pelaksanaan

peralihan jual beli tanah tanpa dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Sedangkan penelitian empiris adalah menggunakan data primer melalui

penelitian lapangan atau memperoleh datanya secara langsung dari

masyarakat.62

B. Lokasi Penelitian

62
Rony Hanitiji Soemitro, Metode Penelitian Hukum Jurimetri, Cetakan 4, Ghalia
Indonesia, Jakrta, 1990, hlm 11.

50
Lokasi penelitian yang dilakukan yaitu di Kantor Camat Tinanggea,

Kantor Kepala Desa Lapoa dan Kantor Kepala Desa Telutu Jaya serta di

Kantor Notaris Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan yang

terletak di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan pertimbangan di lokasi tersebut

di peroleh data terkait penelitian penulis.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek dengan, waktu, atau tempat dengan

sifat dan ciri yang sama.63 Penelitian mengambil populasi dalam penelitian ini

yaitu masyarakat Desa Lapoa dan Desa Telutu Jaya Kecamatan Tinanggea

Kabupaten Konawe Selatan.

2. Sampel

Sampel adalah himpunan bagian atau sebagian atau sebagaian dari

populasi.64 Pengambilan sampel dalam data empiris berdasarkan jumlah :

a). 1 (satu) orang Camat selaku Camat Kecamatan Tinanggea.

b). 2 (dua) orang Kepala Desa sebagai Kepala Desa Lapoa dan Kepala Desa

Telutu Jaya Kecamatan Tinanggea.

c). 1 (satu) orang Notaris.

63
Mukti Fajar Nur Dewata, dkk., 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris, hlm 174.
64
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta:Raja Grafindo Persada,
2003), hlm 119.

51
d). 20 (dua puluh) orang Masyarakat yang melakukan Praktek Jual Beli Tanah.

D. Jenis dan Sumber Data

Sumber data yang digunakan di dalam penelitian ini di ambil dari data

primer, data sekunder, dan data tersier. Pengambilan sampel pada penelitian

ini dilakukan dengan cara sampling yaitu penarikan sampel dilakukan dengan

cara mengambil subyek yang didasarkan pada tujuan tertentu.65

1. Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber

pertama yang terkait dengan permasalahan yang akan dibahas. Yaitu

sumber data melalui wawancara pihak Kantor Pertanahan Kecamatan

Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan dan Masyarakat Desa Lapoa dan

Desa Telutu Jaya Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan.

2. Data Sekunder Merupakan sejumlah data yang diperoleh dari keterangan

atau fakta-fakta yang diperoleh secara tidak langsung, sebagian data

sekunder yang terutama adalah jurnal-jurnal Hukum yang ada kaitannya

dengan masalah yang diteliti. Adapun data sekunder dalam penelitian ini

antara lain:

a) Undang-Undang Pokok Agraria No 5 Tahun 1960

b) PeraturanPemerintah Republik Indonesia No 24 Tahun 1997 Tentang

Pendaftaran Tanah

3. Bahan Hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan atas bahan hukum primer dan sekunder diluar bidang hukum.

Bahan hukum tersier berupa media internet, kamus, buku yang berkaitan

65
Ibid, hlm. 38

52
dengan Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Jual Beli Tanah Dengan

Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah Di Kecamatan Tinanggea Kabupaten

Konawe Selatan.

E. Tekhnik Memperoleh Data

1. Metode Observasi Partisipan

Untuk mendeskripsikan pengaturan, kegiatan yang terjadi, orang

yang terlibat di dalam kegiatan, waktu kegiatan dan makna yang diberikan

oleh para pelaku yang diamati tentang peristiwa yang bersangkutan.

2. Metode Wawancara Mendalam

Metode dengan bertatap muka langsung dengan responden untuk

menanyakan perihal pribadi responden, fakta-fakta yang ada dan pendapat

maupun persepsi diri responden dan bahkan saran-saran responden. Dalam

melakukan wawancara tersebut penulis melakukannya dengan Pegawai

Kantor Pertanahan Kecamatan Tinanggea, dan masyarakat Desa Lapoa

dan Desa Telutu Jaya Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang

tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian dalam rangka

memperoleh informasi terkait objek penelitian. dalam studi dokumentasi,

peneliti melakukan penelusuran data historis objek penelitian. Studi

dokumentasi dalam hal ini penulis lakukan dengan meminta data-data dari

pihak Kantor Pertanahan Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe

Selatan dan Masyarakat Desa Lapoa dan Desa Telutu Jaya Kecamatan

53
Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan. Hal ini dilakukan agar informasi

yang didapatkan benar-benar bersumber dari objek yang dijadikan sebagai

tempat penelitian. Teknik dokumentasi ini dilakukan dalam bentuk

memotret semua kejadian yang berlangsung selama peneliti melakukan

kegiatan penelitian.

F. Analisis Data

Data yang diperoleh dari analisis berdasarkan rumusan masalah yang

diterapkan sehingga diharapkan dapat diperoleh gambaran yang jelas. Analisis

data yang digunakan adalah analisis data yang memberikan gambaran secara

jelas dan konkrit terhadap objek yang dibahas secara kualitatif dan selanjutnya

data tersebut disajikan secara deskriptif yaitu menjelaskan, menguraikan dan

menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan

penelitian ini.

54
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Dan Lokasi Penelitian

1. Kondisi Geografis

Letak geografis Kecamatan Tinanggea antara 04 ’48’87.0’LS dan

122’21’75.4’BT. Kecamatan Tinanggea mempunyai 22 Desa dan 2

Kelurahan yang berada di Kabupaten Konawe Selatan, yaitu diantaranya

desa (Lapoa, Telutu Jaya, Asingi, Bungin Permai, Lalonggasu, Lalowatu,

Lanowulu, Lapulu, Moolo Indah, Palotawo, Roraya, Akuni, Lasuai,

Ngapaaha, Tinanggea, Bomba-bomba, Tatangge, Panggoosi, Matandahi,

Matambawi, Wadonggo, Watumelewe, Wundumbolo, Torekeku, dan

Palotawo. Kecamatan Tinanggea memiliki luas wilayah 354,74 km, dimana

Kecamatan Tinanggea ini merupakan yang terluas di Kabupaten Konawe

Selatan.66

66
Zamrud Ramli, “gambaran umum Kecamatan Tinanggea hasil penelitian”,
https://www.academia.edu/29530/20/010-Kecamatan-Tinanggea-Dalam-Angka-2023, dikunjungi
Pada Tanggal 11 Mei 2023.

55
Kecamatan Tinanggea merupakan salah satu dari 22 Kecamatan

yang ada di Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Kecamatan Tinanggea meliputi 25 desa (22 desa definitif, satu desa

persiapan dan dua kelurahan, yaitu kelurahan Tinanggea dan Ngapaaha)

dengan kisaran luas wilayah antara 2,15 kilometer persegi (Torokeku)

sampai 91,24 kilometer persegi (Tatangge). Lima desa yang paling luas

wilayahnya berturut-berturut Tatangge, Roraya, Ngapaaha, Lalanggasu, dan

Wadonggo. Luas desa Tatangge mencapai 25,72 persen dari luas Kecamatan

Tinanggea. Wilayah desa Tatangge berada diujung barat wilayah

Kecamatan Tinanggea meliputi Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai.

Dari 25 desa yang ada di Kecamatan Tinanggea. 17 desa di antaranya

merupakan desa pesisir, dan delapan desa bukan desa pesisir.

Khusus Desa Lapoa memiliki luas wilayah 8,53 kilometer persegi,

dan khusus Desa Telutu Jaya memiliki luas wilayah 7,21 kilometer persegi,

kedua desa ini terletak di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe

Selatan. Desa Lapoa mempunyai 4 dusun dan desa Telutu jaya mempunyai

4 dusun.67 Masing-masing desa itu merupakan kawasan masyarakatnya

bertani dan beternak hewan.

Wilayah Kecamatan Tinanggea berada diujung selatan daratan

Sulawesi Tenggara dan Kecamatan Tinanggea memiliki batas wilayah

sebagai berikut :

67
Nanang Firdaus, “gamabaran umum luas wilayah Desa Lapoa dan Desa Telutu Jaya”,
https://telutujaya.desa.id, 10 Januari 2021, dikunjungi pada tanggal 14 Mei 2023.

56
a. Selatan berbatasan dengan Selat Tiworo

b. Barat berbatasan dengan Kabupaten Bombana

c. Utara berbatasan dengan Kecamatan Lalembu dan Andolo

d. Timur berbatasan dengan Kecamatan Palangga dan Palangga Selatan

2. Jumlah Penduduk

Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan memiliki

penduduk 24.514 jiwa. Dari jumlah tersebut jenis kelamin laki-laki lebih

dominan dari jumlah penduduk perempuan. Penduduk laki-laki berjumlah

12.462 jiwa sedangkan penduduk perempuan berjumlah 12.052 jiwa.

Tingkat pertumbuhan penduduk Kecamatan Tinanggea pada tahun 2023

sebesar 1,43% lebih rendah dibanding pertumbuhan penduduk tahun 2022

yaitu sebesar 1,55%. Kepadatan penduduk Kecamatan Tinanggea

mengalami peningkatan dari 68 jiwa perkilometer persegi tahun 2022

menjadi 69 jiwa perkilometer persegi pada tahun 2023.68

3. Keadaan Sosial

Pada masyarakat Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan

memiliki toleransi tinggi dan masyarakatnya yang memiliki pendidikan

yang cukup, sebagian masyarakatnya ada yang sekolah sampai Sekolah

Dasar (SD) dan ada juga sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP) saja.

68
Zamrud Ramli, “gambaran umum banyaknya masyarakat Kecamatan Tinanggea
Kabupaten Konawe Selatan hasil dari penelitian”, https://profilbaru.com/Tinanggea-Konawe-
Selatan, 15 April 2021, dikunjungi pada tanggal 14 Mei 2023.

57
4. Keadaan Ekonomi

Interpretasi kesederhanaan dapat dilihat dari upaya menciptakan

masyarakat yang kuat dan tahan terhadap intevensi ataupun moderenisasi

yang terus berkembang. Sehingga mereka tetap mengandalkan perangkat

yang terus berkembang. Sehingga mereka tetap mengandalkan perangkat

tradisional dalam mengelola sumber daya alam mereka agar dapat bertahan

hidup. Masyarakat Kecamatan Tinanggea menganut sistem tradisional yang

sekedar untuk memenuhi kebutuhan pribadinya karena mereka selalu

bersyukur dan merasa cukup dengan apa yang mereka miliki. Adapun mata

pencharian masyarakat Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan

sebagai berikut :

a. Pertanian dan Perkebunan

Mata pencaharian utama penduduk Kecamatan Tinanggea

adalah pertanian oleh karena itu, untuk memeperlancar roda

perekonomian Kecamatan Tinanggea bertumpu pada sektor pertanian,

khususnya ketergantungan pada penggunaan sumberdaya alam seperti

lahan. Data penggunaan lahan untuk sektor pertanian (tanaman

pangan dan perkebunan).

Kegiatan pertanian yang menimbulkan tekanan penting

terhadap lingkungan meliputi pertanian lahan basah (persawahan) dan

pertaninan lahan kering. Sedangkan kegiatan perkebunan meliputi

58
pengembangan, perkebunan jambu mete, kakao, dan tebu baik oleh

masyarakat maupun oleh pihak swasta.

b. Beternak

Kegiatan beternak dalam kawasan Kecamatan Tinanggea

seperti beternak ayam, sapi, kerbau dan burung walet. Ternak tersebut

dibuatkan kandang dan di beri makan agar tidak keluar dan

dikhawatirkan dapat merusak tanaman warga. Pemilik dapat

membawa ternaknya mencari makan pada tempat yang jauh dari

tanaman warga dan harus dijaga.

c. Nelayan

Kegiatan nelayan dalam Kecamatan Tinanggea merupakan

salah satu kegiatan penduduk yang dimana tempat kawasannya

perairan laut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pada penduduk

Kecamatan Tinanggea. Masyarakat Kecamatan Tinanggea berkegiatan

sebagai nelayan terbentuk mengikuti sifat dinamis sumber daya yang

digarapnya, sehingga untuk mendapatkan hasil tangkapan yang

maksismal, serta nelayan harus bepindah-pindah. Selain itu resiko

usaha yang tinggi menyebabkan masyarakat nelayan hidup dalam

suasana alam yang keras yang selalu diliputi ketidakpastian dalam

menjalankan usahanya.

d. Budaya

59
Sebuah masyarakat memiliki kaitan erat dengan kehidupan

sosial dan budaya-budaya setempat, karena adanya kehidupan sosial

budaya merupakan ciri sebuah masyarakat yang “hidup”. Sebuah

masyarakat menjalin kehidupan sosial dan memiliki budaya yang

merupakan nilai-nilai luhur dari masyarakat itu sendiri. Demikian pula

yang terdapat pada masyarakat Kecamatan Tinanggea.

Kondisi sosial budaya masyarakat Khususnya desa Lapoa dan

desa Telutu Jaya. Hal ini terlihat pada toleransi kedua desa ini

kemasyarakatannya yang terjalin sangat erat antar anggota

masyarakat. Kondisi sosial budaya yang kondusif ini juga dapat

dibuktikan dengan turut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam

kegiatan-kegiatan kebudayaan desa Lapoa dan desa Telutu Jaya.

Jenis-jenis budaya itu seperti :

1. Upacara adat bali pada agama hindu dan budha, dan

2. Tahlilan (acara aqiqah dan pernikahan) pada agama islam.

e. Agama

Masyarakat Kecamatan Tinanggea memiliki 5 agama

diantaranya agama Islam, Hindu, Budha, Katholik, dan Protestan.

Mayoritas agama yang paling banyak pada Kecamatan Tinanggea

adalah agama Islam dibandingkan dengan agama lainnya.

60
B. Kesadaran Masyarakat Akan Pentingnya Jual Beli Tanah Di Hadapan

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh penulis tingkat

kesadaran masyarakat Desa Lapoa dan Desa Telutu Jaya terhadap pentingnya

jual beli tanah di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dapat

dikategorikan masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi yang

menunjukkan bahwa dari jumlah keseluruhan penduduk desa Lapoa berjumlah

845 Kepala Keluarga yang terdiri dari 860 laki-laki dan 640 perempuan yang

total keseluruhannya adalah 1.500 orang. Desa Telutu Jaya yaitu berjumlah 715

Kepala Keluarga yang terdiri dari 1189 laki-laki dan 1171 perempuan yang

total keseluruhannya 2.360 orang. Hal ini disebabkan karena masyarakat masih

sangat kurang kesadaran masyarakat dalam jual beli tanah di hadapan Pejabat

Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan, maka berikut ini adalah

deskripsi dari jawaban informan terkait kesadaran masyarakat dalam jual beli

tanah di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) masih sangat kurang

sekali kesadaran masyarakatnya. Adapun pengkategorian tanggapan informan

secara keseluruhan diteliti sesuai dengan kuesioner wawancara kepada

masyarakat. Dari hasil observasi dan dokumentasi yang bersumber dari Kantor

Camat Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan, Kantor Kepala desa Lapoa dan

Telutu Jaya dan hasil wawancara 20 orang masyarakat dalam Kesadaran

masyarakat dalam jual beli tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah

61
(PPAT) masih sangat rendah. Berikut dibawah hasil observasi di kantor desa

Lapoa :

Tabel 4.1

Jumlah Kepala Keluarga di Desa Lapoa

No Jumlah Penduduk Jumlah Kepala Keluarga

1 Dusun Satu 160

2 Dusun Dua 185

3 Dusun Tiga 270

4 Dusun Empat 230

Sumber : Data Masyarakat Di kantor Desa Lapoa

Yang diketahui :

Yang melakukan praktek jual beli tanah: 465 Kepala Keluarga

Yang tidak melakukan praktek jual beli tanah : 380 Kepala Keluarga

Jumlah keseluruhan Kepala Keluarga di Desa Lapoa adalah : 845 Kepala

Keluarga

Tabel 4.2

Jumlah Kepala Keluarga di Desa Telutu Jaya

No Jumlah Penduduk Jumlah Kepala Keluarga

1 Dusun Satu 180

2 Dusun Dua 150

62
3 Dusun Tiga 190

4 Dusun Empat 195

Sumber : Data Masyarakat Di Kantor Desa Telutu Jaya

Yang diketahui :

Yang melakukan praktek jual beli tanah : 500 Kepala Keluarga

Yang tidak melakukan praktek jual beli tanah : 215 Kepala Keluarga

Jumlah keseluruhan Kepala Keluarga di Desa Telutu Jaya adalah : 715 Kepala

Keluarga

Berdasarkan tabel 4.1 dan 4.2 diatas menunjukkan bahwa :

Jumlah tabel 4.1 keseluruhan penduduk di Desa Lapoa Kecamatan

Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan adalah 845 kepala keluarga dan jumlah

yang tidak melakukan praktek jual beli tanah hanya 380 kepala keluarga,

sedangkan yang melakukan praktek jual beli tanah sebanyak 465 kepala

keluarga. Serta berdasarkan pada tabel 4.2 keseluruhan penduduk di Desa

Telutu Jaya Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan adalah 235

Kepala Keluarga dan jumlah yang tidak melakukan praktek jual beli tanah

hanya 215 kepala keluarga, sedangkan yang melakukan praktek jual beli tanah

sebanyak 500 kepala keluarga. Hal ini menunjukkan kurangnya tingkat

kesadaran hukum masyarakat terhadap pentingnya jual beli tanah dihadapan

Pejabat Pembut Akta Tanah (PPAT).

63
Berdasarkan beberapa butir pertanyaan kepada masyarakat Desa Lapoa

dan Desa Telutu Jaya mengenai Indikator Pengetahuan Hukum, Pemahaman

Hukum, Sikap Hukum, dan Perilaku Hukum :

Indikator Pertama adalah :

a). Pengetahuan Hukum

Pengetahuan Hukum merupakan seseorang mengetahui

bahwa perilaku-perilaku hukum tertentu diatur oleh hukum.

Maksudnya bahwa hukum disini adalah hukum tetulis atau hukum

yang tidak tertulis, pengetahuan tersebut menyangkut perilaku yang

dilarang oleh hukum atau perilaku yang diperbolehkan oleh hukum. 69

Secara keseluruhan pengetahuan hukum diteliti melalui 3 butir

pertanyaan. Yang dimana 3 butir pertanyaan ini responden dari

masyarakat Desa Lapoa dan Desa Telutu Jaya Kecamatan Tinanggea

Kabupaten Konawe Selatan, dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 4.3

Deskripsi Pengetahuan Hukum

No. Pertanyaan Mengetahui Tidak

Mengetahui

1. Apakah Bapak dan Ibu 4 16

mengetahui apa itu PPAT?

69
Otje Salman dan Anthon F.Susanto, Sosiologi Hukum, Bandung 2012, hlm 50.

64
2. Apakah Bapak dan Ibu 19 1

mengetahui bahwa jual beli

tanah itu harus dihadapan

PPAT?

3. Apakah Bapak dan Ibu - 20

mengetahui bahwa mengurus

akta jual beli tanah itu di

wajibkan dikantor pertanahan?

Jumlah 23 37

Sumber : Data Primer Yang Diolah

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah jawaban

yang paling banyak adalah Tidak Mengetahui, dimana responden

dari 20 orang masyarakat Desa Lapoa dan Desa telutu Jaya. Yang

paham terhadap Pengetahuan Hukum hanya beberapa orang saja.

Jadi hal ini menunjukkan bahwa Pengetahuan Hukum yang dimiliki

responden masyarakat dalam penelitian ini masih sangat kurang dan

rendah.

b). Pemahaman Hukum

Pemahaman Hukum adalah sejumlah informasi yang dimiliki

seseorang mengenai isi dari aturan hukum, mengenai isi, tujuan, dan

manfaat dari peraturan tersebut.70 Secara keseluruhan Pemahaman

Hukum diteliti melalui 2 butir pertanyaan. Yang dimana 2 butir


70
Ibid, hlm 16.

65
pertanyaan ini responden masyarakat dari Desa Lapoa dan Desa

Telutu Jaya Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan,

dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 4.4

Deskripsi Pemahaman Hukum

No. Pertanyaan Paham Tidak Paham

1. Apakah Bapak dan Ibu paham - 20

sayarat-syarat apa saja yang

harus dibawa pada saat jual beli

tanah di hadapan PPAT?

2. Apakah Bapak dan Ibu paham 2 18

tata cara sistem Jual Beli Tanah

dihadapan PPAT?

3. Apakah Bapak dan Ibu 1 19

memahami tujuan dibuatnya

Akta Jual Beli Tanah dihadapan

PPAT?

Jumlah 6 57

Sumber : Data Primer Yang Diolah

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah jawaban

yang paling banyak adalah Tidak Paham, dimana responden dari 20

orang masyarakat Desa Lapoa dan Desa telutu Jaya. Yang paham

66
terhadap Pemahaman Hukum hanya beberapa orang saja. 71 Jadi hal

ini menunjukkan bahwa Pemahan Hukum yang dimiliki responden

masyarakat dalam penelitian ini masih sangat kurang dan rendah.

Kurangnya Pemahaman Hukum Masyarakat Desa Lapoa dan Desa

Telutu Jaya petunjuk dalam pendaftaran tanah, seharusnya

pemerintah setempat sering mengadakan program sosialisasi tentang

bagaimana jual beli tanah dikantor pertanahan agar kedepannya tidak

ada perselihan dikemudian hari karena masalah jual beli tanah.

Sehingga masyarakat mengetahui dan memahami petunjuk dalam

pendaftaran tanah yang baik dan benar.

c). Sikap Hukum

Sikap Hukum Merupakan indikator kesadaran hukum atau

petunjuk akan adanya tingkat kesadaran yang tinggi, maksudnya

adalah untuk menerima atau menolak hukum karena adanya

penghargaan atau bahwa hukum tersebut bermanfaat atau tidak

bermanfaat bagi kehidupan manusia.72

Secara keseluruhan Sikap Hukum diteliti melalui 2 butir

pertanyaan. Yang dimana 2 butir pertanyaan ini responden

masyarakat dari Desa Lapoa dan Desa Telutu Jaya Kecamatan

71
Data Hasil Wawancara Penulis Yang Di Peroleh, Dari 6 Orang Responden Tentang
Pemahaman Hukum Masyarakat Terhadap Pentingnya Jual Beli Tanah Dihadapan PPAT Di Desa
Lapoa Dan Desa Telutu Jaya Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan, Pada 12 April
2023.
72
Ibid hlm 16.

67
Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan, dapat dilihat dari tabel

berikut :

Tabel 4.5

Deskripsi Sikap Hukum

No. Pertanyaan Setuju Tidak Setuju

1. Apakah sikap Bapak dan Ibu 20 -

setuju dengan syarat yang

diajukan pada saat jual beli

tanah di hadapan PPAT?

2. Apakah sikap Bapak dan Ibu 18 2

setuju terhadap pentingnya jual

beli tanah dihadapan PPAT?

Jumlah 38 2

Sumber : Data Primer Yang Diolah

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah jawaban

yang paling banyak adalah Setuju dalam Sikap Hukum, dimana

responden dari 20 orang masyarakat Desa Lapoa dan Desa telutu

Jaya. Hal ini menunjukkan bahwa Sikap Hukum yang dimiliki

responden adalah baik.73 Yang dimana para responden memilih buat

setuju dibandingkan tidak setuju, berdasarkan pertanyaan yang

73
Data Hasil Wawancara Penulis Yang Di Peroleh, Dari 6 Orang Responden Tentang
Sikap Hukum Masyarakat Terhadap Pentingnya Jual Beli Tanah Dihadapan PPAT Di Desa Lapoa
Dan Desa Telutu Jaya Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan, Pada 12 April 2023.

68
dijawab oleh responden penelitian ini dapat diketahui Sikap

hukumnya adalah baik.

d). Perilaku Hukum

Perilaku Hukum artinya dimana seseorang berperilaku sesuai

dengan hukum dalam masyarakat. Jika berlaku suatu aturan hukum

maka adanya tingkat kesadaran yang tinggi.74 Secara keseluruhan

Perilaku Hukum diteliti melalui 2 butir pertanyaan. Yang dimana 2

butir pertanyaan ini responden masyarakat dari Desa Lapoa dan Desa

Telutu Jaya Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan,

dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 4.6

Deskripsi Perilaku Hukum

No. Pertanyaan Setuju Tidak Setuju

1 Apakah Bapak dan Ibu setuju 15 5

terhadap pentingnya jual beli

tanah dihadapan PPAT?

2 Apakah Bapak dan Ibu setuju 14 6

terhadap adanya sosialisasi yang

diadakan oleh pemerintah

mengenai Jual beli tanah harus

74
Ibid hlm 16.

69
dihadapan PPAT?

Jumlah 29 11

Sumber : Data Primer Yang Diolah

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah jawaban

yang paling banyak adalah Setuju dalam Perilaku Hukum, dimana

responden dari 20 orang masyarakat Desa Lapoa dan Desa telutu

Jaya. Hal ini menunjukkan bahwa pola Perilaku Hukum responden

dari masyarakat adalah baik dan masyarakat setuju terhadap

pentingnya memiliki sertifikat.75

1). Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat Desa

Lapoa dan Desa Telutu Jaya Kecamatan Tinanggea Kabupaten

Konawe Selatan :

Dari hasil wawancara 10 orang masyarakat di Desa Lapoa

dan 3 orang masyarakat di Desa Telutu Jaya, dimana 10 orang

masyarakat mengatakan bahwa lebih baik jual beli tanah itu tidak

melalui PPAT dikarenakan lebih susah dan rumit mengurusnya

serta tidak paham untuk mengurusnya lewat PPAT. 76 Ada salah

satu dari 20 orang masyarakat itu mengatakan bahwa “Saya tidak

mengetahui apa itu jual beli tanah melalui PPAT, apalagi berurusan

75
Data Hasil Wawancara Penulis Yang Di Peroleh, Dari 6 Orang Responden Tentang
Perilaku Hukum Masyarakat Terhadap Pentingnya Jual Beli Tanah Dihadapan PPAT Di Desa
Lapoa Dan Desa Telutu Jaya Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan, Pada 12 April
2023.
76
Wawancara Masyarakat Desa Lapoa KecamatanTinanggea Kabupaten Konawe Selatan,
Pada 12 April 2023.

70
dengan PPAT langsung sangat rumit mengurusnya, Karena saya

cuman tamatan SMP dan tidak tau menau tentang jual beli tanah

melalui PPAT yang saya tahu cuman menjual tanah secara

langsung kepada kepenjual dan kepembeli dan juga yang penting

ada saksi-saksi yang melihat kita untuk jual beli tanah.” 77 Dan 2

orang lainnya mengatakan ada yang jual beli tanahnya langsung ke

PPAT, walaupun biaya mengurusnya sangat susah dan mahal tetapi

ada sertifikat sah yang dimilikinya. Hal ini menunjukkan bahwa

yang dimiliki masyarakat dalam penelitian ini dapat dikategorikan

sangat kurang kesadaran masyarakatnya dalam jual beli tanah di

hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).78

2). Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Desa Lapoa mengenai

kesadaran masyarakat dalam melakukan jual beli tanah dihadapan

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) :

Masih banyak masyarakat Desa Lapoa yang jual beli

tanahnya tidak melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT),

Sepengetahuan Kepala Desa Lapoa kalau orang yang menjual tanah

itu sudah hal biasa, kebanyakan orang menjual itu karena hanya

sebelah pihak saja artinya tanpa sepengetahuan pemerintah

setempat saja. Biasa juga masyarakat di Desa Lapoa menjual

tanahnya cuman dibawah akta tangan dan kalau ada permasalahan

77
Ibid hlm 14.
78
Wawancara Masyarakat Desa Telutu Jaya Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe
Selatan, Pada 12 April 2023.

71
baru bertemu dengan pemerintah kalau saling membutuhkan itu

hanya kembali kepenjual dan pembeli.79 Cara penyelesaian yang

dapat ditempuh oleh pembeli agar jual beli tanah di Desa Lapoa ini

tanpa Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dapat mempunyai

hukumnya yang pasti adalah menurut dasar hukum perdata, tetapi

tidak ada kekuatan artinya kita juga sebagai pemerintah

menghimbau, menyampaikan kepada masyarakat supaya tidak ada

sengketa, supaya tidak bermasalah kalau jual beli tanah diupayakan

supaya dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Tetapi masyarakat Desa Lapoa sampai saat ini tetap saja

masyarakatnya masih banyak jual beli tanahnya tidak melalui

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Status masyarakat dalam

jual beli tanah tanpa akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

yang dilakukan di Desa Lapoa itu statusnya tetap berlangsung

begitu saja artinya tidak resmi kalau menjual tanpa sepengetahuan

pemerintah yang masih menanggung juga adalah yang memegang

sertifikat.

Jadi hasil wawancara diatas adalah masyarakat di Desa

Lapoa masih banyak jual beli tanahnya tidak melalui PPAT

dikarenakan mengurusnya sangat susah dan rumit serta biaya yang

sangat mahal. Hal ini menunjukkan bahwa yang dimiliki

masyarakat dalam penelitian ini dapat dikategorikan sangat kurang


79
Wawancara Kepala Desa Lapoa Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan,
Pada 12 April 2023.

72
kesadaran masyarakatnya dalam jual beli tanah di hadapan Pejabat

Pembuat Akta Tanah (PPAT).

3). Hasil wawancara dengan Kepala Desa Telutu Jaya mengenai

Kesadaran Masyarakat dalam jual beli tanah di hadapan Pejabat

Pembuat Akta Tanah (PPAT) :

Kepala Desa Telutu Jaya mengatakan masih banyak

masyarakatnya yang jual beli tanah tidak melalui Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT), Kepala Desa saja tidak tahu sama sekali mereka

menjual beli tanah semaunya sendiri tanpa kepala desa dan

Pemerintah yang berwenang, seharusnya dalam jual beli tanah itu

harus ada perjanjian antara kepala desa penjual dan pembeli. 80 Tetapi

masyarakat Desa Telutu jaya tidak mau ada perjanjian itu

dikarenakan kalau ada perjanjian kepada Kepala Desa otomatis

berurusan juga ke Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Masyarakat

Desa Telutu Jaya jual beli tanahnya hanya menggunakan kwitansi

saja dan merekapun sudah saling percaya antara penjual dan

pembeli, jadi tidak pernah ada permasalahan dikemudian hari.

Jadi masyarakat Desa Telutu Jaya tidak peduli dengan menjual

tanah melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), kenyataannya

mereka belum pernah menandatangani keterangan jual beli. Dari

kesadaran masyarakat Desa Telutu Jaya memang belum ada sama sekali

80
Wawancara Kepala Desa Telutu Jaya Kec.Tinanggea Kab.Konawe Selatan, Pada 12
April 2023.

73
kesadarannya sangat kurang sekali untuk jual beli tanahnya melalui

Pemerintah yang berwenang.

4). Berdasarkan hasil wawancara Kepala Camat Tinanggea Kabupaten

Konawe Selatan mengenai Kesadaran Masyarakat dalam jual beli tanah

di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) :

Sepengetahuan Kepala Camat Tinanggea masih banyak

masyarakat Tinanggea yang jual beli tanahnya tidak melalui Pejabat

Pembuat Akta Tanah (PPAT), tetapi ada dua desa yaitu desa Lapoa dan

Desa Telutu Jaya yang selalu tidak mendengarkan pemerintah buat jual

beli tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. 81 Padahal di desa-

desa lainnya itu re-generasinya itu sudah memperbaiki hak status

tanahnya melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Kecamatan

Tinanggea, dan Pejabat Pembuat Akta tanah juga sudah melayani Akta

Jual Beli melalui Kepala Desanya masing-masing. Jadi dimana dua desa

ini tidak selalu jual beli tanahnya melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT). Disinilah masih banyak kurangnya kesadaran masyarakat

dalam jual beli tanah di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

C. Faktor Penghambat Masyarakat Dalam Melakukan Jual Beli Tanah Di

Hadapan Notaris atau Pembuat Akta Tanah

Berdasarkan hasil wawancara 10 orang masyarakat Desa Lapoa dan 10

orang masyarakat Desa Telutu Jaya mengenai Faktor Penghambat Masyarakat

81
Wawancara Kepala Camat Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan, Pada 10 April 2023.

74
Dalam Melakukan Jual Beli Tanah di Hadapan Notaris dan Pejabat Pembuat

Akta Tanah. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, ada

beberapa faktor penghambat masyarakat dalam melakukan jual beli tanah di

hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Desa Lapoa dan di Desa

Telutu Jaya. Yang dimana responden 20 orang masyarakat, Kepala Desa Lapoa

dan Kepala Desa Telutu Jaya, Kepala Camat Tinanggea serta Notaris

Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan.

1). Faktor Ekonomi

Berdasarkan hasil wawancara penulis dari 20 orang

responden mengatakan terkendala di biaya, karena biaya merupakan

faktor penghambat dalam pembuatan sertifikat hak atas tanah

terutama bagi para masyarakat yang kekurangan dalam segi

ekonomi. Hal ini dikarenakan dalam proses administrasi pasti

membutuhkan biaya dan juga pajak yang harus dibayar setiap

tahunnya, sehingga masyarakat yang kurang mampu dalam segi

ekonomi pasti akan berpikir jika ingin mensertifikatkan tanahnya.

Hasil wawancara dari 20 orang masyarakat Desa Lapoa dan Desa Telutu Jaya,

Faktor yang menjadi penghambat masyarakat dalam melakukan jual beli tanah

dihadapan Notaris atau Pejabat Akta Tanah yaitu :

10 orang masyarakat desa telutu jaya mengatakan faktor yang menjadi

penghambat masyarakat dalam melakukan jual beli yaitu masalah ekonomi dan

biaya, dan susah untuk mengurusnya begitupun sebaliknya masyarakat desa

75
lapoa mengatakan bahwa faktor yang menjadi penghambat adalah masalah

biaya yang sangat mahal, dikarenakan dalam mengurus Pejabat Pembuat Akta

Tanah (PPAT) di Kantor Pertanahan itu sangat susah dan tidak gampang dan

terkendalanya difaktor ekonomi. Lebih baik jual beli tanah tidak melalui PPAT

dari pada keluar biaya yang sangat mahal dan kalaupun menjual tanah tidak

melalui PPAT tidak ada permasalahan dikemudian harinya nanti dan tidak ada

sanksi sama sekali.82

2). Faktor Terkendala Waktu

Waktu merupakan salah satu faktor penghambat masyarakat

untuk mendaftarkan hak milik atas tanah, ini dilihat dari responden

Kepala Desa Lapoa informan terkendala di waktu, karena mereka

sibuk menghabiskan waktu mereka dikebun untuk menanam

tanaman karena sumber penghasilan mereka berasal dari hasil kebun.

Sehingga mereka belum sempat untuk mendaftarkan hak milik atas

tanahnya.

Hasil wawancara dari Kepala Desa Lapoa Kecamatan Tinanggea Kabupaten

Konawe Selatan :

Kepala Desa mengatakan faktor yang menjadi penghambat masyarakat

dalam melalukan jual beli tanah di hadapan Notaris atau Pejabat Akta Tanah

adalah faktor biayanya yang sangat mahal, dan terkendala waktu yang sangat

82
Hasil Wawancara Dengan Masyarakat Desa Lapoa dan Desa Telutu Jaya Tentang
Faktor Penghambat Masyarakat Dalam Melakukan Jual Beli di Hadapan Notaris dan Pejabat Akta
Tanah, Pada 12 April 2023.

76
lama untuk mengurusnya dikarenakan masyarakat Desa Lapoa itu berfikir dua

kali untuk mengurus Akta Tanah di Kantor Pertanahan itu membutuhkan biaya

yang sangat mahal bukan hanya ratusan tetapi jutaan rupiah, bukan mereka

malas untuk mengurusnya tetapi itu mereka mengingat biaya, mereka juga

hanya sebagai petani yang bepenghasilan sedikit.83

3). Faktor Tidak Tahu Cara Pengurusannya

Berdasarkan hasil wawancara Kepala Desa Telutu Jaya yang

di peroleh penulis, Kepala Desa mengatakan mereka terkendala

karena tidak mengetahui cara pengurusannya. Hal ini dikarenakan

oleh kurangnyan kegiatan sosialisasi hukum terkait cara Langkah-

langkah pengurusannya dalam jual beli tanah di hadapan Pejabat

Pembuat Akta Tanah, yang dilakukan oleh pemerintah setempat.

Sehingga mengakibatkan masyarakat tidak paham pentingnya untuk

mendaftarkan hak milik atas tanahnya serta menyebabkan

masyarakat tidak mengetahui cara dan langkah-langkah yang

dilakukan jika ingin mendaftarkan hak milik atas tanahnya.

Hasil wawancara dari Kepala Desa Telutu Jaya Kecamatan Tinanggea

Kabupaten Konawe Selatan :

Kepala Desa mengatakan faktor yang menjadi penghambat

masyarakat dalam melakukan jual beli tanah di dahadapan Notaris dan

Pejabat Akta Tanah adalah faktornya tidak tahu cara pengurusannya atau
83
Hasil Wawancara Dengan Kepala Desa Lapoa Tentang Faktor Penghambat Masyarakat
Dalam Melakukan Jual Beli di Hadapan Notaris dan Pejabat Akta Tanah, Pada 12 April 2023.

77
menggunakan biaya yang mahal, masyarakat Telutu Jaya menghindari PPAT

dan Notaris yang mahal karena ada biaya Akta Jual Beli dan biaya segala

rupa termasuk menghindari pajak, dikarenakan masyarakat Telutu Jaya takut

dengan biaya yang mahal dalam mengurus Akta Jual Beli di Kantor

Pertanahan. Jadi di Desa Telutu Jaya masyarakatnya masih banyak sekali jual

beli tanahnya tidak melalui PPAT, karena memang tidak ada sanksi dari

pemerintah menjual tanah tanpa sepengetahuan dari pemerintah.84

4). Faktor Kurangnya Pengetahuan Masyarakat Dalam Melakukan Jual

Beli Tanpa Dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah

Berdasarkan hasil wawancara Kepala Camat Tinanggea

Kabupaten Konawe Selatan mengatakan bahwa masyarakat di Desa

Lapoa dan Desa Telutu Jaya dimana sebagian masyarakat masih

kurang pengetahuannya tentang hukum sehingga mereka lebih

memiih jual beli dilakukan dengan akta dibawah tangan atau tanpa

dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dengan alasan

mereka tidak melakukan jual beli melalui akta otentik karena proses

jual beli yang dilakukan melalui PPAT sifatnya berbeli-belit selain

itu masih ada juga masyarakat tidak tahu tata cara atau prosedur jual

beli menurut Undang-undang.

Hasil wawancara dari Kepala Camat Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan :

84
Hasil Wawancara Dengan Kepala Desa Telutu Jaya Tentang Faktor Penghambat
Masyarakat Dalam Melakukan Jual Beli di Hadapan Notaris dan Pejabat Akta Tanah, Pada 12
April 2023.

78
Kepala Camat mengatakan faktor yang menjadi penghambat

masyarakat dalam melakukan jual beli tanah di hadapan Notaris dan Pejabat

Akta Tanah tentunya masalah biaya dan faktor kurangnya pengetahuan

masyarakat dalam melakukan jual beli tanpa di hadapan Pejabat Pembuat Akta

Tanah, dikarenakan biaya yang digunakan mengurus akta jual beli tanah

memang mahal biayanya dan tidak murah serta cara mengurusnya sangat

rumit. Tetapi sebelumnya dalam melakukan jual beli tanah di Kantor

Pertanahan itu ditunjukkan syarat-syarat apa saja yang dibawa dan ada

perjanjian biaya transaksi antara yang mengurus dari pegawai kantornya. 85

Prakteknya ada situasi-situasi dan kondisi-kondisi dalam proses jual beli yang

menyebabkan seperti harga transaksi yang sebenarnya tidak disampaikan oleh

para pihak yaitu penjual dan pembeli ketika hadir di hadapan PPAT. Padahal

PPAT akan menuangkan isi dari perjanjian jual beli para pihak termasuk harga

transaksi yang disampaikan oleh para pihak dalam Akta Jual Beli.

Hasil dari wawancara Notaris Rahmawati Lallo, S.H., M.Kn di Kecamatan

Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Bahwa:

Mengatakan faktor yang menjadi penghambat masyarakat dalam jual

beli tanah di hadapan Notaris atau Pejabat Akta Tanah yaitu faktor ekonomi

dan biaya serta terkendala waktu yang lama. Peran PPAT dalam proses

peralihan hak atas tanah mulai dari melakukan pengecekkan fisik sertifikat ke

Kantor Pertanahan sebelum penandatangan akta, menyampaikan informasi


85
Hasil Wawancara Dengan Kepala Camat Tinanggea Kabupaten Konawe
SealatanTentang Faktor Penghambat Masyarakat Dalam Melakukan jual Beli di Hadapan Notaris
dan Pejabat Akta Tanah, Pada 12 April 2023, Pada 10 April 2023.

79
mengenai pengenaan biaya pajak yang timbul dari proses peralihan hak atas

tanah kepada para pihak yaitu penjual dan pembeli, membuatkan akta sesuai

dengan yang dibutuhkan para pihak dan membantu melakukan pendaftaran ke

Kantor Pertanahan.86

Nurul Tim dari Kantor Notaris Rahmawati Lallo, S.H., M.Kn

mengatakan Dimana Kantor Notaris bahwa kalau sertifikat yang mau balik

nama di kantor notaris ini harus memakai akta notaris, kalau misalnya ada yang

tidak memakai akta notaris itu biasanya desanya sendiri yang membuat jadi

penguasaannya fisik tanah dari desa dibuatkan atau diuruskan langsung

kepertanahan.87 Biasanya masyarakat mengurus langsung ke notaris pasti akan

dibuatkan akta notaris. Jadi ketika jual beli tanah di Kecamatan Tinanggea

harus memakai akta notaris. Jual beli tanah tidak bisa tidak memakai jual beli

tetapi harus juga memakai surat kepemilikan tanah dari desanya. Jadi biasanya

tanpa akta jual beli tanah dari desa itu desanya langsung yang berurusan di

kantor pertanahan tersebut. Jadi disini Kantor Notaris tidak berani mau

membuatkan langsung akta jual beli dikarenakan jual beli tersebut tidak ada

perjanjian antara Kepala Desa dan Pejabat Pembuat Akta tanah (PPAT).

Berdasarkan hasil wawancara 10 orang masyarakat Desa Lapoa dan 10

orang masyarakat Desa Telutu Jaya pada penelitian ini mereka merasa aman

tanpa sertifikat tanah. Karena menurut mereka adanya saksi dan batas tanah

86
Hasil Wawancara Dengan Nurul Dari Tim Kantor Notaris Rahmawati Lallo Di
Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan, Pada 10 April 2023.

87
Wawancara Dengan Nurul Tim Kantor Notaris Rahmawati Lallo Di Kecamatan
Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan, Pada 10 April 2023.

80
sudah cukup kuat sebagai alat bukti tanpa adanya sertifikat tanah. Hal ini

masyarakat tidak mengetahui betapa pentingnya memiliki sertifikat hak milik

sendiri karena menurut mereka yang terpenting adalah adanya saksi-saksi dan

batas-batas tanah mereka sudah cukup kuat.

Inilah kurangnya tingkat pengetahuan hukum dan kesadaran hukum

masyarakat Desa Lapoa dan Desa Telutu Jaya di Kecamatan Tinanggea

mengenai pentingnya mempunyai sertifikat sendiri dan adanya faktor-faktor

penghambat masyarakat dalam melakukan jual beli di hadapan Notaris atau

Pejabat Akta Tanah.

81
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan diatas dapat

disimpulkan bahwa :

1. Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya jual beli tanah di hadapan

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Desa Lapoa dan Desa Telutu Jaya

Kecamatan Tinanggea. Dapat dikategorikan masyarakatnya masih rendah

kesadarannya, dikarenakan kurangnya pemahaman hukum dan pengetahuan

hukum, meskipun masyarakat Desa Lapoa dan Desa Telutu Jaya

memberikan respon yang baik yaitu setuju terhadap perilaku hukum yang

diberikan oleh pemerintah setempat, tetapi mereka belum nyata untuk

melakukan jual beli tanah di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

2. Adapun faktor yang menjadi penghambat masyarakat dalam jual beli tanah

di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Desa Lapoa dan Desa

Telutu Jaya Kecamatan Tinanggea adalah : a). Faktor ekonomi dan biaya

yang sangat mahal, b). Faktor kurangnya pengetahuan masyarakat dalam

melakukan jual beli tanpa dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT),

82
c). Faktor terkendala waktu yang lama, dan d). Faktor mereka tidak tahu

cara pengurusannnya.

B. Saran

1. Kepada Pemerintah Desa Lapoa dan Desa Telutu Jaya dan Kantor

Pertanahan Kecamatan Tinanggea. Harus bekerjasama dalam

mensosialisasikan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah ataupun peraturan lainnya yang berkaitan dengan

pertanahan dan solusi terkait dengan banyaknya praktek jual beli tanah tidak

di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang terjadi pada

masyarakat Desa Lapoa dan Desa Telutu Jaya Kecamatan Tinanggea

Kabupaten Konawe Selatan. Kesadaran masyarakat dalam mengetahui

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

harus ditingkatkan melalui peran Kantor Pertanahan dan Kepala Desa dalam

melakukan sosialisasi. Maka dari itu masyarakat harus lebih meningkatkan

kesadarannya dalam jual beli tanah di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT).

2. Disarankan kepada Masyarakat agar dalam melakukan jual beli tanah harus

dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), sehingga

mempunyai kekuatan hukum yang pasti, hal tersebut menghindari terjadinya

hal-hal yang tidak diinginkan yaitu terjadinya sengketa tanah dikemudian

hari.

83
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, (Jakarta : Sinar
Grafika, 2010).

_ _ _ _ _ _ , Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika,


Jakarta, 2007.

A.P.Perlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung


2008.

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Rajawali Press,


1997.

Bemhard Limbong, 2012, Konflik Pertanahan, cet 1, MP Pustaka Margaretha,


Jakarta.

Boedi Harsono, 2003, Hukum Agraria Indonesia Dalam Arti Hukum, Graha Ilmu,
Jakarta.

_ _ _ _ _ _ _ _, 2003, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta.

_ _ _ _ _ _ _ _, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta, Djambatan, 2007

_ _ _ _ _ _ _ _ , 2003, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-


undang Pokok Agararia, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid II Djambatan,
Jakarta.

Dewi Wulansari, Hukum Adat Indonesia, (Bandung : Revika Aditama, 2010).

Effendi Perangin, Hukum Agraria Di Indonesia Suatu Telaah Dari Sudut Pandang
Praktis, Rajawali, Jakarta, 1989.

_ _ _ _ _ _ _ _ _, Jual Beli Tanah, Jakarta : Rajawali Press, 1987.

_ _ _ _ _ _ _ _ _, Praktek Jual Beli Tanah, (Jakata : Rajawali Pers, 1987).

84
_ _ _ _ _ _ _ _ _ , Praktek Jual Beli Tanah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994.

Erna Herlina, 2001, Pendaftaran Hak-hak atas Tanah Adat, Grafindo, Jakarta.

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Cetakan Ketiga, Revika Aditama,


Surabaya, 2011.

_ _ _ _ _ _ _, Kebatalan dan Pembatalan akta Notaris, Revika Aditama, Surabaya,


2010

_ _ _ _ _ _ _, Hukum Notaris Indonesia, Bandung : Refika Aditama, 2008.

Lumban Tobing, 1983, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta.

M.Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2003.

Muhammad Yamin Lubis, 2008 Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju.

Otje Salman dan Anthon F.Susanto, Sosiologi Hukum, Bandung 2012.

Rony Hanitiji Soemitro, Metode Penelitian Hukum Jurimetri, Cetakan 4, Ghalia


Indonesia Jakarta 1990.

R.Subekti, Hukum Pembuktian, Pradya Paramita, Jakarta, 2005.

Samun Ismaya, 2013, Hukum Administrasi Pertanahan, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Satjipto Raharjo, 1980, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung.

Sjaifurrachman, Aspek Pertanggung Jawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta,


Mandar Maju, Surabaya, 2011.

Soedharyo Soimin, Status Hak Dan Pembebasan Tanah, (Jakarta : Sinar Grafika,
2004).

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ , Status Hak dan Pembebasan Tanah, Sinar grafika, Jakarta,


2008.

Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah, 1987, Sosiologi Hukum dalam


Masyarakat, Prestasi Pustakarya, Jakarta.

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Jakarta : Rajawali


1982.

_ _ _ _ _ _ _ _ _, Pengantar Peneltian Hukum, Jakarta, UI Press, 1986.

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta, Raja Grafindo


Persada, 2005.

85
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _, 1987, Sosiologi Hukum Dalam Kesadaran Hukum, Prestasi
Pustakarya, Jakarta.

Subekti, Kekuatan Pembuktian, Jakarta : Pradanya Paramita, 2010.

Teguh samudera, 2004, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, Edisi Pertama,
Bandung.

Urip Santoso, Pendaftaran Dan Peralihan Hak Atas Tanah , Jakarta, Kencana
Pernada, Media Group, 2010.

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian Jual Beli, Bandung, Mandar


Maju, Tahun 2011.

Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Jakarta, Sinar Grafika 2006.

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2043).

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas Peraturan


Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3696).

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2016 tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta


Tanah.

C. Sumber Lainnya :

1. Jurnal :

A. Silviana, K. Anami, and H. Djoko Waloejo, “Memahami Pentingnya Akta Jual


Beli (AJB) dalam Transaksi Pemindahan Hak Atas Tanah Karena Jual Beli
Tanah”, Vol.3, No.2, PP.191-195, Nov.2020.

Damayanti, 2020, Perjanjian Jual Beli Tanah Yang Tidak Dilakukan DI Hadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dalam Lex Privatum Vol.
VIII/No.2, 2020.

_ _ _ _ _ _, 2020, Perjanjian Jual Beli Tanah Yang Tidak Dilakukan Di Hadapan


Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Dalam Vol.VIII/No.2, 2020.

Djoko Woloejo, Pengertian Isi Akta Jual Beli Tanah, Vol 3, No.2, PP.191, 2020.

Febrinayanti Dantes , Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Vol 9, No.3, 2021.

86
Juliana Abdullah 2020. Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Pentingnya
Kepemilikan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah di Desa Bentengi
Kec.Mallawa Kab.Maros. Skripsi Program Studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Makassar.

Mahrizal Hikam, 2019. Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Sebagai Wujud
Kesadaran Hukum di Desa Prawoto Sukalilo Kabupaten Pati. Skripsi
Program Studi Politik dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang.

Mukti Fajar Yulianti Achmad 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris, Cetakan 1, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Soedharyo Soimin Pejabat Pembuat Akta Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, Vol.5,
No.1, 2018.

Sudikno Mertokusumo, Menjamin Kepastian Hukum, Vol 2, No.2, 2011.

Wawancara Dengan Kepala Camat Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan, Pada


tanggal 10 April 2023.

Wawancara Dengan Kepala Desa Lapoa dan Kepala Desa Telutu Jaya Kecamatan
Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan, Pada tanggl 12 April 2023.

Wawancara Masyarakat Desa Lapoa Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe


Selatan, Pada tanggal 12 April 2023.

Wawancara Dengan Nurul Dari Tim Kantor Notaris Rahmawati Lallo di


Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan, Pada tanggal 10 April
2023.

Wawancara Masyarakat Desa Telutu Jaya Kecamatan Tinanggea Kabupaten


Konawe Selatan, Pada tanggal 12 April 2023.

2. Internet :

https://info/hukum-jual-beli-tanah dikunjungi pada tanggal 08 Oktober 2022.

http://www.Indonesia.com/luas-wilayah-negara-indonesia. html dikunjungi pada


tanggal 08 Oktober 2022.

https://www.neliti.com/id/pubucations/peralihan-hak-atas-tanah-secara-benar-
menurut-peraturan-pemerintah-nomor-18-tahun-2021-dan-peraturan-
pemerintah-nomor-24-tahun-2016. diakses pada tanggal 22 Mei 201,
dikunjungi pada tanggal 08 Oktober 2022.

87
https://www.rumah.com.Akta-Jual-Beli-Tanah dikunjungi pada tanggal 15
Oktober 2022.

https://www.rumah.com/panduan-properti/penulis/editorialid dkunjungi pada


tanggal 15 Oktober 2022.

http://yusheri.blogspot.co.id/upaya-pemerintah-meningkatkan-peran.html
dikunjungi pada tanggal 22 November 2022.

Nanang Firdaus, “gambaran umum luas wilayah Desa Lapoa dan Telutu Jaya”.
https://telutujaya-desa-id, 10 Januari 2021, dikunjungi pada tanggal 14
Mei 2023.

Zamrud Ramli, “gambaran umum banyaknya masyarakat Kecamatan Tinanggea


hasil dari penelitian”, https://profilbaru.com/Tinanggea-Konawe-Selatan
15 April 2021, dikunjungi pada tanggal 14 Mei 2023.

Zamrud Ramli, “gambaran umum Kecamatan Tinanggea hasil dari penelitian”,


https://www.academia.edu/29530/20/010-Kecamatan-Tinanggea-Dalam-
Angka-2023, dukunjungi pada tanggal 11 Mei 2023.

88

Anda mungkin juga menyukai