Anda di halaman 1dari 56

PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH YANG BELUM

BERSERTIFIKAT DI KANTOR NOTARIS-PPAT


PULUNGGO HANDOKO, S.H., M. Kn

LAPORAN PPL

Dibuat dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan


Untuk memperoleh nilai mata kuliah PPL

Oleh:

LULU KHOERUN NISA


2019090026
ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM


UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ)
JAWATENGAH DI WONOSOBO
TAHUN 2022
PENGESAHAN LAPORAN PPL

Nama : Lulu Khoerun Nisa


NIM : 2019090026
Prodi : Ilmu Hukum
Tempat PPL : Kantor Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Pulunggo Handoko, S.H., M.Kn

Di setujui dan disahkan pada: ..........................

Kami berpendapat bahwa laporan tersebut telah dapat diajukan kepada Fakultas
Syari’ah dan Hukum sebagai syarat memperoleh nilai PPL.

Menyetujui

Institusi/Pembimbing Lapangan Pembimbing Akademik

Pulunggono Handoko, S.H., M.Kn Hary Mulyadi, S.H., M.H.


NIP. NIDN. 0623117001

Mengesahkan Dekan

Dr. Herman Sujarwo,S.H, MH


NIDN. 0611078104

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb
Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur hanya bagi Allah semata,
atas rahmat, taufik, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesikan tugas makalah
ini. Shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman.
Laporan Praktik Pengenalan Lapangan (PPL) ini adalah sebagai syarat
memperoleh nilai PPL dan bentuk pertanggung jawaban mahasiswa setelah
melaksanakan program Praktik Pengenala Lapangan (PPL), adapun judul Laporan
ini adalah” Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertifikat Di Kantor
Notaris-PPAT Pulunggono Handoko, S.H., M.Kn. ”Dalam penyusunan
Laporan ini, penulis menyadari bahwa Laporan ini terdapat kekurangan. Tak lupa
penulis mohon maaf, serta mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
dosen pembimbing yang menguji Laporan ini, Semoga Laporan ini dapat
bermanfaat khususnya bagi diri penulis dan bagi para pembaca pada umumnya.
Amin ya rabbal’alamin.
Wassalamu’alaikum wr. Wb

Wonosobo, 14 Oktober 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN
JUDUL…………………………………………………………
……………
PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR PPL........................................................................................i

KATA PENGANTAR..................................................................................................iii

DAFTAR ISI................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4

A. Latar Belakang Masalah................................................................................5

B. Rumusan Masalah.........................................................................................8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian..................................................................8

D. Kajian Terdahulu...........................................................................................9

E. Metodelogi..................................................................................................10

F. Sistematika Penulisan.................................................................................12

BAB II KERANGKA TEORI.................................................................................14

A. Teori Perjanjian...........................................................................................14

B. Teori Kepastian Hukum..............................................................................16

C. Teori Perlindungan Hukum.........................................................................19

D. Teori Kewenangan......................................................................................20

E. Teori Kepemilikan Tanah...........................................................................22

BAB III PELAKSANAAN PRAKTIK BERBASIS RISET....................................26

iv
A. Profil Lembaga............................................................................................26

B. Pelaksanaan Kegiatan.................................................................................26

C. Permasalahan di Lapangan..........................................................................27

BAB IV PEMBAHASAN/ ANALISIS TERHADAP HASIL TEMUAN...............28

A. Prosedur Pelaksanaan Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertifikat


Di Kantor Notaris-PPAT Pulunggo Handoko, S. H., M. Kn......................28

B. Akibat Hukum Yang Ditimbulkan Dari Peralihan Hak Atas Tanah Yang
Belum Bersertifikat Di Kantor Notaris-PPAT
Pulunggo Handoko, S. H., M. Kn...................................................................35

BAB V PENUTUP...................................................................................................39

A. Kesimpulan.................................................................................................39

B. Saran............................................................................................................39

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................40

LAMPIRAN-LAMPIRAN

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanah merupakan salah satu sumber kebutuhan manusia. Hal ini


dikarenakan tanah unggul dalam fungsinya sebagai sarana mencari kehidupan
seperti penunjang mata pencaharian di berbagai bidang seperti pertanian,
perkebunan, peternakan, perikanan, industri, perumahan, dan pendirian tempat
tinggal. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka diperlukan
pengembangan lahan untuk pemukiman. Selain itu, meningkatnya perkembangan
ekonomi, sosial budaya dan teknologi, menjadikan masyarakat membutuhkan
lahan yang luas terutama untuk perkantoran, perkebunan, pabrik, sebagainya. 1
Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat (3)
yang berbunyi sebagai berikut “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya untuk
kemakmuran rakyat’’, dan dalam Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 2 2yang
menyatakan bahwa: “Bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam
yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara,
sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat’’. Oleh karena itu, sebagai landasan
dasar bagi pemerintah dan rakyat Indonesia untuk menyusun politik hukum serta
kebijaksanaan dibidang pertanahan agar tidak menimbulkan berbagai masalah
yang terkait dengan kepentingan-kepentingan terhadap tanah.
Persediaan lahan tanah yang terbatas yang disertai kebutuhan manusia akan
tanah yang sangat besar, mengakibatkan timbulnya berbagai permasalahan.
Permasalahan tersebut menyebabkan kebutuhan masyarakat akan tanah semakin

1
Wantjik Saleh, 1977, Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta, h.7.
2
Lihat Pasal 2, Undang-Undang Pokok Agraria

vi
meningkat dan mendorong peningkatan kegiatan jual beli tanah sebagai sarana
dan bentuk proses peralihan hak atas tanah. Berdasarkan ketentuan Pasal 19
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Agraria jo Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah menyatakan bahwa peralihan hak atas tanah melalui jual beli
hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Untuk menjamin kepastian hukum dalam jual
beli tersebut, proses jual beli tanah tersebut hanya dapat dilakukan diatas tanah
yang dimiliki berdasarkan hak-hak atas tanah. Artinya, obyek tanah yang
disahkan dengan bukti kepemilikan hak atas tanah.3
Peralihan Hak Milik atas tanah dengan cara jual beli berarti beralihnya suatu
hak atas tanah dari pihak satu kepada pihak yang lain. Berbeda dengan
dialihkannya suatu hak, maka dengan dialihkannya suatu hak menunjukkan
adanya suatu perbuatan hukum yang disengaja dilakukan oleh satu pihak dengan
maksud memindahkan hak miliknya kepada orang lain. Dengan demikian
pemindahannya hak milik tersebut di ketahui atau diinginkan oleh pihak yang
melakukan perjanjian peralihan hak atas tanah.
Peralihan hak atas tanah dapat melalui jual beli terhadap tanah-tanah yang
sudah didaftarkan hak atas tanahnya atau yang sudah diterbitkan sertifikat hak
atas tanah dikarenakan akan menimbulkan resiko hukum yang lebih kecil
dibandingkan dengan jual beli hak atas tanah yang belum bersertifikat. Sertifikat
tanah adalah suatu alat bukti yang berlaku sebagai alat bukti yang sah dan kuat
selama data dalam sertifikat tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat
ukur dan buku tanah yang terdapat dikantor pertanahan. Jual beli hak atas tanah
yang belum bersertifikat harus memenuhi persyaratan dari materil dan formil
dalam proses peralihan hak atas tanah agar memberikan perlindungan hukum
kepada pihak penjual dan pembeli.4 Peralihan hak atas tanah tanpa sertifikat di
3
J. Andy Hartanto, 2014, Hukum Pertanahan, LaksBang Justitia, Surabaya,h.83.
4
Urip Santoso, Sertifikat sebagai tanda bukti hak, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
2012, h. 44.

vii
Indonesia sering terjadi, hal ini dapat dilihat dengan terjadinya peralihan hak atas
tanah yang terjadi di Kabupaten Wonosobo, dimana peralihan hak atas tanah
tanpa sertifikat itu terjadi karena adanya jual beli yang dilakukan oleh
masyarakat yang memiliki hak untuk tanah tersebut. Jual beli tanah yang
dilakukan masyarakat dapat menyebabkan terjadinya peralihan hak milik atas
tanah dari penjual kepada pembeli, walaupun transaksi jual beli tanah telah
dilakukan, akan tetapi tidak secara otomatis bahwa hak atas tanah tersebut
beralih kepada pembeli dikarenakan terlebih dahulu harus melalui tahapan-
tahapannya guna untuk kepemilikan tanah tersebut dapat beralih.5
Masih terdapat beberapa masyarakat di Kabupaten Wonosobo melakukan
jual beli atau peralihan hak atas tanah tanpa menggunakan atau memanfaatkan
sertifikat hak milik atas tanah. Mereka melakukan jual beli tanah hanya melalui
kelurahan atau kecamatan saja dengan produk yang diterbitkan adalah Letter C.
Hal ini dikarenakan mereka mereka tidak pernah mengangap bahwa sertifikat
hak milik atas tanah adalah bukti kuat untuk mereka ketika menghadapi pembeli
dan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dan faktor utama mereka menganggap bahwa
jual beli atau peralihan hak atas tanah dapat dilakukan begitu saja dikarenakan
pemahaman mereka yang kurang akan pentingnya sertifikat hak milik atas tanah
serta beberapa masyarakat tidak mengetahui bagaimana prosedur atau tata cara
untuk melakukan pendaftaran hak milik atas tanah atau untuk membuat sertifikat
hak atas tanah.6
Peralihan hak atas tanah harus dilakukan dengan menandatangani akta
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan harus didaftarkan ke Kantor
Pertanahan guna memperoleh suatu bukti yang sah. Tanpa adanya akta yang
dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), maka perlahian hak atas tanah
tersebut tidak dianggap sah karena tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Namun, tidak dapat dipungkiri dalam kehidupan masyarakat sehari-hari masih
5
Kiki Anggriyani, Erlina Erlina, ST. Nurjannah, Tinjauan Yuridis Terhadap Jual Beli Tanah
Dan Bangunan Yang Di Bebani Hak Tanggungan, Jurnal Alauddin Law Development Journal No.
1 Vol. 2019.
6
Hasil wawancara dengan Notaris-PPAT Pulunggono Handoko, S.H., M.Kn pada tanggal 22
September 2022.

viii
seringkali ditemui kegiatan jual beli tanah yang dilakukan pihak penjual dan
pembeli yang masih menggunakan letter C (surat kepemilikan tanah yang
dikeluarkan oleh kelurahan atau kecamatan).7
Terkait dengan masyarakat yang masih belum memiliki sertifikat
kepemilikan hak atas tanah serta kurangnya pemahaman masyarakat mengenai
proses peralihan hak atas tanah dan akibat hukum yang ditimbulkan, maka
penulis ingin mengidentifikasi dan menganalisis lebih dalam mengenai peralihan
hak atas tanah yang belum bersertifikat di Kantor Notaris-PPAT Pulunggo
Handoko, S.H., M.Kn.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka permasalahan dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana prosedur pelaksanaan peralihan hak atas tanah yang belum
bersertifikat di kantor Notaris-PPAT Pulunggo Handoko, S. H., M. Kn?
2. Bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan dari peralihan hak atas tanah
yang belum bersertifikat di kantor Notaris-PPAT Pulunggo Handoko, S. H.,
M. Kn?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitan
Tujuan penelitian yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan peralihan hak atas tanah yang belum
bersertifikat di kantor Notaris-PPAT Pulunggo Handoko, S. H., M. Kn.
b. Untuk mengetahui akibat hukum yang ditimbulkan dari peralihan hak
atas tanah yang belum bersertifikat di kantor Notaris-PPAT Pulunggo
Handoko, S. H., M. Kn.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan
membuka wawasan atau/ pengetahuan dalam bidang pertanahan yang

7
Ibid.

ix
menyangkut peralihan hak atas tanah yang belum memiliki sertifikat
melalui proses jual beli.
b. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan
informasi tentang prosedur peralihan hak atas yang belum memiliki
sertifikat serta akibat hukum yang ditimbulkan.
D. Kajian Terdahulu
Berdasarkan penelusuran berbagai kepustakaan, penulis menjumpai
beberapa kajian atau jurnal terkait penelitian ini. Namun demikian, penulis akan
memaparkan berbagai hasil penelitian para sarjana khususnya. Hasil penelitian
para sarjana menjelaskan mengenai Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum
Bersertifikat.
1. Skripsi Rizki Julina yang berjudul “Kewenangan Notaris-PPAT Dalam Jual
Beli Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertifikat Studi Kasus Di Kantor
Notaris-PPAT Merliansyah, S.H., M.Kn” menjelaskan bahwa kewenangan
notaris-ppat dalam jual beli hak atas tanah yang belum bersertifikat terbatas,
yaitu dalam pembuatan akta pelepasan hak dan akibat hukum dari jual beli
tanah yang belum bersertifikat tetap sah jika kelengkapan dokumen hukum
disyaratkan telah benar dan terpenuhi mengenai subjek dan objek jual beli
tanah. Dengan demikian hak atas tanah tersebut beralih dari pihak penjual
kepada pihak pembeli.8
2. Jurnal Hukum berjudul “Karakteristik Perjanjian Jual Beli Tanah Yang
Belum Terdaftar Hak Atas Tanah” yang menjelaskan bahwa perjanjian jual
beli yang tanahnya belum bersertifikat memiliki resiko yang lebih besar
karena bukti dalam peralihan hak tersebut dinyatakan tidak lengkap dan
tidak memenuhi persyaratan. Kepastian hukum jual beli tanah yang belum
terdaftar ditegaskan dalam Pasal 19 dan Pasal 23 UUPA dan Pasal 32 ayat
(2) PP 24 Tahun 1997 sepanjang data fisik dan yuridis dalam sertifikat
adalah data yang benar, dengan demikian dapat dilanjutkan dengan

Rizki Julina, Kewenangan Notaris-PPAT Dalam Jual Beli Hak Atas Tanah Yang Belum
8

Bersertifikat Studi Kasus Di Kantor Notaris-PPAT Merliansyah, S.H., M.Kn, Skripsi Hukum
Universitas Muhammadiyah Palembang, 2019.

x
pendaftaran tanah pertama kali dan akhir ddari proses pendaftaran tanah
adalah pemberian surat-surat tanda bukti hak yang disebut juga sertifikat hak
atas tanah yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).9
3. Jurnal Hukum yang berjudul “ Peralihan Hak Atas Tanah Tanpa Sertifikat”,
menjelaskan bahwa peralihan hak atas tanah melalui jual beli idealnya
dilakukan terhadap tanah-tanah yang sudah didaftarkan hak atas tanahnya
(bersertifikat), karena akan menimbulkan resio hukum yang lebih kecil
dibandingkan dengan jual beli hak atas tanah yang belum bersertifikat.
Sertifikat tanah merupakan tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang sah dan kuat sepanjang data di dalam sertifikat itu sesuai dengan data
yang terdapat di dalam surat ukur dan buku tanah yang terdapat di Kantor
Pertanahan.10
E. Metodelogi
Metode penelitian terdiri dari dua kata yang mengandung pengertian yang
saling berkaitan, yaitu metode dan penelitian. Selain itu juga dapat diartikan
sebagai prosedur atau cara untuk mengetahui atau menjalankan sesuatu melalui
langkah-langkah yang sistematis.
Metode yang akan dipakai pada skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Metode Pendekatan
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis
empiris. Pendekatan yuridis empiris yang dimaksudkan di dalam penelitian
ini adalah bahwa dalam menganalisis permasalahan yang telah dirumuskan
dilakukan dengan memadukan bahan-bahan hukum baik primer maupun
sekunder dengan data primer yang diperoleh di lapangan. 11 Keadaan obyek
masalah yang diteliti secara menyeluruh dan sistematis berdasarkan data
yang didapat dari lapangan yaitu di kantor Notaris-PPAT Pulunggo

9
I Gusti Bagus Andika Bagaskara, Karakteristik Perjanian Jual Beli Tanah Yang Belum
Terdaftar Hak Atas Tanah, Jurnal Analogi Hukum, Volume 3 Nomor 2, 2021, hal 256-260.
10
Christina Sri Murni, Peralihan Hak Atas Tanah Tanpa Sertifikat, Jurnal Ilmu Hukum,
Volume 4 Nomor 2, 2018 hal. 680-692.
11
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal
15-16.

xi
Handoko, S.H., M.Kn berkaitan dengan peralihan hak atas tanah yang belum
bersertifikat.
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe
deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian untuk mendeskripsikan
atau menggambarkan peraturan-peraturan yang berlaku dikaitkan dengan
teori-teori dan praktek pelaksanaan hukum yang menerangkan permasalahan
yang diteliti.
Seluruh data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder
kemudian akan dianalisis dan diolah dengan metode kualitatif untuk
menghasilkan kesimpulan. Kemudian disajikan secara deskriptif guna
memberikan pemahaman yang lebih jelas dan terarah dari hasil penelitian.
3. Jenis dan Sumber Data
a. Data Primer
Data Primer diperoleh dengan cara menemukan atau menggali data ke
lapangan secara langsung melalui wawancara dengan narasumber yaitu
notaris-ppat Pulunggono Handoko, S.H., M.Kn sehingga mampu
memberikan data yang valid seperti apa yang sedang diteliti.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang memberikan penjelasan mengenai data
primer. Misalnya data yang diperoleh dari sumber-sumber tertentu, yang
dapat menjelaskan dan tafsiran terhadap data primer. Data sekunder
dalam penelitian ini seperti :
1) Bahan hukum primer
a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
b) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Dasar Pokok-
Pokok Agraria;
c) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah.

xii
2) Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang berupa
semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen
resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus
hukum, skripsi hukum, jurnal-jurnal hukum.
3) Bahan hukum tersier
Bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, terdiri dari :
a) Kamus Hukum
b) Kamus Besar Bahasa Indonesia
4. Teknik Pengumpulan Data
Merupakan teknik atau cara-cara yang dapat digunakan penulis untuk
mengumpulkan data. Adapun teknik pengambilan data menggunakan 2 (dua)
cara :
a. Wawancara
Teknik pengumpulan data dengan wawancara sangat tepat untuk
memperoleh informasi lebih detail terhadap objek yang diteliti.
b. Studi kepustakaan
Penulis melakukan pencarian dan pengambilan segala informasi yang
sifatnya teks, menjelaskan dan menguraikan mengenai hubungannya
dengan arah penelitian.
F. Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam Penelitian ini terdiri dari lima bab, pada setiap bab berisi
beberapa sub pembahasan. Adapun rincian pembahasannya adalah sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini terdiri dari latar belakang yang merupakan dasar
pemikiran masalah ini, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan
penelitian terkait masalah, kajian pustaka, metodologi, dan
sistematika penulisan

xiii
BAB II KERANGKA TEORI
Pada bab ini memuat beberapa teori terkait dengan peralihan hak
atas tanah yang yang belum bersertifikat, adapun teorinya yaitu
teori kepastian hukum, perlindungan hukum dan kewenangan
BAB III PELAKSANAAN PRAKTIK BERBASIS RISET
Pada bab ini mendeskripsikan mengenai profil lembaga,
pelaksanaan kegiatan serta permasalahan yang ada di kantor
Notaris-Ppat Pulunggono Handoko, S.H., M.Kn
BAB IV PEMBAHASAN/ANALISIS TERHADAP TEMUAN STUDI
Pada bab ini menganalisis terhadap studi kasus yang berkaitan
dengan peralihan hak atas tanah yang belum bersertifikat yang
difokuskan pada prosedur pelaksanaan dan akibat hukum yang
ditimbulkan dari peralihan hak atas tanah yang belum
didaftarkan (bersertifikat)
BAB V PENUTUP
Pada bab ini memuat kesimpulan mengenai permasalahan yang
sudah dibahas pada bab sebelumnya serta saran dalam penulisan.
LAMPIRA Pada laporan ini dilampirkan presensi kehadiran harian individu,
N jurnal harian individu serta dokumentasi kegiatan.

xiv
BAB II
KERANGKA TEORI

A. Teori Perjanjian
A. Pengertian
Perjanjian sebagaimana terdapat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
atau lebih.. Pendapat lain dikemukakan oleh Rutten dalam Prof. Purwahid
Patrik yang menyatakan bahwa perjanjian adalah perbuatan yang terjadi
sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hukum yang ada
tergantung dari persesuaian kehendak dua atau lebih orang-orang yang
ditujukan untuk timbulnya akibat hukum dari kepentingan salah satu pihak
atas beban pihak lain atau demi kepentingan masing-masing pihak secara
timbal balik 12
Dari pendapat- pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa di dalam
perjanjian terdapat beberapa unsur yaitu:
a. Ada pihak-pihak. Pihak di sini adalah subjek perjanjian sedikitnya
dua orang atau badan hukum dan harus mempunyai wewenang
melakukan perbuatan hukum sesuai yang ditetapkan oleh undang-
undang.
b. Ada persetujuan antara pihak-pihak, yang bersifat tetap dan bukan
suatu perundingan.
c. Ada tujuan yang akan dicapai. Hal ini dimaksudkan bahwa tujuan
para pihak hendaknya tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan dan undang-undang.

12
Diakses dari https://www.kajianpustaka.com/2013/02/teori-perjanjian.html pada tanggal 3
April 2020

xv
d. Ada prestasi yang akan dilaksanakan. Hal ini dimaksudkan bahwa
prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi, oleh
pihakpihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian. 
e. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan. Hal ini berarti bahwa
perjanjian bisa dituangkan secara lisan atau tertulis. Hal ini sesuai
ketentuan undang-undang yang menyebutkan bahwa hanya dengan
bentuk tertentu suatu perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan
bukti yang kuat.
B. Syarat Sahnya Perjanjian
Adapun untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat (Pasal
1320 KUH Perdata), yaitu :
a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya. Kesepakatan mereka yang
mengikatkan diri adalah asas yang esensial dari hukum perjanjian.
Asas ini dinamakan juga asas Konsensualisme yang menentukan
adanya perjanjian. Asas Konsensualisme yang terdapat dalam Pasal
1320 KUH Perdata mengandung arti “kemauan” para pihak untuk
saling berprestasi, ada kemauan untuk saling mengikat diri. 
b. Kecakapan diperlukan untuk membuat suatu perjanjian. Mengenai
kecakapan, Subekti menjelaskan bahwa seseorang adalah tidak
cakap apabila ia pada umumnya berdasarkan ketentuan undang-
undang tidak mampu membuat sendiri persetujuan-persetujuan
dengan akibat-akibat hukum yang sempurna. Yang tidak cakap
adalah orang-orang yang ditentukan hukum, yaitu anak-anak, orang
dewasa yang ditempatkan di bawah pengawasan (curatele), dan
orang sakit jiwa. 
c. Suatu hal tertentu. Ini dimaksudkan bahwa hal tertentu adalah objek
yang diatur dalam perjanjian kredit tersebut harus jelas, setidak-
tidaknya dapat ditentukan. Jadi objek perjanjian, tidak boleh samar.
Hal ini penting untuk memberikan jaminan atau kepastian kepada
para pihak dan mencegah timbulnya perjanjian kredit yang fiktif.

xvi
d. Suatu sebab yang halal. Ini dimaksudkan bahwa isi perjanjian kredit
tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan, yang
bersifat memaksa, mengganggu/melanggar ketertiban umum dan
atau kesusilaan. 

Kedua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subjektif karena


kedua syarat tersebut mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang
mengadakan perjanjian. Sedangkan kedua syarat terakhir disebut syarat
objektif karena mengenai objek dari perjanjian atau objek dari perbuatan
hukum yang dilakukan itu.13
C. Unsur-Unsur Perjanjian
Unsur-unsur perjanjian dapat dikategorikan sebagai berikut 14:
a. Essentalia, yaitu unsur persetujuan yang tanpa itu persetujuan tidak
mungkin ada.
b. Naturalia, yaitu unsur yang oleh undang-undang ditentukan sebagai
peraturan yang bersifat mengatur.
c. Accidentalia, yaitu unsur yang oleh para pihak ditambahkan dalam
persetujuan karena undang-undang tidak mengaturnya.
B. Teori Kepastian Hukum
Kepastian Hukum berarti bahwa dengan adanya hukum setiap orang
mengetahui yang mana dan seberapa haknya dan kewajibannya serta teori
“kemanfaatan hukum”, yaitu terciptanya ketertiban dan ketentraman dalam
kehidupan masyarakat, karena adanya hukum tertib (rechtsorde).
Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama
adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa
yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi
individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum
yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh
dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum
13
Subekti, R, Hukum Perjanjian. Intermasa, Jakarta. 1991, hal 1
14
Setiawan, R..  Pokok-pokok Hukum Perikatan. Bina Cipta:Bandung.1979, hal 50

xvii
bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya
konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan
hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.
Teori kepastian hukum menegaskan bahwa tugas hukum itu menjamin
kepastian hukum dalam hubungan-hubungan pergaulan kemasyarakatan. Terjadi
kepastian yang dicapai “oleh karena hukum”. Dalam tugas itu tersimpul dua
tugas lain yakni hukum harus menjamin keadilan maupun hukum harus
tetap berguna. Akibatnya kadang-kadang yang adil terpaksa dikorbankan untuk
yang berguna. Ada 2 (dua) macam pengertian “kepastian hukum” yaitu kepastian
oleh karena hukum dan kepastian dalam atau dari hukum.
Kepastian dalam hukum tercapai kalau hukum itu sebanyak-banyaknya
hukum undang-undang dan bahwa dalam undang-undang itu tidak ada
ketentuanketentuan yang bertentangan, undang-undang itu dibuat berdasarkan
“rechtswerkelijkheid” (kenyataan hukum) dan dalam undang-undang tersebut
tidak dapat istilah-istilah yang dapat di tafsirkan berlain-lainan
Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah
pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen, dengan
menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-
norma adalah produk dan aksi manusia yang deliberatif. Undang-Undang yang
berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu
bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama
individu maupun dalam hubungannya dengan masyarakat. Aturan-aturan itu
menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan
terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan tersebut
menimbulkan kepastian hukum.15
Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu
pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui
perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa

15
Hans Kelsen dalam Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta,
2008, hlm.158

xviii
keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan
adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang
boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.16
Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang
didasarkan pada aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang cenderung
melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi
penganut pemikiran ini, hukum tak lain hanya kumpulan aturan. Bagi penganut
aliran ini, tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian
hukum. Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang
hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari
aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk
mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk
kepastian.17
Untuk dapat memperoleh kepastian hukum, masyarakat harus melakukan
pendaftaran peralihan hak atas tanah. Oleh karena dalam hal jual beli tanah tidak
dapat diselesaikan begitu saja oleh para pihak yang bersangkutan. Jual beli tanah
tersebut dapat dikatakan sah menurut hukum maka diperlukan campur tangan
pejabat yang berwenang untuk menyelesaikannya serta segala peralihan hak
milik atas tanah karena jual beli harus mengikuti ketentuan dan prosedur yang
diatur dan atau diamanatkan oleh undang-undang yang berlaku.
Maka setiap peralihan hak milik atas tanah karena jual beli harus didaftarkan
baik yang sudah bersertifikat maupun yang belum didaftarkan, berdasarkan
ketentuanketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19 UUPA, sebagaimana yang
telah diatur dalam Pasal 23 ayat (1) UUPA, yang mana dalam ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 37
ayat (1) menyatakan bahwa peralihan hak atas tanah melalui jual beli hanya

16
Utrecht dalam Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Penerbit Citra Aditya
Bakti,Bandung, 1999, hlm.23.
17
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Penerbit Toko
Gunung Agung, Jakarta, 2002, hlm.82-83

xix
dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang
berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Karena keharusan pendaftaran peralihan hak milik atas tanah sebagaimana
yang dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) UUPA merupakan alat pembuktian yang
kuat mengenai hapus nya hak milik serta sahnya peralihan dalam pembebanan
hak tersebut, berdasarkan bunyi Pasal 23 ayat (2) UUPA.
C. Teori Perlindungan Hukum
Menurut Fitzgerald, Teori perlindungan hukum bertujuan mengintegrasikan
dam mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyrakat karena dalam
suatu lalulintas kepentingan, perlindunagn terhadap kepentingan tertentu dapat
dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak. 18

Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari
suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh
masyarakat yang pada dasarnya merupkan kesepakatan masyarakat tersebut
untuk mengatur hubungan prilaku antara angotaanggota masyarakat dan antara
perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan
masyarakat.
Satijipto Raharjo berpendapat bahwa perlindungan hukum adalah
memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan
orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat
menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Menurut Pjillipus M.
Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah
yang bersifat preventif dan resprensif. 19
Perlindungan Hukum yang preventif
bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan
pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi

18
Satijipto Raharjo, Ilmu Hukum PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm 53. 11
Ibid, hlm 54
19
Pjillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, PT. Bina Ilmu, Surabaya,
1987 hlm. 2.

xx
dan perlindungan yang resprensif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa,
termasuk penanganannya di lembaga peradilan. 20
Menurut Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra bahwa hukum dapat didifungsikan
untuk menghujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan
fleksibel, melaikan juga predektif dan antiWonosobof. 21
Perlindungan hukum
merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan
tujuantujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.
Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada
subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif
maupun dalam bentuk yang bersifat represif, baik yang secara tertulis maupun
tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum. Hakekatnya setiap
orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan
hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat
banyak macam perlindungan hukum.
Peralihan hak atas tanah karena jual beli yang belum bersertifikat tidak
ditemukan dalam ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah. Akan tetapi dari ketentuan peralihan hak atas tanah dari
Pasal 37 sampai dengan Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah, dimana hanya dalam Pasal 39 ayat (1) huruf b yang
menyinggung mengenai bidang tanah yang belum terdaftar. Dalam ketentuan
Pasal 39 ayat (l) huruf b tersebut mengatur tentang penolakan oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam hal untuk membuat akta, yang menegaskan
apabila mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak
disampaikan.
D. Teori Kewenangan
Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum sering
ditemukan istilah kekuasaan, kewenangan, dan wewenang. Kekuasaan sering
20
Maria Alfons, Implentasi Perlindungan Indikasi Geografis Atas Produk-Produk Masyarakat
Lokal Dalam Prespektif Hak kekayaan Intelektual. Universitas Brawijaya, Malang, 2010, him 18.
21
Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rusdakarya,
Bandung, 1993, hlm. 118.

xxi
disamakan begitu saja dengan kewenangan, dan kekuasaan sering dipertukarkan
dengan istilah kewenangan, demikian pula sebaliknya. Bahkan kewenangan
sering disamakan juga dengan wewenang. Kekuasaan biasanya berbentuk
hubungan dalam arti bahwa "ada satu pihak yang memerintah dan pihak lain
yang diperintah" (the rule and the ruled).22
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, dapat terjadi kekuasaan yang tidak
berkaitan dengan hukum. Kekuasaan yang tidak berkaitan dengan hukum oleh
Henc van Maarseven disebut sebagai "blote match , sedangkan kekuasaan yang
berkaitan dengan hukum oleh Max Weber disebut sebagai wewenang rasional
atau legal, yakni wewenang yang berdasarkan suatu sistem hukum ini dipahami
sebagai suatu kaidah-kaidah yang telah diakui serta dipatuhi oleh masyarakat dan
bahkan yang diperkuat oleh Negara.23
Dalam hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan. Kekuasaan
memiliki makna yang sama dengan wewenang karena kekuasaan yang dimiliki
oleh Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif adalah kekuasaan formal. Kekuasaan
merupakan unsur esensial dari suatu Negara dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan di samping unsur-unsur lainnya, yaitu: a) hukum; b) kewenangan
(wewenang); c) keadilan; d) kejujuran; e) kebijakbestarian; dan f) kebajikan.24
Agar kekuasaan dapat dijalankan maka dibutuhkan penguasa atau organ
sehingga Negara itu dikonsepkan sebagai himpunan jabatan-jabatan (een ambten
complex) di mana jabatan-jabatan itu diisi oleh sejumlah pejabat yang
mendukung hak dan kewajiban tertentu berdasarkan konstruksi
subyekkewajiban. Dengan demikian kekuasaan mempunyai dua aspek, yaitu
aspek politik dan aspek hukum, sedangkan kewenangan hanya beraspek hukum
semata. Artinya, kekuasaan itu dapat bersumber dari konstitusi, juga dapat

22
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1998, h.
35-36
23
A. Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat
Indonesia, Kanisius, Yogyakarta, 1990, h. 52
24
Rusadi Kantaprawira, Hukum dan Kekuasaan, Makalah, Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta, 1998, h. 37-38

xxii
bersumber dari luar konstitusi (inkonstitusional), misalnya melalui kudeta atau
perang, sedangkan kewenangan jelas bersumber dari konstitusi.
Kewenangan sering disejajarkan dengan istilah wewenang. Istilah
wewenang digunakan dalam bentuk kata benda dan sering disejajarkan dengan
istilah "bevoegheid" dalam istilah hukum Belanda. Menurut Phillipus M.
Hadjon, jika dicermati ada sedikit perbedaan antara istilah kewenangan dengan
istilah "bevoegheid". Perbedaan tersebut terletak pada karakter hukumnya. Istilah
"bevoegheid" digunakan dalam konsep hukum publik maupun dalam hukum
privat. Dalam konsep hukum kita istilah kewenangan atau wewenang seharusnya
digunakan dalam konsep hukum publik.25
Dari berbagai pengertian kewenangan sebagaimana tersebut di atas, penulis
berkesimpulan bahwa kewenangan (authority) memiliki pengertian yang berbeda
dengan wewenang (competence). Kewenangan merupakan kekuasaan formal
yang berasal dari undang-undang, sedangkan wewenang adalah suatu spesifikasi
dari kewenangan, artinya barang siapa (subyek hukum) yang diberikan
kewenangan oleh undang-undang, maka ia berwenang untuk melakukan sesuatu
yang tersebut dalam kewenangan itu.
E. Teori Kepemilikan Tanah
“Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” demikian
bunyi Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Berdasarkan bunyi Pasal 33 tersebut dapat
dipahami bahwa segala tanah air Indonesia berada di bawah kekuasaan negara,
dan sebagai konsekwensinya negara berkewajiban untuk mempergunakan tanah
air tersebut bagi kemakmuran rakyatnya. 26
Tanah memang menjadi hal penting dalam kehidupan manusia, untuk itu
penting diatur keberadaannya, dan negara sebagai penguasa tanah
bertanggungjawab untuk membuat peraturan tentang pertanahan tersebut. maka
setelah Indonesia merdeka dan situasi politik agak normal, pada tanggal 24

25
Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi,……….. h. 20
26
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

xxiii
September 1960 disusunlah UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria yang kemudian dikenal dengan Undang Undang Pokok
Agraria (UUPA).
UUPA sebagai turunan dari Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 mengandung asas
(prinsip) bahwa semua hak atas tanah dikuasi oleh negara, dan asas bahwa hak
milik atas tanah “dapat dicabut untuk kepentingan umum”. prinsip ini tertuang
dalam pasal 2 dan pasal 18 UUPA. Berdasarkan pasal 2 UUPA ini negara
menjadi pengganti semua pihak yang mengaku sebagai penguasa tanah yang sah.
Negara dalam hal ini merupakan lembaga hukum sebagai organisasi seluruh
rakyat Indonesia.27 Pemerintah sebagai lembaga pelaksana UU negara dalam
proses ini bertindak sebagai pihak yang melaksanakan dan menerapkan
ketentuan yang terdapat dalam pasal 2 UUPA tersebut. Dengan demikian
Menurut Syafruddin Kalo, “pemerintah menjadi pihak yang wajib dan
berwenang mengatasi dan menengahi sengketa hak penguasaan atas tanah yang
muncul sekaligus menjadi fasilitator bagi pihak-pihak yang terlibat dalam
sengketa’. Kewenangan keagrariaan ada pada pemerintah pusat namun, pada
pelaksanaannya dapat dilimpahkan pada pemerintah daerah ataupun kepada
persekutuan masyarakat hukum adat.
Status kepemilikan tanah sering menjadi muasal dari perselisihan di
Indonesia, yang barangkali disebakan oleh tidak adanya ketegasan penyelenggara
negara mengenai kepemilikan ini. Untuk itu berikut ini akan dikemukakan
mengenai teori kepemilikan/penguasaan tanah di Indonesia.28
1. Hak Atas Tanah Adat/ Ulayat
Teori pemilikan tanah berdasarkan hukum adat adalah tanah merupakan
milik komunal atau persekutuan hukum (beschikkingsrecht). Dalam hal
ini setiap anggota persekutuan dapat mengerjakan tanah dengan jalan
membuka tanah terlebih dahulu dan jika mereka mengerjakan tanah
27
Effendy Perangin, Hukum Agraria di Indonesia, Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi
Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 237
28
AP. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Alumni, Bandung,
1986, hlm. 65

xxiv
tersebut secara terus-menerus maka tanah tersebut dapat menjadi hak
milik secara individual.
2. Hak Atas Tanah Negara
Teori hukum nasional yang dimaksudkan disini adalah hak penguasaan
tanah yang didasarkan kepada UUPA Nomor 5 Tahun 1960. Dalam hal
ini, Hak penguasaan tanah yang berlaku secara yuridis di Indonesia
tertuang dalam Pasal 2 UUPA:29
a. Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar
dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan
ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung
didalamnya itu, pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara,
sebagai organisasi seluruh rakyat.
b. Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat 1 pasal ini
memberi wewenang untuk
1) mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa
tersebut;
2) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.

29
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

xxv
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIK BERBASIS RISET

A. Profil Lembaga
Kantor Notaris dan PPAT Pulunggo Handoko, S.H. M.Kn adalah salah satu
kantor hukum yang bergerak dibidang kenotariatan dan pertanahan. Berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI dengan nomor : AHU-00337.
AH.02.01 Tahun 2015. Sesuai dengan ketentuan dalam UUJN, notaris dan ppat
Bapak Pulunggono Handoko, S.H., M.Kn menjalankan tugas dan
tanggungjawabnya dalam pembuatan Akta autentik terkait dengan semua
perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan
dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan
akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta.
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor:
415/KEP-400.20.3/XI/2017 tanggal 02 November 2017 kantor notaris
Pulunggono Handoko, S.H., M.Kn mendapatkan izin sebagai PPAT. Tugas
PPAT adalah membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu
mengenai
hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.30
B. Pelaksanaan Kegiatan
Praktik Pengenalan Lapangan (PPL) dilaksanakan di Kantor Notaris-PPAT
Pulunggo Handoko, S.H., M.Kn selama 1 bulan. Kegiatan tersebut dimulai sejak
tanggal 01 September 2022 sampai dengan 29 September 2022. Dalam
pelaksanaan kegiatan penulis mendapatkan ilmu dan pengalaman khususnya
mengenai bidang kenotariatan serta pertanahan. Keilmuan yang didapat pada
bangku perkuliahan penulis implementasikan dalam pelaksanaan kegiatan ini.

30
https://carialamatlokasi.blogspot.com/2019/05/PPAT-Jawa-Tengah-Kabupaten-
Wonosobo.html diakses pada tanggal 10 Oktober 2022

xxvi
Adapun kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan selama Pratik Pengenalan
Lapangan seperti, pembuatan surat perjanjian, menjahit akta, dan konsultasi-
konsultasi lain yang berkaitan dengan hukum. Dalam hal ini jenis-jenis kegiatan
terlampir lengkap dalam berita acara dan absensi harian yang telah penulis tulis
secara manual pada saat proses praktik dan akan penulis ikut sertakan dalam
lembaran tersendiri.
C. Permasalahan di Lapangan
Pada saat penulis melangsungkan kegiatan Praktik Pengenalan Lapangan
terdapat beberapa permasalahan yang ditemui dan salah satunya terkait dengan
penulisan laporan ini. Masih ada beberapa masyarakat Wonosobo khususnya
yang berada di pedesaan belum memiliki sertifikat kepemilikan atas tanah.
Mereka menganggap ada atau tidaknya sertifikat tanah dalam transaksi jual beli
tidak mempengaruhi keabsahan transaksi tersebut. Kebanyakan dari mereka yang
belum memiliki sertifikat tanah hanya melakukan transaksi jual beli dibawah
tangan dihadapan kepala desa/atau camat. Sehingga produk yang keluar dari
transaksi tersebut hanya secarik kertas kwintasi yang tertulis telah terjadinya
transaksi jual beli tanah. Kemudian kepemilikan tanah tersebut hanya
dicatatkan/didaftarkan di kantor kelurahan/desa yang sering disebut juga sebagai
letter C (tanah persil).
Permasalahan diatas tentunya sudah tidak sesuai dengan aturan yang
berlaku. Dalam ketentuan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah, menyatakan bahwa setiap bentuk peralihan hak atas tanah
dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar-menukar, hibah,
pemasukan data perusahaan dan perbuatan pemindahan hak lain-nya, kecuali
pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan
akta yang dibuat oleh PPAT, yang berwenang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

xxvii
BAB IV
PEMBAHASAN/ ANALISIS TERHADAP HASIL TEMUAN

A. Prosedur Pelaksanaan Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertifikat


Di Kantor Notaris-PPAT Pulunggo Handoko, S. H., M. Kn
Tanah erat sekali hubungannya dengan manusia sebagai pemenuhan
kebutuhannya demi kelangsungan hidupnya. Tanah tidak hanya merupakan
tempat membangun rumah tinggal tetapi dari tanah kita juga mendapatkan bahan
makanan, pakaian, serta kebutuhan lainnya yang bersifat primer. Semakin
bertambahnya populasi manusia tentu saja kebutuhan terhadap tanah semakin
terbatas. Keterbatasan luas tanah ini menyebabkan kepemilikan hak atas suatu
tanah sering kali berujupng sengketa akibat tidak dimilikinya dasar hukum yang
kuat sebagai pegangan dan bukti atas kepemilikan suatu tanah. Untuk
memperoleh hak kepemilikan atas suatu tanah dapat diperoleh dengan beberapa
cara salah satunya dapat diperoleh melalui proses jual beli tanah.31
Jual beli merupakan proses peralihan hak yang sudah ada sejak jaman
dahulu, dan biasanya diatur dalam hukum Adat, dengan prinsip Terang dan
Tunai. Terang artinya di lakukan di hadapan Pejabat Umum yang berwenang dan
Tunai artinya dibayarkan secara tunai.
Ketentuan yang mengatur tentang jual beli tanah terdapat dalam Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah di muat dalam Pasal
37 ayat (1) yang menyatakan:32
“Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui
jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan
hukum pemindahan hak lainnya hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan
akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.”

31
R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm.1
32
Peraturan Pmerintah Nomor 24 Tahun 1997, Tentang Pendaftaran Tanah Pasal 37 ayat 1.

xxviii
Ketentuan ini menggunakan kata “hak” dimana hak yang dimaksud adalah
hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA. Pasal 16 ayat (1) UUPA membagi
macam-macam hak atas tanah, yaitu:
a. Hak Milik;
b. Hak Guna Usaha;
c. Hak Guna Bangunan;
d. Hak Pakai;
e. Hak Sewa untuk Bangunan;
f. Hak Membuka Tanah;
g. Hak Mengatur Hasil Hutan;
h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas tanah yang
akan ditetapkan dengan undang-undang, serta hak-hak yang sifatnya
sementara. 33
Berdasarkan hasil penelitian di Kantor Notaris/PPAT Pulunggono Handoko,
S.H., M.Kn bahwa jual beli tanah yang belum bersertifikat (masih menggunakan
Letter C) masih bisa dilaksanakan dengan syarat pembeli harus memastikan
bahwa tanah tersebut benar-benar milik dan atasnama penjual. Ketentuan ini
harus dibuktikan dengan akta PPAT yang berwenang. Akta sebagaimana
dimaksud adalah akta jual beli.34 Ketentuan yang mengatur tentang bentuk isi dan
cara-cara pembuatan akta-akta PPAT termasuk akta jual beli akan diatur lebih
lanjut oleh Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
No. 3 Tahun 1997 adalah ketentuan yang melaksanakan ketentuan Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tidak mengatur secara jelas
prosedur-prosedur jual beli tanah yang belum bersertifikat.
Tanah yang belum bersertifikat berarti belum didaftarkan di Kantor
Pertanahan tempat letak bidang tanah baik menurut Peraturan Pemerintah No. 10
Tahun 1961 dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran
Tanah. Jual beli tanah yang belum bersertifikat pada dasarnya sama dengan jual

33
J. Andy Hartanto, Hukum Pertanahan: Karakteristik Jual Beli Tanah Yang Belum
Terdaftar Hak Atas Tanahnya, LaksBang justitia ,Surabaya, 2014, Hal. 113.
34
Hasil wawncara dengan Bapak Pulunggono Handoko, S.H., M.Kn selaku Notaris dan PPAT
pada tanggal 20 September 2022

xxix
beli tanah yang sudah bersertifikat yaitu harus dibuktikan dengan akta PPAT
berupa Akta Jual Beli namun yang membedakannya dapat dilihat dari
dokumendokumen yang harus di penuhi oleh para pihak.
Prosedur pendaftaran tanah yang belum bersertifikat adalah menggunakan
sistem pendaftaran tanah secara sporadik yakni kegiatan pendaftaran tanah untuk
pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran dalam wilayah atau
bagian wilayah suatu desa atau kelurahan secara individual atau massal.
Peralihan hak atas tanah adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah
yang dilakukan dengan sengaja supaya hak tersebut terlepas dari pemegangnya
semula dan menjadi hak pihak lain.35
Menurut hasil wawancara dengan Notaris dan PPAT Bapak Pulunggono
Handoko, S.H., M.Kn, bahwa dalam rangka melaksanakan tugas pembuatan akta
otentik atas perbuatan-perbuatan hukum yang merupakan bagian dari pada
kegiatan pendaftaran tanah, kewajiban yang harus dilakukan PPAT pada saat
pembuatan akta yang wajib dipenuhi oleh PPAT, adapun proses peralihan hak
atas tanah yang tidak memiliki sertifikat melalui Jual Belisebagai berikut:
1. Proses Pendaftaran Hak Atas Tanah Yang Tidak Memiliki Sertifikat (Letter C)
a. Langkah pertama, pihak pemohon menghadap ke Kantor Kelurahan
untuk memperoleh surat keterangan bahwa tanah tersebut tidak dalam
sengketa, surat keterangan riwayat tanah serta surat keterangan
penguasaan tanah sporadik yang mana tiap-tiap dari surat keterangan
dijelaskan sebagai berikut:
1) Surat Keterangan yang menyatakan bahwa tanah tidak ada sengketa
yang mana nantinya akan ditandatangani oleh kepala desa setempat
dan sebelum itu dari pihak kepala desa sendiri sudah memeriksa
terlebih dahulu catatan perihal tanah dengan meneliti langsung
kondisi tanah dilapangan.
2) Surat Keterangan riwayat tanah ini berisikan secara urut dan tertulis
penguasaan tanah dari mulai pertama pencatatan dikelurahan

35
K.Wantijk Saleh, 1997, Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 15-18.

xxx
sampai dengan keadaannnya saat ini oleh pihak pemohon. Didalam
surat keterangan riwayat tanah ini tercantum juga proses
peralihannya guna kepemilikan tanah secara keseluruhan. Dan surat
ini diajukan secara bersama-sama dengan surat keterangan tidak
dalam sengketa.
3) Surat keterangan Penguasaan Tanah adalah pencatatan tahun
pemohon memiliki, menguasai serta memperoleh tanah tersebut.
Yang mana dalam surat ini juga dibubuhi tanda tangan pemilik sah
tanah tersebut guna untuk memperkuat kepemilikan tanah dan
dalam lembar surat ini juga ditandatangani oleh pihak kepala desa
atau lurah setempat yang berwenang. Surat keterangan ini
dilampirkan bersama dengan dua surat sebelumnya.
Jika sudah memenuhi syarat diatas pemilik tanah harus mengajukan
pendaftaran permohonan pengukuran sebagaimana formulir yang sudah
disediakan oleh Kantor Pertanahan dan harus melengkapi dokumen-
dokumen sebagai persyaratan untuk memperoleh Peta Bidang Tanah
(sementara) dan Surat Ukur yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan,
adapun syarat-syaratnya sebagai berikut :
1) Foto Copy Identitas Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemilik tanah
2) Alat bukti kepemilikan tanah, berupa girik, ataupun peralihan
hak seperti jual beli, hibah dan kewarisan;
3) Legalisir Kutipan Letter C Kelurahan
4) Surat Pernyataan Tidak Sengketa dari Kelurahan setempat dan
5) Riwayat Tanah yang dikelurahan;
6) Bukti pelunasan SPPT-PBB tahun terakhir;
7) Bukti pembayaran pajak BPHTB dan SSP/PPH
Peta Bidang tanah ini bukan merupakan bukti hak akan tetapi peta
bidang ini merupakan peta bidang tanah baru, dan dipergunakan untuk
keperluan permohonan hak atau mengetahui luas, adapun Nomor

xxxi
Identifikasi Bidang dapat dilihat dalam halaman lampiran peta bidang
tersebut.
b. Langkah kedua didalam proses jual beli tanah ini dari pihak pembeli
wajib melengkapi syarat/subjek dari tanah yang dibeli begitupun dengan
pihak penjual wajib melengkapi syarat yakni memiliki wewenang
memindahkan hak atas tanah yaitu berupa sebidang tanah dan dalam
proses transaksinya disaksikan oleh kepala desa, adanya/pencampuran
atau kesaksian dari kepala desa merupakan/faktor penting supaya lebih
meyakinkan bahwa jual beli tanah tersebut adalah/sah. Tetapi jika jual
beli tanah itu tidak dilakukan/dihadapan/kepala desa bisa saja dianggap
sah apabila syarat materiilnya telah terpenuhi oleh para pihak yaitu
pihak pembeli yang sudah melakukan pembayaran kepada pihak penjual
dengan begitu pihak penjual menyerahkan sepenuhnya hak atas tanah
yang sudah dijual.
c. Langkah ketiga adalah dari pihak penjual dan pihak pembeli mendatangi
PPAT untuk membuat Akta Jual Beli yang selanjutnya disingkat AJB
yang mana akta ini merupakan bentuk legalitas hak dari pemberian
status yang awalnya tanah girik. Pembuatan AJB biasanya disaksikan
oleh pihak kelurahan dan pembuatan AJB ini harus bersifat terang dan
sudah dibayar dengan lunas. Dokumen-dokumen yang harus disiapkan
ketika ingin membuat AJB sebagaimana berikut.
Dokumen yang wajib disiapkan pihak penjual:
1) Fotocopy KTP (Kartu Tanda Penduduk) dari pihak penjual
suami/istri (apabila salah satu dari istri/suami penjual telah
meninggal maka disertakan surat keterangan kematian)
2) Fotocopy Kartu Keluarga (KK)
3) Bukti Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun terakhir
4) Fotocopy NPWP (jika ada)
Dokumen yang wajib disiapkan pihak pembeli:
1) Fotocopy KTP (Kartu Tanda Penduduk)

xxxii
2) Fotocopy Kartu Keluarga (KK)
3) Fotocopy surat menikah (jika sudah menikah)
4) Fotocopy NPWP (jika ada)
d. Langkah keempat, penegasan konversi hak atas tanah untuk
mendapatkan pengakuan terhadap hak kepemilikan tanah yang
kemudian dituangkan dalam Berita Acara Pengesahan Data Fisik
dan Yuridis, dan dibukukan dalam buku tanah. Dalam buku tersebut
memuat surat ukur dan tanda tangan Kepala Seksi Pengukuran dan
Pendaftaran Tanah.
e. Langkah kelima, penerbitan sertifikat hak atas tanah. Sertipikat
sebagai surat tanda bukti hak, diterbitkan untuk kepentingan
pemegang hak, sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah
terdaftar dalam buku tanah, sehingga Sertipikat menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ini
biasa berupa satu lembar dokumen yang memuat data fisik dan data
yuridis.
2. Proses Peralihan Hak Atas Tanah
Sebelum pembuatan akta, PPAT wajib melakukan pengecekan atau
pemeriksaan keabsahan sertifikat tanah dan catatan lain pada kantor Badan
Pertanahan Nasional setempat dan menjelaskan maksud dan tujuannya,
kewenangan PPAT berkaitan dengan akta peralihan hak Peralihan hak atas
tanah adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah yang dilakukan
dengan sengaja supaya hak tersebut terlepas dari pemegangnya semula dan
menjadi hak pihak lain. Prosedur pendaftaran peralihan hak milik melalui
jual beli, pemohon tidak langsung datang ke Kantor Pertanahan Kabupaten
Wonosobo, tetapi pendaftaran peralihan haknya diwakilkan oleh PPAT.
Hal ini disebabkan karena selain PPAT bertugas pemohon tidak langsung
datang ke Kantor Pertanahan Kabupaten Wonosobo, tetapi pendaftaran
peralihan haknya diwakilkan oleh PPAT. Hal ini disebabkan karena selain
PPAT bertugas membuat akta jual beli, PPAT juga bertugas mendaftarkan

xxxiii
peralihan haknya pada kantor pertanahan setempat yang selambat-lambatnya
7 hari sejak ditandatanganinya akta jual beli tersebut. Dalam pembuatan akta
jual beli diperlukan 3 rangkap akta yang mana terdapat akta untuk minuta,
salinan dan yang akan diserahkan kepada pihak Badan Pertanahan
Wonosobo.
Sebelum melakukan peralihan hak milik melalui jual beli PPAT yang
bersangkutan wajib melakukan pemeriksaan mengenai keaslian sertifikat ke
Kantor Pertanahan, pengecekan keaslian sertifikat ini bertujuan untuk
menghindari jika terjadi ketidaksesuaian antara buku tanah dan sertifikat
tanah yang dapat menyebabkan perselisihan atau sengketa tanah. Setelah
dilakukannya peralihan hak milik melalui jual beli dengan dibuatkan akata
jual beli selanjutnya barulah PPAT yang bersangkutan mendaftarkan haknya
ke Kantor Pertanahan Kabupaten Wonosobo.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon dalam rangka kegiatan
pendaftaran peralihan hak milik melalui jual beli berdasarkan Keputusan
Kepala BPN No. 1 Tahun 2005 Tentang Standart Prosedur Operasi
Pengaturan dan Pelayanan di Lingkungan BPN antara lain: Pertama, surat
pengantar dari PPAT. Kedua, Surat permohonan. Ketiga, sertifikat asli.
Keempat, akta jual beli dari PPAT. Kelima, foto Copy KTP. Keenam, surat
kuasa jika permohonan dikuasakan. Ketujuh, bukti pelunasan SSB BPHTB.
Kedelapan, bukti pelunasan SSP Pph final (untuk Pph hibah bertikal tidak
diperlukan). Kesembilan, SPPT PBB Tahun berjalan atau tahun akhir kalau
belum ada SPPT perlu ketrangan dari lurah/kepala desa.
Berdasarkan hasil penelitian di Kantor Notaris-PPAT Pulunggono
Handoko, S.H., M.Kn, apabila status tanah tersebut setelah dilakukanya
pengecekan dinyatakan tidak bermasalah, selanjutnya staff yang bertugas
dilapangan memasukan berkas dengan syarat diatas ke Kantor Badan
Pertanahan Nasional Wonosobo. Kemudian sertifikat atas nama pemilik
yang baru diterbitkan oleh Kantor Badan Pertanahan Wonosobo.

xxxiv
B. Akibat Hukum Yang Ditimbulkan Dari Peralihan Hak Atas Tanah Yang
Belum Bersertifikat Di Kantor Notaris-PPAT Pulunggo Handoko, S. H., M. Kn

Perbuatan hukum yakni jual beli tanah tersebut sering kali dilakukan di
bawah tangan, yang terkadang hanya dibuktikan dengan selembar kwitansi
sebagai bukti telah terjadinya jual beli dan tidak sedikit masyarakat yang hanya
memiliki bukti kepemilikan atas tanah. Sehingga mengakibatkan peralihan hak
atas tanah karena jual beli tidak dapat didaftarkan sebagaimana yang
diamanatkan dalam ketentuan Pasal 19 dan Pasal 23 UndangUndang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria.
Dalam hal ini menimbulkan akibat hukum yaitu tidak terjadinya peralihan
hak atas tanah dan/atau tidak sahnya peralihan hak atas tanah dan tidak adanya
jaminan kepastian hukum serta perlindungan hukum. Sebagaimana yang
ditegaskan dalam ketentuan pasal 23 ayat (2), yang berbunyi :
“pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang
kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak
tersebut.”

Untuk dapat memperoleh kepastian hukum, masyarakat dalam melakukan


perbuatan hukum terkait dengan peralihan hak atas tanah yaitu jual beli, harus
melakukan pendaftaran peralihan hak atas tanah. Oleh karena dalam hal jual beli
tanah tidak dapat diselesaikan begitu saja oleh para pihak yang bersangkutan,
akan tetapi agar jual beli tersebut sah menurut hukum maka sangat diperlukan
campur tangan pejabat yang berwenang untuk menyelesaikannya serta segala
peralihan hak milik atas tanah karena jual beli harus mengikuti ketentuan dan
prosedur yang diatur dan atau diamanatkan oleh undang-undang yang berlaku.
Maka setiap peralihan hak milik atas tanah karena jual beli harus didaftarkan
baik yang sudah bersertifikat maupun yang belum didaftarkan, berdasarkan
ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19 UUPA, sebagaimana yang
telah diatur dalam Pasal 23 ayat (1) UUPA, yang mana dalam ketentuan

xxxv
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal
37 ayat (1) menyatakan bahwa peralihan hak atas tanah melalui jual beli hanya
dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang
berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Karena keharusan pendaftaran peralihan hak milik atas tanah sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) UUPA merupakan alat pembuktian yang kuat
mengenai hapus nya hak milik serta sahnya peralihan dalam pembebanan hak
tersebut, berdasarkan bunyi Pasal 23 ayat (2) UUPA.
Secara tegas juga diatur dalam Pasal 3 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor
24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, bahwa adapun yang menjadi tujuan
dari pendaftaran tanah yakni untuk memberikan kepastian hukum dan
perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah agar dengan
mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
Untuk memberikan kepastian serta perlindungan hukum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 huruf a tersebut, kepada pemegang hak yang bersangkutan
diberikan sertifikat hak atas tanah, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Kepastian hukum yang dimaksud dalam kegiatan pendaftaran tanah di atas,
antara lain :36
1. Kepastian hukum mengenai orang atau badan yang menjadi pemegang hak
(subjek hak);
2. Kepastian hukum mengena lokasi, batas, serta luas suatu bidang tanah hak
(subjek hak); dan
3. Kepastian hukum mengenai haknya.
Dalam rangka jual beli dan pemindahan hak lainnya fungsi pendaftaran
tanah adalah untuk :37

36
Bachtiar Effendie, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-peraturan
Pelaksanaannya. Alumni. Bandung, 1980, hlm. 9-10
37
Ibid, hlm. 10-11

xxxvi
1. Memperkuat pembuktian, sebab pemindahan hak tersebut dicatat pada buku
tanah dan sertifikat hak dicantumkan siapa pemegang haknya sekarang.
2. Memperluas pembuktian, karena dengan pendaftaran tanah jual belinya
dapat diketahui oleh umum atau siap saja yang berkepentingan.
Akan tetapi apabila dilihat dari ketentuan peralihan hak atas tanah secara
hukum adat dengan berdasarkan pada Pasal 5 Undangundang Nomor 5 Tahun
1960 tentang PokokPokok Agraria, yang menyatakan bahwa hukum agraria
berdasarkan pada hukum adat. Dalam hal jual beli tanah menurut hukum adat
bersifat kontan atau “tunai”. Pembayaran harga dan penyerahan haknya
dilakukan pada saat yang bersamaan. Pada saat itu jual beli tersebut menurut
hukum telah selesai.38
UUPA tidak memberikan penjelasan mengenai apa yang dimaksudkan
dengan jual beli tanah. Tetapi biarpun demikian mengingat bahwa hukum
agrarian kita sekarang ini memakai system dan asa-asas hukum adat, maka
pengertian jual beli tanah sekarang harus pula diartikan sebagai perbuatan
hukum yang berupa penyerahan hak milik (penyerahan tanah untuk selama-
lamanya) oleh penjual kepada pembeli, yang pada saat itu juga menyerahkan
harganya kepada penjual. Yaitu menurut pengertian Hukum Adat.39
Dalam masyarakat Hukum Adat jual beli tanah dilaksanakan secara terang
dan tunai. Terang berarti perbuatan hukum jual beli tersebut benar-benar
dilaksanakan di hadapan Kepala Desa. Tunai, berarti adanya dua perbuatan
yang dilaksanakan secara bersamaan, yaitu pemindahan hak atas tanah yang
menjadi obyek jual beli dari penjual kepada pembeli dan pembayaran harga dari
pembeli kepada penjual terjadi serentak dan secara bersamaan.40
Jual beli menurut hukum tanah nasional yang bersumber pada hukum adat,
dimana apa yang dimaksud dengan jual beli bukan merupakan perbuatan hukum
yang merupakan perjanjian obligatoir. Jual beli (tanah) dalam hukum adat

38
Effendi Perangin, Hukum Agraria Di Indonesia : Suatu Telaah Dari Sudut pandang
Praktisi Hukum, Edisi 1, Cetakan 1, Rajawali, Jakarta, 1986, hlm. 16
39
Ibid, hlm. 13
40
Ibid, hlm. 15

xxxvii
merupakan perbuatan hukum pemindahan hak yang harus memenuhi tiga (3)
sifat yaitu :41
1. Harus bersifat tunai, artinya harga yang disetujui bersama dibayar penuh
pada saat dilakukan jual beli yang bersangkutan.
2. Harus bersifat terang, artinya pemindahan hak tersebut dilakukan di
hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang atas obyek
perbuatan hukum.
3. Bersifat riil atau nyata, artinya dengan ditandatangani akta pemindahan hak
tersebut, maka akta tersebut menunjukkan secara nyata dan sebagai bukti
dilakukan perbuatan hukum tersebut.
Akibat hukum peralihan hak atas karena jual beli terhadap tanah yang belum
didaftarkan adalah sah menurut hukum apabila peralihan hak atas tanah karena
jual beli terhadap tanah yang belum didaftarkan tersebut sudah memenuhi syarat
materiil jual beli yaitu “terang dan “Tunai”. Selain itu, peralihan hak atas tanah
karena jual beli terhadap tanah yang belum didaftarkan juga menimbulkan akibat
hukum lainnya yaitu kerugian bagi pihak pemegang hak atas tanah karena tidak
adanya jaminan kepastian hukum sesuai dengan tujuan pendaftaran tanah yaitu
untuk menjamin kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah, yang mana
hanya dapat menguasai secara fisik, akan tetapi tidak membuktikan kepemilikan
tersebut secara yuridis sebagaimana yang diamanatkan dalam ketentuan Pasal 19
UUPA serta sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.

C.

Boedi Harsono (II), Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang


41

Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2007, hlm. 317

xxxviii
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian sebagaimana disampaikan bab-bab sebelumnya, maka


dapat diberikan kesimpulan hasil penelitian sebagai berikut
1. Bentuk peralihan hak milik atas tanah yang belum bersertifikat (letter C)
melalui jual beli dalam pelaksanaannya di Kabupaten Wonosobo yakni tanah
yang belum memiliki sertifikat harus dikonversi terlebih dahulu agar tanah
tersebut berdasarkan sertifikat hak milik atas tanah. Setelah itu baru dapat
dilakukan proses jual beli dan balik nama terhadap tanah tersebut menjadi atas
nama pembeli. Jual beli tanah yang belum bersertifikat sah menurut hukum
dengan terpenuhinya semua persyaratan menurut ketentuan perundang-
undangan yang berlaku. Sehingga jual beli tanah yang belum bersertifikat
akan berakibat hukum berupa penyerahan obyek jual beli yaitu berupa tanah
kepada pembeli serta penyerahan pembayaran harga jual beli kepada penjual
2. Akibat hukum peralihan hak atas tanah karena jual beli yang belum
didaftarkan adalah sah menurut hukum. Artinya, jual beli tanah yang belum
bersertifikat tetap sah jika memenuhi syarat-syarat yang berlaku sesuai
dengan undang-undang. Sehingga kepemilikan tanah tersebut beralih kepada
pembeli.
B. Saran
1. Perlu adanya penyuluhan kepada masyarakat, dalam hal ini Kantor
Pertanahan Kabupaten Wonosobo dapat melakukan pendekatan secara
langsung. Dengan adanya pendekatan secara langsung, dimungkinkan
masyarakat akan lebih memahami pendaftaran tanah khususnya pendaftaran
peralihan hak atas tanah melalui jual beli, sehingga masyarakat dapat
membantu kelancaran dalam proses pendaftaran peralihan hak atas tanah.
2. Sebaiknya pembuatan sertifikat dilakukan dengan alur yang sederhana, biaya
murah dan waktu pengerjaan yang relatif singkat.

xxxix
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

A. Gunawan Setiardja, 1990, Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan


Masyarakat Indonesia, Kanisius, Yogyakarta

Achmad Ali, 2002, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis),
Penerbit Toko Gunung Agung, Jakarta

AP. Parlindungan , 1986, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Alumni,


Bandung

Bachtiar Effendie, 1980, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-peraturan


Pelaksanaannya. Alumni. Bandung

Boedi Harsono (II) , 2007, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan


Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta

Effendi Perangin, 1986, Hukum Agraria Di Indonesia : Suatu Telaah Dari Sudut
pandang Praktisi Hukum, Edisi 1, Cetakan 1, Rajawali, Jakarta

Hans Kelsen dalam Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum,
Kencana, Jakarta

J. Andy Hartanto, 2014, Hukum Pertanahan, LaksBang Justitia, Surabaya

Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra, 1993, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja
Rusdakarya, Bandung

xl
Maria Alfon, 2010, Implentasi Perlindungan Indikasi Geografis Atas Produk-Produk
Masyarakat Lokal Dalam Prespektif Hak kekayaan Intelektual. Universitas
Brawijaya, Malang.

Miriam Budiardjo, 1998, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama,


Jakarta

Pjillipus M. Hadjon,1987 , Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, PT. Bina


Ilmu, Surabaya

Saleh Wantjik, 1977, Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta

Santoso Urip, 2012, Sertifikat sebagai tanda bukti hak, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta

Satijipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum ,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung

Setiawan, R.1979. Pokok-pokok Hukum Perikatan. Bina Cipta:Bandung

Subekti, R. 1991, Hukum Perjanjian. Intermasa, Jakarta

Utrecht dalam Riduan Syahrani, 1999, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Penerbit
Citra Aditya Bakti,Bandung

JURNAL

Kiki Anggriyani, Erlina Erlina, ST. Nurjannah, Tinjauan Yuridis Terhadap Jual Beli
Tanah Dan Bangunan Yang Di Bebani Hak Tanggungan, Jurnal Alauddin Law
Development Journal No. 1 Vol. 2019.

Rizki Julina, 2019, Kewenangan Notaris-PPAT Dalam Jual Beli Hak Atas Tanah
Yang Belum Bersertifikat Studi Kasus Di Kantor Notaris-PPAT Merliansyah,
S.H., M.Kn, Skripsi Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang

xli
I Gusti Bagus Andika Bagaskara, 2021, Karakteristik Perjanian Jual Beli Tanah
Yang Belum Terdaftar Hak Atas Tanah, Jurnal Analogi Hukum, Volume 3
Nomor 2

Christina Sri Murni, 2018, Peralihan Hak Atas Tanah Tanpa Sertifikat, Jurnal Ilmu
Hukum, Volume 4 Nomor 2

UNDANG-UNDANG

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda Yang Bekaitan Dengan Tanah.

INTERNET

https://www.kajianpustaka.com/2013/02/teori-perjanjian.html

https://carialamatlokasi.blogspot.com/2019/05/PPAT-Jawa-Tengah-Kabupaten-
Wonosobo.html

xlii
LAMPIRAN LAMPIRAN

A. PRESENSI KEHADIRAN

Nama : Lulu Khoerun Nisa


NIM : 2019090026
Prodi : Ilmu Hukum
Lokasi PPL : Pengadilan Negeri Kelas 1B Banjarnegara
Alamat : Jl.Let.Jend.Soeprapto No.121/44, Kutabanjarnegara,
Kecamatan Banjarnegara,Kab.Banjarnegara,Jawa Tengah 53418.

NO HARI/TANGGAL WAKTU WAKTU PARAF


DATANG PULANG
1. Selasa/02 Agustus 07.30 16.30
2022
2. Rabu/03 Agustus 07.30 16.30
2022
3. Kamis/04 Agustus 07.30 16.30
2022
4. Jumat/05 Agustus 07.30 16.30
2022
5. Senin/08 Agustus 07.30 16.30
2022
6. Selasa/09 Agustus 07.30 16.30
2022
7. Rabu/10 Agustus 07.30 16.30
2022

xliii
8. Kamis/11 Agustus 07.30 16.30
2022
9. Jumat/12 Agustus 07.30 16.30
2022
10. Senin/15 Agustus 07.30 16.30
2022
11. Selasa/16 Agustus 07.30 16.30
2022
12. Rabu/17 Agustus 07.30 16.30
2022
13. Kamis/18 Agustus 07.30 16.30
2022
14. Jumat/19 Agustus 07.30 16.30
22
15. Senin/22 Agustus 07.30 16.30
2022
16. Selasa/23 Agustus 07.30 16.30
2022
17. Rabu/24 Agustus 07.30 16.30
2022
18. Kamis/25 Agustus 07.30 16.30
2022
19. Jumat/26 Agustus 07.30 16.30
2022
20. Senin/29 Agustus 07.30 16.30
2022
21. Selasa/30 Agustus 07.30 16.30
2022

xliv
Nama : Lulu Khoerun Nisa
NIM : 2019090026
Prodi : Ilmu Hukum
Lokasi PPL : Kantor Notaris & PPAT Pulunggono Handoko,S.H.,M.Kn
Alamat : Jalan Banyumas, Selomerto,Wonosobo, Jawa Tengah 56361

N HARI/TANGGAL WAKTU WAKTU PARAF


O DATANG PULANG
1. Senin/05 09.00 16.00
September 2022
2. Selasa/06 09.00 16.00
September 2022
3. Rabu/07 September 09.00 16.00
2022
4. Kamis/08 09.00 16.00
September 2022
5. Jumat/09 09.00 16.00
September 2022
6. Senin/12 09.00 16.00
September 2022
7. Selasa/13 09.00 16.00
September 2022
8. Rabu/14 September 09.00 16.00
2022
9. Kamis/15 09.00 16.00
September 2022
10. Jumat/16 09.00 16.00
September 2022

xlv
11. Senin/19 09.00 16.00
September 2022
12. Selasa/20 09.00 16.00
September 2022
13. Rabu/21 September 09.00 16.00
2022
14. Kamis/22 09.00 16.00
September 2022
15. Jumat/23 09.00 16.00
September 2022
16. Senin/26 september 09.00 16.00
2022
17. Selasa/27 09.00 16.00
september 2022
18. Rabu/28 September 09.00 16.00
2022
19. Kamis/29 09.00 16.00
September 2022
20. Jumat/30 09.00 16.00
September 2022

B. JURNAL HARIAN

xlvi
JURNAL HARIAN MAHASISWA
PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) UNSIQ
PADA KANTOR NOTARIS DAN PPAT PULUNGGONO
HANDOKO,S.H.,M.Kn

N HARI/TANGGAL KEGIATAN PARAF


O
1. Senin/05 Penerjunan Mandiri kepada
September 2022 pihak Kantor Notaris/PPAT
Pulunggono
Handoko,S.H.,M.Kn

2. Selasa/06 Mengenal lingkungan PPL di


September 2022 Kantor Notaris/PPAT
Pulunggono
Handoko,S.H.,M.H

3. Rabu/07 September Membantu memasukkan data


2022 ke dalam buku daftar akta
PPAT bulan Mei

4. Kamis/08 Membantu memasukkan data


September 2022 ke dalam buku daftar akta
PPAT bulan Juni

5. Jumat/09 Membantu memasukkan data


September 2022 ke dalam buku daftar akta
PPAT bulan Juli

xlvii
6. Senin/12 Membantu memasukkan data
September 2022 ke dalam buku daftar akta
PPAT bulan Agustus

7. Selasa/13 Membantu pembayaran E-


September 2022 Billing Pajak Pada Bank
Jateng
Scan Pengecekan sertifikat
tanah

8. Rabu/14 September Membantu mengantarkan


2022 berkas ke Kantor BPN
Pengisian Akta Sertifikat

9. Kamis/15 Scan Pengecekan sertifikat


September 2022 tanah
Membantu pembayaran E-
Billing Pajak Pada Bank
Jateng

10. Jumat/16 Pengisian akta sertifikat


September 2022 Scan Akta sertifikat

xlviii
11 Senin/19 Pengecekan Akta Sertifikat
. September Scan Akta sertifikat
2022
12 Selasa/20 Menggarisi Surat Akta Jaminan Fidusia
. September maupun yang lainnya
2022
13 Rabu/21 Membuat Surat Akta Jual Beli
. September
2022
14 Kamis/22 Scan Pengecekan Sertifikat Tanah
. September Membantu mengantarkan berkas ke
2022 Kantor BPN

15 Jumat/23 Membantu pembayaran E-Billing Pajak


. September Pada Bank Jateng
2022 Membuat Surat Pernyataan Penguasaan
Fisik Bidang Tanah

16 Senin/26 Membuat Berita Acara Kesaksian


. September Membantu Pengecekan Minuta Akta
2022
17 Selasa/27 Membuat dan Scan Akta Pembagian
. September Hak Bersama
2022 Membantu Pengecekan Minuta Akta

18 Rabu/28 Membuat Surat Keterangan Warisan


. September
2022
19 Kamis/29 Membuat Surat Pernyataan Penetapan

xlix
. September Batas, Pemasangan Tanda Batas Dan
2022 Tidak Dalam Sengketa

20 Jumat/30 Penarikan Mandiri Oleh Mahasiswa


. September Beserta Penyerahan Kenang-Kenangan
2022 Dari Kampus Kepada Kantor
Notaris/PPAT Pulunggono
Handoko,S.H.,M.Kn

Tanda Tangan

Pulunggono Handoko,S.H.,M.Kn

JURNAL HARIAN MAHASISWA

l
PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) UNSIQ
PADA PENGADILAN NEGERI KELAS 1B BANJARNEGARA

N HARI/TANGGAL KEGIATAN PARAF


O
1. Selasa/02Agustus 2022 Penerjunan dan pengenalan
lingkungan Pengadilan Negeri
Banjarnegara, Meliputi
Kepaniteraan dan
Kesekretariatan
2. Rabu/03 Agustus 2022 Membantu pelaksanaan
administrasi diKepaniteraan
Pidana
Membantu menuliskan tanda
terima penitipan barang bukti
dari Kejaksaan Negeri
Banjarnegara
3. Kamis/04Agustus 2022 Mempelajari dan membantu
membuat surat izin besuk
tahanan
Membantu mencatat buku
register perkara pidana cepat
4. Jumat/05 Agustus 2022 Membantu meneliti kelengkapan
berkas limpah dari Kejaksaan
Negeri Banjarnegara
Membantu mencatat perkara
pidana ke dalam buku register di
Kepaniteraan Pidana
5. Senin/08 Agustus 2022 Membantu pelaksanaan

li
administrasi di Kepaniteraan
Pidana
Membantu mencatat buku
register izin penggeledahan dan
izin penyitaan
6. Selasa/09 Agustus Mempelajari E-court yang
2022 meliputi ; E-filling, E-summons,
E-payment, E-letigation
Membantu menginput data
perkara perdata GS ke E-court
dan meneliti kelengkapan
berkasnya
7. Rabu/10 Agustus 2022 Mengurutkan berkas gugatan
perkara perdata sederhana
Menulis buku penyerahan berkas
perkara perdata
Membantu pemberkasan berkas
perkara gugatan
8. Kamis/11 Agustus Membantu pelaksanaan
2022 administrasi Kepaniteraan
Perdata
Membantu mengarsipkan berkas
perkara perdata gugatan dan
permohonan ke Kepaniteraan
Hukum
9. Jumat/12 Agustus 2022 Membantu menganalisis SOP
Kepaniteraan Perdata antara yang
baru dan lama
Mengikuti jalannya pekan

lii
olahraga dalam rangka HUT RI
10. Senin/15 Agustus 2022 Membantu menganalisis SOP
Kepaniteraan Perdata antara yang
baru dan lama
Membantu mencatat ke dalam
buku register induk perkara
perdata permohonan

11. Selasa/16Agustus 2022 Membantu menyerahkan berkas


perkara perdata permohonan dan
GS ke Kepaniteraan Hukum
Membantu membuat BA
penyerahan berkas perkara
perdata ke Kepaniteraan Hukum
12. Rabu/17 Agustus 2022 UPACARA HUT RI
13. Kamis/18Agustus 2022 Memabantu mencatat buku
register perkara perdata
permohonan dan meneliti
kelengkapan berkasnya
14. Jumat/19 Agustus 2022 UPACARA HUT MA
15. Senin/22 Agustus 2022 Mengikuti jalannya persidangan
Membantu membuat surat
permohonan
16. Selasa/23Agustus 2022 Membantu membuat BA sidang
Membantu administrasi di PTSP
17. Rabu/24 Agustus 2022 Mengikuti jalannya persidangan
Membantu pelaksanaan
administrasi di Kepaniteraan

liii
Perdata dan Hukum
18. Kamis/25Agustus 2022 Membantu pelaksanaan
administrasi di Kepaniteraan
Pidana
Membantu administrasi di PTSP
19. Jumat/26 Agustus 2022 Mengikuti kegiatan jalan sehat
Membantu administrasi di PTSP
20. Senin/29 Agustus 2022 Merangkum perbedaan SOP baru
dan lama
Membantu administrasi di PTSP
21. Selasa/30Agustus 2022 Penarikan oleh Dosen
Pembimbing

liv
C. DOKUMENTASI

lv
lvi

Anda mungkin juga menyukai