AKUNTANSI SOSIAL
Alokasi sumber daya yang efisien, melalui operasi sistem pasar dalam lingkungan kapitalis
barat, dipercaya dengan penyediaan kesempatan bagi masyarakat untuk meningkatkan ‘standar
hidup’ mereka. Konsep ‘standar hidup’ yang diukur dalam segi produktivitas ekonomi nasional,
juga menyiratkan bahwa manfaat ekonomi merupakan suatu keuntungan yang seiring dari
pertumbuhan ekonomi. Beberapa manfaat ekonomi dari perkembangan dan pertumbuhan
kapitalisme telah disertai dengan kos lingkungan dan sosial. Sebagian besar efek sosial dan
lingkungan dari pertumbuhan ekonomi tidak dapat dipisahkan, dan seringkali memiliki
hubungan sebab-akibat.
Gray, et al. (1987, p. ix) mendefinisikan pelaporan sosial korporat (corporate social
reporting) sebagai:
Dimulai dengan kebangkitan Eropa dari zaman feodalisme, perkembangan ekonomi barat
dari abad ke-10 dan seterusnya ditandai dengan peningkatan produktivitas yang
memungkinkan pertumbuhan populasi yang besar. Pada awal zaman tersebut, terdapat suatu
gairah terhadap penemuan, perdagangan, finance, dan pengambilan risiko. Pembukuan
double entry berkembang untuk menanggapi kebutuhan dari peningkatan produktivitas itu,
dan sistem inilah yang dicatat oleh Luca Pacioli pada tahun 1494.
Gray, Owen dan Maunders (1987, p.1) memulai teks pertama mereka terhadap akuntansi
sosial dengan pengamatan (dua puluh atau tiga puluh tahun yang lalu) bahwa:
Tampaknya ada pandangan yang cukup umum, apabila bersifat implisit, bahwa organisasi
bisnis dan non-bisnis pada dasarnya sama-sama merupakan entitas yang
menguntungkan/bermanfaat dan berniat baik yang dituntun oleh adanya asumsi
Hal ini mulai berubah dengan perkembangan pelaporan sosial korporat (corporate social
reporting) pada awal tahun 1970-an. Respon terhadap Perang Vietnam, dan gerakan
perdamaian yang sangat aktif pada waktu itu, dipercaya sebagai awal mula pergerakan ke
arah pemenuhan tuntutan publik untuk meningkatkan tanggung jawab sosial korporat
(corporate social responsibility).
Katalisator utama meningkatnya minat terhadap hubungan antara bisnis dan masyarakat
selama 1970-an merupakan publikasi dari ide/gagasan Milton Friedman (1970) bahwa satu-
satunya tanggung jawab sosial bisnis adalah meningkatkan profit bagi para shareholder.
Selama tahun 1970 laporan-laporan sosial korporat dikembangkan, dan penerapannya oleh
KAP yang ditetapkan, seperti Ernst and Ernst, membantu mempromosikan laporan tersebut
sebagai suatu metode praktis untuk menjalankan akuntabilitas sosial korporat. Baru-baru ini
konsep pelaporan triple bottom line dikembangkan untuk mengatasi kekuatiran publik
mengenai meluasnya dampak aktivitas dan keputusan bisnis.
B. AKUNTABILITAS
Hak-hak stakeholder dapat ditinjau dari tiga sudut pandang ‘logis’ atau moral yang
berbeda, yang membentuk hubungan antara gagasan deskriptif atas akuntabilitas stakeholder
dan pertimbangan etika normatif. Ketiga sudut pandang ini yaitu berbasis kepentingan,
berbasis hak, dan berbasis kewajiban (Werhane& Freeman1997).
Analisis berbasis kepentingan menilai konsekuensi dari tindakan dan kebijakan semata-
mata terkait dengan pihak-pihak yang memiliki kepentingan langsung dalam tindakan-
tindakan tersebut. Jadi, analisis ini mencakup kepentingan diri, kepentingan kelompok, dan
konsep utilitarianisme. Pemikiran utama dari ‘logika’ kedua, analisis berbasis hak, adalah
bahwa perlindungan hak harus meniadakan kepuasan kepentingan, dan bahwa hak yang
paling penting untuk dilindungi adalah hak untuk pendistribusian yang adil atas peluang dan
kekayaan/kesejahteraan, dan hak untuk kebebasan dasar. Logika ketiga dalam teori
stakeholder, analisis berbasis kewajiban, diatur oleh konsep etika atas kewajiban atau
tanggung jawab kepada masyarakat daripada individu. Dengan demikian, analisis ini
berkaitan dengan idealisme ketepatan dan loyalitas.
Ada sudut pandang moral keempat yang dibahas oleh Werhane & Freeman (1997),
sementara tidak berorientasi pada stakeholder, yang tetap relevan dengan akuntansi sosial.
Yaitu, analisis berbasis kebajikan (virtue), berkaitan dengan kebijaksanaan (prudence) dan
keadilan (justice), yang lebih mampu menyangkut-pautkan dirinya sendiri (analisis) dengan
Penyediaan informasi dan komunikasi dengan semua stakeholder sangat penting untuk
perusahaan, sehingga masalah-masalah dapat ditangani sebelum mereka menjadi larut.
Akuntansi sosial memiliki peran besar untuk bermain dalam proses komunikatif.
2. Teori Legitimasi
Perspektif teori legitimasi didasarkan pada gagasan tentang kontrak sosial, tersurat
maupun tersirat, antara organisasi dan komunitas (Frost & Wilmshurst 1999). Proposisi/dalil
teori legitimasi adalah bahwa perusahaan diberikan hak istimewa, seperti keterbatasan
kewajiban dan pergantian terus-menerus, melalui mekanisme undang-undang korporasi.
Undang-undang ini disahkan di parlemen oleh para wakil rakyat, dan dengan demikian
terdapat kontrak sosial tidak langsung antara perusahaan dan masyarakat umum.
Jadi, legitimasi organisasi bergantung pada dukungan sosial dan politik, dan
kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan tergantung pada penyampaian perusahaan
atas beberapa tujuan yang diinginkan secara sosial. Selain itu, diharapkan bahwa perusahaan
akan memberikan manfaat kepada kelompok-kelompok yang memberikan kekuatan kepada
perusahaan, dan bahwa aktivitas mereka tidak akan merugikan secara sosial. Salah satu cara
di mana perusahaan dapat 'melegitimasi' operasinya adalah dengan memberikan informasi
tentang dampak sosial yang lebih luas, dan mengadopsi konsep akuntansi dan akuntabilitas
yang lebih luas.
3. Ekonomi Politik
Para pendukung perspektif ketiga, ekonomi politik akuntansi, berpendapat bahwa domain
ekonomi tidak dapat dianggap terpisah dari lingkungan di mana transaksi ekonomi dilakukan.
Dengan demikian, laporan akuntansi dianggap dokumen sosial dan politik, serta ekonomi.
Perks (1993) menjelaskan bahwa kekuatan/kekuasaan dan akuntabilitas saling terkait, dan
upaya untuk memaksakan akuntabilitas merupakan upaya untuk membatasi kekuasaan.
Namun, cara di mana akuntansi beroperasi cenderung mencerminkan dan meningkatkan
hubungan kekuasaan yang ada dengan menyediakan informasi yang mendukung status quo
perusahaan yang penting untuk pertumbuhan ekonomi. Ia percaya bahwa jangkauan akuntan
dalam mengubah hubungan kekuasaan itu terbatas, tetapi penulis lain, seperti Gray et aL
(1996) menyatakan bahwa penyediaan informasi adalah suatu tindakan pemberdayaan, yang
memberikan kemampuan bagi para penerima informasi untuk mengambil tindakan sosial dan
politik yang bertujuan untuk mencapai perubahan. Informasi tersebut, bagaimanapun, harus
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh berbagai pengguna.
Sejak pertama kali Pacioli mencatat metode pembukuan double entry tahun 1494,
akuntansi, sebelumnya dikembangkan oleh para pedagang untuk tujuan mereka sendiri dan
oleh karena itu umumnya dipahami dengan baik, telah mengadopsi terminologi khusus
dengan mendefinisikan kata-kata tertentu untuk memiliki arti khusus, dan dengan demikian
telah berkembang menjadi media komunikasi yang khusus digunakan sebagai 'bahasa bisnis'.
Akuntansi, sebagai bahasa bisnis, oleh karena itu memainkan peran utama dalam
memfasilitasi dominasi ekonomi atas kelompok-kelompok yang kuat, termasuk perusahaan
besar. Karena bahasa akuntansi adalah informasi eksklusif yang tidak dapat diukur dari segi
keuangan, banyak informasi yang penting untuk mengkomunikasikan dampak sosial dari
aktivitas bisnis belum disediakan.
Efek dari aktivitas usaha, difasilitasi dan didukung oleh informasi akuntansi, dapat
menimpa secara tidak merata pada kelompok-kelompok sosial yang berbeda, dan dalam
situasi inilah, isu-isu kesetaraan dan keadilan muncul.
5. Keadilan (Justice)
Filsuf politik John Rawls (1971) mengembangkan teori keadilan diterapkan pada
lembaga-lembaga ekonomi yang melibatkan penilaian/pertimbangan moral tentang distribusi
barang sosial. Rawls mencatat bahwa sistem kapitalis pasar bebas bergantung pada
ketidaksetaraan penghargaan dan hak istimewa yang melekat dalam profit dan persaingan.
Rawls (1982) mengusulkan dua prinsip sebagai pedoman bagi lembaga-lembaga politik,
sosial dan ekonomi:
(a) Setiap orang memiliki hak yang sama untuk skema yang sepenuhnya memadai atas
kebebasan berbasis kesetaraan yang kompatibel dengan skema kebebasan yang sama
untuk semua.
(b) Kesenjangan sosial dan ekonomi memenuhi dua kondisi. Pertama, mereka harus
melekat pada jabatan dan posisi yang terbuka untuk semua dalam kondisi kesetaraan
yang wajar; dan kedua, mereka harus menjadi manfaat terbesar untuk anggota
masyarakat yang setidaknya diuntungkan.
Jadi, prinsip kedua berkaitan dengan distribusi yang adil atas sumber daya masyarakat,.
dan inilah juga yang menjadi perhatian akuntansi sosial. Sementara perusahaan besar selalu
memiliki kendali atas sebagian besar sumber daya masyarakat, prinsip-prinsip keadilan dan
kewajaran mengharuskan perusahaan digunakan untuk kepentingan terbaik masyarakat, dan
bukan untuk kepentingan diri manajer perusahaan dan para shareholder. Pelaporan sosial
memungkinkan perusahaan untuk melaksanakan akuntabilitas sosial ini dalam cara yang
sama sebagai laporan keuangan yang ditujukan untuk pelaksanaan akuntabilitas ekonomi
kepada para stakeholder.
Banyak perusahaan kini sudah mengadopsi pelaporan triple bottom line, karena mereka
percaya bahwa hal itu memberikan peluang untuk menunjukkan kepada para stakeholder
mereka bahwa mereka sedang memajukan praktik-praktik bisnis yang
berkesinambungan/berkelanjutan. Dalam banyak laporan 'sustainabiity' yang diterbitkan,
kinerja sosial berkaitan erat dengan efek ekonomi. Misalnya, tolok ukur dari kecelakaan
karyawan yang berkurang terkait dengan penghematan dalam premi asuransi atau hari kerja
hilang. Laporan Mays (2003), dalam bahasan tentang sustainability, menyatakan bahwa:
Mathew (1993) telah aktif selama bertahun-tahun dalam mengajukan metode-metode untuk
meningkatkan penyediaan informasi sosial. Khususnya, dia telah mengkaji studi-studi akuntansi
Mathew menggambarkan istilah total impact accounting mengacu pada upaya untuk
mengukur, dalam segi keuangan, total kos dari menjalankan suatu organisasi dalam bentuk
yang sudah ada. Total kos organisasi dapat dibagi antara kos pribadi (private) dan kos publik.
Kos pribadi (private), juga disebut kos internal, adalah kos-kos yang secara tradisional
dicatat dan diukur dengan sistem akuntansi, seperti bahan baku, kos tenaga kerja dan
overhead. Kos publik juga dikenal sebagai kos eksternal, atau eksternalitas, dan kos-kos ini
ditanggung oleh komunitas. Dalam istilah akuntansi sosial, ekternalitas meliputi kos-kos
seperti masalah-masalah kesehatan yang disebabkan oleh emisi dari proses industri yang
mengakibatkan tingginya permintaan atas jasa medis dan sosial.
2. Socio-Economic Accounting
Jelas, beberapa pengukuran akan sangat sulit untuk diperoleh, tetapi terdapat model-
model penilaian sosial dalam literatur ekonomi, seperti contingent valuation dan option
pricing, yang menawarkan beberapa panduan/pedoman. Model-model ini dapat digunakan
Laporan triple bottom line saat ini sedang disediakan oleh banyak perusahaan termasuk
kombinasi atas informasi keuangan, informasi non-keuangan terukur, dan deskripsi naratif.
Masalah potensial dengan menempatkan nilai keuangan pada sumber daya sosial adalah bahwa
para pengguna seringkali menganggap informasi keuangan tersebut objektif, tanpa menyadari
bahwa pertimbangan (judgment) seringkali terlibat dalam perhitungan jumlah yang dilaporkan.
Hal ini dapat menimbulkan hasil-hasil yang sub-optimal dari penggunaan informasi tersebut oleh
orang-orang yang tidak sepenuhnya diberitahukan mengenai sifat informasi. Informasi non-
keuangan terukur mungkin lebih dilaporkan secara lebih objektif, tetapi seringkali terdapat
kesulitan dalam membandingkan kuantitas sumber daya sosial yang berbeda. Naratif dapat
Pelaporan yang bermanfaat tetap dapat dicapai. Para akuntan, ketika mereka menghitung
rasio-rasio keuangan, menyadari kekurangan, bahwa rasio tunggal tidaklah bermanfaat untuk
tujuan pengambilan keputusan, tetapi kecenderungan dari waktu ke waktu dapat menyediakan
sebuah indikator yang berarti. Dalam cara yang sama, para akuntan sangat berhati-hati dalam
membandingkan rasio-rasio keuangan dari perusahaan yang berbeda, dan khususnya perusahaan
dalam industri yang berbeda. Informasi sosial dapat bekerja dalam cara yang sangat mirip.
Kebanyakan laporan sosial baru-baru ini dipublikasikan oleh perusahaan dan organisasi
pemerintahan memberikan indikator tolok ukur terhadap kinerja mana yang dapat dinilai.
Contohnya, perusahaan air dapat menetapkan sebuah tolok ukur untuk tingkat organisme yang
ada dalam aliran sungai lokal, dan menetapkan target untuk mengurangi konsentrasi selama
beberapa tahun.