Anda di halaman 1dari 5

PERTEMUAN 20

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN PASAL 28A, 29 DAN 31E

A. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari Pertemuan 20 mengenai Akuntansi Pajak Penghasilan
Pasal 28A, 29 dan 31E, mahasiswa mampu melakukan pencatatan atas transaksi
berkaitan dengan pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 28A, 29 dan 31E.

B. Uraian Materi
1. Pajak Penghasilan Pada Akhir Tahun
a. Perhitungan Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak wajib pajak badan diperoleh setelah melakukan
perhitungan laba bersih sesuai dengan laporan laba rugi komersial dikurangi
dengan penghasilan yang telah dikenakan PPh Final, dikurangi penghasilan
yang bukan merupakan objek pajak, ditambah dengan koreksi fiscal positif,
dikurangi koreksi fiscal negative dan kompensasi kerugian fiscal. Perhitungan
tersebut akan dibahas pada bab selanjutnya.
b. Tarif Pajak
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dihitung berdasarkan tarif pada Undang
Undang Pajak Penghasilan Pasal 17 dikalikan dengan penghasilan neto,
setelah dikurangi kompensasi kerugian fiscal. Terdapat 3 jenis tarif pajak untuk
Wajib Pajak Badan yaitu sebagai berikut :
1) Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf b, dimana tarif ini merupakan tarif umum
untuk wajib pajak badan dalam negeri. Tarif umum PPh Badan yang berlaku
untuk tahun pajak 2009 adalah sebesar 28%, untuk tahun pajak 2010 hingga
2020 sebesar 25%, dan untuk 2021 dan seterusnya adalah 22%. Contoh :
PT ABC melaporkan peredaran usaha dalam tahun 2019 sebesar Rp
80.000.000.000 dengan jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp 2.500.000.000.
Maka PPh Terutang PT ABC adalah 25% x Rp 2.500.000.000 = Rp
625.000.000
2) Tarif PPh Pasal 17 ayat 2(b), dimana tarif ini berlaku bagi wajib pajak badan
dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit memiliki
40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor dan diperdagangkan di
Bursa Efek Indonesia dapat memperoleh pengurangan tarif sebesar 5%
lebih rendah daripada tarif umum. Misal : PT PQR, Tbk melaporkan
peredaran usaha tahun 2019 sebesar Rp 80.000.000.000 dengan jumlah
Penghasilan Kena Pajak Rp 2.500.000.000. Maka PPh Terutang PT PQR,
Tbk adalah (25%-5%) x Rp 2.500.000.000 = Rp 500.000.000
3) Tarif PPh Pasal 31 E ayat 1, dimana pasal ini berbunyi bagi wajib pajak
dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000
mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif umum
yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto
sampai dengan Rp 4.800.000.000.
Contoh 1 : peredaran bruto PT XYZ dalam tahun pajak 2019 sebesar Rp
4.500.000.000 dengan Penghasilan Kena Pajak senilai Rp 500.000.000.
Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto
tersebu dikenai pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif PPh yang berlaku
karena jumlah peredaran bruto PT XYZ tidak melebihi Rp 4.800.000.000.
Maka PPh yang terutang adalah (50% x 25%) x Rp 500.000.000 = Rp
62.500.000
Contoh 2 : peredaran bruto PT XYZ dalam tahun pajak 2019 sebesar Rp
40.000.000.000 dengan Penghasilan Kena Pajak senilai Rp 4.000.000.000.
Maka, perhitungan PPh terutang adalah sebagai berikut :
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari peredaran bruto yang mendapat
fasilitas :
(Rp 4.800.000.000 : Rp 40.000.000.000) x Rp 4.000.000.000 = Rp
480.000.000
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari peredaran bruto yang tidak mendapat
fasilitas :
Rp 4.000.000.000 – Rp 480.000.000 = Rp 3.520.000.000
PPh Yang Terutang :
(50% x 25%) x Rp 480.000.000 = Rp 60.000.000
25% x Rp 3.520.000.000 = Rp 880.000.000 +
Jumlah PPh Terutang = Rp 940.000.000
c. Kredit Pajak
Kredit Pajak merupakan pengurang PPh terutang yang merupakan uang muka
pajak berupa Pajak Penghasilan yang dipotong/dipungut pihak lain tidak
termasuk PPh bersifat final dalam tahun pajak yang bersangkutan. Kredit pajak
dapat juga berupa Pajak Penghasilan yang dibayar sendiri maupun yang
dipotong/dipungut oleh pihak lain dan juga yang terutang di luar negeri.

2. Perhitungan dan Pencatatan PPh Kurang (Lebih) Bayar


Penghitungan kurang (lebih) bayar dilakukan dengan menggunakan skema
perhitungan berikut ini :
Penghasilan Netto Fiskal Rp xxx
Kompensasi Kerugian Fiskal (Rp xxx)
Penghasilan Kena Pajak Rp xxx
PPh Terutang (Tarif x Penghasilan Kena Pajak) Rp xxx
Kredit Pajak :
1. PPh Pasal 22 Rp xxx
2. PPh Pasal 23 Rp xxx
3. PPh Pasal 24 Rp xxx
4. Angsuran PPh Pasal 25 Rp xxx +
Total Kredit Pajak (Rp xxx)
PPh Kurang (Lebih) Bayar Rp xxx

Jika berdasarkan perhitungan diatas PPh terutang menunjukkan nilai lebih besar
daripada Total Kredit pajak, artinya adalah jumlah pajak yang harus dibayar lebih
besar daripada jumlah pajak yang sudah dibayar maka status SPT menunjukkan
KURANG BAYAR (Pasal 29). Namun, jika jumlah pajak terutang lebih kecil dari
jumlah kredit pajak, maka status SPT menunjukkan lebih bayar (Pasal 28A) dan
akan dicatat sebagai berikut :
Pencatatan Kurang Bayar (Pasal 29)
Beban Pajak Penghasilan xxxx
Kredit Pajak Pasal 22 xxx
Kredit Pajak Pasal 23 xxx
Kredit Pajak Pasal 24 xxx
Kredit Pajak Pasal 25 xxx
Hutang PPh Pasal 29 xxxx

Pencatatan Lebih Bayar (Pasal 28A)


Beban Pajak Penghasilan xxxx
Piutang PPh Pasal 28A xxx
Kredit Pajak Pasal 22 xxx
Kredit Pajak Pasal 23 xxx
Kredit Pajak Pasal 24 xxx
Kredit Pajak Pasal 25 xxx

Ilustrasi Kasus :
Pada tahun 2019 PT. ABC mencatat peredaran bruto Rp 55 Miliar dan penghasilan
kena pajak sejumlah Rp 100 juta. Jika pada tahun tersebut perusahaan telah
dipotong dan dipungut PPh Pasal 22 sebesar 2 juta, PPh Pasal 23 sebesar 3 juta.
Berapakah besarnya PPh Pasal 29/28A dan PPh Pasal 25 yang menjadi dasar
angsuran pembayaran untuk tahun pajak yang akan datang?
Maka, perhitungan Kurang (Lebih) bayar pajak adalah sebagai berikut :
Penghasilan Kena Pajak Rp 100.000.000
Pajak Terutang (25% x Rp 100.000.000) Rp 25.000.000
Kredit Pajak :
- Kredit Pajak Penghasilan Pasal 22 Rp 2.000.000
- Kredit Pajak Penghasilan Pasal 23 Rp 3.000.000 +
Total Kredit Pajak Rp 5.000.000 –
PPh Kurang bayar (Pasal 29) Rp 20.000.000

Jurnalnya adalah :
Beban Pajak Penghasilan 25.000.000
Kredit Pajak Penghasilan Pasal 22 2.000.000
Kredit Pajak Penghasilan Pasal 23 3.000.000
Hutang PPh Pasal 29 20.000.000

C. Latihan Soal
1. PT Indosurya, Tbk merupakan perusahaan terbuka. Pada tahun 2019 total saham
publiknya 45%, memiliki peredaran bruto senilai Rp 250.000.000.000 dengan laba
komersial sebesar Rp 75.000.000.000. Biaya yang menjadi pengurang terdapat
biaya pinjaman sebesar Rp 2.500.000.000. Penghasilan diluar usaha yang
diperoleh adalah keuntungan selisih kurs senilai Rp 2.500.000.000. Kredit pajak
tahun 2019 dirinci sebagai berikut :
a. PPh Pasal 22 Impor Rp 25.000.000
b. PPh Pasal 23 Jasa Rp 35.000.000
c. PPh Pasal 25 Rp 120.000.000
d. STP PPh Pasal 25 Rp 45.000.000 (sanksi administrasi Rp 5.000.000)
Hitunglah PPh yang harus dibayar PT Indosurya, Tbk dan bagaiman pencatatan
PPh akhir tahunnya !

2. PT XOP pada tahun 2019 memiliki peredaran bruto senilai Rp 41.000.000.000


dengan penghasilan kena pajak senilai Rp 5.000.000.000. PT XOP membayar
PPh 22 atas impor sebesar Rp 12.500.000, angsuran PPh Pasal 25 senilai Rp
12.000.000 dan PPh Pasal 23 sebesar Rp 7.500.000. Hitunglah Pajak kurang
(lebih) bayar PT XOP dan buatkanlah jurnalnya !

D. Referensi

Anda mungkin juga menyukai