Anda di halaman 1dari 24

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Konseling Individual

a. Pengertian Konseling Individual

Layanan adalah tindakan yang sifat dan arahnya menuju

kepada kondisi lebih baik yang membahagiakan bagi pihak yang

mendapatkan layanan.6 Prayitno dalam Tohirin berpendapat bahwa

layanan konseling individual adalah layanan yang diselenggarakan

oleh seorang pembimbing (konselor) terhadap seorang klien dalam

rangka pengentasan masalah pribadi klien.7 Layanan konseling

individual yaitu layanan Bimbingan dan Konseling yang

memungkinkan peserta didik mendapatkan layanan langsung secara

tatap muka dengan guru pembimbing atau konselor dalam rangka

pembahasan dan pengentasan permasalahannya.8

Kerangka kerja konseling individual dilandasi oleh prinsip

dasar sebagai berikut: Pertama, klien adalah individu yang memiliki

kemampuan untuk memilih tujuan, membuat keputusan dan secara

umum mampu menerima tanggung jawab dari tingkah lakunya.

Kedua, konseling berfokus pada saat ini dan masa depan, tidak

berfokus pada masa lalu. Ketiga, wawancara merupakan alat utama

6
Prayitno, Wawasan Propesional Konseling,( Padang: Universitas Negeri Padang, 2009)
hlm. 8.
7
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2007), hlm. 163.
8
Dewa Ketut Sukardi, Op. Cit. hlm. 63.

8
9

dalam keseluruhan kegiatan konseling. Keempat, tanggung jawab

keputusan berada pada klien. Kelima, konseling memfokuskan pada

perubahan tingkah laku dan bukan hanya membantu klien

menyadari masalahnya.

b. Tujuan Konseling Individual

Tujuan layanan konseling individual adalah agar kien

memahami kondisi dirinya sendiri, lingkungan, permasalahan yang

dialami, kekuatan dan kelemahan dirinya sehingga klien mampu

mengatasinya. Dengan perkataan lain, konseling perorangan

bertujuan untuk mengentaskan masalah yang dialami klien.9

Tujuan konseling adalah memfasilitasi klien agar terbantu

untuk:

1. Menyesuaikan diri secara efektif terhadap diri sendiri dan

lingkungannya, sehingga memperoleh kebahagiaan hidup.

2. Mengarahkan dirinya sesuai dengan potensinya yang

dimilikinya ke arah perkembangan yang optimal.

3. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman diri.

4. Memperkuat motivasi untuk melakukan hal-hal yang benar.

5. Mengurangi tekanan emosi melalui kesempatan untuk

mengekspresikan perasaannnya.

6. Meningkatkan pengetahuan dan kapasitas untuk mengambil

keputusan yang efektif.

9
Tohirin, Op. Cit. hlm. 165.
10

7. Meningkatkan hubungan antar pribadi.10

c. Azas Konseling Individual

Kekhasan yang paling mendasar dalam layanan konseling

individual adalah hubungan interpersonal yang amat intens antara

klien dan konselor. Asas-asas dalam konseling individual akan

memperlancar proses dan memperkuat hubungan antara klien dan

konselor adalah sebagai berikut:

1. Asas Kerahasiaan; Tidak bisa dielak lagi, hubungan

interpersonal yang amat intens sanggup membongkar berbagai

isi pribadi yang paling dalam sekalipun, terutama pada sisi klien.

suksesnya pelayanan.

2. Asas Kesukarelaan dan Keterbukaan; Kesukarelaan penuh klien

untuk menjalani proses pelayanan konseling bersama konselor

menjadi buah dari terjaminnya kerahasiaan pribadi klien.

Dengan demikian kerahasiaan-kesukarelaan menjadi unsur dwi-

tunggal yang mengantarkan klien ke arena proses pelayanan

konseling. Asas kerahasiaan-kesukarelaan akan menghasilkan

keterbukaan klien.

3. Asas Keputusan Diambil oleh Klien Sendiri; Inilah asas yang

secara langsung menunjang kemandirian klien. Berkat

rangsangan dan dorongan konselor agar klien berfikir,

menganalisis, menilai, dan menyimpulkan sendiri. akhirnya

10
Prayitno, Seri Pemandu Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Tingkat,
(Padang: Universitas Negeri Padang, 1999), hlm. 94-95.
11

klien mampu mengambil keputusan sendiri berikut menanggung

resiko yang mungkin ada sebagai akibat keputusan tersebut.

4. Asas Kekinian dan Kegiatan; Asas kekinian diterapkan sejak

paling awal konselor bertemu klien. Dengan nuansa kekinianlah

segenap proses layanan dikembangkan, dan atas dasar kekinian

pulalah kegiatan klien dalam layanan dijalankan.

5. Asas Kenormatifan dan Keahlian; Keahlian konselor itu

diterapkan dalam suasana normatif terhadap klien yang sukarela,

terbuka, aktif agar klien mampu mengambil keputusan sendiri.

Seluruh kegiatan itu bernuansa kekinian dan rahasia pribadi

sepenuhnya dirahasiakan.11

d. Pelaksanaan Konseling Individual

Secara menyeluruh dan umum, proses konseling individual dari

kegiatan paling awal sampai kegiatan akhir, terentang dalam lima

tahap, yaitu : (1) tahap pengantaran (introduction), (2) tahap

penjajagan (insvestigation), (3) tahap penafsiran (interpretation) (4)

tahap pembinaan (intervention), dan (5) tahap penilaian (inspection).

Dalam keseluruhan proses layanan konseling perorangan, konselor

harus menyadari posisi dan peran yang sedang dilakukannya.

1. Pengantaran (introduction)

Proses pengantaran mengantarkan klien memasuki kegiatan

konseling dengan segenap pengertian, tujuan, dan prinsip dasar

11
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta:Rineka
Cipta, 2004), hlm, 114-120.
12

yang menyertainya. Proses pengantaran ini ditempuh melalui

kegiatan penerimaan yang bersuasana hangat, permisif, tidak

menyalahkan, penuh pemahaman, dan penstrukran yang jelas.

Apabila proses awal ini efektif, klien akan termotivasi untuk

menjalani proses konseling selanjutnya dengan hasil yang lebih

menjanjikan.

2. Penjajakan (insvestigation)

Proses penjajagan dapat diibaratkan sebagai membuka dan

memasuki ruang sumpek atau hutan belantara yang berisi hal-hal

yang bersangkut paut dengan permasalahan dan perkembangan

klien. Sasaran penjajakan adalah hal-hal yang dikemukakan klien

dan hal-hal lain perlu dipahami tentang diri klien. Seluruh sasaran

penjajakan ini adalah berbagai hal yang selama ini terpendam,

tersalahartikan dan/atau terhambat perkembangannya pada diri

klien.

3. Penafsiran (interpretation)

Apa yang terungkap melalui panjajakan merupakan berbagai

hal yang perlu diartikan atau dimaknai keterkaitannya dengan

masalah klien. Hasil proses penafsiran ini pada umumnya adalah

aspek-aspek realita dan harapan klien dengan bebagai variasi

dinamika psikisnya. Dalam rangka penafsiran ini, upaya diagnosis

dan prognosis, dapat memberikan manfaat yang berarti.


13

4. Pembinaan (intervensi)

Proses pembinaan ini secara langsung mengacu kepada

pengentasan masalah dan pengembangan diri klien. Dalam tahap

ini disepakati strategi dan intervensi yang dapat memudahkan

terjadinya perubahan. Sasaran dan strategi terutama ditentukan

oleh sifat masalah, gaya dan teori yang dianut konselor, serta

keinginan klien. Dalam langkah ini konselor dan klien

mendiskusikan alternatif pengentasan masalah dengan berbagai

konsekuensinya, serta menetapkan rencana tindakannya.

5. Penilaian (inspection)

Upaya pembinaan melalui konseling diharapkan

menghasilkan terentaskannya masalah klien. Ada tiga jenis

penilaian yang perlu dilakukan dalam konseling perorangan, yaitu

penialaian segera, penilaian jangka pendek, dan penialaian jangka

panjang. Penialian segera dilaksanakan pada setiap akhir sesi

layanan, sedang penialaian pasca layanan selama satu minggu

sampai satu bulan, dan penialian jangka panjang dilaksanakan

setelah beberapa bulan. Fokus penilaian segera diarahkan kepada

diperolehnya informasi dan pemahaman baru (understanding),

dicapaianya keringanan beban perasaan (comfort), dan

direncanakannya kegiatan pasca konseling dalam rangka

perwujudan upaya pengentasan masalah klien (action). Penilaian

pasca konseling, baik dalam jangka pendek (beberapa hari)


14

maupun jangka panjang mengacu kepada pemecahan masalah dan

perkembangan klien secara menyeluruh. Setiap penilaian, baik

penilaian segera, jangka pendek, maupun jangka panjang, perlu

diikuti tindaklajutnya demi keberhasilan klien lebih jauh. Tindak

lanjut itu dapat berupa pemeliharaan kondisi, konseling lanjutan,

penerapan teknik lain, atau berupa alih tangan kasus.

Dari pembahasan di atas, terlihat jelas bahwa pelaksanaan

konseling individual tidak terlepas dari peran seorang konselor (guru

Bimbingan dan Konseling).

e. Pengertian Guru Bimbingan dan Konseling

Guru Bimbingan dan Konseling seiring waktu disebut dengan

“konselor sekolah”. Guru Bimbingan dan Konseling adalah

seseorang yang ahli dalam bidangnya untuk memberikan bantuan

dan bimbingan kepada anak didik melalui layanan Bimbingan dan

Konseling.

Menurut Andi Mapiare, guru Bimbingan dan Konseling

adalah suatu tunjukan kepada petugas di bidang konseling yang

memiliki sejumlah kompetensi dan karakteristik pribadi khususnya

yang diperoleh melalui pendidikan profesional.12

Guru Bimbingan dan Konseling yang profesional menurut

Prayitno adalah seseorang yang mampu mengintegrasikan lima

faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu,

12
Andi Mapiare, loc. Cit.
15

yaitu Pancasila, pancadaya (taqwa, cipta, rasa, karsa, dan karya),

lirahid (yaitu ranah atau tataran jasmaniah-rohaniah, individual-

sosial, material-spiritual, dunia-akhirat, dan lokal-global universal),

likuladu (gizi, pendidikan, sikap dan perlakuan orang lain, budaya

dan kondisi incidental), dan masidu (rasa aman, kompetensi,

aspirasi, semangat dan penggunaan kesempatan).

Di samping itu, seorang guru Bimbingan dan Konseling atau

konselor sekolah adalah seorang pendidik, Ia memahami dengan

baik ilmu dan praktik pendidikan. Lebih dasar lagi, guru Bimbingan

dan Konseling mendalami hakekat kemanusiaan dengan likuladunya

yang hanya dapat menjadi manusia seutuhnya melalui pendidikan.13

f. Kualifikasi dan Kompetensi Guru Bimbingan dan Konseling

Dalam Permendiknas No. 27 tahun 2008 tentang Standar

Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor memberikan

batasan siapa itu pemegang profesi konselor atau guru pembimbing,

yaitu sarjana Bimbingan dan Konseling (S1 Bimbingan dan

Konseling) yang telah menamatkan program PPK.

Selain itu di dalam Permendiknas tersebut dikemukakan

tujuh belas kompetensi inti, yang oleh karenanya dapat disebut

sebagai “Kompetensi Pola 17”. Ketujuh belas kompetensi ini

tersebut adalah :

13
Prayitno, Konseling Pancawaskita, (Padang: Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang, 1998), hlm. 33.
16

1. Kompetensi Pedagogik

a. Menguasai teori dan praktis pendidikan.

b. Mengaplikasikan perkembangan fisiologi dan psikologis

serta perilaku konseli atau klien.

c. Menguasai esensi pelayanan Bimbingan dan Konseling

dalam jalur, jenis, jenjang satuan pendidikan.

2. Kompetensi Kepribadian

a. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

b. Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan,

individualitas dan kebebasan memilih.

c. Menunjukan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat.

d. Menampilkan kinerja berkualitas tinggi.

3. Kompetensi Sosial

a. Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja.

b. Berperan dalam organisasi profesi dan kegiatan profesi

Bimbingan dan Konseling.

c. Mengimplementasikan kolaborasi antarprofesi.

4. Kompetensi Profesional.

a. Menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami

kondisi, kebutuhan dan masalah klien atau konseli.

b. Menguasai kerangka teoritik dan praksis Bimbingan dan

Konseling.

c. Merancang program Bimbingan dan Konseling.


17

d. Mengimplementasikan program Bimbingan dan Konseling

yang komprehensif.

e. Menilai proses dan hasil kegiatan Bimbingan dan Konseling

f. Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika

profesional.

g. Menguasai konsep dan praksis penelitian dalam bimbingan

dan konseling.

Permendiknas tersebut juga menetapkan bahwa penyediaan

dan penempatan konselor profesional pada satuan-satuan pendidikan

perlu diselenggarakan.14

Selain itu, Sofyan S. Willis juga mengatakan seorang

konselor seyogyanya memiliki kualitas pribadi yang unggul

termasuk pengetahuan, wawasan, keterampilan dan nilai-nilai yang

dimilikinya yang akan memudahkannya dalam menjalankan proses

konseling sehingga mencapai tujuan dengan berhasil (efektif).15

Hal senada juga dikatakan oleh Perez dalam Surya bahwa

kepribadian seorang konselor merupakan faktor yang paling penting

dalam konseling. Kepribadian konselor merupakan titik tumpu yang

berfungsi sebagai penyimbang antara pengetahuan mengenai

dinamika perilaku dan keterampilan terapeutik.16

14
Prayitno, Wawasan Profesi Konseling, (Padang: Jurusan Bimbingan dan Konseling
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang, 2009), hlm. 67-68.
15
Sofyan S. Willis, Konseling Individual Teori dan Praktek, (Bandung: Alfabeta, 2009),
hlm. 79.
16
M. Surya, Psikologi Konseling, (Bandung: Pustaka BanI Quraisy, 2003), hlm. 63.
18

Selain itu untuk melaksanakan fungsi, tugas dan kegiatannya

seorang konselor atau guru Bimbingan dan Konseling perlu

melengkapi dirinya dengan berbagai kemampuan yang terwujud

dalam berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukungnya,

kemampuan pengelolaan, kemampuan bekerja sama dalam suatu

kemampuan tim (melalui proses pembangunan kerja sama atau team

building, melaksanakan kerja sama atau team working, dan

bertanggung jawab bersama atau responsibility, serta penekanan

pelaksanaan pelayanan bantuan dalam bingkai budaya.

Seorang guru Bimbingan dan Konseling juga dituntut

menguasai landasan teori dan praktik semua kegiatan dan proses

Bimbingan dan Konseling. Tidak hanya bisa menghafalkan berbagai

macam teori yang sangat banyak, tetapi dituntut juga mampu

mengaplikasikan berbagai teori tersebut dalam pengalaman nyata

konseling. Tidak cukup dengan adanya penguasaan teori dan praktis

pendidikan dan prosedur pelayanan konseling, guru Bimbingan dan

Konseling harus mampu menjadi seorang peneliti unggul, sehingga

mampu mengembangkan dan merumuskan berbagai hasil

penelitiannya untuk memajukan kegiatan profesi Bimbingan dan

Konseling.
19

g. Tugas Pokok Guru Bimbingan dan Konseling.

Menurut peraturan bersama Mentri Pendidikan Nasional dan

Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 03/V/PB/2010 dan

nomor 14 Tahun 2010 tentang petunjuk pelaksanaan jabatan

fungsional guru dan angka kreeditnya mentakan beberapa poin

terkait dengan pelaksanaan/penanggung jawab Bimbingan dan

Konseling beserta kinerja guru Bimbingan dan Konseling disekolah

sebagai berikut:

1. Guru Bimbingan dan Konseling atau konselor adalh guru yang

mempunyai tugas, tangung jawab, wewenang, dan hak secara

penuh dalm kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling

terhadap sejumlah siswa.

2. Penilaian kinerja guru Bimbingan dan Konseling atau konselor

dihitung secara proporsional berdasarkan beben kerja wajib

paling kurang 150( Seratus lima puluh) orang pesertadidik dan

paling banyak 250 ( Dua ratus limapuluh ) orang peserta didik

pertahun.

3. Kegiatan Bimbingan dan Konseling adalah kegiatan guru

Bimbingan dan Konseling atau konselor dalam menyusun

rencana pelayanan Bimbingan dan Konseling, melaksanakan

Bimbingan dan Konseling, mengevaluasi proses dan hasil

pelayanan Bimbingan dan Konseling serta melakuakn perbaikan

tindak lanjut memen faatkan hasil evaluasi.


20

Ada beberapa hal yang perlu dipahami dan dikuasai serta

diterakan oleh guru Bimbingan dan Konseling (dalam permendikbut

81 A/2013) adalah sebagai berikut:

1. Pegertian, tujuan, prinsip, asas-asas, paradigma , visi dan misi

pelayanan bimbingan dan konseling profesional.

2. Bidang dan materi bimbingan dan konseling, temasuk didalam

nya materi pendidikan karakter dan arah pemintaan siswa.

3. Jenis layanan, kegiatan pendukung dan format pelayanan

bimbingan dan konseling.

4. Pendekatan, metode, teknik dan media pelayanan bimbingan dan

konseling, teramasuk di dalamnya pengubahan tingkah laku,

penanaman nilai-nilai karakter dan peminatan peserta didik.

5. Penilain hasil dan proses layanan bimbingan dan konseling.

6. Penyusunan program pelayanan bimbingan dan konseling.

7. Pengelolaan pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan

konseling.

8. Penyusunan laporan pelayanan bimbingan dan konseling.

9. Kode etik profesional bimbingan dan konseling.

10. Peran organisasi profesi bimbingan dan konseling.

Sebagai pejabat fungsional guru bimbingan dan konseling

atau konselor dituntut melaksanakan berbagai tugas pokok

fungsionalnya secara profesional ada 5 tugas pokok guru bimbingan

dan konseling sebagai berikiut:


21

1. Menyusun program bimbingan

2. Melaksanakan program bimbingan

3. Evaluasi pelaksanaan program bimbingan

4. Analisis hasil pelaksanaan program bimbingan

5. Tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap peserta didik

yang menjadi tanggung jawabnya. 17

Adapun penjelasan secara terperinci dari ayat tersebut adalah

sebagai berikut :

1. Menyusun Program

Langkah pertama dari tugas pokok guru Bimbingan dan

Konseling adalah menyusun program, untuk menyusun program

dalam bentuk satuan layanan yang dijabarkan dari program

tahunan, semesteran dan bulanan, guru Bimbingan dan

Konseling perlu memperhatikan :

a. Kondisi dan taraf perkembangan siswa asuhnya.

b. Kebutuhan siswa

c. Kondisi budaya dan alam

d. Kondisi dan ketersediaan sarana dan prasarana.

2. Melaksanakan Program

Guru Bimbingan dan Konseling melaksanakan pelayanan

Bimbingan dan Konseling sesuai dengan satuan layanan (Satlan)

dan satuan kegiatan pendukung (Satkung). Kegiatan layanan

17
Suhertina, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Pekanbaru: mutiara pesisir sumatra,
2014 .hlm. 146-149.
22

Bimbingan dan Konseling tidak hanya dapat dilakukan di dalam

kelas tetapi juga di ruang Bimbingan dan Konseling atau ruang

lain yang memenuhi syarat terutama dapat diterapkan azas

kerahasiaan.

3. Evaluasi

Evaluasi pada Bimbingan dan Konseling dilakukan

dalam bentuk penilaian proses dan hasil. Berdasarkan waktu

pelaksanaan evaluasi dapat dibagi atas; penilaian segera,

penilaian jangka pendek, dan penilaian jangka panjang.

4. Analisis Hasil Evaluasi

Yakni guru pembimbing menganalisis hasil evaluasi

dalam bentuk tertulis yang diperoleh dari siswa atau hasil

observasi.

5. Tindak Lanjut

Guru Bimbingan dan Konseling dalam hal ini,

menindaklanjuti ada dua kemungkinan yakni kelanjutan layanan

Bimbingan dan Konseling atau menghentikannya.18

2. Regulasi Diri

a. Pengertian Regulasi Diri

Regulasi diri adalah proses dalam kepribadian yang penting

bagi individu untuk berusaha mengendalikan pikiran, perasaan,

dorongan, dan hasrat mereka, biasanya dikonseptualisasikan dengan

18
Amirah Diniaty dan Riswani, Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling, (Pekanbaru:
Suska Press, 2008), hlm. 46-50.
23

melibatkan kontrol, arah, dan koreksi tindakan sendiri dalam proses

menuju atau menjauh dari tujuan.

Dalam penelitian ini, definisi regulasi diri yang digunakan

adalah kemampuan untuk merencanakan, mengarahkan, dan

memonitor perilaku untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan

melibatkan unsur fisik, kognitif, emosional, dan sosial.

b. Tahapan Regulasi Diri

Miller & Brown dalam Neal & Carey, memformulasikan

regulasi diri sebanyak enam tahap. Keenam tahapan ini merupakan

landasan dalam penyusunan alat ukur regulasi diri yang digunakan

dalam penelitian ini, yakni SSRQ (Short Self Regulation

Questionnaire). Penyusunan alat ukur dilakukan oleh Miller &

Brown yang kemudian diperbaharui oleh Neal & Carey. Oleh karena

itu, keenam tahapan ini akan tergambarkan pada item-item pada alat

ukur yang digunakan. Keenam tahapan tersebut antara lain:

1. Receiving atau menerima informasi yang relevan, yaitu langkah

awal individu dalam menerima informasi dari berbagai sumber.

Dengan informasi-informasi tersebut, individu dapat mengetahui

karakter yang lebih khusus dari suatu masalah, seperti

kemungkinan adanya hubungan dengan aspek lainnya.

2. Evaluating atau mengevalusi informasi. Setelah memperoleh

informasi, langkah selanjutnya adalah menyadari seberapa

besarmasalah tersebut. Dalam proses evaluasi diri, individu


24

menganalisis informasi dengan membandingkan suatu masalah

yang terdeteksi di luar diri (eksternal) dengan pendapat pribadi

(internal) yang tercipta dari pengalaman sebelumnya yang

serupa. Pendapat itu didasari oleh harapan yang ideal yang

diperoleh dari pengembangan individu sepanjang hidupnya

(pengalaman) yang termasuk dalam proses pembelajaran.

3. Searching atau mencari solusi. Pada tahap sebelumnya, proses

evaluasi menyebaBimbingan dan Konselingan reaksi-reaksi

emosional dan sikap. Pada akhir proses evaluasi tersebut

menunjukkan pertentangan antara sikap individu dalam

memahami masalah. Dari pertentangan tersebut, individu

akhirnya menyadari beberapa jenis tindakan atau aksi untuk

mengurangi perebedaan yang terjadi. Kebutuhan untuk

mengurangi pertentangan dimulai dengan mencari jalan keluar

dari permasalahan yang dihadapi.

4. Formulating atau merancang suatu rencana, yaitu perencanaan

aspek-aspek pokok untuk meneruskan target atau tujuan, seperti

tentang waktu, aktivitas untuk pengembangan, tempat-tempat

dan aspek-aspek lainnya yang mampu mendukung dengan

efisien dan efektif.

5. Implementing atau menerapkan rencana, yaitu setelah semua

perencanaan telah terealisasi, berikutnya adalah secepatnya

mengarah kepada aksi-aksi atau melakukan tindakan-tindakan


25

yang tepat yang mengarah ke tujuan dan memodifikasi sikap

sesuai dengan yang diinginkan dalam proses.

6. Assessing atau mengukur efektivitas dari rencana yang telah

dibuat. Pengukuran ini dilakukan pada tahap akhir. Pengukuran

tersebut dapat membantu dalam menentukan dan menyadari

apakah perencanaan yang tidak direalisasikan itu sesuai dengan

yang diharapkan atau tidak, serta apakah hasil yang didapat

sesuai dengan yang diharapkan.19

3. Faktor faktor yang mempengaruhi hasil konseling individual dalam

mewujudkan regulasi diri siswa

Faktor faktor yang mempengaruhi hasil konseling individual yang

berasal dari guru pembimbing:

a. Faktor external yaitu pengalaman dan pengetahuan guru

pembimbing Suatu yang tidak dapat ditawar lagi dan merupakan

suatu dimensi kognitif dan keterampilan seorang konselor lebih

mudah tampak pada keberhasilan proses pelaksanaan layanan.

Kompetensi intelektual dengan kelincahan karsa cipta dalam

pengembangan keakraban yang mesti yang mesti dimiliki oleh

seorang konselor secara efektif.20

19
http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-2-01073-
PS%20Bab2001.pdf15.05. 2014, 03.14 pm
20
Eko Putra, Pelaksanaan Layanan Informasi Karir di SMAN 12 Pekanbaru, UIN Suska,
Pekanbaru, h. 23
26

a. Kompetensi intelektual

Merupakan motor pergerak, yang harus dimiliki oleh seorang

konselor dan mempunyai kepentingan yang sama dengan sikap

dasar keterampilan, juga dapat dikatakan merupakan hal yang

terpenting bagi keseluruhan keterampilan konselor dalam

hubungan proses konseling, baik didalam maupun diluar situasi

wawancara.

b. Kelincahan karsa cipta dalam pengembangan keakraban.21

b. Faktor internal yaitu kepribadian, meliputi: (a) Luwes maksudnya

tidak kaku, fleksibel dalam bersosialisasi dengan orang lain, (b)

Hangat maksudnya nyaman/ betah berkomunikasi dengan orang lain,

wajahnya ceria/ senyum serta komunikasi lancar, (c) Dapat menerima

orang lain, (d) Terbuka (e) Empati (f) Mengenal dirinya sendiri baik

dari segi positif dan negatif, (g) Tidak berpura-pura (jujur), (h)

Menghargai orang lain, (i) Objektif maksudnya menerima apa adanya.

Dalam diri konselor harus memiliki 3 sikap yang dapat menentukan

keberhasilan proses palaksanaan layanan yaitu:

1. Penerimaan (Acceptance)

Sebagai penghargaan yang positif, membuka diri, memberikan suatu

bentuk perhatian kepedulian (respect) yang agak berbeda dengan

sebuah aktifitas biasa. Ini adalah merupakan salah satu sikap dasar diri

konselor satu kriteria tanpa mempergunakan standar ukuran, siapapun

21
Eva Arifin, Teknik Konseling Di Media Massa, Yogyakarta:Graha Ilmu, 2010, h. 154
27

dia sebagai seorang konselor harus dapat membuat suatu empati yang

tinggi secara utuh. Dengan bahasa yang positif dan langsung serta suatu

tekanan suara yang lembut namun bersahaja, dia datang sedang dalam

keadaan yang memerlukan bantuan secara psikis, seperti meminta

perlindungan akan rasa keamanan dan kenyamanan pada pribadinya.

Cara penerimaan menurut Stewart dkk dalam buku Teknik Konseling di

Media Masa tentang kepedulian (Respect).“A counselor must respect

the worth and dignity of aclient regardless of client’s behavior, attiudes

creeds, sex, age, or socioeconomic status”Bahwa para konselor dapat

menunjukkan kepedulian terhadap klien melalui sikap dan perilaku.

2. Pemahaman (Understanding)

Akan adanya suatu tekanan empati yang tinggi dengan menggabungkan

menjadi suatu kesatuan dalam pemahaman pengertian kepada kasus

atau permasalahan seorang klien, dapat menjadi suatu sikap dasra pada

proses terselenggaranya pelaksanaan layanan. Konselor memberikan

suatu kecenderungan dengan menyelami dan mempelajari tingkah laku,

pikiran, perasaan klien sedalam mungkin yang dapat dicapai dan

dimengerti oleh seorang konselor.

3. Kesejatian dan keterbukaan (Authenticity)

Untuk dapat memuaskan perasaan klien kedua istilah ini menjadi suatu

pengungkap kualitas yang esensial sebagai konselor. Kesejatian pada

dasarnya menunjukkan suatu keselarasan (harmoni) yang dimaksud

disini adalah adanya sebuah keseimbangan antara pikiran dan perasaan


28

konselor dengan apa yang akan diungkapkan dan tercermin melalui

perbuatan dan ucapan verbalnya, dengan tidak menyembunyikan

maksud-maksud tertentu.22

Faktor faktor yang mempengaruhi hasil konseling individual yang

berasal dari siswa:

1. Faktor external adalah hal yang mendorong siswa bersumber dari luar

diri siswa itu sendiri seperti: faktor lingkungan dan faktor keluarga

2. Faktor internal yaitu hal yang bersifat intern yang berasal dari dalam

diri siswa itu sendiri.23

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan digunakan sebagai perbandingan untuk

menghindari manipulasi terhadap sebuah karya ilmiah dan menguatkan

bahwa penelitian yang penulis lakukan benar-benar belum pernah diteliti oleh

orang lain. Peneliti terdahulu yang relevan pernah dilakukan diantaranya

adalah sebagai berikut:

1. Siti Nok Chalimah, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang pada

tahun 2002 dengan judul: pengaruh layanan konseling individu terhadap

pencegahan kenakalan peserta didik di MTsN Pekalongan tahun ajaran

2001/2002. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh yang

signifikan antara layanan Bimbingan dan Konseling terhadap pencegahan

kenakalan peserta didik di MTsN Pekalongan. Artinya layanan konseling

22
Ibid, h. 152-154
23
Abdul Choliq Dahlan, Bimbingan dan Konseling Islami (Sejarah, Konsep Dan
Pendekatannya), Yogyakarta: Pura Pustaka, 2009, h. 183
29

individu yang dilaksanakan secara sungguh-sungguh dapat mencegah

kenakalan peserta didik di MTsN Pekalongan.

2. Emha Hendra Ngainun Najib, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2014 dengan judul: Regulasi

Diri dan Perjalanan Karir Guru Pai Berprestasi. Hasil penelitian

menunjukan Profil empat responden mempunyai prestasi dalam bidang

pendidikan. Empat responden aktif dalam berbagai organisasi berkaitan

dengan pendidikan. Kehidupan empat responden bukan berasal dari

keluarga berkecukupan, sejak kecil terbiasa hidup mandiri, pekerja keras

dalam meraih tujuan hidup dan kreatif dalam mengajar. Peneliti

menemukan faktor metapersonal dari setiap responden, hal ini dapat

dilihat dari tujuan hidup masing-masing responden yang selalu

menghubungkan dengan Allah dan kehidupan di ahirat. Regulasi diri

empat responden dipengaruhi oleh konsep diri, tujuan hidup, motivasi

dari dalam diri dan dari luar diri, kontrol diri, penilaian terhadap diri dan

penentuan strategi. Regulasi diri empat responden mempunyai makna

yaitu cita-cita dan strategi ditentukan sebagai sarana meraih tujuan hidup,

guru berprestasi bukan hanya menang dalam perlombaan, menjadikan

ajang perlombaan sebagai tempat pendidikan, merraih prestasi dengan

motivasi kuat, menilai kekurangan dan kelebihan diri dan melakukan

kontrol diri.

3. Nitya Apranadyanti, Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro

Semarang pada tahun 2010 dengan judul: Hubungan antara Regulasi Diri
30

dengan Motivasi Berprestasi pada Siswa Kelas SMK Ibu Kartini

Semarang.hasil penelitian menunjuka sebagai beriku: (a) Terdapat

hubungan yang positifdan signifikan antara regulasi diri dengan motivasi

beeprestasi pada siswa X SMK Ibu Kartini Semarang. Semaki tinggi

regulasi diri, mengakibatkansemakin tinggi motovasi berprestasi.(b)

Regulasi memberikan sumbangan efektif sebesar 56,6%terhadap

motivasi berprestasi pada siswa kelas X SMK Ibu Kartini. Sisanya

sebesar 43,4% ditentukan oleh faktor faktor yang tidak diungkap dalam

penelitian ini.

Namun berdasarkan dari penelitian-penelitian relevan tersebut

peneliti lebih memfokuskan pada hasil konseling individual dalam

mewujudkan regulasi diri (studi kasus siswa di Sekolah Menengah Pertama

Negeri 17 Pekanbaru).

C. Konsep Operasional

Konsep operasional ini merupakan suatu konsep yang digunakan

untuk memberikan batasan terhadap konsep teoritis. Hal ini diperlukan agar

tidak terjadi kesalahpahaman dalam penafsiran penulisan ini. Adapun kajian

ini berkenaan dengan hasil konseling individual dalam mewujudkan regulasi

diri siswa dan faktor- faktor yang mempengaruhi hasil konseling dalam

mewujudkan regulasi diri siswa, maka indikator-indikator yang digunakan

ialah:
31

1. Hasil konseling idividual dalam mewujudkan regulasi diri siswa yaitu:

a. Receiving atau menerima informasi yang relevan.

b. Evaluating atau mengevalusi informasi.

c. Searching atau mencari solusi.

d. Formulating atau merancang suatu rencana.

e. Implementing atau menerapkan rencana.

f. Assessing atau mengukur efektivitas dari rencana yang telah dibuat.

2. Faktor yang mempengaruhi hasil konseling individual dalam mewujudkan

regulasi diri adalah:

a. Pemahaman guru pembimbing tentang materi yang akan diberikan

b. Pemahaman siswa tentang materi yang disampaikan

c. Sarana dan prasarana dari sekolah terhadap pelaksaan layanan

d. Dukungan dari keluarga dan kerabat siswa tentang pembahasan materi

e. Lingkungan pergaulan siswa sehari-hari disekolah maupun diluar sekolah

Anda mungkin juga menyukai