Anda di halaman 1dari 30

BAB 5

Analisis Pendapatan LRA

Setelah membaca materi ini diharapkan pembaca mampu memahami dan


melakukan analisis terhadap pendapatan-LRA pada Laporan Realisasi Anggaran
pemerintah daerah

Materi :
Analisis Pendapatan - LRA:
1. Analisis Pertumbuhan Pendapatan-LRA
2. Analisis Varians Anggaran Pendapatan-LRA
3. Analisis Rasio Efektivitas Pendapatan
4. Analisis Rasio Efisiensi Pendapatan
5. Analisis Kontribusi Pendapatan
6. Analisis Derajat Desentralisasi
7. Analisis Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah
8. Analisis Rasio Kemandirian Keuanga Daeah
9. Analisis Derajat Kontribusi BUMD
10. Analisis Debt Service Coverage Ratio (DSCR)
11. Analisis Debt Service Ratio

1. Analisis Pertumbuhan Pendapatan-LRA

Analisis pertumbuhan pendapatan berguna untuk mengetahui perubahan


pendapatan-LRA dari tahun ke tahun baik dari sisi anggaran maupun realisasinya,
apakah mengalami kenaikan atau penurunan dari satu periode ke periode
berikutnya. Tentunya diharapkan dari analisis ini adalah adanya pertumbuhan yang
positif dari tahun ke tahun berikutnya sehingga kinerja pemerintah daerah akan
berdampak baik.
Analisis pertumbuhan pendapatan-LRA menggunakan data yang diperoleh
dari Laporan Reaslisasi Anggaran (LRA) minimal 2 periode. Ada 2 jenis
pertumbuhan pendapatan-LRA yang dilakukan analisis yaitu pertumbuhan anggaran
pendapatan dan pertumbuhan realisasi pendapatan. Analisis pertumbuhan-LRA
dapat dilakukan dengan:
a. Pertumbuhan Pendapatan-LRA dari tahun ke tahun dengan angka absolut
b. Pertumbuhan Pendapatan-LRA dari tahun ke tahun dengan persentase
c. Pertumbuhan Pendapatan-LRA dari tahun ke tahun dengan angka indeks

Penjelasannya untuk setiap jenis analisis adalah sebagai berikut :

a. Pertumbuhan Pendapatan-LRA dari tahun ke tahun dengan angka absolut


Untuk menghitung pendapatan-LRA dari tahun ke tahun dengan angka
absolut digunakan rumus sebagai berikut:

1). Menghitung Pertumbuhan Anggaran Pendapatan


Rumus yang dipakai adalah :

1|Analisis Pendapatan-LRA
Pertumbuhan Anggaran Pendapatan tahun t ke tahun t+1 =

Rp Anggaran Pendapatan Tahun t+1 - Rp Anggaran Pendapatan Tahun t

Apabila nilai yang diperoleh dari hasil perhitungan memiliki nilai positif maka
anggaran pendapatan tahun t+1 memiliki jumlah yang lebih besar
dibandingkan dengan anggaran pendapatan tahun t, dan apabila diperoleh
hasil perhitungan yang negatif maka anggaran pendapatan tahun t+1
memiliki jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan anggaran pendapatan
tahun t.

2). Menghitung Pertumbuhan realisasi pendapatan


Rumus yang dipakai adalah :

Pertumbuhan Realisasi Pendapatan tahun t ke tahun t+1 =

Rp Realisasi Pendapatan Tahun t+1 - Rp Realisasi Pendapatan Tahun t

Apabila nilai yang diperoleh dari hasil perhitungan memiliki nilai positif maka
realisasi pendapatan tahun t+1 memiliki jumlah yang lebih besar
dibandingkan dengan realisasi pendapatan tahun t, dan apabila diperoleh
hasil perhitungan yang negatif maka realisasi pendapatan tahun t+1 memiliki
jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan realisasi pendapatan tahun t.

b. Pertumbuhan Pendapatan-LRA dari tahun ke tahun dengan Persentase

1). Menghitung Persentase Pertumbuhan Anggaran Pendapatan


Rumus yang dipakai adalah :

Persentase Pertumbuhan Anggaran Pendapatan tahun t ke tahun t+1 =

Rp Anggaran Pendapatan Tahun t+1 - Rp Anggaran Pendapatan Tahun t


--------------------------------------------------------------------------------------------------------- x 100
%
Rp Anggaran Pendapatan Tahun t

Apabila nilai yang diperoleh dari hasil perhitungan memiliki nilai persentase
positif maka anggaran pendapatan tahun t+1 memiliki jumlah yang lebih

2|Analisis Pendapatan-LRA
besar dibandingkan dengan anggaran pendapatan tahun t, dan apabila
diperoleh hasil perhitungan persentase yang negatif maka anggaran
pendapatan tahun t+1 memiliki jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan
anggaran pendapatan tahun t.

2). Menghitung Persentase Pertumbuhan Realisasi Pendapatan


Rumus yang dipakai adalah :

Persentase Pertumbuhan Realisasi Pendapatan tahun t ke tahun t+1 =

Rp Realisasi Pendapatan Tahun t+1 - Rp Realisasi Pendapatan Tahun t


-------------------------------------------------------------------------------------------------------- x 100 %
Rp Realisasi Pendapatan Tahun t

Apabila nilai yang diperoleh dari hasil perhitungan memiliki nilai


persentase positif maka realisasi pendapatan tahun t+1 memiliki jumlah yang
lebih besar dibandingkan dengan realisasi pendapatan tahun t, dan apabila
diperoleh hasil perhitungan persentase yang negatif maka realisasi
pendapatan tahun t+1 memiliki jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan
realisasi pendapatan tahun t.

c. Pertumbuhan Pendapatan-LRA dari tahun ke tahun dengan angka indeks


Untuk menghitung pertumbuhan pendapatan – LRA dari tahun ke tahun
dengan menggunakan angka indeks, maka diperlukan tahun dasar dan diberi
indeks dasar dengan nilai 100. Untuk menghitung indeks tahun berikutnya,
maka digunakan rumus sebagai berikut :

1) Menghitung Angka Indeks Anggaran Pendapatan tahun t + i


Rumus yang dipakai adalah :

Angka Indeks Anggaran Pendapatan tahun t+i =

Rp Anggaran Pendapatan Tahun t + i


------------------------------------------------------------------------ x 100
Rp Anggaran Pendapatan Tahun t (tahun dasar)

Apabila nilai yang diperoleh dari hasil perhitungan memiliki nilai lebih
besar dari 100, maka anggaran pendapatan tahun t+i memiliki jumlah yang
lebih besar dibandingkan dengan anggaran pendapatan tahun t, dan apabila
diperoleh hasil perhitungan memiliki nilai kecil dari 100, maka anggaran
pendapatan tahun t+i memiliki jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan
anggaran pendapatan tahun t.

2) Menghitung Angka Indeks Realisasi Pendapatan tahun t + i


Rumus yang dipakai adalah :

3|Analisis Pendapatan-LRA
Angka Indeks Realisasi Pendapatan tahun t+i =

Rp Realisasi Pendapatan Tahun t + i


------------------------------------------------------------------------ x 100
Rp Realisasi Pendapatan Tahun t (tahun dasar)

Apabila nilai yang diperoleh dari hasil perhitungan memiliki nilai lebih
besar dari 100, maka realisasi pendapatan tahun t+i memiliki jumlah yang lebih
besar dibandingkan dengan realisasi pendapatan tahun t, dan apabila diperoleh
hasil perhitungan memiliki nilai kecil dari 100, maka realisasi pendapatan tahun
t+i memiliki jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan realissi pendapatan
tahun t.

Contoh
Berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran Kabupaten Sanyaman diperoleh
data sebagai berikut :

Tabel 5.1. Anggaran Pendapatan dan Realisasi Pendapatan


Tahun Anggaran Pendapatan (Rp) Realisasi Pendapatan (Rp)
2014 608.862.187.995,00 603.800.875.900,00
2015 688.689.157.825,00 688.900.900.500,00
2016 801.700.224.582,00 800.508.110.500,00
2017 898.297.415.700,00 900.101.900.800,00
2018 1.002.816.125.825,00 1.000.016.100.000,00

Hitunglah pertumbuhan anggaran pendapatan dan realisasi pendapatan dengan


menggunakan perhitungan pertumbuhan angka absolut, persentase dan angka
indeks dengan menggunakan tahun dasar adalah tahun 2014 !

Jawab
a. Pertumbuhan dengan menggunakan angka absolut
1) Pertumbuhan anggaran pendapatan
Pertumbuhan anggaran pendapatan dari tahun 2014 ke tahun 2015
= Rp 688.689.157.825,00 - Rp 608.862.187.995,00
= Rp 79.826.969.830,00

Pertumbuhan anggaran pendapatan dari tahun 2015 ke tahun 2016


= Rp 801.700.224.582,00 – Rp 688.689.157.825,00
= Rp 113.011.066.757,00

Pertumbuhan anggaran pendapatan dari tahun 2016 ke tahun 2017

4|Analisis Pendapatan-LRA
= Rp 898.297.415.700,00 – Rp 801.700.224.582,00
= Rp 96.597.191.118,00

Pertumbuhan anggaran pendapatan dari tahun 2017 ke tahun 2018


= Rp 1.002.816.125.825,00 – Rp 898.297.415.700,00
= Rp 104.518.710.125,00

Pertumbuhan anggaran pendapatan dari tahun 2014 ke tahun 2015, dari


tahun 2015 ke tahun 2016 dan dari tahun 2016 ke tahun 2017 serta tahun
2017 ke tahun 2018 memiliki nilai positif, sehingga anggaran pendapatan
tahun sekarang lebih besar dari tahun sebelumnya.

2) Pertumbuhan realisasi pendapatan

Pertumbuhan realisasi pendapatan dari tahun 2014 ke tahun 2015


= Rp 688.900.900.500,00 – Rp 603.800.875.900,00
= Rp 85.100.024.600,00

Pertumbuhan realisasi pendapatan dari tahun 2015 ke tahun 2016


= Rp 800.508.110.500,00 - Rp 688.900.900.500,00
= Rp 111.607.210.000,00

Pertumbuhan realisasi pendapatan dari tahun 2016 ke tahun 2017


= Rp 900.101.900.800,00 – Rp Rp 800.508.110.500,00
= Rp 99.593.790.300,00

Pertumbuhan realisasi pendapatan dari tahun 2017 ke tahun 2018


= Rp 1.000.016.100.000,00 - Rp 900.101.900.800,00
= Rp 99.914.199.200,00

Pertumbuhan realisasi pendapatan dari tahun 2014 ke tahun 2015, dari


tahun 2015 ke tahun 2016 dan dari tahun 2016 ke tahun 2017 serta tahun 2017 ke
tahun 2018 memiliki nilai positif, sehingga realisasi pendapatan tahun sekarang
lebih besar dari tahun sebelumnya.
Apabila dibuatkan grafik untuk anggaran pendapatan dan realisasi
pendapatan tahun 2014 sampai dengan tahun 2018 dapat dilihat sebagai berikut :

Anggaran Pendapatan dan Realisasi Pendapatan


1,200,000,000,000.00
1,000,000,000,000.00
800,000,000,000.00
Anggaran Pendapatan
Realisasi Pendapatan 600,000,000,000.00
400,000,000,000.00
200,000,000,000.00
0.00
2014 2015 2016 2017 2018

5|Analisis Pendapatan-LRA
Gambar 5.1 Anggaran Pendapatan dan Realisasi Pendapatan

Perbandingan pertumbuhan angka absolut antara anggaran pendapatan dan


realisasi pendapatan dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 5.2. Pertumbuhan Anggaran Pendapatan dan Realisasi Pendapatan
Pertumbuhan Anggaran Pertumbuhan Realisasi
Tahun Pendapatan Pendapatan

2014 ke 2015 79.826.969.830,00 85.100.024.600,00


2015 ke 2016 113.011.066.757,00 111.607.210.000,00
2016 ke 2017 96.597.191.118,00 99.593.790.300,00
2017 ke 2018 104.518.710.125,00 99.914.199.200,00

Melihat tabel 5.2, kita melihat bahwa pertumbuhan pada tahun 2014 ke
tahun 2015, pertumbuhan realisasi pendapatan lebih tinggi dari pertumbuhan
anggaran pendapatan. Selanjutnya pada tahun 2015 ke tahun 2016, pertumbuhan
anggaran pendapatan lebih tinggi dari pada pertumbuhan realisasi pendapatan. Dari
tahun 2016 ke tahun 2017, pertumbuhan realisasi pendapatan lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan anggaran pendapatan sedangkan pada tahun
2017 ke tahun 2018, pertumbuhan anggaran pendapatan lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan realisasi pendapatan.
Pertumbuhan anggaran pendapatan dan pertumbuhan realisasi pendapatan
diperlukan untuk melihat pergerakan anggaran dan realisasi yang terjadi dari tahun
ke tahun.Semakin tinggi pertumbuhan anggaran pendapatan dan pertumbuhan
realisasi pendapatan, maka akan semakin baik.

b. Pertumbuhan dengan Menggunakan Angka Persentase

1) Pertumbuhan anggaran pendapatan


Pertumbuhan anggaran pendapatan dari tahun 2014 ke tahun 2015

= Rp 688.689.157.825,00 - Rp 608.862.187.995,00
-------------------------------------------------------------------- x 100%
Rp 608.862.187.995,00
= 13,11 %

Pertumbuhan anggaran pendapatan dari tahun 2015 ke tahun 2016


= Rp 801.700.224.582,00 – Rp 688.689.157.825,00
------------------------------------------------------------------ x 100%
Rp 688.689.157.825,00
= 16,41%

Pertumbuhan anggaran pendapatan dari tahun 2016 ke tahun 2017


= Rp 898.297.415.700,00 – Rp 801.700.224.582,00

6|Analisis Pendapatan-LRA
------------------------------------------------------------------ x 100%
Rp 801.700.224.582,00
= 12,05%

Pertumbuhan anggaran pendapatan dari tahun 2017 ke tahun 2018


= Rp 1.002.816.125.825,00 – Rp 898.297.415.700,00
-------------------------------------------------------------------- x 100%
Rp 898.297.415.700,00

= 11,64 %

Persentase pertumbuhan anggaran pendapatan dari tahun 2014 ke tahun


2015, dari tahun 2015 ke tahun 2016 dan dari tahun 2016 ke tahun 2017
serta tahun 2017 ke tahun 2018 memiliki nilai positif, sehingga anggaran
pendapatan tahun sekarang lebih besar dari tahun sebelumnya.

2) Pertumbuhan realisasi pendapatan


Pertumbuhan realisasi pendapatan dari tahun 2014 ke tahun 2015
= Rp 688.900.900.500,00 – Rp 603.800.875.900,00
------------------------------------------------------------------ x 100%
Rp 603.800.875.900,00

= 14,09 %

Pertumbuhan realisasi pendapatan dari tahun 2015 ke tahun 2016


= Rp 800.508.110.500,00 - Rp 688.900.900.500,00
------------------------------------------------------------------ x 100%
Rp 688.900.900.500,00
= 16,20 %

Pertumbuhan realisasi pendapatan dari tahun 2016 ke tahun 2017


= Rp 900.101.900.800,00 – Rp 800.508.110.500,00
---------------------------------------------------------------------- x 100%
Rp 800.508.110.500,00
= 12,44%

Pertumbuhan realisasi pendapatan dari tahun 2017 ke tahun 2018


= Rp 1.000.016.100.000,00 - Rp 900.101.900.800,00
-------------------------------------------------------------------- x 100%
Rp 900.101.900.800,00

= 11,10%

Pertumbuhan realisasi pendapatan dari tahun 2014 ke tahun 2015, dari


tahun 2015 ke tahun 2016 dan dari tahun 2016 ke tahun 2017 serta tahun 2017 ke
tahun 2018memiliki nilai positif, sehingga realisasi pendapatan tahun sekarang lebih
besar dari tahun sebelumnya.
Perbandingan persentase pertumbuhan antara anggaran pendapatan dan
realisasi pendapatan dapat dilihat sebagai berikut :

7|Analisis Pendapatan-LRA
Tabel 5.3. Persentase Pertumbuhan Anggaran Pendapatan dan Realisasi Pendapatan

Tahun Persentase Persentase


Pertumbuhan Anggaran Pertumbuhan Realisasi
Pendapatan Pendapatan

2014 ke 2015
13,11% 14,09%
2015 ke 2016
16,41% 16,20%
2016 ke 2017
12,05% 12,44%
2017 ke 2018
11,64% 11,10%

Melihat tabel 5.3, kita melihat bahwa persentase pertumbuhan pada tahun
2014 ke tahun 2015, persentase pertumbuhan realisasi pendapatan lebih tinggi dari
pertumbuhan anggaran pendapatan. Selanjutnya pada tahun 2015 ke tahun 2016,
persentase pertumbuhan anggaran pendapatan lebih tinggi dari pada pertumbuhan
realisasi pendapatan. Dari tahun 2016 ke tahun 2017, persentase pertumbuhan
realisasi pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan anggaran
pendapatan sedangkan pada tahun 2017 ke tahun 2018, pertumbuhan anggaran
pendapatan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan realisasi pendapatan.
Persentase Pertumbuhan anggaran pendapatan dan persentase
pertumbuhan realisasi pendapatan diperlukan untuk melihat pergerakan anggaran
dan realisasi yang terjadi dari tahun ke tahun.Semakin tinggi persentase
pertumbuhan anggaran pendapatan dan persentase pertumbuhan realisasi
pendapatan, maka akan semakin baik.

c. Pertumbuhan dengan Menggunakan Angka Indeks


1) Pertumbuhan anggaran pendapatan
Angka Indeks tahun 2015

Rp 688.689.157.825,00
= ---------------------------------- x 100
Rp 608.862.187.995,00
= 113,11

Angka Indeks tahun 2016


Rp 801.700.224.582,00
= --------------------------------- x 100
Rp 608.862.187.995,00
= 131,67

Angka Indeks tahun 2017


Rp 898.297.415.700,00
= -------------------------------- x 100

8|Analisis Pendapatan-LRA
Rp 608.862.187.995,00
= 147,54

Pertumbuhan anggaran pendapatan dari tahun 2017 ke tahun 2018


Rp 1.002.816.125.825,00
= ----------------------------------- x 100
Rp 608.862.187.995,00

= 164,70

Angka indeks tahun 2015, 2016, 2017 dan 2018 memiliki nilai lebih dari
100, artinya pertumbuhan anggaran pendapatan untuk tahun 2015, 2016,
2017 dan 2018 memiliki niai positif dan lebih tinggi dari anggaran
pendapatan tahun 2014.

2) Pertumbuhan realisasi pendapatan


Angka Indeks tahun 2015
Rp 688.900.900.500,00
= ----------------------------------- x 100
Rp 603.800.875.900,00

= 114,09

Angka Indeks tahun 2016


= Rp 800.508.110.500,00
---------------------------------- x 100
Rp 603.800.875.900,00
= 132,58

Angka Indeks tahun 2017


= Rp 900.101.900.800,00
-------------------------------- x 100
Rp 603.800.875.900,00

= 149,07

Angka Indeks tahun 2018


= Rp 1.000.016.100.000,00
----------------------------------- x 100
Rp 603.800.875.900,00

= 165,62

Angka indeks tahun 2015, 2016, 2017 dan 2018 memiliki nilai lebih dari
100, artinya pertumbuhan realisasi pendapatan untuk tahun 2015, 2016,

9|Analisis Pendapatan-LRA
2017 dan 2018 memiliki niai positif dan lebih tinggi dari realisasi pendapatan
tahun 2014.

2. Analisis Varians Anggaran Pendapatan-LRA


Analisis Varians Pendapatan-LRA merupakan selisih antara realisasi
pendapatan-LRA dengan yang dianggarkan. Informasi selisih antara realisasi
dengan anggaran tersebut sangat membantu pengguna laporan dalam
memahami dan menganalisis kinerja keuangan pendapatan. Pemerintah
daerah dikatakan memiliki kinerja keuangan pendapatan yang baik apabila
mampu memperoleh pendapatan sama atau melebihi jumlah yang
dianggarkan (target anggaran). Sebaliknya, apabila realisasi pendapatan
berada dibawah jumlah yang dianggarkan, maka hal tersebut dinilai kurang
baik. Apabila target pendapatan dapat dicapai bahkan terlampaui, maka hal
itu tidak terlalu mengejutkan karena memang seharusnya demikian. Apabila
selisih antara realisasi pendapatan dengan anggaran bernilai positif atau
selisih lebih maka disebut selisih menguntungkan (Favourable Variance),
sedangkan apabila selisih antara realisasi pendapatan dengan anggaran
pendapatan bernilai negatif atau selisih kurang maka disebut selisih yang
tidak menguntungkan (Unfavourable Variance).
Berikut adalah contoh penyajian anggaran pendapatan dan realisasi
pendapatan pada laporan LRA:

Gambar 5.2 Contoh Anggaran Pendapatan dan Realisasi Pendapatan pada LRA

10 | A n a l i s i s P e n d a p a t a n - L R A
Untuk menghitung varians pendapatan maka digunakan rumus:

Varians Pendapatan = Realisasi Pendapatan – Anggaran Pendapatan

Contoh
Berdasarkan Gambar 5.2 hitunglah varians pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain pendapatan asli daerah
dan jumlah pendapatan asli daerah untuk tahun 2017 !

Jawab

Perhitungan Varians sebagai berikut:


a. Varians pajak daerah
= Rp 5.337.144.416,00 – Rp 5.222.500.000,00
= Rp 114.644.416,00

b. Varians retribusi daerah


= Rp 3.828.111.382,00 – Rp 4.079.675.450,00
= Rp -251.564.068,00

c. Varians hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan


= Rp 10.290.929.176,00 – Rp 12.637.608.741,00
= -2.346.679.565,00

d. Varians lain-lain pendapatan asli daerah


= Rp 43.003.602.947,37 – Rp 52.483.187.070,00
= Rp -9.479.584.122,63

e. Varians Pendapatan Asli Daerah


= Rp 62.459.787.921,37 – Rp 74.422.971.261,00
= Rp 11.963.183.339,63

Apabila dibuatkan dalam tabel adalah sebagai berikut :

Tabel 5.4 Varians Pendapatan Daerah


Uraian Realisasi (Rp) Anggaran (Rp) Varians (Rp) Kriteria
Pajak Daerah 5.337.144.416,00 5.222.500.000,00 114.644.416,00 Favourable
UnFavourabl
Retribusi Daerah 3.828.111.382,00 4.079.675.450,00 -251.564.068,00 e
Hasil Pengelolaan
Kekayaan Yang UnFavourabl
Dipisahkan 10.290.929.176,00 12.637.608.741,00 -2.346.679.565,00 e
Lain-Lain Pendapatan UnFavourabl
Asli Daerah Yang Sah 43.003.602.947,37 52.483.187.070,00 -9.479.584.122,63 e
- UnFavourabl
Pendapatan Asli Daerah 62.459.787.921,37 74.422.971.261,00 11.963.183.339,63 e

11 | A n a l i s i s P e n d a p a t a n - L R A
Varians pajak daerah memiliki nilai positif sehingga memiliki selisih yang
menguntungkan karena realisasi pendapatan lebih tinggi daripada anggaran
pendapatan, artinya pencapaian realisasi melebih target sehingga kinerja
pencapaian untuk pajak daerah menguntungkan (Favourable). Sedangkan untuk
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah dan pendapatan asli daerah, mendapatkan hasil
varians yang negatif karena realisasi tidak mampu mencapai target (anggaran)
sehingga kinerja pencapaian untuk masing – masing jenis pendapatan tersebut
tidak menguntungkan (UnFavourable).

3. Analisis Rasio Efektivitas Pendapatan


Rasio efektifitas pendapatan merupakan perbandingan antara realisasi
pendapatan dengan target (anggaran) pendapatan. Rasio ini menunjukkan
kemampuan pemerintah daerah untuk mencapai target yang telah ditetapkan
dalam APBD. Rumus rasio pendapatan adalah sebagai berikut :

Realisasi Pendapatan
Rasio Efektifitas = -------------------------------
Anggaran Pendapatan

Apabila dinyatakan dalam persentase rumusnya adalah :

Realisasi Pendapatan
Rasio Efektifitas = ------------------------------- x 100%
Anggaran Pendapatan

Rasio efektivitas yang diharapkan adalah sama atau besar dari 1 atau 100%.
Apabila nilai rasio sama atau besar dari 1 atau 100%, memperlihatkan bahwa
pemerintah daerah mampu merealisasikan pendapatan berdasarkan target
(anggaran) yang dibuat.
Kriteria penilaian efektivitas berdasarkan pada Kepmendagri Nomor 690.900
327 Tahun 1996 tentang Pedoman Penilaian dan Kinerja Keuangan
(Hasanudin,2014 dan Purnamasari dkk, 2014) dinyatakan sebagai berikut:

Tabel 5.5 Kriteria Efektifitas Keuangan


Persentase Kinerja Keuangan Kriteria
100 % ke atas Sangat efektif
90 % sampai 100% Efektif
80% sampai 90% Cukup Efektif
60% sampai 80% Kurang Efektif
Kecil dari 60% Tidak Efektif

Contoh
Berdasarkan pada informasi Laporan Realisasi Anggaran (LRA) pada Gambar 5.1
hitunglah rasio efektifitas pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan

12 | A n a l i s i s P e n d a p a t a n - L R A
kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain pendapatan asli daerah dan jumlah
pendapatan asli daerah untuk tahun 2017 !

Jawab

a. Rasio efektifitas pajak daerah

Rp 5.337.144.416,00
= -----------------------------
Rp 5.222.500.000,00

= 1,022 atau 102,2 %

b. Rasio efektifitas retribusi daerah

Rp 3.828.111.382,00
= -------------------------
Rp 4.079.675.450,00

= 0,938 atau 93,8 %

c. Rasio efektifitas hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan


Rp 10.290.929.176,00
= ---------------------------–
Rp 12.637.608.741,00

= 0,814 atau 81,4%

d. Rasio Efektifitas lain-lain pendapatan asli daerah


Rp 43.003.602.947,37
= --------------------------–
Rp 52.483.187.070,00

=0,819 atau 81,9%

e. Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah


Rp 62.459.787.921,37
= -----------------------------–
Rp 74.422.971.261,00

= 0,839 atau 83,9%

Kriteria efektifitas adalah sebagai berikut :

Tabel 5.6 Uraian Kriteria Efektifitas Keuangan


Uraian Realisasi (Rp) Anggaran (Rp) Rasio Efektifitas Kriteria
Pajak Daerah 5.337.144.416,00 5.222.500.000,00 102,2% Sangat Efektif
Retribusi Daerah 3.828.111.382,00 4.079.675.450,00 93,8% Efektif
Hasil Pengelolaan
Kekayaan Yang
Dipisahkan 10.290.929.176,00 12.637.608.741,00 81,4% Efektif

13 | A n a l i s i s P e n d a p a t a n - L R A
Lain-Lain Pendapatan
Asli Daerah Yang Sah 43.003.602.947,37 52.483.187.070,00 81,9% Efektif
Pendapatan Asli Daerah 62.459.787.921,37 74.422.971.261,00 83,9% Efektif

Berdasarkan Table 5.6 diketahui bahwa realisasi pajak daerah mampu


melampaui target (anggaran) sedangkan realisasi retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah dan PAD belum
mampu mencapai target (anggaran) yang ditetapkan. Hal ini harus menjadi
perhatian pemerintah daerah dan dilakukan evaluasi, apa penyebab tidak
tercapainya target. Kemungkinan penyebab tidak tercapainya target diantaranya
adalah karena penetapan target yang terlalu tinggi, sumber daya pemungut yang
tidak mencukupi, sistem pemungutan yang masih konvensional dan kesadaran
wajib pajak atau wajib retribusi yang masih kurang.

4. Analisis Rasio Efisiensi Pendapatan


Efisiensi pendapatan merupakan perbandingan antara belanja yang
digunakan untuk memperoleh pendapatan dengan pendapatan yang diperoleh.
Rumus yang digunakan adalah:

Belanja untuk memperoleh pendapatan i


Rasio efisiensi pendapatan i = ---------------------------------------------------------
Realisasi Pendapatan i

Apabila dijadikan dalam bentuk persentase, maka dapat dirumuskan sebagai


berikut:

Belanja untuk memperoleh pendapatan i


Rasio efisiensi pendapatan i = --------------------------------------------------------- x 100%
Realisasi Pendapatan i

Semakin kecil rasio efisiensi pendapatan, maka semakin baik kinerja rasio
ini. Artinya semakin kecil belanja yang dipergunakan untuk merealisasikan
pendapatan, maka semakin efisien rasio ini. Dalam rasio ini, efisiensi merupakan
hasil terbaik dari perbandingan antara belanja yang dikeluarkan untuk suatu
pekerjaan mencapai hasil pendapatan dengan hasil yang direalisasikan oleh suatu
kerja. Jadi semakin rendah hasil perbandingan berrati tingkat efisiensi semakin
tinggi.
Untuk melihat rasio ini, maka harus diketahui berapa banyak belanja yang
dikeluarkan untuk merealisasikan setiap jenis pendapatan. Misalkan untuk melihat
rasio efisiensi pendapatan pajak daerah, maka harus tersedia data berapa besar
jumlah belanja yang dipergunakan untuk menghasilkan pendapatan pajak daerah.
Semakin sedikit belanja yang digunakan untuk merealisasikan pendapatan pajak
daerah, maka semakin kecil rasio efisiensi pendapatan pajak daerah ini.
Kriteria penilaian efisiensi berdasarkan pada Kepmendagri Nomor 690.900 327
Tahun 1996 tentang Pedoman Penilaian dan Kinerja Keuangan (Purnamasari dkk,
2014) dinyatakan sebagai berikut:

Tabel 5.7 Kriteria Efisiensi Keuangan


Persentase Kinerja Keuangan Kriteria

14 | A n a l i s i s P e n d a p a t a n - L R A
100 % ke atas Tidak Efisien
90 % sampai 100% Kurang Efisien
80% sampai 90% Cukup Efisien
60% sampai 80% Efisien
Kecil dari 60% Sangat efisien

Contoh
Diketahui data realisasi pendapatan pajak daerah dan jumlah belanja yang
digunakan untuk memperoleh pajak daerah untuk beberapa tahun di Kabupaten
Sarasoan adalah sebagai berikut :

Tabel 5.8 Contoh Realisasi Pajak dan Belanja Pemungutan


Tahun Realisasi Pajak Daerah (Rp) Belanja Pemungutan Pajak
Daerah (Rp)
2014 112.649.472.589 13.684.426.000
2015 172.924.886.329 14.443.752.800
2016 202.500.200.100 16.100.700.800
2017 243.187.300.300 20.750.820.750
2018 272.314.800.000 29.250.270.100

Hitunglah rasio efisiensi pendapatan pajak daerah !

Jawab:
Rasio efisiensi pendapatan pajak daerah tahun 2014
= Rp 13.684.426.000 / Rp 112.649.472.589
= 0,121 kali = 12,1 %
Rasio efisiensi pendapatan pajak daerah tahun 2015
= Rp 14.443.752.800 / Rp 172.924.886.329
= 0,084 kali = 8,4%
Rasio efisiensi pendapatan pajak daerah tahun 2016
= Rp 16.100.700.800 / Rp 202.500.200.100
= 0,080 kali = 8,0 %
Rasio efisiensi pendapatan pajak daerah tahun 2017
= Rp 20.750.820.750 / Rp 243.187.300.300
= 0,085 kali = 8,5%
Rasio efisiensi pendapatan pajak daerah tahun 2018
= Rp 29.250.270.100 / Rp 272.314.800.000
= 0,107 kali = 10,7 %

Tingkat efisiensi pendapatan pajak daerah dapat dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 5.9 Tingkat Rasio Efisiensi Pendapatan Pajak Daerah
Tahun Realisasi Pajak Belanja Rasio Rasio Kriteria
Daerah (Rp) Pemungutan Efisiens Efisiensi
Pajak Daerah i
(Rp)
2014 112.649.472.589 13.684.426.000 0,121 12,1% Sangat Efisien

15 | A n a l i s i s P e n d a p a t a n - L R A
2015 172.924.886.329 14.443.752.800 0,084 8,4% Sangat Efisien
2016 202.500.200.100 16.100.700.800 0,080 8,0% Sangat Efisien
2017 243.187.300.300 20.750.820.750 0,085 8,5% Sangat Efisien
2018 272.314.800.000 29.250.270.100 0,107 10,7% Sangat Efisien

Berdasarkan hasil pada tabel 5.9 diperoleh kesimpulan bahwa rasio efisiensi
pendapatan pajak daerah untuk 5 tahun pengamatan berada pada kriteria sangat
efisien, karena memiliki nilai rasio efisiensi pendapatan di bawah 60%. Tahun 2016
merupakan tahun yang memiliki nilai rasio efisiensi pendapatan pajak daerah yang
paling rendah yaitu 0,080 atau 8%, sedangkan tahun 2014 adalah tahun dengan
rasio efisiensi pendapatan pajak daerah paling tinggi sehingga rasio efisiensi
pendapatan pajak daerah tahun 2016 lebih baik dari pada tahun 2014.

5. Analisis Kontribusi Pendapatan


Analisis kontribusi adalah analisis yang melihat besaran sumbangan/ proporsi
yang diberikan atas sebuah kegiatan yang dilakukan. Analisis kontribusi dapat juga
diartikan sebagai analisis dari bagian-bagian elemen terhadap elemen itu sendiri.
Misalkan diketahui bahwa pendapatan daerah terdiri atas tiga komponen yaitu
pendapatan asli daerah, dana transfer/ perimbangan dan lain-lain pendapatan yang
sah, maka analisis kontribusi pendapatan melihat berapa besaran sumbangan dari
pendapatan asli daerah, dana transfer/perimbangan dan lain-lain pendapatan yang
sah terhadap total pendapatan daerah. Contoh lain adalah diketahui bahwa
penapatan asli daerah terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah,
maka analisis kontribusi melihat seberapa besar sumbangan yang diberikan oleh
pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah terhadap total pendapatan asli
daerah.
Rumus kontribusi pendapatan adalah :

Rp Realisasi Pendapatan i
Kontribusi pendapatan = -------------------------------------------------
Rp Total Realisasi Pendapatan i,j,k…

Apabila dijadikan dalam bentuk persentase maka dirumuskan sebagai berikut:

Rp Realisasi Pendapatan i
Kontribusi pendapatan = ------------------------------------------------- x 100%
Rp Total Realisasi Pendapatan i,j,k…

16 | A n a l i s i s P e n d a p a t a n - L R A
Semakin besar nilai kontribusi pendapatan, maka semakin besar sumbangan
jenis pendapatan daerah tersebut terhadap total pendapatan. Kriteria rasio
kontribusi menurut Tim Litbang Depdagri Fisipol UGM 1991 dalam Ghazali Syamni
(2009) adalah sebagai berikut:

Tabel 5.10 Kriteria Rasio Kontribusi


Rasio Kontribusi (%) Kriteria
0,00 – 10,00 Sangat Kurang
10,00 – 20,00 Kurang
20,00 – 30,00 Sedang
30,00 – 40,00 Cukup
40,00 – 50,00 Baik
Besar dari 50,00 Sangat Baik

Sumber : Tim Litbang Depdagri Fisipol UGM 1991, Ghazali Syamni, 2009

Contoh
Diketahui Laporan Realisasi Anggaran Kota Rodamadu tahun 2017 memberikan
informasi tentang Pendapatan Asli Daerah sebagai berikut :

Berdasarkan data di atas, lakukan analisis rasio kontribusi pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)!

Jawab
Rasio Kontribusi Untuk Tahun 2017
a. Rasio Kontribusi Pajak Daerah Terhadap PAD
= Rp 5.337.144.416,00 / Rp 62.459.787.921,37
= 0,0854 atau 8,54%

17 | A n a l i s i s P e n d a p a t a n - L R A
b. Rasio Kontribusi Retribusi Daerah Terhadap PAD
= Rp 3.828.111.382,00 / Rp 62.459.787.921,37
= 0,0613 atau 6,13%

c. Rasio Kontribusi Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan


Terhadap PAD
= Rp 10.290.929.176,00 / Rp 62.459.787.921,37
= 0,1648 atau 16,48%

d. Rasio Kontribusi Lain-Lain PAD yang Sah Terhadap PAD


= Rp 43.003.602.947,37 / Rp 62.459.787.921,37
= 0,6885 atau 68,85%

Berdasarkan hasil pengolahan, maka diperoleh hasil yang memberikan


kontribusi terbesar pada tahun 2017 terhadap PAD dari empat komponen PAD
tersebut adalah Lain-Lain PAD yang Sah sebesar 68,85%, kemudian Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan sebesar 16,48%, selanjutnya
Pajak Daerah sebesar 8,54% dan yang paling kecil kontribusinya adalah retribusi
daerah sebesar 6,13%. Apabila dibuatkan gambar kontribusi masing-masing
komponen PAD terhadap PAD adalah sebagai berikut:

Analisis rasio kontribusi terhadap pad


tahun 2017
Pajak Daerah; 8.54%

Retribusi Daerah;
6.13%

Lain-Lain PAD yang Hasil Pengelolaan


Sah; 68.85% Kekayaan Daerah
yang Dipisahkan;
16.48%

Gambar 5.3 Rasio Kontribusi Terhadap PAD Tahun 2017

Kriteria kontribusi terhadap PAD tahun 2017 adalah sebagai berikut :

Tabel 5.11 Kriteria Rasio Kontribusi Terhadap PAD Tahun 2017


Uraian Realisasi Kontribusi (%) Kriteria
Pajak Daerah 5.337.144.416,00 8,54 Sangat Kurang
Retribusi Daerah 3.828.111.382,00 6,13 Sangat Kurang

18 | A n a l i s i s P e n d a p a t a n - L R A
Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan 10.290.929.176,00 16,48 Kurang
Lain-Lain PAD yang
Sah 43.003.602.947,37 68,85 Sangat Baik
Total PAD 62.459.787.921,37 100,00

Rasio Kontribusi Untuk Tahun 2016

a. Rasio Kontribusi Pajak Daerah Terhadap PAD


= Rp 4.686.268.341,00 / Rp 53.388.553.982,54
= 0,0878 atau 8,78%

b. Rasio Kontribusi Retribusi Daerah Terhadap PAD


= Rp 2.701.515.584,00 / Rp 53.388.553.982,54
= 0,0506 atau 5,06%

c. Rasio Kontribusi Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan


Terhadap PAD
= Rp 10.095.311.774,00 / Rp 53.388.553.982,54
= 0,1881 atau 18,91%

d. Rasio Kontribusi Lain-Lain PAD yang Sah Terhadap PAD


= Rp 35.905.458.283,54 / Rp 53.388.553.982,54
= 0,6725 atau 67,25 %

Berdasarkan hasil pengolahan, maka diperoleh hasil yang memberikan


kontribusi terbesar pada tahun 2016 terhadap PAD dari empat komponen PAD
tersebut adalah Lain-Lain PAD yang Sah sebesar 67,25%, kemudian Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan sebesar 18,91%, selanjutnya
Pajak Daerah sebesar 8,78% dan yang paling kecil kontribusinya adalah retribusi
daerah sebesar 5,06%. Apabila dibuatkan gambar kontribusi masing-masing
komponen PAD terhadap PAD adalah sebagai berikut

Analisis rasio kontribusi terhadap pad


tahun 2016
Pajak Daerah; 8.78%

Lain-Lain PAD yang Sah; Retribusi Daerah; 5.60%


67.25%

Hasil Pengelolaan Kekayaan


Daerah yang Dipisahkan;
18.91%

19 | A n a l i s i s P e n d a p a t a n - L R A
Gambar 5.4 Rasio Kontribusi Terhadap PAD Tahun 2016

Kriteria kontribusi terhadap PAD tahun 2017 adalah sebagai berikut :

Tabel 5.12 Kriteria Rasio Kontribusi Terhadap PAD Tahun 2016

Uraian Realisasi (Rp) Kontribusi (%) Kriteria


Pajak Daerah 4.686.268.341,00 8,78 Sangat Kurang
Retribusi Daerah 2.701.515.584,00 5,06 Sangat Kurang
Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah 10.095.311.774,0
yang Dipisahkan 0 18,91 Kurang
Lain-Lain PAD yang 35.905.458.283,5
Sah 4 67,25 Sangat Baik
53.388.553.982,5
Total PAD 4 100,00

Apabila dibandingkan besarnya nilai kontribusi terhadap PAD pada tahun 2016
dengan tahun 2017 dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 5.13 Perbandingan Rasio Kontribusi Terhadap PAD Tahun 2016 dan 2017
Selisih
Kontribusi Tahun Kontribusi (2017-
Uraian 2016 (%) Tahun 2017 (%) 2016)
Pajak Daerah 8,78 8,54 -0,24
Retribusi Daerah 5,06 6,13 1,07
Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang 18,91 16,48 -2,43
Dipisahkan
Lain-Lain PAD yang Sah 67,25 68,85 1,6
Total PAD 100,00 100,00

Berdasarkan Tabel 5.13 dilihat bahwa kontribusi pajak daerah dari tahun
2016 ke tahun 2017 mengalami penurunan 0,24 %, retribusi daerah naik sebesar
1,07%, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan turun 2,43% dan Lain-
lain PAD yang sah naik sebesar 1,6%.

6. Analisis Derajat Desentralisasi


Derajat desentralisasi digunakan untuk melihat perbandingan antara realisasi
pendapatan asli daerah (PAD) dengan realisasi total pendapatan daerah. Rasio ini
memperlihatkan kemampuan daerah menghasilkan PAD, sehingga semakin besar
persentase PAD terhadap total pendapatan daerah maka semakin baik, artinya
semakin tinggi kemampuan daerah dalam menghasilkan pendapatan yang
bersumber dari kemampuan daerah yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah.
Rumus yang digunakan untuk menghitung derajat desentralisasi ini aalah :

20 | A n a l i s i s P e n d a p a t a n - L R A
Realisasi Pendapatan Asli Daerah
Derajat Desentralisasi = ------------------------------------------------------ x 100 %
Realisasi Total Pendapatan Daerah

Sumber data yang digunakan bersumber dari Laporan Realiasi Anggaran


setiap tahunnya. Kriteria untuk derajat desentralisasi adalah sebagai berikut :

Tabel 5.14. Kriteria Penilaian Tingkat Desentralisasi Fiskal


Rasio Kontribusi (%) Kriteria
0,00 – 10,00 Sangat Kurang
10,01 – 20,00 Kurang
20,01 – 30,00 Sedang
30,01 – 40,00 Cukup
40,01 – 50,00 Baik
Besar dari 50,00 Sangat Baik
Sumber: Tim Litbang Depdagri (dalam Bisma, 2010)

Contoh
Berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran Kota Ademayem tahun 2018, 2017, 2016
dan 2015 diketahui data sebagai berikut :

Tahun Realisasi PAD (Rp) Realisasi Pendapatan (Rp)


2014 44.725.800.900,75 603.800.875.900,00
2015 48.825.700.900,50 688.900.900.500,00
2016 53.388.553.982,54 800.508.110.500,00
2017 62.459.787.921,37 900.101.900.800,00
2018 90.145.700.345,75 1.000.016.100.000,00

Hitunglah nilai derajat desentralisasi Kota Ademayem!

Jawab
a. Derajat desentralisasi tahun 2014
= Rp 44.725.800.900,75 / Rp 603.800.875.900,00 x 100 %
= 7,41 %

b. Derajat desentralisasi tahun 2015


= Rp 48.825.700.900,50 / Rp 688.900.900.500,00 x 100%
= 7,09%

21 | A n a l i s i s P e n d a p a t a n - L R A
c. Derajat desentralisasi tahun 2016
= Rp 53.388.553.982,54 / Rp 800.508.110.500,00 x 100%
= 6,67%

d. Derajat desentralisasi tahun 2017


= Rp 62.459.787.921,37 / Rp 900.101.900.800,00 x 100%
= 6,94%

e. Derajat desentralisasi tahun 2018


= Rp 90.145.700.345,75 / Rp 1.000.016.100.000,00 x 100 %
= 9,01%

Berdasarkan hasil diatas, diketahui bahwa derajat desentralisasi tahun


2014 adalah 7,41% artinya adalah bahwa dari 100% total pendapatan daerah maka
7,41% nya adalah bersumber dari PAD. Nilai 7,41% ini merupakan keberhasilan
daerah menggunakan semua sumber-sumber pendapatan daerah sendiri yang
terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Komposisi 7,41% dari sumber pendapatan
internal menandakan daerah masih mengandalkan pendapatan dari eksternal
sebagai sumber pendapatan daerah dengan nilai 100% - 7,41% = 92,59%. Sumber
pendanaan eksternal tersebut meliputi dari dana transfer/perimbangan dan lain-lain
pendapatan daerah yang sah.
Pada tahun 2015 derajat desentralisasi menurun menjadi 7,09, kemudian
pada tahun 2016 menurun lagi menjadi 6,67%, selanjutnya pada tahun 2017 mulai
merangkak naik menjadi 6,94% dan pada tahun 2018 naik tajam menjadi 9,01%.
Berdasarkan kriteria derajat desentralisasi, maka derajat desentralisasi untuk Kota
Ademayem mulai tahun 2014 sampai tahun 2018 berada di bawah 10% sehingga
dalam kategori Sangat Kurang.

7. Analisis Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah


Rasio ketergantungan keuangan daerah adalah rasio yang dihitung dengan
cara membandingkan jumlah pendapatan transfer yang diterima oleh penerimaan
daerah dengan total penerimaan daerah. Semakin tinggi rasio ini maka semakin
besar tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat atau
pemerintahan provinsi. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:

Realisasi Pendapatan Transfer


Rasio Ketergantungan = ----------------------------------------------- x 100%
Realisasi Pendapatan Daerah

Sumber data yang digunakan bersumber dari Laporan Realiasi Anggaran


setiap tahunnya. Kriteria untuk rasio ketergantungan adalah sebagai berikut :

Tabel 5.14. Kriteria Penilaian Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah


Rasio Kontribusi (%) Kriteria
0,00 – 10,00 Sangat Rendah
10,01 – 20,00 Rendah

22 | A n a l i s i s P e n d a p a t a n - L R A
20,01 – 30,00 Sedang
30,01 – 40,00 Cukup
40,01 – 50,00 Tinggi
Besar dari 50,00 Sangat Tinggi
Sumber: Tim Litbang Depdagri (dalam Bisma, 2010)

Contoh

Berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran Kota Ademayem tahun 2018, 2017, 2016
dan 2015 diketahui data sebagai berikut :

Tahun Realisasi Pendapatan Transfer (Rp) Realisasi Pendapatan (Rp)


2014 559.075.074.999,25 603.800.875.900,00
2015 640.075.199.599,50 688.900.900.500,00
2016 747.119.556.517,46 800.508.110.500,00
2017 837.642.112.878,63 900.101.900.800,00
2018 909.870.399.654,25 1.000.016.100.000,00

Hitunglah nilai Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Kota Ademayem!

Jawab
a. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah tahun 2014
= Rp 559.075.074.999,25 / Rp 603.800.875.900,00 x 100%
= 92,59%

b. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah tahun 2015


= Rp 640.075.199.599,50 / Rp 688.900.900.500,00 x 100%
= 92,91%

c. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah tahun 2016


= Rp 747.119.556.517,46 / Rp 800.508.110.500,00 x 100%
= 93,33 %

d. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah tahun 2017


= Rp 837.642.112.878,63 / Rp 900.101.900.800,00
= 93,06%

e. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah tahun 2018


= Rp 909.870.399.654,25 / Rp 1.000.016.100.000,00 x 100%
= 90,99%

Berdasarkan hasil diatas, diketahui bahwa rasio ketergantungan keuangan


daerah tahun 2014 adalah 92,59% artinya adalah bahwa dari 100% total
pendapatan daerah maka 92,59% nya adalah bersumber dari pendapatan transfer.
Nilai 92,59% ini merupakan ketergantungan pmerintah daerah terhadap pendapatan
yang berasal dari eksternal daerah seperti Dana Alokasi Umum (DAU), Dana
Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH).

23 | A n a l i s i s P e n d a p a t a n - L R A
Pada tahun 2015 rasio ketergantungan keuangan daerah naik menjadi
92,91%, kemudian pada tahun 2016 naik lagi menjadi 93,33%, selanjutnya pada
tahun 2017 mulai turun menjadi 93,06% dan pada tahun 2018 turun lagi menjadi
90,99%. Berdasarkan kriteria rasio ketergantungan keuangan daerah, maka rasio
ketergantungan keuangan daerah untuk Kota Ademayem mulai tahun 2014 sampai
tahun 2018 berada di atas 50% sehingga dalam kategori Sangat Tinggi.

8. Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah


Rasio kemandirian melihat perbandingan antara sumber pendapatan internal
daerah terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi rasio kemandirian berarti
tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama
pemerintah pusat dan provinsi untuk pemerintah kabupaten/kota) semakin rendah.
Apabila semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat
dalam membayar pajak, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah yang merupakan komponen utama PAD.
Rasio kemandirian keuangan yang dihitung dengan cara membandingkan jumlah
penerimaan Pendapatan Asli Daerah dibagi dengan jumlah pendapatan transfer dari
pemerintah pusat dan provinsi serta pinjaman daerah bermakna juga semakin tinggi
angka rasio ini menunjukan pemerintah daerah semakin tinggi kemandirian
keuangan daerahnya. Rumus untuk mengukur tingkat Kemandirian Keuangan
Daerah:

Realisasi Pendapatan Asli Daerah


Rasio Kemandirian = ---------------------------------------------------------------- X 100 %
Realisasi Transfer Pusat + Provinsi + Pinjaman

Sumber data yang digunakan berasal dari Laporan Realisasi Anggaran,


khusus untuk pinjaman diperoleh dari Akun Pembiayaan yaitu pembiayaan
masukan atau penerimaan pembiayaan.
Secara konsepsional, pola hubungan antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah, harus dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah
dalam membiayai pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan. Paul Hersey dan
Kenneth Blanchard (dalam Halim, 2004) memperkenalkan empat macam pola
hubungan hubungan situasional yang dapat digunakan dalam pelaksanaan otonomi
daerah yaitu:
a. Pola Hubungan Instruktif, peranan pemerintah pusat lebih dominan dari
pada kemandirian pemerintah daerah. (Daerah yang tidak mampu
melaksanakan otonomi daerah).
b. Pola Hubungan Konsultatif, campur tangan pemerintah pusat sudah mulai
berkurang, karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan
otonomi daerah.

24 | A n a l i s i s P e n d a p a t a n - L R A
c. Pola Hubungan Partisipatif, peranan pemerintah pusat semakin berkurang,
mengingat daerah yang bersangkutan tingkat kemandiriannya mendekati
mampu melaksanakan urusan otonomi.
d. Pola Hubungan Delegatif, campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada
karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan
urusan otonomi daerah.

Sebagai pedoman dalam melihat pola hubungan dengan kemampuan


daerah dari sisi keuangan dapat dilihat sebagaimana ditampilkan pada tabel
berikut:

Tabel 5.15 Pola Hubungan Tingkat Kemampuan Keuangan Daerah


Kemampuan Keuangan Kemandirian (%) Pola Hubungan
Rendah Sekali 0-25 Instruktif
Rendah 25-50 Konsultatif
Sedang 50-75 Partisipatif
Tinggi 75-100 Delegeif

Contoh
Laporan Realisasi Anggaran tahun 2015, 2016, 2017 dan 2018 Kabupaten
Kuniangmudo memberikan data sebagai berikut :

Tahun Realisasi PAD Realisasi Realisasi Pinjaman Luar


(Rp) Pendapatan Pendapatan Negeri (Rp)
Transfer Dana Transfer Dana
Pusat (Rp) Provinsi (Rp)
2014 10.000.000.000 110.000.000.000 23.120.000.000 0
2015 12.500.000.000 143.675.000.000 27.700.000.000 0
2016 17.300.000.000 156.700.400.700 34.800.000.000 0
2017 22.600.000.000 190.500.300.000 37.900.000.000 40.000.000.000
2018 29.800.000.000 242.900.000.000 40.300.000.000 20.000.000.000

Jawab

a. Rasio kemandirian keuangan daerah tahun 2014


=Rp10.000.000.000 / (Rp 110.000.000.000 + Rp 23.120.000.000 + Rp0 ) x
100%
= 7,51%

b. Rasio kemandirian keuangan daerah tahun 2015


= Rp12.500.000.000/ (Rp143.675.000.000 + Rp27.700.000.000 + Rp0) x 100%
= 7,29%

c. Rasio kemandirian keuangan daerah tahun 2016


= Rp17.300.000.000 / (Rp156.700.400.700 + Rp34.800.000.000 + Rp0) x 100%
= 9,03%

d. Rasio kemandirian keuangan daerah tahun 2017


= Rp22.600.000.000 / (Rp 190.500.300.000 + Rp 37.900.000.000 + Rp
40.000.000.000)
x 100%

25 | A n a l i s i s P e n d a p a t a n - L R A
= 8,42%

e. Rasio kemandirian keuangan daerah tahun 2018


= Rp 29.800.000.000 / (Rp 242.900.000.000 + Rp40.300.000.000 + Rp
20.000.000.000)
x 100%
= 9,83%

Berdasarkan hasil pengolahan di atas dapat dilihat bahwa rasio kemandirian


keuangan daerah Kabupaten Kuniangmudo berada pada angka di bawah 25%,
sehingga dikategorikan pada daerah dengan kemampuan keuangan rendah sekali.
Karena kemampuan keuangan pemerintah daerah dalam kategori rendah sekali,
maka pola hubungan yang terjadi antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah adalah pola hubungan Instruktif yaitu peranan pemerintah pusat lebih
dominan dari pada kemandirian pemerintah daerah. (Daerah yang tidak mampu
melaksanakan otonomi daerah).

9. Analisis Derajat Kontribusi BUMD Terhadap Pendapatan Asli Daerah


Rasio ini adalah perbandingan antara realisasi penerimaan bagian laba Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) terhadap Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yang bermanfaat untuk mengetahui tingkat kontribusi perusahaan
daerah dalam mendukung pendapatan daerah. Rasio ini dapat dituliskan dalam
rumus sebagai berikut :

Realisasi Penerimaan Bagian Laba BUMD


Derajat Kontribusi BUMD = ----------------------------------------------------------- x 100%
Realisasi Penerimaan PAD

Semakin besar nilai derajat kontribusi BUMD berarti semakin besar


kontribusi BUMD dalam mendukung penerimaan pendapatan daerah melalui laba
yang diterima BUMD tersebut.

Contoh
Diketahui data yang diperoleh dari Laporan Realisasi Anggaran Kota Bayanglalu
adalah sebagai berikut :

Penerimaan bagian laba BUMD Tahun 2015 : Rp 4.187.591.125,24


Penerimaan bagian laba BUMD Tahun 2016 : Rp 6.848.336.416,72
Penerimaan bagian laba BUMD Tahun 2017 : Rp 7.862.800.105,72
Penerimaan PAD tahun 2015 : Rp 63.733.408.461,00
Penerimaan PAD tahun 2016 : Rp 70.004.658.137,00
Penerimaan PAD tahun 2015 : Rp 86.485.635.223,00

Hitunglah derajat kontribusi BUMD terhadap PAD!

Jawab
a. Derajat Kontribusi BUMD tahun 2015

26 | A n a l i s i s P e n d a p a t a n - L R A
= Rp 4.187.591.125,24 / Rp 63.733.408.461,00 x 100%
= 6,57%

b. Derajat Kontribusi BUMD tahun 2016


= Rp 6.848.336.416,72 / Rp 70.004.658.137,00 x 100 %
= 9,78%

c. Derajat Kontribusi BUMD tahun 2017


= Rp 7.862.800.105,72 / Rp 86.485.635.223,00 x 100%
= 9,09%

Pada tahun 2015, 2016 dan 2017 diperoleh Derajat Kontribusi BUMD Kota
Bayanglalu sebesar 6,57%, 9,78% dan 9,09%. Derajat kontribusi BUMD ini
menunjukkan seberapa besar kontribusi perusahaan daerah pada PAD. Derajat
kontribusi BUMD pada Kota Bayanglalu menunjukkan angka yang cenderung
mengalami kenaikan.

10. Analisis Debt Service Coverage Ratio (DSCR)

Debt Service Coverage Ratio (DSCR) adalah perbandingan antara


penjumlahan Pendapatan Asli Daerah, Bagian Daerah dari Pajak Bumi dan
Bangunan. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan penerimaan sumber
daya alam, dan bagian daerah lainnya seperti Pajak Penghasilan perorangan, serta
Dana Alokasi Umum, setelah dikurangi Belanja Wajib, dengan penjumlahan
angsuran pokok, bunga dan biaya pinjaman lainnya yang jatuh tempo.
Rasio ini sangat diperlukan apabila pemerintah daerah berencana untuk
mengadakan utang jangka panjang. DSCR merupakan rasio untuk mengukur
kemampuan pemerintah daerah dalam membayar kembali pinjaman daerah. Rasio
ini dirumuskan sebagai berikut :

[PAD + (DBH – DBHDR) + DAU] – Belanja Wajib


DSCR = -----------------------------------------------------------------------------
Angsuran Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya Lain

Keterangan :
DSCR : Debt Service Coverage Ratio
PAD : Pendapatan Asli Daerah
DBH : Dana Bagi Hasil
DBHDR : Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi
Belanja Wajib : Belanja Pegawai dan Belanja Anggota DPRD
Biaya Lain : Biaya terkait pengadaan pinjaman antara lain biaya administrasi,
biaya provisi, biaya komitmen, asuransi dan denda

27 | A n a l i s i s P e n d a p a t a n - L R A
Secara umum DSCR merupakan jumlah penerimaan yang tersedia untuk
membayar pinjaman dibandingkan dengan jumlah pembayaran pinjaman yang
diwajibkan untuk suatu pinjaman. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No.107 tahun 2000 Tentang Pinjaman Daerah mengenai Persyaratan
Pinjaman Daerah, nilai DSCR paling sedikit 2,5 (dua setengah), jadi bila nilai DSCR
suatu daerah lebih besar atau sama dengan 2,5 (dua setengah) maka daerah boleh
melakukan pinjaman daerah jangka panjang, sebaliknya jika nilai DSCR suatu
daerah lebih kecil dari 2,5 (2,5 ≥ 2,5 ≤) maka daerah tidak boleh melakukan
pinjaman daerah jangka panjang. Berdasarkan rasio ini, pemerintah daerah dinilai
layak untuk melakukan pinjaman daerah apabila nilai DSCR-nya minimal sebesar
2,5. Jika nilai DSCR kurang dari 1, maka hal ini mengindikasikan terjadinya arus ks
negatif yang berarti pendapatan tidak cukup untuk menutup seluruh beban utang
berupa angsuran pokok dan bunga. Misalnya nilai DSCR sebesar 0,95 berarti
pemerintah daerah hanya memiliki pendapatan setelah dikurangi belanja wajib yang
hanya cukup untuk menutup 95% beban utang pada tahun tersebut.

Contoh
Berikut ini adalah data Pendapatan – LRA, Belanja dan Surplus Defisit pada
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) tahun 2017 Pemerintah Kabupaten Pagarkayu.

Total Pendapatan : Rp 900.000.000.000,-


Jumlah Pendapatan Asli Daerah : Rp 80.000.000.000,-
Dana Perimbangan :
- Bagi hasil pajak dan bukan pajak : 100.000.000.000
- DAU : 600.000.000.000
- DAK : 100.000.000.000
- Bagi hasil propinsi : 20.000.000.000

Total Belanja : Rp 1.100.000.000.000


Belanja Operasi : Rp 700.000.000.000
Belanja Modal : Rp 300.000.000.000
Transfer ke desa : Rp 75.000.000.000
Belanja Tidak Terduga : Rp 25.000.000.000

Surplus / Defisit : (Rp 200.000.000.000)

Informasi tambahan :
 Dana bagi hasil dana reboisasi untuk tahun 2017 sebesar Rp 12.000.000.000
 Belanja wajib sebesar sebesar 60% dari total APBD tahun yang bersangkutan
 Angsuran pokok pinjaman untuk tahun 2017 sebesar Rp 10.000.000.000,-
bunga Rp 3.000.000.000, dan biaya lain terkait pinjaman sebesar Rp
500.000.000,-

Berdasarkan data di atas hitunglah Debt Service Coverage Ratio !

Jawab
[ 80.000.000.000 + (100.000.000.000 – 12.000.000.000) + 600.000.000.000] – 660.000.000.000
DSCR = -----------------------------------------------------------------------------------------------
10.000.000.000 + 3.000.000.000 + 500.000.000

28 | A n a l i s i s P e n d a p a t a n - L R A
108.000.000.000
= ------------------------------
13.500.000.000

=8

Berdasarkan nilai DSCR maka pemerintah Kabupaten Pagarkayu layak untuk


melakukan pinjaman daerah karena memiliki nilai DSCR lebih dari 2,5.

11. Analisis Debt Service Ratio


Debt Service Ratio (DSR) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan
pemerintah daerah dalam membayar kembali pinjaman daerah meliputi pokok dan
bunganya dengan pendapatan daerah yang dimilikinya. DSR bermanfaat untuk
mengukur kemampuan keuangan pemerintah daerah dalam menanggung beban
utang, yaitu pokok dan bunga dengan total pendapatan daerah yang dimilikinya.
Rasio DSR ini dapat membantu analisis DSCR. Rumus DSR adalah :

Realisasi Total Pendapatan Daerah


Debt Service Ratio = -------------------------------------------------
Total Pokok Pinjaman + Bunga

Realisasi total pendapatan diperoleh datanya dari Laporan Realisasi


Anggaran (LRA) sedangkan total Pokok Pinjaman dan Bunga diperoleh dari Neraca
pada bagian kewajiban. Nilai DSR yang diharapkan tentunya lebih besar atau
minimal sama dengan 1, sehingga memperlihatkan bahwa realisasi total
pendapatan mampu menanggung pinjaman yang terdiri atas pokok pinjaman dan
bunga pinjaman. Apabila nilai DSR kecil dari 1, maka memperlihatkan bahwa
kemampuan pendapatan daerah untuk menanggung pinjaman (pokok + bunga
pinjaman) kurang baik, sehingga pemerintah daerah harus berhati-hati dalam
melakukan pinjaman atau harus berusaha untuk meningkatkan pendapatan
daerahnya.

Contoh
Berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca Kabupaten Saragaman pada
tahun 2015, 2016, 2017 dan 2018, diperoleh informasi sebagai berikut :

Keterangan 2015 (Rp) 2016(Rp) 2017(Rp) 2018(Rp)

29 | A n a l i s i s P e n d a p a t a n - L R A
Realisasi Total 500.000.000.000 600.000.000.00 712.000.000.000 850.000.000.000
Pendapatan Daerah 0

Jumlah Pokok Utang/ 50.000.000.000 55.000.000.000 40.000.000.000 70.000.000.000


Pinjaman

Jumlah Utang Bunga 6.000.000.000 7.000.000.000 5.500.000.000 9.000.000.000

Hitunglah DSR tahun 2015, 2016, 2017 dan 2018 !

Jawab.

a. DSR tahun 2015


= Rp 500.000.000.000 / (Rp 50.000.000.000 + 6.000.000.000)
= 8,93

b. DSR tahun 2016


= Rp 600.000.000.000 / (Rp 55.000.000.000 + 7.000.000.000)
= 9,68

c. DSR tahun 2017


= Rp 712.000.000.000 / (40.000.000.000 + Rp 5.500.000.000)
= 15,65

d. DSR tahun 2018


= Rp 850.000.000.000 / (Rp 70.000.000.000 + Rp 9.000.000.000)
= 10,76

Berdasarkan hasil pengolahan diketahui bahwa DSR dari tahun 2015 sampai
2017 mengalami peningkatan yang mengindikasikan bahwa kemampuan
pendapatan daerah dalam menanggung utang yang meliputi pokok dan bunga
pinjaman semakin baik. Nilai DSR pada tahun 2015 yaitu 8,93 memiliki makna
bahwa pemerintah daerah memiliki Rp 8,93 untuk menanggung utang / pinjaman
(pokok + bunga pinjaman). Pada tahun 2018 DSR bergerak menurun dan lebih
rendah dari pada tahun 2017 yaitu 10,76, namun dari sisi kemampuan pendapatan
darah untuk menanggung pinjaman masih baik karena masih memiliki nilai DSR
yang lebih besar dari 1.

30 | A n a l i s i s P e n d a p a t a n - L R A

Anda mungkin juga menyukai