Analisis Aset
Setelah membaca materi ini diharapkan pembaca mampu memahami dan melakukan
analisis terhadap aset yang terdapat pada neraca laporan keuangan pemerintah
daerah
Materi :
Analisis Aset :
1. Analisis pertumbuhan
2. Analisis Proporsi
3. Analisis Modal Kerja
4. Analisis Rasio Keuangan :
a. Rasio Likuiditas
b. Rasio Solvabilitas
c. Rasio Utang
1. Analisis Pertumbuhan
Analisis pertumbuhan aset adalah teknik analisis yang dilakukan dengan cara
membuat perbandingan antar elemen laporan keuangan khususnya elemen aset
yang sama untuk beberapa periode yang berurutan.
Analisis ini merupakan bagian dari analisis horisontal, yaitu suatu teknik analisis
dengan cara memperbandingkan elemen aset untuk dua atau lebih. Elemen aset
yang diperbandingkan untuk beberapa periode dapat diketahui sifat dan tendensi
perubahan yang terjadi dalam pemerintahan tersebut.
Analisis ini dilakukan dengan cara menelaah laporan keuangan khususnya
neraca yang didalamnya terdapat aset yang berurutan dari satu periode ke periode
berikutnya. Analisis ini meliputi penelaahan perubahan saldo tiap-tiap akun aset dari
tahun ke tahun atau selama beberapa tahun.
Agar laporan aset dapat dibandingkan dengan resiko kesalahan pengambilan
keputusan yang sekecil-kecilnya maka yang harus dilakukan adalah :
Halaman 1 | A n a l i s i s A s e t
c. Adanya perbedaan pendapat dalam menyusun laporan keuangan. Misal :
dalam penilaian persediaan ada yang menggunakan metode LIFO atau FIFO,
begitu juga dalam penilaian penyusutan aset tetap ada yang menggunakan
metode garis lurus (straight line method) atau dua kali metode saldo menurun
(twice straight line on the declining balace method).
Halaman 2 | A n a l i s i s A s e t
Perubahan Persentase Pertumbuhan dari tahun t ke tahun t+i =
Contoh 1 :
Diketahui nilai pos “kas di kas daerah” di neraca pemerintah Kabupaten Suaibana
pada tanggal 31 Desember tahun 2015 adalah Rp 15.000.000.000,- sedangkan
pada tanggal 31 Desember 2016 adalah Rp 18.000.000.000,- hitunglah
pertumbuhan “kas di kas daerah” dari tahun 2015 ke tahun 2016 dengan
menggunakan perubahan absolut dan perubahan persentase!
Jawab :
a) Perubahan absolut pertumbuhan pos kas di kas daerah dari tahun 2015
(tahun t) ke tahun 2016 (tahun t+1) =
b) Perubahan persentase pertumbuhan pos kas di kas daerah dari tahun 2015
(tahun t) ke tahun 2016 (tahun t+1) =
Berdasarkan jawaban pada point “a” dapat kita simpulkan bahwa terjadi
kenaikan pos kas di kas daerah pada pemerintah Kabupaten Suaibana dari tahun
2015 ke tahun 2016 sejumlah Rp 3.000.000.000. Selanjutnya berdasarkan
jawaban point “b” kenaikan angka sejumlah Rp 3.000.000.000 pada point “a”
tersebut dapat dipersentasekan senilai 20% (bernilai positif). Hal ini menunjukkan
kenaikan pos “kas di kas daerah” dari tahun 2015 ke tahun 2016. Ini memberikan
sinyal positif dan memperlihatkan adanya kemajuan atau pertumbuhan aset pos
“kas di kas daerah”
Contoh 2 :
Diketahui jumlah aset lancar pada laporan Neraca Kota Ladomudo untuk
beberapa tahun sebagai berikut :
Halaman 3 | A n a l i s i s A s e t
Tabel 3.1. Jumlah Aset Lancar Kota Ladomudo
Tahun Jumlah Aset Lancar (Rp)
2015 65.750.000.000
2016 90.250.000.000
2017 76.500.000.000
2018 92.800.000.000
Hitunglah pertumbuhan aset lancar dari tahun ke tahun dalam bentuk angka
absolut dan dalam bentuk persentase!
Jawab
Nilai – nilai aset lancar tersebut di atas, apabila kita buatkan dalam bentuk grafik,
akan terlihat sebagai berikut :
Berdasarkan gambar grafik kita dapat melihat bahwa dari tahun 2015 ke tahun
2016 terjadi peningkatan ditunjukkan dengan tren grafik yang naik, sedangkan
dari tahun 2016 ke tahun 217 terjadi penurunan yang ditunjukkan dengan tren
grafik yang turun, dan dari tahun 2017 ke tahun 2018 terjadi peningkatan lagi
yang ditunjukkan dengan tren grafik yang naik.
= Rp 24.500.000.000
Halaman 4 | A n a l i s i s A s e t
b). Pertumbuhan persentase
= (Rp 90.250.000.000 – Rp 67.750.000.000)
-------------------------------------------------------- x 100%
Rp 67.750.000.000
= 37,26%
------------------------------------------------------------------------------------------------------
= - 15,24%
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
= 37,26%
Halaman 5 | A n a l i s i s A s e t
b. Analisis trend angka indeks
Analisis ini memerlukan pemilihan tahun dasar untuk seluruh pos, yang
biasanya diberi angka indeks 100. karena tahun dasar menjadi rujukan untuk semua
perbandingan, pilihan terbaik adalah tahun dimana kondisi bisnis normal. Rumus
analisis trend angka indeks untuk melihat pertumbuhan aset dari tahun t ke tahun t+1,
dengan menggunakan tahun t sebagai tahun dasar dan diberi indeks 100.
Contoh 1:
Jumlah Persediaan Alat Tulis Kantor Pemerintah Kabupaten Sambuahna di
Neraca per 31 Desember 2015 adalah Rp 10.000.000,- sedangkan per tanggal 31
Desember tahun 2016 jumlah Persediaan Alat Tulis Kantor adalah Rp 11.000.000.
Apabila tahun 2015 kita jadikan sebagai tahun dasar, maka tahun 2015 tersebut kita
berikan indeks dengan nilai 100 dengan jumlah Rp 10.000.000, maka untuk tahun
2016 dengan nilai Rp 11.000.000 indeksnya adalah :
Contoh 2 :
Berikut ini informasi tentang Aset Lancar di Neraca Pemerintah Kota Banalabai
(dalam jutaan rupiah) per 31 Desember :
Halaman 6 | A n a l i s i s A s e t
Pergerakan pos Piutang Pajak Daerah dengan menggunakan trend angka dapat
dilihat sebagai berikut :
2. Analisis Proporsi
Analisis Proporsi merupakan analisis vertikal. Analisis ini dilakukan dengan
cara merubah angka-angka yang ada dalam neraca menjadi persentase
berdasarkan angka tertentu. Untuk angka-angka yang ada di neraca, angka dasar
(common base) nya adalah total aset (total aktiva). Dalam hal ini total aset dianggap
memiliki angka dasar 100%. Penyajian dalam bentuk proporsi akan mempermudah
pembaca menganalisis laporan keuangan dengan memperhatikan perubahan -
perubahan yang terjadi dalam neraca dan laporan lainnya.
Analisis proporsi disusun dengan jalan menghitung tiap-tiap rekening
dalam neraca menjadi proporsi dari total total aset. Analisis proporsi memudahkan
pembacaan data-data keuangan untuk beberapa periode (untuk mencari trend-trend
tertentu).
Untuk mempermudah dalam perhitungan analisis proporsi maka digunakan
rumus sebagai berikut :
Halaman 7 | A n a l i s i s A s e t
Contoh 1
Berikut ini adalah data terkait dengan aset yang terdapat di Neraca Pemerintah
Kabupaten Selamatan per 31 Desember
Jawab
Hasil perhitungan proporsi untuk tiap-tiap pos pada tahun 2015, 2016 dan 2017
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Halaman 8 | A n a l i s i s A s e t
Tabel 3.7. Analisis Proporsi Laporan Aset Kabupaten Selamatan
Halaman 9 | A n a l i s i s A s e t
Misalkan untuk mencari proporsi pos kas di kas daerah pada tahun 2015 adalah
sebagai berikut :
Artinya adalah dari seluruh total aset yang berjumlah 100% maka proporsi pos kas
di kas daerah pada tahun 2015 adalah 3,77%
Sedangkan untuk mencari proporsi pos peralatan dan mesin pada tahun 2015 adalah
sebagai berikut :
Artinya adalah dari seluruh total aset yang berjumlah 100% maka proporsi pos
peralatan dan mesin pada tahun 2015 adalah 22,60%.
Apabila dibandingkan proporsi pos kas di kas daerah dengan pos peralatan dan
mesin pada tahun 2015, maka proporsi peralatan dan mesin lebih besar dari proporsi
kas di kas daerah
Selanjutnya apabila dibandingkan proporsi pos kas di kas daerah terhadap total aset
pada tahun 2015 dengan tahun 2016 dan tahun 2017 dapat dilihat secara berturut –
turut adalah 3,77% pada tahun 2015, kemudian 4,46% untuk tahun 2016 dan 3,49%
pada tahun 2017. Dapat dilihat bahwa meski pada tahun 2017 jumlah pos kas di kas
daerah (Rp 1.500.000) lebih besar dibandingkan dengan jumlah pada tahun 2015 (Rp
1.400.000) namun dalam perbandingan proporsi, proporsi pos kas di kas daerah
tahun 2015 (3,77%) lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2017 (3,49%).
Demikian pula halnya dengan proporsi pos beban dibayar dimuka, secara berturut-
turut untuk tahun 2015 adalah 0,54%, pada 2016 adalah 0,50% dan tahun 2017
adalah sebesar 0,47%. Meskipun jumlahnya setiap tahun yaitu Rp 200.000, namun
nilai proporsinya berbeda-beda setiap tahun. Naik turun proporsi ini dipengaruhi oleh
jumlah aset yang berubah-ubah setiap tahun. Perubahan jumlah aset ini dipengaruhi
oleh penambahan atau pengurangan pos-pos selain pos beban dibayar dimuka. Jadi
besar kecilnya proporsi suatu akun, dipengaruhi juga oleh penambahan atau
pengurangan nilai-nilai pada pos lainnya sehingga berdampak pada nilai total aset.
Halaman 10 | A n a l i s i s A s e t
kewajiban jangka pendeknya. Modal kerja ini sering disebut modal kerja bruto
(gross working capital)
b. Modal kerja kualitatif yaitu semua aset lancar tetapi telah mempertimbangkan
kewajiban-kewajiban jangka pendek. Berarti modal kerja ini adalah selisih
antara aset lancar dengan kewajiban jangka pendek. Konsep ini merupakan
ukuran sampai sejauh mana pemerintah daerah dilindungi dari masalah
likuiditas.
Contoh
Berikut ini adalah Jumlah Aset Lancar dan Kewajiban Jangka Pendek pada Laporan
Neraca per 31 Desember Pemerintah Kota Semangat:
Hitunglah modal kerja dengan menggunakan metode kuantitatif dan metode kualitatif!
Gambar 3.3. Jumlah Aset Lancar dan Kewajiban Jangka Pendek Kota Semangat
Halaman 11 | A n a l i s i s A s e t
Jawab:
a). Dengan menggunakan metode kuantitatif maka jumlah modal kerja pada tahun
2016 adalah Rp26.168.276.290,63 dan pada tahun 2017 adalah
Rp20.387.407.618,56.
b). Dengan menggunakan metode kualitatif maka jumlah modal kerja tahun 2016
adalah:
Rp 26.168.276.290,63 – Rp 6.990.968.953,39 = Rp 19.177.307.337,24
Dengan menggunakan metode kualitatif maka jumlah modal kerja tahun 2017
adalah:
Rp20.387.407.618,56 – Rp 16.732.577.268,89 = Rp 3.654.830.349,67
Berdasarkan hasil perhitungan modal kerja dengan metode kuantitatif dapat dilihat
bahwa jumlah aset lancar tahun 2016 lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2017,
sehingga memberikan gambaran bahwa kondisi modal kerja tahun 2016 lebih baik
daripada tahun 2017 karena memiliki kemampuan yang lebih baik untuk
melaksanakan kegiatan operasional pemerintah daerah.
a. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas menunjukkan kemampuan pemerintah daerah untuk memenuhi
kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan pemerintah
daerah untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Atau kemampuan
pemerintah daerah untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio likuiditas
terdiri dari rasio lancar (current ratio), rasio cepat (quick ratio), dan rasio kas (cash
ratio).
Halaman 12 | A n a l i s i s A s e t
1). Current Ratio (Rasio Lancar)
Current ratio merupakan cara penghitungan rasio likuiditas yang paling
sederhana dibanding cara lainnya. Penghitungan ini dimaksudkan untuk mengetahui
tingkat kemampuan pemerintah daerah dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya dengan aset pemerintah daerah yang likuid pada saat ini atau aset lancar
(current asset). Jenis aset ini adalah aset yang dapat ditukarkan dengan kas dalam
jangka waktu satu tahun. Rumus perhitungan current ratio adalah sebagai berikut:
Contoh :
Berikut ini adalah Jumlah Aset Lancar dan Kewajiban Jangka Pendek pada Laporan
Neraca per 31 Desember Pemerintah Kota Semangat:
Halaman 13 | A n a l i s i s A s e t
Gambar 3.4. Jumlah Aset Lancar dan Kewajiban Jangka Pendek Kota Semangat
Halaman 14 | A n a l i s i s A s e t
Jawab
Rasio Lancar untuk tahun 2016 adalah :
= Rp 26.168.276.290,63 / Rp 6.990.968.953,39
= 3,74 kali
= Rp 20.387.407.618,56 / Rp 16.732.577.268,89
= 1,22 kali
Berdasarkan hasil di atas, kita lihat bahwa rasio lancar untuk tahun 2016 dan 2017
bernilai di atas 1 sehingga dapat dikategorikan baik. Nilai rasio lancar tahun 2016
sebesar 3,74 kali mengartikan bahwa Rp 1 kewajiban jangka pendek mampu ditutupi
dengan ketersediaan aset lancar sebesar Rp 3,74. Sedangkan untuk tahun 2017
yang bernilai 1,22 kali mengartikan bahwa Rp 1 kewajiban jangka pendek mampu
ditutupi oleh aset lancar senilai Rp 1,22.
Selanjutnya melihat hasil rasio lancar tahun 2016 dengan tahun 2017, maka rasio
lancar tahun 2016 lebih baik dan lebih aman untuk menutupi kewajiban jangka
pendeknya dari pada tahun 2017, karena nilai rasio lancar tahun 2016 lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun 2017.
Rasio cepat merupakan salah satu ukuran likuiditas yang terbaik, rasio ini
bermanfaat untuk Pemerintah daerah dalam membayar utangnya dengan cepat.
Rasio ini juga menujukkan berapa alat likuiditas yang digunakan untuk melunasi
utang lancar. Rasio cepat (quick ratio) atau rasio sangat lancar atau acid test ratio
merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam
memenuhi atau membayar kewajiban atau utang lancar (utang jangk pendek) dengan
aset lancar tanpa memperhitungkan nilai persediaan (inventory). Artinya
mengabaikan nilai persediaan, dengan cara dikurangi dari total aset lancar. Hal ini
dilakukan karena persediaan dianggap memerlukan waktu relatif lebih lama untuk
diubah menjadi kas, apabila pemerintah daerah membutuhkan dana cepat untuk
membayar kewajibannya dibandingkan dengan aset lancar lainnya.
Rumus rasio cepat dihitung sebagai berikut :
Rasio cepat yang diharapkan adalah rasio yang bernilai besar atau sama
dengan 1. Rasio cepat yang bernilai 1, mengindikasikan bahwa semua aset lancar
setelah dikurangi dengan persediaan akan mampu menutupi semua hutang jangka
pendek. Namun untuk keamanan, tentunya nilai rasio cepat yang diinginkan adalah
besar dari 1.
Halaman 15 | A n a l i s i s A s e t
Semakin tinggi rasio cepat, semakin likuid pemerintah daerahnya. Namun pada
dasarnya, sama atau lebih besar dari 1, rasio cepat yang dapat diterima ini dapat saja
bervariasi antara satu pemerintah daerah dengan pemerintah daerah lainnya.
Nilai rendah pada rasio cepat yaitu nilai yang kurang dari 1 menunjukan bahwa
pemerintah daerah mungkin mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban jangka
pendeknya menggunakan aset lancar setelah dikurangi dengan persediaan. Namun
pihak pengguna laporan keuangan juga harus memperhatikan arus kas operasi
pemerintah daerah dan rasio lancar agar bisa lebih memahami tingkat likuiditas
pemerintah daerah tersebut. Apabila Rasio cepat pemerintah daerah rendah, maka
para pengguna laporan keuangan dapat menilai kesehatan keuangan pemerintah
daerah yang bersangkutan dengan kondisi arus kas (cash flow) operasional dan rasio
lancar nya.
Jika rasio cepat terlalu tinggi maka pemerintah daerah tersebut pasti memiliki
rasio lancar yang lebih tinggi pula. Hal ini memungkinkan pemerintah daerah tidak
menggunakan aset lancar atau fasilitas pembiayaan jangka pendeknya secara
efisien. Hal ini juga menunjukkan mungkin adanya masalah dalam pengelolaan modal
kerja. Namun bagi pengguna laporan keuangan, rasi cepat yang tinggi lebih baik
daripada rasio cepat yang rendah, karena dengan rasio cepat yang tinggi berarti
pemerintah daerah cenderung lebih dapat memenuhi kewajiban hutang yang jatuh
tempo dalam 12 bulan ke depan.
Contoh
Berdasarkan gambar 3.4 diketahui bahwa :
Aset Lancar tahun 2016 Rp 26.168.276.290,63
Aset Lancar tahun 2017 Rp 20.387.407.618,56
Kewajiban jangka pendek 2016 Rp 6.990.968.953,39
Kewajiban jangka pendek 2017 Rp 16.732.577.268,89
Persediaan tahun 2016 Rp 5.593.495.731,43
Persediaan tahun 2017 Rp 5.457.588.337,08
Jawab
Rasio cepat tahun 2016 lebih tinggi dari pada rasio cepat pada tahun 2017, sehingga
rasio cepat tahun 2016 lebih baik dari pada tahun 2016. Pada tahun 2016 nilai rasio
cepat adalah 2,94 kali artinya bahwa Rp 1 kewajiban jangka pendek mampu ditutupi
oleh Rp 2,94 aset lancar setelah dikurangi persediaan. Sedangkan pada tahun 2017
nilai rasio cepat adalah 0,89 artinya bahwa Rp1 kewajiban jangka pendek mampu
ditutupi dengan Rp 0,89 aset lancar setelah dikurangi dengan persediaan.
Halaman 16 | A n a l i s i s A s e t
3). Cash Ratio (Rasio Kas)
Cash ratio atau rasio kas merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang jangka pendek.
Ketersediaan uang kas dapat ditunjukkan dari tersedianya dana kas atau setara
dengan kas seperti rekening giro atau tabungan di bank (yang dapat ditarik setiap
saat). Dapat dikatakan rasio ini menunjukkan kemampuan sesungguhnya bagi
pemerintah daerah untuk membayar utang-utang jangka pendeknya. Rumus untuk
mencari rasio kas atau cashratiodapat digunakan sebagai berikut:
Rasio kas yang diharapkan adalah rasio yang bernilai besar atau sama dengan
1. Rasio cepat yang bernilai 1, mengindikasikan bahwa semua kas dan bank akan
mampu menutupi semua hutang jangka pendek. Namun untuk keamanan, tentunya
nilai rasio kas yang diinginkan adalah besar dari 1.
Semakin tinggi rasio kas, semakin likuid pemerintah daerahnya. Namun pada
dasarnya, sama atau lebih besar dari 1, rasio kas yang dapat diterima ini dapat saja
bervariasi antara satu pemerintah daerah dengan pemerintah daerah lainnya.
Nilai rendah pada rasio kas yaitu nilai yang kurang dari 1 menunjukan bahwa
pemerintah daerah mungkin mengalami kesulitan kas untuk memenuhi kewajiban
jangka pendeknya. Namun pihak pengguna laporan keuangan juga harus
memperhatikan arus kas operasi pemerintah daerah, rasio lancar dan rasio cepat
agar bisa lebih memahami tingkat likuiditas pemerintah daerah tersebut. Apabila
Rasio kas pemerintah daerah rendah, maka para pengguna laporan keuangan dapat
menilai kesehatan keuangan pemerintah daerah yang bersangkutan dengan kondisi
arus kas (cash flow) operasional, rasio lancar dan rasio cepatnya.
Jika rasio kas terlalu tinggi maka pemerintah daerah tersebut pasti memiliki
rasio cepat dan rasio lancar yang lebih tinggi pula. Hal ini memungkinkan pemerintah
daerah tidak menggunakan aset lancar atau fasilitas pembiayaan jangka pendeknya
secara efisien. Hal ini juga menunjukkan mungkin adanya masalah dalam
pengelolaan modal kerja. Namun bagi pengguna laporan keuangan, rasio kas yang
tinggi lebih baik dari pada rasio kas yang rendah, karena dengan rasio kas yang tinggi
berarti pemerintah daerah cenderung lebih dapat memenuhi kewajiban yang jatuh
tempo dalam 12 bulan ke depan.
Contoh :
Berdasarkan gambar 3.4 diketahui bahwa :
Aset Lancar tahun 2016 Rp 26.168.276.290,63
Aset Lancar tahun 2017 Rp 20.387.407.618,56
Kewajiban jangka pendek 2016 Rp 6.990.968.953,39
Kewajiban jangka pendek 2017 Rp 16.732.577.268,89
Kas di kas daerah 2016 Rp 9.918.167.264,37
Kas di kas daerah 2017 Rp 1.531.345.991,89
Kas di Bendahara Penerimaan 2016 Rp 388.809.500,00
Kas di Bendahara Penerimaan 2017 Rp0
Kas di BLUD tahun 2016 Rp 5.727.232.419,98
Kas di BLUD tahun 2017 Rp 4.965.074.241,98
Kas lainnya tahun 2016 Rp 63.441.870,00
Kas lainnya tahun 2017 Rp 0
Kas BOS tahun 2016 Rp0
Kas BOS tahun 2017 Rp317.664.158,00
Halaman 17 | A n a l i s i s A s e t
Hitunglah rasio kas tahun 2016 dan 2017, dan berikan komentar!
Jawab
Rasio kas tahun 2016 lebih tinggi dari pada rasio kas pada tahun 2017, sehingga
rasio kas tahun 2016 lebih baik dari pada tahun 2016. Pada tahun 2016 nilai rasio
kas adalah 2,30 kali artinya bahwa Rp 1 kewajiban jangka pendek mampu ditutupi
oleh Rp 2,94 kas. Sedangkan pada tahun 2017 nilai rasio cepat adalah 0,41 artinya
bahwa Rp1 kewajiban jangka pendek hanya mampu ditutupi dengan Rp 0,41 kas
pemerintah daerah.
b. Rasio Solvabilitas
Solvabilitas adalah kemampuan pemerintah daerah untuk memenuhi kewajiban
keuangannya apabila pemerintah daerah tersebut dilikuidasikan, baik kewajiban
jangka pendek maupun jangka panjang. Rasio solvabilitas menunjukkan besarnya
Halaman 18 | A n a l i s i s A s e t
aset pemerintah daerah untuk mendanai semua utang yang ditanggung. Rasio
solvabilitas dirumuskan sebagai berikut :
Semakin besar nilai rasio solvabilitas, maka semakin besar kemampuan aset dalam
menanggung semua utang-utangnya. Nilai yang diharapkan tentunya adalah nilai
total aset lebih tinggi dari nilai total utang, sehingga memiliki nilai rasio yang lebih
besar daripada 1.
Contoh :
Hitunglah berapa rasio solvabilitas untuk tahun 2016 dan tahun 2017 !
Jawab:
= Rp 654.974.565.708,68 : Rp 31.691.062.848,14
= 20,67 kali
Rasio solvabilitas tahun 2016 bernilai 20,67 kali, maka dapat didefenisikan bahwa
Rp1 total utang mampu ditanggung oleh Rp 20,67 total aset. Sedangkan rasio
solvabilitas tahun 2017 senilai 21,10 kali mengartikan bahwa Rp 1 total utang mampu
ditanggu oleh Rp 21,10 total aset. Berdasarkan hal demikian maka rasio solvabilitas
tahun 2017 lebih baik daripada rasio solvabilitas tahun 2016. Namun, secara
keseluruhan, rasio solvabilitas tahun 2016 dan tahun 2017 memiliki nilai yang baik.
Halaman 19 | A n a l i s i s A s e t
c. Rasio Utang/ Leverage (Leverage Ratio)
Rasio leverage adalah rasio yang menggambarkan hubungan antara hutang
pemerintah daerah terhadap ekuitas maupun aset yang dimiliki. Artinya, seberapa
besar utang yang ditanggung oleh pemerintah daerah dibandingkan dengan asetnya
atau ekuitasnya. Rasio leverage terbagi atas :
Halaman 20 | A n a l i s i s A s e t
Rasio DER memperlihatkan mana yang lebih besar sumber pendanaan dari
utang dibandingkan dengan dari ekuitas. Apabila nilai DER besar dari 1 maka
menunjukkan sumber pendanaan dari utang lebih besar dari pada sumber
pendanaan dari ekuitas. Begitu pula sebaliknya, apabila nilai DER kecil dari 1 maka
menunjukkan sumber pendanaan dari utang lebih kecil dari pada sumber pendanaan
dari ekuitas. Semakin kecil nilai DER, maka ketergantungan terhadap total utang
makin berkurang karena memiliki ekuitas yang makin besar.
Apabila LTDER memiliki nilai lebih besar dari 1, maka dapat didefenisikan
bahwa jumlah utang jangka panjang lebih besar dari pada jumlah ekuitas, sedangkan
apabila nilai LTDER kecil dari 1 maka nilai utang jangka panjang lebih kecil dari pada
jumlah ekuitas. Semakin kecil nilai LTDER, maka ketergantungan terhadap total
utang jangka panjang makin berkurang karena memiliki ekuitas yang makin besar.
Contoh
Hitunglah berapa DAR, DER dan LTDER untuk tahun 2016 dan tahun 2017 !
Halaman 21 | A n a l i s i s A s e t
Nilai DAR tahun 2016 senilai 0,048 memberikan makna bahwa penggunaan
utang sebesar Rp 0,048 digunakan untuk menghasilkan aset Rp 1. Sedangkan nilai
DAR tahun 2017 senilai 0,047 memberikan makna bahwa penggunaan utang sebesar
Rp 0,047 digunakan untuk menghasilkan aset Rp 1. Manakah yang lebih baik?
Tentunya yang paling baik diantara 2 pilihan tersebut adalah penggunaan yang paling
sedikit utang untuk menghasilkan aset, artinya nilai DAR tahun 2017 (0,047) lebih
baik daripada nilai dari tahun 2016 (0,048).
Nilai DAR tahun 2016 senilai 0,048 juga memberikan makna bahwa dari Rp 1
aset, maka Rp 0,048 bersumber dari utang dan sisanya berumber dari ekuitas yaitu
Rp 1 – Rp 0,048 = Rp 0,952 atau apabila dipersentasekan dari 100% aset maka 4,8%
bersumber dari utang sedangkan sisanya 95,2% bersumber dari ekuitas. Sedangkan
tahun 2017, nilai DAR 0,047 mengindikasikan bahwa aset Rp 1 bersumber dari utang
sebanyak Rp 0,047 dan yang bersumber dari ekuitas Rp 0,953 (Rp 1 – Rp 0,047)
atau apabila dipersentasekan dari 100 % nilai aset maka yang bersumber utang
adalah 4,7% dan yang bersumber dari ekuitas adalah 95,3%. Manakah yang lebih
baik? Apabila ditinjau dari sisi kepemilikan, tentunya adalah yang memiliki nilai
ekuitas yang tertinggi berarti nilai DAR tahun 2017 lebih baik dari pada nilai DAR
tahun 2016.
Nilai DER tahun 2016 sebesar 0,052 menunjukkan nilai perbandingan antara
sumber pendanaan dari external dalam bentuk total utang dengan sumber
pendanaan internal dalam bentuk total ekuitas yang sangat kecil. Nilai DER yang kecil
dari 1 menunjukkan bahwa sumber pendanaan dari ekuitas lebih besar dibandingkan
dengan yang bersumber dari utang. Demikian pula dengan nilai DER tahun 2017
yang senilai 0,050 yang kecil dari 1, menunjukkan bahwa sumber pendanaan dari
ekuitas lebih besar dari pada sumber pendanaan dari utang. Manakah yang lebih baik
nilai DER tahun 2016 atau tahun 2017. Apabila dilihat dari sumber pendanaan, maka
nilai DER yang lebih kecil adalah yang lebih baik, artinya apabila nilai DER nya lebih
kecil maka sumber pendanaan yang bersumber dari ekuitas kan lebih besar. Jadi
dapat disimpulkan DER tahun 2017 lebih baik daripada DER tahun 2016.
Halaman 22 | A n a l i s i s A s e t
LTDER tahun 2017 = Rp 22.164.197.950,82 / Rp 781.889.262.828,83
= 0,028
Halaman 23 | A n a l i s i s A s e t