TUGAS AKHIR
Disusun Oleh :
0
KATA PENGANTAR
Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang diberikan-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik, dimana Tugas Akhir ini
merupakan persyaratan akademik yang harus dipenuhi untuk diajukan dalam ujian
sarjana pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dan
bimbingan dari bebagai pihak berupa dukungan moril, material, spiritual maupun
dari segi Administrasi. Oleh karena itu sudah selayaknya penulis mengucapkan
1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan sebagai Ketua Jurusan Teknik sipil
2. Bapak Ir. Terunajaya, MSc, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Sipil Fakultas
3. Bapak Ir. Zulkarnaian A.Muis, M.Eng Sc, selaku Koordinator Jurusan Teknik
Utara.
6. Kepada kedua Orang tua B.Simanungkalit dan S.br. Ompusunggu yang telah
segenap hati membantu dalam doa, Semangat, Kasih, Dukungan dan Materi.
i
7. Kepada rekan-rekan semua anak ekstension 2008 yang turut membantu baik
dari pikiran masukan dan tenaga dalam penyusunan tugas akhir ini.
8. Serta pihak lain yang turut berperan serta yang telah membantu dalam
Penulisan Tugas Akhir ini yang tidak bisa Penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa Penulisan Tugas Akhir ini, masih banyak terdapat
Dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari Bapak dan
yang telah banyak membantu penulis dan berharap semoga Tugas Akhir ini
Binner J Simanungkalit
NIM:080424004
ii
ABSTRAK
Suatu balok baja yang pada kedua ujungnya disambungkan terhadap kolom-
kolom dengan menggunakan sambungan baut, apabila kedua ujungnya bersifat
sendi maka balok tersebut merupakan konstruksi statis tertentu. Bila sambungan
balok dan kolom pada kedua ujungnya menggunakan beberapa buah baut atau di
las, maka konstruksi menjadi statis tak tentu.Karena sambungan tidak lagi dapat
berputar bebas dan dalam keadaan exstrim sambungan dapat bersifat kaku
sempurna ( rigid ), dimana perputaran sudutnya adalah nol.
Akan tetapi pada sambungan-sambungan yang menggunakan baut / paku
keling selalu akan terjadi deformasi elastis, sehingga sifat kaku sempurna tidak
tercapai dan sambungan menjadi semi kaku ( semi rigid ).Tingkat kekakuan
sambungan akan mempengaruhi besarnya perubahan bentuk (lenturan atau
putaran sudut ) dan gaya-gaya dalam ( Momen, gaya lintang dan sebagainya )
pada analisa strukturnya.
Alat sambung Baut Mutu Tinggi (High Tensile Bolt) bila diberikan tarikan
(Pretension) akan memberikan kontribusi tahanan gesek antara elemen-elemen
yang disambung. Kapasitas daya dukung sambungan akan bertambah akibat
tarikan awal (Pretension) pada alat sambung mutu tinggi tersebut.
Pada Tugas akhir ini, gaya dalam yang dibahas hanya momen lentur M yang
bekerja pada sambungan dan Gaya lintang D. Gaya Normal N dan Torsi ( momen
puntir ) T yang seharusnya turut bekerja tidak diikutkan. Dari hasil perhitungan
dengan menggunakan metode cross, momen lentur yang dihasilkan adalah 10,484
T.m,dan Gaya lintang D = 5,6155 T
tegangan yang diijinkan σ ijin = 3100 kg/cm².maka profil yang dipakai adalah
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan melakukan pengecekan terhadap
profil Wf 300 x 150 x 6,5 x 9, dan menggunakan baut mutu tinggi A325,
6Ø20mm, karena momen yang dapat dipikul profil dan sambungan jauh lebih
besar dari pada momen yang terjadi dan profil dinyatakan cukup aman dalam
memikul beban yang terjadi.
Kata kunci : baut mutu tinggi, tegangan tarik awal, tegangan geser
iii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
iv
II.III.3 Jenis – jenis alat penyambung Penahan Beban .......................... 36
V. 1. Kesimpulan ..................................................................................... 81
V. 2. Saran ................................................................................................ 82
DAFTAR PUSTAKA
v
DAFTAR NOTASI
An = Luas netto
d = Diameter
M = Titik runtuh
t = Tebal pelat
ε = Regangan baja
ω = Faktor tekuk
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hubungan tegangan - regangan untuk uji tarik pada baja lunak .... 14
Gambar 2.5 Tipe sambungan ( a ) single web – angle dan (b) single plate ....... 21
Gambar 2.7 Tipe sambungan top –and seat-angle with duoble web angle ........ 22
on tension .......................................................................................................... 23
Gambar 2.13 Sambungam top-and seat-angle dengan double web angle .......... 26
vii
Gambar 2.19 Sambungan Penahan Momen ....................................................... 38
Gambar 3.2 Hubungan Tegangan vs Perpanjangan A490 bolt & A325 bolt ..... 48
Gambar 3.5 Deformasi pada sambungan noslip, partial slip, dan full slip ........ 50
Gambar 3.6 Pemodelan sambungan baut tidak diberi pratarik & dgn pratarik .. 53
viii
DAFTAR TABEL
ix
ABSTRAK
Suatu balok baja yang pada kedua ujungnya disambungkan terhadap kolom-
kolom dengan menggunakan sambungan baut, apabila kedua ujungnya bersifat
sendi maka balok tersebut merupakan konstruksi statis tertentu. Bila sambungan
balok dan kolom pada kedua ujungnya menggunakan beberapa buah baut atau di
las, maka konstruksi menjadi statis tak tentu.Karena sambungan tidak lagi dapat
berputar bebas dan dalam keadaan exstrim sambungan dapat bersifat kaku
sempurna ( rigid ), dimana perputaran sudutnya adalah nol.
Akan tetapi pada sambungan-sambungan yang menggunakan baut / paku
keling selalu akan terjadi deformasi elastis, sehingga sifat kaku sempurna tidak
tercapai dan sambungan menjadi semi kaku ( semi rigid ).Tingkat kekakuan
sambungan akan mempengaruhi besarnya perubahan bentuk (lenturan atau
putaran sudut ) dan gaya-gaya dalam ( Momen, gaya lintang dan sebagainya )
pada analisa strukturnya.
Alat sambung Baut Mutu Tinggi (High Tensile Bolt) bila diberikan tarikan
(Pretension) akan memberikan kontribusi tahanan gesek antara elemen-elemen
yang disambung. Kapasitas daya dukung sambungan akan bertambah akibat
tarikan awal (Pretension) pada alat sambung mutu tinggi tersebut.
Pada Tugas akhir ini, gaya dalam yang dibahas hanya momen lentur M yang
bekerja pada sambungan dan Gaya lintang D. Gaya Normal N dan Torsi ( momen
puntir ) T yang seharusnya turut bekerja tidak diikutkan. Dari hasil perhitungan
dengan menggunakan metode cross, momen lentur yang dihasilkan adalah 10,484
T.m,dan Gaya lintang D = 5,6155 T
tegangan yang diijinkan σ ijin = 3100 kg/cm².maka profil yang dipakai adalah
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan melakukan pengecekan terhadap
profil Wf 300 x 150 x 6,5 x 9, dan menggunakan baut mutu tinggi A325,
6Ø20mm, karena momen yang dapat dipikul profil dan sambungan jauh lebih
besar dari pada momen yang terjadi dan profil dinyatakan cukup aman dalam
memikul beban yang terjadi.
Kata kunci : baut mutu tinggi, tegangan tarik awal, tegangan geser
iii
BAB I
PENDAHULUAN
I. Umum
balok, kolom pelat maupun kolom balok, baik itu yang terbuat dari baja, kayu
maupun beton, pada tempat-tempat tertentu harus disambung. Hal ini dikarenakan
beton, boleh jadi sambungan bukan merupakan sesuatu hal yang perlu
bersifat monoloit (menyatu secara kaku). Lain halnya dengan konstruksi yang
terbuat dari baja dan kayu, sambungan merupakan sesuatu hal yang perlu
mendapat perhatian serius yang matang karena pada konstruksi baja maupun
kayu, elemen-emelen struktur yang akan disambung tidak dapat bersifat monoloit
pengangkutan. Misalkan saja akan dibuat suatu struktur rangka gading-gading kap
yang terbuat dari profil baja siku maka tidak mungkin melakukannya secara
langsung di lapangan karena tidak ekonomis, tetapi akan lebih hemat jika terlebih
1
II. Latar Belakang
Jika dibandingkan ketiga alat sambung ini, maka las merupakan alat sambungan
sambungan yang lebih kaku jika dibandingkan dengan baut, tetapi kurang kaku
jika dibandingkan dengan las. Tetapi pada dewasa ini sambungan dengan
pemasangannya. Oleh karena itu pada tugas akhir ini perencanaan akan
peleburan dalam bentuk ukuran dan panjang tertentu sesuai dengan standart yang
dilakukan. Oleh karena itu tidaklah mungkin membangun suatu struktur secara
yang disambung satu persatu di lapangan dengan menggunakan salah satu alat-
Sifat dari alat sambungan ini sangat tergantung pada jenis dan konstruksi
sambungan, bervariasi mulai dari yang berkekakuan sendi sampai dengan kaku
dijelaskan tentang istilah kekakuan pada struktur batang, kata stifness. Suatu
struktur sambungan dapat bersifat sendi (ekstrem bawah) dan kaku atau rigid pada
ekstrem atas. Diantaranya terdapat sifat semi kaku “semi rigid” tidak ada ukuran
2
yang dapat dipakai untuk dapat menentukan tingkat kekakuan dan sambungan
sendi dengan pegas momen sebagai pengganti sambungan (perletakan) yang semi
sambungan. Maka untuk seterusnya bila terpakai kata kekakuan sambungan, yang
III. Permasalahan
semua momen dan memperkecil atau meniadakan rotasi batang pada sambungan
peranan penting pada analisa struktur untuk menghitung gaya-gaya dalam dan
deformasi, terutama untuk statis tak tentu. Contoh berikut ini akan
dari ujung-ujung (sambungan) dari satu batang. Apabila titik ujung A dan B
adalah sendi dan beban mati terpusat berada di tengah-tengah bentang yaitu di C
maka momen di A dan di B adalah nol. Momem di C yakni Moc = ¼ PL. Tetapi
bila di A dan B kaku sempurna maka besar momen akan berubah menjadi :
Bila titik A dan B bersifat diatara sendi dan kaku (semi kaku), maka
dari sambungan.
3
Gambar 1.1 Bidang momen dan garis lentur balok
Dimana :
0 < M”B < M’B < dan MoC > M”C > M’C
Kalau pada perencanaan titik hubungan A dan B diasumsikan sendi, akan tetapi
pada waktu pelaksanaan terjadi hubungan kaku atau semi kaku maka di tengah
bentang terjadi momen yang lebih kecil dari yang di hitung semula. Sedangkan
pada jepit tibul momen sebesar M”B yang semula adalah nol. Sebaliknya bila pada
waktu pelaksanaan terjadi hubungan yang semi kaku, maka di tengah bentang
terjadi momen M”C yang lebih besar dari M’C yang dihitung pada awalnya (jadi
4
Dalam menentukan derajat kekakuan K dari sambungan adalah dengan
menentukan jumlah dan susunan dari baut penyambung dan menentukan dari
3. Kekakuan dan panjang dari batang tersambung, baik itu balok maupun
kolom
4. Gaya dalam (pada tugas akhir ini yang dibahas hanya momen lentur M)
perkataan lain ukuran lobang baut lebih besar dari diameter baut
Kekakuan pada suatu sambungan antara balok dan kolom mempengaruhi besar
beban yang dapat bekerja pada struktur tersebut. Bagaimana bila sambungan
5
pengaruhnya terhadap M kapasitas elastisnya (balok). Karena balok mengalami M
kapasitas elastis maka balok hanya mengalami lendutan (dengan catatan tidak ada
sambungan balok-balok pada span balok dari kolom) sebab balok besifat
memikul M kapasitas elasis? Berdasarkan hal inilah, maka dalam tugas akhir ini
sambungan portal baja antara balok dan kolom dengan menggunakan sambungan
Menganalisis kekuatan sambungan balok dan kolom pada portal baja dengan cara
yang dapat dipikul oleh balok pada batas elastisnya sehingga tidak menimbulkan
V. Pembatasan masalah
Agar masalah yang dibahas dalam tulisan ini mengarah kepada tujuan
yang relevan dengan judul dan juga keterbatasan literatur serta untuk
6
1. Konstruksi yang akan dianalisis adalah portal dengan elemen 2
2. Analisis hanya dilakukan terhadap gaya momen lentur saja yang bekerja,
sedangkan gaya dalam lainnya seperti gaya lindang D dan gaya normal N
homogen
5. Sambungan yang dianalisis dalam tugas akhir ini adalah sambungan baut
9. Deformasi akibat tarik aksial (oleh momen lentur M yang bekerja) yaitu
deformasi rotasi θr yaitu pada bidang persentuhan antara baut dan pelat
11. Analisa tidak dilakukan terhadap tekuk flens, web kolom dan kolom yang
100 %
7
13. Dalam penentuan inflexient point (garis netral) pada sambungan yang
VI. Metodologi
Dalam penulisan tugas akhir ini metode yang digunakan adalah study
Analisis dalam tugas akhir ini dilakukan dalam bentuk elastis dengan
baut mutu tinggi (yang terbuat dari besi beton) dengan mutu baja U-52 (σElastis =
2400 kg/cm2).
Untuk memberikan gambaran garis besar penulisan Tugas Akhir ini, maka
Sistematika Penulisan.
sambungan balok dan kolom baja, sifat Bahan Baja berisikan sifat
8
bahan baja, Sambungan berisikan penjelasan mengenai sambungan
baut
BAB IV : APLIKASI
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Umum
Baja adalah salah satu bahan konstruksi yang umum digunakan .Sifat-sifat
yang penting dalam penggunaan konstruksi baja adalah kekuatannya yang tinggi
Baja dihasilkan dengan menghaluskan bijih besi dan logam besi tua
( pigs ) atau besi kasar ( pigiron ).Besi kasar tersebut selanjutnya dihaluskan untuk
logam lain, seperti tembaga , nikel, krom, mangan, molibden, posfor, silicon,
diinginkan.
Ingot baja yng didapatkan dari proses ini akan dimasukkan ke dalam
gulungan yang berputar dengan laju yang sama dalam arah yang berlawanan
untuk menghasilkan baja setengah jadi yang berbentuk siku-siku yang panjang
yang dinamakan sebuah pelat, blok baja ( bloom ), atau baja gelas setengah jadi (
billet ), yang tergantung pada luas penampangnya. Dari tahap ini maka hasil
10
tersebut dikirim ke pabrik penggiling baja yang lain untuk mengasilkan geometri
penampang akhir, yang meliputi bentuk konstruksi seperti batang, kawat, jalur,
pelat dan pipa. Sebagai bahan tambahan untuk bentuk yang diiginkan , maka
kekuatan, dan sifat dapat ditempa ( malleability ) dari logam tersebut. Dari
dengan menggunakan gas sesuai dengan ukuran yang diiginkan dan untuk
adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan dengan bahan lainnya seperti kayu,
dan sifat keliatannya, yaitu kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik
dalam tegangan, regangan maupun dalam kompresi sebelum kegagalan, serta sifat
Baja merupakan bahan campuran besi ( Fe ), 1,7 % Zat arang atau karbon (
dengan menghaluskan bijih besi dan logam besi tua bersama-sama dengan bahan
11
menghasilkan massa-massa besi yang besar, selanjutnya dibesihkan untuk
Baja untuk bahan struktur termasuk kedalam baja yang persentase zat
arang yang ringan ( mild carbon steel ), semakin tinggi kadar zat arang yang
bahan struktur yang paling penting dari baja adalah sebagai berikut :
1. Modulus Elastisitas ( E )
tergantung dari kuat leleh ) adalah 28000 sampai 30000 ksi atau 193000
sampai 207000 Mpa. Nilai untuk desain lazimnya diambil sebesar 29000
modulus elastisitas baja adalah 2,1 x 106 kg/cm² atau 2,1 x 105 MPa.
12
2. Modulus Geser ( G )
G=
2(1 + µ )
E
77000 MPa.
nilai modulus geser ( gelincir ) baja adalah 0,81 x 106 kg/cm² atau 0,81 x
105 MPa.
3. Koefisien Ekspansi ( α )
4. Tegangan Leleh ( σ1 )
Sifat – sifat ini termasuk massa jenis baja, yang sama dengan 490 pcf atau
7,850 t/m3, atau dalam berat satuan, nilai untuk baja sama dengan 490 pcf
atau 76, 975 kN/m³, berat jenis baja umumnya adalah sebesar 7,85.
dapat dilakukan dengan uji tarik di laboratorium. Sebagian besar percobaan atas
baja akan menghasilkan bentuk hubungan antara tegangan dan regangan seperti
13
σ M
A
A B C
0 ε
Gambar 2.1 Hubungan tegangan - regangan untuk uji tarik pada baja lunak.
Keterangan gambar :
σ = tegangan baja
ε = regangan baja
A = titik proporsional
M = titik runtuh
C = titik putus
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa sampai titik A hubungan antara
tegangan dan regangan masih linier atau keadaan masih mengikuti hukum
regangan untuk baja lunak memiliki titik leleh atas ( upper yield point ), σyu dan
daerah leleh datar. Secara praktis, letak titik leleh atas ini, A’ tidaklah terlalu
sebagai titik batas elastis ( elasticity limit ). Sampai batas ini bila gaya tarik
14
dikerjakan pada batang baja maka batang tersebut akan berdeformasi. Selanjutnya
bila gaya itu dihilangkan maka batang akan kembali kebentuk semula. Dalam hal
Inilah yang disebut sebagai keadaan plastis. Lokasi titik B, yaitu titik batas plastis
tidaklah pasti tetapi sebagai perkiraan dapat ditentukan yakni terletak pada
regangan 0.014.
garis setelah titik B ini didefenisikan sebagai Ez. Di titik M, yaitu regangan
yang disebut sebagai tegangan tarik batas ( Ultimate tensile strength ). Akhirnya
bila beban semakin bertambah besar lagi maka titik C batang akan putus.
Tegangan leleh adalah tegangan yang terjadi pada saat baja mulai meleleh.
0.2 %
15
σ
CD//OB
C
0 0.002 0.004 ε
tegangan leleh dari bermacam-macam baja bangunan diperlihatkan pada tabel 2.1
dibawah ini:
Tegangan Leleh
Bj 34 2100 210
Bj 37 2400 240
Bj 41 2500 250
Bj 44 2800 280
Bj 50 2900 290
Bj 52 3600 360
16
Baja memiliki beberapa kelebihan sebagai bahan konstruksi, diantaranya :
waktu
3. Dengan sedikit perawatan akan didapat masa pakai yang tidak terbatas
baja sudah ditemukan, hingga akibat buruk yang mungkin terjadi bisa
dikurangi/dihindari.
II.3. Sambungan
dalam bentuk, ukuran dan panjang tertentu sesuai dengan standard yang
persatu dilapangan. Sifat dari sambungan ini sangat tergantung pada jenis dan
sampai dengan kaku sempurna. Pada struktur batang istilah kekakuan digunakan
17
untuk faktor EI dari batang atau dalam bahasa inggris disebut ( stiffnes ). Suatu
struktur sambungan dapat bersifat sendi, kaku( rigid ) atau semi kaku ( semi rigid
) .tidak ada ukuran yang pasti untuk menentukan tingkat dari sambungan yang
dimaksud.
perencanaan struktur baja. Hal ini dikarenakan bentuk struktur bangunan yang
begitu kompleks. Sambungan yang dapat kita lihat pada struktur bangunan adalah
sambungan antara balok dan kolom. Kegagalan dalam sambungan tersebut dapat
tersebut maka kekakuan sambungan antara balok dan kolom tersebut harus baik.
Pada umumnya sambungan antara balok dan kolom terdiri dari tiga elemen yaitu :
balok, kolom, dan alat penyambung. Jadi ketiga elemen tersebut yang harus kita
direncanakan dan pada akhirnya struktur bangunan itu akan berdiri sesuai dengan
meliputi gaya normal N, gaya lintang D, momen lentur M dan momen Torsi.
Dalam tugas akhir ini, yang dibahas adalah momen lentur saja.
ditulis dalam fungsi momen. Apabila momen lentur M bekerja pada sambungan,
18
maka akan timbul deformasi rotasi sebesarӨr. Seperti yang tergambar dibawah
ini
Rotasi yang dimaksud adalah perubahan sudut yang terjadi antara balok dan
kolom dari kondisi aslinya, yang merupakan suatu ukuran putaran relatif balok
terhadap kolom.
19
Dari gambar diatas dapat diambil beberapa pengamatan, yang antara lain :
2. Untuk nilai momen yang sama, sambungan yang lebih fleksibel memiliki
sudut rotasi θr yang lebih besar. Sebaliknya nilai untuk θr tertentu, sambungan
adalah :
Sambungan tersebut terdiri atas berbagai macam dan susunan baut, siku
dan pelat. Hal ini memungkinkan terjadinya slip dan pergerakan realatif pada
komponen sambungan, maka ada komponen yang lebih awal mengalami leleh. Ini
4. Tekuk flens dan/atau web kolom ataupun balok yang terjadi disekitar
sambungan.
20
II.3.1 Tipe – Tipe Sambungan
Gambar 2.5 Tipe sambungan ( a ) single web – angle dan (b) single plate
21
Gambar 2.7 Tipe sambungan top –and seat-angle with duoble web angle.
22
Gambar 2.10 Tipe sambungan extended end-plate ( a ) extended on tension side
only ( b ) extended on tension and compression sides
23
Berdasarkan EUROCODE 3, sambungan diklasifikasikan sebagai berikut :
Ad.1 Rotational stiffness dari sambungan balok dan kolom dapat diklasifikasikan
atas : sendi ( flexible connection ), rigid dan semi rigid. Dalam EUROCODE 3,
dibawah ini.
m=
1. M ;
Mp
θr
θ= θp =
(EI b / Lb )
Mp
2.
θp ; dimana :
Keterangan :
24
Ib = momen inersia balok
2
1. Bila m < → m < 25. θ
3
2 25.θ + 4
2. Bila <m<1→m<
3 7
2 20.θ + 3
2. Bila < m < 1,0 → <
3 7
Rkt ≤
E.I b
2.Lb
atas :
Mp
1. nominally pinned ( sendi ) , jika M ≤ ;
4
kolom pada suatu konstruksi baja. Bila hanya momen lentur M yang
25
bekerja pada sambungan tersebut, maka akan menimbulkan deformasi
rotasi sambungan sebesar θr. Hal ini sangat penting untuk dianalisa dalam
yang bekerja. Sambungan balok – kolom adalah tipe sambungan top – and
26
Gambar 2.14 Pengaruh deformasi elastis terhadap sambungan top-and seat-angle
dengan double web angle
27
II.3.2 Jenis – jenis alat penyambung
dapat digunakan dengan menggunakan alat sambung seperti : baut ( bolt ), paku
keling ( rivet ) dan las ( welded ). Dalam tulisan ini yang akan dibahas hanya alat
Pada suatu struktur yang terbuat dari konstruksi baja baja, baut merupakan
suatu elemen yang paling vital untuk diperhitungkan, hal ini dikarenakan baut
merupakan alat sambung yang paling sering digunakan.Selain baut mutu tinggi,
juga ada jenis baut lain yang masih digunakan sebagai alat penyambung. Adapun
a) Baut Hitam
Baut ini dibuat dari baja karbon rendah yang diidentifikasi sebagai ASTM
A307 dan merupakan jenis baut yang paling murah. Namun baut ini belum
rangka batang yang kecil dan lain-lain yang bebannya kecil dan bersifat
statis. Baut ini juga dipakai sebagai alat penyambung sementara pada
sambungan yang menggunakan baut kekuatan tinggi, paku keling atau las.
biasa, baut mesin atau baut kasar, serta kepala atau murnya dapat
28
b) Baut Sekrup ( Turned Bolt )
Baut ini dibuat dengan mesin dari bahan berbentuk segi enam dengan
toleransi yang lebih kecil ( sekitar 1/50 inchi ) bila dibandingkan dengan
baut hitam. Jenis baut ini terutama digunakan bila sambungan memerlukan
baut yang pas dengan lubang yang dibor. Kadang-kadang baut ini
yang posisinya harus akurat. Pada saat ini baut sekrup jarang sekali
c) Baut bersisip
Baut ini terbuat dari baja paku keling biasa dan berkepala bundar dengan
pada baut bersirip dengan ukuran tertentu sedikit lebih besar dari lubang
tempat baut tersebut. Dalam pemasangan baut bersirip baut memotong tepi
baut ini terutama bermanfaat pada sambungan tumpu ( bearing ) dan pada
Untuk baut mutu tinggi tipe tumpu, tegangan-tegangan yang diijinkan dalam
τ = 0,6.σ
τ trk = 0,7.σ
29
3. Tegangan tumpu yang diijinkan :
bahan batang yang akan disambung. Pada waktu pemasangan baut, ring
harus dipasang pada bagian bawah kepala baut dan bagian bawah mur.
yang sederhana yang sering dijumpai oleh perencana struktur. Sekalipun demikian
buruknya detail titik hubung elemen struktur tarik. Elemen struktur tarik tidak
menimbulkan masalah stabilitas seperti pada balok dan kolom. Beban tarik yang
bekerja pada sumbu longitudinal elemen cenderung menahan elemen itu pada
yang biasanya diasosiasikan pada balok dan kolom. Pada elemen struktur tarik,
potensi untuk runtuh secara tiba-tiba hanya dapat terjadi apabila ada
sederhana dan efisien. Titik hubung itu juga harus dapat meneruskan beban ke
30
Contoh-contoh elemen struktur tarik dapat dijumpai pada banyak struktur
misalnya pada penggantung untuk catwalks, pada struktur rangka batang, kabel
untuk tumpuan atap, sag rods, dan berbagai jenis brace ( pengekang ).Elemen
bracing kecil dapat berupa batang baja bulat berulir atau elemen flexible, misalnya
kabel atau kawat.Siku tunggal, siku rangkap, bentuk T, dan kanal juga dapat
digunakan sebagai elemen struktur tarik. Batang tarik pada rangka batang besar
1. Tegangan Tarik
σ tr =
P
An
Pt = σ tr . An
Gaya Aksial.
31
2. Luas Bersih ( Luas Netto )
Luas netto ( An ) diilustrasikan pada gbr 2.16, dan luas ini secara logis
merupakan luas yang secara actual mengalami tagangan tarik . Luas netto dapat
gambar 2.16 adalah berupa pelat ) megalami keruntuhan di sepanjang garis pada
gambar2.16a. Jadi luas netto yang dimaksud adalah seperti yang diperlihatkan
An = b.t – n.d.t
Dimana :
b = lebar pelat
t = tebal pelat
32
Rumus tegangan dapat digunakan untuk elemen struktur homogen yang
tarik terdistribusi secara merata pada potongan netto elemen tarik, tidak peduli
dengan adanya pemutusan tegangan besar yang mungkin terjadi di sekitar lubang
elemen struktur tarik. Baja struktur yang umum digunakan biasanya cukup
daktail hingga struktur itu dapat mengalami leleh dan redistribusi tegangan. Hal
ini akan megakibatkan distribusi tegangan yang merata pada saat beban batas.
Dari contoh pada gambar 2.16, luas netto kritis dimana keruntuhan dapat
terjasi secara logis adalah mudah ditentukan. Namun dalam banyak keadaan lain,
mempunyai bentuk seperti terlihat pada gambar 2.17. Situasi ini dapat terjadi
titik hubung yang diiginkan. Perhatikan bahwa dalam gambar 2.17 ada 2 ( dua )
33
Jarak antara lubang – lubang yang tegak lurus terhadap gaya tarik
sejajar terhadap gaya tarik didefenisikan dengan pitch atau spacing ( s ). Untuk
harga s yang lebih besar, garis ABE akan merupakan garis keruntuhan yang lebih
kritis, karena luas netto yang lebih kecil. Untuk harag s yang lebih kecil, garis
ABCD akan lebih kritis. Pada kenyataaanya, baik gage distance maupun spacing
sangat mempengaruhi masalah ini. Suatu kombinasi antara tegangan tarik dan
geser dapat terjadi pada garis miring BC dan garis keruntuhan ABCD. Adanya
interaksi anatara kedua jenis tegangan ini merupakan masalah teoritis yang cukup
bagian tersebut dapt diperoleh dengan menggunakan lebar brutto dari diameter
semua lubang di sepanjang garis keruntuhan, dan untuk setiap garis diagonal
persamaan.
Wn = Wg − ∑ d + ∑
S2
4g
sederhana apabila digunakan paa elemen struktur yang tebalnya konstan. Apabila
Wnt = Wgt − ∑ dt + ∑
S 2t
4g
An = Ag − ∑ dt + ∑
S 2t
4g
34
Rumus terakhir untuk An sangat berguna karean rumus ini memberikan
luas netto secara langsung, dan juga dapat diterapkan pada elemen struktur yang
tidak mempunyai tebal konstan. Dalam menentukan luas netto kritis dimana
terdapat banyak garis keruntuhan yang mungkin, maka luas netto kritis yang harus
dipakai adalah luas netto yang terkecil. Dari luas terkecil tersebut dibandingkan
bab 3 pasal 3.2 (3 ) disebutkan bahwa ‘‘dalam suatu potongan, jumlah luas lubang
tidak boleh lebih besar dari 15 % luas penampang utuh’’, hal ini berarti:
An = 0,85 Ag
Dari perbandingan tersebut, maka luas netto yang dipakai adalah yang
terkecil.
35
II.3.3 Jenis – jenis alat penyambung Penahan Beban
persoalan ini kita temui pada konstruksi menerus seperti portal dan bangunan
menahan momen dan gaya geser. Dalam hal ini terdapat dua alternatif yaitu :
1. T- Connection
Reaksi R harus dipikul oleh baut yang ada pada baja siku penyambung yang
dipasang pada pelat badan balok. Momen M harus dipikul oleh baut yang ada
Baut yang menghubungkan flans balok pada baja T memikul gaya geser
horizontal sebesar :
36
P = dimana h = tinggi balok
Baut yang menghubungkan baja T pada kolom sebelah atas harus memikul gaya
aksial tarik sebesar P. Sebelah bawah flens baja T langsung menekan pada kolom.
2. Bracket- Connection
Pada Tugas Akhir ini yang dianalisa portal bertingkat dengan elemen dua
dimensional dan gaya yang bekerja pada portal tersebut hanya momen lentur M
1. Memakai baut mutu tinggi (HTB) sebagai alat penyambung dan pelat
2. Tipe sambungan top-and seat –angle with double web angle seperti
Sambungan antar balok dan kolom yang direncanakan tersebut dapat dilihat pada
37
Gambar 2.19 Sambungan Penahan Momen
1. Baut hitam
2. Baut bubut
Baut yang dipasang dalam lobangnya kelonggaran < 0,1 mm, digunakan
untuk jembatan, beban berat dan beban bertukar. Untuk selanjutnya dalam
apa yang akan digunakan pada suatu konstruksi, kita harus mengetahui
sambungan maka kita harus meninjau terhadap aspek geser, desak, baik
38
II.3.4.1 Kekuatan Geser Baut
terjadinya gerakan material yang disambung dalam arah tegak lurus terhadap
Pada kasus seperti ini, baut mengalami geser pada hubungan tumpang
tindih (lab joint) seperti ini baut mengalami kecenderungan untuk mengalami
geser di sepanjang bidang kontak tunggal diantara kedua pelat yang disambung.
bidang kontak itu dan karena baut mengalami geser pada satu bidang saja, maka
Pada hubungan lurus (butt joints) seperti terlihat pada gambar 3.5 ada
Kapasitas pikul beban atau kekuatan desain sebuah baut yang mengalami
geser tunggal maupun rangkap sama dengan hasil kali antara jumlah bidang geser
39
= n.Ab. ................................................................... (2.1)
Atau
Dimana
dalam tugas akhir ini mutu baut yang direncanakan adalah mutu tinggi dengan
Kekauatan batas desak berkaitan dengan deformasi sekitar lobang baut, seperti
terlihat pada gambar 3.6 d. kegagalan sobekan geser seperti pada gambar 3.6 b
Kekuatan Pds merupakan gaya yang bekerja terhadap sisi lobang yang akan
memecah atau merobek pelat. Semakin besar jarak ujung Ldiukur dari pusat
40
Gambar 2.22 Bentuk-bentuk kegagalan yang mungkin terjadi pada sambungan
baut
beban yang bekerja dengan mengalami geser, hubungan-hubungan itu masih dapat
gagal kecuali apabila material yang disambung dapat meneruskan beban ke batu
dengan baik. Kapasitas merupakan fungsi dari kekuatan tumpu (kekuatan hancur)
diketahui sehingga luas kotak yang diambil adalah diameter nominal dikalikan
dengan tebal material yang disambung. Ini diambil dengan anggapan bahwa
41
Gambar 2.23 Tekanan Tumpu pada Sambungan
Kekuatan desak suatu baut terhadap profil dapat dinyatakan sebagai berikut :
Dimana :
s1 = Jarak dari sumbu baut yang paling luar ke tepi bagian yang disambung.
d = Diameter baut
dalam tugas akhir ini mutu profil yang direncanakan menggunakan mutu baja U37
42
Perlu diperhatikan bahwa pemasangan baut juga mempunyai aturan tertentu
dari buku PPBBI1983, ditetapkan bahwa banyaknya baut yang dipasang pada satu
baris yang sejajar arah gaya tidak boleh lebih dari 5 buah. Hal ini dikarenakan
apabila jumlah baut dalam satu baris lebih dari 5 buah maka dikhawatirkan bahwa
tengangan izin bahkan mungkin meleleh. Hal ini terjadi karena tegangan yang
timbul pada susunan baut akibat gaya tarik atau gaya tekan tidak merata. Baut
paling pinggir akan mengalami tegangan paling besar dan baut tengah akan
mengalami tegangan paling kecil. Dengan alasan tersebut maka perlu diadakan
pembatasan jumlah baut dalam satu baris dengan mengingat kondisi tegangan
yang terjadi pada setiap baut masih dianggap relevan terhadap tegangan izin.
Dengan demikian jumlah baut dalam satu baris dibatasi dengan jumlah maksimum
5 buah. Selain itu juga ditetapkan bahwa jarak sumbu baut paling luar ke tepi atau
ke ujung bagian yang disambung (s1) tidak boleh kurang dari 1,5d dan tidak boleh
lebih besar dari 3d atau 6d serta jarak dari sumbu ke sumbu dari 2 baut yang
berurutan (s) tidak boleh kurang dari 2,5d dan tidak boleh lebih besar dari 7d atau
43
Dimana :
1,5d ≤ s ≤ 3d atau 6t
44
BAB III
mekanisme pengalihan gaya-gaya pada sambungan tipe geser dengan baut mutu
1. Mekanisme friksi antar pelat sejajar arah sambungan, yaitu jika ada gaya
2. Mekanisme tumpu antara pelat dengan baut, tegak lurus arah gaya
sambungan.
mekanisme friksi terjadi lebih dahulu. Apabila gaya yang terjadi melampaui kuat
friksi sambungan maka akan terjadi slip kritis sehingga terjadi pengalihan gaya
dengan mekanisme tumpu. Kuat tumpu yang umumnya lebih besar dari kuat friksi
akan mengambil alih gaya yang terjadi, sehingga mekanisme tumpu akan
parameter diameter baut dan tebal pelat profil, sedangkan mekanisme friksi
ditentukan oleh parameter koefisien slip dan gaya pretensioning pada baut mutu
45
Kapasitas Friksi Sambungan (AISC 2005)
Rn = µDuhscTbNs
Dimana :
Pada Persamaan (1) tidak ditemukan parameter ketebalan pelat sebagai penentu
kapasitas friksi sambungan. Terlepas dari persamaan di atas, pada American Iron
and Steel Institue 2001 (AISI 2001) dijelaskan bahwa apabila ketebalan pelat
mengandalkan mekanisme tumpu saja dengan kata lain bahwa mekanisme friksi
(bila ada) harus diabaikan. Jadi berdasarkan regulasi yang ada mekanisme friksi
tidak dapat diandalkan pada sambungan pelat baja cold-formed (tipis). Padahal
46
apabila hanya dengan mengandalkan mekanisme tumpu saja, maka perlu menjadi
perhatian bahwa minimnya ketebalan pelat baja cold-formed yang dimaksud akan
Alat Sambung baut mutu tinggi ( High Tensile Bolt) berkekuatan leleh
minimal 372MPa ( 3.720 Kg/Cm2) mampu mengatasi Glincir ( Slip ) antara dua
elemen baja yang disambung pada struktur rangka batang memikul gaya aksial
menurut Bathoano dan Bateman pada tahun 1934. Menurut Wilson dan Thomas
melalui percobannya, baut HTB bila diletakkan pada lobang yang lebih besar
diameternya mempunyai kekuatan leleh (Fatique) yang sama dengan Paku Keling
percobaan dilakukan oleh banyak pakar struktur Baja sejak ratusan tahun silam.
Misalnya W.H. Munse membuat ringkasan tentang prilaku (Behavior) Baut Mutu
Tinggi (High Tensile Bolt) harus diberi tegangan awal relative lebih besar dalam
batas praktis dengan menggunakan prosedur putaran Mur. A-325 paling banyak
-Dimensinya
-Type Bautnya
47
III.2 Perilaku Kekuatan Baut Mutu Tinggi (HTB)
Dalam ukuran lobang standart .dalam hal ini John W.Fhiser dan John
gambar-1 diperlihatkan perbedaan kekuatan A325 bolt dengan A490 bolt Seperti
pada gambar-2 dan gambar-3 diperlihatkan pula hubungan kekuatan baut akibat
panjang ulir didalam elemen pelat. Semakin pendek ulir yang berada didalam
pelat semakin kecil tegangan yang terjadi. Sedangkan pada gambar-4 John
kali putaran, dan 2/3 kali putaran dari titik eratnya A325 bolt.
48
Gambar 2 : Grafik Hubungan Tegangan vs
Perpanjangan pengaruh panjang ulir didalam
elemen pelat [1]
49
Gambar 3.4: Grafik HubunganTegangan vs
Perpanjangan pengaruh putaran kunci
Selanjutnya dapat dilihat sperti pada gambar 5 deformasi baut mutu tinggi
bersama pelatnya setelah diberi beban tarik. Terlihat perbedaan antara no-slip,
50
III.3 Jenis Sambungan Baut Mutu Tinggi (HTB)
Puntir yang menjadi prilaku geser, desak, dan aksial tarik pada alat penyambung
51
Alat sambung Baut mutu tinggi (HTB) Sambungan tipe Tumpu Alat
sambung baut yang dikencangkan dengan tangan atau baut mutu tinggi yang
dikencangkan dengan kunci momen dan yang menimbulkan gaya tarik minimum
alat sambung baut mutu tinggi (HTB) yang dikencangkan dari titik erat sehingga
menimbulkan gaya gesek terjadi diantara jepitan elemen elemen yang disambung
sebesar min µ Tmin , tergantung dari harga koefisien gesek µ dan gaya tarik
Keadaan Permukaan µ
Bersih 0.35
alat sambung baut mutu tinggi akan menambah kapasitas daya dukung sambungan
itu bukan saja karena kekuatan bautnya tapi juga karena pengaruh tarik minum
dengan cara pemutaran mur oleh kunci moment yang ditentukan oleh standar dari
elemen pelat yang disambung. Gaya gesek ini rata rata kurang lebih sebesar 34 %
kali gaya tarik minimum menurut hasil pnelitian John W.Fisher atau menurut
52
table PPBBI yang pula sebesar 70% dari kekuatan tarik bautnya. Pada sambungan
balok kolom, alat sambung baut yang menyatukan pelat penyambung dengan
sayap kolom. melulu menerima gaya tarik akibat momen luar, gaya geser/desak
oleh gaya lintang. Untuk baut mutu biasa yang tidak mampu memikul pratarik
atau baut mutu tinggi yang tidak diberi pratarik (Pretension) dimodelkan menjadi
suatu tampang Kontiniu atau di transformasi dari model dicrete menjadi model
kontiniu dengan cara mengkonversi luasan baut dan luasan pelat masing masing
menerima tarik pada daerah atas dan menerima tekan pada daerah bawah garis
netral tampang T terbalik. Baut mutu tinggi tidak lagi seperti pemodelan baut
mutu biasa akibat baut sudah duluan mengalami tarik minimum (Pratarik).
Artinya semua baut mengalami tarik dan semua bidang kontak mengalami tekan.
Ketika beban luar bekerja (Momen Luar), garis netral berada ditengah tengah
a = 2.
53
Dihitung letak pusat beratnya untuk selanjutnya dapat dihitung Inertia
tampang luasan pengganti dan diperoleh tegangan pada serat paling atas
½ b.x2 = ½ a(h-x)2
x =
Wa =
fM =
fD =
fi =
atau,
. + ≤ 1.0
Dapat pula dihitung tegangan tarik baut paling atas yang merupakan baut
mempergunakan alat sambung baut mutu tinggi diberi pra tarik, kita tidak lagi
memodelkan tampang luasan pengganti karena seluruh baut sudah duluan diberi
gaya pratarik (Pretension) sebesar T. Akibat pemberian gaya awal itu maka
seluruh baut mengalami tarikan dan semua pelat mengalami gaya tekan.
Selanjutnya bekerja momen luar yang menimbulkan tegangan pada pelat dan baut,
Ix = 1/12 bh3
fa = fb .. = = .............................................. 2
54
fN = .................................................. 3
fa = fM - fN
fa = – ........................................ 4
fD =
sebesar :
fTS = ...................................................... 5
fs = fD - fTS .................................................... 6
fi = .......................................... 7
atau,
. + ≤ 1.0
Dimana, ≈ 1.50
bila n adalah jumlah baut dalam sebaris. Jadi prilaku baut mutu tinggi berbeda dengan
prilaku baut mutu biasa yang tidak diperkenankan memikul pratarik. Demikian pula
bila bekerja gaya lintang yang menyebabkan geser atau tumpu pada baut. Akibat
penguncian atau pemberian pratarik bekerja gaya perlawanan geser sebesar min µT
yang akan memberikan factor keamanan yang lebih besar dibanding prilaku baut
mutu biasa.
55
AISI (2001) yang secara tidak langsung menyatakan bahwa faktor
minim, maka bidang kontak efektif yang minim dapat diperluas. Hal tersebut
permukaan yang maksimal. Walaupun berdasarkan ketentuan yang telah ada tidak
menentukan kuat friksi, secara logika sederhana, semakin luas permukaan bidang
kontak friksi akan berdampak pada semakin banyak tahanan friksi yang terjadi
pretensioning pada baut dapat disebarkan pada daerah luasan dengan sudut 45°
pada arah ketebalan, maka semakin tebal pelat yang disambung akan
kontak efektif (friksi) menjadi lebih luas. Mekanisme (tahanan) friksi pada bidang
kontak efektif tergantung pada gaya pretensioning yang merupakan fungsi dari
diameter dan mutu baut yang dipakai, yaitu minimum sebesar 70% dari kuat tarik
baut mutu tinggi yang digunakan (AISC-LRFD Table J3.1). Penggunaan baut
pretensioning yang sama pada pelat baja tebal maupun pelat baja tipis (cold-
56
formed). Minimnya ketebalan pelat baja cold-formed seperti pada Gambar 3(b)
sambungan pelat baja tipis (cold-formed) mempunyai bidang kontak efektif yang
lebih sempit dibandingkan pada pelat tebal. Maka dari itu total tahanan friksi yang
dihasilkan juga lebih kecil, sehingga mekanisme friksi menjadi tidak efektif
tebal. Washer besar ini berfungsi sebagai media distribusi gaya pretensioning
57
Gambar 3.7 Pengaruh tebal pelat dan washer khusus terhadap mekanisme friksi
kolom sangat kaku (fixed) sehingga tidak terjadi deformasi pada badan dan sayap
disepanjang daerah sambungan. Untuk itu biasanya badan dan sayap kolom
Akibat dari pada terjadinya tegangan tarik pada daerah sambungan sebelah atas
garis netral akan menimbulkan gaya tarik pada penyambung pelat dan pula
timbulnya gaya ungkit (praying force) pada daerah tepi pelat yang arahnya sejajar
perlawanan tarik pada baut. Dalam masalah praying force sangat banyak teori
teori pendekatan menghitung besarnya gaya ungkit terjadi secara elastis maupun
58
secara kekuatan batas. Dalam kajian ini justru dianalisis dengan model matematik
konstan.
dengan anggapan perletakan jepit pada baut yang sekaligus dianggap bisa
terdeformasi.
Menjadi
59
Selanjutnya pada y(0) = 0.00
Yaitu :
Di x = q ; y = δb
C = .................................. 7
Dimana T = P + C
bila : Gaya tarik baut sama dengan luas baut dikali dengan modulus elastisitas
baut dibagi panjang baut pada flens dikali dengan perpanjangan baut ( b δ ) atau,
T-Fbaut =
δb = ............................................. 8
C = ........................ 9
Bila,
ke =
dimana,
60
tp = Tebal pelat penyambung
Lp = Panjang baut
µ = Koefisien gesek
61
BAB IV
APLIKASI
bertingkat dengan elemen dua dimensi. Adapun konstruksi tersebut adalah portal
2. Lantai 1 ke lantai 2 = 4m
portal baja yang dimaksud dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
dimana portal baja direncanakan memakai mutu baja U37 dengan profil = 2400
kg/m2, dan dengan baut mutu tinggi A325 (HTB). Beban-beban yang bekerja pada
1. q1 = dead load (beban mati sudah termasuk berat sendiri) = 1,2 T/m
2. q2 = dead load (beban mati sudah termasuk berat sendiri) = 0,5 T/m
= , dan l = 8 m
= , = 1,6310
62
IV.1 Pemodelan Struktur Portal dua Lantai
q1 = dead load (beban mati lantai 1 sudah termasuk berat sendiri) = 1,2 T/m
q2 = dead load (beban mati lantai 2 sudah termasuk berat sendiri) = 0,5 T/m
= , dan l = 8 m
= , = 1,6310
63
1. Momen primer
MBE =
= -8,0310 tm
MEB = +8,0310 tm
MCD =
= -4,2977 tm
MDC = +4,2977 tm
Koefisien Kekakuan
2. KAB = KAB =
= 0,2 EI
= 0,25 EI
64
=
= 0,125 EI
65
IV.2 ANALISA STRUKTUR DENGAN METODE CROSS
Titik A B C D E F
Batang AB BA BE BC CB CD DC DE ED EB EF FE
Koef 0,3478 0,2174 0,4348 0,6667 0,3333 0,3333 0,6667 0,4348 0,2174 0,3478
FEM 0,0000 0,0000 -8,0310 0,0000 0,0000 -4,2977 4,2977 0,0000 0,0000 8,0310 0,0000 0,0000
BAL 2,7932 1,7459 3,4919 2,8653 1,4324 -1,4324 -2,8653 -3,4919 -1,7459 -2,7932
CO 1,3966 -0,8730 1,4326 1,7459 -0,7162 0,7162 -1,7459 -1,4326 0,8730 -1,3966
BAL -0,1947 -0,1217 -0,2433 -0,6865 -0,3432 0,3432 0,6865 0,2433 0,1217 0,1947
CO -0,0973 0,0608 -0,3433 -0,1217 0,1716 -0,1716 0,1217 0,3433 -0,0608 0,0973
BAL 0,0982 0,0614 0,1228 -0,0333 -0,0166 0,0166 0,0333 -0,1228 -0,0614 -0,0982
CO 0,0491 -0,0307 -0,0166 0,0614 0,0083 -0,0083 -0,0614 0,0166 0,0307 -0,0491
BAL 0,0165 0,0103 0,0206 -0,0465 -0,0232 0,0232 0,0465 -0,0206 -0,0103 -0,0165
CO 0,0082 -0,0051 -0,0232 0,0103 0,0116 -0,0116 -0,0103 0,0232 0,0051 -0,0082
BAL 0,0099 0,0062 0,0123 -0,0146 -0,0073 0,0073 0,0146 -0,0123 -0,0062 -0,0099
CO 0,0049 -0,0031 -0,0073 0,0062 0,0037 -0,0037 -0,0062 0,0073 0,0031 -0,0049
BAL 0,0036 0,0023 0,0045 -0,0065 -0,0033 0,0033 0,0065 -0,0045 -0,0023 -0,0036
CO 0,0018 -0,0011 -0,0033 0,0023 0,0016 -0,0016 -0,0023 0,0033 0,0011 -0,0018
BAL 0,0015 0,0010 0,0019 -0,0026 -0,0013 0,0013 0,0026 -0,0019 -0,0010 -0,0015
CO 0,0008 -0,0005 -0,0013 0,0010 0,0006 -0,0006 -0,0010 0,0013 0,0005 -0,0008
BAL 0,0006 0,0004 0,0008 -0,0011 -0,0005 0,0005 0,0011 -0,0008 -0,0004 -0,0006
CO 0,0003 -0,0002 -0,0005 0,0004 0,0003 -0,0003 -0,0004 0,0005 0,0002 -0,0003
BAL 0,0003 0,0002 0,0003 -0,0004 -0,0002 0,0002 0,0004 -0,0003 -0,0002 -0,0003
CO 0,0001 -0,0001 -0,0002 0,0002 0,0001 -0,0001 -0,0002 0,0002 0,0001 -0,0001
BAL 0,0001 0,0001 0,0001 -0,0002 -0,0001 0,0001 0,0002 -0,0001 -0,0001 -0,0001
Momen
1,3646 2,7292 -7,1780 4,4488 3,7794 -3,7794 3,7794 -3,7794 -4,4488 7,1780 -2,7292 -1,3646
Akhir
67
Balok CD
RC = RD = = 2,8155 t
= 5,4826 tm
Balok BE
RB = RE = = 5,6155 t
68
= 10,4840 tm
MBE = - 7,1780 tm
MEB = +7,1780 tm
BE
M Lapangan = +10,4840 tm
MCD = - 3,7794 tm
MDC = +3,7794 tm
CD
M Lapangan = +5,4826 tm
MBA = + 2,7292 tm
AB
MAB = + 1,3646 tm
MBC = + 4,4488 tm
BC
MBC = + 3,7794 tm
MDE = - 3,7794 tm
DE
MED = - 4,4488 tm
MEF = - 2,7292 tm
EF
MFE = - 1,3646 tm
69
IV.4 Dimensi Profil Balok dan Kolom
Kolom
Kolom A-B :
M = 2,7292 tm
D = 0,5458 t
N = 8,4310 t
σ terjadi = ≤ profil
2400 ≥
Wx ≥ 213,72 cm3
ix = 10,4 cm tw = 5 mm
iy = 2,79 cm tf = 8 mm
70
A = 32,7 cm2
= 117,73 cm3
λ =
τ =
= 36,31 kg/cm2
σ = ≤ profil
= 1877,29 kg/cm2
σi =
71
Kolom B - C :
M = 4,4488 tm
D = 1,1122 t
N = 2,8155 t
σ terjadi = ≤ profil
2400 ≥
Wx ≥ 275,72 cm3
ix = 10,4 cm tw = 5 mm
iy = 2,79 cm tf = 8 mm
A = 32,7 cm2
= 117,73 cm3
λ =
72
τ =
= 73,98 kg/cm2
σ = ≤ profil
= 2272,87 kg/cm2
σi =
Kolom B - C = Kolom D - E :
73
Balok
Balok B – E :
M = 10,484 tm
D = 5,6155 t
N = 0,6719 t
σ terjadi = ≤ profil
2400 ≥
Wx ≥ 436,83 cm3
ix = 12,4 cm tw = 6,5 mm
iy = 3,29 cm tf = 9 mm
A = 46,8 cm2
= 361,1039 cm3
Kontrol λ = λδ =π λ5 =
= =π =
74
Untuk λ ≥ 1 → ω = 2,281 x λ5
= 2,281 x 2,19
= 4,99
τ =
= 432,69 kg/cm2
σ = ≤ profil
= 2248,62 kg/cm2
σi =
Balok C - D :
M = 5,4826 tm
D = 2,8155 t
N = 1,1122 t
σ terjadi = ≤ profil
2400 ≥
Wx ≥ 228,45 cm3
75
Wx = 285 cm3 q = 36,7 kg/cm’
ix = 10,4 cm tw = 5 mm
iy = 2,79 cm tf = 8 mm
A = 32,7 cm2
= 117,73 cm3
Kontrol λ = λδ =π λ5 =
= =π =
Untuk λ ≥ 1 → ω = 2,281 x λ5
= 2,281 x 2,19
= 4,99
τ =
= 187,27 kg/cm2
σ = ≤ profil
76
=
= 2093,45 kg/cm2
σi =
Dari hasil desain dimensi profil diambil kesimpulan portal memakai profil
77
IV. 5. Perencanaan Sambungan
Wa =
fD =
fM =
fN = Tmin = 0,7.Fb
fTS = μ = 0,3 fD =
fS = fD - fTS fi =
P = Ab x fi
C =
C =
T = C+P
Ap = S. tp
fm =
fm =
fm < pelat .........(Ok)
fD =
fi =
78
Sambungan derencanakan pada titik B
Hubungan balok dengan pelat menggunakan sambungan las dalam Tugas Akhir
Alat sambung baut mutu tinggi, garis netralnya berada di tengah kumpulan baut
karena sudah diberi duluan gaya pratarik (Protension) sehingga seluruh bidang
kg.cm
Wa = 1/6 b.h2
= 1/6 15 . 302
= 2.250 cm3
fa =
= 465,96 kg/cm2
79
n = 6 buah
Ab = ¼ π. D2
= ¼ π. 22
= 3,14 cm2
fD =
= 297,12 kg/cm2
= 361,67 kg/cm2
fTS = → μ = 0,3
= 108,50 kg/cm2
fS = fD - fTS
= 297,12 - 108,50
= 253,17 kg/cm2
fi =
P = Ab x fi
= 3,14 x 327,14
80
= 1.027,21 kg
C =
ke =
= 0,49
= = 1,143
C =
= 0,14 P + 0,134 Fb
Akibat pengaruh gaya ungkit bertambah gaya yang dipikul oleh baut :
T = C + P – Tmin
Fb = Ab . fizin
= 3,14 . 3100
= 9734 kg
= 4.342,19 kg
81
Kontrol Pelat
S = 10 cm
tp = 3 cm
Ap = S. tp
fm =
= 239,69 kg/cm2
fD =
= 144,74 kg/cm2
fi =
82
Perbandingan dengan menggunakan baut mutu biasa
h = 30 cm
b = 15 cm
a = → S = 10 cm
= 0,63 cm
b.x . ½ x = a (h – x)2 . ½
b . x2 = a (h – x)2
x =
= 5,10 cm
= 3.905,29 cm4
Wa =
= 156,84 cm3
83
fM =
= 3.342,28 kg/cm2
fD =
= 297,12 kg/cm2
fi =
sebagai berikut :
84
h = 50 cm
b = 15 cm
a = → S = 10 cm
= 0,63 cm
b.x . ½ x = a (h – x)2 . ½
b . x2 = a (h – x)2
x =
= 8,51 cm
= 18.080,04 cm4
Wa =
= 435,77 cm3
fM =
= 1.202,93 kg/cm2
85
fD =
= 178,84 kg/cm2
fi =
P = Ab x fi
= 3,14 x 1.222,71
= 3.839,31 kg
T = C+P
M = 2/3 C x q ..................(pers. 1)
M = P x g ..........................(pers. 2)
2/3 C x q = Pxg
86
C =
= 5.039,10 kg
T = 3.839,31 +5.039,10
= 8.878,41 kg
Kontrol Pelat
S = 10 cm
tp = 3 cm
Ap = S. tp
fm =
87
BAB V
5.1 KESIMPULAN
P = 1.027,21 Kg
T = 4.342,19 Kg
P = 3.839,31 Kg
T = 8.878,41 Kg
88
5.2 SARAN
hanya gaya dalam, Momen (M), Lintang (D, dan Normal (N) saja yang
ekonomis.
89
DAFTAR PUSTAKA
Utama
Chu-kia-wang dan Ismoyo.PH.1984. Pengantar Analisis Struktur dengan cara matriks. Jakarta :
Erlanggga
Utama
Sanci .B. dan Robert. P. 2008, Analisa Baut Mutu Tinggi Serta Aplikasinya pada
Hubungan Balok-Kolom
T Gunawan dan Margaret S. 1989. Konstruksi Baja, Jilid 1 dan Jilid 2. Jakarta :
90