Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM

STRUKTUR BETON BERTULANG

Oleh:

Nama: Andrew Tandrea W

NIM: 325190042

Nama Dosen Pengampu : Daniel Christianto S.T, M.T.


Nama Asisten : Ricardo Hendrawan

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
2022
2

KARTU STUDI MAHASISWA


3

REKAMAN ASISTENSI

Tanggal Uraian Paraf


21-03-2022 Briefing praktikum
21-03-2022 Asis video lentur, acc
07-04-2022 Asis bab 1 sampai bab 3
4

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
izin dan bantuanNya lah kami dapat menyelesaikan laporan praktikum struktur
beton bertulang ini.
Proses pembuatan laporan ini pun dibantu dan dibimbing oleh beberapa
pihak yang akan kami ucapkan terima kasihnya kepada :
1. Daniel Christianto S.T, M.T. selaku dosen pembimbing yang membantu
kami dalam mengerjakan laporan ini dan juga memberikan ilmu-ilmu yang
dapat berguna jika diimplementasikan di dunia nyata.
2. Ricardo Hendrawan selaku asisten dosen yang turut membimbing kami
dalam menyelesaikan laporan ini dan selalu memberikan arahan terkait
pembuatan laporan.
3. Pihak-pihak lain yang turut membantu dalam proses pembuatan laporan
ini sampai selesai.
Kami sadar bahwa pada dasarnya laporan ini jauh dari kata sempurna dan
masih sangat banyak yang harus diperbaiki. Karena itu kami mengucapkan mohon
maaf sebesar-besarnya jika terdapat kata-kata yang menyinggung suatu pihak.
Semoga laporan ini dapat berguna bagi kita semua dan juga kiranya ada kritik dan
saran yang positif dan membangun akan kami terima dengan senang hati.

Jakarta, 7 April 2022

Penyusun
5

DAFTAR ISI

KARTU STUDI MAHASISWA..............................................................................i


REKAMAN ASISTENSI........................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi
DAFTAR TABEL.................................................................................................vii
DAFTAR NOTASI...............................................................................................viii
ABSTRAK...............................................................................................................1
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................2
1.1. Latar Belakang.............................................................................................2
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................2
1.3. Tujuan Praktikum.........................................................................................2
1.4. Hipotesis......................................................................................................3
1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah..........................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4
2.1. Semen Portland...........................................................................................4
2.2. Agregat.........................................................................................................5
2.3. Air................................................................................................................8
2.4. Beton Bertulang...........................................................................................8
2.5. Baja Tulangan..............................................................................................8
2.6. Kuat Tekan Beton........................................................................................9
2.7. Kuat Lentur..................................................................................................9
2.8. Jenis Keruntuhan........................................................................................10
BAB 3 METODE PENGUJIAN............................................................................11
3.1. Sistematika Pengerjaan..............................................................................11
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENGUJIAN..........................................12
4.1. Analisis Momen Crack dan Putaran Sudut Crack......................................13
4.2. Analisis Momen Yield dan Putaran Sudut Yield.......................................14
4.3. Analisis Momen Nominal, Momen Ultimate dan Putaran Sudut Ultimate
15
6

4.4. Analisis untuk Gaya Geser Nominal (Vn)..................................................16


4.5. Daktilitas....................................................................................................16
4.6. Perbandingan Hasil Teori dan Percobaan..................................................16
4.7. Grafik Momen vs Putaran Sudut................................................................17
BAB 5 KESIMPULAN..........................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19
7

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Saat balok mengalami keruntuhan………………………………………


3
Gambar 2 Flowchart…………………………..
………………………………….11
Gambar 3 Penampang balok beton
bertulang……………………………………..12
Gambar 4 Loading
Diagram……………………………………………………...12
Gambar 5 Distribusi regangan dan
tegangan……………………………………..12
Gambar 6 Saat beton mengalami keruntuhan retak……..
………………………..13
Gambar 7 Saat beton mengalami keruntuhan leleh……………..………………..14
Gambar 8 Saat beton mengalami keruntuhan nominal dan ultimate…..
………....15
Gambar 9 Grafik momen vs Putaran Sudut……………………………..
………..17
8

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Nilai momen dan putaran sudut pada 3 kondisi


………………………….17
9

DAFTAR NOTASI

a = tinggi blok tegangan persegi ekuivalen, mm.

As = luas tulangan tarik longitudinal non prategang, mm2

As’ = luas tulangan tekan, mm2

b = lebar penampang, mm

bw = lebar badan/web, mm

c = jarak dari serat tekan terjauh ke sumbu netral, mm.

d = jarak dari serat tekan terjauh ke pusat tulangan tarik longitudinal, mm.

d’ = jarak dari serat tekan terjauh ke pusat tulangan tekan longitudinal, mm.

D = diameter tulangan, mm.

Ec = modulus elastisitas beton, MPa.

Es = modulus elastisitas tulangan dan baja structural, MPa.

fc′ = kekuatan beton yang disyaratkan, MPa.

fyb = kekuatan leleh tulangan tarik, MPa.

Fyt = kekuatan leleh tulangan tekan, MPa.

H = tinggi penampang, mm.

Ig = momen inersia penampang beton bruto terhadap sumbu pusat, yang


mengabaikan tulangan, mm4.

k = faktor panjang efektif untuk komponen struktur tekan.

L = panjang bentang, mm.

Jd = jarak tegangan tekan beton dari tulangan tarik, mm.

M = momen, N-mm.

Mcr = momen retak, N-mm.

Mn = momen nominal, N-mm.


10

Mu = momen ultimate, N-mm.

My = momen yield, N-mm.

θcr = putaran sudut kondisi crack, /mm.

θy = putaran sudut kondisi yield, /mm.

θu = putaran sudut kondisi ultimate, /mm.

yt = jarak dari sumbu pusat penampang bruto, yang mengabaikan tulangan,


ke muka tarik, mm.

β1 = faktor yang menghubungkan tinggi blok tegangan tekan persegi


ekuivalen dengan tinggi sumbu netral.

εs = regangan baja.

εy = regangan beton.

ρ = rasio As terhadap bd.

ρ' = rasio As’ terhadap bd.

Φ = faktor reduksi.
1

ABSTRAK

Beton adalah salah satu material yang sangat baik dan sangat sering ditemui
dalam bidang konstruksi. Beton sering digunakan karena praktis dan memiliki
kemampuan untuk menahan beban yang baik. Struktur beton umumnya diberikan
tulangan karena beton memiliki kelemahan terhadap gaya tarik, sehingga tulangan
mampu menahan gaya tarik. Dengan video berjudul “Over-Reinforced Concrete
Beam Test”, laporan ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan lentur
pada balok beton. Balok beton bertulang diberikan 2 beban terpusat di dua titik
dengan jarak 1500 mm dari setiap perletakannya. Dalam video itu didapatkan
informasi bahwa lebar balok adalah 100 mm dan tingginya 150 mm, mutu beton
adalah 43,7 MPa, menggunakan tulangan baja sebesar 2D20, dan mutu tulangan
baja masing-masing 400 MPa. Saat balok diberikan gaya, terjadi keretakan
vertikal hingga menyebabkan kegagalan. Dapat dilihat bahwa tulangan pada balok
tersebut mengalami kelelehan dan menghasilkan retakan. Berdasarkan hasil
perhitungan didapat nilai momen crack (Mcr) sebesar 1,537 kNm dan momen
ultimate (Mu) sebesar 15,0281 kNm.. Jadi didapatkan kesimpulan bahwa nilai P
hasil percobaan lebih besar 33,9868% dari hasil P Analisis.
2

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Beton bertulang adalah merupakan gabungan logis dari dua jenis
bahan: beton polos yang memiliki kekuatan tekan yang tinggi akan tetapi
kekuatan tarik yang rendah dan batang-batang baja yang ditanamkan
didalam beton dapat memberikan kekuatan tarik yang diperlukan (Wang,
1993:1).
Untuk percobaan ini terdapat suatu balok beton bertulang dengan
ukuran lebar (b) = 100 mm, tinggi (h) = 150 mm, panjang bentang (L) =
1500 mm yang akan dipelajari jenis keruntuhan dan sifatnya. Balok diberi
tulangan tunggal yaitu tulangan tarik (As) = 2D20 mm.
Tulangan tarik berfungsi untuk memperkuat beton terhadap
pembebanan yang terjadi sehingga dipasang memanjang bentang balok
sepanjang 1500 mm.

1.2. Rumusan Masalah


Masalah yang terjadi pada beton bertulang adalah sebagai berikut:
1. Seberapa besar pembebanan yang terjadi pada saat kondisi
crack, yield, dan ultimate ?
2. Berapa besar nilai momen yang dihasilkan pada saat kondisi
crack, yield, dan ultimate ?
3. Apakah hasil analisis dari perhitungan yang terdapat pada hasil
percobaan ?

Ganti jadi: “apa jenis keruntuhan pada balok


beton?”

1.3. Tujuan Praktikum


Tujuan dari praktikum adalah sebagai berikut:
3

1. Mencari besar pembebanan yang terjadi pada saat kondisi


crack, yield, dan ultimate.
2. Mencari besar nilai momen yang dihasilkan pada saat kondisi
crack, yield, dan ultimate.
3. Mencari hasil analisis dari perhitungan yang terjadi pada hasil
percobaan.

Ganti jadi: “mengetahui jenis keruntuhan pada


balok beton?”

1.4. Hipotesis

Gambar 1. Saat balok mengalami keruntuhan


Pada percobaan ini, balok beton mengalami keruntuhan lentur
berupa keruntuhan tarik yang diakibatkan oleh gaya tekan dari atas ke
balok beton.

Balok mengalami keruntuhan tekan

1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah


Data-data berdasarkan video :
1. Tulangan bawah (As) = 2D20
2. As = 600 mm2
3. fc’ = 43,7 MPa
4. fy = 400 MPa
5. L = 1,5 m
6. Lebar balok (b) = 100 mm
4

7. Tinggi balok (h) = 150 mm


5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Semen Portland


Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara
menggiling terak (clinker) portland terutama yang terdiri dari kalsium
silikat (xCaO.SiO2) yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama
dengan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium
sulfat (CaSO4.xH2O) dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain.
(SNI 15-2049-2004)
Penjabaran klasifikasi semen portland menurut ASTM (American
Society for Testing and Material) sebagai berikut:

1. Semen Portland Tipe 1


Semen portland mungkin yang paling familiar digunakan
oleh masyarakat luas dan banyak beredar di pasaran. Karena jenis
ini dalam penggunaanya tidak memerlukan persyaratan khusus
terhadap panas hidrasi dan kekuatan tekan awal, misalnya
diterapkan pada bangunan rumah pemukiman, gedung-gedung
bertingkat, perkerasan jalan, jembatan, trotoar, struktur rel dan
lain-lain

2. Semen Portland Tipe 2


Semen portland jenis ini biasa memiliki ketahanan
terhadap serangan sulfat yang cukup baik yaitu antara 0,10 hingga
0,20 persen dan panas hidrasi yang bersifat sedang. Pada umumnya
sebagai material 13 bangunan yang letaknya di pinggir laut, tanah
rawa, saluran irigasi, bendungan, bangunan Pir (tembok di laut
dermaga), dan landasan jembatan
6

3. Semen Portland Tipe 3


Semen portland yang dipakai untuk konstruksi bangunan
yang memerlukan laju pengerasan tekan awal yang tinggi
(perkerasan cepat) kurang lebih kisaran satu minggu. Contoh
penerapannya pada bagunan jalan raya bebas hambatan, hingga
badara udara dan bangunan dalam air yang tidak memerlukan
ketahanan asam sulfat

4. Semen Portland Tipe 4


Semen portland yang dalam penggunaanya memerlukan
panas hidrasi yang rendah. Oleh karena itu semen jenis ini
memperoleh tingkat kuat beton dengan lebih lambat ketimbang
portland tipe I serta digunakan dalam kondisi dimana kecepatan
dan jumlah panas yang timbul harus minimum. Salah satunya
diaplikasikan pada struktur beton masif seperti dam grafitasi besar
dimana kenaikan temperature akibat panas yang dihasilkan pada
proses curing merupakan faktor kritis

5. Semen Portland Tipe 5


Semen portland yang dalam penggunaanya memerlukan
ketahanan yang tinggi terhadap sulfat biasanya terletak pada
bangunan-bangunan tanah atau air yang mengandung sulfat
melebihi 0,20% dan sangat cocok untuk instalasi pengolah.

2.2. Agregat
Agregat merupakan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau
mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun buatan yang berbentuk
mineral padat berupa ukuran besar maupun kecil atau fragmen-fragmen
(Silvia Sukirman, 2003).
Umumnya agregat dipisahkan menurut ukuran butirannya, yaitu :
1. Ukuran butir > 40 mm, disebut batu,
7

2. Ukuran butir 4,80 – 5,00 mm, disebut agregat kasar atau kerikil,
dan
3. Ukuran butir ≤ 4,8 mm, disebut agregat halus atau pasir.
Agregat yang digunakan sebagai pengisi beton harus mempunyai
bentuk yang baik (bulat atau mendekati kubus), bersih, kuat ,ulet, dan
bergradasi baik.
Syarat mutu agregat untuk beton (menurut SK SNI S – 04 – 1989 –
F):
a. Agregat halus (pasir):
1. Butirannya tajam, kuat dan keras.
2. Bersifat kekal, tidak pecah atau hancur karena
pengaruh cuaca.
3. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur (bagian
yang dapat melewati ayakan 0,060 mm) lebih dari 5%.
Apabila lebih dari 5% maka pasir harus dicuci.
4. Tidak boleh mengandung garam.
5. Tidak boleh mengandung zat organik, karena akan
mempengaruhi mutu beton. Bila direndam dalam
larutan 3 % NaOH, cairan di atas endapan tidak boleh
lebih gelap dari warna larutan pembanding.
6. Harus mempunyai variasi besar butir (gradasi) yang
baik, sehingga rongganya sedikit. Mempunyai modulus
kehalusan antara 1,5-3,8. Apabila diayak dengan
susunan ayakan yang ditentukan, harus masuk salah
satu daerah susunan butir menurut zone 1, 2, 3 atau 4
dan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Sisa di atas ayakan 4,8 mm, maks 2% dari berat
b. Sisa di atas ayakan 1,2 mm, maks 10% dari
berat
c. Sisa di atas ayakan 0,30 mm, maks 15% dari
berat
8

7. Sifat kekal, apabila diuji dengan larutan jenuh garam


sulfat sebagai berikut:
a. Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang
hancur maks 12%
b. Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang
hancur maks 10%

b. Agregat kasar (kerikil):


1. Butirannya tajam, kuat dan keras.
2. Bersifat kekal, tidak pecah atau hancur karena pengaruh
cuaca.
3. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur (bagian
yang dapat melewati ayakan 0,060 mm) lebih dari 1%.
Apabila lebih dari 1% maka kerikil harus dicuci
4. Tidak boleh mengandung zat organik dan bahan alkali
yang dapat merusak beton.
5. Tidak boleh mengandung garam.
6. Harus mempunyai variasi besar butir (gradasi) yang
baik, sehingga rongganya sedikit. Mempunyai modulus
kehalusan antara 6 – 7,10 dan harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
a. Sisa di atas ayakan 38 mm, harus 0% dari berat
b. Sisa di atas ayakan 4,8 mm, 90% - 98% dari
berat
c. Selisih antara sisa-sisa komulatif di atas dua
ayakan yang berurutan, maks 60% dan min 10%
dari berat.
7. Sifat kekal, apabila diuji dengan larutan jenuh garam
sulfat sebagai berikut:
a. Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur
maks 12%
9

b. Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang


hancur maks 10%

2.3. Air
Air digunakan sebagai bahan pencampur dan pengaduk beton untuk
mempermudah pekerjaan. Menurut PBBI 1971 N.I.– 2, pemakaian air
untuk beton tersebut sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Air harus bersih
b) Tidak mengandung lumpur
c) Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton seperti
asam, zat organic
d) Tidak mengandung minyak dan alkali
e) Tidak mengandung senyawa asam

2.4. Beton Bertulang


Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan
jumlag tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum yang disyaratkan
dengan atau tanpa prategang, dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa
kedua bahan tersebut bekerja sama dalam memikul gaya-gaya. Beton
bertulang terbuat dari gabungan antara beton dan tulangan baja. Oleh
karena itu, beton bertulang memiliki sifat yang sama seperti bahan-bahan
penyusunnya yaitu sangat kuat terhadap beban tekan dan beban tarik.(SNI
03-2847-2002)
10

2.5. Baja Tulangan


Besi tulangan atau besi beton (reinforcing bar) adalah batang baja
yang berberntuk menyerupai jala baja yang digunakan sebagai alat
penekan pada beton bertulang dan struktur batu bertulang untuk
memperkuat dan membantu beton di bawah tekanan. Besi tulangan secara
signifikan meningkatkan kekuatan tarik struktur (the civil engineering
handbook second edition).

Jenis baja tulangan ada 2 macam sebagai berikut:


a) Baja tulangan beton polos (BjTP)
Baja tulangan polos adalah baja tulangan beton
berpenampang bundar dengan permukaan rata tidak
bersirip/berulir (SNI 2052:2017).
b) Baja tulangan beton sirip/ulir (BjTS)
Baja tulangan beton sirip/ulir adalah baja tulangan beton
yang permukaannya memiliki sirip/ulir melintang dan
memanjang yang dimaksud untuk meningkatkan daya lekat
dan guna menahan gerakan membujur dari belakang secara
relatif terhadap beton (SNI 2052:2017)

2.6. Kuat Tekan Beton


11

Kuat tekan beton adalah besarnya beban persatuan luas yang


menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan
tertentu yang dihasilkan oleh mesin uji tekan.(Departemen Pekerjaan
Umum, 1990/ SNI 03-1974-1990)

2.7. Kuat Lentur


Kuat tarik lentur adalah kemampuan balok beton yang diletakkan
pada dua perletakan untuk menahan gaya dengan arah tegak lurus sumbu
benda uji, yang diberikan padanya, sampai benda uji patah yang
dinyatakan dalam Mega Pascal (MPa) gaya tiap satuan luas (SNI 03-4431-
1997).
Rumus lenturan yang berlaku untuk menentukan kuat lentur pada
balok:
1
w .a.c
σlt ¿ 2
l

M.c
σlt = 1 b .h 3
12

Keterangan : 
σlt = tegangan lentur pada balok (Mpa) 
M = momen yang bekerja pada balok (kg.cm) 
c = Jarak serat terluar terhadap garis netral (cm) 
I = Momen inersia penampang balok terhadap garis netral (cm4) 
w = besar beban (kg) 

2.8. Jenis Keruntuhan


Jenis keruntuhan lentur menurut tata cara perhitugan struktur beton
untuk bangunan ada 3 tipe keruntuhan yaitu: (SNI 03-2847-2002)
1) Keruntuhan tarik adalah keruntuhan yang terjadi akibat
tegangan baja mencapai tegangan luluh (fy) terlebih dahulu
12

sebelum beton hancur (mencapai Mu). Atau dengan kata lain


baja leleh sebelum beton hancur keruntuhan tarik ini biasa
disebut dengan keruntuhan under reinforced.
2) Keruntuhan seimbang adalah keruntuhan yang terjadi akibat
tegangan baja mencapai tegangan luluh (fy) bersamaan dengan
beton hancur (mencapai Mu). Atau dengan kata lain baja leleh
bersamaan beton hancur. Keruntuhan tari ini biasa disebut
dengan keruntuhan balanced.
3) Keruntuhan tekan adalah keruntuhan yang terjadi akibat
dengan beton hancur terlebih dahulu (mencapai Mu) sebelum
tegangan baja mencapai tegangan luluh (fy). Atau dengan kata
lain beton hancur sebelum baja leleh. Keruntuhan tekan ini
biasa disebut juga keruntuhan over reinforced.
13

BAB 3
METODE PENGUJIAN

3.1. Sistematika Pengerjaan

Mulai

Studi Pustaka

Mencari Rekaman
Praktikum Tentang
Keruntuhan Lentur

Menganalisis Perilaku Balok


Akibat Keruntuhan Lentur

Melakukan Perhitungan Nilai


Momen, Putaran Sudut, dan
Gaya Pada Kondisi Crack,
Yield, dan Ultimate

Membuat Kesimpulan

Selesai

Gambar 2. Flowchart
14

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN PENGUJIAN

Gambar 3. Penampang balok beton bertulang

Gambar 4. Loading Diagram


15

Gambar 5. Distribusi regangan dan tegangan


b = 100 mm fy = 400 MPa
h = 150 mm fc = 43,7 MPa
L = 1,5 m εcu = 0,003
λ =1 Bj = 24 kN/m3
Es = 20000 MPa

1 1
d’ selimut beton + × (tulangan tekan bawah) = 25 + × 20 = 35 mm
2 2
d = 150 – d’ = 150 – 35 = 115 mm

Berat sendiri beton (qc)


qc = Ap × γ
qc = 0,1 × 0,15 × 24
qc = 0,36 kN/m

VA = VB = P
1
Mmax = ( × qc × L2) + (P × 0,6)
8
1 2
M max - ( × qc × L )
P= 8  
0,5
16

4.1. Analisis Momen Crack dan Putaran Sudut Crack

Gambar 6. Saat beton mengalami keruntuhan retak

1 3 1 3
Ig = ×b× h = ×100×150 = 28125000 mm4
12 12
fr = 0,62 × λ × √ f c ' = 0,62× 1× √ 43,7 = 4,0986 MPa
h 150
yb = = = 75 mm
2 2
f r × I g 4,0986 × 28125000
Mcr = = = 1536975 Nmm = 1,537 kNm
yb 75
Ec = 4700 × √ f c ' = 4700 × √ 43,7 = 31069,8085 MPa
M cr 1536975
θcr = = = 1,7589 ×10−6 /mm
Ec × I g 31069,8085 × 28125000
1
1,537-( ×0,36×1,5 2 )
8
P cr = = 2,8 715 kN
0,5
17

4.2. Analisis Momen Yield dan Putaran Sudut Yield

Gambar 7. Saat beton mengalami keruntuhan leleh

f y 400
εs = = = 0,002
Es 2× 105
Ec = 4700 × √ f c ' = 4700 × √ 43,7 = 31069,8085 MPa
As = 600 mm 2
As 6 00
ρ= = = 0,0522
b×d 100×115
ρ’ = 0
Es 2× 105
n = = = 6,4371
Ec 31069,8085
1
ρ’×d’
k = [(ρ+ρ’)2 × n2 +2×(ρ+ )×n]2 -( ρ+ρ’)× n
d
=
1
2 2 0×35
[(0,0522 +0) ×6,4371 +2×( 0,0522 + )×6,4371] 2 -(0,0522 +0)×6,4371
115
= 0,5499
1 1
Jd = d- × k×d = 115- × 0, 5499 ×115 = 93,9218 mm
3 3
εs ×k×d 0,002 × 0,5 499 ×115
εc = = = 0,0024
d ×( 1 - k) 115 × (1 - 0,6722)

fc = εc × Ec = 0,002 4 ×31069,8085 = 75,9077 MPa > 43,7 MPa


(Over Reinforced)
18

4.3. Analisis Momen Nominal, Momen Ultimate dan Putaran Sudut


Ultimate

Gambar 8. Saat beton mengalami keruntuhan nominal dan ultimate

As = 600 mm2
Cc = T
0,85 × f c ' × b × a = As × f y
As × f y 6 00 ×400
a = = = 64,6117 mm
0,85× f c '×b 0,85×43,7×100
0,05 ×( 43,7-28)
β1 = 0,85- = 0,7379 (28 MPa < f c ' < 55 MPa)
7
a 6 4,6117
c = = = 87,5666 mm
β1 0,7379
Cek leleh
c-d ' 87,5666 -35
εs = ( )× ε cu = ( )×0,003 = 0,0009
c 8 7,5666
f y 400
εy = = = 0,002
Es 2× 105
εs < εy (Tulangan tidak leleh)
Cc = T
0,85× fc' × a × b = As × fs
115-c
0,85× 43,7 × 0,7379c ×100 = 600 × 0,003× 200000 ×( )
c
c = 73,67398 mm
Cc = 0,85× 43,7 × 0,7379× 73,67398× 100 = 201923,4605 mm
a 7 3,67398
Mn = C c ×(d- ) = 2 01923,4605×(115- )
2 2
= 16697893,27 Nmm = 16,6979 kNm
19

Mu = ϕ × Mn = 0,9 × 16,6979 = 15,0281 kNm


εcu 0,003
θu = = = 4,07199× 10-5 /mm
c 7 3,67398
1 2
15,0281 - ( × 0,36 × 1,5 )
8
Pu = = 2 9,8537 kN
0,5

4.4. Analisis Untuk Gaya Geser Nominal (Vn)

1
V u = Pu + ×q c × L
2
1
V u = 29,8537 + × 0,36 × 1,5
2
V u = 30 ,1237 kN

Vn = Vc
V c = 0,17× λ × √ f'c × b ×d
V c = 0,17×1× √ 43,7 × 100 ×150 = 16857,0238 N = 16,8570 kN

ϕ V n ≥ Vu
ϕ V n = 0,75 × 16,8570 = 12,6428 kN

ϕ V n ≤ Vu
12,6428 ≤ 36,0799
Terjadi keruntuhan geser

4.5. Daktilitas
Karena kegagalan balok beton termasuk dalam jenis over reinforced
sehingga balok beton rapuh, maka tidak ada daktilitas.

4.6. Perbandingan Hasil Teori dan Percobaan


Berdasarkan hasil perhitungan teori, diperoleh nilai P pada kondisi crack,
yield dan ultimate sebagai berikut:
20

a. Pcr = 2,8715 kN
b. Pu = 29,8537 kN
Nilai P pada percobaan sebesar 40 kN.

Perbandingan = |22 9,8537


9,8537
-4 0
|×100%= 33 ,9868 %
4.7. Grafik Momen vs Putaran Sudut
  MOMEN (kNm)  Ф (/mm) 
CRACK 1,537 1,7589 × 10-6

ULTIMATE 15,0281 4,07199 × 10-5

Tabel 1. Nilai momen dan putaran sudut pada 2 kondisi

Gambar 9. Grafik momen vs Putaran Sudut


21

BAB 5
KESIMPULAN

1) Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui keruntuhan yang terjadi adalah


keruntuhan geser karena gaya geser lebih kecil daripada besar gaya lintang
ultimate (12,6428 kN < 30,1237 kN).
2) Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan nilai putaran sudut (pada
kondisi crack dan ultimate). Besarnya adalah ϕcr = 1,7589 × 10-6/mm
dan ϕu = 3,426 × 10-5 /mm.
3) Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan nilai fc lebih besar daripada fc’
(75,9077 Mpa > 43,7 Mpa) sehingga diketahui jenis tulangannya adalah
over reinforced.
4) Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan besar P pada kondisi ultimate
(Pu) sebesar 29,8537 kN dan nilai P pada percobaan adalah 40 kN
sehingga besar perbandingannya adalah 33,9868%.
5) Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan nilai momen (pada kondisi
crack dan ultimate). Besarnya adalah Mcr = 1,537 kNm dan Mu = 15,0281
kNm.
22

BAB 6
DAFTAR PUSTAKA

Asroni, A. (1997). Struktur Beton I (Balok dan Plat Beton Bertulang), Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Asroni, A. (2010). Balok dan Pelat Beton Bertulang. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Ferguson, Phil M. (1986). Dasar-dasar Beton Bertulang terjemahan Reinforced


Concrete Fundamentals. Jakarta: Erlangga

Tjokrodimuljo, K. (1996). Teknologi Beton. Jurusan Teknik Sipil, 2.

Wang, Chu Kia (1986). Disain Beton Bertulang. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai