Anda di halaman 1dari 3

Nama: Andrew Renema

Kelas: 12 MIPA 3

TRAGEDI TRISAKTI

Mahasiswa melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke Gedung Nusantara, salah satu gedung
utama MPR/DPR RI di Jakarta. di antaranya adalah mahasiswa Universitas Trisakti dan
termasuk saya sendiri. Kami para mahasiswa menuntut tanggung jawab pemerintah atas
terjadinya krisis ekonomi Indonesia pada awal 1998 yang dipengaruhi krisis finansial Asia 1997.
Kami melakukan aksi damai dengan berjalan dari dari kampus Trisakti ke Gedung Nusantara
pada sekitar pukul 12.30 WIB. Namun, aksi kami dihambat blokade Polri dan militer. Saya
melihat beberapa mahasiswa mencoba bernegosiasi dengan pihak Polri.

“Apakah ini akan berjalan dengan lancar?.” Ucapku dengan nada lirih.

“Tenang aja, pasti lancar kok.” ucap Hery Hartanto, sahabatku.

Lalu tim negosiasi kembali dan menjelaskan hasil negosiasi, yaitu long march tidak
diperbolehkan dengan alasan kemungkinan kemacetan lalu lintas dan dapat menimbulkan
kerusakan. Mahasiswa kecewa karena merasa aksinya merupakan aksi damai. Massa terus
mendesak untuk maju, sementara itu saya melihat tambahan aparat Pengendalian Massa (Dal-
Mas) sejumlah 4 truk datang.

Lalu wakil mahasiswa mengumumkan hasil negosiasi, yaitu aparat dan mahasiswa sama-sama
mundur. Kami semula menolak, tetapi bergerak mundur setelah dibujuk setelah dibujuk Dekan
Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum, serta ketua Senat Mahasiswa Universitas Trisakti (SMUT).
Mahasiswa diusulkan agar kembali ke dalam kampus dalam pembicaraan dengan aparat.
Mahasiswa bergerak masuk kampus dengan tenang. Mahasiswa menuntut agar pasukan yang
berdiri berjajar mundur terlebih dahulu. Lalu kami mendengar sejumlah aparat meledek,
mentertawakan, dan mengucapkan kata-kata kotor pada kami sehingga sebagian massa
mahasiswa kembali berbalik arah. Empat orang mahasiswa sempat terpancing (termasuk sahabat
saya, Hery Hartanto) dan bermaksud menyerang aparat keamanan tetapi diredam satgas
mahasiswa Universitas Trisakti.
“Weh! kurang ajar banget mereka!.” ucap Hery dan dia langsung bergegas menuju barisan
depan.

“Woy Hery! Mau kemana lo!?.” ucapku dengan penuh khawatir.

Lalu tiba tiba barisan aparat langsung menyerang massa mahasiswa dengan tembakan dan
pelemparan gas air mata. Massa mahasiswa panik dan berlarian menuju kampus. Aparat
melakukan penembakan membabi buta, pelemparan gas air mata di hampir setiap sisi jalan,
pemukulan dengan pentungan dan popor, penendangan dan penginjakkan. Kami para mahasiswa
yang panik lalu berpencar, saya dan sebagian besar berlindung di kawasan Universitas Trisakti.
Di saat ini, aparat keamanan terus melakukan penembakan. Sementara itu saya mencari sahabat
saya Hery yang tidak ada di kawasan Universitas Trisakti.

Lalu para mahasiswa mulai berani untuk keluar ruangan setelah dirasa lebih aman. Dekan FE
berdialog untuk memastikan pemulangan ke rumah masing-masing dengan Kol.Pol. Arthur
Damanik. Hasilnya, mahasiswa dapat pulang dengan syarat pulang 5 mahasiswa per tahap, lalu
dijamin akan pulang dengan aman. Mahasiswa luka berat dilarikan ke RS Sumber Waras. Saya
dan mahasiswa yang lainnya berhasil pulang dengan selamat dan dengan rasa ketakutan dan
trauma melihat korban jiwa dan korban luka berjatuhan di kawasan kampus. Namun tidak untuk
sahabat saya, dia tewas bersama dengan 3 mahasiswa lainnya pada pukul 20.00 WIB.

Pihak aparat keamanan membantah telah menggunakan peluru tajam, tetapi hasil otopsi
menunjukkan kematian disebabkan peluru tajam. Hasil sementara saat itu memprediksi bahwa
peluru tersebut hasil pantulan peluru tajam dari tanah untuk tembakan peringatan. Untuk
memperingati peristiwa Tragedi Trisakti tersebut, Museum Tragedi 12 Mei 1998 lalu dibangun
di Lobi Gedung Kampus A Universitas Trisakti, Jalan Kyai Tapa, Grogol, Jakarta Barat.

Anda mungkin juga menyukai