Merangkai Keberagaman Dalam Bingkai Agama Dan Budaya Di Era Digital
Merangkai Keberagaman Dalam Bingkai Agama Dan Budaya Di Era Digital
“Pluralisme adalah aset bangsa Indonesia.”, merupakan sebuah judul artikel dalam
website CNN Student Indonesia yang menjelaskan keadaan masyarakat Indonesia sebagai
negara dengan berbagai perbedaan terutama dalam bidang agama dan budaya. Dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara, pluralisme merupakan suatu tantangan bagi
bangsa Indonesia yang akhir-akhir ini banyak mengalami konflik berkepanjangan dengan
latar belakang agama seiring dengan semakin berkembangnya teknologi komunikasi dan
informasi, seperti kasus penistaan agama oleh mantan Gubernur DKI Jakarta di akhir tahun
2016. Untuk mengatasi tantangan tersebut, bangsa Indonesia dihadapkan dengan
pertanyaan terkait solusi yang dapat dilakukan guna mempererat persatuan dan kesatuan
bangsa sehingga menjadikan pluralisme sebagai aset bangsa Indonesia yang berharga, salah
satunya dengan menerapkan sikap toleransi terutama toleransi dalam beragama. Yosef Lalu,
pada tahun 2010 mengemukakan bahwa toleransi beragama terbagi atas 3 jenis, yaitu
toleransi negatif, toleransi positif, dan toleransi ekumenis.
Kedua, toleransi positif, toleransi ini tidak menghargai isi atau ajaran agama lain yang
berbeda, namun menghargai pemeluk atau penganutnya. Contoh pelaksanaan toleransi ini
ada di hampir setiap agama yaitu meyakini agama yang dianutnya sebagai agama yang
paling benar. Namun, dalam hubungannya dengan penganut agama lain tetap saling
menghargai dan saling mengormati, karena agama adalah sifat-sifat hak asasi manusia
seperti tercantum dalam pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi,
“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”