Anda di halaman 1dari 49

I.

DESKRIPSI SINGKAT

Tantangan penanggulangan TB dimasa yang akan mendatang akan semakin


berat dan komplek, karena bertambahnya beban dalam pengelolaan Program
serta adanya TB Resistan Obat yang memerlukan penanganan secara
komprehensif. Hal tersebut mengharuskan semua tenaga pengelola program
perlu meningkatkan kemampuan serta adanya dukungan dari para pemangku
kepentingan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Dalam mencapai tujuan tersebut diperlukan satu perencanaan yang jelas dan
rasional, untuk memastikan bahwa sumber daya yang ada saat ini dan yang
akan datang dialokasikan dengan efektif dan efisien.
Perencanaan dilakukan pada semua tingkat administrasi, dengan mengikut-
sertakan semua unit pelaksana (fasilitas layanan kesehatan, Laboratorium,
dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi dan instansi terkait
lainnya).

Materi perencanaan penanggulangan TB ini akan menjelaskan pengertian dan


ruang lingkup, landasan hukum, langkah-langkah penyusunan perencanaan,
alur perencanaan dan penyusunan perencanaan penanggulangan TB.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)


Setelah menyelesaikan materi ini, peserta latih mampu menyusun
Perencanaan Penanggulangan Tuberkulosis (TB).

B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)


Setelah menyelesaikan materi ini, peserta latih mampu:
1. Melakukan analisa situasi
2. Menyusun perencanaan

1
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN

1. Analisa situasi:
a. Demografi
b. Cakupan program
c. SDM
d. Sarana-prasarana
e. Logistik
f. Pendanaan

2. Perencanaan kedepan:
a. Penyusunan target
b. Menghitung kebutuhan:
1) SDM
2) Logistik
3) Dana
4) Pelatihan
5) Pengembangan wilayah
6) Indikator Program

IV. METODE PEMBELAJARAN


1. Curah Pendapat
2. CTJ
3. Latihan Kasus
4. Penugasan
5. Praktik Lapangan

V.MEDIA DAN ALAT BANTU


1. Papan Flipchart
2. Kertas Flipchart
3. Spidol
4. Data Penanggulangan TB
5. Latihan Soal

2
6. Petunjuk Observasi Lapangan
7. LCD/Proyektor
8. Laptop/Komputer
9. Pointer
10. Bahan Tayang
11. Kertas HVS
12. Tinta
13. Template pengisian data

VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun
langkah-langkah sebagai berikut:
A. Langkah 1 : Penyiapan Proses Pembelajaran
1. Kegiatan Pelatih
a. Pelatih memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana dikelas
b. Pelatih menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
c. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas mulailah dengan
memperkenalkan diri, Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama
lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan disampaikan.
d. Menyamakan pendapat peserta (apersepsi) tentang apa yang
dimaksud dengan Perencanaan Penanggulangan TB dengan metode
brainstorming.
e. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran
tentang Perencanaan Penanggulangan TB yang sebaiknya dengan
menggunakan CTJ
2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
b. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan pelatih
c. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
d. Mengajukan pertanyaan kepada pelatih bila ada hal-hal yang belum
jelas dan perlu diklarifikasi.

B. Langkah 2 : Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan

3
1. Kegiatan Pelatih
a. Menyampaikan Pokok Bahasan dan sub pokok bahasan 1 sampai
dengan 6 secara garis besar dalam waktu yang singkat
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal
yang kurang jelas
c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta
2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap
penting
b. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan
kesempatan yang diberikan
c. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator

C. Langkah 3 : Pendalaman Pokok Bahasan


1. Kegiatan Pelatih
a. Menugaskan kelompok untuk membaca modul secara bergantian
b. Menugaskan kelompok untuk menjawab pertanyaan dan latihan
c. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada proses
Perencanaan Penanggulangan TB, memberikan arahan dalam
penyusunan rencana kegiatan
2. Kegiatan Peserta
a. Melakukan proses membaca modul secara bergantian.
b. Mendengar, mencatat dan bertanya pada hal-hal yang kurang jelas
pada Pelatih
c. Mengerjakan latihan, menyusun perencanaan Penanggulangan TB
dilanjutkan dengan diskusi.

D. Langkah 4 : Rangkuman dan Evaluasi Hasil Belajar


1. Kegiatan Pelatih
a. Mengadakan evaluasi dengan melemparkan pertanyaan sesuai topik
pokok bahasan
b. Memperjelas jawaban peserta terhadap masing – masing pertanyaan
c. Bersama peserta merangkum poin-poin penting dari hasil proses
pembelajaran

4
d. Membuat kesimpulan
2. Kegiatan Peserta
a. Menjawab pertanyaan yang diajukan pelatih
b. Bersama pelatih merangkum hasil proses pembelajaran

VII. URAIAN MATERI


Secara umum perencanaan adalah penyusunan suatu rangkaian kegiatan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perencanaan P2TB merupakan
suatu proses kegiatan yang berkesinambungan yang meliputi berbagai alternatif
penggunaan sumber daya (5M) untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan
di masa yang akan datang.
Tujuan dari perencanaan adalah tersusunnya rencana kegiatan program
yang jelas dan rasional.
Dalam proses penyusunan perencanaan dan penganggaran memerlukan
konsistensi hubungan antar kebijakan-kebijakan strategis, kebijakan manajerial
dan kebijakan teknis yang tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN): 25 tahun, Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN): 5 tahun, Rencana Strategis (Renstra)
Kementerian/Lembaga (K/L), Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Rencana Kerja
(Renja) Kementerian/Lembaga (K/L), Rencana Aksi Nasional (RAN) TB,
Rencana Aksi Daerah (RAD) dan Rencana Kerja Anggaran (RKA)
Kementerian/Lembaga (K/L). Berbagai strata kebijakan tersebut di dalamnya
terkandung kebijakan perencanaan dan kebijakan anggaran.

Strategi Penguatan Kepemimpinan Program TB di Kabupaten/Kota


a. Berbasis kabupaten/kota
b. Penguatan penanggulangan TB dengan regulasi (Perda/Perkada)
untuk mencapai Eliminasi TB di kabupaten/kota/provinsi.
c. Komitmen penyediaan sumber daya, termasuk biaya yang cukup untuk
penanggulangan TB.
d. Jaminan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage)
e. Penguatan koordinasi dan sinergi pelaksanaan penanggulangan TB.

5
Indikator Keberhasilan Perencanaan:
(1) Adanya Perda/Perkada tentang Rencana Aksi Daerah mencapai
eliminasi TB
(2) Meningkatnya pembiayaan penanggulangan TB
(3) Meningkatnya indikator program penanggulangan TB

Dalam penyusunan perencanaan Penanggulangan TB perlu


memperhatikan ruang lingkup sebagai berikut:

Mempertahankan Mutu
Sebelum melakukan perencanaan untuk pengembangan wilayah
cakupan maupun ekspansi terhadap faskes, perlu mempertahankan
mutu pelaksanaan Penanggulangan TB dalam wilayah tersebut.
Mutu pelaksanaan Penanggulangan TB mencakup segala aspek
penatalaksanaan pasien TB, mulai dari komitmen politis, diagnosis
melalui mikroskopis, pengobatan jangka pendek dengan pengawasan
menelan obat, ketersediaan logistik yang cukup hingga pencatatan
pelaporan yang baik. Mutu pelaksanaan pelayanan TB merupakan
syarat mutlak untuk pengembangan pelayanan TB Resistan Obat.

Semua aspek tersebut, perlu dinilai sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Analisis mutu diperlukan untuk merencanakan berbagai
kegiatan yang menyangkut masukan (input), proses (process) dan
luaran (output).

Pengembangan Layanan TB DOTS


Pada saat ini hampir seluruh kabupaten/kota telah melaksanakan
strategi DOTS, tetapi belum mencakup semua fasilitas kesehatan.
Kabupaten/kota diharuskan merencanakan tahapan pengembangan
layanan TB sesuai dengan Strategi DOTS di faskes yang ada.

Bila Fasilitas Kesehatan di kabupaten/kota belum ada yang


melaksanakan layanan TB dengan strategi DOTS, maka
pelaksanaan/pengembangan layanan TB DOTS diharapkan dapat

6
dimulai dari Puskesmas terlebih dahulu untuk memantapkan basis
pelayanan sebagai jejaring dalam pengembangan ke faskes lainnya.
Membuat suatu perencanaan pengembangan perlu adanya data-data
pendukung, antara lain: data penduduk, data faskes, data penyakit,
data kunjungan, dan lain-lain sehingga dapat diperkirakan besarnya
masalah.
Pentahapan pengembangan layanan TB DOTS dengan
mempertimbangkan beberapa hal:
a) Besarnya masalah : Perkiraan jumlah kasus TB, kondisi
geografis, dll.
b) Daya ungkit : Jumlah penduduk, kepadatan penduduk dan
tingkat sosial-ekonomi masyarakat.
c) Kesiapan : Sumber daya dan kemitraan.

Peningkatan Cakupan Kasus


Peningkatan cakupan penemuan dan pengobatan pasien TB dengan
angka kesembuhan yang tinggi, akan memberikan dampak
epidemiologis bagi Penanggulangan TB. Peningkatan cakupan dapat
dilakukan dengan:
a) Peningkatan sumber daya terutama tenaga, sarana, obat dan bahan
penunjang lainnya (baik kualitas maupun kuantitas);
b) Peningkatan komunikasi efektif di komunitas;
c) Optimalisasi kualitas pelayanan TB dengan penerapan strategi
DOTS di faskes tanpa mengabaikan capaian target angka
kesembuhan ≥85%;
d) Pengembangan keterlibatan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL)
lainnya dalam upaya meningkatkan jangkauan pelayanan TB
berkualitas;
e) Pelacakan terhadap kontak erat pasien TB terkonfirmasi bakteriologis
dan pasien TB anak untuk menemukan pasien sedini mungkin
(sentrifugal dan sentripetal).

Landasan Hukum

7
Landasan hukum yang dapat dipergunakan untuk penyusunan
perencanaan penanggulangan TB adalah sebagai berikut:
1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lem baran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286)
2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistim Perencanaan
Pembangunan Nasional
3) Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat Daerah
4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun Tahun 2004 tentang Sistim
Jaminan Sosial Nasional
5) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025
6) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
7) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan;
8) Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistim Informasi
Kesehatan
9) Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019
10) Peraturan Presiden RI Nomor 3 tahun 2015 tentang perubahan
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2015
11) Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan
Tuberkulosis
12) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat
13) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang
Penanggulangan Penyakit Menular
14) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/Menkes/305/2014 tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tatalaksana Tuberkulosis
15) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 tahun
2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis
16) Pedoman Manajemen Terpadu PenanggulanganTuberkulosis
Resistan Obat
17) Kepmenkes No. HK 02.02/Menkes/52/2015 tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019

1. Analisa Situasi
Sebelum melakukan proses perencanaan perlu dilakukan upaya-
upaya analisa situasi dari data program tahun sebelumnya antara lain
adalah demografi, cakupan penemuan kasus, sumber daya manusia,
pengembangan wilyah, sarana, logistik, pendanaan,

a. Demografi:
- jumlah penduduk Kab/Kota
- Jumlah penduduk perpuskesmas
- Jumlah penduduk perdesa/kelurahan
Jumlah penduduk tersebut diperlukan dalam rangka menetapkan
target disetiap puskesmas dan desa/kelurahan

b. Cakupan Penemuan Kasus


Target penemuan kasus sudah ditetapkan oleh
kabupaten/kota perpuskesmas dan puskesmas akan menetapkan
target perdesa/kelurahan sesuai penduduk masing-masing
Hasil kegiatan atau cakupan 1 tahun sebelumnya kita
bandingkan dengan target yang sudah ditentukan, dengan
menggunakan indikator yang sudah ditetapkan yaitu:
• TC (Treatment Coverage)
• TSR (Treatment Success Rate)

➢ Setelah dihitung sesuai dengan capaian dilakukan perhitungan


sesuai rumus yang berlaku hasilnya dibandingkan dengan
indikator nasional
➢ Bila terjadi kesenjangan ditetapkan prioritas masalah dan
penyebabnya
1) Menetapkan Prioritas Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah ditetapkan urutan prioritas masalah
dengan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia.

Hal-hal utama yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan skala


prioritas adalah sebagai berikut:
• Daya ungkitnya tinggi, artinya bila masalah itu dapat diatasi maka
masalah lain akan teratasi juga
• Urgensi, artinya mendesak untuk segera ditanggulangi
• Layak dilaksanakan (feasibility), artinya masalah tersebut dapat
ditanggulangi atau diatas
• Terukur, artinya dapat diukur dengan membandingkan hasil
sebelumnya

Dalam menentukan skala prioritas pemecahan masalah dapat


menggunakan metode pembobotan dengan rentang nilai 1 sampai 5.
Nilai 1 adalah prioritas sangat kurang
Nilai 2 adalah prioritas kurang
Nilai 3 adalah prioritas sedang
Nilai 4 adalah prioritas tinggi
Nilai 5 adalah prioritas sangat tinggi

2) Menentukan Penyebab Masalah


Untuk menentukan penyebab masalah dapat digunakan berbagai
metode diantaranya:

Analisis tulang ikan (fish bone analysis),

Pada Analisis tulang ikan, komponen yang dianalisis terdiri dari


5M & 1E (man, money, material, method, market dan
environment).

10
Gambar 1. Skema analisis metode tulang ikan (Fish bone analysis)

LINGKUNGAN MATERIAL TENAGA (1) tenaga sudah tua

Petugas: terampil (-)

Pusk. jauh

CAKUPAN
RENDAH

DANA METODA PEMASARAN

9
1) Menetapkan Tujuan untuk Pemecahan Masalah
Dalam pemecahan masalah, tujuan yang akan dicapai ditetapkan
berdasar kurun waktu dan kemampuan yang tersedia, ini berarti tidak
tertutup kemungkinan adanya perubahan jenis dan kuantitas dari tujuan
awal. Tujuan dapat dibedakan antara tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum biasanya cukup satu dan tidak terlalu spesifik. Tujuan
umum dapat dijabarkan menjadi beberapa tujuan khusus yang lebih
spesifik dan terukur. Dalam menetapkan tujuan ini ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi seperti di bawah ini, yaitu:
• Specific artinya terkait dengan masalah
• Meassurable artinya dapat diukur
• Achievable artinya dapat dicapai
• Realistic artinya masuk akal
• Time bound schedule artinya mempunyai target waktu
Kelima persyaratan dari tujuan ini sering disebut dengan istilah
“SMART”.

2) Menetapkan Alternatif Pemecahan Masalah


Dalam pemecahan masalah, perlu ditetapkan beberapa alternatif
pemecahan masalah. Pemilihan alternatif pemecahan masalah harus
mempertimbangkan apakah pemecahan masalah tersebut memiliki
daya ungkit terbesar, sesuai dengan sumber daya yang ada dan dapat
dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

Perencanaan harus spesifik, dapat diukur, dapat dicapai,


realistik dan dalam waktu tertentu.
c. Sumber Daya Manusia (SDM)
Analisa terhadap ketersediaan tenaga untuk melakukan kegiatan
program TB meliputi dokter, perawat/bidan, dan petugas Labolatorium
terhadap kuantitas dan kualitas (terlatih) yang ada disetiap jenjang
pelayanan

• Standar Ketenagaan TB di Fasilitas Pelayanan Kesehatan


1) Puskesmas
a) Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Rujukan Mikroskopis TB
(FKTP-RM), adalah puskesmas dengan laboratorium yang
mampu melakukan pemeriksaan mikroskopis dahak dan
menerima rujukan: kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih
terdiri dari 1 dokter, 1 perawat/petugas TB, dan 1 tenaga
laboratorium.
2) Rumah Sakit Umum Pemerintah
a) RS kelas A/ RS Rujukan Nasional dan Provinsi: kebutuhan
minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 6 dokter (2 dokter
umum, SpP, SpA, SpPD, SpRad) , 3 perawat/petugas TB, 3
tenaga laboratorium dan 2 tenaga Farmasi
b) RS kelas B/ RS Rujukan Regional: kebutuhan minimal tenaga
pelaksana terlatih terdiri dari 6 dokter (2 dokter umum, SpP, SpA,
SpPD, SpRad), 3 perawat/petugas TB, 3 tenaga laboratorium dan
2 tenaga Farmasi
c) RS kelas C/ RS Kabuoaten/ Kota: kebutuhan minimal tenaga
pelaksana terlatih terdiri dari 4 dokter (2 dokter umum, SpP/SpPD,
SpRad), 2 perawat/petugas TB, 1 tenaga laboratorium dan 1
tenaga Farmasi
d) RS kelas D, RSP dan BBKPM/BKPM: kebutuhan minimal tenaga
pelaksana terlatih terdiri dari 2 dokter (dokter umum dan atau
SpP), 2 perawat/petugas TB, 1 tenaga laboratorium dan 1 tenaga
Farmasi.
e) RS swasta: menyesuaikan.

3) Dokter Praktik Mandiri, yang terlatih.


2
4) Klinik Pratama, Dokter dan Perawat yang terlatih.
• Standar Ketenagaan di Tingkat Kabupaten/Kota
Pengelola Program TB (Wasor) terlatih pada Dinas Kesehatan
membawahi 10-20 fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) di daerah
yang aksesnya mudah dan 10 fasyankes untuk daerah DTPK. Bagi
wilayah yang memiliki lebih dari 20 fasyankes dianjurkan dapat memiliki
lebih dari seorang Wasor.
Ketersediaan tenaga lain yang merupakan komponen Tim TB adalah:
1) Seorang tenaga pengelola logistik Program Penanggulangan TB,
2) Seorang tenaga pengelola laboratorium bilamana memiliki
Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda),
3) Tim Promosi Kesehatan TB yang terdiri dari bagian promosi
kesehatan dan program Penanggulangan TB Dinas Kesehatan
setempat serta unsur lainnya yang terkait.

• Standar Ketenagaan di Tingkat Provinsi.


Pengelola Program Penanggulangan TB (Wasor) terlatih pada Dinas
Kesehatan Provinsi membawahi 10-20 kabupaten/kota di daerah yang
aksesnya mudah dan 10 kabupaten/kota untuk DTPK. Bagi wilayah yang
memiliki lebih dari 20 kabupaten/kota dianjurkan memiliki lebih dari
seorang Wasor.
Ketersediaan tenaga lain yang merupakan komponen Tim TB adalah:
1) Seorang tenaga pengelola logistik Program Penanggulangan TB ,
2) Seorang tenaga pengelola laboratorium di laboratorium provinsi/ BLK,
3) Tim Promosi Kesehatan TB yang terdiri dari bagian promosi
kesehatan dan Program Penanggulangan TB Dinas Kesehatan
Provinsi dan unsur lain terkait,
4) Tim Pelatih TB Provinsi (TPP) yang terdiri dari 1 orang Koordinator
Pelatihan Provinsi (KPP) dengan Tim Pelatih TB minimal 5 orang
fasilitator/pelatih per provinsi dan 1 orang Master of Training (MoT)/
Koordinatoir Pelatihan TB/ Pengendali Diklat.

3
Peran Sumber Daya Dalam Penanggulangan TB
• Tanggung jawab pelaksanaan Program Penanggulangan TB berada
di Kabupaten/Kota mulai dari pelaksanaan penanggulangan TB,
peningkatan SDM, monitoring evaluasi, supervisi, pencatatan dan
pelaporan pengobatan, ketersediaan logistik, terutama obat serta
bimbingan teknis (bimtek) ke fasyankes yang ada di wilayahnya
• Pelaksana P2TB yaitu Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP),
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Rujukan Mikroskopis TB
(FKTP-RM), Fasiltas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL).
Fasilitas Pelayanan Kesehatan bertanggung jawab untuk
mendiagnosis, mengobati dan monitoring kemajuan pengobatan
yang didukung Pengawas Menelan Obat (PMO) serta anggota
keluarga.
• Fasilitas kesehatan lainnya (seperti lapas, rutan, tempat kerja dan
klinik) yang telah menjadi bagian jejaring di wilayah Kabupaten/Kota.

d. Sarana dan Prasarana

• Puskesmas
• Rumah Sakit (pemerintah dan swasta)
• Rumah Sakit (TNI dan POLRI)
• Klinik pratama
• Dokter praktik mandiri (DPM)

Dinas Kesehatan Kabupaten kota setiap 6 bulan harus melakukan


validasi data terhadap keikutsertaan unit tersebut diatas dalam
melaksanakan P2TB

e. Logistik
• Logistik meliputi OAT dan NON OAT
• Selalu tersedia dalam jumlah yang cukup sesuai dengan target yang
ditentukan (lebih lengkap liat di MI 1)

4
f. Pendanaan
Sumber pendanaan program P2TB di Kabupaten/kota berasal dari
dari APBD II, APBD I, APBN/DEKON, Dana Hibah (GF, CTB, AISYIYAH,
LKNU), CSR, dan sumber lain yang tidak mengikat

2. Perencanaan
a. Penetapan Sasaran dan
Target Sasaran Wilayah:
Sasaran wilayah ditetapkan dengan memperhatikan besarnya
masalah, daya ungkit dan ketersediaan sumber daya (tenaga
(man), dana (money), logistik (material), sarana dan prasarana
serta metodologi yang digunakan (method)).
Sasaran Penduduk:
Sasaran adalah seluruh penduduk di wilayah tersebut
Penetapan Target:
Target ditetapkan oleh Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan
memperkirakan jumlah pasien TB yang ada disuatu wilayah
yang ditetapkan berdasarkan angka prevalens dan atau
berdasarkan cakupan tahun lalu. Penetapan target untuk
kebutuhan penyusunan perencanaan dan penganggaran
diambil target maksimal yang akan dicapai di wilayah masing-
masing.

b. Menghitung kebutuhan:
1) SDM
• Sumber Daya Manusia (SDM)
Dalam menentukan perhitungan tentang kebutuhan SDM kita
perlu mengacu pada standar ketenagaan TB di Fasyankes.
1). Puskesmas
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Puskesmas) tidak lagi
dibedakan antara PRM, PPM, dan PS, semua akan menjadi
PPM, sehingga kebutuhan minimal 1 dokter, 1
perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium. Untuk 5
menghitung jumlah tenaga pengelola TB di puskesmas
dibutuhkan jumlah tenaga pengelola dibutuhkan sebanyak
puskesmas dikali dengan jenis tenaganya.
Contoh: di kabupaten A jumlah puskesmas 20 jadi
kebutuhan tenaga pengelola masing-masing 20 dokter, 20
perawat/petugasTB, 20 tenaga laboratorium.

2). Rumah Sakit Umum Pemerintah


Perhitungan untuk RS kelas A/ RS Rujukan Nasional dan
Provinsi: kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri
dari 6 dokter (2 dokter umum, SpP, SpA, SpPD, SpRad) , 3
perawat/petugas TB, 3 tenaga laboratorium dan 2 tenaga
Farmasi
RS kelas B/ RS Rujukan Regional: kebutuhan minimal
tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 6 dokter (2 dokter
umum, SpP, SpA, SpPD, SpRad), 3 perawat/petugas TB, 3
tenaga laboratorium dan 2 tenaga Farmasi
RS kelas C/ RS Kabupaten/ Kota: kebutuhan minimal tenaga
pelaksana 2terlatih terdiri dari 4 dokter (2 dokter umum,
SpP/SpPD, SpRad), 2 perawat/petugas TB, 1 tenaga
laboratorium dan 1 tenaga Farmasi
RS kelas D, RSP dan BBKPM/BKPM: kebutuhan minimal
tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 2 dokter (dokter umum
dan atau SpP), 2 perawat/petugas TB, 1 tenaga laboratorium
dan 1 tenaga Farmasi.
3). RS Swasta: menyesuaikan
4). Dokter Praktik Mandiri, yang terlatih
5). Klinik Pratama, Dokter, dan Perawat yang terlatih
6). Standar Ketenagaan di Tingkat Kabupaten/Kota
Pengelola Program TB (Wasor) terlatih pada Dinas
Kesehatan membawahi 10-20 fasilitas pelayanan
kesehatan (fasyankes) di daerah yang aksesnya mudah
dan 10 fasyankes untuk daerah DTPK.Bagi wilayah yang

6
memiliki lebih dari 20 fasyankes dianjurkan memiliki lebih
dari seorang Wasor.
Ketersediaan tenaga lain yang merupakan komponen
Tim TB adalah
Seorang tenaga pengelola logistik Program
Penanggulangan TB.
Seorang tenaga pengelola laboratorium bilamana
memiliki Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda).
Tim Promosi Kesehatan TB yang terdiri dari bagian
promosi kesehatan dan program Penanggulangan TB
Dinas Kesehatan setempat serta unsur lainnya yang
terkait.
7). Standar Ketenagaan di Tingkat Provinsi
Pengelola Program Penanggulangan TB (Wasor) terlatih
pada Dinas Kesehatan Provinsi membawahi 10-20
kabupaten/kota di daerah yang aksesnya mudah dan 10
kabupaten/kota untuk DTPK.Bagi wilayah yang memiliki
lebih dari 20 kabupaten/kota dianjurkan memiliki lebih
dari seorang Wasor.
Tim Pelatih TB Provinsi (TPP) yang terdiri dari 1 orang
Koordinator Pelatihan Provinsi (KPP) dengan Tim Pelatih
TB minimal 5 orang fasilitator/pelatih per provinsi dan 1
orang Master of Training (pengendali Diklat)/Koordinatoir
Pelatihan TB.
Dalam merencanakan pelatihan melibatkan tim TPP dan
stakeholder lain dengan metode secara konvensional,
klasikal maupun metode pelatihan orang dewasa dan
pelatihan jarak jauh (LJJ).

2) Perhitungan Perencanaan Logistik


• Perhitungan kebutuhan OAT
Perhitungan kebutuhan OAT dibagi menjadi 2: obat pasien
TB Sensitif dan Pasien TB R esisten
7
a) Perhitungan Kebutuhan Obat TB Sensitif
Cara Menghitung Kebutuhan Obat TB Sensitif

Jumlah OAT yang dibutuhkan = (Kb x Pp) + Bs – (Ss + Sp)

Keterangan:
Kb = Perkiraan kebutuhan OAT perbulan (dalam satuan
paket).
Menghitung Kb adalah rata-rata konsumsi perbulan
tahun lalu atau target yang akan dicapai pada tahun
perencanaan.
Pp = Periode perencanaan (dalam satuan bulan), mulai
saat perencanaan sampai OAT diterima.
Bs = Bufer stok (dalam satuan paket) = …..% x (Kb x Pp)
Ss = Stok sekarang (dalam satuan paket)
Sp = Stok dalam pesanan yang sudah pasti (dalam
satuan paket)
Keterangan:
• Perhitungan kebutuhan obat tersebut dilakukan untuk
setiap jenis kategori OAT yang akan diadakan
• Untuk memudahkan Dinkes Kab/Kota melakukan
perencanaan, telah disediakan format perencanaan
dan sudah tersedia dalam bentuk softcopy dapat dilihat
dilampiran 3

b. Perhitungan Obat TB Resistan


Perhitungan kebutuhan obat pasien TB MDR dihitung berdasarkan pada:
1) Jumlah target pasien baru yang akan diobati.
2) Proporsi paduan obat TB MDR yang digunakan pada tahun
sebelumnya.
3) Sisa stok.
4) Masa tunggu (lead time).

8
Berikut ini cara perhitungan kebutuhan obat pasien TB MDR :
1) Menentukan target pasien yang ditemukan dan diobati sampai
selesai pengobatan antara 19-24 bulan. Penentuan target penemuan
pasien yang akan diobati berdasarkan target Program TB Nasional
setiap tahun. Contoh: Target pasien TB MDR tahun 2017 adalah 200
orang
2) Menghitung proporsi paduan obat yang digunakan pada tahun
sebelumnya.
Contoh:
Penemuan pasien TB MDR tahun 2015 adalah 100 orang. Yang
menggunakan paduan:
(Km-Lfx-Eto-Cs-Z-(E)) = 80 orang, sehingga proporsi: 80/100 x
100% = 80%
(Km-Mfx-Eto-Cs-Z-PAS-(E)) = 5 orang, sehingga proporsi: 5/100 x
100% = 5%
(Cm-Lfx-Eto-Cs-Z-(E)) = 10 orang, sehingga proporsi: 10/100 x
100% = 10%
(Cm-Mfx-Eto-Cs-Z-PAS-(E)) = 5 orang, sehingga proporsi: 5/100 x
100% = 5%

3) Menghitung perkiraan jumlah pasien baru yg menggunakan setiap


jenis paduan obat sesuai proporsi yang sudah dihitung pada poin 2).
Sehingga kebutuhan obat TB MDR untuk tahun 2017 adalah:

Estimasi Pasien Baru 200

Paduan Obat : Jumlah Pasien

(Km-Lfx-Eto-Cs-Z-(E)) 80% 160

(Km-Mfx-Eto-Cs-Z-PAS-(E)) 5% 10

(Cm-Lfx-Eto-Cs-Z-(E)) 10% 20

(Cm-Mfx-Eto-Cs-Z-PAS-(E)) 5% 10

Total 200

9
Kanamycin (Km) :160+10 = 170 pasien
Capreomycin (Cm) :20+10 = 30 pasien
Levofloxacin (Lfx) :160+20 = 180 pasien
Moxifloxacin (Mfx) :10+10 = 20 pasien
Ethionamide (Eto) : 160 + 10 + 20 + 10 = 200 pasien
Cycloserin (Cs) : 160 + 10 + 20 + 10 = 200 pasien
Pyrazinamide (Z) : 160 + 10 + 20 + 10 = 200 pasien
Para Amino Salicylic (PAS) : 10 + 10 = 20 pasien
Ethambutol (E) : 160 + 10 + 20 + 10 = 200 pasien

5) Menghitung kebutuhan setiap jenis obat TB Resistan (MDR):


Tabel 5 Perhitungan Kebutuhan Per Jenis Obat TB MDR

Jumlah hari Jumlah pasien Lama Total


*Dosis Total
dalam sebulan yg menggunakan pembe Obat yang
Jenis Obat Bentuk Dosis pembe unit
untuk pemakaian setiap jenis obat rian dibutuh kan
sediaan sediaan rian/ per
obat obat
hari bulan
(Bln)

(a) (b) (c) (d) (e) (f)=dxe (g) (h) (i) = fxgxh

Kanamycin 1000
(Km) Vial Mg 1 20 20 170 12 40.800
Capreomycin 1000
1 20 20 30 12 7.200
(Cm) Vial Mg
Levofloxacin 250
(Lfx) Tab Mg 3 28 84 180 24 362.880
Moxifloxacin 400
(Mfx) Tab Mg 3 28 84 20 24 40.320
Ethionamide 250
(Eto) Tab Mg 3 28 84 200 24 403.200
Cycloserine 250
(Cs) Tab Mg 3 28 84 200 24 403.200
Para Amino
Salicylic (PAS) Sach et 4 gr
1 28 28 20 24 13.440
Pyrazinamide 500
Tab 4 28 112 200 24 537.600
(Z) Mg
Ethambutol 400
(E) Tab Mg 4 28 112 200 24 537.600

Catatan: *Unit perhari adalah jumlah dosis standart untuk perencanaan.

10
c. Perhitungan Kebutuhan Obat Pencegahan
1) Perhitungan Kebutuhan Obat Pencegahan TB pada Anak
1) Perkiraan jumlah anak yang ada = 30-40% x jumlah pasien TB
dewasa BTA(+) x 2 anak.
2) Perkiraan jumlah anak <5 tahun = 50 % x Perkiraan jumlah anak
yang ada.
3) Perkiraan jumlah anak < 5 tahun yang terinfeksi = 90% x perkiraan
jumlah anak < 5 tahun.
4) Perkiraan jumlah INH yang dibutuhkan = Perkiraan anak< 5 tahun
yang terinfeksi x 180 hari (6 bulan) x 1 tablet.

2) Perhitungan Kebutuhan Obat Pencegahan TB pada ODHA Perkiraan


jumlah kebutuhan INH = perkiraan ODHA yang ada x 80% x 180 hari (6
bulan) x 1 tablet
Catatan: diperkirakan 20% ODHA menderita TB (pengobatan TB)

d. Perhitungan Kebutuhan Logistik Non OAT


1. Perhitungan kebutuhan Reagen Ziehl Neelsen (ZN)
a) Perhitungan kebutuhan reagen ZN apabila pemeriksaan
diagnosis dan follow up menggunakan pemeriksaan
mikroskopis:
1) 1 paket reagen ZN (1 botol carbol fuchsin, 1 Botol
methylen blue dan 3 botol asam alcohol @100ml) dapat
digunakan untuk penemuan 1 pasien TB BTA positif/
terkonfirmasi bakteriologis (32 sediaan, terdiri dari: 20
sediaan diagnosis, 6 sediaan follow up BTA positif dan 6
sediaan follow up BTA negatif)
2) Kebutuhan reagen ZN = target penemuan pasien baru TB
terkonfirmasi bakteriologis x 1 paket
a) Perhitungan kebutuhan reagen ZN apabila pemeriksaan
diagnosis menggunakan pemeriksaan TCM, pemeriksaan
follow up menggunakan mikroskopis

1) Jika pemeriksaan diagnosis menggunakan TCM, maka


pemeriksaan mikroskopis hanya digunakan untuk
pemeriksaan follow up pasien
TB
2) Kebutuhan pemeriksaan untuk setiap 1 pasien TB BTA
positif yang ditemukan = 12 sediaan, terdiri dari: 6
sediaan follow up BTA positif dan 6 sediaan follow up
BTA negatif)
3) 1 paket reagen ZN dapat digunakan untuk 3 pasien
terkonfirmasi bakteriologis
4) Kebutuhan reagen ZN = target penemuan pasien baru TB
yang terkonfirmasi bakteriologis : 3

Perhitungan kebutuhan reagen ZN apabila sebagian pemeriksaan


diagnosis menggunakan TCM dan mikroskopis akan mempertimbangkan
akses pemeriksaan TCM di masing-masing daerah.

Contoh: apabila kab/kota A memiliki target penemuan pasien baru TB


sebanyak 100, setelah mempertimbangkan akses, diperkirakan 50 pasien
akan ditemukan melalui pemeriksaan TCM dan 50 pasien melalui
pemeriksaan mikroskopis. Maka perhitungan kebutuhan reagen ZN untuk
50 pasien menggunakan rumus perhitungan poin-
1) dan 50 pasien menggunakan rumus perhitungan poin-2).

b. Perhitungan kebutuhan Pot Dahak

1) Perhitungan kebutuhan pot dahak untuk 1 pasien TB Sensitif dengan


Mikroskopis dan atau menggunakan TCM
a) 1 pasien TB BTA positif berasal dari 10 terduga TB
b) 1 terduga diperiksa 2 contoh uji, maka diperlukan 20 pot dahak untuk
pemeriksaan diagnosis
c) 1 pasien TB diperiksa follow up dahak 3 kali, masing-masing 2
contoh uji. Dibutuhkan 12 pot dahak untuk pemeriksaan follow up
dari 1 pasien TB BTA positif dan 1 pasien BTA negative

d) Jadi pot dahak yang dibutuhkan adalah: 20 + 12 = 32 pot dahak


untuk menemukan 1 pasien TB BTA positif/terkonfirmasi
bakteriologis.

2) Perhitungan kebutuhan pot dahak untuk 1 pasien TB Resistan Obat:


a) 1 pasien TB RO berasal dari 5 terduga TB RO
b) 1 terduga diperiksa 2 contoh uji, maka diperlukan 10 pot dahak untuk
pemeriksaan diagnosis
c) 1 pasien TB RO diperiksa follow up dahak setiap bulan selama tahap
awal (minimal 8 bulan), setiap kali pemeriksaan membutuhkan 2
contoh uji (= 2 pot dahak). Jadi dibutuhkan 16 pot dahak untuk tahap
awal.
d) 1 pasien TB RO diperiksa follow up dahak setiap 2 bulan selama
tahap lanjutan (minimal 12 bulan), setiap kali pemeriksaan
membutuhkan 2 contoh uji (= 2 pot dahak). Jadi dibutuhkan adalah 8
x 2 pot dahak = 16 pot dahak.
e) Jadi pot dahak yang dibutuhkan adalah: 10 + 16 + 16 = 42 pot
dahak.

Contoh gambar Pot Dahak:


c. Perhitungan kebutuhan Kaca Sediaan
Kaca sediaan yang harus diperhitungan adalah kebutuhan untuk pasien TB
Sensitif. Perhitungan kaca sediaan untuk pasien TB Sensitif sama seperti
perhitungan pot dahak untuk pasien TB Sensitif. Sedangkan untuk pasien
TB RO, kaca sediaan sudah masuk dalam tarif pemeriksaan biakan dan uji
kepekaan dari laboratorium rujukan.

d. Perhitungan Cartridge
Perhitungan cartridge didasarkan pada: 1 terduga TB membutuhkan 1
cartridge. ditambah stok pengaman (10-15%)
e. Masker N95
1) RS Rujukan TB MDR: 2 masker per-minggu, dengan jumlah
tenaga dokter 5 dan perawat 8;
2) RS Sub Rujukan TB MDR: 2 masker per-minggu, dengan jumlah
tenaga dokter 3 dan perawat 6;
3) Faskes Satelit TB MDR: 1 masker per-minggu, dengan jumlah
tenaga dokter 1 dan perawat 1;
Maka perhitungan kebutuhan masker N95 per triwulan dapat dihitung
sebagai berikut:

a) RS Rujukan TB MDR:

Jumlah RS Rujukan TB MDR x 13 org x 52 mgg x 2 masker

b) RS Sub Rujukan TB MDR:

Jumlah RS Sub Rujukan TB MDR x 9 org x 52 mgg x 2 masker

c) Faskes Satelit TB MDR:

Jumlah Faskes Satelit TB MDR x 2 org x 52 mgg x 1 masker

f. Perhitungan perencanaan Logistik TB Non OAT


• Catatan dan laporan untuk Pasien TB Sensitif
- Formulir pencatatan dan pelaporan:
Sejak diberlakukan sistem pencatatan dengan SITT maka
formulir pencatatan yang masih digunakan dalam program
TB adalah
- TB.01 = jumlah pasien TB yang akan diobati.
- TB.02 = sama dengan TB.01
- TB.03 Sarana Pelayanan Kesehatan = 1 buku
untuk 1 tahun
- TB.03 = tiap Kabupaten/Kota dengan pasien 500
per tahun mendapat 2 buku berisi 25 lembar @ 10
baris.
- TB.04 = tiap laboratorium yang melakukan
pembacaan sediaan (PRM, PPM, RS,
BKPM/BBKPM/BP4, dll) paling kurang mendapat 1
buku berisi 100 lembar @ 10 baris.
- TB.05 (Sensitif) = jumlah pasien terkonfirmasi
bakteriologis yang akan diobati x 16 lembar.
- TB.05 (RO) = jumlah pasien terkonfirmasi
bakteriologis dengan TCM yang akan diobati x 24
lembar.
- TB.06 = tiap Sarana Pelayanan Kesehatan paling
kurang mendapat 1 buku berisi 50 lembar @ 10
baris.
- TB.09 = secukupnya.
- TB.10 = sama dengan TB.09
- TB.12 = jumlah lab. Yang melakukan pembacaan
sediaan x 4 triwulan x 2 rangkap x 5 lembar @ 20
baris.
- TB.13 = sama dengan TB.07
- Rekap TB.12 Kabupaten/Kota = jumlah
Kabupaten/Kota x 4 triwulan x 2 rangkap
- Rekap TB.12 Provinsi = jumlah Provinsi x 4
triwulan x 2 rangkap
- TB. 14
- TB. 15
- TB. 16

• Catatan dan laporan Pasien TB RO


- Buku daftar terduga pasien TB
- Formulir rujukan terduga TB MDR
- Surat Pernyataan kesediaan pasien TB MDR
- Formulir data dasar
- Formulir persetujuan pengobatan (TAK)
- Formulir pernyataan kesediaan berobat TB RO sampai
selesai
- Formulir TB 01 TB RO
- Formulir TB 02 TB RO
- Surat Pengantar melanjutkan pengobatan TB RO
- Formulir TB 13 A TB RO
- Formulir TB 13 B TB RO
- Formulir TB 13 C TB RO
- Formulir Bantu RS Rujukan TB RO
- Formulir Kunjungan Rumah Pasien TB RO
- Formulir Catatan Pengobatan Pasien TB RO
- Buku bantu rujukan terduga TB RO
- Buku daftar terduga TB 06
- Buku Register Lab TB 04
- Buku Register TB 03 RO/ software e-TB Manager

• Mikroskop:
Setiap fasyankes FKTP/FKRTL mikroskopik harus punya
1 buah mikroskop binokuler
3) Pendanaan
Penyusunan kebutuhan anggaran harus dibuat secara lengkap,
dengan memperhatikan prinsip-prinsip penyusunan program dan
anggaran terpadu. Pembiayaan dapat diidentifikasi dari 16
berbagai sumber mulai dari anggaran pemerintah pusat dan daerah
serta berbagai sumber lain, sehingga semua potensi sumber dana
dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin, dengan kata lain disebut
program oriented, bukan budget oriented.

Dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran


penanggulangan TB di Provinsi dan Kabupaten/Kota, secara
komprehensif dan terintegrasi. Perencanaan dan penganggaran di
Provinsi dan Kabupaten/Kota, diperlukan tim penyusun perencanaan
dan penganggaran terdiri dari:
➢ Penanggungjawab : Kepala SKPD
➢ Ketua : Kasubag Perencanaan
➢ Anggota : Para Kepala Bidang

Penyusunan perencanaan dan penganggaran penanggulangan TB


dilakukan per tahun dan 5 tahunan. Dasar perencanaan ini adalah
hasil analisa oleh Wasor terhadap sumber daya (5M) berupa usulan
kegiatan penanggulangan TB yang dilengkapi dengan kerangka
acuan kegiatan (TOR) dan Rincian Anggaran Biaya (RAB). Bentuk
usulan kegiatan penanggulangan TB adalah sebagai berikut:

Sumber Daya Manusia (SDM): Form TB.14

Logistik: OAT dan Non OAT

Dana Operasional: bersumber dari APBN, APBD dan Sumber
lainnya
Alur dan Siklus Perencanaan dan Penganggaran Penanggulangan TB

Dalam rangka perencanaan proses bisnis fungsi penganggaran diperlukan


alur sebagai berikut:

Gambar 3. Alur perencanaan proses bisnis fungsi penganggaran proses


bisnis

Untuk alur waktu perencanaan dan anggaran di daerah hampir sama dengan
pusat dimana pada Bulan Januari – Juli setelah APBD disyahkan oleh DPRD
dilakukan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Daerah,
penyusunan usulan kegiatan dari masing – masing Satuan Kerja
Perangkat/Pemerintah Daerah (SKPD) melalui draft Rencana Kegiatan dan
Anggaran (RKA) kemudian dilakukan pembahasan Daftar Isian Proyek
Anggaran (DIPA) SKPD lalu pengesahkan DIPA-SKPD yang dijabarkan
melalui penyesuaian RKA-SKPD.
Gambar 4. Siklus Perencanaan Penanggulangan TB

Penyusunan anggaran mengacu pada 6 strategi penanggulangan TB, sebagai


berikut:

(1) Strategi 1 Penguatan komitmen dan kepemimpinan


pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota untuk
mendukung percepatan eliminasi tuberkulosis 2030

Sejalan dengan otonomi daerah di tingkat kabupaten/kota,


diperlukan kegiatan advokasi secara intensif dan terkoordinasi
dengan baik untuk mendapat kepastian komitmen politis di tingkat
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota agar penanggulangan TB
menjadi program prioritas di daerah. Komitmen tersebut
selayaknya didukung oleh kebijakan yang disusun spesifik sesuai
dengan situasi dan kondisi daerah. Termasuk didalamnya adalah
aturan dan peraturan yang ada, maupun apabila diperlukan,
dibuatkan peraturan baru
Intervensi kunci yang terkait strategi ini meliputi:
• Mengembangkan kebijakan dan regulasi untuk
penanggulangan tuberkulosis yang komprehensif dan inklusif
yang melibatkan pemangku kepentingan di tingkat provinsi
dan kabupaten/kota serta serta dituangkan dalam SPM.
• Penguatan kapasitas pemerintah provinsi dan kabupaten/kota
dalam penerapan rencana aksi penanggulangan tuberkulosis
yang berkesinambungan
• Advokasi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk
mengatasi faktor sosial yang terkait dengan tuberkulosis
Berikut adalah Indikator dan target strategi 1:
Tabel 1. Indikator dan Target Strategi 1

Baseline Target
No Indikator
(2018) (2024)
1 Persentase Provinsi dan Kabupaten/Kota yang
menjadikan Tuberkulosis masuk dalam indicator
10% 90%
RPJMD dan Renstra dalam Penanggulangan
Tuberkulosis
2 Persentase Kabupaten/Kota yang memiliki pembiayan
yang cukup untuk pemenuhan pelaksanaan SPM NA 70%
tuberculosis

- Strategi 2: Peningkatan Akses Layanan TB yang Bermutu dan


berpihak pada pasien

Dalam upaya penemuan pasien TB secara dini diperlukan


peningkatan akses layanan TB yang bermutu dengan prinsip
“Temukan Obati Sampai Sembuh TB (TOSS)”.

Intervensi kunci terkait strategi ini meliputi:


• Optimalisasi upaya deteksi dini dan manajemen kasus
tuberkulosis sensitif obat secara komprehensif serta terintegrasi
dengan layanan kesehatan selain tuberkulosis serta di tempat
dengan populasi risiko tinggi tuberkulosis (congregate setting)
• Optimalisasi upaya deteksi dini, diagnosis dan pengobatan
tuberkulosis resistan obat secara komprehensif.
• Optimalisasi prosedur penunjang diagnosis dan pengobatan untuk
tuberkulosis sensitif obat dan resistan obat secara terpadu
• Memastikan pasien TB‐HIV terdiagnosis dan mendapatkan
pengobatan ARV dengan menyediakan layanan TB yang
terintegrasi dengan HIV di puskesmas dan RS di provinsi maupun
di kabupaten/kota
• Dukungan SDM untuk Program Tuberkulosis Nasional melalui
penyediaan Technical Assistant untuk kegiatan PPM, akselerasi
program TBC RO, ekspansi penanganan infeksi laten
tuberkulosis, penguatan TB‐HIV, termasuk penguatan kapasitas
sistem informasi kesehatan di provinsi dan kabupaten/kota
• Penguatan upaya diagnosis dan pengobatan tuberkulosis pada
anak di fasyankes primer dan FKRTL

Berikut adalah indikator dan target untuk Strategi 2:


(3) Strategi-3: Optimalisasi Upaya Promosi dan Pencegahan,
Pemberian Pengobatan Pencegahan TB serta Pengendalian
Infeksi

Intervensi kunci terkait strategi ini meliputi:

• Optimalisasi upaya promosi dan pencegahan serta pemberian


pengobatan pencegahan tuberkulosis
• Melakukan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi
tuberkulosis (PPI TBC) di fasilitas kesehatan

Berikut adalah Indikator dan target kegiatan Strategi 3:


Tabel 3. Indikator dan target kegiatan Strategi 3
Baseline Target
No Indikator
(2018) (2024)

Cakupan pemberian Terapi Pencegahan


1 NA 68%
Tuberkulosis (TPT) pada kontak serumah

Cakupan pemberian TPT pada anak usia < 5


2 10% 90%
tahun

3 Cakupan pemberian TPT pada ODHA 10% 55%

Cakupan layanan kesehatan yang sudah


4 melaksanakan pengendalian infeksi NA 60%
tuberkulosis secara terpadu

(4) Strategi-4: Pemanfaatan Hasil Riset dan Teknologi Skrining,


Diagnosis, dan Tatalaksanana TB

Intervensi kunci dan kegiatan utama yang terkait strategi ini


meliputi:
• Mengadopsi teknologi digital untuk mendukung implementasi
Program Penanggulangan Tuberkulosis Nasional.
• Advokasi atau mobilisasi pendanaan untuk riset dan inovasi di
bidang tuberkulosis dari berbagai institusi di dalam dan luar
negeri.
• Mendukung penelitian dan pengembangan inovasi untuk
mendukung program penanggulangan tuberkulosis

Berikut adalah Indikator dan target strategi 4:


Tabel 4. Indikator dan target strategi 4
Baseline Target
No Indikator
(2018) (2024)
Jumlah penelitian yang dijadikan policy
1 8 20
brief
Jumlah inovasi baru yang
diimplementasikan (obat baru, upaya
2 1 1
diagnosis baru, skrining, alur diagnosis
tuberculosis yang baru, dll)
Jumlah provinsi yang melakukan riset
3 5 25
tuberculosis

(5) Strategi-5: Peningkatan peran serta komunitas, mitra dan


multisektor lainnya dalam eliminasi tuberkulosis
Intervensi kunci terkait strategi ini meliputi:
• Meningkatkan upaya pemberdayaan masyarakat melalui
intensifikasi komunikasi, informasi, dan edukasi kepada
masyarakat terutama untuk pencegahan Tuberkulosis
• Melakukan koordinasi dengan kementerian terkait dan
Pemerintah Daerah (provinsi, Kabupaten/Kota)
• Memperbaiki mekanisme pemberian umpan balik masyarakat
terhadap kualitas layanan tuberkulosis di fasyankes
• Pengurangan stigma dan diskriminasi pada populasi risiko
tinggi tuberkulosis dan populasi rentan
Berikut adalah Indikator dan target strategi 5:
Tabel 5. Indikator dan target strategi 5
Baseline Target
No Indikator
(2018) (2024)

Jumlah kabupaten/kota yang memiliki kemitraan


1 235 514
dengan LSM/CSO peduli tuberculosis

Jumlah provinsi yang memiliki jejaring mantan pasien


2 12 34
tuberkulosis/peer support

Persentase kontribusi rujukan komunitas pada


3 12% 38%
penemuan pasien tuberkulosis

(6) Strategi-6: Penguatan manajemen program melalui penguatan


Sistem Kesehatan
Intervensi kunci yang terkait strategi ini meliputi:
• Koordinasi penanggulangan tuberkulosis dengan lintas
program/unit di Kementerian Kesehatan (unit promkes,
kesehatan keluarga, gizi, penyakit tidak menular, yankes,
dan lainnya) maupun lintas kementerian/Lembaga, LSM
(LKNU, Aisyiah, dan lainnya), dan organisasi perempuan;
• Penguatan kapasitas pengelolaan program tuberkulosis di
provinsi dan kabupaten/kota dengan menambah jumlah
tenaga pengelola program tuberkulosis yang terdiri dari: i)
manajer program yang mendukung kinerja Wasor, ii) staf
teknis (technical officer) yang mengoordinasikan kegiatan
PPM, PMDT, TB‐HIV, dan penanganan ILTB (termasuk
pengobatan pencegahan TBC), iii) data officer yang
bertanggungjawab untuk pengumpulan data dan menjamin
kualitas data, dan iv) staf administrasi yang mengelola
keuangan dan administrasi program.
• Peningkatan keterampilan tenaga kesehatan untuk
pengelolaan program Tuberkulosis sekaligus tatalaksana
kasus tuberkulosis di tingkat provinsi dan kabupaten/kota
• Pencatatan dan pelaporan kasus yang terintegrasi dan
berkelanjutan secara digital
• Penguatan sistem pembiayaan untuk tuberculosis
• Penguatan sistem manajemen logistik untuk tuberkulosis

Berikut adalah Indikator dan target strategi 6:


Tabel 6. Indikator dan target strategi 6
Baseline Target
No Indikator
(2018) (2024)

Persentase faskes yang melaporkan kasus TBC


1 60% 90%
tepat waktu dan lengkap

Persentase kabupaten/kota tidak mengalami stock


2 82% 97%
out OAT

4) Pelatihan
Pelatihan merupakan salah satu upaya peningkatan sumber daya manusia
TB dengan cara meningktkan pengetahuan, sikap dan keterampilan
petugas dalam rangka meningkatkan kompetensi serta kinerja petugas
TB.Pelatihan dapat dilaksanakan secara konvensional, klasikal maupun
metode pelatihan orang dewasa dan pelatihan jarak jauh (LJJ).

i. Konsep Pelatihan.
1) Pendidikan/pelatihan sebelum bertugas (pre service training).

27
Materi Program Penanggulangan Tuberkulosis dimasukkan dalam
pembelajaran/kurikulum Institusi pendidikan tenaga kesehatan,
sepertiFakultas Kedokteran, Fakultas Keperawatan, Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Farmasi dan lain-lain.
2) Pelatihan dalam tugas (in service training).
Pelatihan dapat berupa aspek klinis maupun aspek manajemen
program:
a) Pelatihan dasar program TB (initial training in basic DOTS
implementation).
b) Pelatihan TB dengan akreditasi nasional menggunakan
kurikulum baku.
c) On the job training/kalakarya (pelatihan ditempat
tugas/refresher): baik yang belum maupun yang telah mengikuti
pelatihan sebelumnya tetapi masih ditemukan masalah dalam
kinerjanya, dan cukup diatasi hanya dengan dilakukan
supervisi.
d) Pelatihan yang berkenaan dengan manajemen Program
Penanggulangaan TB dengan sasaran para pengambil
kebijakan.
e) Pelatihan lanjutan (continued training/advanced training):
pelatihan ini untuk mendapatkan pengetahuan dan
keterampilan program dengan materi yang lebih tinggi pada
tingkatan tahap analisis.

ii. Pelaksanaan Pelatihan.


Pelatihan Program penangulangan TB dilaksanakan secara berjenjang,
dimulai pelatihan para pelatih yaitu Master Trainer/Pelatih Utama dan
para pelatih, melalui Training of Trainers (TOT), Pelatihan pengelola
program/ manajer dan Pelatihan Penanggung jawab teknis Program
yang dilaksanakan di tingkat Pusat. Pelatihan para pelaksana di tingkat
pelayanan dilaksanakan di daerah setempat, sesuai dengan
ketersediaan sumber dana.

28
iii. Materi Pelatihan dan Metode Pembelajaran.
Pengembangan pelatihan disesuaikan dengan kebutuhan program dan
kompetensi peserta latih. Materi pelatihan dikemas dalam bentuk
materi inti. Metode yang dipergunakan dalam pembelajaran harus
mampu melibatkan partisipasi aktif peserta dan mampu
membangkitkan motivasi peserta, sedangkan penyelenggaraan
pelatihan berpedoman pada kurikulum yang telahter diakreditasi oleh
Badan BPSDM Kesehatan.
Disamping berpedoman pada kurikulum, persyaratan utama yang
ditambahkan Program PenanggulangTB adalah ketentuan bahwa
peserta latih setelah dilatih tetap bekerja di Program PenanggulangTB
paling sedikit 3 (tiga) tahun.

iv. Evaluasi Pelatihan.


Untuk mengetahui keberhasilan pelatihan yang dilaksanakan, perlu
dilakukan evaluasi terhadap :
1) Pencapaian tujuan dari pelatihan.
2) Pencapaian mutu pelatihan dan mutu pelayanan pada masa akan
datang.
3) Mengukur kesesuaian pelatihan terhadap jadwal, materi dan
metode pembelajaran sesuai kurikulum.

Pelaksanaan evaluasi pelatihan dilakukan pada saat pelaksanaan serta


setelah selesai pelatihan.
1) Evaluasi pada saat pelatihan ditujukan kepada :
a) Peserta :
• Menilai penyerapan materi pelatihan melalui pre dan post test,
• Menilai peserta latih terhadap keterampilan melakukan suatu
kegiatan (Latihan dan Evaluasi Akhir Modul),
• Menilai keterlibatan peserta dalam pembelajaran dan
pembahasan materi dalam diskusi kelompok.

b) Fasilitator/Pelatih
29
Evaluasi terhadap Fasilitator/pelatih ini dimaksudkan untuk
mengetahui tingkat kepuasan peserta terhadap kemampuan
fasilitator dalam menyampaikan pengetahuan dan atau
ketrampilan kepada peserta dengan baik, dapat dipahami dan
diserap peserta.

c) Penyelenggaraan
Evaluasi penyelenggaraan dilakukan oleh peserta terhadap
pelaksanaan pelatihan. Obyek evaluasi adalah pelaksanaan
administrasi dan akademis meliputi:
• Tujuan pelatihan
• Relevansi
• Evaluasi terhadap semua segi penyelenggaraan pelatihan,
yaitu: interaksi sesama peserta latih, pelatih, akomodasi dan
konsumsi serta kesiapan materi pelatihan.

2) Evaluasi Paska Pelatihan (EPP).


a. Tujuan Evaluasi :
• Di fokuskan pada tingkat perubahan yang terjadi pada
mantanpeserta latih setelah menyelesaikan suatu pelatihan.
• Penerapan pengetahuan, sikap dan perilaku hasil intervensi
pelatihan oleh mantan peserta latih di tempat kerja,
• Perubahan kinerja individu, tim, organisasi dan program,
• Evaluasi luaran atau kinerja individu.
b. Sasaran evaluasi paska pelatihan ditujukan kepada mantan
peserta latih,
c. Pelaksana evaluasi oleh Tim Pelatihan dan pengelola program
TB di tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/kota,
d. Waktu pelaksanaan evaluasi adalah setelah 6 bulan pelatihan.

4) Pengembangan wilayah
Pengembangan wilayah dimaksud adalah mengupayakan dari unit
layanan yang belum DOTS untuk menjadi DOTS
30
6) Jenis Kegiatan P2TB di Layanan

Tabel … Kegiatan Program Penanggulangan TB di Faskes

No Puskesmas Rumah Dokter Masyarakat Keterangan


Unit Sakit Praktik
Kegiatan Mandiri
1 Penemuan kasus TB √ √ √ √
didalam gedung
2 Penemuan kasus TB
diluar gedung:
A Investigasi kontak √ - - √
B Penemuan terduga √ - - √
melalui PIS-PK
C Penemuan terduga √ - - √
melalu ketok pintu
D Penemuan terduga √ - - √
di tempat khusus
3 Rujukan Kasus √ √ √ -
4 Pertemuan √ - - -
Koordinasi
5 KIE/Promosi √ √ √ √
Kesehatan

6. Indikator Program
indikator yang akan dibahas berikut ini merupakan indikator utama yang
akan digunakan untuk menilai keberhasilan pelaksanaan P2TB.
Indikator tersebut adalah sebagai berikut
1) Indikator Utama
a) Cakupan penemuan dan pengobatan tuberkulosis (treatment
coverage/TC)

31
Adalah jumlah semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan di
antara perkiraan jumlah semua kasus TB (insiden). Rumus:

Jumlah semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan


x 100%
Perkiraan jumlah semua kasus TB

Perkiraan jumlah semua kasus TB merupakan insiden dalam per


100.000 penduduk dibagi dengan 100.000 dikali dengan jumlah
penduduk. Misalnya: perkiraan insiden di suatu wilayah adalah 200
per 100.000 penduduk dan jumlah penduduk sebesar 1.000.000
orang maka perkiraan jumlah semua kasus TB adalah
(200:100.000) x 1.000.000 = 2.000 kasus.
TC menggambarkan seberapa banyak kasus TB yang terjangkau
oleh program.

b) Angka keberhasilan pengobatan tuberculosis (success rate)


Adalah jumlah semua kasus TB yang sembuh dan pengobatan
lengkap di antara semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan.
Dengan demikian angka ini merupakan penjumlahan dari angka
kesembuhan semua kasus dan angka pengobatan lengkap semua
kasus. Angka ini menggambarkan kualitas pengobatan TB. Rumus:

Jumlah semua kasus TB yang sembuh dan pengobatan


lengkap x 100%
Jumlah semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan

Angka kesembuhan semua kasus yang harus dicapai minimal 85%


sedangkan angka keberhasilan pengobatan semua kasus minimal
90%. Walaupun angka kesembuhan telah mencapai 85%, hasil
pengobatan lainnya tetap perlu diperhatikan, meninggal, gagal,
putus berobat (lost to follow up), dan tidak dievaluasi.
(1) Angka pasien putus berobat (lost to follow-up) tidak boleh lebih
dari 10%, karena akan menghasilkan proporsi kasus retreatment
yang tinggi di masa yang akan datang yang disebabkan karena
ketidakefektifan dari pengendalian tuberkulosis
(2) Menurunnya angka pasien putus berobat (lost to follow-up)
karena peningkatan kualitas pengendalian TB akan menurunkan
proporsi kasus pengobatan ulang antara 10-20% dalam
beberapa tahun.
(3) Angka gagal tidak boleh lebih dari 4% untuk daerah yang belum
ada masalah resistensi obat, dan tidak boleh lebih besar dari
10% untuk daerah yang sudah ada masalah resistensi obat.

c) Cakupan pengobatan TB RO
Adalah jumlah kasus TB RO yang memulai pengobatan di antara
perkiraan kasus TB RO. Indikator ini menggambarkan jangkauan
pengobatan kasus TB RO di antara perkiraan kasus TB RO di suatu
wilayah. Rumus:

Jumlah semua kasus TB RO yang memulai pengobatan


x 100%
Perkiraan jumlah kasus TB RO
d) Persentase pasien Tuberkulosis Resistan Obat yang memulai
pengobatan
Adalah jumlah kasus TB RO yang terdaftar dan memulai
pengobatan lini kedua di antara jumlah kasus TB RO yang
ditemukan. Indikator ini menggambarkan kasus TB RO yang
terkonfirmasi dan memulai pengobatan. Rumus:

Jumlah kasus TB RO yang terdaftar dan memulai pengobatan lini


kedua
x 100%
jumlah kasus TB RO yang ditemukan

e) Angka keberhasilan pengobatan TB RO


Adalah jumlah kasus TB RO yang menyelesaikan pengobatan
dengan hasil akhir sembuh atau pengobatan lengkap) di antara
jumlah kasus TB RO yang memulai pengobatan TB lini kedua.
Indikator ini menggambarkan kualitas pengobatan TB RO. Rumus:

Jumlah kasus TB RO yang dinyatakan sembuh dan pengobatan


lengkap
x 100%
jumlah kasus TB RO yang memulai pengobatan TB lini kedua
f) Cakupan penemuan tuberkulosis pada anak
Adalah jumlah seluruh kasus TB anak yang ditemukan di antara
perkiraan jumlah kasus TB anak yang ada di suatu wilayah dalam
periode tertentu. Indikator ini menggambarkan berapa banyak kasus
TB anak yang berhasil dijangkau oleh program di antara perkiraan
kasus TB anak yang ada. Rumus:

jumlah seluruh kasus TB anak yang ditemukan


x 100%
perkiraan jumlah kasus tb anak

g) Pasien tuberkulosis yang mengetahui status HIV


Adalah jumlah pasien TB yang mempunyai hasil tes HIV yang
dicatat formulir pencatatan TB yang hasil tes HIV
diketahui termasuk pasien TB yang sebelumnya mengetahui status
HIV positif di antara seluruh pasien TB. Indikator ini
menggambarkan kemampuan program TB dan HIV dalam
menemukan pasien TB HIV sedini mungkin. Rumus:

jumlah pasien TB yang mempunyai hasil tes HIV yang dicatat


formulir pencatatan TB yang hasil tes HIV diketahui termasuk
pasien TB yang sebelumnya mengetahui status HIV positif
x 100%
jumlah seluruh pasien TB terdaftar (ditemukan dan diobati TB)

h) Cakupan pemberian terapi pencegahan tuberkulosis (TPT) pada


kontak serumah
Adalah umlah anak < 5 tahun yang mendapatkan terapi
pencegahan tuberkulosis yang tercatat dalam register TBC.15 di
antara perkiraan anak < 5 tahun di antara perkiraan anak < 5 tahun
yang memenuhi syarat diberikan pengobatan pencegahan di
kabupaten/ kota selama setahun. Indikator ini menggambarkan
menggambarkan berapa banyak anak < 5 tahun yang mendapatkan
terapi pencegahan TB antara anak < 5 tahun yang seharusnya
mendapatkan terapi pencegahan TB. Rumus
jumlah anak <5 tahun yang dilaporkan mendapatkan
terapi pencegahan TB
x 100%
perkiraan jumlah anak <5 tahun yang memenuhi syarat
diberikan terapi pencegahan TB

VIII. REFERENSI
• Peraturan Presiden no 67 Tahun 2021
• Permenkes no 67 Th 2017
• RAN P2TB, 2016-2020
• Petunjuk penyusunan RAD untuk TB 2017
• Petunjuk Teknis Pengelolaan Logistik Tuberkulosis 2017

33
IX. LAMPIRAN
LAMPIRAN 1: STUDI KASUS
1. PANDUAN STUDI KASUS
Tujuan
Setelah latihan ini, peserta mampu menyusun perencanaan dan
penganggaran penanggulangan tuberkulosis.

Petunjuk
a. Pelatih di setiap kelas membagi peserta dalam 3 kelompok
b. Pelatih membagi template formulir isian data (contoh terlampir)
c. Pelatih meminta setiap peserta membuka data yang sudah dibawa
sesuai surat panggilan
d. Peserta dengan menggunakan data masing-masing melakukan analisa
data meliputi SDM, Sarana, Logistik, Cakupan program (CDR, CNR dan
Sukses Pengobatan), Demografi dan pendanaan
e. Peserta menyusun perencanaan P2TB di wilayah masing-masing untuk
tahun 2019 yang meliputi penyusunan target (per Kabupaten/Kota dan
Puskesmas), menghitung kebutuhan SDM, logistik, pendanaan,
pelatihan dan pengembangan wilayah
f. Pelatih mengamati dan memfasilitasi setiap peserta
g. Pelatih meminta setiap peserta menyajikan hasil perencanaannya
h. Peserta yang lain dapat memberikan tanggapan dan masukan terhadap
peserta yang menyaji
i. Pelatih memberikan masukan dan tanggapan terhadap keseluruhan
penyajian peserta
j. Setelah fasilitator dan peserta memberi masukan bagi setiap peserta,
hasil penyajian diserahkan ke panitia dalam bentuk software dan
hardcopy

Waktu: 450 menit

34
Lampiran 2
Instruksi :
Isilah formulir berikut
Formulir Isian Data
Isilah formulir berikut sesuai dengan data yang dibawa.
No Variabel 2018 2019 2020
1 Jumlah penduduk
2 - Perkiraan sasaran kasus TB per
100.000 penduduk
- Sasaran yang ditetapkan
berdasarkan metode modeling
Triwulan Triwulan Triwulan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
3 Jumlah kasus TB baru yang
ditemukan dan diobati:
a. Jumlah kasus TB
terkonfirmasi bakteriologis
b. Jumlah kasus TB terdiagnosis
klinis
4 Jumlah kasus TB pengobatan
ulang yang ditemukan dan diobati
5 Jumlah anak dibawah 5 tahun
yang diberi pengobatan dan
pencegahan dengan INH
6 Jumlah terduga TB Resisten Obat
(TB-RO) yang diperiksa:
a. Kriteria 1 sampai 9
b. Kriteria 10 (kasus baru)
1) TB Sensitif Obat
2) TB Resistan Obat:

yang Diobati
3) TB Negatif
7 Jumlah semua Fasilitas Kesehatan
a. PS (Puskesmas Satelit)
b. PPM (Puskesmas
Pelaksana Mandiri)
c. PRM (Puskesmas Rujukan

35
Mikroskopis)
d. RSUD/RSUP
e. RS Swasta
f. BBKPM/BKPM
g. DPM (Dokter
Praktik Mandiri)
h. LAPAS/RUTAN
i. RS TNI
j. RS POLRI
k. Klinik Perusahaan
8 Jumlah Fasilitas Kesehatan
DOTS
a. PS (Puskesmas Satelit)
b. PPM (Puskesmas
Pelaksana Mandiri)
c. PRM (Puskesmas
Rujukan Mikroskopis)
d. RSUD/RSUP
e. RS Swasta
f. BBKPM/BKPM
g. DPM (Dokter
Praktik Mandiri)
h. LAPAS/RUTAN
i. RS TNI
j. RS POLRI
k. Klinik Perusahaan
9 Jumlah dokter terlatih TB
yang masih aktif
a. PS (Puskesmas Satelit)
b. PPM (Puskesmas
Pelaksana Mandiri)
c. PRM (Puskesmas Rujukan

36
Mikroskopis)
d. RSUD/RSUP
e. RS Swasta
f. BBKPM/BKPM
g. DPM (Dokter
Praktik Mandiri)
h. LAPAS/RUTAN
i. RS TNI
j. RS POLRI
k. Klinik Perusahaan
10 Jumlah perawat/bidan terlatih TB
yang masih aktif
a. PS (Puskesmas Satelit)
b. PPM (Puskesmas Pelaksana
Mandiri)
c. PRM (Puskesmas Rujukan
Mikroskopis)
d. RSUD/RSUP
e. RS Swasta
f. BBKPM/BKPM
g. DPM (Dokter Praktik Mandiri)
h. LAPAS/RUTAN
i. RS TNI
j. RS POLRI
k. Klinik Perusahaan
11 Jumlah petugas laboratorium
terlatih mikroskopis TB yang
masih aktif
a. PS (Puskesmas Satelit)
b. PPM (Puskesmas Pelaksana
Mandiri)
c. PRM (Puskesmas Rujukan

37
Mikroskopis)
d. RSUD/RSUP
e. RS Swasta
f. BBKPM/BKPM
g. DPM (Dokter Praktik Mandiri)
h. LAPAS/RUTAN
i. RS TNI
j. RS POLRI
k. Klinik Perusahaan
12 Jumlah (Rupiah) pendanaan
Program Penanggulangan TB
a. APBD Provinsi
b. APBD Kabupaten/Kota
c. APBN (Dekon)
d. Global Fund (GF)
e. Lain-lain, sebutkan..........

SELAMAT MENGERJAKAN

38

Anda mungkin juga menyukai