Anda di halaman 1dari 16

PAPER UAS

JUDUL: PANGGILAN DAN PEMBERITAHUAN SECARA


ELEKTRONIK DALAM PERSIDANGAN SEBAGAI BENTUK
PENINGKATAN PELAYANAN PERADILAN

Matakuliah : Hukum dan Transaksi Elektronik


Dosen : Dr. Heru Cakra Santoso, S.H.,M.H.

Oleh
Muhammad Thahir Guhir
7121096

UNIVERSITAS ISLAM JAKARTA


PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM
2023
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................3

A. Latar Belakang............................................................................................................................3
B. Permasalahan..............................................................................................................................4
C. Tujuan..........................................................................................................................................4

BAB II
PEMBAHASAN .................................................................................................................5

A. Pengertian Panggilan dan Pemberitahuan Sidang.......................................................................5


B. Dasar Hukum Panggilan dan Pemberitahuan Sidang..................................................................5
C. Petugas Pelaksana Panggilan.......................................................................................................7
D. Pengertian Panggilan dan Pemberitahuan Elektronik............................................................... 7
E. Asas-Asas Panggilan dan Pemberitahuan Secara Elektronik......................................................9
F. Panggilan Secara Elektronik di Dalam Yurisdiksi .......................................................13
G. Panggilan Secara Elektronik di Luar Yurisdiksi .........................................................14

BAB III KESIMPULAN1.................................................................................................17


PANGGILAN DAN PEMBERITAHUAN SECARA ELEKTRONIK
DALAM PERSIDANGAN SEBAGAI BENTUK PENINGKATAN
PELAYANAN PERADILAN

I. Pendahuluan

A. Latar Belakang
Merespon upaya pemerintah dalam memaksimalkan pelayanan kepada
masyarakat maka Mahkamah Agung melakukan pembaruan administrasi dan
persidangan di pengadilan. Yaitu dengan pemanfaatan teknologi informasi dalam
mengelola administrasi dan persidangan secara elektronik.
Dimulai dangan Perma No. 3 Tahun 2018 Administrasi Perkara di Pengadilan
Secara Electronik yang menyebutkan dalam konsiderannya bahwa tujuan diterbitkan
perma ini adalah untuk meningkatkan pelayanan peradilan yang efektif dan efisian,
kemudian agar lebih meningkatkan fungsinya maka perma Nomor 3 tahun 2018 di
cabut dan diganti dengan Perma No. 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara di
Pengadilan Secara Electronik Persidangan dan kemudian diperbaharui kembali
dengan Perma Nomor 7 tahun 2022 Tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara
Electronik.
Mahkamah Agung melaui perma Nomor 3 tahun 2018 dan Perma Nomor 1
tahun 2019 melahirkan satu aplikasi yang dikenal dengan nama Ecourt. Dalam
aplikasi tersebut terdapat 4 bagian penting yang digunakan untuk menyelesaikan
tugas adminstrasi yang dulunya dilakukan secara manual. 4 hal tersebut adalah: e-
filing (pendaftaran perkara secara elektronik), kedua, e-payment (pembayaran
perkara secara elektronik), ketiga, e-summons (panggilan sidang secara elektronik)
dan keempat, e-litigation (persidangan secara elektronik).
Panggilan dan pemberitahuan secara elektronik (e-summons) adalah Sebagai
salah satu bagian dari e-Court memiliki peran yang sangat penting, panggilan dan
pemberitahuan secara elektronik sebagai bentuk nyata implementasi terhadap asas
sederhana, cepat dan biaya ringan yang manfaatnya dirasakan secara langsung oleh
masyarakat pencari keadilan.
Tulisan ini bertujuan untuk menyajikan informasi tentang cara pelaksanaan
panggilan secara elektronik yang mempengaruhi efisiensi pelayanan persidangan.
3
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, hal yang akan dibahas dalam tulisan ini
adalah:
1. Definisi panggilan dan pemberitahuan secara elektronik;
2. Asas-asas panggilan dan pemberitahuan secara elektronik;
3. Tahapan panggilan dan Pemberitahuan secara elektronik
C. Tujuan
Tujuan pembahasan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Apa yang dimaksud dengan panggilan dan pemberitahuan secara elektronik;
2. Apa saja yang menjadi Asas-asas panggilan dan pemberitahuan secara
elektronik;
3. Bagaimana Tahapan panggilan dan Pemberitahuan secara elektronik
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertaian Panggilan dan Pemberitahuan Sidang


Dalam Hukum Acara Perdata, Panggilan Sidang adalah menyampaikan secara
resmi (official) dan patut (properly) kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
suatu perkara di pengadilan, agar memenuhi dan melaksanakan hal-hal yang
diminta dan diperintahkan majelis hakim atau pengadilan” 1. Secara sempit
pengertian panggilan selalu difahami sebatas perintah kepada para pihak untuk
menghadiri sidang, namun secara lebih luas lagi, pengertian panggilan dapat
mencakup panggilan-panggilan dan pemberitahuan sebagai berikut:
o Panggilan kepada para pihak untuk menghadiri sidang pertama.
o Panggilan kepada para pihak yang tidak hadir pada persidangan yang
lalu, baik karena alasan yang sah maupun tanpa alasan yang sah untuk
menghadiri sidang lanjutan;
o Pemberitahuan dan perintah kepada pihak-pihak yang hadir dalam
persidangan, agar menghadiri sedang lanjutan
o Panggilan terhadap saksi yang diperlukan atas permintaan salah satu
pihak (dalam hal tidak dapat menghadirkan saksi yang penting ke
persidangan).
o Pemberitahuan putusan Pengadilan tingkat pertama, banding dan kasasi.
o Pemberitahuan permohonan banding, memori banding dan kontra
memori banding.
o Pemberitahuan permohonan kasasi, memori kasasi dan kontra memori
kasasi
Oleh karena arti dan cakupan panggilan meliputi pemberitahuan, maka segala
syarat dan tata cara yang ditentukan undang-undang mengenai tindakan hukum
panggilan berlaku sepenuhnya dalam tindakan hukum pemberitahuan.

B. Dasar Hukum Pangilan dan Pemberitahuan.


Tentang panggilan dan pemberitahuan putusan diatur di dalam pasal 146, dan
718 R. Bg2., pasal 122, 388 dan 390 HIR3 dan pasal 26, 27 dan 28 Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 19754 serta pasal 138, 139 dan 140 Kompilasi
1
M. Yahya Harahap, 2012, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika
2
RBG
3
HIR
4
PP No 9 Tahun 1975
5
Hukum Islam Di Indonesia Tahun 19915.
Disamping ketentuan-ketentuan tersebut di atas, panggilan dapat difahami dari
ketentuan pasal 147 ayat (4) R.B G6/123ayat (3) HIR7, 150 R.Bg8/126 HIR9 dan
151 R.Bg10/127 HIR11.
Untuk lebih memberikan informasi tentan pemanggilan dan pemberitahuan
berikut kami tampilkan isi dari aturan-aturan tersebut, sebagai berikut:
 Pasal 146 R.Bg/122 HIR, pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 dan pasal 138 Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia Tahun
1991 mengatur tentang tenggang waktu antara panggilan dengan hari
sidang tidak boleh kurang dari tiga hari kerja.
 Pasal 718 R.Bg/390 HIR, pasal 26, 27 dan 28 Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975 serta pasal 138, 139 dan 140 Kompilasi Hukum
Islam Di Indonesia Tahun 1991 mengatur tentang kewajiban
menyampaikan panggilan/pemberitahuan kepada pihak yang
bersangkutansendiri di tempat tinggalnya/tempet kediamannya, atau jika
yang bersangkutan tidak dijumpai maka kepada Lurah/Kepala
Desa/Kampung, atau jika yang bersangkutan telah meninggal dunia
maka kepada ahli warisnya (Kepala Desa/Kampung jika ahkli warisnya
tidak diketahui), atau jika tempat kediaman Tergugat tidak diketahui
maka kepada kepala Pamongpraja/Bupati setempat, atau dengan cara
menempelkan gugatan pada papan pengumuman Pengadilan Agama dan
mengumumkannya melalui surat kabar atau mass media, atau jika
Tergugat berada di luar negeri maka melalui perwakilan Republik
Indonesia setempat.
 Pasal 388 dan 390 HIR mengatur tentang kewajiban jurusita untuk
menjalankan panggilan, pemberitahuan dan semua surat-surat jurusita
yang lain.
 Pasal 26, 27 dan 28 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 serta
pasal 138, 139 dan 140 Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia Tahun
1991 juga mengatur tentang kewajiban memanggil para pihak/Kuasa
5
KHI tahun 1991
6
RBG
7
HIR
8
RBG
9
HIR
10
RBG
11
HIR
dalam setiap kali diadakan sidang pengadilan Agama dalam perkara
perceraian untuk menghadiri sidang, tentang petugas yang menjalankan
panggilan, kewajiban melampiri salinan surat gugatan, jumlah
pengumuman dan tenggang waktu antara pengumuman dengan hari
sidang.
 Pasal 147 ayat (4) R,. Bg/123 ayat (3) HIR mengatur tentang
kewenangan pengadilan untuk memerintahkan kehadiran para pihak
pribadi yang disidang diwakili oleh kuasanya, kecuali gubernur jenderal.
 Pasal 150 R.Bg/126 HIR mengatur tentang pengadilan dapat memanggil
pihak yang tidak hadir satu kali lagi dan tentang pemberitahuan hari
sidang berikutnya merupakan panggilan bagi pihak yang hadir.
 Pasal 151 R.Bg/127 HIR mengatur tentang perintah untuk memanggil
kembali Tergugat yang tidak hadir (dalam hal Tergugat lebih dari satu
orang dan diantara mereka ada yang hadir) dan tentang pemberitahuan
hari sidang berikutnya merupakan panggilan bagi pihak yang hadir.
C. PETUGAS PELAKSANA PANGGILAN
Berdasarkan pasal 388 HIR dan pasal 26 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 dan pasal 103 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 , yang
berwenang dan berkewajiban untuk menjalankan panggilan adalah:.
a. Pada Pengadilan Negeri panggilan dijalankan oleh jurusita.
b. Pada Pengadilan Agama panggilan dijalankan oleh petugas yang
ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama.
Masing-masing petugas tersebut berwenang menjalankan panggilan terhadap
para pihak yang berada di wilayah hukum (yurisdiksi) relative yang dimuiliki
Pengadilan tersebut. Jika pihak yang dipanggil berada di luar yurisdiksi relative
yang dimilikinya, maka panggilan didelegasikan kepada petugas yang
berwenang di wilayah hukum tersebut. Petugas yang menjalankan panggilan di
luar wilayah yurisdiksinya, telah melakukan pelanggaran dan melampaui batas
kewenangan, sehingga berakibat kepada tidak sahnya panggilan.

D. PENGERTAIAN PANGGILAN DAN PEMBERITAHUAN ELEKTRONIK

Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: 129/KMA/SK/VIII/2019


mendefinisikan panggilan elektronik sebagai dokumen panggilan yang
dihasilkan secara otomatis oleh Aplikasi e-Court dan dikirimkan secara
7
elektronik oleh pengadilan kepada para pihak, sedangkan pemberitahuan
elektronik pula diartikan sebagai dokumen pemberitahuan yang dihasilkan
secara otomatis oleh Aplikasi e-Court dan dikirimkan secara elektronik oleh
pengadilan kepada para pihak12.
Melaksanakan panggilan merupakan tugas juru sita sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 103 Ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 dan perubahan kedua Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang
13
Peradilan Agama. Jika selama ini juru sita harus menghantarkan relaas
panggilan ke tempat tinggal para pihak secara fisik, maka dengan adanya
panggilan elektronik, juru sita tidak perlu lagi bersusah payah datang secara
langsung ke setiap tempat tinggal para pihak untuk menyampaikan relaas
panggilan. Sepanjang panggilan elektronik dioperasionalkan oleh juru sita
yang berwenang lalu dikirim secara elektronik pula kepada domisili elektronik
para pihak, maka dengan demikian juru sita tersebut telah melaksanakan tugas
panggilan. Panggilan menurut M. Yahya Harahap, mencakupi panggilan
untuk menghadiri sidang pertama dan panggilan untuk menghadiri sidang
lanjutan. Hal ini termasuk pula panggilan untuk sidang penyaksian ikrar talak
bagi pemohon dan termohon di peradilan agama14.
Demikian pula menyampaikan pemberitahuan merupakan salah satu di
antara sekian tugas juru sita sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 103 Ayat (1)
huruf (b) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua Undang-Undang
Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama. Selama ini jika perkara yang
diputus tanpa dihadiri oleh para pihak atau salah satu pihak yang berperkara,
maka juru sita secara fisik harus menyampaikan pemberitahuan isi putusan
kepada pihak yang tidak hadir pada saat putusan tersebut dibacakan oleh
hakim.
Namun dengan diberlakukannya pemberitahuan secara elektronik, maka
sepanjang pemberitahuan elektronik dioperasionalkan oleh juru sita yang
berwenang lalu dikirim secara elektronik ke domisili elektronik para pihak,
maka juru sita tersebut telah dianggap menyampaikan pemberitahuan isi
12
KMA NO 129/KMA/SK/VIII/2019
13
Uu no 7 Tahun 1989, UU no 3 tahun 2006 dan UU no 50 tahun 2009
14
M. Yahya Harahap. 2007.(hal 213) Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.
putusan tanpa perlu lagi datang berhadapan secara langsung di tempat tinggal
para pihak yang tidak hadir pada saat putusan itu dibacakan. Pemberitahuan
menurut M Yahya Harahap (2007: 214) mencakupi pemberiahuan isi putusan
kepada pihak yang tidak hadir pada saat putusan dibacakan, pemberitahuan
putusan pengadilan tingkat banding, pemberitahuan putusan pengadilan tingkat
kasasi, pemberitahuan banding kepada terbanding, pemberitahuan memori
banding dan kontra memori banding, pemberitahuan permintaan kasasi dan
memori kasasi kepada termohon kasasi.15

E. ASAS-ASAS PANGGILAN DAN PEMBERITAHUAN SECARA


ELEKTRONIK
Dalam melaksanakan panggilan dan pemberitahuan secara elektronik,
juru sita harus memperhatikan asas-asas yang berkaitan dengannya, yang
apabila asas-asas tersebut tidak diindahkan akan mengakibatkan panggilan dan
pemberitahuan yang dilaksanakannya cacat hukum. Berikut asas-asas
panggilan secara elektronik, yaitu:

1. Asas panggilan dan pemberitahuan elektronik harus resmi


Asas ini bermaksud bahwa baik panggilan elektronik maupun
pemberitahuan elektronik harus dilakukan oleh petugas resmi yang ditunjuk
untuk melakukan tugas pemanggilan dan pemberitahuan. Petugas resmi yang
dimaksudkan di sini adalah juru sita atau juru sita pengganti yang telah
ditunjuk secara resmi diangkat menjadi juru sita atau juru sita pengganti dan
tugas pemanggilannya telah ditunjuk melalui surat penunjukan.
Untuk menjadi juru sita atau juru sita pengganti, seseorang itu harus
memenuhi kualifikasi tertentu sebagaimana yang diatur dalam Pasal 39
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana diubah dengan Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua Undang-Undang Nomor
50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama16. Konsekuensinya adalah jika asas
ini tidak dipatuhi, seperti panggilan atau pemberitahuan elektronik
dioperasionalkan oleh petugas yang tidak resmi pada Aplikasi e-Court, maka
panggilan atau pemberitahuan elektronik tersebut harus dinyatakan tidak sah.
2. Asas panggilan dan pemberitahuan elektronik harus patut
Asas ini mencakupi dua aspek, yaitu; pertama, panggilan dikirim secara
15
M. Yahya Harahap. 2007.(hal. 214) Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.2007
16
UU No 7 tahun 1989, UU No 3 Tahun 2008 dan UU No 50 Tahun 2009
9
langsung ke domisili elektronik para pihak; kedua, waktu pengiriman
panggilan elektronik tidak boleh kurang dari tiga hari sebelum acara
persidangan dimulai dan tidak termasuk hari libur. Domisli elektronik
menurut Pasal 1 angka (3) Perma Nomor 1 Tahun 2019 adalah domisili para
pihak berupa alamat surat elektronik yang telah diverifikasi17.
Kedua aspek yang termuat di dalam asas panggilan dan pemberitahuan
elektronik harus patut ini haruslah benar-benar dipatuhi oleh juru sita yang
ditunjuk. Jika asas ini tidak dipatuhi, misalnya panggilan elektronik tidak
dikirim ke domisili elektronik para pihak dan sebaliknya malah dikirim kepada
domisli elektronik pihak lain atau pengiriman panggilan kurang dari waktu tiga
hari, maka konsekuensinya adalah panggilan elektronik harus dinyatakan tidak
sah.
3. Asas panggilan dan pemberitahuan elektronik mendapat persetujuan tertulis
para pihak
Asas ini muncul di dalam Pasal 12 Ayat (1) Perma Nomor 3 Tahun 2018
bahwa untuk panggilan dan pemberitahuan secara elektronik haruslah terlebih
dahulu mendapat persetujuan secara tertulis dari pihak pemohon/penggugat
prinsipal. Sedangkan untuk persetujuan tertulis dari pihak termohon/tergugat
untuk panggilan dan pemberitahuan elektronik terdapat dalam Pasal 15 huruf
(b) Perma Nomor 1 Tahun 201918.
Asas ini muncul, menurut hemat penulis, karena pada dasarnya
panggilan dan pemberitahuan yang diatur di dalam hukum acara perdata
harus dilakukan secara fisik dan langsung kepada subjek hukum. Sedangkan
menurut jenis dan hierarki tata urut perundang- undangan sebagaimana diatur
dalam Pasal 7 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, bahwa kedudukan
Perma jauh berada di bawah undang-undang hukum acara perdata, yakni
Reglement Tot Regeling Van Het Rechtswezen In De Gewesten Buiten Java En
Madura yang biasa disingkat R.Bg.
Dalam rangka mencari jalan keluar konflik antara norma yang
mengatakan bahwa panggilan dan pemberitahuan harus disampaikan secara
langsung oleh juru sita kepada subjek hukum sebagaimana diatur dalam
17
Perma No 1 Tahun 2019
18
Perma No 1 tahun 2019
R.Bg, dengan asas yang menyatakan bahwa peradilan diselenggarakan secara
sederhana, cepat dan biaya ringan, maka baik Perma Nomor 3 Tahun 2018
maupun Perma Nomor 1 Tahun 2019 mensyaratkan adanya persetujuan
secara tertulis dari pihak prinsipal baik penggugat/pemohon maupun
tergugat/termohon untuk panggilan dan pemberitahuan secara elektronik.
4. Asas pendelegasian panggilan dan pemberitahuan
Asas ini ditegaskan dalam Pasal 103 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 dan perubahan kedua Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang
Peradilan Agama bahwa seorang juru sita hanya berwenang melakukan
tugasnya di daerah hukum pengadilan di mana dia bertugas. Dengan kata lain,
seorang juru sita, menurut M. Nasir Asnawi, tidak dibenarkan menyampaikan
panggilan dan pemberitahuan elektronik kepada para pihak di luar yurisdiksi
pengadilan tempat dia bertugas19.
Dalam rangka mencari jalan keluar dari benturan antara norma yang
tercantum dalam Pasal 103 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan
perubahan kedua Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan
Agama, dengan asas yang terdapat dalam Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, maka baik Perma
Nomor 3 Tahun 2018 maupun Perma Nomor 1 Tahun 2019 memberikan jalan
keluar dengan cara bahwa dalam hal pihak berdomisili di luar daerah hukum
pengadilan, maka panggilan maupun pemberitahuan kepadanya dapat
disampaikan secara elektronik, kemudian panggilan maupun pemberitahan
elektronik tersebut ditembuskan kepada pengadilan di daerah hukum tempat
pihak tersebut berdomisili.
Dengan adanya jalan keluar tersebut, maka meskipun panggilan maupun
pemberitahuan disampaikan oleh juru sita kepada pihak yang berdomisili di
luar daerah hukum pengadilan di mana dia bertugas, maka panggilan maupun
pemberitahuan secara elektronik tetap dinyatakan sah dan tidak melanggar
asas pendelegasian panggilan dan pemberitahuan, karena juru sita yang
bersangkutan melaksanakan tugas di luar wilayah hukum.

19
M. Natsir Asnawi. 2016. Hukum Acara Perdata: Teori, Praktik dan Permasalahannya di Peradilan Umum
dan Peradilan Agama. Yogyakarta: UII Press (2016: 186-187)
11
F. ASAS-ASAS PANGGILAN DAN PEMBERITAHUAN SECARA
ELEKTRONIK
Setelah penggugat/pemohon melampaui proses pendaftaran secara
elektronik (e-filing) dan pembayaran secara elektronik (e-payment), lalu ketua
pengadilan agama menetapkan majelis hakim pemeriksa perkara dalam sebuah
penetapan, dan panitera pengadilan agama menunjuk panitera pengganti dan
juru sita dalam suatu penunjukan, maka tahapan selanjutnya adalah sebagai
berikut:
Pertama, penetapan perintah pengumuman (jika ada). Ketua majelis
yang ditetapkan untuk menangani perkara tersebut membuat penetapan yang
memerintahkan juru sita untuk melakukan pengumuman jika perkara tersebut
terlebih dahulu harus diumumkan sebelum ditetapkan hari sidang. Dalam
perkara itsbat nikah, milsanya, ketua majelis setelah menerima berkas perkara
harus segera mengeluarkan perintah kepada juru sita untuk mengumumkan
perkara itsbat nikah selama 14 hari pada tempat pengumuman yang telah
ditetapkan oleh ketua pengadilan. Demikian pula dalam perkara mafqud,
sebelum ditetapkan hari sidang terlebih dahulu ketua majelis sesuai Pasal 467
KUH Perdata memerintahkan kepada juru sita untuk mengumumkan seseorang
yang diduga mafqud (hilang tanpa jejak) selama 3 kali dalam kurun waktu
selama 9 bulan dan jarak antara satu pengumuman dengan pengumuman
berikutnya adalah 3 bulan20.
Kedua, penetapan hari sidang. Ketua majelis setelah menerima berkasa
perkara dari ketua pengadilan segera membuat penetapan yang isinya
menentukan kapan hari dan tangga sidang perkara itu. Setelah juru sita
melakukan pengumuman dalam perkara yang diperlukan pengumuman atau
setelah menerima berkas perkara dari ketua pengadilan untuk perkara yang
tidak memerlukan pengumuman, maka ketua majelis yang ditunjuk harus
segera menetapkan hari sidang sekaligus memerintahkan kepada juru sita
untuk memanggil para pihak yang berperkara untuk hadir pada hari dan
tanggal yang telah ditetapkan. Perma Nomor 1 Tahun 2019 telah mewajibkan
penggugat/pemohon, baik yang menggunakan jasa advokat (pengguna
terdaftar) maupun yang tidak menggunakan jasa advokat (pengguna lain) untuk
dilakukan panggilan secara elektronik21.

20
KUHPerdata
21
Perma No 1 Tahun 2019
Dalam kaitan ini, redaksi ketua majelis dalam memerintahkan juru sita
untuk memanggil para pihak tentunya berbeda redaksi penetapan hari sidang
yang selama ini dipraktikkan. Hal ini mengingat pengguna terdaftar maupun
pengguna lain sudah harus dipanggil melalui panggilan elektronik untuk
panggilan pertama hingga pemberitahuan isi putusan, meskipun panggilan
pertama untuk pihak tergugat/termohon tetap harus dilakukan secara fisik atau
manual, yakni relaas panggilan disampaikan secara langsung kepada pihak
tergugat/termohon secara bertatap muka di tempat tinggalnya yang ditunjuk
oleh penggugat/pemohon dalam surat gugatan. Jika tidak bertemu secara
langsung, maka relaas panggilan disampaikan kepada kepala desa atau lurah
setempat untuk selanjutnya disampaikan kepada yang bersangkutan.

G. PANGGILAN SECARA ELEKTRONIK DI DALAM YURISDIKSI


Sesuai dengan kewenangannya dalam Pasal 103 Ayat (2) Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua Undang-Undang Nomor 50 Tahun
2009 tentang Peradilan Agama, juru sita hanya dibolehkan melaksanakan tugas
memanggil di wilayah hukum pengadilan tempat dia bertugas. Dengan
diberlakukannya Perma Nomor 1 Tahun 2019, maka juru sita, atas perintah
ketua majelis, langsung melakukan panggilan secara elektronik kepada pihak
penggugat/pemohon, baik pengguna terdaftar maupun pengguna lain, untuk
menghadiri sidang pertama, sedangkan untuk pihak tergugat/termohon untuk
panggilan pertama tetap disampaikan secara secara manual dan secara
langsung oleh juru sita. Jika tidak bertemu dengan pihak tergugat/termohon,
maka panggilan disampaikan kepada kepala desa/lurah untuk diteruskan
kepada yang bersangkutan.
Jika pada sidang pertama, tergugat/termohon hadir di muka persidangan,
maka majelis hakim harus memberikan penjelasakan kepada pihak
tergugat/termohon tentang prosedur panggilan secara elektronik sekaligus
menawarkan kepadanya untuk dilakukan panggilan dan pemberitahuan secara
elektronik. Jika yang bersangkutan menyatakan persetujuannya secara tertulis,
maka panggilan lanjutan dan pemberitahuan terhadap pihak tergugat/termohon
harus dilakukan secara elektronik.

H. PANGGILAN SECARA ELEKTRONIK DI LUAR YURISDIKSI

13
Sesuai norma yang terdapat dalam Pasal 103 Ayat (2) Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2006 dan perubahan kedua Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009
tentang Peradilan Agama, juru sita hanya dibenarkan melaksanakan tugas
memanggil di daerah pengadilan tempat dia bertugas 22. Namun Perma Nomor
1 Tahun 2019 membolehkan juru sita, atas perintah ketua majelis, untuk
melakukan panggilan secara elektronik kepada pihak penggugat/pemohon,
baik pengguna terdaftar maupun pengguna lain yang berdomisili di luar daerah
hukum pengadilan, untuk menghadiri sidang pertama. Setelah itu, panggilan
elektronik tersebut ditembuskan kepada pengadilan di daerah hukum tempat
pihak tersebut berdomisli.
Sementara untuk pihak tergugat/termohon yang berdomisili di luar
daerah hukum pengadilan, maka juru sita, atas perintah ketua majelis,
memohon bantuan delegasi panggilan secara manual kepada pengadilan agama
di tempat para pihak yang akan dipanggil. Menurut A. Satria Pudjoharsono,
pengiriman panggilan permohonan bantuan delegasi tersebut dapat dikirim
melalui menu delegasi yang telah disediakan pada aplikasi Sistem Informasi
Penelusuran Perkara (SIPP)23.
Jika pada sidang pertama, tergugat/termohon yang tinggal di luar
yurisdiksi pengadilan tersebut hadir di muka persidangan, maka majelis hakim
harus memberikan penjelasakan kepada pihak tergugat/termohon tentang
prosedur panggilan secara elektronik sekaligus menawarkan kepadanya untuk
dilakukan panggilan dan pemberitahuan secara elektronik. Jika yang
bersangkutan menyatakan persetujuannya secara tertulis, maka panggilan
lanjutan dan pemberitahuan terhadap pihak tergugat/termohon harus dilakukan
secara elektronik. Setelah itu, panggilan atau pemberitahuan elektronik
tersebut ditembuskan kepada pengadilan di daerah hukum tempat pihak
tersebut berdomisli.

I. Pemberitahuan Secara Elektronik


Ada banyak jenis pemberitahuan, yang antara lain adalah pemberitahuan
upaya hukum berupa pemberitahuan banding, kasasi dan peninjauan kembali,

22
UU No 7 Tahun 1989, UU NO 3 Tahun 2006 dan UU No 50 Tahun 2009
23
A. S. Pudjoharsoyo. 2019. Arah Kebijakan Teknis Pemberlakuan Pengadilan Elektronik: Kebutuhan Sarana dan
Prasarana Serta Sumber Daya Manusia (7: 2019)
namun menurut Pasal 4 Perma Nomor 1 Tahun 2019, keseluruhan proses
upaya hukum baik itu banding, kasasi maupun peninjauan kembali termasuk di
dalamnya pemberitahuan-pemberitahuan baru dapat dilaksanakan secara
elektronik apabila proses pendaftaran dan proses beracara pada tingkat pertama
telah dilaksanakan secara elektronik pula24. Dengan kata lain, pemberitahuan
untuk upaya hukum tidak serta-merta dapat diterapkan secara elektronik jika
pada tingkat pertama tidak dilaksanakan secara elektronik (Mahkamah Agung
RI, 2019-17).

M. Natsir Asnawi mendefinisikan pemberitahuan isi putusan sebagai


upaya memberikan informasi kepada para pihak tentang putusan atau
penetapan pengadilan yang telah dijatuhkan. Ada dua hal penting yang menjadi
tujuan penyampaian pemberitahuan isi putusan, yaitu; pertama, untuk
memberikan informasi secara lengkap kepada pihak tentang amar putusan atau
penetapan dalam perkara yang melibatkan dirinya; kedua, atas dasar informasi
tersebut, para pihak dapat menentukan sikap selanjutnya apakah menerima
putusan atau malah mengajukan upaya hukum selanjutnya25.
Dalam kaitannya dengan ketentuan administrasi secara elektronik, maka
jika pengguna terdaftar dan pengguna lain telah menyatakan persetujuannya
secara tertulis untuk beracara secara elektronik, maka terhadap pemberitahuan
isi putusan juga dapat diterapkan secara elektronik. Pemberitahuan elektronik
dinyatakan sah sepanjang pemberitahuan tersebut dikirim oleh juru sita ke
domisili elektronik para pihak. Jika pihak yang tidak hadir pada saat putusan
dibacakan berdomisili di di luar daerah hukum pengadilan, maka
pemberitahuan kepadanya tetap dapat disampaikan secara elektronik,
kemudian pemberitahuan elektronik tersebut ditembuskan pengadilan di daerah
hukum tempat pihak tersebut berdomisli.

III. KESIMPULAN

Asas sederhana, cepat dan biaya ringan sudah saatnya dikonkritkan supaya
dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh lapisan masyarakat yang berurusan
24
Pasal 4 Perma Nomor 1 Tahun 2019
25
M. Natsir Asnawi. 2016. Hukum Acara Perdata: Teori, Praktik dan Permasalahannya di Peradilan Umum
dan Peradilan Agama. Yogyakarta: UII Press (2016-182)
15
dengan hukum. Salah satu bentuk implementasi asas tersebut adalah
memanfaatkan teknologi informasi dalam rangka memberikan pelayanan
hukum yang prima kepada masyarakat luas sebagai salah satu terobosan
sekaligus lompatan besar Mahkamah Agung RI. Kini masyarakat tidak lagi
dibebani membayar perkara dalam jumlah yang besar, karena panggilan dan
pemberitahuan secara elektronik mampu meringankan biaya beracara di
pengadilan menjadi lebih terjangkau, di samping waktu beracara di pengadilan
menjadi lebih singkat dan sederhana.
Di sisi lain, juru sita yang salah satu tugasnya adalah memanggil para
pihak yang berpekara sesuai dengan perintah hakim haruslah profesional
dalam mengoperasionalkan panggilan dan pemberitahuan secara elektronik.
Panggilan dan pemberitahuan secara elektronik pula diharapkan mampu
membantu meringankan tugas berat juru sita yang selama ini harus memanggil
secara manual. Kadang kala harus berhadapan dengan guyuran hujan deras dan
panas matahari yang terik. Administrasi panggilan dan pemberitahuan secara
elektronik mampu mengatasi segala hambatan tersebut. Perma Nomor 3 Tahun
2018 dan Perma Nomor 1 Tahun 2019 memberikan kebaikan kepada para
pihak yang berperkara sekaligus meringankan tugas-tugas berat juru sita di
pengadilan.

Anda mungkin juga menyukai