Oleh
Muhammad Thahir Guhir
7121096
A. Latar Belakang............................................................................................................................3
B. Permasalahan..............................................................................................................................4
C. Tujuan..........................................................................................................................................4
BAB II
PEMBAHASAN .................................................................................................................5
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Merespon upaya pemerintah dalam memaksimalkan pelayanan kepada
masyarakat maka Mahkamah Agung melakukan pembaruan administrasi dan
persidangan di pengadilan. Yaitu dengan pemanfaatan teknologi informasi dalam
mengelola administrasi dan persidangan secara elektronik.
Dimulai dangan Perma No. 3 Tahun 2018 Administrasi Perkara di Pengadilan
Secara Electronik yang menyebutkan dalam konsiderannya bahwa tujuan diterbitkan
perma ini adalah untuk meningkatkan pelayanan peradilan yang efektif dan efisian,
kemudian agar lebih meningkatkan fungsinya maka perma Nomor 3 tahun 2018 di
cabut dan diganti dengan Perma No. 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara di
Pengadilan Secara Electronik Persidangan dan kemudian diperbaharui kembali
dengan Perma Nomor 7 tahun 2022 Tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara
Electronik.
Mahkamah Agung melaui perma Nomor 3 tahun 2018 dan Perma Nomor 1
tahun 2019 melahirkan satu aplikasi yang dikenal dengan nama Ecourt. Dalam
aplikasi tersebut terdapat 4 bagian penting yang digunakan untuk menyelesaikan
tugas adminstrasi yang dulunya dilakukan secara manual. 4 hal tersebut adalah: e-
filing (pendaftaran perkara secara elektronik), kedua, e-payment (pembayaran
perkara secara elektronik), ketiga, e-summons (panggilan sidang secara elektronik)
dan keempat, e-litigation (persidangan secara elektronik).
Panggilan dan pemberitahuan secara elektronik (e-summons) adalah Sebagai
salah satu bagian dari e-Court memiliki peran yang sangat penting, panggilan dan
pemberitahuan secara elektronik sebagai bentuk nyata implementasi terhadap asas
sederhana, cepat dan biaya ringan yang manfaatnya dirasakan secara langsung oleh
masyarakat pencari keadilan.
Tulisan ini bertujuan untuk menyajikan informasi tentang cara pelaksanaan
panggilan secara elektronik yang mempengaruhi efisiensi pelayanan persidangan.
3
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, hal yang akan dibahas dalam tulisan ini
adalah:
1. Definisi panggilan dan pemberitahuan secara elektronik;
2. Asas-asas panggilan dan pemberitahuan secara elektronik;
3. Tahapan panggilan dan Pemberitahuan secara elektronik
C. Tujuan
Tujuan pembahasan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Apa yang dimaksud dengan panggilan dan pemberitahuan secara elektronik;
2. Apa saja yang menjadi Asas-asas panggilan dan pemberitahuan secara
elektronik;
3. Bagaimana Tahapan panggilan dan Pemberitahuan secara elektronik
BAB II PEMBAHASAN
19
M. Natsir Asnawi. 2016. Hukum Acara Perdata: Teori, Praktik dan Permasalahannya di Peradilan Umum
dan Peradilan Agama. Yogyakarta: UII Press (2016: 186-187)
11
F. ASAS-ASAS PANGGILAN DAN PEMBERITAHUAN SECARA
ELEKTRONIK
Setelah penggugat/pemohon melampaui proses pendaftaran secara
elektronik (e-filing) dan pembayaran secara elektronik (e-payment), lalu ketua
pengadilan agama menetapkan majelis hakim pemeriksa perkara dalam sebuah
penetapan, dan panitera pengadilan agama menunjuk panitera pengganti dan
juru sita dalam suatu penunjukan, maka tahapan selanjutnya adalah sebagai
berikut:
Pertama, penetapan perintah pengumuman (jika ada). Ketua majelis
yang ditetapkan untuk menangani perkara tersebut membuat penetapan yang
memerintahkan juru sita untuk melakukan pengumuman jika perkara tersebut
terlebih dahulu harus diumumkan sebelum ditetapkan hari sidang. Dalam
perkara itsbat nikah, milsanya, ketua majelis setelah menerima berkas perkara
harus segera mengeluarkan perintah kepada juru sita untuk mengumumkan
perkara itsbat nikah selama 14 hari pada tempat pengumuman yang telah
ditetapkan oleh ketua pengadilan. Demikian pula dalam perkara mafqud,
sebelum ditetapkan hari sidang terlebih dahulu ketua majelis sesuai Pasal 467
KUH Perdata memerintahkan kepada juru sita untuk mengumumkan seseorang
yang diduga mafqud (hilang tanpa jejak) selama 3 kali dalam kurun waktu
selama 9 bulan dan jarak antara satu pengumuman dengan pengumuman
berikutnya adalah 3 bulan20.
Kedua, penetapan hari sidang. Ketua majelis setelah menerima berkasa
perkara dari ketua pengadilan segera membuat penetapan yang isinya
menentukan kapan hari dan tangga sidang perkara itu. Setelah juru sita
melakukan pengumuman dalam perkara yang diperlukan pengumuman atau
setelah menerima berkas perkara dari ketua pengadilan untuk perkara yang
tidak memerlukan pengumuman, maka ketua majelis yang ditunjuk harus
segera menetapkan hari sidang sekaligus memerintahkan kepada juru sita
untuk memanggil para pihak yang berperkara untuk hadir pada hari dan
tanggal yang telah ditetapkan. Perma Nomor 1 Tahun 2019 telah mewajibkan
penggugat/pemohon, baik yang menggunakan jasa advokat (pengguna
terdaftar) maupun yang tidak menggunakan jasa advokat (pengguna lain) untuk
dilakukan panggilan secara elektronik21.
20
KUHPerdata
21
Perma No 1 Tahun 2019
Dalam kaitan ini, redaksi ketua majelis dalam memerintahkan juru sita
untuk memanggil para pihak tentunya berbeda redaksi penetapan hari sidang
yang selama ini dipraktikkan. Hal ini mengingat pengguna terdaftar maupun
pengguna lain sudah harus dipanggil melalui panggilan elektronik untuk
panggilan pertama hingga pemberitahuan isi putusan, meskipun panggilan
pertama untuk pihak tergugat/termohon tetap harus dilakukan secara fisik atau
manual, yakni relaas panggilan disampaikan secara langsung kepada pihak
tergugat/termohon secara bertatap muka di tempat tinggalnya yang ditunjuk
oleh penggugat/pemohon dalam surat gugatan. Jika tidak bertemu secara
langsung, maka relaas panggilan disampaikan kepada kepala desa atau lurah
setempat untuk selanjutnya disampaikan kepada yang bersangkutan.
13
Sesuai norma yang terdapat dalam Pasal 103 Ayat (2) Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2006 dan perubahan kedua Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009
tentang Peradilan Agama, juru sita hanya dibenarkan melaksanakan tugas
memanggil di daerah pengadilan tempat dia bertugas 22. Namun Perma Nomor
1 Tahun 2019 membolehkan juru sita, atas perintah ketua majelis, untuk
melakukan panggilan secara elektronik kepada pihak penggugat/pemohon,
baik pengguna terdaftar maupun pengguna lain yang berdomisili di luar daerah
hukum pengadilan, untuk menghadiri sidang pertama. Setelah itu, panggilan
elektronik tersebut ditembuskan kepada pengadilan di daerah hukum tempat
pihak tersebut berdomisli.
Sementara untuk pihak tergugat/termohon yang berdomisili di luar
daerah hukum pengadilan, maka juru sita, atas perintah ketua majelis,
memohon bantuan delegasi panggilan secara manual kepada pengadilan agama
di tempat para pihak yang akan dipanggil. Menurut A. Satria Pudjoharsono,
pengiriman panggilan permohonan bantuan delegasi tersebut dapat dikirim
melalui menu delegasi yang telah disediakan pada aplikasi Sistem Informasi
Penelusuran Perkara (SIPP)23.
Jika pada sidang pertama, tergugat/termohon yang tinggal di luar
yurisdiksi pengadilan tersebut hadir di muka persidangan, maka majelis hakim
harus memberikan penjelasakan kepada pihak tergugat/termohon tentang
prosedur panggilan secara elektronik sekaligus menawarkan kepadanya untuk
dilakukan panggilan dan pemberitahuan secara elektronik. Jika yang
bersangkutan menyatakan persetujuannya secara tertulis, maka panggilan
lanjutan dan pemberitahuan terhadap pihak tergugat/termohon harus dilakukan
secara elektronik. Setelah itu, panggilan atau pemberitahuan elektronik
tersebut ditembuskan kepada pengadilan di daerah hukum tempat pihak
tersebut berdomisli.
22
UU No 7 Tahun 1989, UU NO 3 Tahun 2006 dan UU No 50 Tahun 2009
23
A. S. Pudjoharsoyo. 2019. Arah Kebijakan Teknis Pemberlakuan Pengadilan Elektronik: Kebutuhan Sarana dan
Prasarana Serta Sumber Daya Manusia (7: 2019)
namun menurut Pasal 4 Perma Nomor 1 Tahun 2019, keseluruhan proses
upaya hukum baik itu banding, kasasi maupun peninjauan kembali termasuk di
dalamnya pemberitahuan-pemberitahuan baru dapat dilaksanakan secara
elektronik apabila proses pendaftaran dan proses beracara pada tingkat pertama
telah dilaksanakan secara elektronik pula24. Dengan kata lain, pemberitahuan
untuk upaya hukum tidak serta-merta dapat diterapkan secara elektronik jika
pada tingkat pertama tidak dilaksanakan secara elektronik (Mahkamah Agung
RI, 2019-17).
III. KESIMPULAN
Asas sederhana, cepat dan biaya ringan sudah saatnya dikonkritkan supaya
dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh lapisan masyarakat yang berurusan
24
Pasal 4 Perma Nomor 1 Tahun 2019
25
M. Natsir Asnawi. 2016. Hukum Acara Perdata: Teori, Praktik dan Permasalahannya di Peradilan Umum
dan Peradilan Agama. Yogyakarta: UII Press (2016-182)
15
dengan hukum. Salah satu bentuk implementasi asas tersebut adalah
memanfaatkan teknologi informasi dalam rangka memberikan pelayanan
hukum yang prima kepada masyarakat luas sebagai salah satu terobosan
sekaligus lompatan besar Mahkamah Agung RI. Kini masyarakat tidak lagi
dibebani membayar perkara dalam jumlah yang besar, karena panggilan dan
pemberitahuan secara elektronik mampu meringankan biaya beracara di
pengadilan menjadi lebih terjangkau, di samping waktu beracara di pengadilan
menjadi lebih singkat dan sederhana.
Di sisi lain, juru sita yang salah satu tugasnya adalah memanggil para
pihak yang berpekara sesuai dengan perintah hakim haruslah profesional
dalam mengoperasionalkan panggilan dan pemberitahuan secara elektronik.
Panggilan dan pemberitahuan secara elektronik pula diharapkan mampu
membantu meringankan tugas berat juru sita yang selama ini harus memanggil
secara manual. Kadang kala harus berhadapan dengan guyuran hujan deras dan
panas matahari yang terik. Administrasi panggilan dan pemberitahuan secara
elektronik mampu mengatasi segala hambatan tersebut. Perma Nomor 3 Tahun
2018 dan Perma Nomor 1 Tahun 2019 memberikan kebaikan kepada para
pihak yang berperkara sekaligus meringankan tugas-tugas berat juru sita di
pengadilan.