Anda di halaman 1dari 9

Penafsiran Pasal 390 Ayat (1) HIR Terhadap Jaminan Keadilan Dalam

Hukum Oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Oleh : Elfas Yanuardi, S.H. (199103222017121003)

I. Pendahuluan
Hukum Materil adalah menerangkan perbuatan-perbuatan apa yang dapat
dihukum serta hukuman-hukuman apa yang dapat dijatuhkan. Hukum materil
menentukan isi sesuatu perjanjian, sesuatu perhubungan atau sesuatu
perbuatan. Dalam pengertian hukum materil perhatian ditujukan kepada isi
peraturan. Sedangkan pengertian Hukum Formil menunjukkan cara
mempertahankan atau menjalankan peraturan-peraturan itu dan dalam
perselisihan maka hukum formil itu menunjukkan cara menyelesaikan di muka
hakim. Hukum formil disebut pula Hukum Acara. Dalam pengertian hukum
formil perhatian ditujukan kepada cara mempertahankan/ melaksanakan isi
peraturan.
Hukum formil dibuat untuk menegakkan hukum materiil. Hukum formil
dalam hukum perdata bertujuan untuk menjamin keadilan bagi para pihak
untuk mempertahankan apa yang menjadi hak dari para pihak yang dituntut
atau disengketakan melalui proses persidangan. Proses persidangan merupakan
suatu rangkaian yang saling berkaitan dan dijalankan menurut tatacara
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hukum perdata,
rangkaian persidangan tersebut dimulai dengan adanya panggilan kepada para
pihak yang dilakukan oleh jurusita pengadilan.
Aturan mengenai pemanggilan para pihak ada dalam Pasal 390 HIR dan
Pasal 145 sampai Pasal 146 R.Bg. Secara khusus dalam Pasal 390 Ayat (1) HIR
mengatur mengenai panggilan yang dapat disampaikan melalui kepala desa
atau lurah jika jurusita tidak dapat menjumpai pihak yang berperkara dirumah
atau tempat kediamannya. Dalam prakteknya, penafsiran akan isi Pasal tersebut
kerap menimbulkan masalah yang dapat merugikan pihak yang berperkara
dalam hal pemanggilan disampaikan melalui kepala desa atau lurah.

1
Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
mengatur bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
Hal ini berarti Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menjamin
keadilan hukum bagi setiap warga negaranya, termasuk dalam hal akses
terhadap hukum dalam proses pemeriksaan di persidangan pengadilan.

II. Permasalahan
Berdasarkan hal-hal yang telah disampaikan di atas, maka didapat
rumusan masalah sebagai berikut :
A. Hal apa saja yang termuat dalam ketentuan Pasal 390 Ayat (1) HIR?
B. Bagaimana konsekuensi hukum bagi kepala desa atau lurah yang lalai
dalam menjalankan panggilan?
C. Bagaimana keadilan dalam hal panggilan melalui kepala desa sesuai Pasal
390 Ayat (1) HIR?

III. Pembahasan
A. Hal apa saja yang termuat dalam ketentuan Pasal 390 Ayat (1) HIR?

Pasal 390 Ayat (1) HIR :


“Tiap-tiap surat jurusita, kecuali yang akan disebut di bawah ini,
harus disampaikan pada orang yang bersangkutan sendiri di tempat
diamnya atau tempat tinggalnya dan jika tidak dijumpai di situ,
kepada kepala desanya atau lurah bangsa Tionghoa yang
diwajibkan dengan segera memberitahukan surat jurusita itu pada
orang itu sendiri, dalam hal terakhir ini tidak perlu pernyataan
menurut hukum.”

Dalam Pasal 390 Ayat (1) HIR tersebut memuat 4 hal, antara lain :
1. “Tiap-tiap surat jurusita”

2
Tugas dari seorang jurusita dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 65
Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 yang telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 dan perubahan kedua
Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum,
yang menyebutkan bahwa :
Pasal 65
(1) Jurusita bertugas :
a. melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh Ketua
Sidang;
b. menyampaikan pengumuman-pengumuman, tegoran-
tegoran, protes-protes, dan pemberitahuan putusan
Pengadilan menurut cara-cara berdasarkan ketentuan
undang-undang;
c. melakukan penyitaan atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri;
d. membuat berita acara penyitaan, yang salinannya
diserahkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Selain itu Perma Nomor 7 Tahun 2015 dalam Pasal 435 juga
menjelaskan mengenai tugas jurusita.
Pasal 435
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 434,
Jurusita menyelenggarakan fungsi:
a. pelaksanaan pemanggilan kepada para pihak;
b. pelaksanaan pemberitahuan sita dan eksekusi pada para pihak;
c. pelaksanaan persiapan sita dan eksekusi;
d. pelaksanaan sita dan eksekusi dan penyusunan berita acara; dan
e. pelaksanaan penyerahan berita acara sita dan eksekusi pada
para pihak terkait.

Dari kedua aturan tersebut dapat kita ketahui bahwa yang dimaksud
dengan surat-surat jurusita antara lain :

3
a. Pengumuman-pengumuman;
b. Tegoran-tegoran;
c. Protes-protes;
d. Pemberitahuan putusan Pengadilan;
e. Surat pemanggilan;
f. Pemberitahuan sita dan eksekusi; dan
g. Berita acara sita dan eksekusi.

Selain hal-hal tersebut diatas, surat-surat jurusita meliputi :


a. Pemberitahuan putusan Pengadilan Tinggi dan Mahkamah
Agung.
b. Pemberitahuan pernyataan banding kepada terbanding.
c. Pemberitahuan memori banding dan kontra memori banding.
d. Pemberitahuan pernyataan kasasi kepada termohon kasasi.
e. Pemberitahuan memori kasasi dan kontra memori kasasi.
f. Pemberitahuan pernyataan PK.
g. Pemberitahuan memori PK dan kontra memori PK.

Dalam paper ini akan berfokus pada surat panggilan sidang.

2. “Harus disampaikan pada orang yang bersangkutan sendiri”


Artinya bahwa surat-surat jurusita tersebut harus disampaikan pada
orang yang menjadi pihak dalam suatu perkara secara langsung tanpa
melalui perantara (in person).

3. “Ditempat diamnya atau tempat tinggalnya”


Artinya bahwa surat-surat jurusita tersebut harus disampaikan di
rumah atau tempat tinggal pihak tersebut, tidak boleh disampaikan
ditempat lain kecuali dirumah atau tempat tinggalnya.

4
4. “Jika tidak dijumpai disitu kepada kepala desanya atau lurah bangsa
Tionghoa yang diwajibkan dengan segera memberitahukan surat
jurusita itu pada orang itu sendiri, dalam hal terakhir ini tidak perlu
pernyataan menurut hukum”
Dalam frasa ini disebutkan mengenai kewajiban kepala desa atau lurah
untuk segera memberitahukan surat jurusita pada orang yang
bersangkutan langsung atau pihak yang berperkara yang ada di
desanya, akan tetapi dalam bagian terakhir frasa tersebut disebutkan
bahwa tidak diperlukannya pernyataan secara hukum mengenai
penyampaian surat jurusita tersebut oleh kepala desa atau lurah.

B. Bagaimana konsekuensi hukum bagi kepala desa atau lurah yang lalai
dalam menjalankan panggilan?
Diatas telah disebutkan bahwa dalam Pasal 390 Ayat (1) HIR
disebutkan bahwa dalam hal jurusita tidak bertemu dengan pihak yang
berperkara maka surat panggilan disampaikan kepada kepala desa atau
lurah dimana pihak tersebut tinggal yang diwajibkan dengan segera
memberitahukan surat jurusita itu pada orang itu sendiri. Akan tetapi
dalam bagian paling akhir dari ayat tersebut dijelaskan bahwa tidak
diperlukannya pernyataan secara hukum mengenai penyampaian surat
jurusita tersebut oleh kepala desa atau lurah. Hal ini berarti bahwa jika ada
kelalaian atau kealpaan dari kepala desa atau lurah, maka peraturan
perundang-undangan tidak memberikan sanksi atas hal tersebut. Oleh
karena itu, disampaikan atau tidaknya surat panggilan tersebut oleh kepala
desa atau lurah kepada pihak yang berperkara, maka surat panggilan
tersebut sudah dianggap memenuhi syarat sahnya panggilan dan panggilan
tersebut dianggap sah dengan kata lain pihak yang berperkara dianggap
telah dipanggil secara sah dan patut. Hal ini seakan hanyalah formalitas
mengenai sahnya panggilan tersebut tanpa diketahui apakah panggilan
tersebut benar-benar disampaikan oleh kepala desa atau lurah tersebut
kepada pihak yang berperkara secara langsung.

5
Pasal 390 Ayat (1) HIR mengatur mengenai panggilan melalui
kepala desa atau lurah sebenarnya bermaksud untuk menjamin bahwa surat
panggilan tersebut benar-benar sampai ditangan pihak yang berperkara
jika dalam hal melakukan panggilan jurusita tidak menemui pihak atau
keluarganya ditempat tinggal atau kediamannya. Akan tetapi hal tersebut
seakan menjadi sesuatu yang tanggung karena tidak tidak ada kekuatan
pemaksa dari peraturan perundang-undangan kepada kepala desa atau
lurah untuk benar-benar menyampaikan surat panggilan tersebut kepada
pihak yang berperkara sehingga tujuan dari pemerantaraan kepala desa
atau lurah dalam hal panggilan sidang benar-benar tercapai, yaitu surat
tersebut benar-benar sampai kepada pihak yang berperkara.

C. Bagaimana keadilan dalam hukum dalam hal panggilan melalui


kepala desa sesuai Pasal 390 Ayat (1) HIR?
Pasal 28D Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum.”. Hal ini merupakan jaminan
bagi setiap warga negara untuk memperoleh keadilan dalam hukum
termasuk dalam hal berperkara di pengadilan.
Pasal 390 Ayat (1) HIR menentukan bahwa surat panggilan harus
disampaikan pada orang yang bersangkutan sendiri di tempat diamnya atau
tempat tinggalnya dan jika tidak dijumpai di situ, kepada kepala desanya
atau lurah yang diwajibkan dengan segera memberitahukan surat jurusita
itu pada orang itu sendiri. Hal ini bertujuan untuk menjamin keadilan
dalam hukum bagi pihak yang berperkara.
Dalam hal ini hal yang menjadi pertanyaan mengenai keadilan
dalam hukum tersebut adalah mengenai surat penggilan melalui kepala
desa atau lurah, apakah surat panggilan tersebut dapat menjamin keadilan
dalam hukum bagi pihak yang berperkara dimana ia atau mereka menjadi
pihak dalam suatu perkara yang dijalani.

6
Akan menjadi suatu kerugian apabila surat panggilan tidak sampai
kepada pihak secara langsung dimana ia tidak bertemu dengan jurusita saat
melakukan panggilan tersebut apalagi jika perkara telah berjalan atau
berkekuatan hukum tetap tanpa pihak tersebut mengetahui prosesnya. Hal
ini tentu tidak mencerminkan keadilan dalam hukum yang dijamin dalam
Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 tersebut. Oleh HIR, melalui Pasal 390 Ayat (1), hal ini
sebenarnya sudah diantisipasi dengan mengatur bahwa jika pihak tidak
dijumpai ditempat tinggal atau kediamannya, maka surat panggilan
diberitahukan kepada kepala desanya atau lurah yang diwajibkan dengan
segera memberitahukan surat jurusita itu pada orang itu sendiri. Namun
seperti yang telah dijelaskan diatas, hal ini terkesan tanggung, karena tidak
tidak ada kekuatan pemaksa dari peraturan perundang-undangan kepada
kepala desa atau lurah untuk benar-benar menyampaikan surat panggilan
tersebut kepada pihak yang berperkara, sehingga terwujudnya keadilan
hukum bagi pihak yang berperkara untuk mendapat akses terhadap perkara
yang dihadapinya.

IV. Penutupan
A. Kesimpulan
Pasal 390 Ayat (1) HIR menentukan bahwa surat panggilan harus
disampaikan pada orang yang bersangkutan sendiri di tempat diamnya atau
tempat tinggalnya dan jika tidak dijumpai di situ, kepada kepala desanya
atau lurah yang diwajibkan dengan segera memberitahukan surat jurusita
itu pada orang itu sendiri. Hal ini berarti HIR mengharuskan surat
panggilan benar-benar sampai kepada pihak yang berperkara. Namun
dalam ketentuan tersebut tidak disebutkan mengenai konsekuensi terhadap
kepala desa atau lurah yang tidak menyampaikan surat panggilan tersebut
kepada pihak yang berperkara secara langsung. Hal ini memberi peluang
dimana surat panggilan tersebut bisa saja tidak sampai kepada pihak yang
berperkara secara langsung, karena HIR menentukan bahwasanya jika

7
surat panggilan tersebut disampaikan melalui kepala desa atau lurah,
dalam hal jurusita tidak bertemu langsung dengan pihak ditempat tinggal
atau kediamannya, maka surat panggilan tersebut dinyatakan sah dan
patut. Jika terjadi hal demikian maka jaminan keadilan dalam hukum bagi
setiap warga negara yang tertuang dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi tidak
terpenuhi karena pihak tersebut tidak bisa mengetahui jika ada perkara
hukum yang harus dia hadapi di persidangan. Ketidakadilan yang
dimaksud dalam hal ini adalah mengenai pemanggilan, karena
pemanggilan yang tak sampai kepada pihak akan menghalanginya untuk
dapat mempertahankan hak dan kewajibannya dalam suatu perkara.

B. Saran
1. Diatur mengenai ancaman secara administratif bagi kepala desa atau
lurah yang tidak menyampaikan panggilan kepada pihak yang berada
diwilayahnya.
2. Diatur mengenai pemberitahuan balik kepada pengadilan sebagai
bukti bahwa kepala desa atau lurah telah menyampaikan panggilan
tersebut kepada pihak secara langsung.

Kedua hal tersebut dirasa cukup efektif untuk tetap menjamin keadilan
hukum bagi masyarakat yang telah dijamin oleh Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya mengenai
pemanggilan sidang.

8
Daftar Bacaan :

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

HERZIEN INLANDSCH REGLEMENT (H.I.R)

REGLEMENT TOT REGELING VAN HET RECHTSWEZEN IN DE GEWESTEN


BUITEN JAVA EN MADURA. (RBg.)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 yang telah diubah dengan Undang-Undang


Nomor 8 Tahun 2004 dan perubahan kedua Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009
tentang Peradilan Umum

https://www.kabarhukum.com/2015/07/01/pengertian-hukum-materil-dan-hukum-
formil/

Anda mungkin juga menyukai