Anda di halaman 1dari 9

Nama : Joshua Bendry Nalle

Kelas : A3 Hukum Acara Pidana


Nama Dosen : Dr. Effendi Saragih, S.H., M.H.
Tugas : Membuat Resume Buku Hukum Acara Pidana Indonesia Bab
14 & 15 (Prof. Dr. jur. Andi Hamzah)

BAB 14
PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN

a) Penentuan Hari Sidang dan Pemanggilan


Penentuan hari sidang dilakukan oleh Hakim yang ditunjuk oleh ketua
pengadilan untuk menyidangkan perkara (Pasal 152 Ayat (1) KUHAP). Dalam
hal ini, hakim tersebut memerintahkan kepada penuntut umum supaya
memanggil terdakwa dan saksi untuk datang di sidang pengadilan (Pasal 152
Ayat (2) KUHAP).

Syarat-syarat tentang sahnya suatu kepada pemanggilan terdakwa (Pasal 145


KUHAP):
1) Surat panggilan kepada terdakwa disampaikan di alamat tempat
tinggalnya atau apabila tempat tinggalnya tidak diketahui,
disampaikan di tempat kediaman terakhir (ayat (1)).
2) Apabila terdakwa tidak ada di tempat tinggalnya atau di tempat
kediaman terakhir, surat panggilan disampaikan melalui kepala
desa yang berdaerah hukum tempat tinggal terdakwa atau tempat
kediaman terakhir (ayat (2)).
3) Dalam hal terdakwa ada dalam tahanan surat panggilan
disampaikan kepadanya melalui pejabat rumah tahanan negara
(ayat (3)).
4) Penerimaan surat panggilan terdakwa sendiri ataupun oleh orang
lain atau melalui orang lain, dilakukan dengan tanda penerimaan
(ayat (4)).
5) Apabila tempat tinggal maupun tempat kediaman terakhir tidak
dikenal, surat panggilan ditempelkan pada tempat pengumuman di
gedung pengadilan yang berwenang mengadili perkaranya (ayat
(5)).
Penuntut umum yang menyampaikan surat panggilan kepada terdakwa
Pasal 146 Ayat (1) menentukan bentuk surat panggilan yang harus memuat
tanggal, hari, serta jam sidang, dan untuk perkara apa ia dipanggil yang
harus sudah diterima oleh yang bersangkutan selambat-lambatnya tiga hari
sebelum sidang dimulai. Begitu pula bagi pemanggilan saksi berlaku hal
yang sama (Pasal 146 Ayat 2).

1
b) Pemeriksaan Perkara Biasa
KUHAP membedakan tiga macam pemeriksaan sidang pengadilan.
Pertama, pemeriksaan perkara biasa, kedua, pemeriksaan singkat, dan
ketiga, pemeriksaan cepat. Pemeriksaan cepat dibagi lagi atas pemeriksaan
tindak pidana ringan dan perkara pelanggaran lalu lintas jalan.

Undang-undang tidak memberikan batsan tentang perkara-perkara yang


mana yang termasuk pemeriksaan biasa. Hanya pada pemeriksaan singkat
dan cepat saja diberikan batasan. Pasal 203 Ayat (1) KUHAP: “Yang
diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat ialah perkara kejahatan atau
pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal 205 dan yang menurut
penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan
sifatnya sederhana.” Selanjutnya yang dimaksud dengan pemeriksaan
cepat menurut Pasal 205 Ayat 1 KUHAP: “Yang diperiksa menurut acara
pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan
pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan/atau denda
sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan,
kecuali yang ditentukan dalam paragraf 2 bagian ini.”

Acara pemeriksaan biasa, sebenarnya berlaku juga bagi pemeriksaan


singkat dan cepat, kecuali dalam hal-hal tertentu yang secara tegas
dinyatakan lain.
Dimulai hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka
untuk umum, kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau
terdakwanya anak-anak (Pasal 153 Ayat 3 KUHAP). Pemeriksaan dilakukan
secara lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh Terdakwa dan
Saksi (Pasal 153 Ayat 2a). Apabila kedua ketentuan tersebut tidak dipenuhi,
maka batal demi hukum (Pasal 153 Ayat 4 KUHAP).Yang pertama dipanggil
masuk ialah terdakwa, yang walaupun ia dalam tahanan, ia dihadapkan
dalam keadaan bebas (keadaan tidak dibelenggu tanpa mengurangi
pengawalan) (Pasal 154 Ayat 1 KUHAP). Jika tidak dipanggil secara sah,
hakim ketua menunda persidangan dan memerintah supaya terdakwa
dipanggil lagi untuk hadir pada hari sidang berikutnya (Pasal 154 Ayat 3
KUHAP). Apabila terdakwa tidak hadir tanpa alasan yang sah untuk kedua
kalinya, maka dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya
(Pasal 154 Ayat 6 KUHAP).

Mula-mula hakim ketua sidang menanyakan identitasnya, seperti nama,


tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat
tinggal, agama, dan pekerjaannya, serta mengingatkan terdakwa supaya
memperhatikan persidangan (Pasal 155 Ayat 1 KUHAP). Sesudah itu
penuntut umum membacakan surat dakwaannya, penuntut umum atas

2
permintaan hakim ketua sidang wajib memberi penjelasan yang diperlukan
(Pasal 155 Ayat 2 KUHAP). Sesudah pembacaan dan penjelasan surat
dakwaan oleh penuntut umum, maka terdakwa atau penasihat hukumnya
dapat mengajukan keberatan tentang pengadilan tidak berwenang
memeriksa perkara tersebut atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat
dakwaan harus dibatalkan. Apabila terdakwa atau penasihat hukum
keberatan, penuntut umum diberi kesempatan untuk menyatakan
pendapatnya kemudian hakim mempertimbangkan keberatan tersebut
untuk selanjutnya mengambil keputusan (Pasal 156 Ayat 1 KUHAP). Kalau
keberatan tersebut diterima hakim, perkara tidak diperiksa lebih lanjut dan
penuntut umum dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi
melalui pengadilan negeri yang bersangkutan (Pasal 156 Ayat 2 KUHAP).

Pemeriksaan saksi ditentukan dalam Pasal 160 bahwa yang pertama


didengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi. Nilai suatu
kesaksian yang disumpah atau mengucapkan janji dan yang tidak diatur
dalam Pasal 162 KUHAP. Dalam ayat (2) pasal itu dikatakan bahwa jika
keterangan itu sebelumnya telah diberikan di bawah sumpah, maka
keterangan itu disamakan dengan keterangan saksi di bawah sumpah yang
diucapkan di sidang

Dalam Pasal 188 Ayat 2 dikatakan bahwa petunjuk hanya dapat diperoleh
dari:
a. Keterangan saksi;
b. Surat;
c. Keterangan terdakwa.
Mengenai saksi memberikan keterangan yang berbeda di sidang
pengadilan dan di pemeriksaan pendahuluan maka ditentukan oleh Pasal
163 KUHAP bahwa Hakim ketua sidang mengingatkan saksi tentang hal itu
serta meminta keterangan mengenai perbedaan yang ada dan dicatat
dalam berita acara pemeriksaan di sidang.
Penting pula hakim meminta pendapat terdakwa mengenai keterangan
saksi, begitu pula penuntut umum, dan penasihat hukum berkesempatan
bertanya kepada saksi atau terdakwa melalui hakim ketua sidang. Hakim
ketua sidang dapat menolak pertanyaan penuntut umum atau penasihat
hukum dengan suatu alasan (Pasal 164 Ayat 1,2, dan 3 KUHAP).
Jika saksi terus memberikan keterangan palsu, hakim ketua dapat
memberikan perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut
karena dakwaan sumpah palsu. Perkara semula dapat ditangguhkan oleh
hakim ketua sidang sampai perkara sumpah palsu tersebut selesai. (Pasal
174 Ayat 1,2,3 dan 4 KUHAP).

3
Apabila pemeriksaan sidang dipandang sudah selesai, maka
penuntut umum mengajukan tuntutan pidana. Sesudah itu, terdakwa
dan/atau penasihat hukum mengajukan pembelaannya yang dapat dijawab
oleh penuntut umum dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat
hukum selalu mendapat giliran terakhir. Semuanya dilakukan secara tertulis
dan setelah dibacakan diserahkan kepada hakim ketua dan turunnya
kepada pihak yang berkepentingan (Pasal 182 Ayat 1 KUHAP).
Setelah itu, hakim ketua sidang menyatakan bahwa pemeriksaan
dinyatakan ditutup dengan ketentuan dapat dibuka sekali lagi baik atas
kewenangan hakim ketua sidang karena jabatannya, maupun atas
permintaan penuntut umum atau terdakwa atau penasihat hukum dengan
memberikan alasannya (Pasal 182 Ayat 2 KUHAP).

c) Pemeriksaan Singkat
Ketentuan tentang acara pemeriksaan biasa berlaku juga bagi pemeriksaan
singkat kecuali ditentukan lain. Hal ini dapat dibaca dalam Pasal 203 Ayat
3 KUHAP yang mengatakan bahwa dalam acara ini (pemeriksaan singkat)
berlaku ketentuan Bagian Kesatu, Bagian Kedua, dan Bagian Ketiga bab ini
(XVI), sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan ketentuan di
bawah ini. Bagian kesatu mengenai pemanggilan dan dakwaan. Bagian
kedua mengenai memutus sengketa mengenai wewenang mengadili dan
bagian ketiga mengenai Acara Pemeriksaan Biasa. Berikut adalah hal-hal
khusus yang menyimpang dari acara pemeriksaan biasa:
1) Penuntut umum tidak membuat surat dakwaan, hanya memberikan
dari catatannya kepada terdakwa tentang tindak pidana yang
didakwakan kepadanya dengan menerangkan waktu, tempat, dan
keadaan pada waktu tindak pidana dilakukan. Pemberitahuan itu
dicatat dalam berita acara sidang dan merupakan pengganti surat
dakwaan. (Pasal 203 Ayat 3a).
2) Putusan tidak dibuat secara khusus, tetapi dicatat dalam berita
acara sidang. (Pasal 203 Ayat 3d).
3) Hakim membuat surat yang memuat amar putusan tersebut. (Pasal
203 Ayat 3e).

d) Pemeriksaan Cepat
Ketentuan tentang acara pemeriksaan biasa berlaku juga bagi pemeriksaan
singkat kecuali ditentukan lain. Hal ini dapat dibaca dalam Pasal 210 KUHAP
yang mengatakan bahwa ketentuan Bagian Kesatu, Bagian Kedua, dan
Bagian Ketiga bab ini (XVI), sepanjang peraturan itu tidak bertentangan
dengan ketentuan di bawah ini.
Pemeriksaan cepat dibagi dua menurut KUHAP, yang pertama Acara
Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan, yaitu delik yang diancam dengan

4
pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan/atau denda
sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan.
Yang kedua Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas, yaitu
perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undangan
lalu lintas jalan (Pasal 211 memberikan uraian tentang perkara pelanggaran
tertentu).
Hal-hal yang menyimpang dari acara pemeriksaan biasa yaitu:
1) Pada pemeriksaan tindak pidana ringan:
a. Penyidik langsung menghadapkan terdakwa beserta barang bukti,
saksi, ahli, dan/atau juru bahasa ke pengadilan atas kuasa penuntut
umum. Atas kuasa berarti demi hukum (Pasal 205 Ayat 2 KUHAP).
b. Pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama
dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan
kemerdekaan terdakwa dapat minta banding (Pasal 205 Ayat 3
KUHAP).
c. Saksi dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan tidak
mengucapkan sumpah atau janji kecuali hakim menganggap perlu
(Pasal 208).
d. Berita acara pemeriksaan sidang tidak dibuat, kecuali jika dalam
pemeriksaan tersebut ternyata ada hal yang tidak sesuai dengan
berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik (Pasal 209 Ayat
2 KUHAP).
2) Pada pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan:
a. Satu hal yang kelupaan oleh pembuat UU ini ialah berbeda dengan
yang disebutkan pada pemeriksaan tindak pidana ringan (Pasal 205
Ayat 1 dan 3 KUHAP) tidak dinyatakan dalam pemeriksaan perkara
pelanggaran lalu lintas jalan. Pemeriksaan dilakukan oleh seorang
hakim tunggal.
b. Tidak diperlukan berita acara pemeriksaan (Pasal 212 KUHAP).
c. Terdakwa dapat menunjuk seorang dengan surat untuk
mewakilinya di sidang (Pasal 213 KUHAP).
d. Pemeriksaan dapat dilakukan tanpa hadirnya terdakwa atau
wakilnya (verstek atau putusan in absentia) (Pasal 214 Ayat 2
KUHAP).
e. Dalam hal putusan dijatuhkan di luar hadirnya terdakwa dan
putusan itu berupa pidana perampasan kemerdekaan, terdakwa
dapat mengajukan perlawanan (Pasal 214 Ayat 4 KUHAP).
f. Dalam waktu tujuh hari sesudah putusan diberitahukan secara sah
kepada terdakwa, ia dapat mengajukan perlawanan kepada
pengadilan yang menjatuhkan putusan itu (Pasal 214 Ayat 5
KUHAP).

5
g. Jika putusan setelah diajukan perlawanan tetap berupa pidana
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) (perampasan kemerdekaan
terdakwa), terhadap putusan itu terdakwa dapat mengajukan
banding (Pasal 214 Ayat 8).

6
BAB 15
SISTEM ATAU TEORI PEMBUKTIAN

a) Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang secara Positif


Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang secara Positif
(positief wettelijk bewijstheoru) atau sistem pembuktian formal adalah
Pembuktian yang didasarkan melulu kepada alat-alat pembuktian yang
disebut undang-undang. Dikatakan secara psotif karena hanya didasarkan
kepada undang-undang melulu. Artinya, jika telah terbukti suatu perbuatan
sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut oleh undang-undang, maka
keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali.
Menurut D. Simons, teori ini berusaha untuk menyingkirkan semua
pertimbangan subjektif hakim dan mengikat hakim secara ketat menurut
peraturan-peraturan pembuktian yang keras. Teori ini tidak tidak mendapat
penganut lagi karena terlalu banyak mengandalkan kekuatan pembuktian
yang disebut melulu oleh undang-undang.

b) Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim


Melalui Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim
Melulu (convivtion intime) adalah teori yang didasari keyakinan hakim
melulu yang didasarkan kepada keyakinan hati nuraninya sendiri
ditetapkan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang didakwakan.
Dalam teori ini, pemidanaan dimungkinkan tanpa didasarkan kepada alat-
alat bukti dalam undang-undang. Sistem ini dianut oleh peradilan juri di
Prancis.
Sistem ini memberi kebebasan kepada hakim terlalu besar, sehingga sulit
diawasi. Di samping itu, terdakwa atau penasihat hukumnya sulit untuk
melakukan pembelaan. Dalam hal ini hakim dapat memidana terdakwa
berdasarkan keyakinannya bahwa ia telah melakukan apa yang
didakwakan. Praktik peradilan juri di Prancis membuat pertimbangan
berdasarkan metode ini dan mengakibatkan banyaknya putusan-putusan
bebas yang sangat aneh.
Pelaksanaan pembuktian seperti pemeriksaan dan pengambilan sumpah
saksi, pembacaan berkas perkara terdapat pada semua perundang-
undangan acara pidana, termasuk sistem keyakinan hukum melulu.

c) Sistem atau Teori Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim atas Alasan yang
Logis (Laconvinction Raisonnee
Menurut teori ini, hakim dapat memutuskan seseorang berdasar
keyakinannya, keyakinan yang didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian
disertai suatu kesimpulan (conclusive) yang berlandaskan kepada

7
peraturan-peraturan pembuktian tertentu. Jadi, putusan hakim dijatuhkan
dengan suatu motivasi. Teori ini juga disebut teori pembuktian bebas
karena hakim bebas untuk menyebut alasan-alasan keyakinannya (vrije
bewijstheori).

Sistem atau teori pembuktian jalan tengah atau yang berdasar keyakinan
hakim sampai batas tertentu ini terpecah kedua jurusan. Yaing pertama
yang telah disebut di atas yaitu Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim atas
Alasan yang Logis (Laconvinction Raisonnee) dan yang kedua pembuktian
berdasar undang-undang secara negatif (negatied wettelijk bewijstheorie).
Persamaan antara keduanya adalah sama-sama berdasar atas keyakinan
hakim, artinya terdakwa tidak mungkin dipidana tanpa adanya keyakinan
hakim bahwa ia bersalah. Perbedaannya adalah bahwa yang tersebut
pertama berpangkal tolak pada keyakinan hakim, tetapi keyakinan itu harus
didasarkan kepada suatu kesimpulan (conclusive) yang logis, yang tidak
didasarkan kepada undang-undang, tetapi ketentuan-ketentuan menurut
ilmu pengetahuan hakim sendiri, menurut pilihannya sendiri tentang
pelaksanaan pembuktian yang mana yang ia akan pergunakan. Sedangkan
yang kedua berpangkal kedua berpangkal tolak pada aturan-aturan
pembuktian yang ditetapkan secara limitatif oleh undang-undang, tetapi
hal itu harus diikuti dengan keyakinan hakim.

d) Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang secara Negatif


(Negatief Wettelijk)
HIR maupun KUHAP dan Ned. sc. yang lama dan yang baru menganut
sistem atau teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang secara Negatif
(Negatief Wettelijk). Hal tersebut dapat disimpulkan dari Pasal 183 KUHAP,
dahulu Pasal 294 HIR.

Pasal 183 KUHAP berbunyi: 'Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada
seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang
sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar
terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya."

Pada sistem Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang


secara Negatif (Negatief Wettelijk) ini, pemidanaan didasarkan kepada
pembuktian yang berganda (dubbel en grondslag, kata D. Simons), yaitu
pada peraturan undang-undang dan pada keyakinan hakim, dan menurut
undang-undang, dasar keyakinan hakim itu bersumberkan pada peraturan
undang-undang.

8
Penjelasan Pasal 183 KUHAP mengatakan bahwa ketentuan ini alah untuk
menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum bagi
seorang.
Untuk Indonesia, yang sekarang ternyata telah dipertahankan oleh KUHAP,
Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa Sistem Pembuktian Berdasarkan
Undang-Undang secara Negatif (Negatief Wettelijk) sebaiknya
dipertahankan berdasarkan dua alasan, pertama memang sudah
selayaknya harus ada keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa untuk
dapat menjatuhkan suatu hukuman pidana, janganlah hakim terpaksa
memidana orang sedangkan hakim tidak yakin atas kesalahan terdakwa.
Kedua ialah berfaedah jika ada aturan yang mengikat hakim dalam
menyusun keyakinannya, agar ada patokan-patokan tertentu yang harus
diturut oleh hakim dalam melakukan peradilan.

Anda mungkin juga menyukai