Menurut M. Yahya Harahap Jilid III Hal 662 – 663 suatu dakwaan dapat dikatakan tidak
dapat di terima jika dalam suatu dakwaan tersebut memenuhi hal-hal sebagai berikut :
a. Bukan merupakan perbuatan pidana ( kejahatan ataupun pelanggaran )
b. Ne bis in idem
Hal ini di atur dalam pasal 76 KUHP berbunyi :
“Kecuali dalam hal putusan hakim dapat diubah, orang tidak dapat dituntut
sekali lagi karena perbuatan yang baginya telah diputuskan oleh hakim di
Indonesia dengan putusan yang telah tetap (in krach van gewijsde)”.
Sehingga dari pasal 76 KUHP ini dapat di nyataa bahwa Nebis in idem jika memenuhi
hal sebagai berikut :
1) Adanya keputusan pengadilan yang telah telah mempunyai kekuatan yang
hukumnya tetap terhadap tindak pidana yang sama.
2) Putusan itu dijatuhkan terhadap orang yang sama.
3) Perbuatan yang dilakukan tersangka/terdakwa sama
c. Daluwarsa
Hal ini di atur dalam pasal 78 KUHP berbunyi :
“Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani
serta berisi :
a. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka;
b. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang
didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan”.
Secara singkat dan ringkas yang dimaskud dalam pasal di atas dan tambahan yang
menjadikan dakwaan menjadi batal demi hukum adalah sebagai berikut :
a. Tidak disebutkan locus dan tempus tindak pidana serta identitas terdakwa dalam surat
dakwaan
b. Dakwaan kabur ( Obsecur lieble )
- Unsur dalam dakwaan tidak sesuai fakta
- Tidak menggambarkan tindak pidana, melainkan perkara pidanya lebih cenderung ke
ranah perdata atau lainnya.
- Dakwaan bertentangan antara pasal dengan pasal ( biasanya berhubungan dengan
pasal 143 ayat 2,3 dan
note : Menurut putusan MK No. 28/PUU-XX/2022, jika dakwaan batal demi hukum dapat di
ajukan sekali ke muka persidangan.
Walaupun dalam pasal 143 ayat 4 ini bertentangan dengan pasal 72 KUHAP