Anda di halaman 1dari 7

Dalam menjatuhkan pidana kepada seseorang hakim harus memiliki setidaknya 2 alat bukti

yang diperoleh secara sah dan hakim harus memiliki keyakinan bahwa suatu tindak pidana tersebut
benar – benar terjadi dan terdakwalah yang melakukannya (pasal 183 KUHAP)

Adapun alat bukti yang sah menurut pasal 184 ayat (1) KUHAP, dibawah ini:

1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa

Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan disidang, kesalahan terdakwa atas
perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa tidak dapat dibuktikan atau tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan maka terdakwa harus diputus bebas sebagaimana diatur dalam pasal 191 ayat (1)
KUHAP. Dan jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan terhadap terdakwa
terbukti, tapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari
segala tuntutan hukum sebagaimana diatur dalam pasal 191 ayat (2) KUHAP.

Perintah untuk membebaskan terdakwa yang ditahan segera dilaksanakan jaksa setelah
putusan diucapkan, kecuali ada alasan lain yang menyebabkan terdakwa perlu untuk ditahan (pasal
192 ayat (2) KUHAP). Selain perintah pembebasan terdakwa yang berada dalam tahanan yang
dilaksanakan oleh jaksa, jaksa seketika itu pula mengembalikan barang bukti yang namanya
tercantum dalam putusan, kecuali jika menurut undang- undang barang bukti tersebut dirampas untuk
kepentingan Negara atau dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak dapat dipergunakan lagi
(perhatikan pasal 193 KUHAP). Berdasarkan pasal 197 ayat (1) KUHAP, putusan pidana harus
memuat:

a. Kepala putusan yang dituliskan berbunyi: “DEMI KEADILAN BERDASARKAN


KETUHANAN YANG MAHA ESA”;
b. Nama lengkap, temoat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat
tinggal, agama, dan pekerjaan terdakwa;
c. Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;
d. Pertimbangan yang disussun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat
pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di siding yang menjadi dasar penentuan
kesalahan terdakwa;
e. Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;
f. Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan
pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukuman dari putusan, disertai
keadaan yang memberatkan yang meringankan terdakwa;
g. Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim, kecuali perkara diperiksa oleh
hakim tunggal;
h. Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan
tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang
dijatuhkan;
i. Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang
pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;
j. Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana letaknya
kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu;
k. Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan;
l. Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama
panitera.

Jika putusan pemidanaan tersebut tidak memenuhi ketentuan dalam ayat (1) yakni huruf a
sampai dengan huruf l tersebut dapat mengakibatkan putusan batal demi hukum (perhatikan pasal 197
ayat (2) KUHAP). Kemudian berdasarkan penjelasan pasal 197 ayat (2) KUHAP.

Kemudian, berdasarkan penjelasan pasal 197 ayat (2) KUHAP bahwa kecuali yang tersebut
pada huruf a, e, f, dan h, apabila terjadi kekeliruan dalam penulisan, maka kekhilafan dan kekeliruan
penulisan atau pengetikan tidak menyebabkan batalnya putusan demi hukum.

Selanjutnya terhadap putusan bukan pemidanaan, berdasarkan pasal 199 KUHAP


menyebutkan:

(1) Surat putusan bukan pemidanaan memuat:


a. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 197 ayat (1) kecuali huruf e,f dan h;
b. Pernyataan bahwa terdakwa diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, dengan
menyebutkan alasan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
putusan;
c. Perintah supaya terdakwa segera dibebaskan jika ia ditahan

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 197 ayat (2) dan ayat (3) berlaku juga bagi
pasal ini
B. ACARA PEMERIKSAAN SINGKAT
Acara pemeriksaan singkat yaitu acara pemeriksaan yang menurut penuntut umum
pembuktiannya mudah dan sederhana, berdasarkan pasal 203 KUHAP, ciri- ciri perkara singkat yaitu:

1. Pembuktian dan persiapan hukumnya mudah serta sifatnya sederhana. Sederhana artinya
pemeriksaan perkara tidak memerlukan persidangan yang memakan waktu lama,
kemungkinan besar perkara sudah dapat diputus pada hari itu juga atau hanya memakan
waktu dua atau tiga kali siding saja. Sifat pembuktian dan persiapan hukumnya mudah
adalah terdakwanya sendiri pada waktu pemeriksaan penyidikan telah “mengakui”
sepenuhnya perbuatan tindak pidana yang dilakukannya serta didukung pula dengan alat
bukti yang lain serta membuktikan kesalahan terdakwa secara sah menurut undang-
undang
2. Ancaman maupun hukuman yang dijatuhkan tidak berat. Hukuman pidana yang
dijatuhkan pada terdakwa tidak melampaui tiga tahun penjara.

Berdasarkan pasal 203 KUHAP terdapat ciri- ciri perkara singkat dimana salah satunya
adalah pembuktian dan persiapan hukumnya mudah serta sifatnya yang sederhana. Namun ditegaskan
dalam pasal 203 ayat (3) bagian keempat Bab XVI mengenai pembuktian dinyatakan tidak berlaku
bagi pemeriksaan singkat. Namun dalam hal pembuktian yang bagaimana yang dijadikan bukti hal ini
tidak ada penjelasan lebih lanjut bahkan didalam peraturan pemerintah No. 58 Tahun 2010 tentang
pelaksanaan KUHAP.

Dalam acara pemeriksaan singkat ini, penuntut umum tidak hanya memeriksa berkas perkara
dari penyidik, tetapi juga secara langsung menerima dari penyidik pembantu. Penuntut umum
menghadapkan terdakwa dengan memberitahukan dari catatan kepada terdakwa tentang tindak pidana
yang didakwakan kepadanya. Pemberitahuan yang dicatat dalam berita acara siding merupakan
pengganti surat dakwaan. Kemungkinan pemeriksaan tambahan dimaksud dinyatakan dalam pasal
203 ayat (3) huruf b KUHAP, sebagai berikut:

“dalam hal hakim memandang perlu pemeriksaan tambahan, supaya diadakannya


pemeriksaaan tambahan dalam waktu yang paling lama empat belas hari dan bilamana dalam waktu
tersebut penuntut umum belum juga dapat menyelesaikan pemeriksaan tambahan, maka hakim
memerintahkan perkara itu diajukan kesidang pengadilan dengan acara biasa”
Terhadap hal:

1. Siapakah yang berwenang melakukan pemeriksaan tambahan jika dikaitkan dengan


pemeriksaan tambahan yang dilakukan penyidik dalam rangka prapenuntutan (pasal 10
ayat (2) KUHAP). Dan
2. Apakah pemeriksaan tambahan yang dilakukan terhadap terdakwa diberitahukan haknya
untuk didampingi penasehat hukumnya.

Dikemukakan bahwa:

1. Pemeriksaan tambahan dilakukan oleh penuntut umum mengingat:


a. Perkara sedang diperiksa disidang pengadilan, bukan dalam tingkat penyidikan.
b. Pemeriksaaan tambahan dilaksanakan atas perintah hakim (penetapan hakim) sesuai
dengan ketentuan pasal 1 butir 6 b dan ketentuan pasal 14 huruf j KUHAP.
c. Sesuai dengan asas KUHAP, penyidangan perkara harus dilakukan dengan cepat,
sederhana dan murah.
d. Tenggang waktu empat belas hari memerlukan waktu yang lebih lama apabila perkara
dikembalikan penyidik sehingga asas KUHAP tersebut diatas tidak akan terwujud.
2. Dalam hal penuntut umum melakukan pemeriksaan tambahan bukan merupakan
kewajiban baginya untuk memberitahukan kepada terdakwa untuk didampingi penasehat
hukumnya, mengingat hal ini telah diketahuinya sejak penyidikan dilakukan oleh
penyidik.

Dalam acara pemeriksaan acara singkat berdasarkan pasal 203 ayat (3) KUHAP setelah siding
dibuka oleh Ketua Majelis serta menanyakan identitas terdakwa kemudian penuntut umum
diperintahkan untuk menguraikan tindak pidana yang didakwakan secara lisan, dan hal tersebut
dicatat dalam Berita Acara siding sebagai pengganti surat dakwaan, untuk pendaftaran perkara pidana
dengan pemeriksaan acara singkat, akan didaftarkan di Panitera Muda pidana setelah Hakim melalui
pemeriksaan perkara.

Apabila pada saat persidangan, terdakwa atau saksi bersangkutan tidak hadir, maka
persidangan dikembalikan kepada Penuntut Umum secara langsung tanpa penetapan, melainkan
melalui buku pengantar (Ekspedisi).
Dalam acara pemeriksaan acara singkat ini, amar putusan tidak dibuat secara khusus, tetapi
dicatat dalam berita acara sidang, sedangkan isi surat putusan tersebut adalah sama dengan putusan
pengadilan acara biasa atau mempunyai kekuatan hukum yang sama. Terhadap putusan pemidanaan
sepenuhnya berlaku ketentuan pasal 197 ayat (1) KUHAP, artinya putusan perkara acara singkat yang
menjatuhkan pemidanaan harus memuat butir- butir ketentuan dalam pasal 197 ayat (1) KUHAP.
Akan tetapi penguraiannya dapat disederhanakan, dan terhadap ketentuan yang disebutkan dalam
pasal 197 ayat (2) KUHAP berikut penjelasanya berlaku sepenuhnya bagi putusan perkara dengan
acara singkat. Terhadap putusan yang bukan pemidanaan berlaku ketentuan pasal 199 KUHAP.

C. ACARA PEMERIKSAAN CEPAT


Acara pemeriksaan cepat terbagi dalam dua paragraph, yakni acara pemeriksaan tindak
pidana ringan dan acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas.

1) Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan


Acara tindak pidana ringan yang dimaksud adalah pemeriksaan perkara pidana yang diancam
dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh
ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan, pelanggaran lalu lintas juga kejahatan ringan yang
dimaksud dalam Pasal 315 KUHP dan diadili oleh Hakim Pengadilan Negeri tanpa ada kewajiban dari
Penuntut Umum untuk menghadirinya kecuali bagaimana sebelumnya Penuntut Umum menyatakan
keinginannya untuk hadir pada siding itu.

Apabila terdakwa tidak hadir dipersidangan putusan Verstek (putusan yang dijatuhkan tanpa
hadirnya terdakwa) mengenai dijatuhkannya pidana berupa perampasan kemerdekaan, terpidana dapat
mengajukan perlawanan (Verzet). Panitera mengajukan perlawanan kepada penyidik dan hakim akan
menetapkan hari persidangan untuk memutus perkara perlawanan tersebut. Perlawanan dalam waktu 7
(tujuh) hari setelah putusan diberitahukan secara sah kepada terdakwa.

Dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan ditentukan bahwa pengadilan mengadili
dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana
perampasan hak kemerdekaan terdakwa dapat diminta banding sedangkan penuntut umum tidak
menghadiri sidang (pasal 205 KUHAP). Pada umumnya saksi dalam pemeriksaan tindak pidana
ringan ini tidak disumpah, kecuali hal itu dianggap perlu oleh hakim (pasal 208 KUHAP). Disamping
itu dalam pemeriksaan tindak pidana ringan ini berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik
(pasal 209 ayat (2) KUHAP). Memperhatikan pasal 205 ayat (2) KUHAP yang menyebutkan

“dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) penyidik atas kuasa penuntut umum,
dalam waktu tiga hari sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa beserta
barang bukti, saksi dan atau juru Bahasa ke siding pengadilan"
Dapat disimpulkan bahwa kedudukan penyidik sejajar dengan penuntut umum, yaitu penyidik
atas kuasa penuntut umum menghadapkan terdakwa, barang bukti, saksi, saksi ahli, dan juru bahasa
kesidang pengadilan. Namun demikian, hubungan penyidik dan penuntut umum dimaksud bukan
berarti penyidik melaksanakan putusan pengadilan, penuntut umum tetap melaksanakan putusan
pengadilan sesuai dengan pasal 270 KUHAP.

2) Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas


Acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan yang dimaksud adalah pelanggaran
tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan. Sesuai dengan makna yang
terkandung dalam acara pemeriksaan cepat. Perkara ini tidak memerlukan berita acara pemeriksaan,
melainkan penyidik hanya mengirimkan catatan- catatan dengan segera ke pengadilan. Selambat-
lambatnya pada kesempatan hari siding pertama berikutnya setelah catatan- catatan tersebut
diserahkan di pengadilan.

Dalam perkara yang tergolong dalam perkara pelanggaran lalu lintas jalan ini, terdakwa dapat
mengajukan perlawanan dalam waktu tujuh hari setelah putusan diucapkan oleh pengadilan tersebut.
Jika putusan telah mengajukan perlawanan tetap berupa pidana, dimana sebelumnya terdakwa tidak
hadir telah dijatuhi putusan pidana perampasan kemerdekaan, maka terhadap putusan terdakwa dapat
mengajukan banding (pasal 214 ayat (8) KUHAP)

Dalam keadaan demikian penuntut umum tidak perlu membuat kontra memori banding,
karena itu tidak ada ketentuan yang mengatur untuk itu.
BAB V

PENUTUP

Fungsi dan tujuan peradilan secara singkat dapat disimpulkan yaitu menerima, memeriksa dan
memutus perkara demi tegaknya rule of law, sehingga Pengadilan Negeri dalam melaksanakan fungsi
peradilannya ia menerima dari penuntut umum untuk diperiksa dimuka persidangan guna untuk
diambil putusan yang sesuai dengan hukum dan keadilan demi tegaknya negara hukum Indonesia.

Pemeriksaan di persidangan dalam perkara pidana dibatasi oleh fakta yang didakwakan dalam
surat dakwaan, yang selanjutnya dasar proses penuntutan serta hakim menjatuhkan putusannya
semata-mata didasarkan kepada hasil pemeriksaan dan penilaian fakta yang diuraikan dalam surat
dakwaan yang dianggap terbukti.

Anda mungkin juga menyukai