0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
44 tayangan11 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang etika kepribadian dan pelaksanaan tugas seorang Notaris. Secara ringkas, dokumen tersebut menjelaskan bahwa Notaris harus memiliki moral yang tinggi, berpakaian rapi, bersikap profesional kepada staf, serta menjalankan tugas dengan jujur dan melayani masyarakat.
Dokumen tersebut membahas tentang etika kepribadian dan pelaksanaan tugas seorang Notaris. Secara ringkas, dokumen tersebut menjelaskan bahwa Notaris harus memiliki moral yang tinggi, berpakaian rapi, bersikap profesional kepada staf, serta menjalankan tugas dengan jujur dan melayani masyarakat.
Dokumen tersebut membahas tentang etika kepribadian dan pelaksanaan tugas seorang Notaris. Secara ringkas, dokumen tersebut menjelaskan bahwa Notaris harus memiliki moral yang tinggi, berpakaian rapi, bersikap profesional kepada staf, serta menjalankan tugas dengan jujur dan melayani masyarakat.
1. Jika Notaris, baik di Kantor maupun dalam kehidupan sehari-hari tidak berpakaian secara sopan seharusnya tidak dilakukan. Kewajiban etnis Notaris yang tercantum dalam Pasal 3 ayat (1) Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia di Banten pada tanggal 29-30 Mei (selanjutnya disebut KEN INI 2015), mengatur bahwa Notaris harus memiliki moral, akhlak, serta kepribadian yang baik. Memang dalam Norma ini tidak disebutkan secara eksplisit terkait penampilan, yakni Notaris harus mengenakan pakaian yang rapi baik di kantor maupun dalam kehidupan sehari-hari. Namun, seharusnya, walau tanpa adanya norma yang mengatur secara eksplisit terkait cara berpakaian yang baik, seorang Notaris harus sudah sadar untuk berpakaian yang rapi di manapun mereka berada dan dengan siapapun mereka bertemu. Cara berpenampilan yang baik dengan berpakaian yang sopan dan rapi merupakan cerminan dari adanya moral, akhlak, serta kepribadian yang baik. Esensi dari etika, meliputi juga dari cara berpenampilan. 2. Jika seorang Notaris jika berhadapan dengan staff dan karyawan selalu emosi, seharusnya tidak boleh dilakukan. Kewajiban etnis Notaris yang tercantum dalam Pasal 3 ayat (16) KEN INI Tahun 2015, mengatur bahwa Notaris harus mampu menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas jabatan dan up sehari-hari serta saling memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahmi. Apabila didapati Notaris yang ketika berhadapan dengan karyawannya selalu emosi, maka Notaris yang demikian tidak berhasil melaksanakan amanah yang ditetapkan dalam Kode Etik Notaris dalam berperilaku. Spirit Kode Etik Notaris adalah penghormatan terhadap martabat manusia pada umumnya dan martabat Notaris pada khususnya. Dengan dijiwai pelayanan yang berintikan “penghormatan terhadap martabat manusia pada umumnya dan martabat Notaris pada khususnya”, maka salah satu ciri pengemban Jabatan Notaris yakni saling memperlakukan rekan sejawat mauapun karyawannya secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahmi. 3. Sikap saya jika saya dititipkan sejumlah uang oleh Para Penghadap untuk suatu pengurusan yang terkait dengan jabatan saya sebagai seorang Notaris, namun uang tersebut malah saya pergunakan untuk biaya dan kepentingan saya pribadi, maka saya akan merasa SANGAT MALU, karena saya tidak berhasil untuk menjaga harkat, martabat serta keluhuran jabatan sebagai seorang Notaris. Karena sejatinya, Notaris harus menjaga harkat dan martabat Notaris sebagai profesi yang luhur, dan harus menjalankan kewajiban yang tertuang dalam Pasal 16 UUJNP yakni untuk BERTINDAK JUJUR dan menjaga kepentingan para pihak dalam pembuatan akta. Penitipan uang dari Penghadap ke Notaris (uang pajak misalnya) bertujuan untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada klien dalam suatu proses hukum. Jika Notaris bersikap JUJUR demi menjaga kepentingan para pihak sesuai dengan Pasal 16 UUJNP, tidak akan menjadi masalah. Namun jika Notaris tidak JUJUR, maka Notaris bisa saja terlibat dalam kasus penggelapan dan dapat dikenai sanksi pidana. 4. Dalam menjalankan jabatannya ketika ada para pihak yang datang ke Notaris untuk membuat akta Notaris, maka Notaris harus teliti memperhatikan substansi dari akta yang akan dibuat yakni Notaris harus mengacu pada syarat sahnya perjanjian yaitu berdasarkan pasal 1320 KUHPerdata. Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya perjanjian, yakni sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; kecakapan untuk membuat suatu perikatan; suatu hal tertentu; dan suatu sebab yang halal. Syarat sepakat mereka yang mengikatkan dirinya dan adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan yang tercantum dalam pasal 1320 tersebut merupakan syarat subjektif apabila syarat tersebut dilanggar maka akta Notaris yang bersangkutan dapat dibatalkan. Sebagai seorang Notaris yang profesional, segala aspek dalam hal pembuatan akta yang akan dilakukan harus diteliti dengan seksama disinilah asas kehati-hatian Notaris diperlukan. Apabila isi akta yang diminta bertentangan dengan hukum/peraturan perundang-undangan/norma agama/sosial, maka Notaris wajib untuk menolak penghadap tersebut sebagai klien. 5. Apabila ada seorang Notaris yang mengupload kegiatannya yang berkaitan dengan jabatannya secara terus-menerus di media sosial, maka menurut saya, sama saja secara tidak langsung Notaris tersebut melakukan kegiatan promosi diri melalui sosial media, yang tentu saja hal ini bertentangan dengan norma yang ada. Terlebih apabila tertera alamat atau nama lengkap dari si Notaris tersebut. Pada Pasal 4 ayat (3)Kode Etik Notaris menyebutkan bahwa Notaris dilarang melakukan publikasi atau promosi diri dengan cara – cara yang disebutkan pada isi ayat dari pasal tersebut, sehingga sudah jelas apabila hal – hal yang disebutkan merupakan pelanggaran Kode Etik Notaris.
B. ETIKA MELAKSANAKAN JABATAN
1. Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) menyebutkan bahwa “Suatu akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu DI TEMPAT AKTA ITU DIBUAT.” Kemudian, Dalam Pasal 1 angka 1 UUJN, disebutkan bahwa Notaris merupakan pejabat umum, yang berwenang untuk membuat akta otentik. Frasa “di tempat dimana akta dibuat” dalam Pasal 1868 KUHPerdata, berhubungan dengan tempat kedudukan Notaris, bahwa Notaris mempunyai tempat kedudukan di wilayah kabupaten atau kota (Pasal 18 ayat (1) UUJN). Wilayah jabatan Notaris meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukannya (Pasal 18 ayat (2) UUJN). Apabila ada akta yang rancangannya sudah dibuat oleh si penghadap yang datang atau bahkan orang lain, maka sifat keontentikan dari Akta tersebut sudah hilang, karena rancangannya tersebut bisa jadi dibuat di luar wilayah jabatan si Notaris dan bisa saja rancangan yang ada tersebut dibuat untuk menguntungkan salah satu pihak atau tidak memenuhi keinginan Penghadap, sehingga konflik dapat muncul di kemudian hari. 2. Sebagaimana diketahui bahwa Notaris adalah jabatan yang luhur. Dalam hal ini, Notaris diamanatkan oleh Negara untuk dapat membuat Akta Otentik. Akta Otentik yang dibuat oleh Notaris sebagai pemangku jabatan yang luhur ini, tentu harus terdiri dari anatomi Akta yang telah ditentukan dalam UU, khususnya dalam Pasal 38 UUJNP. Selain itu, Notaris memiliki tanggungjawab terhadap Akta yang dibuatnya. Sehingga apabila ada Notaris yang hanya sekedar mengcopy paste akta, maka dia bisa dikatakan hanya sekedar “tukang membuat akta”. Dikarenakan Notaris memiliki tanggungjawab terhadap Akta yang dibuatnya, maka Notaris harus benar-benar memahami apa yang ia tuangkan dalam Akta, dengan pedoman yang termaktub dalam Pasal 38 UUJNP. Jika hanya copy paste, yang ditakutkan adalah Notaris tidak memahami apa yang dituangkannya di dalam Akta. 3. Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya harus dilaksanakan di kantor, dan dalam hal ini Notaris harus aktif dalam menjalankan tugas dan jabatannya (tidak pasif dan sering tidak hadir di kantor). Kewajiban etnis Notaris yang tercantum dalam Pasal 3 ayat (15) KEN INI Tahun 2015, mengatur bahwa Notaris wajib untuk menjalankan jabatan Notaris di kantornya, kecuali alasan-alasan tertentu. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuat akta itu. Dalam menjalankan tugas jabatannya harus dalam keadaan fiktif, artinya tidak dalam keadaan cuti atau diberhentikan sementara waktu. Notaris yang sedang cuti, sakit, atau sementara berhalangan untuk menjalankan tugas jabatannya dapat menunjuk Notaris Pengganti (Pasal 1 angka 3 UUJN). Sedangkan tugas jabatan Notaris dapat dilakukan oleh pejabat sementara untuk Notaris yang kehilangan kewenangannya dengan alasan meninggal dunia, telah berakhir masa jabatannya minta sendiri, tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan sebagai Notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun, pindah wilayah jabatan,diberhentikan sementara, atau diberhentikan dengan tidak hormat. 4. Kewajiban etnis Notaris yang tercantum dalam Pasal 3 ayat (6) dan (7) KEN INI Tahun 2015, mengatur bahwa Notaris harus mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara; dan Memberikan jasa pembuatan akta dan kewenangan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium. Maka dapat dikatakan bahwa tujuan utama Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya adalah untuk melayani sesama dan yang utama bukan terkait honor. Lain daripada itu, belum tentu apa yang dikehendaki Penghadap tidak melanggar norma yang ada. Setinggi- tingginya honor yang dijanjikan si penghadap terhadap Notaris apabila yang dikehendaki adalah suatu hal yang tidak selaras dengan norma yang ada, maka Notaris wajib menolaknya. Karena Notaris wajib menghormati, menjaga dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan, karena tergolong dalam jabatan yang luhur dan mulia. Pasal 3 ayat (2) KEN INI. 5. Sesuai dengan pasal 44 UUJN segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi, dan Notaris dan dalam pasal 16 ayat (1) UUJNP huruf m, yang mana harus Notaris itu sendiri yang membacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris. Maka jika ada penghadap tidak datang/menghadap bersamaan dan ada penghadap lain yang menghendaki penandatanganan akta dilakukan tidak bersamaan dengan penghadap yang lainnya, maka saya akan menolaknya. C. ETIKA PELAYANAN TERHADAP PENGHADAP 1. Kewajiban etnis Notaris yang tercantum dalam Pasal 3 ayat (4) dan (17) KEN INI Tahun 2015 mengatur bahwa Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya harus bersikap jujur, mandiri, tidak berpihak, amanah, seksama, penuh tanggungjawab berdasarkan Peraturan Perundang-undangan dan sumpah jabatan, serta Notaris tidak diperkenankan untuk membeda-bedakan klien. Terkait sikap jujur, mandiri, tidak berpihak, amanah, seksama, penuh tanggungjawab berdasarkan Peraturan Perundang- undangan dan sumpah jabatan oleh Notaris juga diatur pada Pasal 16 UUJNP. Maka dari itu, sangatlah tidak dibenarkan apabila ada Notaris yang bersikap diskriminatif terhadap kliennya atau terhadap siapapun juga. 2. Salah satu kewajiban Notaris adalah memberikan pelayanan hukum dalam hal pembuatan akta secara cuma-cuma atau tanpa memungut biaya kepada masyarakat yang tidak mampu. Hal ini secara tegas diatur dalam UUJNP Pasal 37 ayat (1), juga dalam Pasal 3 ayat (7) Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia. Hal ini mencerminkan bahwa Notaris mengutamakan pengabdian kepada Negara dan kepentingan seluruh lapisan masyarakat dari semua golongan, sesuai yang telah diamanatkan dalam UUJN. 3. Pada prinsipnya Notaris dapat menjalankan jabatannya di setiap waktu, tanpa terkecuali, baik di hari kerja maupun di hari libur, sepanjang ia telah mengucapkan sumpah jabatannya selaku Notaris dan tidak sedang dalam keadaan cuti. Notaris tidak mempunyai hari kerja. Notaris wajib menjalankan jabatannya, khususnya dalam pembuatan akta apabila diminta oleh masyarakat, sekalipun permnintaan itu dilakukan pada hari minggu atau libur nasional lainnya. Notaris dilarang untuk menolak pembuatan akta tanpa alasan yang sah. Pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN mewajibkan Notaris memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam UUJN, kecuali ada alasan untuk menolaknya. Penolakan pembuatan akta dapat dilakukan apabila: a) Notaris berhalangan karena sakit atau karena pekerjaan jabatan lain; b) Apabila para penghadap tidak dikenal oleh Notaris atau identitasnya tidak dapat diterangkan kepada Notaris; c) Apabila para pihak tidak dapat menerangkan kemauan mereka dengan jelas kepada notaris; d) Apabila para penghadap menghendaki sesuatu yang bertentangan dengan undang-undang; e) Apabila pembuatan akta yang bersangkutan akan bertentangan dengan ketentuan Pasal 52 UUJN. f) Kewajiban etnis Notaris yang tercantum dalam Pasal 3 ayat (15) KEN INI Tahun 2015, mengatur bahwa Notaris wajib untuk menjalankan jabatan Notaris di kantornya, kecuali alasan-alasan tertentu. 4. Apabila ada hal-hal tertentu yang mengharuskan Notaris tidak menjalankan tugas dan jabatannya di kantornya (seperti misalnya dalam hal pembuatan Akta Berita Acara dari suatu Rapat Pleno Pengurus Lengkap pada Yayasan), maka hal tersebut diperbolehkan asalkan tidak keluar dari wilayah jabatan si Notaris (Pasal 18 ayat (1) dan (2) UUJN Nomor 30 Tahun 2004). Pemenuhan tanggungjawab atas tempat dan kedudukan Notaris yang tercantum dalam Pasal 18 UUJN tersebut, dibuktikan dengan pelaksanaan ketentuan pasal 38 ayat 4 huruf b UUJNP, yakni dengan cara menuangkan dalam akta dimana tempat penandatanganannya, apabila penandatanganan tersebut dilaksanakan diluar kantor notaris namun masih tetap masuk dalam wilayah jabatannya. Tidak terpenuhinya ketentuan pasal ini mengakibatkan notaris wajib bertanggung jawab atas kerugian yang mungkin akan timbul dikarenakan akta notariil terdegradasi dan bernilai sebagai akta dibawah tangan. 5. Berdasarkan amanat Pasal 36 ayat (2-4) dalam UUJN Nomor 30 Tahun 2004, mengatur bahwa parameter Notaris dalam menentukan honorarium pada klien, antara lain : (2) Besarnya honorarium yang diterima oleh Notaris didasarkan pada nilai ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap akta yang dibuatnya. (3) Nilai ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan dari objek setiap akta sebagai berikut : a. sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau ekuivalen gram emas ketika itu, honorarium yang diterima paling besar adalah 2,5% (dua koma lima persen); b. di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorarium yang diterima paling besar 1,5 % (satu koma lima persen); atau c. di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorarium yang diterima didasarkan pada kesepakatan antara Notaris dengan para pihak, tetapi tidak melebihi 1% (satu persen) dari objek yang dibuatkan aktanya. (4) Nilai sosiologis ditentukan berdasarkan fungsi sosial dari objek setiap akta dengan honorarium yang diterima paling besar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
D. ETIKA BERHUBUNGAN SESAMA NOTARIS
1. Jika kelak saya sebagai Notaris menerima akta yang dibuat oleh Notaris lain dan ternyata saya menemui ada kesalahan dalam akta tersebut, maka sikap saya adalah meberitahukan kepada Notaris tersebut terkait kesalahannya dan menginformasikan hal yang seharusnya kepada si Notaris. Hal ini termaktub dalam Pasal 3 ayat (16) KEN INI, yang mengatur bahwa Notaris wajib menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam menjalankan tugas jabatan terutama kepada rekan sejawat secara baik dengan saling membantu dan memberitahu apabila terjadi kesalahan. Dalam hal ini saya juga tidak serta merta menghakimi si Notaris yang membuat akta yang salah tersebut, hal ini tercantum dalam pasal 4 ayat (12) yang mengatur bahwa Notaris dilarang untuk menjelekkan Akta Notaris lain. 2. Kode Etik Notaris justru sebaliknya yang mengatur mengenai larangan bagi Notaris untuk menetapkan tarif dibawah standar yang telah ditetapkan oleh perkumpulan. Sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 3 ayat (14) KEN INI 2015, bahwa “Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris wajib melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium yang ditetapkan perkumpulan”. Hal ini berarti bahwa perkumpulan telah membuat suatu aturan yang berkaitan dengan honorarium Notaris. Selain pasal tersebut dalam Pasal 4 ayat (10) Kode Etik Notaris juga mengatur mengenai honorarium, bahwa notaris atau orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan notaris dilarang menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan perkumpulan. Dalam hal jika kelak saya menjadi seorang Notaris dan menemukan rekan yang tidak mematuhi ketentuan honorarium sesuai kesepakatan perkumpulan, maka saya akan melaporkannya ke Majelis Pengawas Daerah Notaris agar tidak saling merugikan satu dengan yang lain. 3. Jika kelak saya menjadi seorang Notaris dan kantor saya sangat laku, kemudian didapati ada rekan sesama Notaris yang sepi klien dan tidak seramai kantor milik saya, maka saya siap untuk berbagi dengan rekan Notaris tersebut. Hal ini didasari oleh Pasal 3 ayat (16) KEN INI 2015 yang menyebutkan bahwa “Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahim;” 4. Jika ada rekan Notaris dengan wilayah kerja yang berbeda dengan saudara meminta nomor akta, tanggal/bulan/tahun akta kepada saudara, padahal aktanya belum dibuat dan data/dokumen pendukungnya akan dikirim kemudian, maka kita harus mengingatkannya bahwa hal yg dilakukan oleh rekan tersebut tidak dapat dibenarkan. Jika didapati ada kasus seperti di atas, maka hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap kewajiban Notaris sebagaimana disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d dan huruf m juncto Pasal 44 ayat (1) UUJN. Hal ini terjadi karena dalam pembuatan akta harus dibacakan oleh Notaris dan setelah itu ditandatangani minuta akta dihadapan Notaris oleh para penghadap, saksi dan Notaris. Lalu, setelah itu timbulah salinan aktanya. Dan Notaris dituntut untuk bekerjanya harus sesuai dengan UUJN dan Kode Etik Notaris, jangan sampai dalam bekerjanya menyimpang dari ketentuan UUJN dan Kode Etik Notaris. 5. Jika kelak saya menjadi seorang Notaris dan kemudian datang kepada saya seseorang yang akan melamar pekerjaan ke kantor Notaris saya, dan pelamar tersebut pernah bekerja di Notaris lain, maka saya perlu menghubungi rekan Notaris tersebut. Hal ini perlu saya lakukan untuk memastikan apakah si pelamar tersebut adalah sesosok yang layak untuk bekerja sebagai karyawan Notaris atau tidak atau memenuhi kriteria sebagai karyawan Notaris (Pasal 40 UUJNP) dan untuk memastikan bahwa si pelamar tersebut sudah benar-benar berhenti sebagai karyawan Notaris di tempat lain (Pasal 4 ayat (11) KEN INI 2015 yang mengatur bahwa “Notaris tidak diperkenankan untuk mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan, termasuk menerima pekerjaan dari karyawan kantor Notaris lain;”. Saya sebagai Notaris, harus memastikan bahwa yang menjadi karyawan atau staff di Kantor saya tersebut harus benar-benar berintegritas tinggi, memiliki moral dan akhlak yang baik, serta memenuhi kriteria baik dalam UUJN maupun KEN INI. E. ETIKA PENGAWASAN 1. Jika kelak saya sudah menjabat sebagai seorang Notaris dan mendapati ada rekan yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik, maka saya akan membantu mengingatkan terhadap rekan saya tersebut untuk tetap teguh menjaga dan menjunjung tinggi harkat dan martabat sebagai seorang Notaris dengan menjaga moral, akhlak dan kepribadian yang baik, seperti yang diamanatkan dalam Pasal 3 (ayat 1) KEN INI 2015. Karena sejatinya Notaris dalam menjalankan jabatannya senantiasa bercermin pada etika moral profesi yang diembannya, taat pada asas hukum yang ada, serta tunduk dan patuh pada setiap norma yang ada, sehingga masyarakat benar-benar dapat memaknai bahwa Notaris adalah suatu profesi yang luhur dan mulia. 2. Saya akan dengan tegas MENOLAK jika ada rekan Notaris yang mengajak untuk membuat Akta yang melanggar hukum dan kode etik, karena hal ini dapat merugikan banyak pihak dan saya sendiri sebagai pemangku jabatan sebagai Notaris. Keabsahan suatu Akta yang dibuat oleh Notaris harus sesuai dengan syarat sahnya sebuah perjanjian seperti yang tercantum dalam pasal 1320 KUH Perdata; untuk sahnya persetujuan diperlukan empat syarat; 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Apabila salah satu syarat tersebut dilanggar, seperti halnya ketidak cakapan atau suatu sebab yang tidak halal, maka menjadi tidak sah pula akta yang dibuat oleh si Notaris.Berkaitan dengan kebatalan atau pembatalan akta notaris, Pasal 84 UUJ N telah mengatur tersendiri, yaitu jika notaris melanggar (tidak melakukan) ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i, k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, maka akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta menjadi batal demi hukum. Setelah UUJN mengalami perubahan, ketentuan sanksi yang termuat dalam Bab XI UUJN termasuk Pasal 84 UUJN dihapus, karena UUJNP memasukkan sanksi- sanksi dalam pasal-pasal tertentu. Penyesuaian pengenaan sanksi yang diterapkan UUJNP pada pasal tertentu antara lain, berupa pernyataan bahwa Akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, peringatan lisan/peringatan tertulis, atau tuntutan ganti rugi kepada notaris. Sanksi akta batal demi hukum tidak ditemukan lagi dalam UUJNP. Tugas notaris adalah memformulasikan kehendak para pihak yang kemudian dituangkan dalam suatu akta. Maka dalam hal ini, Notaris harus bertanggungjawab terhadap wewenangnya (Pasal 15 UUJN), substansi atau isi dari si akta, dan harus paham terkait hukum yang lain. 3. Jika ada pihak yang datang ke hadapan saudara untuk membuat akta, ternyata biaya/honorarium yang saya tentukan lebih tinggi, dan penghadap membandingkan dengan notaris lain yang lebih rendah, maka hal yang akan saya lakukan adalah mencocokkan kesesuaian standart tarif yang telah ditentukan dalam Pasal 36 UUJN dengan harga yang sudah saya tawarkan kepada si Penghadap. Apabila dirasa tidak menyalahi aturan yang ada, maka saya akan menjelaskan dengan baik kepada si Penghadap tanpa menjelekkan Notaris lain (Pasal 4 ayat (12) KEN ini 2015). Apabila si Penghadap menerima penjelasan saya, maka saya akan melayani penghadap tersebut dengan sepenuh hati dan dengan tidak menyalahi norma yang ada. Jika si Penghadap masih tidak terima, saya akan memberi kesempatan kepada penghadap tersebut untuk memilih Notaris lain yang sesuai dengan keinginannya. 4. Kelak, jika saya menjadi seorang Notaris, maka saya akan tetap menjaga dan menjunjung tinggi harkat dan martabat sebagai seorang Notaris, dengan memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik. Hal ini seperti yang diamanatkan dalam Pasal 3 (ayat 1) KEN INI 2015. Berguncing dan membicarakan suatu keburukan orang lain bukanlah cerminan dari baiknya suatu moral, akhlak dan kepribadian. Maka saya akan memilih untuk tidak ikut saling membicarakan keburukan orang lain apalagi jika hal ini dilakukan dengan sesama rekan Notaris (yang notabene sama-sama memangku jabatan yang luhur dan mulia). Bahkan, saya akan ikut memperingati dan menegaskan terhadap rekan Notaris tersebut untuk menghentikan pembicaraan terkait guncingan- guncingan, gosip dan terkait keburukan orang lain, yang notabene tidak ada manfaatnya sama sekali terhadap kemajuan jabatan yang diemban. Pasal 17 ayat (1) huruf i UUJN pun juga mengatur bahwa dalam menjalankan tugas dan jabatannya Notaris dilarang melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris. 5. Tidak segala hal diatur oleh UUJN, Kode Etik dan Peraturan Perkumpulan. Maka setiap yang saya lakukan, saya harus memegang teguh prinsip untuk menjangga dan menjunjung tinggi harkat dan martabat sebagai Notaris untuk bermoral, berakhlak dan bersikap yang baik (Pasal 3 ayat (1) KEN INI 2015). Sehingga baik dilihat ataupun tidak dilihat oleh perkumpulan maupun organisasi, saya tidak akan berbuat hal-hal yang melanggar norma yang ada seperti rumusan pada Pasal 17 ayat (1) huruf i UUJN.