Anda di halaman 1dari 103

Fira Natasha

2006525412
REG 2020

RESUME CATATAN
HUKUM ACARA
PERDATA

Fira Janice Natasha Sinuraya (2006525412)


REG C

1
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
Daftar Isi

Daftar Isi 2

Hukum Acara Perdata II : Depok, 15 Februari 2022 9


Definisi Hukum Acara Perdata 9
Fungsi Hukum Acara Perdata 9
Sifat dari Hukum Acara Perdata 9
Sumber Hukum dalam Hukum Acara Perdata: 9
Asas – Asas dalam Hukum Acara Perdata: 10
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia 12
Mahkamah Agung RI 13
Lingkungan Peradilan Di Bawah MA: 13
Perkembangan Aspek Struktural dalam Peradilan 14
Judex Factie : 15
Judex Juris : 15

Hukum Acara Perdata III : Depok, 22 Februari 2022 17


Kompetensi Mengadili 17
Kompetensi Absolut (134 HIR/ 160 Rbg, Attributie van rechtspraak) 17
Kompetensi Relatif (Mengadili yang setingkat dan sejenis) (Pasal 118 HIR ayat (1))
(Distributie van Rechtspraak) 18
Cara Mengajukan Gugatan: 20
Cara Menghadap: 20
Perbedaan Gugatan dan Permohonan 21

Hukum Acara Perdata IV : Depok, 1 Maret 2022 24


Segi Yudisial Pengajuan Perkara 24
Tahap hari sidang pertama; 24
Penggugat dan tergugat sama - sama hadir; 24
Penggugat Hadir dan Tergugat Tidak Hadir 24
Tahap jawab menjawab 25
Tahap pembuktian; 25
Tahap penyampaian kesimpulan. 25
Tahap putusan hakim dan pelaksanaannya 25
Pelaksanaan E-Court dalam Hukum Acara Perdata di Indonesia 25
E-Filing 26
E-Skum (Pembayaran Panjar Biaya Online) 27
Dokumen Persidangan 27

2
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
Pemanggilan Elektronik (e-Summons) 27
Perbedaan antara Perma 3/ 2018 dan Perma 1/ 2019 28

Hukum Acara Perdata V : Medan, 8 Maret 2022 42


Mediasi 42
Pengertian Mediasi 42
Ruang Lingkup Perma 1/ 2016 43
Kewajiban Melakukan Mediasi 43
Pengecualian Mediasi (Ps. 4) 43
Sifat dan Proses Mediasi 44
Itikad Baik dalam Mediasi (Pasal 7) 44
Itikad Tidak Baik (Pasal 22 dan Pasal 23) 44
Mediator 44
Kewajiban dari Kuasa Hukum dalam Mediasi (Pasal 18) 45
Biaya dan Jasa dari Mediator (Pasal 8) 45
Biaya Pemanggilan Para Pihak (Pasal 9) 45
Tempat Penyelenggaraan Mediasi (Pasal 11) 45
Proses dalam Mediasi (Pasal 17) 46
Kesepakatan Perdamaian Sebagian (Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31) 46
Mengenai Mediasi Yang Tidak Berhasil (Pasal 32) 46
Perdamaian Sukarela Pada Tahap Pemeriksaan Perkara (Pasal 33) 47
Perdamaian Sukarela Di Tingkat Banding, Kasasi, dan PK (Pasal 34) 47
Perdamaian di Luar Pengadilan (Pasal 36) 47
Peran Akta Perdamaian 47

Hukum Acara Perdata VI : Medan, 15 Maret 2022 50


Surat Kuasa 50
Pengertian Surat Kuasa 50
Berakhirnya Pemberian Kuasa diatur di dalam Pasal 1813 KUHPerdata. 50
Cara pemberian kuasa 50
Pemberian Kuasa Secara Lisan 50
Pemberian Kuasa Secara Tertulis 50
Pemberian Kuasa Secara Diam - Diam 50
Pemberian kuasa secara umum 51
Pemberian kuasa secara khusus 51
Pemberian kuasa secara istimewa 51
Hak-Hak: 51

Hukum Acara Perdata VII : Depok, 22 Maret 2022 55

3
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
Gugatan 55
Definisi Gugatan 55
Jenis - Jenis Gugatan 55
Gugatan Permohonan (Voluntair) 56
Gugatan (Contentious) 56
Bentuk - Bentuk Gugatan 56
Bentuk Lisan 56
Bentuk Tertulis 56
Teori Menyusun Gugatan 56
Syarat dan Prinsip Dasar Gugatan Perdata 57
Alasan Tidak Diterimanya Gugatan 59
Gugatan tidak berdasarkan hukum 59
Gugatan error in persona 60
Gugatan Obscuur Libel 60
Gugatan tidak sesuai kompetensi absolut dan relatif 60
Gugatan nebis in idem 60

Hukum Acara Perdata VIII : Depok, 29 Maret 2022 62


Sita Jaminan 62
Sita Convertoir 62
Sita Revindicatoir 62
Sita Marital 62
Pandesblag 63
Intervensi 63
Tussenkomst 63
Voeging 63
Vrijwaring 63
Derdenverzet 64

Hukum Acara Perdata X : Depok, 12 April 2022 67


Jawaban 67
Eksepsi 67
Macam Eksepsi 67
Eksepsi Prosesuil 67
Eksepsi Deklinator 67
Eksepsi inkracht van gewijsde zaak 67
Eksepsi litis pendentis 67
Eksepsi diskualifikator 68

4
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
Eksepsi plurium litis consortium 68
Eksepsi koneksitas 68
Eksepsi Van Beraad 68
Eksepsi surat kuasa khusus tidak sah 68
Eksepsi error in persona 68
Eksepsi obscuur libel 68
Eksepsi materiil 69
Eksepsi Dillatoir 69
Eksepsi Peremptoir 69
Jawaban Mengenai Pokok Perkara 69
Jawaban berupa Rekonvensi 69
Manfaat rekonvensi 70

Hukum Acara Perdata XI : Depok, 19 April 2022 72

Pembuktian 72
Pengetahuan tentang hukum 72
Pengetahuan tentang fakta 72
Beban pembuktian 72
Titik tolak pembuktian 73
Macam-macam alat bukti 73
Bukti surat (165-167 HIR) 73
Alat bukti surat terdiri atas : 73
Akta 73
Akta otentik 73
Akta di Bawah Tangan 73
Surat secara Sepihak 73
Dasar hukum : Pasal 1875 KUHPerdata dan Pasal 291 RBg. 73
Bukan Akta 74
Bukti saksi 74
Persangkaan 74
Persangkaan yang berupa kesimpulan berdasarkan undang-undang 74
Persangkaan yang berupa kesimpulan yang ditarik hakim 74
Pengakuan 75
Dasar hukum : Pasal 174-176 HIR, Pasal 311-313 RBg, dan Pasal 1923 - 1928
KUHPerdata. 75
Pengakuan di Persidangan 75
Pengakuan murni 75

5
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
Pengakuan dengan suatu kualifikasi 75
Pengakuan dengan suatu klausul 76
Pengakuan di Luar Persidangan 76
Sumpah 76

Hukum Acara Perdata XII : Depok, 25 April 2022 78


Putusan 78
Pengertian Putusan 78
Asas Putusan Hakim 78
Memuat dasar alasan yang jelas dan rinci 78
Wajib mengadili seluruh bagian gugatan 79
Tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan (Ultra Petitum Partium) 79
Diucapkan di muka umum 79
Isi Putusan 80
Bagian Putusan 80
Kepala Putusan 80
Identitas Pihak-Pihak yang Berperkara 80
Pertimbangan (Alasan-Alasan) 80
Bagian ini merupakan dasar dari suatu putusan. Adapun pertimbangan di dalam putusan
terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu: 80
Pertimbangan tentang duduk perkaranya (Feitelijke gronden) 80
Pertimbangan ini adalah tentang apa yang terjadi di depan pengadilan seringkali gugatan
dan jawaban dikutip secara lengkap dan 80
Pertimbangan hukum (rechtsgronden) 80
Pertimbangan ini adalah yang akan menentukan nilai dari suatu putusan. 80
Amar (Dictum) Putusan 81
Penggolongan Putusan 81
Putusan Sela (Tussenvonnis) 81
Macam-Macam Putusan Sela 81
Putusan Preparatoire 81
Putusan Interlocutoire 81
Putusan Insidentil 82
Putusan Provisionil 82
Putusan Akhir (eindvonnis) 82
Putusan Berdasarkan Sifat Amarnya (Dictumnya) 82
Putusan Declaratoir 82
Putusan Constitutief 82
Putusan Condemnatoir 82

6
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
Putusan Perdamaian 83
Putusan Gugur 83
Putusan Verstek 83
Putusan Serta Merta 83

Hukum Acara Perdata XIII : Depok, 16 Mei 2022 85


Upaya Hukum Biasa 85
Perlawanan (Verzet) 85
Banding 86
Kasasi 87
Upaya Hukum Luar Biasa 88
Peninjauan Kembali (“PK”) 88
Perlawanan Pihak Ketiga (derden verzet) 89

Hukum Acara Perdata XIV : Depok, 24 Mei 2022 92


Eksekusi 92
Pengertian Eksekusi 92
Sumber Hukum Eksekusi 92
Asas-Asas Eksekusi 92
Menjalankan putusan yang telah berkekuatan Hukum Tetap 92
Aturan Umum 92
Pengecualian 93
Pelaksanaan Putusan lebih dahulu 93
Pelaksanaan putusan provisi 93
Akta Perdamaian 93
Eksekusi terhadap Grosse Akta terhadap Hak Tanggungan (HT) dan Jaminan
Fidusia (JF) 93
Putusan Tidak dijalankan secara Sukarela 94
Putusan yang dapat dieksekusi bersifat kondemnator 94
Eksekusi atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri (Pasal 195 ayat
(1) HIR atau Pasal 206 ayat (1) RBf ) 94
Macam-Macam Eksekusi 94
Eksekusi putusan hakim menghukum seseorang untuk membayar sejumlah uang 94
Eksekusi putusan hakim menghukum seseorang untuk melakukan suatu perbuatan 94
Eksekusi putusan hakim menghukum seseorang untuk pengosongan barang yang tidak
bergerak (eksekusi riil) 94
Tahap-Tahap Prosedur Permohonan Eksekusi 95
Adanya Permohonan Eksekusi 95
Aanmaning 95

7
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
Sita Eksekusi 95
Sita Eksekusi Langsung 95
Sita Eksekusi Tidak langsung 95
Tata Cara Sita Eksekusi 95
Syarat Pokok Keabsahan Tata Cara Sita Eksekusi 96
Lelang 96
Tata Cara Permohonan Pengajuan lelang 96
Permohonan Lelang dalam Lelang Eksekusi 96
Permohonan Lelang dalam Lelang Non Eksekusi Wajib 97
Permohonan Lelang dalam Lelang Non Eksekusi Sukarela 98
Permohonan Lelang dalam Lelang Terjadwal Khusus 98
Syarat-syarat lelang 99
Pengumuman Lelang 99
Risalah lelang 100

8
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

Hukum Acara Perdata II : Depok, 15 Februari 2022


Oleh : Ibu Sonyendah

Definisi Hukum Acara Perdata


- Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo, Hukum acara perdata adalah hukum yang
mengatur mengenai cara agar ditaatinya hukum perdata materiil ditaati dengan
menggunakan perantara hakim. 1
- Menurut Abdulkadir Muhammad, hukum acara perdata adalah serangkaian peraturan
hukum yang mengatur proses penyelesaian perkara perdata melalui pengadilan, sejak
diajukannya gugatan sampai dengan putusan pengadilan.2

Fungsi Hukum Acara Perdata


- Untuk melaksanakan dan menegakkan hukum perdata materiil.

Sifat dari Hukum Acara Perdata


- Inisiatif;
o Berasal dari seseorang / beberapa orang yang merasa haknya dilanggar; (pihak
penggugat)
o Hal ini berbeda dengan hukum acara pidana, yang mengajukan tuntutan adalah
jaksa penuntut umum yang mewakili negara.

Sumber Hukum dalam Hukum Acara Perdata: 3


1. HIR (Herziene Inlands Reglement)S. 1941:44 atau RID (Reglemen Indonesia yang
Diperbaharui) berlaku di Jawa dan Madura;
2. Rbg (Reglement Buitengewesten) S. 1927:229 yang berlaku di luar Jawa dan Madura;
Di HIR dan RBG, hukum acara perdata masih bersifat dualisme. Jadi, misalnya kalau
kita menjadi pengacara di Sumatera kita memakai RBG. Kalau di Jakarta kita
memakai HIR.
3. UU No 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;
4. UU tentang Peradilan Umum No 2/1986 jo UU No 8/ 2004 Jo. UU No. 49 tahun 2009 ttg
perubahan kedua;
5. UU tentang Mahkamah Agung No 14/1985 jo UU No 5/ 2004 Jo. UU No. 3 tahun 2009
tentang perubahan kedua;
6. UU 51 / 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
Tentang Peradilan Tata Usaha Negara;
7. UU No 20/ 1947 tentang Peradilan Ulangan;
8. Pengadilan Niaga: UU No 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU;
9. UU No 30/ 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
10. PERMA No. 1/2002 Tentang Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action);

1
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta : Liberty, 1981), hlm. 2.
2
Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2015), hlm. 10.
3
Endang Hadrian dan Lukman Hakim, Hukum Acara Perdata di Indonesia : Permasalahan Eksekusi dan
Mediasi, (Sleman : CV Budi Utama, 2020), hlm. 2-4.

9
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
11. PERMA No. 2/ 2003 dihapuskan dengan PERMA No. 1/2008, dihapus dengan PERMA
No. 1 /2016 Tentang Mediasi;
12. PERMA No. 1/2000 Tentang Lembaga Paksa Badan (Gijzeling/ Penyaderaan);
13. PERMA No. 2/2015 diubah dengan PERMA No. 4/2019 tentang Tata Cara Penyelesaian
Gugatan Sederhana Perma No. 2/2015;
14. PERMA No.3/2018 dicabut dengan PERMA No. 1/2019 tentang e-Court.

Asas – Asas dalam Hukum Acara Perdata: 4


Sumber asa dalam Hukum Acara Perdata adalah Pancasila dan UUD 1945. Hal ini sejatinya telah
diidentifikasikan ke dalam Pasal 6 UUD Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang - Undangan. Adapun asas yang diadopsi oleh Hukum Acara Perdata di Indonesia;
1. Hakim bersifat Menunggu (index ne procedat ex officio)
- Pasal 16 ayat (1) dan 28 ayat (1) UU No. 4/2004 diganti dengan Pasal 5 ayat (1)
UU No. 48/2009 dan Pasal 142 RBg5/ Pasal 118 HIR;
- Hakim disini tidak mencari perkara;
- Hakim bersifat menunggu mengandung arti bahwa inisiatif pengajuan gugatan
berasal dari orang yang berperkara (penggugat atau diwakili oleh kuasa hukum);
- Hakim di sini tidak dapat menolak perkara karena alasan tidak tahu hukumnya
ataupun karena hukumnya kurang jelas. (Ius curia novit)

2. Hakim bersifat pasif


- Pasal 5 ayat (2) UU No. 4/2004 diganti dengan Pasal 4 ayat (2) UU Nomor
48/2004;
- Pasif dalam hal ini bukan berarti hakim pasif dalam mencari fakta, tetapi hakim
hanya mengadili berdasar pada ruang lingkup perkaranya. Misalnya: Di bidang
wanprestasi atau kepailitan. Di sini, hakim tetap aktif menggali permasalahan dan
memimpin sidang6;
- Hakim dalam hal ini hanya membantu para pencari keadilan dan berusaha
mengatasi segala hambatan serta rintangan untuk tercapainya suatu peradilan
cepat, sederhana, dan biaya ringan;
- Dalam hal ini, hakim tidak boleh memutus perkara di luar petitum (kesimpulan
gugatan yang diajukan penggugat) (Asas Ultra Petita). (Lihat Pasal 189 RBg/
Pasal 178 HIR);
- Dalam hal ini, perlu diketahui juga bahwa para pihak bebas untuk mengajukan
atau tidak mengajukan upaya hukum, bahkan untuk mengakhiri perkara di
pengadilan dengan perdamaian.

3. Persidangan bersifat terbuka untuk Umum


- Pasal 19 ayat (1) dan (2) UU No. 4 Tahun 2004 diganti dengan Pasal 13 ayat (1),
(2), (3) UU Nomor 48/2009;

4
Ibid., hlm. 4 - 10.
5
Pasal 142 RBg ayat (1) menjelaskan bahwa sejatinya dalam gugatan perdata tingkat pertama yang
pemeriksaannya menjadi wewenang pengadilan negeri diajukan oleh penggugat atau oleh seorang kuasanya.
6
Hakim dalam hal ini mengejar kebenaran formil (kebenaran sebagaimana berdasarkan bukti - bukti yang
diajukan di depan sidang).

10
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
“Sidang pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum, kecuali Undang -
Undang menentukan lain.”
- Persidangan tertutup dalam hukum acara perdata juga ada, tergantung pada
kasusnya sebagaimana ditentukan di dalam UU;
- Hakim dapat memerintahkan dilakukannya pemeriksaan sepenuhnya atau
sebagian dengan pintu tertutup untuk:
- Perkara kesopanan atau kesusilaan;
- Kepentingan anak di bawah umur;
- Persidangan rahasia perkara paten
Misalnya, untuk proses pembuktian hukum acaranya tertutup misalnya, dalam hal
perkara perceraian, asusila, TP anak. Akan tetapi, meskipun persidangannya
tertutup, tetapi pembacaan putusannya bersifat terbuka;
- Prinsip keterbukaan ini sejatinya dibuat sebagai suatu langkah “preventif” untuk
menjamin keobjektifan di pengadilan.

4. Hakim mendengar kedua belah pihak secara adil dan berimbang (Horen Van Beide
Partijen)
- Pasal 5 ayat (1) UU No. 4/2004 diganti dengan Pasal 4 ayat (1) UU No. 48/2009,
Pasal 145 dan 157 RBg, Pasal 121 dan 132 HIR;
- Asas ini sejatinya didasarkan pada prinsip kesetaraan “audi et alteram parte”
agar suatu pemeriksaan pengadilan dapat menimbulkan keputusan yang fair.
- Dalam hal ini, hakim memberi kesempatan yang sama bagi kedua belah pihak
untuk mengajukan alat bukti surat lalu saksi. Kesempatan sama juga diberikan
baik untuk replik, juga duplik. Biasanya, pengajuan alat bukti surat dimulai dari
- Penggugat ajukan alat bukti surat lalu saksi (biasanya saksi fakta 1-3, saksi
ahli 1);
- Setelah itu, tergugat diberi kesempatan untuk ajukan alat bukti surat lalu
saksi .

5. Putusan disertai alasan (Motiveringsplicht-voldoende gemotiveerd)


- Pasal 25 ayat (1) jo. Pasal 19 ayat (4) UU No. 4/2004 diganti dengan Pasal 50
ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) UU No. 48/2009), Pasal 618 RBg, dan Pasal 184
ayat (1) dan Pasal 319 HIR;
- Alasan biasanya dicantumkan di bagian “menimbang” sebelum “mengadili”;
- Jika ada putusan tanpa alasan, maka bisa diajukan kasasi (tidak semua alasan bisa
diajukan kasasi).

6. Beracara dikenakan biaya


- Pasal 4 ayat (2) jo. Pasal 5 ayat (2) UU No. 4/2004 diganti dengan Pasal 2 ayat
(4) dan Pasal 4 ayat (2) UU No. 48/2009, pASAL 192 - 194 RBg, Pasal 182 - 183
HIR;
- Biasanya di awal sudah bayar terlebih dahulu tafsiran biayanya (biaya per
scott-dp), kalau misal di tengah jalan biaya habis, ya harus dibayar lagi oleh
penggugat;

11
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
- Kecuali bagi orang yang tidak mampu dapat mengajukan ijin agar tidak
membayar biaya perkara (pro-deo) (237 HIR dan 237 RBg). Di sini, syaratnya
harus ada surat keterangan tidak mampu dari RT/RW ataupun kepala desa. Jikalau
ternyata penggugat bukan orang yang tidak mampu, hakim akan menolak
permohonan perkara secara prodeo.7

7. Tidak ada keharusan mewakilkan (Tidak harus diwakili oleh pengacara)


- Pasal 123 (1) HIR dan Pasal 147 RBg;
- Dalam gugatan sederhana (Perma 4/2019) tidak diwakili, kalau pengacara hadir
sifatnya hanya mendampingi.
- Dalam gugatan sederhana, hakim bersifat aktif dalam menerangkan alur dan
proses tata beracara (di sini tidak dikenal mengenai replik dan duplik). Waktu
untuk gugatan sederhana adalah 30 hari, di sini hakim akan selalu berusaha untuk
mendamaikan para pihak.
- Principal disini harus hadir dalam acara perdata :
- Untuk gugatan class action → bisa hadir sendiri
- Kalau pailit → harus diwakili advokat

8. Peradilan Secara Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan


- UU No. 48/ 2009 Pasal 2 ayat (4) dan Pasal 4 ayat (2);
- Berdasarkan SEMA RI No. 6/ 1992 tentang Penyelesaian Perkara di Pengadilan
Tinggi dan Pengadilan Negeri tanggal 21 Oktober 1992, ditetapkan bahwa
tenggang waktu penyelesaian suatu perkara paling lambat dilakukan selama 6
(enam) bulan dan jikalau terlampaui hal ini bisa dilaporkan ke Pengadilan Tinggi
dan Mahkamah Agung.

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia


- Pelaku kekuasaan kehakiman yang dibentuk guna bertindak selaku pengawal konstitusi
(guardian of the constitution) sesuai kehendak UUD NRI 1945;
- Wewenang MK RI (Lihat Pasal 29 UU RI No. 48/2009 Jo. UU RI No. 23/2003, tentang
Mahkamah konstitusi):
- Menguji UU terhadap UUD 1945;
- Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang diberikan oleh UUD RI
1945;
- Memutus pembubaran partai politik;
- Memutuskan selisih terkait hasil pemilu;
- Kewenangan lain yang diberikan oleh UU.8

7
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Perdata : Menurut Teori dan Praktik Peradilan Indonesia, Cet. 3, (Jakarta :
Djambatan, 2005), hlm. 21.
8
A.D. Basniwati, “Kedudukan dan Wewenang Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan
Republik Indonesia,” Kajian Hukum Keadilan, Vol. 2, No. 5, Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat, 2015, hlm.
257.

12
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
Mahkamah Agung RI
Wewenang MA (Pasal 20 UU RI No. 48/ 2009) :
- Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat
terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di semua
lingkungan peradilan yang berada di bawah MA, kecuali ditentukan lain oleh UU;
- Menguji peraturan perundang - undangan di bawah UU terhadap UU;
- Kewenangan lain yang diberikan UU;9

Lingkungan Peradilan Di Bawah MA:


- Dasar Hukum: Pasal 18 UU 48/ 2009
- Intinya:
o MA dan badan peradilan dibawahnya, yakni: Peradilan umum, peradilan agama,
militer, TUN dan MK merupakan sebuah kekuasaan kehakiman.

Badan Peradilan di bawah MA RI: (Pasal 25 UU RI No. 48/ 2009)


▪ Peradilan umum;
▪ Peradilan agama;
▪ Peradilan militer;
▪ Peradilan Tata Usaha Negara;
MA merupakan pengadilan negara tertinggi dari keempat lingkungan dibawahnya (Pasal 20 ayat
(1) UU 48/ 2009)

1. Wewenang Peradilan Umum


- Berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dan perdata;
- Biasanya perkara perdata dari jam 9 pagi sampai dengan jam 3 sore. Lalu, perkara
pidana dimulai dari jam 3 sore sampai dengan selesai.
- Lihat Pasal 25 ayat (2) UU RI No. 48/ 2009 jo. UU RI No. 2/1986 tentang
Peradilan Umum sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 8/ 2004

2. Wewenang Peradilan Agama


- Berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara antara
orang - orang yang beragama islam ;
- Untuk perkara perceraian, ekonomi syariah, warisan, akan tetapi untuk kepailitan
berdasarkan ekonomi syariah itu tetap dilaksanakan di pengadilan niaga.
- Lihat Pasal 25 ayat (3) UU RI No. 48/ 2009 jo. UU RI No. 7/1989 tentang
Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 50/ 2009.

3. Wewenang Peradilan Militer


- Berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara TP Militer;
- Lihat Pasal 25 ayat (4) UU RI No. 48/ 2009 jo. UU RI No. 31/ 1997 tentang
Peradilan Militer)

4. Wewenang Peradilan Tata Usaha Negara (“PTUN”)


9
Lihat UU 3/ 2009 dan juga lihat Muhammad Muhtarom, “Perkembangan Lembaga Peradilan Indonesia Di
Era Reformasi,”Ishraqi, Vol. IV, No. 2, Universitas Muhammadiyah, Surakarta, 2008, hlm. 151.

13
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
- Berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara TP Militer;
- Lihat Pasal 25 ayat (5) UU RI No. 48/ 2009 jo. UU RI No. 5/1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan UU RI No.
9/2004 dan terakhir diubah dengan UU RI No. 51/2009 tentang Perubahan Kedua
UU PTUN.

Perkembangan Aspek Struktural dalam Peradilan


Misalnya,
- Dalam lingkup Peradilan Umum:
- Pengadilan Anak
- Pengadilan yang dibentuk berdasarkan UU No. 3/ 1997 tentang
Pengadilan Anak.
- Pengadilan Niaga
- Pengadilan yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
UU No. 1/ 1998 tentang Kepailitan yang ditetapkan menjadi UU No. 4/
1998 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1/ 1997 tentang
Kepailitan.
- Pengadilan Hak Asasi Manusia
- Pengadilan yang dibentuk berdasarkan UU No. 26/2000 tentang
Pengadilan HAM.
- Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
- Pengadilan yang dibentuk berdasarkan UU No. 30/2002 tentang
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
- Pengadilan Perselisihan Industrial
- Pengadilan yang dibentuk berdasarkan UU No. 2/ 2004 tentang
Penyelesaian Penyelisihan Industrial.
- Pengadilan Perikanan
- Pengadilan yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan Keppres RI
berdasarkan Pasal 71 ayat (5) UU RI No. 31/2004 tentang Perikanan
sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 45/2009. contohnya :
Keppres RI No. 15/ 2010, Tentang Pembentukan Pengadilan Perikanan
Pada Pengadilan Negeri Tanjung Pinang dan Pengadilan Ranai;
- Dalam lingkup Peradilan Agama;
- Pembentukan Mahkamah Syar’iyah
- Hal ini sesuai dengan ketentuan sebagaimana Pasal 15 ayat (2) uu 48/
2009 dan UU No. 11 Tahun 2006 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam
- Dalam lingkup Peradilan Tata Usaha Negara.
- Pengadilan Pajak
- Pengadilan yang dibentuk berdasarkan UU No. 14/ 2002 tentang
Pengadilan Pajak.

14
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
- Dasar Hukum : Pasal 27 ayat (1) UU 48/ 2000

- Hanya bisa dibentuk di lingkungan peradilan di bawah MA dan harus diatur di dalam
UU;
- Contoh pengadilan khusus:
o Pengadilan anak;
o Pengadilan niaga;
o Pengadilan HAM;
o Pengadilan TIPIKOR;
o Pengadilan Hubungan Industrial;
o Pengadilan Perikanan di lingkungan Peradilan umum;
o Pengadilan Pajak di lingkungan Peradilan TUN.

Judex Factie :
Secara sederhana, judex facti dapat diartikan sebagai suatu sistem peradilan di mana majelis
hakim berperan sebagai penemu fakta yang benar. Fungsi dari judex facti adalah untuk
merumuskan fakta, mencari hubungan sebab akibat, dan mereka - reka probabilitas.10
- Pengadilan Negeri;
o Menerima, memeriksa, mengadili perkara tingkat pertama.
- Pengadilan Tinggi.
o Memeriksa ulang perkara di Pengadilan Negeri.
Judex Juris :
- Wewenang berada di MA;
o MA tidak memeriksa Kembali/ ulang perkara di PN/ PT;
o MA hanya memeriksa penerapan hukum.
- MA = Pengadilan tingkat kasasi.
- PK = Pengadilan negara tertinggi.
- MK (Mahkamah Konstitusi) merupakan pengawal konstitusi.

10
Moh. Amir Hamzah, Hukum Acara Perdata Peradilan Tingkat Banding, (Malang: Setara Press, 2013),
hlm. 5.

15
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
Daftar Pustaka
“Pertemuan II”

Buku
Hadrian, E. dan Lukman Hakim. (2020). Hukum Acara Perdata di Indonesia : Permasalahan
Eksekusi dan Mediasi.. Sleman : CV Budi Utama.
Hamzah, M. A. (2013). Hukum Acara Perdata Peradilan Tingkat Banding. Malang: Setara Press.
Mertokusumo, S. (1981). Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta : Liberty.
Muhammad, A. (2015). Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bakti.
Mulyadi, L. (2005). Hukum Acara Perdata : Menurut Teori dan Praktik Peradilan Indonesia,
Cet. 3. Jakarta : Djambatan.

Jurnal
A.D. Basniwati. “Kedudukan dan Wewenang Mahkamah Konstitusi dalam Sistem
Ketatanegaraan Republik Indonesia”. Kajian Hukum Keadilan, Vol. 2, No. 5. Universitas
Mataram. Nusa Tenggara Barat. 2015.
Muhammad Muhtarom. “Perkembangan Lembaga Peradilan Indonesia Di Era Reformasi”.
Ishraqi, Vol. IV, No. 2. Universitas Muhammadiyah. Surakarta. 2008.

16
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

Hukum Acara Perdata III : Depok, 22 Februari 2022


Oleh : Ibu Sonyendah

Secara sederhana, kompetensi mengadili dalam hukum acara perdata terbagi atas dua, yakni:
1. Kompetensi/ kewenangan absolut (attributie van rechtspraak)
2. Kompetensi/ kewenangan relatif (distributie van rechtspraak)11

Secara sederhana pengaturan mengenai kompetensi termuat di dalam Pasal 118 ayat (1) HIR
yang mengatur mengenai 3 hal, yakni :
- Kompetensi relative;
- Kalau salah kita ajukan kompetensi relatif, maka gugatan kita bisa diajukan
eksepsi;
- Kalau kompetensi absolut maka majelis hakim akan mengeluarkan putusan sela.
Hasilnya bisa NO (salah secara formil). Dalam hal ini kita harus registrasi ulang dan
membayar ulang biaya perkara.
- Kalau kompetensi relatif nanti pembacaannya hasil di pembacaan putusan
- Cara mengajukan gugatan;
- Cara mengajukan gugatan bisa dilakukan dengan dua bentuk, yakni tertulis dan
lisan
- Cara menghadap.

1. Kompetensi Mengadili
- Dasar Hukum: Pasal 118 HIR yang mengatur mengenai:
o Kompetensi Absolut (134 HIR/ 160 Rbg, Attributie van rechtspraak)
▪ Menurut Mariyadi, kompetensi absolut dapat diartikan sebagai kompetensi
mengadili suatu perakara tertentu secara mutlak yang mana perkara
tersebut tidak dapat diadili oleh Badan Peradilan lain,12
▪ Kewenangan mengadili antara berbagai macam badan peradilan;
▪ Sejatinya, setiap lingkungan peradilan di bawah MA memiliki kompetensi
absolutnya masing - masing.
▪ Menurut Yahya Harahap, kompetensi masing - masing peradilan, antara
lain:
● Peradilan Umum sebagaimana yang digariskan pada Pasal 50 dan
Pasal 51 Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan
Umum, hanya berwenang mengadili perkara: Pidana (pidana
umum dan khusus) dan Perdata (perdata umum dan niaga);
● Peradilan Agama berdasarkan Pasal 49 Undang-Undang No. 3
Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama, hanya berwenang mengadili

11
Endang Hadrian dan Lukman Hakim, Hukum Acara Perdata di Indonesia : Permasalahan Eksekusi dan
Mediasi, (Sleman : CV Budi Utama, 2020), hlm. 20.
12
Mariyadi dan Afandi, Hukum Acara Perdata (Panduan Pengembangan Profesi Hukum), (Surabaya:
Visipress Media, 2007), hlm. 59.

17
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
perkara bagi rakyat yang beragama Islam, dinyatakan bahwa:
Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang
yang beragama Islam di bidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah,
wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syari'ah;
● Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), menurut Pasal 47 Undang-
Undang No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN, kewenangannya terbatas
dan tertentu untuk mengadili sengketa Tata Usaha Negara.
● Peradilan Militer, sesuai dengan ketentuan Pasal 40
Undang-Undang No. 31 Tahun 1997, hanya berwenang mengadili
perkara pidana yang terdakwanya terdiri dari prajurit TNI
berdasarkan pangkat tertentu.13
▪ Dalam praktek, menentukan kewenangan dalam mengadili tidaklah
mudah;
▪ Misalnya:
● Sejauh mana PMH yang dilakukan penguasa bisa dilakukan dan
diadili di pengadilan negeri. Berdasarkan Perma 2/ 2019, semua
perbuatan melawan hukum (baik yang akan diajukan dan sedang
berlangsung) penguasa pemerintah diadili melalui PTUN. (Misal,
kemenkominfo melakukan pemutusan internet di beberapa
wilayah) Dalam hal ini, tidak lagi melalui Pasal 1365
KUHPerdata. Ganti kerugian akibat PMH tersebut hanya bisa
secara materil.
● Akan tetapi, dengan adanya SEMA 2/2019, dinyatakan bahwa
untuk PMH yang dilakukan oleh pemerintah yang pemerintah
melakukan perbuatan tersebut membela hak - hak keperdataannya
dan berkaitan dengan wanprestasi (antara pihak kedua) maka
hal itu menjadi kewenangan Pengadilan Negeri.
o Misal, pemerintah memiliki perjanjian pemborongan
pekerjaan dengan kontraktor. Baru pemerintah dalam hal
ini, mengucurkan dana nya separuh. Kontraktor
menjalankan separuh pekerjaan. 3 Bulan kemudian
dijanjikan akan turun lagi, sementara perjanjian tersebut
harus diselesaikan bulan ini. Dalam hal ini ada wanprestasi
oleh pemerintah.
● Seorang TNI membobol ATM. Permasalahan ini masuk ke mana?
Pengadilan umum atau militer?
o Kompetensi Relatif (Mengadili yang setingkat dan sejenis) (Pasal 118 HIR
ayat (1)) (Distributie van Rechtspraak)
▪ Menurut Cik Hasan Bisri, bahwa kekuasaan relatif atau kompetensi relatif
berhubungan dengan daerah hukum suatu pengadilan, baik pengadilan
tingkat pertama maupun pengadilan tingkat banding, dengan maksud

13
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan
Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 181.

18
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
cakupan dan batasan kekuasaan relatif pengadilan yakni meliputi daerah
hukumnya berdasarkan peraturan perundang- undangan.14
▪ Kompetensi relatif sering disebut dengan kewenangan nisbi, yang
menyangkut pembagian kewenangan mengadili antara pengadilan sejenis
berdasarkan wilayahnya. Dalam hal ini, berarti pengadilan hanya
berwenang mengadili perkara yang subjek atau objek berada di wilayah
tertentu.15
▪ Pasal 142 RBg dan Pasal 118 ayat (1) HIR → Paling umum berlaku
▪ Gugatan diajukan di wilayah yurisdiksi tergugat (tempat tinggal si tergugat
(actor sequitur forum rei)) .. ayat (1)
● Misal, Penggugat di Medan, tergugat di Jakarta, maka gugatan
diajukan di PN di Jakarta (wilayah hukumnya sesuai wilayah
hukum tergugat)
● Hal ini berbeda dengan HAPID, penentuannya berdasarkan locus
delicti (di mana TKP terjadi).
● Kalau misal di pengadilan agama, yang berwenang berada di
pemohon bukan termohon. Misalnya, Istri di Depok suami di
Balikpapan. Permohonan perceraian dilakukan di tempat Istri
yakni pengadilan negeri Depok.
▪ Pasal 118 ayat (2) HIR16
▪ Jikalau tergugat lebih dari 1 orang ataupun melibatkan penjamin utang
(penanggung) bisa juga ajukan ke yurisdiksi orang tersebut).. ayat (2)
● Kalau tergugat ada 2 , derajatnya sama, tidak ada pengutang utama
dan pengutang biasa, maka penggugat bisa memiliki satu
yurisdiksi saja.
▪ Pasal 118 ayat (3) HIR17
▪ Kalau tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya, maka gugatan bisa
diajukan ke PN dimana penggugat berada , Gugatan juga bisa diajukan di
mana suatu benda tetap berada (forum rei sitae) … ayat (3)
● Misalnya, yang dijaminkan adalah pabrik yang ada di Depok.
Penggugat di Jakarta Selatan. Calon tergugat tidak diketahui di
mana, lantas dalam hal ini berlaku forum rei sitae, pengadilan yang
berwenang mengadili perkara bisa berada di:
o Jakarta selatan tempat penggugat berada;
o Depok tempat benda berada;
▪ Pasal 118 ayat (4) HIR dan Pasal 142 ayat (4) RBG18
▪ Gugatan dapat diajukan ke PN yang ditentukan kedua belah pihak
(biasanya ditentukan dalam kontrak pasal terakhir) … ayat (4)
▪ Bunyi dari Pasal 118 HIR ayat (4) :

14
Cik Hasan Brisni, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 218.
15
Zainal Asikin, Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Jakarta: Prenamedia Group, 2016), hlm. 88.
16
Endang Hadrian dan Lukman Hakim, Ibid., hlm. 22.
17
Ibid.,
18
Ibid.,

19
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
● “Bila dengan surat sah dipilih dan ditentukan suatu tempat
berkedudukan, maka penggugat, jika ia suka, dapat memasukkan
surat gugatan itu kepada ketua Pengadilan negeri dalam daerah
hukum siapa terletak kedudukan yang dipilih itu”
▪ Analisis Pasal 118 ayat (4) HIR:
● Jika Ia Suka = ada kebolehan, pilihan, bersifat alternatif;
● Dalam hal ini berarti, penggugat bisa mengajukan bukan ke tempat
yang diperjanjikan di dalam kontrak, tetapi ia bisa mengajukannya
ke pengadilan negeri tempat tergugat berada.
● Dalam hal ini, berarti penggugat berada berdasarkan Pasal 118 ayat
HIR. Hal ini diperbolehkan hakim, hakim pada hal ini berdasarkan
ketentuan hukum formil bukan hukum materil (kesepakatan antara
penggugat dan tergugat hanya mengikat pada mereka berdua,
bukan kepada hakim, bukan kepada pengadilan negeri). Dalam hal
ini penggugat memang bisa diajukan di antara dua kompetensi;
o Tempat wilayah tergugat; (Pasal 118 ayat (1) HIR)
o Tempat di mana diperjanjikan. (Pasal 118 ayat (4) HIR)

2. Cara Mengajukan Gugatan:


Sejatinya, persoalan yang diajukan di dalam pengadilan perdata terbagi menjadi dua,
yakni persoalan yang mengandung konflik (gugatan) dan persoalan yang tidak
mengandung konflik (Permohonan). Dalam pengajuan gugatan bisa secara konvensional
bisa dilakukan dengan dua cara, yakni:
o Lisan (Pasal 120 HIR)
▪ Bagi yang buta huruf, bisa mengajukan gugatan ke KPN. Akan tetapi,
harus diajukan langsung oleh penggugat dan tidak boleh diwakili oleh
kuasanya. (Putusan MA No. 396 K/ Sip/ 1973)
o Tertulis ke panitera
Akan tetapi, dengan adanya Perma 1/ 2019, maka pengajuan gugatan secara lisan tidak
bisa lagi secara lisan. Orang yang buta huruf bisa melalui panitera. Lalu, panitera akan
menuliskan dan mendaftarkannya ke website e-litigation.

3. Cara Menghadap:
o Proses Partij Materiil (Tanpa Kuasa Khusus) .. tidak pakai pengacara
▪ Tidak berlaku mutlak, misalnya dalam perkara kepailitan maka
permohonan pernyataan pailit wajib diajukan oleh advokat;
o Proses Partij Formil (Dengan Kuasa Khusus (123 (1) HIR)

Ini untuk penyelesaian gugatan biasa, kalau berdasarkan ketentuan Perma 4/ 2019
mengenai gugatan sederhana (biasanya antara bank dan nasabah, biasanya kasus kredit
macet di bawah 500 juta rupiah) menurut perma terbaru, para pihak menghadap sendiri
langsung ke pengadilan dan tidak diwakilkan. Kalaupun ada advokat, dia cuma
mendampingi dan bukan mewakilkan.
- Penggugat di Bogor
- Tergugat di Depok

20
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
- Gugatan sederhana di sini bisa dilakukan dengan menunjuk kuasa hukum yang
berada di wilayah yang sama dengan si tergugat.
- Yang harus hadir Principal, kuasa hukum mendampingi.
- Dalam gugatan sederhana, hakim harus mengusahakan perdamaian kepada kedua
belah pihak.

Perbedaan Gugatan dan Permohonan

Gugatan (Jurisdictie Contentieuse)19 Permohonan (Jurisdictie


Peradilan sanggah menyanggah yang Voluntair)
haknya berbeda Peradilan sukarela
yang berkepentingan
Ada Sengketa / Konflik; Tidak ada sengketa / konflik
- Gugatan dalam hal ini harus dibedakan
- Mau Wanprestasi atau
- Mau PMH
- Tidak bisa dalam satu putusan
mengabulkan dua hal, yakni
wanprestasi dan PMH.
- Keduanya harus terpisah, karena
pembuktiannya terpisah. Kalau
diajukan di pengadilan, pasti
nantinya akan ditolak oleh majelis
hakim.

Diselesaikan dan diputus oleh pengadilan; Diselesaikan dan diputus oleh pengadilan;

Ada penggugat dan tergugat; Hanya ada pemohon, tetapi dalam


pengadilan niaga ada pemohon dan
termohon.

Hakim bertugas untuk mengadili (memutus siapa Hakim bertugas sebagai tenaga tata usaha
benar atau salah) negara;

Tergugat tidak sukarela melakukan apa yang


diminta;

Putusan hakim bersifat menghukum atau


mengubah kedudukan hukum;

19
Menurut Sudikno Mertokusumo gugatan adalah tuntutan hak yaitu tindakan yang bertujuan memberikan
perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah perbuatan main hakim sendiri (eigenrichting). Hal ini
bisa dilihat lebih lanjut di Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 2002),
hlm. 52

21
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

Diajukan di wilayah hukum Tergugat bertempat Diajukan di wilayah hukum pemohon


tinggal bertempat tinggal, tetapi kalau pailit di
tempat termohon.

Hakim majelis (minimal 3), tetapi gugatan Majelis hakim tunggal, tetapi kalau di
sederhana (hanya 1) pengadilan niaga (minimal 3)

Hasilnya putusan Hasilnya penetapan, akan tetapi ada


pengecualian misalnya dalam kepailitan,
meskipun permohonan tetapi hasil nya
putusan dalam hal ini ditunjuk pengawas
jika PKPU/ ditunjuk juga kurator jika
Pailit.

22
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
Daftar Pustaka
“Pertemuan III”

Buku
Asikin, Z. (2016). Hukum Acara Perdata di Indonesia. Jakarta: Prenamedia Group.
Brisni, C. H. (2003). Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hadrian, E. dan Lukman Hakim. (2020). Hukum Acara Perdata di Indonesia : Permasalahan
Eksekusi dan Mediasi. Sleman : CV Budi Utama.
Harahap, M. Yahya. (2008). Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.
Mariyadi dan Afandi. (2007). Hukum Acara Perdata (Panduan Pengembangan Profesi Hukum).
Surabaya: Visipress Media.
Mertokusumo, S. (2002). Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty.

23
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

Hukum Acara Perdata IV : Depok, 1 Maret 2022


Oleh : Ibu Sonyendah

Segi Yudisial Pengajuan Perkara


Secara sederhana, terdapat 5 (lima) tahap ilustrasi dalam perkara di pengadilan, yakni:20
1. Tahap hari sidang pertama;
- Pada hari ini, majelis hakim akan membuka persidangan dan menyatakan
bahwa “sidang dibuka dan terbuka untuk umum”.
- Pada hari sidang pertama, dalam sistem pengadilan konvensional ada 4 hal
yang dapat terjadi, yakni :
- Penggugat dan tergugat sama - sama hadir;
- Majelis hakim harus berusaha mendamaikan secara ex
officio (130 HIR);
- Jika perdamaian tercapai maka dibuat akta perdamaian
(Akta Van Dading) yang bersifat final and binding (terakhir
dan mengikat);
- Jika perdamaian tidak tercapai maka persidangan
dilanjutkan.
- Penggugat Hadir dan Tergugat Tidak Hadir
- Majelis hakim memeriksa apakah pemanggilan terhadap
tergugat telah dilakukan secara sah dan patut (Pasal 122
HIR);
- Tergugat dipanggil sekali lagi (Pasal 126 dan 127 HIR);
- Jika tergugat pada pemanggilan kedua tetap tidak hadir
maka gugatan akan diputus secara verstek (Pasal 125 ayat
(1) HIR)’
- Upaya hukum terhadap putusan Verstek adalah Verzet
(Pasal 129 jo. Pasal 125 ayat (3) HIR)
- Syarat - Syarat Putusan Verstek yang mengabulkan
gugatan penggugat, antara lain:
- tergugat atau para tergugat dan/atau
kuasanya semuanya tidak datang pada hari
sidang yang telah ditentukan;
- Petitum gugatan tidak melawan hak;
- Petitum gugatan beralasan (125 ayat (1)
HIR);
- Tenggang waktu mengajukan verzet: 14 hari
(129 (1) HIR)
- Penggugat Tidak Hadir dan Tergugat Hadir

20
Zainal Arifin, Hukum Acara Perdata Di Indonesia, Cet. Ke 2, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016) ,
hlm. 24-26.

24
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
-Majelis hakim akan memeriksa apakah pemanggilan telah
dilakukan secara sah dan patut (Pasal 122 HIR);
- Penggugat dipanggil sekali lagi (Pasal 126 HIR);
- Jika penggugat pada pemanggilan kedua tidak hadir maka
gugatan dianggap gugur dan penggugat dibebankan
membayar biaya perkara (124 HIR)
- Penggugat dan Tergugat sama - sama tidak hadir
- Sidang ditunda dan para pihak akan dipanggil lagi secara
sah dan patut.
- Kalau online, maka akan ditentukan calender court yang akan menjadi
deadline untuk mereka (penggugat dan tergugat) menyampaikan gugatan,
jawaban, replik dan duplik.
- Di sini hakim harus mengusahakan mediasi
2. Tahap jawab menjawab
- Penggugat membacakan gugatan;
- Tergugat membacakan balasannya;
- Penggugat mengajukan replik;
- Tergugat membacakan duplik.
3. Tahap pembuktian;
- Dalam hal ini, pembuktian dimulai dari penggugat yang mengajukan alat -
alat bukti;
- Lalu, kemudian, di persidangan berikutnya, tergugat dipersilahkan untuk
mengajukan alat bukti tergugat (tanpa pemanggilan).
4. Tahap penyampaian kesimpulan.
- Kesimpulan yang diberikan para pihak tidak dibacakan dan langsung
diberikan kepada majelis hakim.
5. Tahap putusan hakim dan pelaksanaannya
- Sebelum pembacaan putusan oleh majelis hakim, maka sidang akan
ditunda agar bisa dilakukan musyawarah mengenai perkara tersebut.

Pelaksanaan E-Court dalam Hukum Acara Perdata di Indonesia 21


- Pengaturan E-Court dalam hal ini pertama kali diatur di dalam Perma 3/ 2018 yang
kemudian diganti dengan Perma 1/ 2019;
- Sejatinya, sistem peradilan di Indonesia yang menggunakan e-court merupakan suatu
instrumen pelayanan kepada masyarakat secara daring dalam hal pendaftaran perkara,
pembayaran, pengiriman dokumen persidangan (Gugatan, Jawaban, Replik, Duplik, dan
Kesimpulan), dan pemanggilan secara online.

21
Sonyendah Retnaningsih, et.al, “Pelaksanaan E-Court Menurut Perma Nomor 3 Tahun 2018 Tentang
Administrasi Perkara Di Pengadilan Secara Elektronik dan E-Litigation Menurut Perma Nomor 1 Tahun 2019
Tentang Administrasi Perkara dan Persidangan Di Pengadilan Secara Elektronik (Studi di Pengadilan Negeri di
Indonesia),” Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol. 50, No. 1, Universitas Indonesia, Depok, 2020, hlm. 127 - 138.

25
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

- Di dalam E-Court ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yakni:


- E-Filing
- E-Filing dapat diartikan sebagai fitur yang digunakan untuk pendaftaran
perkara secara online;
- Pendaftaran secara online yang dapat didaftarkan dalam E-Court ini,
antara lain:22
- Perkara Perdata Gugatan;
- Perkara Perdata Bantahan;
- Perkara Perdata Gugatan Sederhana;
- Perkara Perdata Permohonan.
- Adapun keuntungan pendaftaran secara online melalui e-filing, antara lain:
- Hemat waktu dan biaya;
- Pembayaran panjar dalam hal ini dapat dilakukan dengan berbagai
metode pembayaran dan bank;
- Dokumen yang diserahkan dapat terarsip dengan baik dan dapat
diakses dari berbagai lokasi;
- Penggugat sejatinya wajib mendaftarkan gugatannya secara online melalui
e-filing. Jikalau penggugat didampingi kuasa hukum, surat kuasa tersebut
harus dimasukkan ke dalam aplikasi e-court. Penggugat sebelum
mengajukan permohonan, harus mendaftarkan dirinya di akun e-court.
Akan tetapi, jikalau Ia menggunakan kuasa hukum, dia akan masuk
melewati akun e-court.

22
Mahkamah Agung Republik Indonesia Pengadilan Negeri Malang, “Ketentuan E-Court di Pengadilan
Negeri Malang,” diakses melalui https://pn-malang.go.id/ketentuan-e-court-di-pengadilan-negeri-malang/ pada
tanggal 2 Maret 2022.

26
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
- E-Skum (Pembayaran Panjar Biaya Online)
- Penggugat yang telah mendaftarkan akan mendapat E-SKUM, isinya
taksiran biaya per scott untuk perkara tersebut. Setelah penggugat
mendapat E-SKUM, penggugat membayar biaya perkara ke bank - bank
yang bekerja sama dengan e-court. Setelah dibayar, maka buktinya
di-upload ke e-court. Setelah diverifikasi, maka panitera akan memberikan
nomor register perkara.
- Dokumen Persidangan
- Dokumen persidangan dalam hal ini digunakan untuk hal pengiriman
gugatan, jawaban, replik, duplik, dan kesimpulan;
- Panitera sejatinya menerima gugatan dan salinan yang sudah di-upload
dan surat kuasa yang telah diverifikasi (surat kuasa ini harus diverifikasi
secara manual di PTSP oleh panitera di bagian hukum, kalau sudah
diverifikasi maka kuasa hukum dapat mewakili dalam perkara itu).
- Lalu, dalam hal ini panitera akan menyampaikan berkas ke ketua
pengadilan. Penyampaian ini dilakukan tidak secara fisik.Penyampain
tersebut disampaikan dengan meng-klik SIPP penggugat untuk
mengirimnya secara online ke ketua pengadilan;
- Ketua pengadilan yang menerima SIPP akan menentukan dan membuat
penetapan siapa majelis hakim yang berwenang. Majelis hakim dalam hal
ini.
- Pemanggilan Elektronik (e-Summons)
- Sebagaimana yang tertera di dalam Perma 3/ 2018, maka pemanggilan
terhadap penggugat akan disampaikan melalui e-court (e-summon);
- Akan tetapi, untuk tergugat, surat pemanggilan disampaikan secara fisik
atau konvensional. Dari segi administrasi ada 4 dokumen penting, yakni:
1. Surat penetapan hari sidang pertama;
2. Surat panggilan;
3. Berita Acara Pemanggilan (relaas) → Terkhususnya untuk tergugat
yang dikirimkan
4. Daftar Perkara (roll) , dalam hal ini dapat dilihat dalam SIPP.
- Syarat Menyampaikan Surat Panggilan:
1. Disampaikan secara langsung;
- Kalau misal masih satu rumah dengan istri dan anaknya,
maka surat pemanggilan ini bisa dititipkan ke istri atau
anaknya;
- Surat pemanggilan tidak boleh dititipkan ke satpam atau
pun dikirim melalui post.
2. Minimal 3 hari kerja (patut, Senin sampai Jumat) sebelum sidang
pertama
3. Pendelegasian wewenang bila tergugat berbeda tempat tinggal
(388, 389, 390 HIR)
- Dalam melakukan pemanggilan tergugat, juru sita akan menyampaikan:
1. Surat panggilan;
2. Relas;

27
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
3. Salinan gugatan berisi nomor perkara.
Sejatinya, jika ditilik secara lebih rinci, Perma 3/ 2018 telah diganti dengan Perma 1/ 2019. Di
dalam Perma 1/ 2019 ditambahkan ruang lingkup dalam e-court, yakni:
(1) E-filing;
(2) E-payment;
(3) Pengiriman dokumen persidangan secara elektronik;
(4) E-Summons;
(5) E-Litigation

Jika ditilik secara mendalam, terdapat beberapa perbedaan secara rinci yang dimuat di dalam
Perma 3/ 2018 dan Perma 1/ 2019. Adapun perbedaan antara Perma 3/ 2018 dan Perma 1/ 2019,
yakni:23
Perbedaan antara Perma 3/ 2018 dan Perma 1/ 2019

Perma 3/ 2018 Perma 1/ 2019

Dari Segi Ruang Lingkup Fitur yang Tersedia

- E-filing;
- E-payment; - E-filing;
- Pengiriman dokumen persidangan - E-payment;
secara elektronik; - Pengiriman dokumen persidangan
- E-Summons; secara elektronik;
- E-Summons;
- E-Litigation

Dari sini, dapat disimpulkan beberapa hal, yakni:


1) Perma 3/ 2018 hanya mengatur pengadilan elektronik (e-court) secara administrasi
saja, sedangkan Perma 1/ 2019 mengatur pengadilan elektronik (e-court) secara
keseluruhan mulai dari administrasi sampai persidangan perkara;
2) Dengan adanya Perma 1/ 2019 yang mengatur e-court secara lebih rinci, di dalam
website e-court, https://ecourt.mahkamahagung.go.id/Login , ditambahkan satu fitur
yakni “E-Litigation” yang berguna untuk mendukung persidangan secara elektronik.

Dari Segi Pendaftaran Perkara Elektronik (E-Filing)

23
Sonyendah Retnaningsih, et.al, “Pelaksanaan E-Court Menurut Perma Nomor 3 Tahun 2018 Tentang
Administrasi Perkara Di Pengadilan Secara Elektronik dan E-Litigation Menurut Perma Nomor 1 Tahun 2019
Tentang Administrasi Perkara dan Persidangan Di Pengadilan Secara Elektronik (Studi di Pengadilan Negeri di
Indonesia),” Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol. 50, No. 1, Universitas Indonesia, Depok, 2020, hlm. 127 - 138.

28
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

Pasal 1 ayat (5) : Pasal 1 ayat (6):

Administrasi perkara secara elektronik Administrasi perkara secara elektronik


adalah serangkaian proses penerimaan adalah serangkaian proses penerimaan
gugatan/ permohonan, jawaban, replik, duplik gugatan/ permohonan/ keberatan/ bantahan/
dan kesimpulan, pengelolaan, penyampaian perlawanan/ intervensi, penerimaan
dan penyimpanan dokumen perkara pembayaran, penyampaian panggilan/
perdata/agama/ tata usaha militer/ tata usaha pemberitahuan, jawaban, replik, duplik,
negara dengan menggunakan sistem kesimpulan, penerimaan upaya hukum, serta
elektronik yang berlaku di masing-masing pengelolaan, penyampaian dan penyimpanan
lingkungan peradilan. dokumen perkara perdata/ perdata agama/
tata usaha militer/ tata usaha Negara dengan
menggunakan sistem elektronik yang berlaku
di masing- masing lingkungan peradilan.

Dari perbandingan Pasal 1 Angka 5 Perma 3/ 2018 dan Pasal 1 Angka 6 Perma 1/ 2019, dapat
disimpulkan bahwa ruang lingkup pendaftaran perkara untuk e-court bukan hanya sebatas
gugatan/ permohonan, jawaban, replik, duplik dan kesimpulan, pengelolaan, penyampaian dan
penyimpanan dokumen perkara perdata/agama/ tata usaha militer/ tata usaha negara, tetapi
juga meliputi keberatan/ bantahan/ perlawanan/ intervensi, dan penerimaan pendaftaran
upaya hukum.

Penggunaan Layanan Administrasi Perkara Secara Elektronik

Pasal 4 ayat (1): Pasal 5 ayat (1):

Layanan administrasi perkara secara Layanan administrasi perkara secara


elektronik dapat digunakan oleh advokat elektronik dapat digunakan oleh Pengguna
maupun perorangan yang terdaftar. Terdaftar dan Pengguna Lain.

Terkait “Pengguna Terdaftar”

Pasal 1 ayat (4):


Pasal 1 ayat (4):
Setiap orang yang memenuhi syarat sebagai
pengguna sistem informasi pengadilan Pengguna terdaftar adalah advokat yang
dengan hak dan kewajiban yang diatur oleh memenuhi syarat sebagai pengguna sistem
Mahkamah Agung. informasi pengadilan dengan hak dan
kewajiban yang diatur oleh Mahkamah
Agung.

Terkait “Pengguna Lain”

29
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

Tidak diatur Pasal 1 ayat (5):

Pengguna Lain adalah subjek hukum selain


advokat yang memenuhi syarat untuk
menggunakan sistem informasi pengadilan
dengan hak dan kewajiban yang diatur oleh
Mahkamah Agung meliputi antara lain Jaksa
Pengacara Negara, Biro Hukum Pemerintah/
TNI/ POLRI, Kejaksaan RI, Direksi/ Pengurus
atau karyawan yang ditunjuk badan hukum
(in house lawyer), kuasa hukum insidentil
yang ditentukan undang-undang.

Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa Perma 1/ 2019 menambah cakupan pengguna
yang dapat menggunakan e-court. Jadi, pengguna e-court bukan hanya advokat, tetapi juga
“Pengguna Lain”, seperti Jaksa Pengacara Negara, Biro Hukum Pemerintah/ TNI/ POLRI,
Kejaksaan RI, Direksi/ Pengurus atau karyawan yang ditunjuk badan hukum (in house lawyer),
kuasa hukum insidentil yang ditentukan undang-undang.

Pembayaran Panjar Secara Elektronik E-Payment

Pasal 8: Pasal 10 ayat (1) dan (2):

Pembayaran panjar biaya perkara ditujukan 1. Pembayaran panjar biaya perkara


ke rekening Pengadilan pada bank melalui ditujukan ke rekening Pengadilan
saluran pembayaran elektronik yang tersedia pada bank secara elektronik
2. Penambahan dan pengembalian
Pasal 9 : panjar biaya perkara dilakukan
secara elektronik
Dalam hal pendaftaran perkara dilakukan
secara elektronik maka Pengguna Terdaftar Pasal 11:
membayar panjar biaya perkara sesuai
dengan taksiran secara elektronik Penetapan, pengelolaan dan
pertanggungjawaban biaya perkara
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 12:

Dalam hal pendaftaran perkara dilakukan


secara elektronik, maka Pengguna Terdaftar
dan Pengguna Lain membayar panjar biaya
perkara sesuai dengan taksiran secara
elektronik.

30
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

Dari penjabaran pasal - pasal diatas, dapat disimpulkan bahwa tidak terlalu terdapat perbedaan
mengenai pembayaran panjar sebagaimana diatur di dalam PERMA 2/ 2018 dan PERMA 1/
2019.

Adapun contoh dari E-Payment

Dokumen Persidangan

Tidak ada Pasal 1 ayat (10) :

Dokumen elektronik adalah dokumen terkait


persidangan yang diterima, disimpan, dan
dikelola di Sistem Informasi Pengadilan.

Dari penjabaran ini, dapat disimpulkan bahwa Perma 3/ 2018 belum mendefinisikan dengan
jelas apa yang termasuk Dokumen Elektronik yang digunakan dalam E-Court. Sedangkan, di
dalam Perma 1/2019, pendefinisian mengenai apa yang dimaksud dengan “Dokumen
Elektronik” telah dimuat di dalam Pasal 1 ayat (10).

Pemanggilan Elektronik (E-summons)

Domisili Elektronik

Pasal 1 ayat (3): Pasal 1 ayat (3):

Domisili para pihak berupa alamat surat Domisili elektronik adalah domisili para
elektronik dan/ atau nomor telepon seluler pihak berupa alamat surat elektronik yang
yang telah terverifikasi. telah terverifikasi.

Pasal 5 ayat (2) : Pasal 6 ayat (2):

Domisili Pengguna Terdaftar adalah Domisili Domisili elektronik merupakan domisili yang
Elektronik. dipilih Pengguna Terdaftar dan Pengguna
Lain dalam menggunakan layanan

31
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

administrasi perkara dan persidangan secara


elektronik.

Dari penjabaran pasal - pasal tersebut, dapat disimpulkan :


1) Domisili elektronik hanya meliputi “alamat surat elektronik” dan bukan lagi “nomor
telepon seluler”;
2) Domisili elektronik yang diatur bukan hanya meliputi domisili Pengguna Terdaftar,
melainkan juga Pengguna Lain.

Persidangan secara elektronik (E-Litigation)

Pasal 11: Pasal 15 ayat (1) dan (2) :

Selain sebagaimana diatur dalam hukum (1) Panggilan/ pemberitahuan secara


acara, panggilan menghadiri persidangan elektronik disampaikan kepada:
terhadap para pihak berperkara dapat a. Penggugat yang melakukan
disampaikan secara elektronik. pendaftaran secara elektronik;
dan
Pasal 12 ayat (1) : b. Tergugat atau pihak lain yang
telah menyatakan
Panggilan disampaikan secara elektronik persetujuannya untuk
dilakukan kepada : dipanggil secara elektronik.
a. Penggugat / pemohon yang melakukan (2) Pernyataan persetujuan sebagaimana
pendaftaran secara elektronik serta dimaksud dalam ayat (1) huruf b tidak
yang memberikan persetujuan secara berlaku dalam perkara tata usaha
tertulis; negara.
b. Tergugat/ termohon atau pihak lain
yang telah menyatakan Pasal 16:
persetujuannya secara tertulis untuk
dipanggil secara elektronik; dan Berdasarkan perintah hakim, jurusita/
c. Kuasa hukum wajib mendapatkan jurusita pengganti mengirimkan surat
persetujuan tertulis dari prinsipal panggilan persidangan ke Domisili Elektronik
untuk beracara secara elektronik. para pihak melalui Sistem Informasi
Pengadilan.
Pasal 13:

1) Atas dasar perintah hakim, jurusita/


jurusita pengganti mengirimkan surat
panggilan persidangan kepada para
pihak secara elektronik melalui Sistem
Informasi Pengadilan;
2) Panggilan persidangan yang dikirim
secara elektronik ditujukan kepada
domisili elektronik para pihak.

32
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

Dari penjabaran ini, dapat disimpulkan bahwa perbedaan terdapat di dalam “persetujuan
tergugat” untuk melakukan persidangan secara elektronik. Sebagaimana tertuang di dalam
Pasal 15 ayat (2), persetujuan tergugat untuk mau atau tidak melakukan persidangan secara
elektronik tidak berlaku jika perkara tersebut masuk di dalam wewenang pengadilan tata usaha
negara.

Panggilan yang Sah dan Patut

Pasal 15: Pasal 18:

Panggilan yang disampaikan secara Panggilan/ pemberitahuan secara elektronik


Elektronik merupakan panggilan yang sah merupakan panggilan/ pemberitahuan yang
dan patut, sepanjang panggilan tersebut sah dan patut, sepanjang panggilan/
terkirim ke Domisili Elektronik dalam pemberitahuan tersebut terkirim ke domisili
tenggang waktu yang ditentukan elektronik dalam tenggang waktu yang
undang-undang. ditentukan undang-undang.

Dari penjabaran ini, dapat disimpulkan bahwa di dalam Pasal 18 Perma 1/ 2019, ditambahkan
dan diatur mengenai suatu “pemberitahuan” yang sah dan patut dalam persidangan perkara
elektronik.

Menurut Yahya Harahap, panggilan dalam arti sempit merupakan perintah untuk menghadiri
sidang pada hari yang ditentukan. Sedangkan, dalam arti luas, panggilan meliputi tindakan
hukum “pemberitahuan” (aanzegging; notification), misalnya, mengenai penyampaian suatu
putusan atas perkara tertentu.24

Persidangan Secara Elektronik (E-Litigation)

Tidak diatur; Pasal 1 ayat (7):

Persidangan elektronik adalah serangkaian


proses memeriksa dan mengadili perkara oleh
pengadilan yang dilaksanakan dengan
dukungan teknologi informasi dan
komunikasi.

Pasal 4:

Persidangan secara elektronik dalam


peraturan ini berlaku untuk proses
persidangan dengan acara penyampaian
gugatan/ permohonan/ keberatan/ bantahan/

24
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan
Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 213.

33
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

perlawanan/ intervensi beserta


perubahannya, jawaban, replik, duplik,
pembuktian, kesimpulan, dan pengucapan
putusan penetapan.

Dari penjabaran ini, dapat disimpulkan bahwa :


1) Perma 3/ 2018 tidak mengatur sama sekali mengenai pengadilan yang dapat digelar dan
dilakukan secara elektronik. Perma 3/2018 hanya mengatur mengenai tahap
administratif perkara di pengadilan;
2) Perma 1/ 2019 mengatur bukan hanya administratif perkara di pengadilan, melainkan
juga persidangan elektronik. Adapun persidangan elektronik dapat dilakukan pada :
- Penyampaian gugatan/ permohonan/ keberatan/ bantahan/ perlawanan/
intervensi beserta dengan perubahannya;
- Jawaban;
- Replik;
- Duplik;
- Pembuktian;
- Kesimpulan;
- Pengucapan Putusan / Permohonan.

Persetujuan Penggugat dan Tergugat

Tidak diatur. Pasal 19:

Hakim/ hakim ketua dapat memberikan


penjelasan tentang hak dan kewajiban para
pihak terkait persidangan elektronik.

Pasal 20:

(1) Persidangan secara elektronik


dilaksanakan atas persetujuan
penggugat dan tergugat setelah proses
mediasi dinyatakan tidak berhasil;
(2) Dalam hal perkara tidak
membutuhkan mediasi. persetujuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diberikan pada sidang yang dihadiri
oleh kedua belah pihak;
(3) Persetujuan penggugat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) secara hukum
telah diberikan pada saat pendaftaran
perkara secara elektronik;
(4) Dalam perkara tata usaha negara,
jika gugatan diajukan secara

34
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

elektronik maka tidak memerlukan


persetujuan tergugat untuk melakukan
sidang elektronik.

Berdasarkan analisis Pasal 19 dan Pasal 20 Perma 1/ 2019, dapat disimpulkan:


1) Persidangan elektronik dapat digelar dengan adanya persetujuan tergugat kecuali dalam
perkara tata usaha negara;
2) Persetujuan penggugat tidak diperlukan untuk menggelar persidangan elektronik.
Karena, ketika penggugat mendaftarkan perkaranya melalui e-court, penggugat
sejatinya sudah setuju untuk mengikuti persidangan secara elektronik.

Tahap Jawab Menjawab

Tidak diatur. Pasal 21:

(1) Hakim/ Hakim ketua menetapkan


jadwal persidangan elektronik untuk
acara penyampaian jawaban, replik
dan duplik.
(2) Setelah terlaksananya persidangan
elektronik dengan acara penyampaian
duplik, Hakim/ Hakim ketua
menetapkan jadwal dan acara
persidangan berikutnya hingga
pembacaan putusan.
(3) Jadwal persidangan disampaikan
kepada para pihak melalui Sistem
Informasi Pengadilan.
(4) Persidangan secara elektronik
dilaksanakan pada Sistem Informasi
Pengadilan.

Berdasarkan analisis Pasal 21 Perma 1/ 2019, dapat disimpulkan bahwa di dalam persidangan
elektronik, Hakim/ Hakim ketua akan menetapkan jadwal (court calendar) penyampaian
jawaban, replik, duplik yang mana hal ini akan diinformasikan melalui SIP (Sistem Informasi
Pengadilan).

35
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

Contoh dari court calendar:

Pihak Ketiga

Tidak diatur Pasal 23:

(1) Pihak ketiga dapat mengajukan


permohonan intervensi terhadap
perkara yang sedang disidangkan
secara elektronik.
(2) Pihak ketiga sebagaimana dimaksud
ayat (1) wajib mengikuti perkara
secara elektronik.
(3) Dalam hal pemohon intervensi tidak

36
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

setuju mengikuti persidangan secara


elektronik, Hakim/ Hakim Ketua
menyatakan permohonan intervensi
tersebut tidak dapat diterima melalui
penetapan.

Berdasarkan analisis Pasal 23 Perma 1/ 2019, dapat disimpulkan beberapa hal, yakni:
(1) Diatur prosedur bagi pihak ketiga dapat masuk atau intervensi dalam sidang elektronik;
(2) Pihak ketiga tersebut wajib setuju untuk mengikuti persidangan tersebut secara
elektronik;
(3) Jikalau tidak setuju, maka permohonan pihak ketiga tersebut tidak akan diterima;
(4) Hakim/ Hakim Ketua akan mengeluarkan penetapan yang menyatakan permohonan
intervensi tersebut tidak dapat diterima.

Pembuktian

Tidak diatur Pasal 24:

(1) Dalam hal disepakati oleh para pihak,


persidangan pembuktian dengan
acara pemeriksaan keterangan saksi
dan/ atau ahli dapat dilaksanakan
secara jarak jauh melalui media
komunikasi audio visual yang
memungkinkan semua pihak dapat
berpartisipasi dalam persidangan.
(2) Persidangan secara elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan infrastruktur
pengadilan.
(3) Segala biaya yang timbul dari
persidangan elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibebankan
kepada Penggugat.

Pasal 25:

Persidangan pembuktian dilaksanakan sesuai


dengan hukum acara yang berlaku.

Berdasarkan penjabaran Pasal 24 dan Pasal 25 dari Perma 1/ 2019, dapat disimpulkan
beberapa hal, yakni:

(1) Tahap pemeriksaan keterangan saksi dan/ atau ahli dalam sidang elektronik dapat

37
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

dilakukan melalui media komunikasi audio visual;


(2) Persidangan pembuktian di dalam e-court dilakukan sesuai dengan HIR/ Rbg (Het
Herziene Indonesich Reglement/ Reglement op de Burgerlijke Rechtvordering).

Putusan

Pasal 26:

(1) Putusan/ penetapan diucapkan oleh


Hakim/ Hakim Ketua secara
elektronik.
(2) Pengucapan putusan/ penetapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
secara hukum telah dilaksanakan
dengan menyampaikan salinan
putusan/ penetapan elektronik kepada
para pihak melalui Sistem Informasi
Pengadilan.
(3) Pengucapan putusan/ penetapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
secara hukum dianggap telah dihadiri
para pihak dan dilakukan dalam
sidang terbuka untuk umum.
(4) Putusan/ penetapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dituangkan
dalam bentuk putusan/ penetapan
elektronik yang dibubuhi tanda tangan
elektronik menurut peraturan
perundang-undangan mengenai
informasi dan transaksi elektronik.
(5) Salinan putusan/ penetapan elektronik
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4)
memiliki kekuatan dan akibat hukum
yang sah.
(6) Pengadilan mempublikasikan putusan/
penetapan untuk umum pada Sistem
Informasi Pengadilan.

Pasal 27:

Persidangan secara elektronik yang


dilaksanakan melalui Sistem Informasi
Pengadilan pada jaringan internet publik
secara hukum telah memenuhi asas dan

38
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

ketentuan persidangan terbuka untuk umum


sesuai dengan ketentuan perundang -
undangan.

Berdasarkan analisis Pasal 26 dan Pasal 27 Perma 1/ 2019, dapat disimpulkan beberapa hal
yakni:

(1) Putusan dalam persidangan elektronik yang diucapkan oleh Hakim/ Hakim Ketua
secara elektronik;
(2) Pengucapan putusan ini disampaikan juga salinan putusan/penetapan elektronik kepada
para pihak dimana hal tersebut secara hukum dianggap telah dihadiri semua pihak dan
dilakukan dalam sidang terbuka umum. Jikalau sidang tidak terbuka untuk umum,
maka putusan tersebut akan batal demi hukum. Hal ini sesuai dengan sebagaimana
yang telah diatur di dalam Pasal XX Undang-Undang No 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman.

Tanda Tangan Elektronik

Tidak diatur

Pasal 26 ayat (4):

Putusan/ penetapan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk
putusan/ penetapan elektronik yang dibubuhi
tanda tangan elektronik menurut peraturan
perundang-undangan mengenai informasi
dan transaksi elektronik.

Berdasarkan analisis Pasal 26 ayat (4) Perma 1/ 2019, dapat disimpulkan bahwa putusan/
penetapan dalam sidang elektronik harus dibubuhi tanda tangan elektronik menurut peraturan
perundang-undangan mengenai informasi dan transaksi elektronik.

Berdasarkan Pasal 1 angka (12) Undang–Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU
ITE”), didefinisikan bahwa

Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang
dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan

39
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

sebagai alat verifikasi dan autentikasi.

Lalu, berdasarkan Pasal 11 UU ITE, dapat diketahui bahwa tanda tangan elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan, yakni:

(1) Data pembuatan tanda tangan elektronik terkait hanya kepada penanda tangan;
(2) Data pembuatan tanda tangan elektronik pada saat proses penandatangan elektronik
hanya berada dalam kuasa penanda tangan;
(3) Segala perubahan terhadap tanda tangan elektronik yang terjadi setelah waktu
penandatanganan dapat diketahui;
(4) Segala perubahan terhadap informasi elektronik yang terkait dengan tanda tangan
elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
(5) Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa penanda-tangannya;
(6) Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penandatangan telah memberikan
persetujuan terhadap informasi elektronik yang terkait.

Dari hal ini, dapat disimpulkan bahwa tanda tangan elektronik memiliki kedudukan yang
sama dengan tanda tangan manual yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum
jika memenuhi persyaratan yang termuat di dalam Pasal 11 UU ITE.25

25
Husnul Hudzaifah, “Keabsahan Tanda Tangan Elektronik Dalam Pembuktian Hukum Acara Perdata
Indonesia,” e-Journal Katalogis, Vol. 3, No. 5, Universitas Tadulako, Palu, 2015, hlm. 197.

40
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
Daftar Pustaka
“Pertemuan IV”

Buku
Mahkamah Agung Republik Indonesia. (2019). Buku Panduan e-Court (The Electronic Justice
System). Jakarta. Diakses secara online melalui
https://pn-purwakarta.go.id/files/ecourt/ecourt_manual_full.pdf, pada tanggal 3 Maret
2022).

Jurnal
Hudzaifah, H. “Keabsahan Tanda Tangan Elektronik Dalam Pembuktian Hukum Acara Perdata
Indonesia” . e-Journal Katalogis, Vol. 3, No. 5. Universitas Tadulako. Palu. 2015, hlm.
197.
Retnaningsih, S. et.al, “Pelaksanaan E-Court Menurut Perma Nomor 3 Tahun 2018 Tentang
Administrasi Perkara Di Pengadilan Secara Elektronik dan E-Litigation Menurut Perma
Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi Perkara dan Persidangan Di Pengadilan
Secara Elektronik (Studi di Pengadilan Negeri di Indonesia),” Jurnal Hukum dan
Pembangunan, Vol. 50, No. 1. Universitas Indonesia. Depok. 2020, hlm. 127 - 138.
Pariqah, B. “Implementasi dan Dampak E-Court (Electronic Justice System) Terhadap Advokat
dalam Proses Penyelesaian Perkara di Pengadilan Negeri Selong”. Juridica, Vol. 1, No. 1.
Universitas Gunung Rinjani. Selong. 2020, hlm. 44.

Peraturan Perundang - Undangan

Indonesia, Undang-Undang No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Lembaran


Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia (TLNRI) Nomor 5076.
Indonesia, Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan
Transaksi Elektronik, Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2012 Nomor
189, Tambahan Lembaran Negara Republik indonesia (LNRI) Nomor 5348.
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (PERMA) Nomor 3 Tahun 2018 tentang
Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik.
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (PERMA) Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik.

41
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

Hukum Acara Perdata V : Medan, 8 Maret 2022


Oleh : Pak Yoni

Mediasi26
- Mediasi awalnya diatur di dalam Pasal 130 HIR/ Pasal 154 Rbg lalu diganti dengan
Perma Nomor 2 Tahun 2003 yang kemudian diganti dengan Perma Nomor 1 Tahun 2008
dan lalu diganti terakhir dengan Perma Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan.
- Prinsip mediasi adalah cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui
perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral (non intervensi) dan
tidak berpihak (imparsial) serta diterima kehadirannya oleh pihak-pihak yang
bersengketa.27
- Pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan menjadi salah satu
instrumen efektif mengatasi masalah penumpukan perkara di pengadilan serta
memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian
sengketa di samping proses pengadilan yang bersifat memutus (ajudikasi).
- Hukum acara yang berlaku baik di dalam Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 RBg,
mendorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan
dengan cara mengintegrasikan proses mediasi ke dalam prosedur berperkara di
Pengadilan Negeri.

Pengertian Mediasi
- Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk
memperoleh kesepakatan para pihak dibantu oleh mediator. Dalam hal ini, para pihak
harus “tanggung renteng” harus datang dalam mediasi atau pihak tergugat utama harus
datang. Di Pengadilan Negeri, mediasi dapat diwakili oleh kuasa hukum. Akan tetapi, di
pengadilan agama, mediasi sama sekali tidak dapat diwakili. Kalau penggugat dan
tergugat tidak dapat hadir, mediasi di pengadilan agama dinyatakan GAGAL.
- Sejatinya, di dalam mediasi diperlukan suatu itikad baik dari para pihak untuk dapat
memproses penyelesaian perkara.28
- Menurut Christopher W.Moore dalam hal ini juga menjelaskan yang penting dalam
mediasi yakni:

“Jika potensi pengaruh kekuatan dari pihak-pihak dikembangkan


dengan baik, persamaan yang fair dalam kekuatan tersebut dan disadari
oleh pihak bersengketa, tugas mediator untuk mengakses pengaruh salah

26
H. Ahmad, “Eksistensi dan Kekuatan Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan,”
Istinbath, Vol. 13, No. 1, Hlm. 76-77.
27
Bambang Sutiyoso, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Yogyakarta:Gama
Media, 2008), hlm. 58.
28
Ibid., hlm. 78.

42
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
satu pihak ke pihak lain secara efektif akan menghasilkan
keputusan-keputusan bersama para pihak.29”

Ruang Lingkup Perma 1/ 2016


- Berdasarkan Pasal 2 ayat (1), ketentuan mediasi dalam Perma ini hanya berlaku dalam
proses berperkara di Pengadilan Umum dan Pengadilan Agama.
- Dalam ayat (2) disebutkan bahwa pengadilan lain di luar lingkungan peradilan umum dan
agama dapat menerapkan mediasi berdasarkan Perma ini sepanjang dimungkinkan oleh
ketentuan peraturan perundang - undangan;
- Perlawanan perkara (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan pihak berpekara (partij
verzet) maupun pihak ketiga (deden verzet) terhadap pelaksanaan putusan yang telah
berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui
Mediasi (Pasal 4 ayat (1))

Kewajiban Melakukan Mediasi


- Dalam Pasal 3 ayat (1), disebutkan bahwa setiap hakim, mediator, para pihak, dan/ atau
kuasa hukum wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi;
- Dalam ayat (2) disebutkan bahwa hakim dalam pertimbangan putusan wajib
menyebutkan bahwa perkara tersebut telah diupayakan perdamaian melalui mediasi
dengan menyebutkan nama mediatornya;
- Dalam ayat (3) disebutkan bahwa Hakim pemeriksa perkara yang tidak memerintahkan
mediasi telah melanggar ketentuan peraturan perundang - undangan dalam Perma ini;
- Dalam ayat (4) diatur bahwa terhadap Pelanggaran tersebut dapat diajukan upaya hukum
dan Pengadilan Tingkat Banding atau MA dengan Putusan Sela dapat memerintahkan
Pengadilan Tingkat pertama untuk melakukan proses mediasi.

Pengecualian Mediasi (Ps. 4)


Mediasi diwajibkan untuk semua sengketa perdata, kecuali:
1. Sengketa dengan tenggang waktu;
● Pengadilan niaga;
● Pengadilan hubungan industrial;
● Keberatan atas putusan BPSK;
● Keberatan atas putusan KPPU;
● Pembatalan putusan arbitrase;
● Keberatan atas putusan Komisi Informasi;
● Penyelesaian perselisihan partai politik
● Sengketa melalui gugatan sederhana
● Sengketa lain yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu
penyelesaiannya dalam ketentuan uu.
2. Sengketa yang dilakukan tanpa hadirnya Penggugat atau Tergugat yang telah
dipanggil secara patut.
3. Rekonvensi dan Intervensi

29
I Made Sukadana, Mediasi Peradilan, (Jakarta : Prestasi Pustaka, 2012), hlm. 194.

43
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
4. Sengketa mengenai pencegahan, penolakan, pembatalan dan pengesahan
perkawinan.
5. Sengketa yang sebelumnya telah melakukan mediasi di luar pengadilan.

Sifat dan Proses Mediasi


- Proses mediasi pada asasnya tertutup kecuali para pihak menghendaki lain (Pasal 5)

Itikad Baik dalam Mediasi (Pasal 7)


- Para pihak wajib menempuh mediasi dengan itikad baik
- Dapat dinyatakan tidak beritikad baik:
- Tidak hadir 2 kali berturut-turut;
- Menghadiri pertemuan pertama tapi tidak hadir di pertemuan berikutnya;
- Ketidakhadiran berulang-ulang;
- Menghadiri mediasi tapi tidak mengajukan/ menanggapi resume perkara pihak
lain;
- Tidak menandatangani konsep kesepakatan perdamaian yang telah disepakati.

Itikad Tidak Baik (Pasal 22 dan Pasal 23)


- Apabila Penggugat dinyatakan tidak beritikad baik (Pasal 7), gugatan dinyatakan tidak
dapat diterima oleh Hakim Pemeriksa Perkara dan Penggugat tersebut dikenai
kewajiban pembayaran Biaya Mediasi;
- Apabila Tergugat yang dinyatakan tidak beritikad baik (Pasal 7 ayat (2)) dikenai
kewajiban pembayaran Biaya Mediasi;
- Dalam hal Para Pihak secara bersama-sama dinyatakan tidak beritikad baik oleh
Mediator, gugatan dinyatakan tidak dapat diterima oleh Hakim Pemeriksa Perkara
tanpa penghukuman Biaya Mediasi.

Mediator
- Mediator adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak
netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai
kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau
memaksakan sebuah penyelesaian (Pasal 1 Angka 2);
- Mediator sederhananya merupakan sebuah pihak netral yang mempunyai tugas
membantu pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya, tetapi tidak
mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan.30
- Mediator pada asasnya harus mengikuti pendidikan terlebih dahulu yang dibuktikan
dengan sertifikat mediator namun bila tidak ada mediator yang bersertifikat maka hakim
di lingkungan pengadilan yang bersangkutan berwenang menjalankan fungsi mediator,
dengan SK dari KPN (Pasal 13 ayat 2).
- Tugas dari seorang Mediator, antara lain : (Pasal 14)
● Memperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada Para Pihak untuk saling
memperkenalkan diri;
● Menjelaskan maksud, tujuan dan sifat mediasi;

30
Bambang Sutiyoso, Ibid., hlm. 58.

44
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
● Menjelaskan kedudukan dan peran Mediator yang netral dan tidak mengambil
keputusan;
● Membuat aturan pelaksanaan mediasi bersama Para Pihak;
● Menjelaskan bahwa Mediator dapat mengadakan kaukus;
● Menyusun jadwal Mediasi bersama Para Pihak;
● Mengisi formulir jadwal mediasi;
● Memberikan kesempatan kepada Para Pihak untuk menyampaikan permasalahan
dan usulan perdamaian;
● Menginventarisasi permasalahan dan mengagendakan pembahasan berdasarkan
prioritas;
● Memfasilitasi dan mendorong Para Pihak untuk: menelusuri dan menggali
kepentingan Para Pihak, mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik,
bekerja sama mencapai penyelesaian;
● Membantu Para Pihak dalam membuat dan merumuskan Kesepakatan
Perdamaian;
● Menyampaikan laporan keberhasilan, ketidakberhasilan dan/atau tidak dapat
dilaksanakannya Mediasi kepada Hakim Pemeriksa Perkara;
● Menyatakan salah satu atau para pihak tidak beritikad baik;
● Tugas lain dalam menjalankan fungsinya.

Kewajiban dari Kuasa Hukum dalam Mediasi (Pasal 18)


- Kuasa hukum wajib membantu para Pihak melaksanakan hak dan kewajibannya dalam
proses mediasi;
- Dalam hal Para Pihak berhalangan hadir dengan alasan sah maka Kuasa hukum dapat
mewakili Para Pihak dengan menunjukkan surat kuasa khusus yang memuat
kewenangan kuasa hukum untuk mengambil keputusan;
- Kuasa Hukum wajib berpartisipasi dalam Mediasi dengan itikad baik.

Biaya dan Jasa dari Mediator (Pasal 8)


- Jasa mediator Hakim dan Pegawai Pengadilan tidak dipungut biaya, sedangkan uang jasa
mediator bukan hakim ditanggung bersama oleh para pihak atau berdasar kesepakatan

Biaya Pemanggilan Para Pihak (Pasal 9)


- Dibebankan kepada pihak Penggugat melalui uang panjar biaya perkara;
- Jika tercapai kesepakatan maka biaya tersebut ditanggung bersama atau sesuai
kesepakatan para pihak;
- Jika mediasi gagal maka biaya tersebut dibebankan kepada pihak yang kalah.

Tempat Penyelenggaraan Mediasi (Pasal 11)


- Dapat diselenggarakan di ruang Mediasi Pengadilan atau di tempat lain yang disepakati
para pihak;
- Mediator Hakim dan Pegawai Pengadilan tidak boleh menyelenggarakan mediasi di luar
pengadilan

45
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
Proses dalam Mediasi (Pasal 17)
- Hari sidang pertama, para pihak hadir
- Hakim mewajibkan para pihak menempuh mediasi
- Pemanggilan untuk pihak yang tidak hadir dapat dilakukan 1x lagi
- Dalam hal para pihak >1 mediasi tetap dilaksanakan walaupun tidak seluruh pihak
hadir
- Ketidakhadiran pihak turut tergugat tidak menghalangi mediasi,
- Hakim pemeriksa perkara wajib menjelaskan prosedur mediasi kepada Para Pihak
- Hakim Pemeriksa Perkara mewajibkan Para Pihak memilih Mediator, maksimal dalam 2
hari
- Apabila tidak tercapai sepakat maka Mediator akan ditunjuk oleh Ketua Majelis
Hakim Pemeriksa Perkara
- Mediator kemudian menentukan hari dan tanggal pertemuan Mediasi.
- Dalam jangka waktu (maks) 5 hari , Para Pihak menyerahkan Resume Perkara
- Jangka waktu berlangsung mediasi (Pasal 24)
- Proses mediasi berlangsung paling lama 30 hari sejak penetapan perintah
melakukan mediasi
- Atas dasar kesepakatan para pihak jangka waktu mediasi dapat diperpanjang
hingga 30 hari
- Pencapaian Kesepakatan dalam Mediasi (Pasal 27)
- Jika mediasi berhasil mencapai kesepakatan, para pihak dengan bantuan mediator
wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai, ditandatangani oleh
Para Pihak dan Mediator;
- Kemudian Para Pihak melalui Mediator dapat mengajukan Kesepakatan
Perdamaian kepada Hakim Pemeriksa Perkara untuk dikuatkan dalam bentuk
Akta Perdamaian ;
- Namun jika para pihak tidak menghendaki akta perdamaian , kesepakatan harus
memuat klausula pencabutan gugatan.

Kesepakatan Perdamaian Sebagian (Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31)
● Terjadi ketika Penggugat dan/atau Tergugat lebih dari 1 dan tidak mencapai kesepakatan
bulat, hanya sebagian (sebagian pihak/ sebagian objek);
● Penggugat dapat mengajukan kembali gugatan terhadap pihak yang tidak mencapai
Kesepakatan Perdamaian Sebagian;
● Hakim Pemeriksa Perkara melanjutkan pemeriksaan terhadap objek perkara atau tuntutan
hukum yang belum berhasil disepakati oleh Para Pihak.

Mengenai Mediasi Yang Tidak Berhasil (Pasal 32)


- Mediator wajib menyampaikan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan
memberitahukannya kepada Hakim Pemeriksa Perkara, dalam hal:
- Para Pihak tidak menghasilkan kesepakatan;
- Para Pihak dinyatakan tidak beritikad baik.
- Dalam hal ini, hakim pemeriksa perkara akan mengeluarkan penetapan untuk
melanjutkan pemeriksaan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

46
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
- Lalu, berdasar pada Pasal 35, Jika para pihak gagal mencapai kesepakatan, pernyataan
dan pengakuan para pihak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti
dalam proses persidangan.
- Catatan mediator wajib dimusnahkan;
- Mediator tidak dapat menjadi saksi;
- Mediator tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana maupun perdata atas isi
kesepakatan perdamaian hasil proses mediasi.

Perdamaian Sukarela Pada Tahap Pemeriksaan Perkara (Pasal 33)


- Para Pihak atas dasar kesepakatan dapat mengajukan permohonan kepada Hakim
Pemeriksa Perkara untuk melakukan perdamaian pada tahap pemeriksaan perkara;
- Setelah menerima permohonan maka salah seorang Hakim Pemeriksa Perkara akan
menjalankan fungsi Mediator;
- Sidang akan ditunda (maks) 14 hari

Perdamaian Sukarela Di Tingkat Banding, Kasasi, dan PK (Pasal 34)


- Para pihak atas dasar kesepakatan dapat menempuh upaya perdamaian pada tingkat
banding, kasasi atau PK sepanjang perkara tsb belum diputus, kesepakatan perdamaian
tsb wajib disampaikan secara tertulis kepada hakim pemeriksa perkara yang mengadili.
- Akta perdamaian ditandatangani oleh hakim pemeriksa perkara pada tingkat banding,
kasasi atau PK dalam jangka waktu (maks) 30 hari sejak diterimanya kesepakatan
perdamaian.

Perdamaian di Luar Pengadilan (Pasal 36)


- Para pihak dengan bantuan mediator yang berhasil menyelesaikan sengketa di luar
pengadilan dengan kesepakatan perdamaian dapat mengajukannya ke pengadilan yang
berwenang untuk memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan;
- Pengajuan gugatan tsb harus dilampiri dengan kesepakatan perdamaian dan dokumen2
yang membuktikan adanya hubungan hukum para pihak dengan objek sengketa
- Dalam Pasal 27
- Hakim hanya akan menguatkan perdamaian dalam bentuk akta perdamaian
apabila memenuhi syarat:
- Tidak bertentangan dengan hukum, ketertiban umum dan/ atau kesusilaan;
- Tidak merugikan pihak ketiga;
- Dapat dieksekusi

Peran Akta Perdamaian


- Berdasarkan Pasal 1 angka 10 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan, akta perdamaian adalah

“Akta yang memuat isi naskah perdamaian dan putusan hakim yang menguatkan
kesepakatan perdamaian. Apabila kedua pihak yang bersengketa berdamai
kemudian meminta kepada pengadilan agar perdamaian itu dijadikan sebagai
putusan pengadilan, maka bentuk persetujuan perdamaian ini disebut akta
perdamaian.”

47
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
- Dalam Pasal 130 ayat (2) HIR, akta perdamaian memiliki kekuatan hukum yang
mengikat layaknya putusan pengadilan yang BHT;
- Adapun beberapa syarat dari akta perdamaian termuat secara limitatif dalam Pasal 1320
KUHPerdata, Pasal 1321 KUHPerdata, Pasal 1851 KUHPerdata sampai dengan Pasal
1864 KUHPerdata.31 Adapun syarat-syarat tersebut, antara lain:
- Akta perdamaian disetujui oleh kedua belah pihak;
- Akta perdamaian harus mengakhiri sengketa;
- Akta perdamaian harus atas dasar keadaan sengketa yang telah ada;
- Akta perdamaian harus secara secara tertulis.
- Lalu, merujuk pada Pasal 130 ayat (3) HIR dikatakan bahwa putusan pengadilan yang
terjadi karena akta perdamaian tidak bisa naik untuk banding;
- Dan jikalau salah satu pihak mengingkari janji dari apa yang tertera di dalam akta
tersebut, bisa dimintakan eksekusi di pengadilan (Pasal 195 HIR).32

31
Nashruddin Salim, “Pemberdayaan Lembaga Damai pada Pengadilan Agama,” Mimbar Hukum, Vol. 15,
No. 63, 2003, hlm. 40.
32
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan
Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 281.

48
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
Daftar Pustaka
“Pertemuan V”

Buku
Harahap, M. Yahya. (2008). Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.
Sukadana, I Made. (2012). Mediasi Peradilan. Jakarta : Prestasi Pustaka.
Sutiyoso, Bambang. (2008). Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Yogyakarta
: Gama Media.

Jurnal
Ahmad, H. “Eksistensi dan Kekuatan Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Perdata di
Pengadilan”. Istinbath, Vol. 13, No. 1, Hlm. 76-77.
Salim, Nashruddin.“Pemberdayaan Lembaga Damai pada Pengadilan Agama,” Mimbar Hukum,
Vol. 15, No. 63, 2003, hlm. 40.

49
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

Hukum Acara Perdata VI : Medan, 15 Maret 2022


Oleh : Bu SonyEndah

Surat Kuasa

Pengertian Surat Kuasa


- Kuasa adalah kewenangan yang diberikan oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa
untuk melakukan tindakan hukum atas nama pemberi kuasa.33
- Menurut Pasal 1793 KUHPerdata, pemberian kuasa merupakan suatu perjanjian dengan
mana seseorang memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk atas namanya
menyelenggarakan suatu urusan.
- Suatu perjanjian dalam pemberian kuasa yang mana hal ini akan tunduk kepada Pasal
1320 KUHPerdata.

Berakhirnya Pemberian Kuasa diatur di dalam Pasal 1813 KUHPerdata.


Pemberian kuasa berakhir, yakni:34
- dengan ditariknya kembali kuasanya si kuasa;
- dengan permintaan penerima kuasa;
- dengan pemberitahuan penghentian kuasanya oleh si kuasa;
- dengan selesainya persoalan yang dikuasakan;
- dengan meninggalnya salah satu pihak ;
- dengan berada di bawah pengam

Cara pemberian kuasa


1. Pemberian Kuasa Secara Lisan
Menurut Pasal 123 ayat (1) HIR atau Pasal 147 ayat (1) RBg serta Pasal 120 HIR, ada 2
(dua) bentuk dari pemberian kuasa secara lisan, yakni :
a. Dinyatakan secara lisan oleh penggugat di hadapan Ketua Majelis Pengadilan
Negeri yang mengadili perkara itu;
b. Kuasa ditunjuk secara lisan di Persidangan
2. Pemberian Kuasa Secara Tertulis
Hal ini diatur di dalam Pasal 123 ayat (1) HIR.
3. Pemberian Kuasa Secara Diam - Diam
Pemberian Kuasa secara diam-diam sejatinya diperbolehkan berdasar pada Pasal 1793
ayat (2) KUHPerdata. Misalnya, pemberian kuasa yang diberikan oleh suami istri.

Bentuk Pemberian Kuasa dimuat di dalam Pasal 1795 KUHPerdata

33
Setiawan Rachmad, Hukum Perwakilan dan Kuasa Suatu Perbandingan Hukum Indonesia dan Belanda
saat ini, (Jakarta: PT Tatanusa), hlm. 21.
34
Meliala Djaja S., Pemberian Kuasa Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata, (Bandung:
Tarsito, 1982), hlm. 7.

50
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus yaitu mengenai hanya satu kepentingan
tertentu atau lebih atau secara umum yaitu meliputi segala kepentingan si pemberi
kuasa.

Pemberian Kuasa :35


1. Pemberian kuasa secara umum
- Pasal 1796 BW, pemberian kuasa yang dirumuskan dalam kata-kata umum, hanya
meliputi perbuatan-perbuatan pengurusan seperti segala kepentingan pemberi
kuasa, kecuali perbuatan pemilikan.
2. Pemberian kuasa secara khusus
- Pemberian kuasa yang dilakukan secara khusus untuk melakukan suatu tindakan
tertentu.Untuk beracara di pengadilan harus dilakukan dengan surat kuasa khusus
(SEMA No 2/1959 dan Fatwa MA No 531K/ Sip/ 1973).
- Syarat kuasa khusus berdasarkan Pasal 123 HIR
- Mengatur syarat kuasa khusus sesuai ketentuan Pasal 123 HIR, yang
sekurang-kurangnya harus memuat:
- identitas dan kedudukan para pihak;
- kompetensi absolut dan relatif;
- pokok sengketa.
3. Pemberian kuasa secara istimewa
- Dasar Hukum : Pasal 1796 KUHPerdata, Pasal 157 HIR atau Pasal 184 RBg.
- Pemberian kuasa ini hanya terbatas untuk tindakan penting yang mana perbuatan
tersebut tidak bisa dilakukan dengan hanya sebatas surat kuasa biasa.
- Adapun lingkup yang dapat diwakili dengan surat kuasa istimewa, yakni :
- Untuk memindahtangankan benda-benda pemilik pemberi kuasa;
- Untuk meletakkan hipotek diatas benda lain;
- Untuk membuat perdamaian dengan pihak ketiga;
- Untuk mengucapkan sumpah penentu ataupun sumpah tambahan sesuai
dengan ketentuan Pasal 157 HIR atau Pasal 184 RBg.36

Hak-Hak:
1. Hak Substitusi
- Dasar Hukum : Pasal 1803 KUHPerdata;
- Hak substitusi merupakan hak seorang pemegang kuasa untuk melimpahkan
kuasanya kepada pihak ketiga ketika pemegang kuasa awal tidak dapat
menjalankan pekerjaan atau kewajibannya baik sebagian maupun seluruhnya.
Namun, jika surat kuasa khusus tidak mencantumkan klausul atau ketentuan yang
menyatakan bahwa pemberian kuasa tersebut dapat dilimpahkan, maka pemberian
kuasa secara tegas tidak dapat dilimpahkan kepada pihak ketiga.37
2. Hak Honorarium

35
Meliala Djaja S., Ibid., hlm. 4.
36
M. Yahya Harahap, S.H., Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan
Putusan Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 121.
37
Frans Satrio Wicaksono, Panduan Lengkap Membuat Surat-Surat Kuasa, (Jakarta : Transmedia Pustaka,
2009), hlm. 32.

51
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
-
Dasar hukum : Pasal 1808 KUHPerdata dan Pasal 1794 KUHPerdata
-
Honorarium merupakan hak advokat atas jasa hukum yang telah diberikannya
kepada pihak terkait.
3. Hak Retensi
- Dasar Hukum : Pasal 1812 KUHPerdata
- Hak retensi adalah hak untuk menahan segala apa kepunyaan si pemberi kuasa
yang berada di tangannya, sekian lamanya, hingga kepadanya telah dibayar lunas
segala apa yang dapat dituntutnya sebagai akibat pemberian kuasa.
- Hak retensi advokat terhadap klien sejatinya diakui sepanjang tidak menimbulkan
suatu kerugian kepentingan klien.38
- Contoh hak retensi advokat, ketika klien belum membayarkan honorarium
padahal sebagaimana diperjanjikan masalah yang diperkarakan telah selesai,
advokat dalam hal ini dapat menahan berkas-berkas perkara atau dokumen klien
tersebut.39

Materai
- Materai adalah hutang para pembuat perjanjian kepada negara atau dapat diartikan
sebagai pajak atas dokumen.40
- Materai merupakan kewajiban pembuat perbuatan hukum tertulis kepada negara
- Pengaturan Bea Materai dimuat di dalam UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
yang telah dicabut dengan UU Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai.
- Bea materai yang berlaku pada saat ini adalah bea materai berharga Rp10.000,00
(sepuluh ribu rupiah).41
- Berdasarkan Pasal 3 UU tersebut dinyatakan bahwa Bea Materai dikenakan atas :
- Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian
yang bersifat perdata, misalnya:
- Surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya,
beserta rangkapannya;
- Akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya;
- Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya;
- Surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
- Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak
berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
- Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang,
salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang;
38
Kode Etik Kongres Advokat Indonesia.
39
Mona Wulandari, “Hak Advokat Terhadap Klien Dalam Menangani Perkara Perdata di Pengadilan
Agama,” Varia Hukum, No. 40, 2021, hlm. 1917.
40
Triasita Nur Azizah, Rahmadi Indra Tektona, dan Ermanto Fahamsyah, “Pengaturan Bea Materai dalam
Kegiatan Perdagangan Elektronik di Indonesia Menurut Teori Tujuan Hukum,” Pakuan Law Review, Vol. 7, No. 1,
2021, hlm. 33.
41
Bea Materai ini berlaku terhitung sejak tanggal 1 Januari 2021 sampai dengan sekarang. Untuk lebih
lanjut dapat dilihat di Fitri Novia Heriani, “Ini Jenis Dokumen yang Wajib Meterai dan Bebas Meterai,”
https://www.hukumonline.com/berita/a/ini-jenis-dokumen-yang-wajib-meterai-dan-bebas-meterai-lt5ff447d438889,
diakses pada tanggal 20 Mei 2022.

52
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
- Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang:
- Menyebutkan penerimaan uang;
- Berisikan pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya
telah dilunasi atau diperhitungkan.
- Dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
- Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di persidangan.

53
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
Daftar Pustaka
“Pertemuan VI”

Buku
Harahap, M. Yahya. (2008). Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.
Meliala, Djaja S. (1982). Pemberian Kuasa Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Perdata. Bandung: Tarsito.
Rachmad, Setiawan. (2005). Hukum Perwakilan dan Kuasa Suatu Perbandingan Hukum
Indonesia dan Belanda saat ini. Jakarta: PT Tatanusa.
Wicaksono, Frans Satrio. (2009). Panduan Lengkap Membuat Surat-Surat Kuasa. Jakarta :
Transmedia Pustaka.

Jurnal
Azizah, Triasita Nur, Rahmadi Indra Tektona, dan Ermanto Fahamsyah. “Pengaturan Bea
Materai dalam Kegiatan Perdagangan Elektronik di Indonesia Menurut Teori Tujuan
Hukum”. Pakuan Law Review, Vol. 7, No. 1, 2021, hlm. 33.
Wulandari, Mona. “Hak Advokat Terhadap Klien Dalam Menangani Perkara Perdata di
Pengadilan Agama”. Varia Hukum, No. 40, 2021, hlm. 1917.

Internet
Heriani, Fitri Novia. “Ini Jenis Dokumen yang Wajib Meterai dan Bebas Meterai”.
https://www.hukumonline.com/berita/a/ini-jenis-dokumen-yang-wajib-meterai-dan-bebas
-meterai-lt5ff447d438889. Diakses pada tanggal 20 Mei 2022.

54
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

Hukum Acara Perdata VII : Depok, 22 Maret 2022


Oleh : Bu SonyEndah

Gugatan
Definisi Gugatan
- Sudikno Mertokusumo
- Tuntutan hak yaitu tindakan yang bertujuan memberikan perlindungan dari
pengadilan untuk mencegah perbuatan main hakim sendiri.42
- Darwin Prints
- Suatu upaya atau tindakan untuk menuntut hak/memaksa pihak lain untuk
melaksanakan tugas/kewajibannya guna memulihkan kerugian yang diderita oleh
Penggugat melalui suatu putusan pengadilan.43

Para pihak dalam perkara perdata dapat dibedakan yaitu:


- Pihak materiil yaitu pihak yang mempunyai kepentingan langsung yaitu penggugat
(penggugat in person) dan tergugat (tergugat in person).
- Pihak formal yaitu mereka yang beracara di pengadilan yaitu penggugat, tergugat dan
kuasa hukum.
- Turut Tergugat yaitu pihak yang tidak menguasai objek sengketa tetapi akan terikat
dengan putusan pengadilan.
- Penggugat adalah orang yang merasa haknya dilanggar dan kepentingannya dirugikan
oleh Tergugat.
- Tergugat adalah pihak yang diduga merugikan hak dan melanggar kepentingan
penggugat (orang yang mengajukan tuntutan hak). Pihak tergugat bisa siapa saja seperti
orang perorangan, badan hukum terdiri dari badan hukum perdata dan badan hukum
publik, dan bukan badan hukum.

Untuk menentukan siapa saja yang dapat dijadikan Tergugat dapat berpedoman pada:
- Adanya ikatan hukum baik karena perjanjian maupun karena undang-undang;
- Ikatan hukum karena kronologis peristiwa hukum;
- Namanya disebut-sebut dalam keterangan calon saksi;
- Namanya tertera dalam dokumen tertulis, baik dalam notulen, sertifikat, petok, SPPT
PBB, maupun dokumen lainnya (Yurisprudensi Mahkamah Agung RI, tanggal 2 Juli
1974, Nomor 480K/Sip/1973).

Jenis - Jenis Gugatan


Dalam perkara perdata, terdapat dua jenis gugatan, yakni:44

42
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta : Liberty, 2002), hlm. 52.
43
Lilik Mulyadi, Tuntutan Provisionil Dalam Hukum Acara Perdata, (Jakarta : Djambatan, 1996), hlm.
15-16.
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan
44

Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm 28-137.

55
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
1. Gugatan Permohonan (Voluntair)
- Gugatan adalah permasalahan perdata yang diajukan dalam bentuk permohonan.
- Ciri-ciri dari gugatan permohonan, seperti:
- Masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak semata;
- Gugatan atau permohonan ini adalah tanpa sengketa;
- Tidak ada pihak lain ataupun pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan;
- Para pihak disebut Pemohon dan Termohon.
2. Gugatan (Contentious)
- Gugatan ini adalah suatu permasalahan perdata yang berbentuk gugatan.
- Ciri-ciri dari gugatan ini, yakni:
- Masalah yang diajukan adalah penuntutan suatu hak atas sengketa antara
seseorang atau badan hukum dengan seseorang atau badan hukum lainnya;
- Adanya sengketa;
- Terdapat lawan atau pihak lain yang bisa ikut diseret dalam gugatan ini;
- Para pihak disebut penggugat dan tergugat.

Bentuk - Bentuk Gugatan


1. Bentuk Lisan
- Berdasarkan Pasal 120 HIR/ Pasal 144 RBg, penggugat yang tidak pandai menulis
dapat mengajukan gugatannya secara lisan kepada ketua Pengadilan di tempat
daerah hukum orang yang hendak digugat.45
2. Bentuk Tertulis
- Meskipun gugatan dapat dibuat dalam bentuk lisan, tetapi gugatan yang paling
diutamakan adalah gugatan dalam bentuk tertulis.
- Dasar Hukum : Pasal 118 ayat (1) HIR dan Pasal 142 ayat (1)RBg.46

Teori Menyusun Gugatan


Secara umum dan teoritis untuk membuat suatu surat gugatan dikenal dua pola penyusunan
yaitu:47
- Substantierings Theorie
- Merupakan cara pembuatan surat gugatan hendaknya harus dirinci secara detail
mulai adanya hubungan hukum sebagai dasar gugatan, dasar dan sejarah gugatan,
serta kejadian formal maupun materil dari gugatan;
- Misalnya, bagi penggugat yang menuntut suatu benda miliknya, selain
menyebutkan sebagai pemilik, ia juga diharuskan untuk membuktikan atau
menyebutkan asal-usul pemilikan benda tersebut, misalnya, karena membeli.
- Individualiserings Theorie
- Merupakan cara pembuatan surat gugatan dibuat secara garis besarnya saja
tentang dasar hubungan hukum dalam gugatan atau kejadian material.

45
Elise T. Sulistini dan Rudy T. Erwin, Petunjuk Praktis Menyelesaikan Perkara - Perkara Perdata,
(Jakarta : Bina Aksara, 1987), hlm. 17.
46
Ropaun Rambe, Hukum Acara Perdata Lengkap, Cet III, (Jakarta : Sinar Grafika, 2004), hlm. 191 - 241.
47
Jeremias Lemek, Penuntun Membuat Gugatan, (Jogjakarta : Liberty, 2006), hlm. 1.

56
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
- Misalnya, bagi penggugat yang menuntut suatu benda miliknya, ia cukup
menyebutkan sebagai pemilik, sedangkan pembuktiannya atau penyebutan asal -
usul bisa dilakukan di persidangan.

Syarat dan Prinsip Dasar Gugatan Perdata


Dalam yurisprudensi MARI tentang syarat dalam menyusun gugatan menyebutkan
sebagai berikut:
- Orang bebas menyusun dan merumuskan surat gugatan asal cukup memberikan
gambaran tentang kejadian materiil yang menjadi dasar tuntutan;
- Apa yang dituntut harus disebutkan dengan jelas;
- Pihak-pihak yang berperkara harus dicantumkan secara lengkap;
- Khusus gugatan mengenai tanah harus menyebutkan dengan jelas letak tanah,
batas-batas, dan ukuran tanah.
Mengenai persyaratan tentang isi dari gugatan dapat dilihat dalam Pasal 8 ayat (3) RV
yang mengharuskan adanya pokok gugatan yang meliputi:
- Identitas dari para pihak (persona standi in judicio) menyangkut jati diri dari penggugat
dan tergugat yang menerangkan nama, pekerjaan, dan tempat tinggal.
- Dalil-dalil konkrit tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta
alasan-alasan dari tuntutan (fundamentum petendi). Dalam menyusun posita maka harus
memperhatikan hal-hal berikut ini:
- Menyusun posita secara runtut dan teratur berdasarkan peristiwa yang terjadi atau yang
dialami dengan alasan dan dasar hukum yang kuat;
- Antara posita dan petitum harus searah, tidak bertentangan atau kontradiktif.
- Tuntutan atau petitum harus dirumuskan secara jelas dan tegas yang mencantumkan
pokok tuntutan penggugat.
Agar gugatan sah dalam arti tidak mengandung cacat formil maka harus memperhatikan
hal-hal berikut ini:
- Antara posita dengan petitum harus sinkron, karena apa yang diuraikan dalam posita
menjadi dasar untuk mengajukan tuntutan ke pengadilan untuk dikabulkan.
- Antara posita dan petitum tidak boleh saling bertentangan.
- Petitum harus jelas dan tegas sehingga tidak membingungkan hakim.
- Petitum harus runtut dan disusun sesuai dengan posita.
Dalam penyusunan surat gugatan, harus memenuhi syarat-syarat formal sebagai berikut:
- Dalam susunan gugatan, antara subjek dan objek gugatan maupun antara posita dan
petitum gugatan haruslah jelas. Misalnya identitas Pengugat dan mengajukan gugatan.
(Surat gugatan yang tidak jelas menyebabkan gugatan tidak dapat diterima berdasarkan
Yurisprudensi MARI tanggal 5 Juni 1975, Nomor 616 K/Sip/1973).
- Di dalam gugatan haruslah memuat fakta hukum yang menjadi dasar gugatan sehingga
sejalan dengan permintaan Penggugat yang dimuat dalam petitum. Secara formil
penyusunan gugatan haruslah lengkap tidak ada yang terlupakan, misalnya kelengkapan
para pihak terkait perkara dan identitas subjek maupun objeknya (Gugatan yang tidak
lengkap menyebabkan gugatan dinyatakan tidak dapat diterima, Yurisprudensi MARI
tanggal 5 Juni 1975, Nomor 616 K/Sip/1973)
- Di Dalam gugatan harus juga memperhatikan logika-logika hukum yang dapat
menimbulkan konsekuensi. (Konsekuensi yuridis terhadap surat gugatan yang tidak

57
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
sempurna maka gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima (Yurisprudensi MARI
tanggal 21 Agustus 1974, Nomor 565 K/Sip/1973).
Format Gugatan
- HIR tidak mengatur secara tegas.
- Berdasarkan Pasal 8 ayat (3) RV dan yurisprudensi dikenal bahwa format gugatan secara
garis besar terdiri dari:
- persona standi in judicio
- kompetensi
- para pihak
- kualitas para pihak
- posita/ fundamentum petendi
- kejadian/ peristiwa
- penjelasan duduk perkara
- adanya hubungan hukum
- petitum/ tuntutan
- apa yang oleh penggugat diminta/ diharapkan agar diputuskan hakim.
Penambahan atau Perubahan Gugatan
- HIR tidak mengatur
- Merupakan kewenangan hakim
- Penambahan atau perubahan ggtn tidak boleh merugikan Tergugat
- Pengurangan senantiasa boleh
- Penambahan atau Perubahan Gugatan
- Pasal 127 Rv
- Perubahan ggt diperbolehkan sepanjang tidak mengubah atau menambah petitum.

Perubahan gugatan dilarang:


- Bila berdasarkan hukum yang sama dimohon pelaksanaan suatu hak lain
- Misalnya : semula dimohon ganti rugi berdasarkan wanprestasi diubah menjadi
pemenuhan perjanjian.
- Adanya penambahan keadaan-keadaan baru shg diperlukan putusan hakim ttg suatu
perhubungan hukum antara para pihak yang lain daripada yang semula telah
dikemukakan
- ct: semula dasar gugatan perceraian adalah perzinahan kemudian diubah menjadi
keretakan yang tidak dapat diperbaiki lagi

Mengenai perubahan surat gugatan dapat dilakukan dengan syarat:


- Tidak boleh mengubah kejadian materiil yang menjadi dasar gugatan (MARI tanggal 6
Maret 1971 Nomor 209K/Sip/1970.
- Bersifat mengurangi atau tidak menambah petitum.
- Perubahan gugatan tidak diatur dalam HIR/Rbg, namun dalam Yurisprudensi MARI
dijelaskan bahwa perubahan diperkenankan asal tidak mengubah dasar gugatan (posita)
dan tidak merugikan tergugat dalam membela kepentingannya (MARI tanggal 11-3-1970
Nomor 454K/Sip/1970, tanggal 3-12-1974 Nomor 1042 K/Sip/1971 dan tanggal
29-1-1976 Nomor 823 K/Sip/1973).

58
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
- Perubahan juga tidak diperkenankan kalau pemeriksaan hampir selesai. Dan semua
dalil-dalil dari para pihak sudah saling dikemukakan dan pihak sudah memohon putusan
kepada majelis hakim (MARI tanggal 28-10-1970 Nomor 546 K/Sip/1970).

Kesempatan atau waktu melakukan perubahan gugatan dapat dilakukan sebelum Tergugat
mengajukan jawab dapat dilakukan tanpa perlu ijin dari Tergugat.

Sedangkan jika tidak disetujui perubahan tetap dapat dilakukan dengan ketentuan:
- Tidak menyebabkan kepentingan kedua belah pihak dirugikan terutama Tergugat;
- Tidak menyimpang dari kejadian material sebagai penyebab timbulnya perkara;
- Tidak boleh menimbulkan keadaan baru dalam positanya.

Penggabungan dan Kumulasi Gugatan


Penggabungan gugatan
- Bila dalam 1 pengadilan ada 2 perkara yang satu dan lainnya saling berhubungan
terutama apabila penggugat dan tergugat nya sama maka salah satu pihak atau ke-2nya
dapat meminta kepada majelis hakim agar perkara tsb digabung.
Kumulasi gugatan
- Pada umumnya setiap gugatan harus berdiri sendiri.
- Adanya 2 gugatan yang dituangkan dalam 1 surat gugat diperbolehkan apabila pihak
penggugat dan pihak tergugat adalah orang yang sama.
- Penggabungan dan Kumulasi Gugatan
- Kumulasi subyektif → Penggabungan beberapa subyek
- Kumulasi obyektif → Penggabungan beberapa tuntutan
Dilarang:
- apabila diperlukan acara khusus, ct: gugatan cerai tidak boleh digabung dengan gugatan
wanprestasi
- apabila gugatan ditujukan kepada seseorang dalam 2 kualitas, ct: sebagai wali menggugat
pengembalian barang milik anaknya dan sebagai pribadi menggugat pembayaran utang

Konkursus (kebersamaan adanya tuntutan hak)


- Terjadi apabila penggugat mengajukan gugatan yang mengandung beberapa tuntutan
yang menuju pada suatu akibat yang sama, dengan dikabulkannya salah satu dari tuntutan
maka tuntutan lainnya sekaligus terkabul.
- Contoh: para debitur tanggung renteng

Alasan Tidak Diterimanya Gugatan


Adapun alasan dari suatu gugatan tidak diterima : 48
1. Gugatan tidak berdasarkan hukum
- Gugatan yang tidak berdasarkan pada hukum bisa terjadi pada gugatan tersebut
tidak ditandatangani atau di cap jempol dan dilegalisasi oleh pejabat yang

48
M. Yahya Harahap, Ibid., hlm. 811.

59
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
berwenang, masalah sudah sangat lampau dan terselesaikan, ataupun masalah
tersebut belum terjadi tetapi dipersengketakan (premature).
2. Gugatan error in persona
- Gugatan ini merupakan gugatan yang salah atau terjadi kesalahan dalam
menyebutkan para pihak hingga menyebabkan gugatan tidak dapat diterima.
- Hal-hal yang dapat menyebabkan gugatan error in persona, yakni :
- Kesalahan penggugat menuliskan identitas para pihak;
- Kesalahan penggugat dalam menetapkan pihak tergugat.
3. Gugatan Obscuur Libel
- Obscuur libel adalah gugatan penggugat kabur artinya gugatan dinyatakan tidak
jelas sehingga menyebabkan tidak dapat diterima tuntutan (petitum) yang
diajukan oleh penggugat.
- Disebut Obscuur libel apabila gugatan berisi dalil-dalil yang bertentangan satu
dengan yang lainnya.
- Dalam merumuskan tuntutan (petitum) harus jelas dan tegas sehingga apabila
tidak jelas dan tidak tegas dapat berdampak tidak diterimanya gugatan atau
Obscuur libel.
- Menurut yurisprudensi MARI perumusan kejadian material secara singkat
menurut Individualiserings Theorie telah memenuhi syarat dan gugatan tidak
obscuur libel (Putusan MARI No. 4K/Sip/1958 tanggal 13 Desember 1958 dalam
perkara Moehati alias Djaroh lawan Gustaf dkk.
4. Gugatan tidak sesuai kompetensi absolut dan relatif
5. Gugatan nebis in idem

60
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
Daftar Pustaka
“Pertemuan VII”

Buku
Harahap, M. Yahya. (2008). Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.
Lemek, Jeremias. (2006). Penuntun Membuat Gugatan. Jogjakarta : Liberty.
Mertokusumo, Sudikno. (2002). Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta : Liberty.
Mulyadi, Lilik. (1996). Tuntutan Provisionil Dalam Hukum Acara Perdata. Jakarta : Djambatan.
Rambe, Ropaun. (2004). Hukum Acara Perdata Lengkap, Cet III. Jakarta : Sinar Grafika.
Sulistini, Elise T. dan Rudy T. Erwin. (1987). Petunjuk Praktis Menyelesaikan Perkara - Perkara
Perdata. Jakarta : Bina Aksara.

61
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

Hukum Acara Perdata VIII : Depok, 29 Maret 2022


Oleh : Bu Sonyendah

Sita Jaminan
Tujuannya untuk menjamin pelaksanaan suatu putusan agar tergugat tidak memindahtangankan
aset yang ada. Untuk kreditur konkuren yang mengajukan gugatan, Ia akan mengajukan sita
jaminan.

Sita Jaminan terdiri atas :


1. Sita Conservatoir;
2. Sita Revindicatoir;
3. Sita Marital;
4. Pandbeslag.
5. Sita Penyesuaian (sita atas sita)
Tergugat memiliki tanah yang dinilai 1 M, Tergugat utang terhadap X 500 juta - ½ M.
Maka terhadap tanah yang 500 juta sudah dijaminkan. Lalu, Tergugat menjaminkan lagi
500 juta atas tanah yang dimilikinya kepada Y. Maka, dapat disimpulkan bahwa terhadap
tanah itu ada si jaminan terhadap si X dan Y. Untuk pelunasan, harus didahulukan sita
pertama yakni X lalu sita kedua yakni Y.

Penjelasan mengenai sita - sita tersebut, antara lain:


1. Sita Convertoir
- Diatur di dalam Pasal 227 HIR, di sini untuk melaksanakan sita ini ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi, yakni:
- Harus ada alasan bahwa tergugat sebelum putusan dijatuhkan mencari akal
akan menggelapkan atau melarikan barang - barangnya;
- Barang yang disita merupakan milik tergugat, bukan penggugat,
bukan juga pihak ketiga;
- Permohonan diajukan kepada KPN (Ketua Pengadilan Negeri) yang
memeriksa perkara bersangkutan;
- Permohonan harus diajukan secara tertulis;
- Sita conservatoir dapat dilekakkan baik barang yang bergerak dan tidak.
2. Sita Revindicatoir
- Dasar Hukum Pasal 226 HIR, syarat:
- Harus barang bergerak;
- Barang bergerak tersebut milik PENGGUGAT yang berada di tangan
TERGUGAT;
- Permohonan diajukan ke KPN secara LISAN ataupun TERTULIS;
- Barang tersebut harus diterangkan dengan terperinci.
3. Sita Marital
- Dasar hukum : Pasal 823aRv
- Sita marital :
- Dimohonkan oleh Istri/ Suami

62
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
- Barang yang dimohonkan adalah BARANG BERGERAK dan TIDAK
BERGERAK milik suami/ istri
- Hal ini bertujuan agar harta bersama selama proses perceraian tidak
dialihkan
4. Pandesblag
- Diatur dalam Pasal 751 Rv
- Dimohonkan oleh PEMILIK RUMAH
- kepada PENYEWA RUMAH agar perabotan PENYEWA RUMAH disita untuk
menjamin agar PENYEWA RUMAH membayar uang sewa.
- Tata cara dan akibat hukum sita jaminan diatur dalam Pasal 197, 198, dan 199
HIR.

Sita jaminan pada akhirnya akan berubah menjadi SITA EKSEKUSI.

Intervensi
- Terjadi apabila pihak ketiga ATAS KEHENDAK SENDIRI mencampuri sengketa yang
SEDANG BERLANGSUNG.
Bentuk - Bentuk Intervensi :
1. Tussenkomst
Tussenkomst merupakan masuknya pihak ketiga secara sukarela ke dalam suatu perkara
yang sedang berjalan. Pihak ketiga yang masuk dalam hal ini tidak memihak kepentingan
salah satu pihak, tetapi mementingkan kepentingan sendiri (Pasal 282 Reglement
Rechtsvordering (“RV”)). Di dalam Tussenkomst, pihak ketiga tersebut harus memiliki
hubungan yang sangat erat dengan pokok perkara dalam perkara tersebut.49

2. Voeging
Voeging adalah masuknya pihak ketiga ke dalam suatu perkara yang sedang berjalan.
Pihak ketiga yang masuk ke dalam perkara dalam hal ini berpihak ke salah satu pihak
(Pasal 279 RV).50

Vrijwaring

- Vrijwaring atau penjaminan adalah masuknya pihak ketiga ke dalam suatu perkara yang
sedang berlangsung karena ditarik oleh salah satu pihak, bukan atas kehendak sendiri
secara sukarela. Vrijwaring diatur di dalam Pasal 76 RV.51 Adapun karakteristik dari
Vrijwaring, yakni (1) Esensinya merupakan penggabungan tuntutan; (2) Salah satu pihak

49
Puri Galih Kris Endarto, “Tinjauan Yuridis Gugatan Intervensi Tussenkomst sebagai Upaya Hukum
Alternatif dalam Gugatan Hukum Acara Perdata Biasa, “ Pandecta, Vo. 5 No.2 , hlm. 161.
50
Laila M. Rasyid dan Herinawati, Pengantar Hukum Acara Perdata, (Lhokseumawe : Unimal Press,
2015), hlm. 69.
51
Caroline Maria M dan Harjono, “Studi Kajian Tentang Gugatan Intervensi Dalam Perkara Perdata,”
Jurnal Verstek, Vol. 8 No. 1, hlm. 59.

63
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
bersengketa, dalam hal ini tergugat, menarik pihak ketiga ke dalam sengketa yang
dihadapi; (3) Keikutsertaan pihak ketiga timbul karena paksaan.52
- Disebut juga sebagai penjamin
- Pihak ini masuk karena DITARIK buka
- Dasar hukum: Pasal 70 -76 Rv

Derdenverzet

- Derden Verzet merupakan salah satu upaya hukum luar biasa yang dilakukan oleh
pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan perlawanan pihak
ketiga yang bukan pihak dalam perkara yang bersangkutan, karena merasa dirugikan oleh
putusan pengadilan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa derden verzet dilakukan ketika
perkara tidak lagi berlangsung atau dengan kata lain perkara telah diputus oleh majelis
hakim. Syarat mengajukan derden verzet adalah pihak ketiga tersebut tidak cukup hanya
punya kepentingan saja tetapi hak perdatanya benar-benar telah dirugikan oleh
putusan tersebut. Secara singkat syarat utama mengajukan derden verzet adalah hak
milik pelawan telah terlanggar karena putusan tersebut.53
- SUDAH ADA PUTUSAN, Perkara telah siap BERLANGSUNG.
- Perlawanan pihak ketiga terhadap PUTUSAN yang mana ia rasa hak - haknya dirugikan.
- Termasuk upaya hukum luar biasa;
- Pada dasarnya suatu putusan hanya mengikat para pihak yang berperkara dan tidak
mengikat pihak ketiga (1917 BW), tetapi apabila ada putusan yang merugikan pihak
ketiga maka pihak ketiga dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut.

Contoh dari Tussenkomst : A merupakan pembeli tanah dari B yang mana tanah tersebut berada
di pedalaman desa terpencil. Ternyata, tanah tersebut bukanlah tanah B, tetapi tanah saudaranya
yakni C. Oleh karena itu, C pun mengajukan gugatan kepada B agar B mau melepaskan tanah
tersebut dan mengganti rugi atas segala kerusakan yang dibuat B di atas tanah tersebut. Dalam
hal ini, A mengajukan permohonan untuk masuk dan membela haknya karena sudah menjadi
pembeli yang beritikad baik untuk memiliki tanah tersebut.

Contoh dari Voeging : Sebuah anak perusahaan X digugat oleh perusahaan A karena tidak
membayar utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Induk perusahaan X yang juga
menjadi penjamin utang ikut terlibat dalam perkara ini untuk membela anak perusahaannya.

52
A.Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007),
hlm. 114.
53
R. Subekti, Hukum Acara Perdata Cetakan 2, (Bandung : Badan Pembinaan Hukum Nasional
Departemen Kehakiman, 1997), hlm. 171 - 172.

64
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
Contoh dari Vrijwaring : A membeli sebuah sepeda motor dari B. B pada dasarnya telah
menjamin bahwa sepeda motor tersebut merupakan kualitas premium yang tidak akan rusak
dalam jangka waktu 5 tahun. Sebulan setelahnya, A menjual sepeda motor tersebut kepada C. A
dalam hal ini juga menjamin kepada C bahwa sepeda motor tersebut tidak akan rusak dalam
jangka waktu 5 tahun. Sebulan pemakaian, sepeda motor tersebut rusak dan C akhirnya
mengajukan gugatan perdata kepada A. A dalam hal ini mengajukan permohonan kepada hakim
untuk memasukkan B sebagai pihak dalam perkara ini karena dari B lah A membeli sepeda
motor tersebut. (Dalam hal ini dapat dilihat bahwa A meminta B bertanggung jawab atas
rusaknya sepeda motor C).

Contoh dari Derden Verzet : A merupakan seorang pemilik rumah di kawasan Setiabudi di
Medan. Karena rumahnya tersebut tidak dipakai, A kemudian menyewakan rumahnya kepada B
selama 10 tahun. B dalam hal ini telah membayar uang sewa sepenuhnya kepada A. Di tahun
kedua, karena A membutuhkan dana untuk membayar uang sekolah anaknya, A menjual rumah
tersebut kepada C. C telah melunasi pembayaran rumah tersebut, tetapi A belum mengosongkan
rumah yang dijualnya sebagaimana diperjanjikan. Dalam hal ini, C pun menggugat A ke
pengadilan setempat agar A mengosongkan rumah tersebut sehingga. B sebagai penyewa yang
keberatan atas tindakan A dan Putusan hakim atas kasus persoalan yang diajukan C dapat
mengajukan derden verzet atas putusan tersebut untuk mempertahankan haknya sebagai penyewa
yang beritikad baik.

65
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
Daftar Pustaka
“Pertemuan VIII”

Buku
Arto,A.Mukti. (2007). Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Rasyid, Laila M. dan Herinawati. (2015). Pengantar Hukum Acara Perdata. Lhokseumawe :
Unimal Press.
Subekti, R. (1997). Hukum Acara Perdata Cetakan 2. Bandung : Badan Pembinaan Hukum
Nasional Departemen Kehakiman.

Jurnal
Endarto, Puri Galih Kris. “Tinjauan Yuridis Gugatan Intervensi Tussenkomst sebagai Upaya
Hukum Alternatif dalam Gugatan Hukum Acara Perdata Biasa.“ Pandecta, Vo. 5 No.2 ,
hlm. 161.
M, Caroline Maria dan Harjono. “Studi Kajian Tentang Gugatan Intervensi Dalam Perkara
Perdata”. Jurnal Verstek, Vol. 8 No. 1, hlm. 59.

66
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

Hukum Acara Perdata X : Depok, 12 April 2022


Oleh : Bu Sonyendah

Jawaban
- Jawaban dapat dibedakan menjadi 2 (dua):
- Jawaban yang tidak langsung mengenai pokok perkara (eksepsi/ tangkisan)54
- Jawaban yang langsung mengenai pokok perkara
Eksepsi
- Eksepsi disebut juga dengan tangkisan merupakan jawaban yang tidak langsung
mengenai pokok perkara. Selain dari hal itu, eksepsi dapat juga diartikan sebagai
sanggahan atau bantahan dari pihak tergugat atas gugatan penggugat mengenai pokok
perkara, yang mana sanggahan tersebut berisi tuntutan batalnya gugatan penggugat.55
- Dasar Hukum : Pasal 125 ayat (2) HIR, Pasal 132 HIR, Pasal 133 HIR, Pasal 134 HIR.
- Macam Eksepsi
Faure membagi eksepsi menjadi 2 macam, yakni:56
- Eksepsi Prosesuil
Eksepsi yang berkenaan dengan alasan-alasan di luar pokok perkara. Misalnya,
kewenangan absolut (134 HIR) dan kewenangan relatif ataupun nebis in idem.
Macam-macam eksepsi prosesuil, antara lain:
- Eksepsi Deklinator
- Merupakan jenis eksepsi yang diajukan dengan berdasarkan pada
ketentuan hukum acara perdata (formal), yaitu tentang kompetensi
absolut dan relatif.
- Eksepsi inkracht van gewijsde zaak
- Merupakan jenis eksepsi yang diajukan atas surat gugatan
penggugat yang pernah diperkarakan sebelumnya dan telah BHT.
Hal ini menyebabkan surat gugatan tersebut termasuk ke dalam ne
bis in idem.57
- Eksepsi litis pendentis
- Merupakan jenis eksepsi yang diajukan oleh tergugat jika sengketa
yang digugat penggugat sama dengan perkara yang diperiksa di
pengadilan. Misalnya, sengketa yang digugat sama dengan perkara
yang sedang diperiksa di dalam tingkat banding ataupun
pengadilan lain.58

54
R. Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Cet V, (Jakarta: Pradnya Paramitha, 1972), hlm.
54.
55
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Cet I, (Yogyakarta : Liberty, 2006), hlm.
122.
56
Sudikno Mertokusumo, Ibid.,
57
Lihat Pasal 1917 KUHPerdata.
58
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata : Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan
Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 440.

67
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
- Eksepsi diskualifikator
- Merupakan jenis eksepsi yang diajukan jika penggugat dan/atau
kuasanya tidak memiliki kualitas/ kewenangan/ kedudukan yang
sah dalam mengajukan gugatan.59
- Eksepsi plurium litis consortium
- Merupakan jenis eksepsi yang diajukan dan menyatakan bahwa
gugatan harus ditolak karena mengandung cacat formil yaitu
kurang lengkapnya para pihak yang digugat.60
- Eksepsi koneksitas
- Merupakan jenis eksepsi yang diajukan atas surat gugatan yang
ada hubungan dengan perkara yang masih ditangani oleh
pengadilan/ instansi lain dan belum ada putusan.61
- Eksepsi Van Beraad
- Merupakan jenis eksepsi yang diajukan atas surat gugatan dimana
sebenarnya belum pada saatnya untuk diajukan karena tergugat
memiliki hak yang timbul dari perjanjiannya dengan penggugat
untuk berpikir terlebih dahulu.62
- Eksepsi surat kuasa khusus tidak sah
- Merupakan jenis eksepsi yang diajukan atas surat kuasa penggugat
yang tidak memenuhi syarat bertitik tolak dari Pasal 123 ayat (1)
HIR dan SEMA Nomor 1 Tahun 1971 jo. SEMA Nomor 6 Tahun
1994.63
- Eksepsi error in persona
- Merupakan jenis eksepsi yang diajukan karena pihak yang ditarik
sebagai tergugat keliru dan tidaklah tepat.64
- Eksepsi obscuur libel
- Merupakan jenis eksepsi yang diajukan atas surat gugatan yang
dapat dikatakan sebagai gugatan kabur dan tidak jelas (obscuur
libel). Adapun beberapa bentuk eksepsi ini, antara lain:
- Posita atau fundamentum petendi tidak menjelaskan dasar
hukum gugatan dan kejadian yang mendasari gugatan;
- Objek sengketa tidak jelas;
- Petitum penggugat tidak jelas atau ada kontradiksi antara
posita dengan petitum sehingga gugatan menjadi kabur.
- Posita berisi penggabungan masalah wanprestasi dan
perbuatan melawan hukum.

59
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Perdata : Menurut Teori dan Praktik Peradilan Indonesia, Cet. 3, (Jakarta :
Djambatan, 2005), hlm. 87.
60
Ibid.
61
Ibid., hlm. 140.
62
Ibid.
63
M. Yahya Harahap, Ibid., hlm. 437.
64
Ibid., hlm. 439.

68
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
- Eksepsi materiil65
Merupakan jenis eksepsi yang didasarkan pada ketentuan hukum materil. Macam
eksepsi ini terbagi menjadi dua, yakni:
- Eksepsi Dillatoir
- Eksepsi yang menyatakan bahwa gugatan Penggugat belum dapat
dikabulkan. Hal ini terjadi karena gugatan tersebut terlalu
prematur, yang artinya terlalu dini.66 Misalnya, ahli waris
menggugat pembagian warisan padahal sang pewaris masih hidup.
- Eksepsi Peremptoir
- Eksepsi mengenai adanya hal yang menghalangi dikabulkannya
gugatan. Misalnya, gugatan yang diajukan telah lampau waktu
(kadaluwarsa) atau utang yang telah menjadi dasar gugatan telah
dihapuskan.67

Jawaban Mengenai Pokok Perkara


Jawaban dalam konpensi (gugatan asli/ asal) berisi:
- Pengakuan;
- Penyangkalan;
- Referte

Jawaban berupa Rekonvensi68


- Rekonvensi merupakan gugat balik atau gugat balas yang diajukan oleh tergugat terhadap
Penggugat.
- Dasar hukum: Pasal 132 HIR dan Pasal 244 Rv
- Dalam rekonvensi:
- Penggugat asli menjadi Tergugat dalam rekonvensi; dan
- Tergugat asli menjadi Penggugat dalam rekonvensi
- Berdasarkan Pasal 132 b ayat (1) HIR, gugatan ini harus diajukan secara bersama-sama
dengan jawabannya baik secara tertulis maupun secara lisan Pada asasnya rekonvensi
dapat diajukan untuk setiap perkara, kecuali (pasal 132 a HIR):
- Jika penggugat dalam konpensi mengenai sifat sedangkan rekonvensi mengenai
dirinya sendiri, dan sebaliknya.
- Jika PN kepada siapa konpensi itu dimasukkan tidak berhak, oleh karena
berhubungan dengan pokok perselisihan.
- Dalam perkara perselisihan tentang menjalankan putusan (perkara sudah selesai)
- Jika dalam pemeriksaan tingkat 1 tidak dimasukkan rekonvensi maka dalam
tingkat banding tidak boleh mengajukan rekonvensi
- Gugatan rekonvensi ini harus diajukan pada saat pemeriksaan perkara tingkat pertama,
jika tidak diajukan pada saat pemeriksaan tingkat pertama maka dalam tingkat banding
tidak dapat diajukan lagi gugatan ini. (Pasal 132 a ayat (2) atau Pasal 157 ayat (2) Rbg.)

65
Sudikno Mertokusumo, Ibid., hlm. 123.
66
M. Yahya Harahap, Ibid., hlm. 457.
67
Ibid.
68
Laila M. Rasyid dan Herinawati, Pengantar Hukum Acara Perdata, (Lhokseumawe : Unimal Press,
2015), hlm. 63 - 64.

69
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
- Sejatinya gugatan rekonvensi ini merupakan suatu hak istimewa yang diberikan oleh
hukum acara perdata agar tergugat dapat menegakkan asas peradilan sederhana. Hal ini
karena diberlakukannya sistem yang menyatukan pemeriksaan dan putusan dalam satu
sistem.
- Manfaat rekonvensi
- Menghemat biaya;
- Mempermudah prosedur pemeriksaan;
- Mempercepat penyelesaian sengketa;
- Menghindarkan putusan yang saling bertentangan.

70
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
Daftar Pustaka
“Pertemuan X”

Buku
Harahap, M. Yahya. (2005). Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.
Mertokusumo, Sudikno. (2006). Hukum Acara Perdata Indonesia, Cet I.Yogyakarta : Liberty.
Mulyadi, Lilik, (2005). Hukum Acara Perdata: Menurut Teori dan Praktik Peradilan Indonesia,
Cet. 3. Jakarta : Djambatan.
Rasyid, Laila M. dan Herinawati. (2015). Pengantar Hukum Acara Perdata. Lhokseumawe :
Unimal Press.
Soepomo, R. (1972). Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Cet V. Jakarta: Pradnya
Paramitha.
Subekti, R. (1997). Hukum Acara Perdata Cetakan 2. Bandung : Badan Pembinaan Hukum
Nasional Departemen Kehakiman.

71
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

Hukum Acara Perdata XI : Depok, 19 April 2022


Oleh : Bu Sonyendah

Pembuktian
- Menurut Subekti, pembuktian adalah suatu upaya untuk menyakinkan hakim mengenai
kebenaran dalil yang dikemukakan dalam suatu sengeketa.69
- Dasar hukum:
- Pasal 162 – 177 HIR;
- Pasal 282 – 388 Rbg;
- Pasal 1865 – 1945 BW
- Pembuktian diperlukan karena hakim dalam melaksanakan tugas pengadilan
membutuhkan:
- Pengetahuan tentang hukum
- Hukum tertulis yang berlaku;
- Hukum kebiasaan;
- Kaedah-kaedah hukum asing.
- Pengetahuan tentang fakta
- Dalam hal hakim menjatuhkan putusan verstek
- Dalam hal tergugat mengakui kebenaran gugatan penggugat
- Dalam hal salah satu pihak mengangkat sumpah decissoir (sumpah
penentu)
- Dalam hal tidak ada penyangkalan
- Dalam hal hakim karena jabatannya dianggap telah mengetahui
fakta-faktanya yaitu:
- Fakta notoir
- Fakta yang tidak memerlukan pembuktian karena dianggap
sudah diketahui oleh umum. Misalnya, tgl 17 Agustus
adalah hari libur.
- Fakta prosesual
- Fakta yang terjadi dalam proses dan disaksikan sendiri oleh
hakim. Misalnya: tidak datangnya penggugat/ tergugat
dalam persidangan, pengakuan dalam sidang.
Beban pembuktian
- Dasar Hukum : Pasal 163 HIR:
“Barang siapa yang menyatakan ia mempunyai hak atau ia menyebutkan sesuatu
perbuatan untuk menguatkan haknya itu atau untuk membantah hak orang lain,
maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu”.
- Kesimpulan dari pasal tersebut:
- Siapa yang mendalilkan sesuatu maka ia yang harus membuktikan.

69
Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Pradnya Paramitha, 2001), hlm. 1.

72
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

Titik tolak pembuktian


- Dasar Hukum : Pasal 162 HIR
“Tentang bukti dan tentang menerima atau menolak alat-alat bukti dalam
perkara perdata, Ketua Pengadilan Negeri wajib mengingat aturan utama yang
disebut dibawah ini”
Macam-macam alat bukti
Adapun beberapa macam alat bukti, yakni:70
- Dasar Hukum : Pasal 164 HIR. Adapun macam-macam alat bukti, yakni:
- Bukti surat (165-167 HIR)
- Alat bukti surat terdiri atas :
1. Akta
Akta dibuat untuk dijadikan alat bukti di pengadilan. Adapun akta terbagi menjadi
dua, yakni:
a. Akta otentik71
- Dasar hukum : Pasal 165 HIR, Pasal 285 RBg, dan Pasal 1868
KUHPerdata.
- Akta otentik merupakan akta yang dibuat oleh atau di hadapan
pejabat yang berwenang.
- Kekuatan hukum akta otentik merupakan bukti yang sempurna
bagi para pihak dan ahli warisnya. (Pasal 165 HIR )
- Terhadap pihak ketiga akta tersebut merupakan alat bukti bebas.
- Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna,
mengikat, formil dan materil.
- Contoh: surat-surat yang dibuat oleh notaris, pegawai catatan sipil,
panitera pengadilan, wasiat.
b. Akta di Bawah Tangan
- Dasar hukum: Pasal 289-305 RBg dan Pasal 1874 - 1880
KUHPerdata.
- Akta di bawah tangan adalah surat yang dibuat dan ditandatangani
oleh para pihak dengan maksud untuk dijadikan bukti dari suatu
perbuatan hukum tetapi akta tersebut tidak dibuat dihadapan
seorang pejabat umum.
- Apabila akta tersebut sudah diakui oleh para pihak akan
memberikan kekuatan pembuktian yang sempurna bagi akta
tersebut (ordonansi 1867/29 pasal 6, pasal 2).
c. Surat secara Sepihak
- Dasar hukum : Pasal 1875 KUHPerdata dan Pasal 291 RBg.
- Bentuk surat ini merupakan surat pengakuan yang berisi
pernyataan akan kewajiban sepihak dari yang membuat surat
bahwa dia akan membayar sejumlah uang atau akan menyerahkan
sesuatu atau akan melakukan suatu kepada seseorang tertentu.

70
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata, (Yogyakarta: Liberty, 1998), hlm. 240.
71
Eddy O. S. Hiariej, Teori dan Hukum Pembuktian, (Jakarta: Erlangga, 2012), hlm. 82.

73
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
2. Bukan Akta
- Dasar hukum : Pasa 294 ayat (2) RBg dan Pasal 1881 ayat (2)
KUHPerdata
- Dibuat pada dasarnya bukan untuk ditujukan sebagai alat bukti di
persidangan. Nilai kekuatan pembuktiannya tergantung pada penilaian
hakim.
- Misalnya, memo, undangan, dan lain sebagainya.

- Bukti saksi72
- Diatur di dalam Pasal 139-152 HIR, Pasal 168-172 HIR, Pasal 165 - 179 RBg,
Pasal 306-309 RBg, Pasal 1895 KUHPerdata, dan Pasal 1902-1912 KUHPerdata.
- Yang dapat diterangkan oleh saksi adalah apa yang saksi lihat, dengar dan alami
sendiri.
- Berdasarkan Pasal 171 HIR, kesaksian harus terbatas pada peristiwa-peristiwa
yang dialaminya sendiri, sedangkan pendapat-pendapat atau persangkaan yang
didapat secara berfikir bukan merupakan kesaksian.
- Lalu merujuk Pasal 169 HIR, keterangan seorang saksi saja dengan tidak ada
sesuatu alat bukti lainnya tidak dapat dianggap sebagai bukti yang cukup, Unus
testis, Nullus testis (satu saksi bukan saksi).
- Pihak – pihak yang tidak dapat didengar sebagai saksi (145 HIR)
- Pihak – pihak yang dapat mengundurkan diri dalam memberikan kesaksian (146
HIR)
- Saksi ahli diatur dalam 154 HIR.
- Saksi ahli harus dibedakan dengan saksi biasa. Saksi biasa harus harus
mengetahui sendiri peristiwanya, sedangkan untuk saksi ahli keterangan yang
diberikan berdasarkan bidang ilmu pengetahuan yang dimilikinya atau
keahliannya.

- Persangkaan
- Dasar hukum : Pasal 173-174 HIR dan Pasal 1915-1916 KUHPerdata.
- HIR tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan persangkaan, tetapi untuk
dapat mengetahui definisi dari persangkaan ini dapat dilihat dalam pasal 1915
KUHPerdata.
- Persangkaan: kesimpulan yang oleh UU atau oleh hakim ditarik dari suatu
peristiwa yang terang dan nyata kearah peristiwa lain yang belum terang dan
nyata.
- Ada dua bentuk persangkaan, yakni:
- Persangkaan yang berupa kesimpulan berdasarkan undang-undang
- Misalnya, perkawinan yang tidak memenuhi syarat dianggap tidak
menurut Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan
- Persangkaan yang berupa kesimpulan yang ditarik hakim
- Misalnya, dalam hal perkara gugatan perceraian atas dasar
perzinahan
72
H. A. Mukti Arto, Praktik Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Cet 1. (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 1996), hlm. 178.

74
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

- Sejatinya persangkaan merupakan pembuktian sementara dan merupakan alat


bukti yang bersifat tidak langsung, misalnya :
- Membuktikan ketidakhadiran seseorang pada suatu tempat;
- Membuktikan matinya seseorang dengan hilangnya pesawat terbang yang
ditempatinya.

- Pengakuan
- Dasar hukum : Pasal 174-176 HIR, Pasal 311-313 RBg, dan Pasal 1923 - 1928
KUHPerdata.
- Pengakuan ialah pernyataan yang diberikan oleh salah satu pihak baik lisan
maupun tertulis yang mana dinyatakan di depan atau di luar pengadilan.73
- Pengakuan di dalam sidang pengadilan mempunyai kekuatan bukti yang
sempurna (pasal 174 HIR).
- Pengakuan di dalam sidang pengadilan oleh salah satu pihak yang berperkara
dapat bersifat :
- suatu pernyataan kehendak,
- suatu perbuatan dan
- suatu perbuatan penguasaan.
- Pengakuan dibagi menjadi dua, yakni
- Pengakuan di Persidangan
- Pengakuan di dalam persidangan dapat dilakukan baik secara lisan
maupun tertulis. Pengakuan ini juga dapat diwakilkan melalui surat kuasa
khusus.
- Ada beberapa bentuk dari pengakuan di persidangan
- Pengakuan murni
- Dasar hukum: Pasal 174 HIR, Pasal 311 RBg, Pasal 1925
KUHPerdata, dan Pasal 1916 ayat (2) KUHPerdata.
- Merupakan pengakuan yang membenarkan secara tegas
keseluruhan dalil gugatan.
- Di dalam pengakuan murni tidak terselip pengingkaran
apapun atas keseluruhan dalil gugatan.
- Pengakuan murni merupakan alat bukti sempurna terhadap
yang melakukannya dan bersifat menentukan karena tidak
memungkinkan pembuktian lawan. Hal ini dikecualikan
untuk perkara perceraian yang perlu didukung adanya
pembuktian lain.74
- Pengakuan dengan suatu kualifikasi
- Merupakan pengakuan atas dalil gugatan yang dibarengi
dengan sangkalan terhadap sebagian dari tuntutan.75

73
Djamanat Samosir, Hukum Acara Perdata, (Bandung: Nuansa Aulia, 2011), hlm. 241.
74
H. A. Mukti Arto, Ibid., hlm. 178.
75
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan
Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 735.

75
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
-Pengakuan dengan suatu klausul
- Merupakan pengakuan yang disertai tambahan yang
bersifat membebaskan.76
- Pengakuan di Luar Persidangan
- Dasar hukum : Pasal 1923 KUHPerdata, Pasal 1927 KUHPerdata,
dan Pasal 175 HIR.
- Pengakuan di luar persidangan merupakan pengakuan atau
pernyataan pembenaran tentang dalil gugatan atau bantahan
maupun hak atau fakta, namun pernyataan itu disampaikan atau
diucapkan di luar sidang Pengadilan.
- Nilai kekuatan pembuktiannya diserahkan sepenuhnya kepada
hakim, dan berarti secara teoritis nilai pembuktiannya bebas.77

- Sumpah
- Dasar hukum: Pasal 155 - 158 HIR, Pasal 177 HIR, Pasal 182-185 RBg, Pasal
314 RBg, Pasal 1929-1945 KUHPerdata.
- Sumpah sebagai alat bukti berbeda dengan sumpah yang sering dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari.
- Arti sumpah disini yaitu dimana sebelumnya ada suatu keterangan yang
diucapkan oleh salah satu pihak, dan keterangan tersebut kemudian diperkuat
dengan sumpah.
- Sumpah dibedakan menjadi :
- Sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada salah
satu pihak yang berperkara (sumpah supletoir) tujuannya untuk
melengkapi bukti yang telah ada ditangan salah satu pihak;
- Sumpah yang dimohonkan oleh pihak lawan (sumpah pemutus/ sumpah
decissoir)
- Sumpah ini terdapat dalam salah satu pihak yang berperkara
mohon kepada hakim agar kepada pihak lawan diperintahkan
untuk melakukan sumpah meskipun tidak ada pembuktian sama
sekali
- Bila menyangkut perjanjian timbal balik, sumpah ini dapat dikembalikan (156
ayat 2 HIR).
- Sumpah ini harus bersifat Litis Decisoir yaitu benar-benar mengenai suatu hal
yang menjadi pokok perselisihan.
- Mengangkat sumpah dapat diwakilkan dengan suatu akta otentik yang
menyebutkan dengan seksama ttg sumpah yang akan diangkat ( 157 HIR).

76
Roihan Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Rajawali, 1992), hlm. 183.
77
M. Yahya Harahap, Ibid., hlm. 732.

76
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
Daftar Pustaka
“Pertemuan XI”

Buku
Arto, H. A. Mukti. (1996). Praktik Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Cet 1. Yogyakarta
: Pustaka Pelajar.
Harahap, M. Yahya. (2012). Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.
Hiariej, Eddy O. (2012). Teori dan Hukum Pembuktian. Jakarta: Erlangga.
Mertokusumo, Sudikno. (2006). Hukum Acara Perdata Indonesia, Cet I.Yogyakarta : Liberty.
Rasyid, Roihan. (1992). Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta: Rajawali.
Samosir, Djamanat. (2011). Hukum Acara Perdata. Bandung : Nuansa Aulia.
Subekti. (2001). Hukum Pembuktian. Jakarta: Pradnya Paramitha.

77
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

Hukum Acara Perdata XII : Depok, 25 April 2022


Oleh : Bu Sonyendah

Putusan

Pengertian Putusan
- Sejatinya tujuan diadakannya suatu proses di pengadilan adalah untuk memperoleh
putusan hakim.78 Putusan tersebut akan menghadirkan suatu kepastian hukum dan
keadilan atas perkara sengketa ataupun permohonan yang dihadapi para pihak.79
- Adapun pengertian putusan menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.,80
- Putusan merupakan suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat yang
diberi wewenang itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan mengakhiri atau
menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak

Tambahan:
- Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 5/1959 tanggal 20 April 1959
dan No. 1/1962 tanggal 7 Maret 1962 menginstruksikan kepada para hakim agar pada
waktu putusan pengadilan tersebut diucapkan, konsep putusan harus telah
dipersiapkan untuk mencegah adanya perbedaan antara bunyi putusan.
- Putusan hakim harus dibacakan di depan persidangan yang terbuka untuk umum
bila hal tersebut tidak dilaksanakan maka terhadap putusan tersebut terancam
batal, akan tetapi untuk penetapan hal tersebut tidak perlu dilakukan.

Asas Putusan Hakim


- Dasar Hukum : Pasal 178 HIR, Pasal 189 RBg, dan UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman;
- Adapun asas-asas dalam putusan hakim, yakni:
- Memuat dasar alasan yang jelas dan rinci
- Asas ini dapat dilihat dalam Pasal 25 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 2004
yang secara sederhana menyatakan bahwa putusan harus :
- Memuat alasan-alasan;
- Memuat dasar-dasar putusan;
- Memuat dan mencantumkan peraturan perundang-undangan baik
yang tertulis maupun tidak tertulis.
- Lalu, berdasar pada Pasal 178 HIR, hakim secara ex officio wajib
mencukupkan segala hukum yang tidak dikemukakan para pihak yang

78
M. Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, Cet III, (Jakarta : Sinar Grafika Offset, 2003), hlm. 48.
79
Moh. Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, Cet I, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2004),
hlm. 124.
80
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi Ketujuh, (Yogyakarta : Liberty, 2006),
hlm. 158.

78
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
berperkara. Dalam hal ini, hakim harus dapat menemukan hukum yang
tepat untuk menyelesaikan perkara di antara para pihak.81
- Wajib mengadili seluruh bagian gugatan
- Asas ini dapat dilihat di dalam Pasal 178 ayat (2) HIR, Pasal 189 ayat (2)
RBg, dan Pasal 50 Rv.
- Hakim dalam hal ini wajib mengadili dan memeriksa setiap segi gugatan
yang diajukan. Jika hakim mengadili dan memeriksa hanya sebagian dari
gugatan yang diajukan, putusan hakim tersebut dapat dibatalkan.82
- Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa tidak semua kelalaian dari hakim
yang tidak memeriksa seluruh gugatan akan mengakibatkan putusan
tersebut dibatalkan. Putusan tersebut terkadang dapat diperbaiki pada
tingkat selanjutnya jika kelalaian tersebut hanya mencakup mengenai
kealpaan mencantumkan amar putusan.83
- Tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan (Ultra Petitum Partium)
- Asas ini dapat dilihat di dalam Pasal 178 ayat (3) HIR, Pasal 189 ayat (3)
RBg, dan Pasal 50 Rv.
- Hakim yang mengabulkan melebihi posita akan dianggap telah melampaui
batas wewenang (ultra vires). Dalam hal ini, putusan hakim tersebut
dianggap cacat meskipun hakim memutuskannya dengan dasar itikad baik
maupun atas kepentingan umum.
- Namun, Mahkamah Agung dalam salah satu putusannya menyatakan
bahwa hakim dimungkinkan mengabulkan gugatan melebihi apa yang
dituntut sepanjang hal itu masih serasi dengan inti gugatan atau masih
sesuai dengan kejadian materiil. Hal ini dapat diterapkan pada putusan
yang didasarkan pada petitum subsidair yang berbentuk ex aequo et bono
(penerapannya sangat kasuistik). Akan tetapi, jika gugatan mencantumkan
petitum primair dan subsidair secara terperinci, hakim sejatinya hanya
dibenarkan untuk memilih satu diantaranya, yakni mengabulkan seluruh
atau sebagian petitum primair atau subsidair.84
- Diucapkan di muka umum
- Hal ini secara tegas dimuat di dalam Pasal 20 UU Nomor 4 Tahun 2004.
Suatu putusan pengadilan hanya akan sah dan BHT jika diucapkan dalam
sidang terbuka untuk umum.
- Asas ini tidak dikecualikan terhadap pemeriksaan yang dilakukan pada
sidang tertutup, seperti perkara perceraian. Hal ini dapat dilihat juga dalam
Pasal 34 PP Nomor 9 Tahun 1975 yang menyatakan bahwa putusan
gugatan perceraian harus tetap diucapkan dalam sidang terbuka untuk
umum.

81
R. Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1992), hlm. 60.
82
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan
Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 800.

83
Ibid., hlm. 801.
84
Ibid., hlm. 802.

79
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
- Dari penjabaran ini, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa sifat
keterbukaan dari putusan merupakan suatu hal yang memaksa
(imperatief).85

Isi Putusan
- Berdasarkan Pasal 184 HIR suatu putusan hakim harus berisi:
- Suatu keterangan singkat tetapi jelas dari isi gugatan dan jawaban;
- Alasan-alasan yang dipakai sebagai dasar dari putusan hakim;
- Keputusan hakim tentang pokok perkara dan tentang ongkos perkara;
- Keterangan apakah pihak-pihak yang berperkara hadir pada waktu keputusan itu
dijatuhkan;
- Kalau keputusan itu didasarkan atas suatu undang-undang, ini harus disebutkan;
- Tandatangan hakim dan panitera.
- Selain hal yang dijabarkan di atas, putusan tersebut harus memuat alasan dan dasar
putusan yang disertai dengan pasal atau peraturan tertentu dari sumber hukum tertulis
maupun hukum tidak tertulis.

Bagian Putusan
- Terdapat 4 bagian yang dimuat di dalam Putusan, yakni :
1. Kepala Putusan
Kepala putusan adalah tulisan yang berbunyi :
“Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
Kepala putusan atau irah-irah ini memiliki kekuatan eksekutorial, dan karenanya
putusan pengadilan tersebut dapat dilaksanakan
2. Identitas Pihak-Pihak yang Berperkara
Identitas para pihak yang berperkara harus dimuat secara jelas, yang mana
identitas tersebut dapat terdiri atas nama, alamat, pekerjaan dan sebagainya, serta
nama kuasanya bila yang bersangkutan mengkuasakan kepada orang lain.
3. Pertimbangan (Alasan-Alasan)
Bagian ini merupakan dasar dari suatu putusan. Adapun pertimbangan di dalam
putusan terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu:
- Pertimbangan tentang duduk perkaranya (Feitelijke gronden)
Pertimbangan ini adalah tentang apa yang terjadi di depan pengadilan
seringkali gugatan dan jawaban dikutip secara lengkap dan
- Pertimbangan hukum (rechtsgronden)
Pertimbangan ini adalah yang akan menentukan nilai dari suatu putusan.
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 638 k/Sip/1969, tanggal 22
Juli 1970 jo No. 492 k/Sip/1970, tanggal 16 Desember 1970, menyatakan bahwa
“jika suatu putusan pengadilan kurang cukup pertimbangannya, hal
tersebut dapat dijadikan alasan untuk mengajukan kasasi yang
berakibat batalnya putusan tersebut.

85
R. Subekti dan Tjitrosoedibio, Ibid., hlm. 60.

80
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
Sedangkan putusan MARI No. 372 k/Sip/1970, tanggal 1 September 1971
menyatakan bahwa putusan pengadilan yang didasarkan atas pertimbangan
yang menyimpang dari dasar gugatan haruslah dibatalkan.
4. Amar (Dictum) Putusan
Hakim wajib mengadili semua bagian dari tuntutan, baik dalam konpensi maupun
dalam rekonvensi, bila tidak maka putusan tersebut harus dibatalkan dan hakim
tidak boleh menjatuhkan putusan terhadap sesuatu yang tidak dituntut.

Penggolongan Putusan
Ada dua golongan putusan, yakni:
1. Putusan Sela (Tussenvonnis)
- Dasar hukum : Pasal 185 ayat (1) HIR dan Pasal 48 Rv.
- Putusan sela merupakan putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir.
- Tujuan dari putusan sela adalah untuk memungkinkan atau mempermudah
kelanjutan pemeriksaan perkara yang akan atau sedang dihadapi.86
- Sejatinya, putusan sela tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya putusan akhir
karena putusan sela merupakan satu kesatuan dengan putusan akhir.87
- Terhadap salinan otentik dari putusan sela tersebut kedua belah pihak dapat
memperolehnya dari berita acara yang memuat putusan sela tersebut.
- Macam-Macam Putusan Sela
- Putusan Preparatoire
- Merupakan putusan yang dijatuhkan hakim untuk mempersiapkan
dan mengatur pemeriksaan perkara agar dapat melancarkan proses
persidangan hingga tercapai putusan akhir.
- Misalnya, putusan yang menetapkan bahwa gugatan balik tidak
akan diputus secara bersama-sama dengan gugatan conventie.88
- Putusan Interlocutoire
- Merupakan putusan yang isinya menyangkut masalah pembuktian,
sehingga isi putusan ini mempengaruhi putusan akhir.89 Adapun
putusan yang dimaksud dalam hal ini, yakni:
- Putusan yang memerintahkan pendengaran keterangan ahli
- Putusan yang memerintahkan pemeriksaan setempat
- Putusan yang memerintahkan pengucapan ataupun
pengangkatan sumpah baik sumpah penentu ataupun
sumpah tambahan
- Putusan yang memerintahkan pemanggilan saksi
- Putusan yang memerintahkan pemeriksaan pembukuan
perusahaan yang bersengketa oleh akuntan publik yang
independen.90

86
M. Nasir, Hukum Acara Perdata, (Jakarta : Djambatan, 2005), hlm. 194.
87
M. Yahya Harahap, Ibid., hlm. 880.
88
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Perdata : Menurut Teori dan Praktik Peradilan Indonesia, (Jakarta :
Djambatan, 2005), hlm. 210.
89
Moh. Taufik Makarao, Ibid., hlm. 129.
90
M. Yahya Harahap, Ibid., hlm. 212 - 213.

81
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
-Putusan Insidentil
- Merupakan putusan yang berhubungan dengan insiden, yaitu
peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasa atau
menunda jalannya proses pemeriksaan perkara.91 Putusan ini belum
berhubungan dengan pokok perkara, masih bersifat formil belum
menyangkut materil suatu perkara.
- Sejatinya putusan insidentil terbagi dua, yakni :
- Putusan insidentil dalam gugatan interventie92
- Putusan insidentil dalam sita jaminan93
- Putusan Provisionil
- Merupakan putusan yang menjawab tuntutan provisi, yaitu
permintaan pihak yang berperkara supaya diadakan tindakan
pendahuluan untuk kepentingan salah satu pihak sebelum putusan
akhir dijatuhkan.94
- Dasar hukum : Pasal 180 HIR dan Pasal 191 RBg
2. Putusan Akhir (eindvonnis)
- Merupakan putusan yang mengakhiri perkara perdata pada tingkat pemeriksaan
tertentu.

Putusan Berdasarkan Sifat Amarnya (Dictumnya)


1. Putusan Declaratoir
- Ialah putusan yang menyatakan atau menegaskan suatu keadaan sebagai suatu
keadaan yang sah menurut hukum. Misalnya, mengenai kedudukan sebagai anak
sah, ahli waris, ataupun pengangkatan anak.95
- Putusan ini bersifat hanya menerangkan, menegaskan suatu keadaan hukum
semata-mata.
2. Putusan Constitutief
- Ialah putusan yang amarnya menciptakan suatu keadaan hukum baru.96 Keadaan
hukum baru tersebut dapat berupa meniadakan suatu keadaan hukum atau
menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru.
- Misalnya, putusan perceraian.
3. Putusan Condemnatoir
- Ialah putusan yang amarnya bersifat menghukum para pihak yang dikalahkan
untuk memenuhi prestasi.
- Adapun bentuk hukumannya berupa kewajiban untuk melaksanakan prestasi yang
dibebankan kepada pihak terhukum. Prestasi tersebut dapat berupa memberi,
berbuat, dan tidak berbuat.

91
Lilik Mulyadi, Ibid., hlm. 212 - 213.
92
M. Yahya Harahap, Ibid., hlm. 886-887.
93
Ibid., hlm. 884.
94
Ibid.
95
Ibid., hlm. 876.
96
Ibid.

82
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
4. Putusan Perdamaian
- Ialah putusan yang dijatuhkan hakim yang isinya menghukum para pihak yang
berperkara untuk melaksanakan isi perjanjian perdamaian yang sebelumnya telah
disetujui oleh para pihak.
- Berdasarkan pasal 130 ayat (2) HIR jo Putusan MARI No. 1038 k/Sip/1973,
tanggal 1 Agustus 1973 putusan perdamaian mempunyai kekuatan yang sama
seperti putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
5. Putusan Gugur
- Ialah putusan yang dijatuhkan kepada Penggugat oleh hakim dalam hal Penggugat
tidak hadir pada hari sidang pertama tanpa alasan yang sah dan tidak pula
menyuruh wakilnya untuk hadir padahal penggugat telah dipanggil secara sah dan
patut (Pasal 124 HIR).
6. Putusan Verstek
- Putusan verstek merupakan putusan yang dijatuhkan oleh hakim karena tergugat
tidak hadir pada hari sidang pertama dan tidak mengirimkan wakilnya yang sah
walaupun telah dipanggil secara sah dan patut (pasal 125 HIR).
7. Putusan Serta Merta
- Ialah putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uit voerbaar bij
voorraad) walaupun terhadap putusan tersebut ada upaya hukum lain (baik upaya
hukum biasa maupun luar biasa).
- Dasar hukum putusan serta merta dalam Pasal 180 ayat (1) HIR, syaratnya:
- Ada surat otentik atau tulisan di bawah tangan yang menurut
undang-undang mempunyai kekuatan bukti.
- Ada putusan pengadilan sebelumnya yang sudah mempunyai kekuatan
tetap yang menguntungkan pihak penggugat dan ada hubungannya dengan
gugatan yang bersangkutan.
- Ada gugatan provisionil yang dikabulkan.
- Dalam sengketa-sengketa mengenai bezitrechts.
- Pada praktek putusan uitvoerbaar bij voorraad sangat sulit dikabulkan
karena banyak menimbulkan kesulitan

83
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
Daftar Pustaka
“Pertemuan XII”

Buku
Harahap, M. Yahya. (2008). Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.
Makarao, Moh. Taufik. (2004). Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, Cet I. Jakarta : PT Rineka
Cipta.
Mertokusumo, Sudikno. (2006). Hukum Acara Perdata Indonesia, Cet I.Yogyakarta : Liberty.
Mulyadi, Lilik. (2005). Hukum Acara Perdata : Menurut Teori dan Praktik Peradilan Indonesia.
Jakarta : Djambatan.
Nasir, M. (2005). Hukum Acara Perdata. Jakarta : Djambatan.
Rasaid, M. Nur. (2003). Hukum Acara Perdata, Cet III. jakarta : Sinar Grafika Offset.
Subekti, R. dan Tjitrosoedibio. (1992). Kamus Hukum. Jakarta : Pradnya Paramita.

84
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

Hukum Acara Perdata XIII : Depok, 16 Mei 2022


Oleh : Bu Sonyendah

Menurut Sudikno Mertokusumo (2009:234), upaya hukum adalah upaya atau alat untuk
mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan.97 Upaya Hukum terbagi atas dua
hal, yakni :
- Upaya Hukum Biasa
- Perlawanan (verzet);
- Banding;
- Kasasi.
- Upaya Hukum Luar Biasa
- Peninjauan Kembali / PK;
- Perlawanan Pihak Ketiga (derden verzet)

Catatan tambahan:
- Putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan upaya hukum banding, maka
dalam jangka waktu 14 hari, putusan berkekuatan hukum tetap.
- Kalau diajukan banding, maka putusan tersebut tidak berkekuatan hukum tetap karena
diberlakukannya upaya hukum.
- Putusan tingkat banding akan mengoreksi putusan tingkat pertama.
- Kalau tidak puas, bisa diajukan upaya hukum luar biasa.

Upaya Hukum Biasa

1. Perlawanan (Verzet)98
- Diatur di dalam Pasal 129 ayat (1) HIR, Pasal 196 dan Pasal 197 HIR;
- Perlawanan merupakan upaya hukum terhadap putusan di luar hadirnya tergugat
(verstek99);
- Jangka waktu 14 (empat belas) hari kalender, setelah itu putusan akan BHT dan
tidak dapat diajukan verzet;
- Berdasarkan Pasal 129 ayat (1) dan Pasal 83 Rv, verzet hanya bisa diajukan oleh
tergugat, dengan perluasannya dapat diajukan juga oleh ahli warisnya jikalau ia
meninggal dunia.
- Umumnya perkara verzet dan verstek dijadikan dalam satu nomor perkara.
- Sejatinya terhadap putusan verstek bisa diajukan banding. Adapun yang dapat
memohonkan banding atas putusan ini hanyalah PENGGUGAT. Apabila
penggugat mengajukan banding, TERGUGAT untuk sementara waktu tidak dapat
melakukan verzet.

97
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Cet I, (Yogyakarta : Liberty, 2009), hlm. 234.
98
Syahrul Sitorus, “Upaya Hukum dalam Perkara Perdata (Verzet, Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali,
dan Derden Verzet),” Jurnal Hikmah, Vol. 15, No. 1, hlm. 64 - 66.
99
Ingat kembali bahwa jika tidak tercapai perdamaian dan tergugat tidak hadir, persidangan akan dilakukan
dan dilanjutkan tanpa hadirnya tergugat dan putusan akan dijatuhkan secara verstek.

85
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
- Adapun beberapa bentuk putusan verzet, yakni:
- Perlawanan verzet tidak dapat diterima;
Dalam hal perlawanan tidak dapat diterima karena tergugat mengajukan
perlawanan melebihi dari batas waktu yang telah ditetapkan
- Amarnya akan berbunyi:
- Menyatakan pelawan sebagai pelawan yang tidak benar
atau pelawan yang salaj;
- Menyatakan perlawanan (verzet) dari pelawan tidak dapat
diterima;
- Menguatkan putusan verstek.
- Menolak perlawanan verzet;
- Amarnya akan berbunyi:
- Menyatakan pelawan sebagai pelawan yang tidak benar;
- Menolak perlawanan pelawan;
- Menguatkan putusan verstek.
- Mengabulkan perlawanan verzet.
- Biasa perlawanan ini dikabulkan karena PENGGUGAT tidak
mampu membuktikan dalil gugatannya.
- Amarnya akan berbunyi:
- Menyatakan sebagai pelawan yang benar;
- Mengabulkan gugatan terlawan.

2. Banding
- Dilakukan apabila salah satu pihak tidak puas terhadap putusan PN.
- Diatur di dalam UU 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan dan UU 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;
- Pasal 11 ayat (1) UU 20 Tahun 1947, menentukan bahwa jangka waktu
mengajukan permohonan banding adalah 14 (empat belas) hari sejak para pihak
mengetahui putusan Pengadilan Negeri.
- Pemohon banding tidak diwajibkan mengajukan memori banding100, sedangkan
terbanding tidak juga diwajibkan mengajukan kontra memori banding.
- Semua putusan akhir pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan pemeriksaaan
ulang di tingkat banding oleh para pihak yang bersangkutan, kecuali UU
menentukan lain. (Pasal 26 ayat (1) UU 48/2009 dan UU 20/1947). Yang
termasuk ke dalam pengecualian itu, antara lain:
- Perkara kepailitan, Putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), dan
Perkara Hak Kekayaan Intelektual di Pengadilan Niaga tidak mengenal
upaya hukum banding. Sehingga atas hal ini dapat hanya diajukan kasasi;
- Lalu, gugatan sederhana, hanya dikenal upaya keberatan (bukan banding).
Lalu, gugatan sederhana tidak mengenal upaya hukum kasasi:
- Gugatan banding harus diajukan pada putusan pokok dan putusan rekonvensi
(satu paket);

100
Memori banding berisi alasan-alasan tergugat untuk mengajukan banding.Biasanya disana dibuat
mengenai poin dasar tergugat mengajukan banding.

86
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
- Putusan banding bisa menguatkan putusan tingkat pertama, ataupun membatalkan
putusan tingkat pertama.
- Amar putusan dalam upaya hukum banding, yakni:
- Mengukukuhkan/ menguatkan
- Mengadili sendiri (menjatuhkan putusan berbeda)

3. Kasasi
- Dasar Hukum :
- Pasal 23 UU No. 48/2009:
- Putusan Pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan
kasasi kepada MA oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali
undang-undang menentukan lain.
- Pasal 43 UU No 14/ 1985 jo UU No 5/ 2005 jo. UU Nomor 3/2009:
- Permohonan Kasasi dapat diajukan hanya setelah pemohon
telah menggunakan upaya hukum banding, kecuali
undang-undang menentukan lain.
- Pasal 29 dan Pasal 30 UU No. 14 Tahun 1985 jo UU No. 5/ 2005 jo UU
No. 3/2009:
- Kasasi adalah pembatalan putusan atas penetapan
pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan dalam
tingkat peradilan akhir. Hal ini berarti :
- Tambahan penjelasan.
- Untuk penetapan karena adanya permohonan, tidak bisa diajukan banding.
Hanya bisa diajukan kasasi. Misalnya,
- Untuk putusan, selain Pailit dan gugatan sederhana. Dapat diajukan
permohonan banding dan kasasi.
- Akan tetapi, untuk penetapan tidak bisa diajukan banding, hanya
bisa diajukan kasasi.
- Permohonan kasasi diajukan kepada Panitera di pengadilan tempat putusan
sebelumnya dimohonkan dan diputus.
- Jangka waktu permohonan kasasi adalah 14 (empat belas) hari kalender sejak
putusan diketahui oleh pemohon.
- Dalam waktu 14 hari (kalender) sejak permohonan kasasi diajukan, pemohon
kasasi wajib untuk mengajukan memori kasasi (Pasal 47 UU No. 14/ 1985 jo
UU No. 5/ 2005 jo UU No. 3/2009) sedangkan pihak termohon kasasi wajib
menanggapi memori kasasi dengan mengajukan kontra memori kasasi.
- Ada tiga alasan diajukannya permohonan kasasi (Pasal 30 UUNo. 14/1985 jo. UU
No. 5/2005 jo. UU No. 3/2009), yakni:101
- Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
Tidak berwenang yang dimaksud berkaitan dengan kompetensi
relatif dan absolut pengadilan, sedang melampaui batas wewenang
bisa terjadi bila pengadilan mengabulkan gugatan melebihi yang
diminta dalam surat gugatan.

101
Syahrul Sitorus, Ibid., hlm. 67.

87
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
- Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
Yang dimaksud disini salah menerapkan yakni terkait kesalahan
menerapkan hukum baik hukum formil maupun hukum materil,
sedangkan melanggar hukum adalah penerapan hukum yang
dilakukan oleh Judex facti salah atau bertentangan dengan
ketentuan hukum yang berlaku atau dapat juga diinterpretasikan
penerapan hukum tersebut tidak tepat dilakukan oleh judex facti.
- Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya
putusan yang bersangkutan.
Contohnya dalam suatu putusan tidak terdapat irah-irah.102

Upaya Hukum Luar Biasa

1. Peninjauan Kembali (“PK”)103


- Ps 24 ayat (1) UU No. 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman:
“Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan Peninjauan
Kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan
tertentu yang ditentukan dalam undang-undang. Dalam ayat (2)
disebutkan bahwa terhadap putusan Peninjauan Kembali (PK) tidak dapat
dilakukan peninjauan kembali.”
- Dasar Hukum:
- Ps 66 - 77 UU No. 14/ 1985 jo UU. No 5/ 2005 jo UU No. 3/2009 tentang
Mahkamah Agung.
- Alasan dilakukannya PK (Ps 67 UU No 14/ 1985 jo UU No. 5/ 2005 jo UU.
3/2009 tentang Mahkamah Agung):
- Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat
pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan
pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
- Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang
bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat
ditemukan;
- Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih
daripada yang dituntut;
- Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya;

102
Irah-irah merupakan kepala putusan yang sangat penting dalam ketentuan hukum acara formil.
Contohnya: “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Untuk lebih lanjut dapat dilihaat di Pasal 2
ayat (1) UU Kehakiman dan Samuel Saut Martua Samosir, “Penerapan Penggunaan Irah-Irah “Demi Keadilan
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam Konteks Pencapaian Keadilan,” Jurnal Supremasi, Vol. 9, No. 2,
hlm. 2.
103
Peninjauan Kembali (PK) merupakan upaya hukum luar biasa yang diberikan seseorang untuk melawan
putusan hakim. Untuk lebih lanjut dapat dilihat di Retno Wulan Sutanti dan Iskandar Uripkarta Winata, Hukum
Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Penerbit Alumni, 1983), hlm. 121.

88
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
- Apabila antara pihak-pihak yang sama oleh pengadilan yang sama atau
sama tingkatannya telah diberikan putusan yang bertentangan satu
dengan yang lain;
- Apabila dalam satu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu
kekeliruan yang nyata.
- Tenggat Waktu mengajukan PK (Pasal 69 UU No.14/ 1985 jo UU. No 5/ 2005
jo UU No. 3/2009 tentang Mahkamah Agung) PK harus diajukan dalam waktu
180 hari untuk :
- yang disebut dalam huruf a sejak diketahui kebohongan atau tipu
muslihat atau sejak putusan hakim pidana memperoleh kekuatan hukum
tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;
- yang disebut pada huruf b sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari
serta tanggal diketemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah
dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;
- yang disebut pada huruf c, d, dan f sejak putusan memperoleh kekuatan
hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara.
- Ps 70 UU No.14/ 1985 jo UU No 5/ 2005 jo UU No. 3/2009 tentang Mahkamah
Agung menyatakan bahwa :
1. Permohonan PK diajukan oleh pemohon kepada MA melalui kepaniteraan
pengadilan negerei yang memutus perkara dalam tingkat pertama dengan
membayar biaya perkara yang diperlukan;
2. MA memutus permohonan PK pada tingkat pertama dan terakhir.
- Dalam memutuskan PK, ada 3 (tiga) jenis putusan MA, yakni:104
- Putusan yang dinyatakan permohonan kembali tidak dapat diterima;
- Suatu putusan PK dinyatakan tidak dapat diterima karena:
- Permohonan diajukan oleh wakil tanpa kuasa;
- Permohonan diajukan terhadap putusan yang belum BHT;
- Permohonan diajukan tidak pada MA;
- Permohonan ditujukan kepada orang yang tidak merupakan
pihak dalam perkara semula;
- Permohonan tidak didasarkan pada alam yang tercantum
dalam Pasal 67 UU No. 14 Tahun 1985.
- Putusan yang menolak;
- Suatu putusan PK akan menolak permohonan karena:
- Permohonan pemohon tidak beralasan;
- Permohonan pemohon tidak didukung oleh fakta atau
keadaan yang mendukung.
- Putusan yang mengabulkan permohonan peninjauan kembali.
- Atas hal ini putusan MK dapat membatalkan keseluruhan atau
sebagian dari putusan semula.

2. Perlawanan Pihak Ketiga (derden verzet)105


- Berdasarkan Pasal 1917 KUHPerdata, putusan hakim hanya mengikat bagi para
pihak yang berperkara. Akan tetapi, tidaklah menutup kemungkinan bahwa
putusan hakim tersebut dapat menimbulkan pihak ketiga;
104
Winarno Adi Gunawan, “Peninjauan Kembali Terhadap Putusan Pengadilan yang Telah Memperoleh
Kekuatan Hukum Tetap dalam Perkara Perdata,” Jurnal Hukum Pembangunan, No. 1, hlm. 54.
105
Syahrul Sitorus, Ibid., hlm. 70.

89
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
- Dengan demikian, untuk memberikan perlindungan kepada pihak ketiga,
disediakanlah suatu upaya hukum luar biasa, yakni perlawanan pihak ketiga
(derden verzet)(Pasal 378 RV dan Ps 195 ayat (6) HIR);
- Perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekutorial diatur di dalam Pasal 208 jo.
Pasal 207 HIR;
- Perlawanan pihak ketiga ini dapat diajukan di pengadilan negeri di mana putusan
itu diputus.

90
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
Daftar Pustaka
“Pertemuan XIII”

Buku
Mertokusumo, Sudikno. (2006). Hukum Acara Perdata Indonesia, Cet I.Yogyakarta : Liberty.
Sutanti, Retno Wulan dan Iskandar Uripkarta Winata. (1983). Hukum Acara Perdata dalam Teori
dan Praktek. Bandung: Penerbit Alumni.

Jurnal
Gunawan, Winarno Adi. “Peninjauan Kembali Terhadap Putusan Pengadilan yang Telah
Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap dalam Perkara Perdata”. Jurnal Hukum
Pembangunan, No. 1, hlm. 54.
Samosir, Samuel Saut Martua. “Penerapan Penggunaan Irah-Irah “Demi Keadilan berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam Konteks Pencapaian Keadilan”. Jurnal Supremasi,
Vol. 9, No. 2, hlm. 2.
Sitorus, Syahrul. “Upaya Hukum dalam Perkara Perdata (Verzet, Banding, Kasasi, Peninjauan
Kembali, dan Derden Verzet)”. Jurnal Hikmah, Vol. 15, No. 1, hlm. 64 - 66.

Undang-Undang
Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung. Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 3. Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4958.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157. Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5076.

91
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

Hukum Acara Perdata XIV : Depok, 24 Mei 2022


Oleh : Bu Sonyendah

Eksekusi

Pengertian Eksekusi
- Menurut R. Subekti, eksekusi adalah upaya dari pihak yang dimenangkan dalam putusan
guna mendapatkan yang menjadi haknya dengan bantuan kekuatan umum guna memaksa
pihak yang dikalahkan untuk melaksanakan bunyi putusan.106
- Menurut Sudikno, eksekusi merupakan realisasi dari kewajiban pihak yang bersangkutan
untuk memenuhi prestasi yang termuat dalam putusan tersebut.107

Sumber Hukum Eksekusi


- Pasal 195 HIR - Pasal 224 HIR atau Stb. 1941 No. 44.
- Undang-undang No. 14 tahun 1970 pasal 33 ayat (4) yaitu tentang kewajiban hukum
yang bersendikan norma-norma moral, dimana dalam melaksanakan putusan pengadilan
diusahakan supaya prikemanusiaan dan prikeadilan tetap terpelihara.
- Pasal 33 ayat (3) UU No. 14 tahun 1970 juncto Pasal 60 UU No. 2 tahun 1985 tentang
Peradilan Umum menyatakan bahwa yang melaksanakan putusan pengadilan dalam
perkara perdata adalah panitera dan jurusita dipimpin oleh Ketua Pengadilan.
- Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1980 yang disempurnakan pasal 5 permohonan
Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan eksekusi.
- SEMA No. 4 Tahun 1975 penyanderaan ditujukan pada orang yang sudah tidak mungkin
lagi dapat melunasi hutang-hutangnya dan kalau disandera dan karena itu kehilangan
kebebasan bergerak, ia tidak lagi ada kesempatan untuk berusaha mendapatkan uang atau
barang-barang untuk melunasi hutangnya

Asas-Asas Eksekusi108
1. Menjalankan putusan yang telah berkekuatan Hukum Tetap
a. Aturan Umum
- Pada prinsipnya putusan yang dapat dieksekusi adalah putusan yang telah
BHT yang mana di dalamnya terkandung wujud hubungan hukum tetap
dan pasti di antara pihak yang berperkara.
- Lalu, apabila ada putusan yang diajukan banding maupun kasasi, putusan
sebelumnya belum BHT (Pasal 1917 KUHPerdata).
- Sebagaimana dinyatakan Prof. Subekti, eksekusi hanya bisa melekat
setelah putusan BHT.109

106
Subekti, Hukum Acara Perdata, (Bandung: Bina Cipta, 1997), hlm. 128.
107
Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1993), hlm. 209.
108
M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, (Jakarta: Gramedia, 2005),
hlm. 6-28.
109
Subekti, Ibid., hlm. 130.

92
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
b. Pengecualian
- Ada beberapa pengecualian yang dibenarkan UU untuk melakukan eksekusi
sebelum putusan BHT, yakni:
- Pelaksanaan Putusan lebih dahulu
- Dasar hukum: Pasal 180 ayat (1) HIR / Pasal 191 ayat (1) RBg;
- Eksekusi sejatinya dapat dijalankan pengadilan tanpa suatu
putusan BHT jikalau penggugat mengajukan permintaan agar
putusan dapat dijalankan eksekusi terlebih dahulu sekalipun
putusan tersebut diajukan baik banding maupun kasasi.
- Pelaksanaan putusan provisi
- Dasar Hukum: Pasal 180 ayat (1) HIR/ Pasal 191 RBg/ Pasal 54 -
55 Rv;
- Eksekusi sejatinya dapat dijalankan apabila hakim mengabulkan
gugatan atau tuntutan provisi, yang mana tuntutan tersebut dapat
dieksekusi sekalipun perkara pokoknya belum diputus.
- Akta Perdamaian
- Dasar Hukum: Pasal 130 HIR/ Pasal 154 RBg;
- Menurut ketentuan pasal yang dimaksud selama persidangan
berlangsung, kedua belah pihak yang berperkara dapat berdamai,
baik atas anjuran hakim maupun atas inisiatif dan kehendak kedua
belah pihak; apabila tercapai perdamaian dalam persidangan maka
hakim membuat akta perdamaian dan dictum atau amarnya,
menghukum kedua belah pihak untuk memenuhi isi akta
perdamaian; sifat akta perdamaian yang dibuat di persidangan
mempunyai kekuatan eksekusi (executoriale kracht) seperti
putusan yang telah BHT.
- Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa akta perdamaian memiliki
kekuatan eksekutorial pada dirinya sejak lahirnya akta tersebut.
- Eksekusi terhadap Grosse Akta terhadap Hak Tanggungan (HT) dan
Jaminan Fidusia (JF)
- Dasar Hukum: UU Hak Tanggungan dan UU Jaminan Fidusia.
- Dalam hal ini, pihak kreditor dapat langsung meminta eksekusi
atas objek HT dan JF apabila debitur melakukan wanprestasi
dalam melaksanakan hak-haknya. Eksekusi ini dapat dilakukan
tanpa campur tangan pengadilan jilakau diperjanjikan klausul
“kuasa menjual sesuatu” jika debitur wanprestasi.110

110
M. Yahya Harahap, Ibid.,hlm. 9-11.

93
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
2. Putusan Tidak dijalankan secara Sukarela
3. Putusan yang dapat dieksekusi bersifat kondemnator
Putusan kondemnator merupakan putusan yang bisa dilaksanakan yang berisi
penghukuman yang mana pihak yang kalah dihukum melakukan suatu prestasi.111 Untuk
melihat jenis putusan ini, dapat dilihat melalui amar putusan tersebut.
4. Eksekusi atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri (Pasal 195
ayat (1) HIR atau Pasal 206 ayat (1) RBf )

Macam-Macam Eksekusi
Sejatinya di dalam perkara perdata, dikenal ada 3 (tiga) macam eksekusi, yaitu:112
a. Eksekusi putusan hakim menghukum seseorang untuk membayar sejumlah uang
- Dasar hukum : Pasal 917 HIR.
- Eksekusi ini dijalankan melalui penjualan lelang terhadap barang-barang milik
pihak yang kalah.
- Adapun, proses eksekusi akan dimulai dari barang-barang bergerak. Jika barang -
barang bergerak tidak mencukupi, dilakukanlah penyitaan terhadap barang tidak
bergerak.
- Jika seseorang enggan dengan sukarela memenuhi isi putusan, orang tersebut
harus membayar sejumlah uang.
- Lalu, jika sebelum putusan akhir, telah dilakukan sita jaminan, sita jaminan
tersebut secara otomatis menjadi sita eksekutorial sesudah ada ada putusan akhir.
b. Eksekusi putusan hakim menghukum seseorang untuk melakukan suatu perbuatan
- Dasar hukum : Pasal 225 HIR
- Eksekusi jenis terjadi ketika seseorang dihukum melakukan suatu perbuatan tetapi
tidak melakukannya, maka pihak yang dimenangkan dalam perkara tersebut dapat
meminta Ketua Pengadilan Negeri untuk membuat pihak yang kalah membayar
sejumlah uang senilai dengan kewajiban yang seharusnya dilakukannya.
- Adapun penilai dari besaran uang tersebut adalah Ketua Pengadilan Negeri yang
bersangkutan.
- Perbuatan untuk membayar uang senilai dengan kewajiban yang ditetapkan tetapi
tidak dipenuhi dikenal dengan sebutan uang paksa (dwangsom). Uang paksa
tersebut hanya dapat dibebankan pada eksekusi riil.
c. Eksekusi putusan hakim menghukum seseorang untuk pengosongan barang yang
tidak bergerak (eksekusi riil)
- Dasar hukum: Pasal 1033 Rv
- Eksekusi riil merupakan tindakan nyata dan langsung melaksanakan apa yang
dihukumkan di dalam amar putusan.113

111
Pengadilan Negeri Malang, “Eksekusi Putusan Incrach,”
http://pn-magelang.go.id/index.php/2015-06-06-01-33-28/eksekusi-putusan-incrach#:~:text=Putusan%20condemnat
oir%20merupakan%20putusan%20yang,kalah%20dihukum%20untuk%20melakukan%20sesuatu., diakses pada
tanggal 29 Mei 2022.
112
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Perdata Menurut Teori dan Praktik Peradilan Indonesia, Cet. 2, Edisi
Revisi, (Jakarta: Djambatan, 2002),hlm. 276-279.
113
M.Yahya Harahap, Ibid., hlm. 40.

94
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

Tahap-Tahap Prosedur Permohonan Eksekusi


Secara garis besar, tahap-tahap eksekusi, antara lain:
- Adanya Permohonan Eksekusi
- Setelah adanya putusan yang BHT, eksekusi dapat dijalankan. Dalam hal ini
apabila pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan tersebut, pihak yang
menang dapat membuat surat permohonan ekseskui yang diajukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri (Pasal 196 HIR) sesuai dengan pilihan hukum yang tertera
dalam akta Hak Tanggungan. Permohonan ini dimaksudkan agar Ketua
Pengadilan Negeri memperingatkan pihak yang kalah untuk segera melaksanakan
putusan tersebut secara sukarela.
- Aanmaning
- Dasar hukum Pasal 196 HIR.
- Permohonan eksekusi merupakan dasar bagi Ketua Pengadilan Negeri untuk
melakukan peringatan atau aanmaning.
- Aanmaning merupakan tindakan dan upaya yang dilakukan oleh Ketua
Pengadilan Negeri yang memutus perkara berupa “teguran” kepada Tergugat
(yang kalah) agar pihak tersebut menjalankan isi putusan secara sukarela dalam
waktu yang ditentukan Ketua Pengadilan Negeri.
- Isi teguran sejatinya harus sesuai dengan seluruh bunyi amar putusan yang
bersifat penghukuman.
- Setiap teguran dilakukan dengan membuat berita acara, maksudnya agar
memenuhi syarat yuridis (sebagai alat bukti bahwa peneguran telah dilakukan).
- Peneguran tersebut sejatinya tidak perlu dilakukan dalam sidang terbuka, karena
tidak merupakan pemeriksaan terhadap sengketa lagi dan persoalannya mengenai
pelaksanaan putusan tentang sengketa itu.
- Sita Eksekusi
- Setelah amaaning dikeluarkan dan pihak yang kalah tersebut tidak melaksanakan
kewajibannya maka pengadilan akan melakukan sita eksekusi. Selanjutnya, hal ini
akan disertai dengan tahap penetapan penjualan umum/lelang oleh jawatan
tersendiri dan setiap proses dibarengi dengan tata cara serta syarat-syarat yang
harus dipenuhi.
- Ada dua macam sita eksekusi:
- Sita Eksekusi Langsung
- Sita eksekusi yang langsung diletakkan atas barang bergerak dan
barang tidak bergerak milik debitur atau termohon eksekusi.
- Sita Eksekusi Tidak langsung
- Sita eksekusi yang berasal dari sita jaminan yang telah dinyatakan
sah dan berharga dan dalam rangka eksekusi otomatis berubah
menjadi sita eksekusi.
- Dalam rangka eksekusi dilarang untuk menyita hewan atau perkakas yang
benar-benar dibutuhkan oleh tersita untuk mencari nafkah.
- Tata Cara Sita Eksekusi
- Berdasarkan Surat Perintah Ketua Pengadilan Negeri .
- Dilaksanakan Panitera atau Juru Sita.

95
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
- Pelaksanaan dibantu Dua Orang Saksi.
- Sita Eksekusi Dilakukan di Tempat.
- Pembuatan Berita Acara Sita Eksekusi.
- Penjagaan Yuridis Barang yang Disita.
- Ketidakhadiran tersita tidak akan menghalangi sita eksekusi.
- Syarat Pokok Keabsahan Tata Cara Sita Eksekusi
- Barang yang disita benar-benar milik pihak tersita (termohon)
- Mendahulukan penyitaan barang yang bergerak, dan apabila tidak
mencukupi baru dilanjutkan terhadap barang yang tidak bergerak, sampai
mencapai batas jumlah yang dihukum kepada pihak yang kalah.
- Setelah adanya permohonan sita eksekusi, maka akan dikeluarkan penetapan
eksekusi.
- Di dalam penetapan eksekusi dijelaskan secara jelas nama dari panitera atau
jurusita yang diberikan perintah untuk melakukan eksekusi. Baik panitera maupun
jurusita tersebut akan dibantu 2 (dua) orang yang kedudukannya juga sebagai
saksi.
- Dalam melaksanakan eksekusi, akan dibentuk Berita Acara Eksekusi, yang
memuat:
- Nama, pekerjaan, dan tempat tinggal 2 (dua) orang saksi’
- Semua tindakan yang dilakukan;
- Ditandatangani Pejabat Pelaksana dan kedua orang saksi.
- Lelang
- Diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020
- Lelang merupakan penjualan di muka umum harta kekayaan pihak yang kalah di
depan juru lelang atau penjualan lelang dengan perantaraan dibantu oleh kantor
lelang dan cara penjualannya dengan jalan harga penawaran semakin meningkat,
atau semakin menurun melalui penawaran secara tertulis (penawaran dengan
pendaftaran).
- Tujuan lelang : memenuhi kewajiban si pihak yang kalah.
- Hasil lelang tersebut nantinya akan digunakan untuk membayar kewajiban yang
telah ditetapkan dalam putusan hakim.
- Tata Cara Permohonan Pengajuan lelang
- Permohonan Lelang dalam Lelang Eksekusi
a. Permohonan Lelang Eksekusi diajukan oleh Penjual kepada
Kepala KPKNL disertai dokumen persyaratan lelang.
b. Pengajuan permohonan lelang eksekusi dapat dilakukan
menggunakan Aplikasi Lelang.
c. Dalam hal permohonan lelang diajukan menggunakan Aplikasi
Lelang dan dokumen persyaratan lelang telah terverifikasi secara
digital, asli surat permohonan beserta dokumen persyaratan lelang
harus diterima KPKNL paling lambat 14 (empat belas) hari kerja
sejak dinyatakan lengkap sesuai tiket permohonan pada aplikasi.
d. Dalam hal asli surat permohonan beserta dokumen persyaratan
lelang sebagaimana dimaksud pada huruf c diterima lebih dari 14
(empat belas) hari kerja dan/atau terdapat perbedaan data dengan

96
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
softcopy pada Aplikasi Lelang, permohonan lelang tidak dapat
diproses dan Penjual harus mengajukan kembali permohonan
lelang dari awal untuk diproses kembali.
e. Dalam hal Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara,
permohonan lelang diajukan oleh pejabat yang berwenang sesuai
organisasi dan tata kerja DJKN kepada Kepala KPKNL
bersangkutan dengan berpedoman pada tata naskah dinas yang
berlaku.
f. Dalam hal Penjual menggunakan jasa pra lelang dan/ atau jasa
pasca lelang dari Balai Lelang, nama Balai Lelang harus
disebutkan dalam surat permohonan lelang.
- Permohonan Lelang dalam Lelang Non Eksekusi Wajib
a. Surat permohonan Lelang Noneksekusi Wajib diajukan oleh
Penjual kepada Kepala KPKNL disertai dokumen persyaratan
lelang.
b. Pengajuan surat permohonan Lelang Noneksekusi Wajib dapat
dilakukan menggunakan Aplikasi Lelang.
c. Dalam hal permohonan lelang diajukan menggunakan Aplikasi
Lelang dan dokumen persyaratan lelang telah terverifikasi secara
digital, asli surat permohonan beserta dokumen persyaratan lelang
harus diterima KPKNL paling lambat 14 (empat belas) hari kerja
sejak dinyatakan lengkap sesuai tiket permohonan pada aplikasi.
d. Dalam hal asli surat permohonan beserta dokumen persyaratan
lelang sebagaimana dimaksud pada huruf c diterima lebih dari 14
(empat belas) hari kerja dan/atau terdapat perbedaan data dengan
softcopy pada Aplikasi Lelang, permohonan lelang tidak dapat
diproses dan Penjual harus mengajukan kembali permohonan
lelang dari awal untuk diproses kembali.
e. Dalam hal Lelang Noneksekusi Wajib Barang Milik Negara di
KPKNL selaku Kuasa Pengguna Barang, permohonan lelang
diajukan oleh pejabat yang berwenang sesuai organisasi dan tata
kerja DJKN kepada Kepala KPKNL bersangkutan dengan
berpedoman pada tata naskah dinas yang berlaku.
f. Dalam hal Lelang Non Eksekusi Wajib Barang Milik Negara di
KPKNL selaku Pengelola Barang, permohonan lelang diajukan
oleh pejabat yang berwenang sesuai organisasi dan tata kerja
DJKN kepada Kepala KPKNL bersangkutan dengan berpedoman
pada tata naskah dinas yang berlaku.
g. Dalam hal Lelang Non Eksekusi Wajib Barang Milik Negara pada
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang, permohonan lelang oleh
Kuasa Pengguna Barang dapat diajukan dalam satu surat
bersamaan dengan permohonan persetujuan penjualan kepada
Pengelola Barang Milik Negara.

97
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
h. Dalam hal Penjual menggunakan jasa pra lelang dan/ atau jasa
pascalelang dari Balai Lelang, nama Balai Lelang harus disebutkan
dalam surat permohonan lelang.
- Permohonan Lelang dalam Lelang Non Eksekusi Sukarela
a. Surat permohonan Lelang Noneksekusi Sukarela diajukan oleh
Penjual kepada Kepala KPKNL, Pejabat Lelang Kelas II, atau
Pemimpin Balai Lelang disertai dokumen persyaratan lelang.
b. Pengajuan surat permohonan Lelang Noneksekusi Sukarela dapat
dilakukan menggunakan Aplikasi Lelang.
c. Dalam hal permohonan lelang diajukan kepada Kepala KPKNL
menggunakan Aplikasi Lelang dan dokumen persyaratan lelang
telah terverifikasi secara digital, asli surat permohonan beserta
dokumen persyaratan lelang harus diterima KPKNL paling lambat
14 (empat belas) hari kerja sejak dinyatakan lengkap sesuai tiket
permohonan pada aplikasi.
d. Dalam hal asli surat permohonan beserta dokumen persyaratan
lelang sebagaimana dimaksud pada huruf c diterima lebih dari 14
(empat belas) hari kerja, dan/ atau terdapat perbedaan data dengan
softcopy pada Aplikasi Lelang, permohonan lelang tidak dapat
diproses dan Penjual harus mengajukan kembali permohonan
lelang dari awal untuk diproses kembali.
e. Dalam hal Penjual menggunakan jasa pra lelang dan/ atau jasa
pascalelang dari Balai Lelang, nama Balai Lelang harus disebutkan
dalam surat permohonan lelang.
f. Pengajuan permohonan Lelang Noneksekusi Sukarela kepada
Pejabat Lelang Kelas II atau Balai Lelang dilakukan mengikuti
kebijakan yang ditetapkan Pejabat Lelang Kelas II atau Pemimpin
Balai Lelang yang bersangkutan.
g. Untuk permohonan Lelang Noneksekusi Sukarela yang diajukan
kepada Balai Lelang, Pemimpin Balai Lelang mengajukan surat
permohonan jadwal pelaksanaan lelang kepada Kepala KPKNL
atau Pejabat Lelang Kelas II. Dalam hal dokumen persyaratan
lelang telah dinyatakan lengkap dan Legatitas Formal Subjek dan
Objek Lelang telah terpenuhi serta Penjual telah memberikan
kuasa kepada Balai Lelang untuk menjual secara lelang, Kepala
KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II menetapkan jadwal
pelaksanaan lelang dan selanjutnya Pemimpin Balai Lelang
menetapkan jadwal pelaksanaan lelang sesuai penetapan dari
Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II.
- Permohonan Lelang dalam Lelang Terjadwal Khusus
a. Penjual yang akan menjual Barangnya dalam Lelang Terjadwal
Khusus mengajukan permohonan lelang secara tertulis kepada
Kepala KPKNL atau Pemimpin Balai Lelang yang
menyelenggarakan kegiatan Lelang Terjadwal Khusus.

98
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
b. Untuk penyelenggaraan Lelang Terjadwal Khusus dengan
kehadiran peserta lelang dalam bentuk bazaar atau sejenisnya,
permohonan lelang diajukan dengan mengisi formulir yang
disediakan KPKNL atau Balai Lelang penyelenggara lelang,
dilampiri identitas Penjual dan dokumen barang yang dilelang
(apabila ada).
c. Pengajuan permohonan lelang sebagaimana dimaksud pada huruf b
dapat dilakukan paling lambat pada hari penyelenggaraan lelang
sampai dengan 1 (satu) jam sebelum lelang dimulai.
d. Dalam pengajuan permohonan lelang sebagaimana dimaksud pada
huruf c, Penjual menyerahkan barang atau contoh barang kepada
Penyelenggara Lelang untuk ditawarkan.
e. Untuk penyelenggaraan Lelang Terjadwal Khusus dengan
penawaran melalui Platform e-Marketplace Auction, permohonan
lelang diajukan melalui aplikasi yang disediakan KPKNL atau
Balai Lelang penyelenggara lelang, sekaligus mengunggah data
objek lelang secara mandiri disertai nilai limit, foto, dan deskripsi
objek lelang, dan dokumen lain yang mendukung.
f. Dalam pengajuan permohonan lelang melalui aplikasi sebagaimana
dimaksud pada huruf e, asli surat permohonan beserta dokumen
barang tidak harus disampaikan Penjual kepada KPKNL atau Balai
Lelang.
g. Permohonan lelang sebagaimana dimaksud pada huruf e hanya
dapat diajukan oleh Penjual atau wakilnya yang sah yang
berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
h. Keabsahan data objek lelang yang diunggah dan dokumen
pendukung lainnya sebagaimana dimaksud pada huruf e yang
membuktikan kebenaran formal subjek dan objek lelang, menjadi
tanggung jawab Penjual.
i. Dalam menyelenggarakan Lelang Terjadwal Khusus, Balai Lelang
harus menghadirkan Pejabat Lelang dari KPKNL atau Pejabat
Lelang Kelas II sesuai Peraturan Menteri ini.
- Syarat-syarat lelang
- Syarat utama : memiliki uang jaminan penawaran lelang yang disetor
kepada penyelenggara lelang oleh calon peserta lelang sebelum lelang
dilaksanakan.
- Pengumuman Lelang
- Pelaksanaan lelang wajib didahului dengan pengumuman lelang yang
dilakukan oleh Penjual dan diterbitkan oleh KPKNL pada hari kerja.
- Penerbitan pengumuman ini dikecualikan bagi:
- Lelang eksekusi atas benda sitaan berupa Barang yang mudah
busuk/rusak;
- Lelang Noneksekusi Wajib atas Barang yang mudah
busuk/kedaluwarsa; dan
- Lelang Noneksekusi sukarela.

99
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
- Berdasarkan Pasal 200 HIR, pengumuman dan penjualan barang yang
tidak bergerak diatur dalam hanya satu kali melalui surat kabar
selambat-lambatnya 14 hari sebelum hari penjualan.
- Sedangkan Pasal 200 ayat (7) dikatakan pengumuman penjualan lelang
barang yang bergerak jika bersamaan serentak dengan barang yang tidak
bergerak mesti dilakukan 2 kali berturut-turut dengan selang minimum 15
hari.
- Tetapi dalam praktek Pengadilan Negeri menghendaki pengumuman
lelang untuk benda tidak bergerak dilakukan 2 kali dengan selang 15 hari
melalui surat kabar, dan pelaksanaan penjualan lelang sendiri baru bisa
dilaksanakan 14 hari setelah pengumuman kedua.
- Risalah lelang
- Risalah lelang sama artinya dengan “berita acara” pelaksanaan lelang yang
dibuat oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta autentik dan mempunyai
kekuatan pembuktian sempurna.
- Risalah lelang dibuat dalam bahasa Indonesia dan diberi nomor urut sesuai
standar penomoran risalah lelang.
- Penandatanganan risalah lelang ada dua cara yaitu :
- Penandatanganan setiap lembar oleh juru lelang yang
bersangkutan, bila tidak dilakukan penjualan lelang dapat
dibatalkan.
- Agar risalah lelang sempurna sebagai akta otentik, selain ketentuan
diatas pada bagian akhir risalah lelang harus ditandatangani oleh
juru lelang dan pihak penjual. Ketidakhadiran pihak penjual tidak
mengakibatkan lelang tertunda, cukup dicatat dalam risalah lelang
sebagai ganti tanda tangan pihak penjual yang tidak hadir

100
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
Daftar Pustaka
“Pertemuan XIV”

Buku
Harahap, M. Yahya. (2005). Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata. Jakarta :
Gramedia.
Mulyadi, Lilik. (2002). Hukum Acara Perdata : Menurut Teori dan Praktik Peradilan Indonesia,
Cet 2. Jakarta : Djambatan.
Subekti. (1997). Hukum Acara Perdata. Jakarta : BPH.
Sudikno. (1993). Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta : Liberty.

Internet
Pengadilan Negeri Malang. “Eksekusi Putusan Incrach”.
http://pn-magelang.go.id/index.php/2015-06-06-01-33-28/eksekusi-putusan-incrach#:~:te
xt=Putusan%20condemnatoir%20merupakan%20putusan%20yang,kalah%20dihukum%2
0untuk%20melakukan%20sesuatu. Diakses pada tanggal 29 Mei 2022.

Peraturan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

101
Fira Natasha
2006525412
REG 2020

Tambahan Materi Pembuktian dalam Hukum Acara Perdata


Tanggal : 21 Oktober 2022

Rekonvensi salah satu formatnya :


1. Dalam konvensi (Tergugat) → Kedudukan Awal
a. Dalam Eksepsi
b. Dalam Pokok Perkara
2. Dalam Rekonvensi (Penggugat Rekonvensi)
a. Dalam Eksepsi
b. Dalam Pokok Perkara

Beban Pembuktian : Pasal 163 HIR “Siapa yang punya hak dan menyatakan bahwa ia memiliki
hak untuk membantah orang lain, maka dialah yang harus membuktikan”. Singkatnya siapa yang
dalil, dia yang membuktikan. Di dalam persidangan terdapat dua fakta, yakni:
- Fakta Notoir - Fakta umum
- Fakta Prosesuil - Fakta yang dalam proses yang disaksikan sendiri oleh Hakim, misal :
pengakuan sidang (terjadi pada proses dalam persidangan).
Umumnya alat bukti ada di Pasal 164 HIR, tetapi untuk penjelasan jenisnya tersebar di Pasal 165
dsb.
1. Alat bukti surat → sifatnya tertulis, dalam hal ini alat bukti surat adalah alat bukti utama.
Bagaimana cara menghadirkan alat bukti surat ke dalam persidangan, surat asli bukan
dokumen tepat untuk diajukan ke dalam persidangan. Karena nanti ada pembanding,
pembanding harus surat bukti asli. Surat asli di fotocopy kemudian harus di nasegel di
kantor pos. Nasegel dimana dibubuhkan meterai pada suatu surat asli dan lalu di cap.
Nasegel itu biasanya untuk menandakan bahwa pihak tersebut telah melunasi materai.
2. Keterangan saksi : saksi orang melihat/ mendengar/ mengetahui secara langsung suatu
perkara.
3. Persangkaan (Pasal 173 HIR) dan (Pasal 284 RBg) dan (Pasal 1866 KUHPerdata).
Persangkaan adalah rangkaian dari alat bukti lain yang bersatu padu.
4. Pengakuan adalah membenarkan dalil pihak lawan atas suatu hal tertentu. “Menyangkal
semua tuduhan, kecuali yang dinyatakan benar oleh Tergugat.” Konsekuensi pengakuan
adalah mempersempit area perselisihan. Pengakuan di muka sidang merupakan alat bukti
sempurna yang tidak dapat ditarik kembali.
5. Alat bukti Sumpah (Pasal 155 - 148 HIR dan Pasal 177 HIR). Sumpah adalah pernyataan
keterangan yang mana ia disumpah atas nama TYME. Atheis bisa bersumpah, tetapi
bukan atas nama Tuhan. Yang penting sang penyumpah menyatakan bahwa perkataannya
adalah yang sebenarnya.
- Saksi : tidak ikatan sedarah (no conflict of interest)
- Sumpah bukan hanya berdasar pada Tuhan, tetapi harus untuk sebenar-benarnya.
- Misal :
- X bersumpah atas hal yang dipercayai, misalnya : nenek moyang, ilmu
pengetahuannya, dan lain sebagainya.

102
Fira Natasha
2006525412
REG 2020
Semenjak Pandemi ada suatu hal yang baru, yakni alat bukti elektronik.(Pasal 9 ayat (2) PERMA
1/2019 → E-COURT dan E-LITIGATION). Persidangan pembuktian dilaksanakan berdasarkan
hukum acara yang berlaku. Pembuktian harus verifikasi. Bukti tersebut (pembanding)
disandingkan dengan yang asli.

Pemeriksaan saksi dan ahli:


- Hadap pada hari yang ditentukan;
- Dipanggil satu orang demi seorang .. (HIR)

E-court harus ada persetujuan para pihak yang berperkara.

103

Anda mungkin juga menyukai