Anda di halaman 1dari 3

Nama : Yohana Romatua Situmorang

NIM : 22.3806

Mata Kuliah : MISIOLOGI

Dosen Pembimbing : Pdt. Pulo Aruan M.Th dan Pdt. Maruasas Nainggolan

REVIEW PERTEMUAN 9

STRATEGI PENGINJILAN KONTEKSTUAL

Gereja perlu mencari cara untuk merespons dengan prinsip-prinsip Alkitab terhadap
populasi yang meragukan relevansinya. Banyak orang saat ini menganggap gereja sebagai
sesuatu yang tidak terkait dan tidak relevan; kebaktian hanya dianggap sebagai pertemuan tanpa
solusi konkret untuk masalah-masalah dunia nyata.Pandangan negatif ini berkembang pesat
setelah perubahan sosial drastis pasca Perang Dunia II

Pertumbuhan gereja yang efektif tidak dapat terjadi tanpa adanya strategi yang jelas dan
spesifik.Pengalaman global menunjukkan bahwa strategi membantu mengarahkan kegiatan
menuju hasil yang memuaskan.Sebaliknya, di tempat tanpa strategi, seringkali terjadi banyak
kegiatan dengan hasil yang terbatas.Sangat disayangkan bahwa kegiatan tanpa hasil konversi
telah menjadi hal yang umum.Kadang-kadang, kita dapat terlalu sibuk dengan hal-hal yang
dianggap penting sehingga masalah prioritas, seperti menjangkau yang terhilang, terlupakan.
Strategi yang diuraikan dalam bab ini akan membantu pembaca dalam merancang rencana untuk
"pertumbuhan pertobatan" melalui gereja-gereja sebagai wadah kerajaan Allah. Hidup dalam
budaya sekuler memaksa orang Kristen di Amerika Serikat dan di seluruh dunia untuk
berhadapan dengan perubahan sikap.Perubahan ini menuntut adanya strategi baru untuk
menyampaikan Injil Yesus kepada orang-orang.

Seiring berkembangnya zaman, maka orang kristen mulai mencoba mencari hubungan
kontekstualisasi alkitab dengan budaya masa kini. Mereka tertarik pada cara-cara untuk
menjangkau orang-orang yang terhilang dengan injil Yesus Kristus.Keadaan inilah yang
kemudian melahirkan sebuatan “Penginjil Kontekstual.”Dengan maksud mampu menjangkau
orang-orang yang memiliki keseimbangan alkitabiah antara hidup di dunia sekuler dan tidak
menjadi terlalu mirip dengan dunia.

Penyajian kontesktual yang seimbang berasal dari pembelajaran tentang konteks


masyarakat dan budaya di mana injil disajikan.Hal ini dimulai dengan memahami hakikat
penginjilan kontekstual. Evangelisasi kontekstual dapat didefenisikan sebagai peyampaian injil
Yesus Kristus tanpa kompromi dalam konteks Sosiokultural, etnis, dan bahasa para pendengar
sehinggga mereka dapat merespon dan dimuridkan ke dalam gereja. maka, penginjilan
kontekstual memberi titik awal di gereja atau ladang misi manapun.

Tidak ada satu strategi penginjilan yang sesuai untuk semua populasi sasaran.Prinsip-
prinsip kontekstual digunakan untuk mengembangkan strategi penginjilan yang berfokus pada
membawa orang kepada Yesus Kristus.Ini berlaku di Amerika Serikat dan dalam konteks
internasional.Prinsip-prinsip tersebut mengakui gereja sebagai sarana utama untuk evangelisasi
global dan menekankan pentingnya keterlibatan pendeta, pemimpin, dan jemaat dalam strategi
penginjilan yang efektif.Informasi ini dapat diadaptasi oleh pembaca untuk memulai atau
merevitalisasi gereja di berbagai latar belakang budaya atau geografis. Hal ini dapat melalui ;
Persiapan Strategi Penginjilan, Tujuan Strategi Penginjilan, Proses.

Refleksi ;

Penginjilan kontekstual adalah respons yang efektif untuk gereja mana pun dalam
berbagai situasi.Hal ini memungkinkan gereja untuk mencapai orang-orang dari berbagai
latar belakang sosial dan juga budaya.Gereja tidak perlu khawatir untuk mencapai orang-
orang dari berbagai lapisan masyarakat, baik yang makmur maupun yang kurang
beruntung.Penginjil kontekstual harus dengan bijaksana memahami budaya tempat
mereka berada.

Penting untuk diakui bahwa orang Kristen bisa saja terpengaruh oleh pemikiran
sekuler. Bagaimana orang Kristen beradaptasi dengan budaya sekuler akan memengaruhi
cara mereka menyampaikan pesan Injil melalui gaya hidup mereka. Begitu juga dengan
memahami bahwa apa yang diterima oleh budaya tidak selalu sejalan dengan ajaran
Alkitab. Oleh karena itu, seseorang harus memutuskan apakah budaya atau Alkitab harus
menjadi panduan utama dalam menentukan perilaku yang diterima.Hal tersebut menjadi
sulit ketika orang Kristen menganggap beberapa kegiatan budaya tidak sesuai dengan
keyakinan mereka.

Anda mungkin juga menyukai