Anda di halaman 1dari 20

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Pelecehan Seksual

2.1.1 Teori Pelecehan Seksual

Menurut End Child Prostitution in Asia Tourism (ECPAT) (dalam ligina 2018)

kekerasan seksual yang terjadi pada anak merupakan interaksi atau hubungan

seorang anak kepada seorang yang lebih tua atau orang dewasa seperti orang

tuanya saudara sekandungnya atau orang dewasa yang tidak dikenal dimana

anak dipergunakan untuk objek pemuasnya.

Sedangkan Menurut KPAI, kekerasan seksual pada anak merupakan keterlibatan

anak dalam segala bentuk aktifitas seksual yang terjadi sebelum anak mencapai

batasan umur tertentu yang ditetapkan oleh hukum negara yang bersangkutan

dimana orang dewasa atau anak lain yang usianya lebih tua dimana anak

dimanfaatkan untuk kesenangan seksualnya.

Sedangkan, Menurut WHO (World Health Organization) kekerasan seksual

adalah keterlibatan anak dalam aktivitas seksualdengan orang dewasa atau

dengan anak kecil lainnya (anak kecil yang memiliki kekuasaan dibanding

korban) yanganak tidak memahami sepenuhnya, tidak mampu memberikan


8

persetujuan untuk melakukan dan kegiatan ini melanggar hukum atau tabu sosial

masyarakat.

Menurut UNICEF (dalam justiciar, 2016 ) Faktor yang terjadi pada anak yang

mengalami Kekerasan seksual yaitu : perlakuan yang tidak pantas dari orang

lain, perlakuan aktifitas pornografi, perkataan yang jorok dan aktifitas pelecehan

pada organ seksual anak, perbuatan cabul dan pemerkosaan pada anak-anak yang

dilakukan oleh orang lain tanpa adanya rasa tanggung jawab, dan paksaan

kepada anak untuk terjerumus dalama kegiatan melangar hukum seperti

prostitusi.

2.1.2 Bentuk-Bentuk Pelecehan Seksual

Menurut Matlin (dalam Amalia 2008) cakupan pelecehan seksual yaitu

pembicaaan tentang hal-hal tentang seksual, terbiasa dengan seringnya

menyentuh tubuh lawan jenisnya, maksa melakukan hal yang tidak senonoh

terhadap perempuan demi keinginannya, mengajak bergaul atau ketemuan

hingga sampai pemerkosaa.

Secara jelas, hal hal yang mencakup pelecehan seksual (Collier, 1992 ; Amanda

2015) yaitu:

a. Terbiasa melakukan siulan untuk menarik perhatian perempuan.

b. Seringnya menggunakan kata kata yang jorok atau berbicara kotor sehingga

merasa seseorang direndahkan martabatnya olehnya.


9

c. Menunujukan postre hingga foto foto pornografi kepada lawan jenisnya

untuk kepuasan sendirinya.

d. Seringnya menggunakan kata kata yang tidak baik terhadap penampilan dan

gaya orang lain.

e. Sentuhan, cubitan, ciuman, pelukan tepukan terhadap prang yng tidak kenal

f. Memamerkan tubuhnya atau kelaminnya kepada seorang yang menurutnya

hina.

2.1.3 Penyebab Pelecehan Seksual

Umumnya tentang sebab terjadinya pelecehan seksual menurut (Collier,1992:

Amanda 2015 ) ada empat unsur, yaitu.:

a. Pengalaman Pelecehan Seksual Dari Faktor Biologik.

Ini karena kecenderungan alami, bahwa laki-laki bertindak sebagai seks

dinamis yang bermusuhan (dalam kapasitas konseptualnya untuk mencari

dan mengobati melalui gerakan yang cukup singkat) dan wanita adalah pihak

bersalah seks yang tidak aktif dan berhati-hati (dalam kapasitas

regeneratifnya). untuk berhenti, dan kemudian berkembang). menumbuhkan

kehidupan lain di perut dan di pangkuannya melalui gerakan dan siklus yang

berlarut-larut). Oleh karena itu, dalam kasus-kasus perilaku cabul, dapat

diduga bahwa dialah yang akan menjadi "pelaku kesalahan yang

mengerikan". Untuk sementara, wanita pasti akan ditempatkan sebagai

korban. Selain itu, sifat perilaku yang tidak pantas terhadap wanita adalah

kelemahan pria dalam mengendalikan keinginannya yang biasa.


10

b. Peristiwa Pelecehan Seksual Dari Faktor Sosial Budaya

Secara keseluruhan, masyarakat yang penuh dengan identitas yang berbeda

ini terbagi menjadi dua garis besar kerangka keluarga, yang secara khusus

didirikan atas garis ibu (Matrilineal) dan garis ayah (Patrilineal). Meski

begitu, sebagai aturan umum, garis yang dianut masyarakat Indonesia

bergantung pada garis ayah (Patrilineal). Diakui atau tidak, seolah-olah telah

membanjiri contoh kehidupan di mata publik. Contoh rutinitas sosial-sosial

sehari-hari yang dialami seseorang sejak remaja dalam identitas keluarganya,

tanpa disadari, cukup banyak mempengaruhi standar perilaku pribadi

seseorang di kemudian hari dalam aktivitas publik. Fakta bahwa pria lebih

membumi daripada wanita juga mempengaruhi pandangan, mentalitas dan

perilaku pria terhadap wanita dan juga sebaliknya.

c. Pengaruh Pendidikan Terhadap Pelecehan Seksual

Pendidikan untuk situasi ini juga mempengaruhi adanya perilaku cabul. Ini,

khususnya di Indonesia, para wanita tidak memiliki banyak kesempatan

untuk menikmati tingkat pelatihan yang lebih tinggi. Jadi mereka tidak

memiliki pilihan untuk menentang perlakuan tidak adil, mentalitas dan

kecurigaan terhadapnya. Episode ini terjadi, biasanya dengan kehadiran atau

posisi laki-laki sebagai atasan dan perempuan sebagai bawahan. Dimana,

wanita dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah dari pria.


11

d. Keluarga Dilihat Dari Faktor Ekonomi

Pada individu dengan tingkat kehidupan finansial yang rendah, portabilitas

(sejauh desain olahraga) sangat rendah dalam pengulangan sehingga

pengakuan fleksibilitas berpusat di sekitar iklim. Yang mendukung budaya

kebiadaban sebagai exit plan dan tujuan paling sederhana adalah kaum hawa.

Ini diakhiri dengan anggapan bahwa ini adalah liburan paling mudah

mengingat anggapan bahwa wanita sebenarnya lemah.

2.1.4 Cara-cara mencegah terjadinya pelecehan seksual pada anak

Menurut Idiva (2015), cara-cara untuk mencegah penganiayaan seksual terhadap

anak-anak meliputi:

a. Sebuah Wali membuka korespondensi dan membangun kedekatan yang

antusias dengan anak-anak. Dengan berinvestasi dalam beberapa kesempatan

untuk bermain dengan anak-anak.

b. Wali didorong untuk memberikan pemahaman kepada anak-anak tentang

tubuh mereka dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan orang lain pada bagian

tubuh mereka. Misalnya, anak-anak diberi aturan bahwa jika orang lain

mencium mereka, misalnya di pipi, mereka harus berhati-hati karena itu tidak

diizinkan, terutama dengan asumsi orang lain adalah seseorang yang mereka

tidak tahu sama sekali. .

c. Mengenalkan kepada anak-anak perbedaan antara orang luar, rekan kerja,

sahabat, sahabat, dan anggota keluarga. Misalnya, orang luar adalah individu

yang sama sekali tidak jelas. Terhadap mereka, anak tidak boleh terlalu

ramah, mudah dikenali, atau langsung percaya. Anggota keluarga dikenal


12

sebagai kerabat dekat. Meskipun umumnya dekat, Anda harus mendorong

anak-anak untuk menjauh dari situasi sendirian.

d. Dengan asumsi bahwa anak tersebut telah melewati usia lima tahun, dorong

dia untuk merasa malu ketika dia ditelanjangi. Terlebih lagi, jika Anda sudah

memiliki kamar sendiri, latih mereka untuk selalu menutup pintu dan jendela

saat tidur.

e. Kontribusi polisi khususnya dokter spesialis, pemeriksa dan hakim dalam

menangani kasus-kasus pelecehan seksual pada remaja sehingga sudut

pandang anak sangat diandalkan untuk memberikan efek jera terhadap pelaku

tindak pidana demonstrasi penyalahgunaan sehingga tidak ada lagi anak yang

menjadi korban perilaku cabul.

2.2 Konsep Usia Sekolah

2.2.1 Masa Anak Usia Sekolah

Usia sekolah dasar adalah masa kecendekiaan atau keselarasan sekolah.

Secara umum, anak-anak sekarang lebih mudah diarahkan daripada

sebelumnya, kemudian setelah itu. Ada dua tahap fase dalam masa usia

sekolah dasar yaitu masa usia 6 atau 7 tahun sampai 9 atau 10 tahun dan

masa usia 9 atau 10 tahun sampai umur 12 atau 13 tahun (Yusuf, 2011).

2.2.2 Tugas Perkembangan Usia Sekolah

Seperti yang ditunjukkan oleh Yusuf (2011), khususnya:

1. Belajar untuk memperoleh kemampuan yang sebenarnya sebagai

dominasi otot untuk melakukan latihan/permainan, dalam perkembangan


13

fisik dan otak, anak-anak belajar dan melakukan latihan olahraga seperti

berlari dan berolahraga pagi, dan dapat melakukan permainan ringan

(sepak bola, berolahraga dengan tali, berenang , dan seterusnya) .

2. Cari tahu bagaimana membuat perilaku yang solid terhadap diri sendiri

sebagai makhluk organik, seperti menciptakan kecenderungan untuk

berurusan dengan tubuh (kerapihan, keamanan individu, dan

kesejahteraan), mengenali perspektif yang menggembirakan terhadap

orientasi seseorang (laki-laki atau perempuan) dan lebih jauh lagi

menoleransi diri sendiri ( seperti penampilan). wajah dan tubuh

bertindak) dengan jelas.

3. Cari tahu bagaimana hidup berdampingan dengan teman untuk memiliki

pilihan untuk menyesuaikan diri dengan iklim lain.

4. Cari tahu bagaimana mengasumsikan bagian-bagian seperti yang

ditunjukkan oleh orientasi.

5. Mempelajari kemampuan dasar dalam membaca, mengarang, dan

matematika.

6. Cari tahu bagaimana menumbuhkan ide-ide biasa, khususnya memiliki

hal-hal pilihan yang mudah diingat dengan lima fakultas tentang persepsi

masa lalu. Semakin banyak pengalaman dan informasi, semakin banyak

ide yang diperoleh. Ide-ide yang memasukkan standar atau pelajaran

agama (etika), ilmu pengetahuan, adat istiadat, dan sebagainya

7. Menciptakan suara hati, khususnya menciptakan perspektif dan sentimen

yang terhubung dengan standar yang ketat.


14

2.3 Komunikasi Antarpribadi

2.3.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi

Korespondensi relasional adalah korespondensi yang terjadi dalam keadaan

tatap muka antara setidaknya dua individu, baik secara terkoordinasi maupun

dalam kumpulan individu (Wiryanto, 2004; Novianti et al, 2017).

Seperti yang ditunjukkan oleh Devito dalam Novianti et al (2017),

korespondensi relasional adalah penyampaian pesan oleh satu individu dan

pengumpulan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil individu, dengan

efek yang berbeda dan dengan potensi kesempatan untuk memberikan kritik

cepat.

Sementara itu, sebagaimana ditunjukkan oleh Syaiful Rohim (2009) (Dalam

Suprapto 2017) korespondensi adalah titik fokus kepentingan dan keadaan

sosial di mana sumber menyampaikan pesan kepada penerima dengan

mencoba mempengaruhi perilaku penerima, korespondensi dalam keluarga.

adalah korespondensi yang lebih relasional.

Korespondensi relasional adalah cara paling umum untuk mengirim dan

mendapatkan pesan antara dua individu atau sekelompok kecil individu

dengan dampak dan kritik yang berbeda. (Handayani, 2017)


15

2.3.2 Tujuan Komunikasi

Menurut Handayani (2017) motivasi di balik korespondensi dalam kerjasama

keluarga sejauh kepentingan wali adalah untuk memberikan data, bimbingan,

mengajar dan menyenangkan anak-anak.

Motivasi korespondensi adalah suatu cara untuk membangun hubungan antara

individu dengan orang lain, dengan korespondensi terdapat hubungan sosial,

karena manusia adalah makhluk sosial yang satu dengan yang lainnya saling

membutuhkan, sehingga terjadi kerjasama yang saling melengkapi. (Suprato

2017)

2.3.3 Ciri-Ciri Dari Komunikasi Antar Pribadi Yang Efektif

Dalam buku Relational Correspondence, Alo Liliweri mengutip sudut

pandang Joseph A. Devito tentang atribut-atribut korespondensi relasional

yang layak, secara spesifik:

a) Keterbukaan

Kesiapan untuk bereaksi dengan gembira terhadap data diperoleh

meskipun ada koneksi relasional. Sifat penerimaan menyinggung tiga

bagian dari korespondensi relasional. Untuk memulainya, komunikator

relasional yang menarik harus tersedia bagi komunikan mereka. Ini tidak

berarti bahwa seseorang harus segera membuka semua resumenya.

Meskipun ini mungkin menarik, biasanya tidak membantu dengan

korespondensi. Lagi pula, harus ada kemampuan untuk mengungkap data

yang umumnya ditutup-tutupi, selama pengungkapan diri ini tepat dan

masuk akal. Sudut pandang berikutnya menyinggung kesiapan


16

komunikator untuk menanggapi dengan sungguh-sungguh terhadap

peningkatan yang mendekat. Orang-orang yang pendiam, ceroboh, dan

lamban sebagian besar merupakan komunikator yang melelahkan. Dengan

asumsi Anda membutuhkan komunikan untuk menanggapi apa yang

dikatakan komunikator, komunikator dapat menunjukkan transparansi

dengan merespons orang lain secara tidak terduga. Perspektif ketiga

mengkhawatirkan tanggung jawab dan kontemplasi di mana komunikator

merasakan bahwa sentimen dan pertimbangan yang dia komunikasikan

adalah miliknya dan dia bertanggung jawab untuk itu.

b) Empati

Welas asih adalah kapasitas individu untuk mengetahui apa yang sedang

dialami orang lain entah dari mana, menurut perspektif individu

berikutnya, melalui mata individu lainnya. Berbeda dengan welas asih,

yang berarti perasaan terhadap orang lain. Individu yang empatik dapat

memahami inspirasi dan pertemuan orang lain, sentimen dan perspektif

mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa depan dengan

tujuan agar mereka dapat memberikan kasih sayang, baik secara verbal

maupun non-verbal.

c) Dukungan

Keadaan terbuka untuk membantu korespondensi yang kuat. Koneksi

relasional yang layak adalah koneksi di mana ada mentalitas yang kuat.

Orang menunjukkan sikap yang kuat dengan menjadi jelas daripada

evaluatif, tidak dibatasi tidak vital.


17

d) Rasa positif

Seorang individu harus memiliki perasaan yang baik terhadap dirinya

sendiri, mendorong orang lain untuk lebih dinamis dalam mengambil

bagian, dan membuat situasi korespondensi membantu untuk hubungan

yang menarik.

e) Kesetaraan

Korespondensi relasional akan lebih layak dengan asumsi udara setara.

Artinya, ada penegasan implisit bahwa kedua pemain itu menghargai,

membantu, dan memiliki sesuatu yang vital untuk disumbangkan.

Korespondensi meminta agar kami memberikan rasa hormat positif yang

tidak terbatas kepada orang lain.

2.3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Dalam Keluarga

Seperti yang ditunjukkan oleh Syaiful dan Bahri (2016) ada berbagai variabel

yang mempengaruhi korespondensi dalam keluarga:

a) Potret diri mental dan gambaran orang lain

Setiap orang memiliki gambaran spesifik tentang dirinya, statusnya,

keuntungan dan kerugiannya. Gambar itu menggambarkan apa dan

bagaimana dia berbicara dan berubah menjadi jaring untuk apa yang dia

lihat, dengar, bagaimana dia menilai semua yang berlanjut di sekitarnya.

Pada akhirnya, pandangan diri mental menentukan penampilan dan

kearifan individu
18

b) Iklim mental

Iklim mental dianggap mempengaruhi korespondensi. Korespondensi

sulit terjadi ketika seseorang dalam keadaan tragis, bingung, marah,

kecewa, iri, sarat bias, dan kondisi mental lainnya.

c) Iklim sebenarnya

Korespondensi dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, dalam berbagai

gaya dan cara. Korespondensi yang terjadi dalam keluarga adalah unik

dalam kaitannya dengan apa yang terjadi di sekolah mengingat kedua

kondisi ini unik. Lingkungan di rumah bersifat santai, sedangkan suasana

di sekolah bersifat formal.

d) Kepemimpinan

Dalam keluarga, seorang perintis memiliki pekerjaan yang vital dan

penting. Unsur-unsur hubungan dalam keluarga dipengaruhi oleh contoh

otoritas. Kualitas seorang pionir akan menentukan bagaimana contoh

korespondensi akan berlanjut dalam keberadaan yang membingkai

hubungan.

e) Tata bahasa

Dalam korespondensi verbal, wali harus melibatkan bahasa sebagai alat

untuk mengkomunikasikan sesuatu. Pada satu kesempatan, bahasa yang

digunakan oleh wali untuk anak-anak mereka dapat berbicara tentang

artikel yang sedang diperiksa dengan tepat. Namun, pada acara yang

berbeda, bahasa yang digunakan tidak dapat secara tepat membahas

sebuah artikel yang sedang dibicarakan. Oleh karena itu, dalam


19

menyampaikan pesan diperlukan penggunaan bahasa yang lugas antara

komunikator dan komunikan.

f) Kontras usia

Korespondensi dipengaruhi oleh usia. Itu menyiratkan bahwa tidak

seorang pun dapat berbicara dengan bebas tanpa mempedulikan siapa

yang dituju. Bercakap-cakap dengan anak kecil adalah unik dalam

kaitannya dengan bercakap-cakap dengan orang muda. Mereka memiliki

realitas mereka sendiri untuk dipahami

2.4 Pendidikan Seksual

Pengajaran adalah suatu cara mengubah cara pandang dan tingkah laku seseorang

atau kumpulan orang-orang dengan tujuan akhir untuk mengembangkan manusia

melalui upaya mendidik dan mempersiapkan (Referensi Kata Bahasa Indonesia

Besar, 2001). Seks secara keseluruhan adalah hal yang berhubungan dengan bagian

pribadi atau hal-hal yang berhubungan dengan hubungan pribadi di antara orang-

orang.

2.4.1 Pengertian Pendidikan Seks

Seks dari metode perspektif terbatas seks, seks dari metode perspektif luas

seksualitas. Seksualitas adalah istilah yang menggabungkan segala sesuatu

yang berhubungan dengan seks. Seperti yang ditunjukkan oleh Ratnasari dan

Moniker (2016) Sex schooling adalah sebuah pekerjaan untuk mendidik,

mengungkap masalah, dan memberikan data tentang masalah seksual. Data

yang diberikan mencakup informasi tentang kapasitas organ konsepsi dengan

menanamkan etika, moral, tanggung jawab, agama dengan tujuan tidak ada
20

"penyalahgunaan" organ regeneratif. Oleh karena itu, sekolah seks dapat

dianggap sebagai pelopor pengajaran kehidupan sehari-hari yang sangat

penting

2.4.2 Tujuan Pendidikan Seks Pada Anak

Motivasi di balik pelatihan seks yang ditunjukkan oleh usia pembentukan juga

berubah. Seperti pada masa anak kecil, tujuannya adalah untuk

mempresentasikan organ seks yang dimilikinya, misalnya memperjelas bagian

tubuh lainnya, termasuk memperjelas kapasitasnya dan cara memastikannya.

Dengan asumsi itu tidak dilakukan lebih cepat dari jadwal, ada kemungkinan

bahwa anak itu akan mendapatkan banyak masalah, misalnya, memiliki

kecenderungan untuk memegang kemaluannya sebelum memukul jerami,

memegang dada orang lain atau masalah lain. Untuk usia sekolah mulai dari

6-10 tahun, intinya adalah memahami perbedaan orientasi seksual (laki-laki

dan perempuan), mencerahkan awal mula manusia, membersihkan aurat

secara tepat untuk menghindari mikroorganisme dan penyakit. (Ratnasari dan

Moniker, 2016)

2.4.3 Pendidikan Seks Berdasarkan Usia

Sesuai Ratnasari and Assumed name (2016) sex schooling by age

a) 3-5 tahun

Pada rentang usia ini, ajarkan tentang organ dan elemen dari setiap organ

tubuh, jangan berhenti sejenak untuk menunjukkan bagian pribadi si kecil.

Kesempatan ideal terbaik untuk menunjukkannya adalah saat mencucinya.


21

Hal ini diandalkan untuk menghindari spesifikasi yang dianggap tidak

sopan di mata publik untuk merujuk ke bagian pribadi mereka. Misalnya,

mirip dengan vagina atau penis, jangan melibatkannya seperti "apem" atau

"burung". Anda tidak perlu dengan hati-hati menggambarkan orientasi

anak Anda atau menunjukkannya dalam kondisi belajar yang sebenarnya.

b) 6 - 9 tahun

Pada rentang usia ini, si kecil diajarkan tentang cara menjaga dirinya

sendiri. Wali dapat melatih anak-anak untuk menolak menelanjangi

terlepas dari apakah ada penghargaan atau penolakan untuk digerakkan

oleh bagian pribadi mereka oleh teman. Demikian pula, dalam rentang

usia ini, Anda dapat menggunakan hewan tertentu yang berkembang pesat

dan jelas memiliki perbedaan jenis kelamin, (misalnya, anak ayam) ketika

mereka dewasa untuk belajar tentang peningkatan organ konsepsi.

c) 9 - 12 tahun

Berikan lebih banyak data seluk beluk tentang apa yang akan berubah dari

tubuh anak menuju pubertas, yang pada umumnya akan berpindah dari

satu orang ke orang lain. Bantu anak-anak bagaimana mengelola siklus

feminin atau mimpi basah yang akan mereka temui nanti sebagai bagian

khas dari fase pergantian peristiwa individu. Pada usia 10 tahun, sebelum

pubertas, Anda dapat memulai topik kesehatan genital. Selain itu, pastikan

anak Anda, dengan asumsi bahwa ia mematuhi sejumlah besar pedoman

kesehatan ini, maka, pada saat itu, mereka tidak perlu terlalu stres.

d) Usia 12 - 14 tahun
22

Dorongan seksual selama masa remaja sangat berkembang, oleh karena

itu, wali harus menunjukkan apa kerangka konseptual dan cara kerjanya.

Menggarisbawahi perbedaan antara perkembangan fisik dan gairah untuk

seks juga penting untuk mendidik. Beri tahu anak-anak berbagai hasil

yang ada sejauh organik, mental, dan sosial dengan asumsi mereka

berhubungan seks. Wali serta menunjukkan korespondensi terbuka dengan

anak-anak, khususnya dalam memeriksa seksualitas, juga perlu

menambahkan manfaat menjauhi aktivitas seksual terlalu dini sebelum

tiba di usia dewasa.

2.4.4 Strategi Orangtua dalam Pendidikan Seks untuk Anak Usia Dini

Ilmawati (dalam Jatmikowati, Angin, dan Ernawati, 2015) menjelaskan

prinsip-prinsip metodologi yang harus dijalankan dan dididik oleh wali

kepada anak-anak yang layak, termasuk pendampingnya.

1. Menanamkan aib pada anak muda. Aib harus ditanamkan pada anak

muda sejak awal. Cobalah untuk tidak menjadikannya kecenderungan

bagi anak-anak, meskipun mereka masih kecil, untuk ditelanjangi di

depan orang lain; misalnya, ketika meninggalkan kamar kecil, mengubah

pakaian, dll.

2. Menanamkan jiwa kejantanan pada remaja putra dan jiwa keperempuanan

pada remaja putri. Sungguh dan secara mental, orang memiliki kontras

sentral. Anak-anak dapat dipersilakan untuk merasakan perbedaan yang

ada dalam tubuh mereka sebenarnya. Dengan cara ini anak akan

mengetahui karakternya secara akurat.


23

3. Pisahkan tempat tidur anak-anak dari tempat tidur orang dewasa. Masa

muda adalah saat anak muda mengalami pergantian peristiwa yang cepat.

Anak-anak mulai menyelidiki seluruh dunia. Anak-anak tidak hanya

merenungkan diri mereka sendiri, tetapi juga tentang sesuatu di luar diri

mereka. Pemisahan tempat tidur adalah upaya untuk menanamkan

kesadaran pada anak-anak tentang realitas mereka. Jika pembagian tempat

tidur terjadi antara dirinya dan orang tuanya, pada dasarnya anak tersebut

telah dipersiapkan untuk dibebaskan. Anak-anak juga berusaha mencari

cara untuk melepaskan perilaku hubungan mereka dengan orang tua

mereka. Dengan asumsi partisi tempat tidur dibuat untuk anak dengan

kerabat dari jenis kelamin yang berbeda, anak akan segera menyadari

adanya perbedaan orientasi seksual.

4. Menyajikan waktu berkunjung. Anak-anak tidak diizinkan masuk ke

(kamar) orang dewasa pada acara-acara tertentu (misalnya sekitar waktu

malam) kecuali jika mereka awalnya meminta izin dari pemilik kamar.

5. Ajaklah anak-anak muda untuk menjaga kebersihan tubuh mereka. Latih

anak-anak untuk menjaga kemaluan mereka tetap sempurna dan sehat

sambil juga menunjukkan kekacauan pada anak-anak. Anak-anak juga

harus terbiasa dengan kotoran sebagai gantinya (menyiapkan jamban).

Ketika anak sudah siap, pada usia 3-6 tahun, wali mulai mempersiapkan

anaknya tentang persiapan jamban (William Crain, 2014:395). Persiapan

jamban harus ditunjukkan saat anak dapat berkomunikasi dan

mendapatkan apa yang diminta kepadanya, agar tidak menimbulkan

ketegangan dan kegugupan pada anak..


24

2.5 Pola Pengasuhan

2.5.1 Pengertian Pola Pengasuhan

Pengasuhan adalah suatu rangkaian kegiatan dan kerjasama antara wali dan

anak-anak. Secara garis besar, pengasuhan dapat digambarkan sebagai

kegiatan dan kerjasama wali dalam membangun pergantian peristiwa dan

perkembangan anak. Jay Belsky, dalam komposisinya, ada tiga hal yang

mempengaruhi sistem pengasuhan, yaitu individu dan atribut anak,

pengalaman wali dan kondisi mental, serta status ketegangan dan bantuan

sosial. (Streams, 2001; Anggreni, Notobroto dan Hargono, 2017). Pengasuhan

adalah suatu rangkaian kegiatan dan kerjasama antara wali dan anak. Sebagai

aturan, pengasuhan dapat digambarkan sebagai kegiatan dan asosiasi wali

dalam membangun pergantian peristiwa dan perkembangan anak. Jay Belsky,

dalam komposisinya, ada tiga hal yang mempengaruhi sistem pengasuhan,

khususnya individu dan kualitas anak, pengalaman wali dan kondisi mental,

serta status ketegangan dan bantuan sosial. (Streams, 2001; Anggreni,

Notobroto dan Hargono, 2017).

2.5.2 Macam-Macam Pola Pengasuhan

1. Pola pengasuhan demokratis.

Wali berdasarkan suara dalam pengasuhan, mereka memberikan

kesempatan kepada anak-anaknya untuk menilai dan memutuskan masa

depan mereka. Wali yang menerapkan pengasuhan berbasis suara akan

menciptakan anak-anak yang memiliki kepercayaan diri yang baik, asosiasi

positif dengan teman-teman mereka, yakin, mandiri, siap menghadapi


25

tekanan dengan baik, berjuang untuk mencapai tujuan, menang di sekolah,

mengimbangi minat dan minat dalam keadaan. yang dapat menghargai dan

menjunjung tinggi (Wibowo, 2012).

2. Pola pengasuhan otoriter

Penjaga diktator menempatkan begitu banyak penekanan pada kekuatan

yang tidak fleksibel sehingga mereka secara teratur membawa korban yang

tidak perlu. Wali yang menerapkan pengasuhan tiran diselesaikan dengan

melihat arah dari atas (wali) ke pangkalan (kerabat). Contoh surat menyurat

wali diktator hanya satu arah (wacana) karena wali tidak mengenal

pertukaran (Surbakti, 2009). Contoh pengasuhan yang tiran dapat membuat

anak kurang bebas, tidak terlalu bisa diandalkan, tetapi lebih kuat

(Wibowo, 2012).

3. Pola pengasuhan permisif

Wali yang lemah lembut memberikan kesempatan penuh kepada anak-anak

untuk bertindak. Ada sikap bebas atau independensi dari wali. Wali tidak

mengarahkan, mengarahkan, mengontrol dan merawat anak-anak mereka.

(Wibowo, 2012). Contoh pengasuhan yang lunak dapat membuat anak

kurang siap untuk berubah di luar rumah (Wibowo, 2012).Pola pengasuhan

demokratis
26

2.6 Kerangka Konsep

PELECEHAN SEKSUAL
a. Bentuk bentuk
pelecehan seksual
b. Penyebab terjadinya
pelecehan seksual
ANAK USIA SEKOLAH

KOMUNIKASI ANTAR
Upaya Dalam Keluarga
PRDIBADI ORANG TUA
Untuk Mencegah
1) Keterbukaan
Tindakan Pelecehan
2) Empaty
Seksual
3) Ddukungan
4) Rasa pisitif
5) Kesetaraan

PENDIDIKAN SEKSUAL

(Mencakup Pendidikan Seks


Pada Anak Usia Sekolah)

POLA PENGASUHAN

1) Pola demokratis
2) Pola otoriter
3) Pola permisif

Anda mungkin juga menyukai