Anda di halaman 1dari 7

1

‫ َأْش َهُد َأْن اَل ِإَلَه ِإاَّل ُهللا َو ْح َد ُه اَل‬.‫َاْلَحْم ُد ِهّٰلِل اَّلِذ ْي َأَم َر َنا ِبَتْر ِك اْلَم َناِهْي َو ِفْع ِل الَّطاَع اِت‬
. ‫ َو َأْش َهُد َأَّن َس ِّيدنا ُمَحَّم ًد ا َع ْبُد ُه َو َر ُس ْو ُلُه الَّد اِع ي ِبَقْو ِلِه َو ِفْع ِل ِه ِإَلى الَّر َش اِد‬، ‫َش ِرْيَك َلُه‬
‫َالّٰل ُهَّم َص ِّل َو َس ِّلْم َع َلى َس ِّيِد َنا ُمَحَّم ٍد َو َع َلى آِل ِه َو َأْص َح اِبِه الَه اِد ْيَن ِللَّص َو اِب َو َع َلى‬
‫ ِاَّتُقْو ا َهللا َح َّق ُتَقاِت ه‬، ‫ َفَياَاُّيَها اْلُم ْس ِلُم ْو َن‬، ‫الَّتاِبِع ْيَن َلُهْم ِبِإْح َس اٍن ِإَلى َيْو ِم اْلَم آِب َأَّم ا َبْع ُد‬
‫ ٰي َاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل‬: ‫َو اَل َتُم ْو ُتَّن ِإاَّل َو َأنْـُتْم ُم ْس ِلُم ْو َن َفَقْد َقاَل ُهللا َتَع الَى ِفي ِكَتاِبِه اْلَك ِرْيِم‬
‫َيْسَخْر َقْو ٌم ِّم ْن َقْو ٍم َع ٰٓس ى َاْن َّيُك ْو ُنْو ا َخْي ًرا ِّم ْنُهْم َو اَل ِنَس ۤا ٌء ِّم ْن ِّنَس ۤا ٍء َع ٰٓس ى َاْن َّيُك َّن‬
‫َخ ْيًرا ِّم ْنُهَّن َو اَل ٰۤلَتْلِم ُز ْو ا َاْنُفَس ُك ْم َو اَل َتَناَبُز ْو ا ِباَاْلْلَقاِب ِبْئَس ااِل ْس ُم اْلُفُس ْو ُق َبْع َد اِاْل ْيَم اِن‬
‫َو َم ْن َّلْم َيُتْب َفُاو ِىَك ُهُم الّٰظ ِلُم ْو َن‬
Islam mengajarkan para pemeluknya untuk berlomba dalam kebaikan

(fastabiqul khairat). Ini artinya masing-masing individu didorong untuk menjadi

paling unggul dibanding yang lain dalam berbuat baik. Dunia adalah tempat

menanam sebanyak-banyaknya kebaikan agar bisa dipanen pada kehidupan di

akhirat kelak. Allah mengiming-imingi bahwa manusia yang paling tinggi derajat

kemuliaannya adalah yang paling bertakwa (inna akramakum ‘indallahi atqakum).

Informasi ini secara implisit juga bermakna anjuran berkompetisi dalam ketakwaan.

Semakin muttaqin (bertakwa) seseorang, semakin unggul kedudukannya di sisi Allah

swt

Ada jebakan yang cukup samar ketika seseorang “berhasil” memperbanyak

kebaikan, seperti ibadah wajib, ibadah sunnah, peran sosial, atau menjadi ahli di

bidang pengetahuan tertentu. Jebakan tersebut adalah perasaan “sudah sangat

baik” atau “lebih baik dari orang lain”. Sebab, ini adalah pintu masuk bagi sikap

untuk memandang rendah atau menyepelekan orang lain. Menjadi baik adalah satu

hal, dan merasa sudah baik adalah hal yang lain. Yang pertama menekankan sisi

proses, sementara yang kedua cenderung menganggap sudah mencapai hasil.

Padahal, implementasi dari fastabiqul khairat harusnya adalah proses tidak

berkesudahan. Ketika kita berhenti karena sudah merasa berada di posisi yang lebih
2

baik dari yang lain, maka di situlah kita tanpa terasa sedang terperosok. Sebab,

merasa lebih baik dari orang lain adalah ketidakbaikan itu sendiri. Akhirnya apa

yang tampak berhasil sejatinya adalah kegagalan.

‫َفاَل ُتَز ُّك وا َأْنُفَس ُك ْم ُه َو َأْع َلُم َمِبِن اَّتَق ى‬


“Jangan kamu merasa paling suci. Karena Dia-lah yang lebih mengetahui orang yang

paling bertakwa,” (QS An-Najm: 32).

Ayat tersebut adalah kritik terhadap mereka yang gemar memuji dan membangga-

banggakan amal sendiri. Padahal, ketakwaan hanyalah Allah yang paling tahu. Bisa

jadi suatu amal ibadah atau kebaikan di satu sisi terlihat menggunung tapi di sisi

lain ternyata keropos dan rapuh. Mudah runtuh dalam sekejap. Atau sebaliknya,

amal yang sekilas tampak remeh bisa jadi sangat berharga di mata Allah karena

dijalankan dengan penuh ketulusan dan ridha-Nya.

Lalu bagaimana kita bisa selamat dari jebakan merasa lebih baik atau bangga

diri (ujub) yang menjadi pangkal sikap merendahkan orang lain? Imam al-Ghazali

(hujjatul islam) dalam Bidayatul Hidayah memberikan kiat-kiatnya. Beliau

merekomendasikan pendekatan manajemen pikiran yang selalu melihat

kemungkinan positif dari orang lain, entah itu orang tua atau anak, berilmu atau

bodoh, mukmim atau kafir.

Saat kita melihat anak kecil atau lebih muda, berpikirlah bahwa dia itu lebih

baik dari diri kita. Waktu mereka untuk bermaksiat tentu lebih sedikit dibanding kita

yang lebih tua dari mereka.

‫ فال شك أنه خير مني‬،‫ هذا لم يعص هللا وأنا عصيته‬:‫فإن رأيت صغيرا قلت‬

Saat kita melihat orang yang lebih tua, berpikirlah bahwa ia juga lebih baik dari

kita. Sebab, ibadah mereka tentu mulai lebih dulu daripada kita yang lahir

belakangan.
3

‫ فال شك أنه خير مني‬،‫ هذا قد عبد هللا قبلى‬: ‫وإن رأيت كبيرا قلت‬

Ketika bertemu dengan orang pandai atau berilmu, kita juga diajak untuk

berpikir bahwa itu semua adalah anugerah yang belum kita gapai, prestasi yang

belum kita raih. Mereka tahu banyak hal tentang apa yang tidak banyak kita ketahui.

Kita bukan cuma tidak selevel tapi juga sulit mengungguli kebaikannya.

‫ وعلم ما جهلت؛ فكيف أكون مثله‬،‫ وبلغ ما لم أبلغ‬،‫ هذا قد أعطى ما لم أعط‬:‫وإن كان عالما قلت‬

Ketika berjumpa dengan orang bodoh, kita juga diajak untuk berpikir bahwa ia

tetap lebih baik dari kita. Andaipun mereka ini bermaksiat tentu maksiat mereka

lebih ringan daripada kita. Sebab, mereka durhaka karena kebodohan, sementara

kita berbuat dosa justru atas dasar ilmu. Pengadilan akhirat kelak akan menjadikan

ini dasar ketika waktu perhitungan tiba.

‫ وما أدري بم يختم لي‬،‫ وأنا عصيته بعلم؛ فحجة هللا على آكد‬،‫ هذا قد عصى هللا بجهل‬:‫وإن كان جاهال قلت‬
‫وبم يختم له؟‬

Bagaimana kita melihat orang kafir? Imam al-Ghazali lagi-lagi menyuruh kita untuk

menata pikiran bahwa ia juga mungkin lebih baik. Ajal orang tidak ada yang tahu.

Bisa jadi Allah mewafatkan orang kafir itu secara husnul khatimah dengan memeluk

Islam sehingga bersihlah dosa-dosa sebelumnya. Sementara diri kita? Tidak ada

jaminan kita mati dengan masih membawa anugerah terbaik, yakni iman.

‫ وينسل بإسالمه من الذنوب كما تنسل‬،‫ عسى أن يسلم ويختم له بخير العمل‬،‫ ال أدري‬:‫وإن كان كافرا قلت‬
‫ فعسى أن يضلني هللا فأكفر فيختم لي بشر العمل؛ فيكون غدا هو‬- ‫ والعياذ باهلل‬- ‫ وأما أنا‬،‫الشعرة من العجين‬
.‫ وأنا أكون من المبعدين‬،‫من المقربين‬
4

Kita mungkin mudah saja meraih simpati atau kesan sebagai orang saleh dan baik

di mata orang-orang. Namun, itu semua hanyalah semu karena kebaikan yang

hakiki adalah kebaikan di mata Allah di akhirat kelak. Kebaikan di sisi Allah

sesungguhnya adalah sesuatu yang masih misterius. Kepastiannya menunggu

ketika kita mati, apakah dalam keadaan su’ul khatimah atau husnul khatimah.

‫ َو ُهَو َم ْو ُقْو ٌف َع َلى الَخ اِتَم ِة؛‬، ‫ َو ٰذ ِلَك َغ ْيٌب‬،‫َبْل َيْنَبِغ ي َلَك َأْن َتْع َلَم َأَّن اْلَخْيَر َم ْن ُهَو َخ يٌر ِع ْنَد ِهّٰللا ِفي َد اِر اٰاْل ِخ َرِة‬
‫ َو َأَّن‬، ‫ َبْل َيْنَبِغ ي َأاَّل َتْنُظُر ِإَلى َأَح ٍد ِإاَّل َو َتَر ى َأَّنُه َخ ْيٌر ِم ْنَك‬، ‫َفاْع ِتَقاُد َك ِفي َنْفِس َك َأَّنَك َخ ْيٌر ِم ْن َغْيِرَك َج ْهٌل َم ْح ٌض‬
‫اْلَفْض َل َلُه َع َلى َنْفِس َك‬
"Ketahuilah bahwa kebaikan adalah kebaikan menurut Allah di akhirat kelak. Itu

perkara ghaib (tidak diketahui) dan karenanya menunggu peristiwa kematian.

Keyakinan bahwa diri kita lebih baik dari selain kita adalah kebodohan belaka.

Sepatutnya kita tidak memandang orang lain kecuali dengan pandangan bahwa ia

lebih baik ketimbang dirimu dan memiliki keutamaan di atas dirimu." Sang Hujjatul

Islam juga menyebut ujub sebagai penyakit kronis. Yang ditimpa pun bukan fisik

tetapi hati yang penanganannya tentu lebih sulit. Penyakit ini jika tidak segera

ditangani akan memancing penyakit-penyakit hati lain untuk datang, Tugas pokok

manusia mengabdi total kepada Allah. Soal kualitas ibadah, manusia memang harus

mengikhtiarkannya semaksimal mungkin tetapi bukan untuk dibangga-banggakan,

apalagi sampai menganggap rendah orang lain. Terlebih dalam sebuah hadits

dijelaskan sesungguhnya faktor paling menentukan kita selamat adalah rahmat

Allah, bukan yang lain.

‫ واَل ِإَّي اَي إاَّل أْن‬: ‫ واَل ِإَّي َك يا َر س وَل الَّل ِه؟ ق اَل‬:‫ ق ال َر ُج ٌل‬،‫َلْن ُيْنِج ي أَح ًد ا ِم نُك م َعَم ُل ُه‬
‫َيَتَغَّم َد يِن الَّلُه ِم ْنُه بَر َمْحٍة وٰلِكْن َس ِّد ُدوا‬
“Amal tidak akan menyelamatkan kalian.” Seseorang bertanya, “Apakah amal juga tidak

menyelamatkan engkau, wahai Rasulullah?” Jawab Nabi, “Tidak pula amal


5

menyelamatkanku hanya saja Allah melimpahiku dengan rahmat dari-Nya, akan tetapi

luruslah (cari kebenaran dan amalkan),” (HR al-Bukhari).

Semoga Allah selamatkan kita semua dari penyakit hati, dan jikapun kita

terkena penyakit hati sekecil apa pun maka Allah segera menyembuhkannya.

Nasihat Imam al-Ghazali mengajarkan kita agar rendah hati dan tidak merasa

lebih baik daripada orang lain. Orang mukmin adalah mereka yang selalu rendah

hati dan menghargai manusia lainnya. Allah SWT berfirman:

‫َو ِع َباُد الَّرْح َٰم ِن اَّلِذ يَن َيْم ُش وَن َع َلى اَأْلْر ِض َهْو ًنا َو ِإَذ ا َخ اَطَبُهُم اْلَج اِهُلوَن َقاُلوا َس اَل ًم ا‬
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang

berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa

mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS al-

Furqan:63).

‫َباَر َك ُهللا ِلْي َو َلُك ْم ِفي اْلُقْر ٰا ِن اْلَك ِر ْيِم َو َنَفَعِنْي َو ِإَّياُك ْم ِبَم ا ِفْيِه ِم َن اٰاْل َياِت َو الِّذ ْك ِر اْلَح ِكْيِم َو َتَقَّبَل‬
‫ِم ِّني َو ِم ْنُك ْم ِتاَل َو َتُه ِإَّنُه ُهَو الَّس ِم ْيُع اْلَعِلْيُم َو َأُقْو ُل َقْو ِلي َهَذ ا َفَأْسَتْغ ِفُر َهللا الَعِظ ْيَم ِإَّنُه ُهَو الَغ ُفْو ُر‬
‫الَّر ِح ْيُم‬
‫‪6‬‬

‫َاْلَح ْم ُد ِهّٰلِل َع لَى ِإْح َس اِنِه َو الُّشْك ُر َلُه َع لَى َتْو ِفْيِقِه َو ِاْمِتَناِنِه‪َ .‬و َأْش َهُد َأْن اَل ِإٰل َه ِإَّال ُهللا‬
‫ّٰل‬
‫َو ْح َد ُه اَل َش ِر ْيَك َلُه َو َأْش َهُد أَّن َس ِّيَد َنا ُمَح َّم ًد ا َع ْبُد ُه َو َر ُسْو ُلُه الَّد اِع ْي إلَى ِرْض َو اِنِه‪َ .‬ال ُهَّم‬
‫َص ِّل َع َلى َس ِّيِد َنا ُمَح َّم ٍد َو َع َلى ٰا ِلِه َو َأْص َح اِبِه َو َس ِّلْم َتْس ِلْيًم ا َك ِثْيًرا َأَّم ا َبْعُد ‪َ ،‬فيَا َاُّيَها الَّناُس‬
‫ِاَّتُقوا َهللا ِفْيَم ا َأَم َر َو اْنَتُهْو ا َع َّم ا َنَهى َو اْع َلُم ْو ا َأَّن َهللا َأَم َر ُك ْم ِبَأْم ٍر َبَد َأ ِفْيِه ِبَنْفِس ِه َو َثـَنى‬
‫ِبَم آَل ِئَك ِتِه ِبُقْد ِس ِه َو َقاَل َتعَاَلى ِإَّن َهللا َو َم آَل ِئَكَتُه ُيَص ُّلْو َن َع لَى الَّنِبّي َيآ َاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا‬
‫َص ُّلْو ا َع َلْيِه َو َس ِّلُم ْو ا َتْس ِلْيًم ا‪َ .‬الّٰل ُهَّم َص ِّل َو َس ِّلْم َع َلى َس ِّيِد َنا ُمَح َّم ٍد َو َع َلى ٰا ِل َس ِّيِد نَا ُمَحَّم ٍد‬
‫َو َع َلى َأْنِبَياِئَك َو ُرُس ِلَك َو َم آَل ِئَك ِتَك اْلُم َقَّر ِبْيَن َو اْر َض َع ِن اْلُخَلَفاِء الَّراِش ِد ْيَن َأِبي َبْك ٍر‬
‫َو ُع َم َر َو ُع ْثَم اَن َو َع ِلّي َو َع ْن َبِقَّيِة الَّص َح اَبِة َو الَّتاِبِع ْيَن َو َتاِبِع ي الَّتاِبِع ْيَن َلُهْم ِبِإْح َس اٍن ِإَلى‬
‫َيْو ِم الِّدْيِن َو اْر َض َع َّنا َم َع ُهْم ِبَر ْح َم ِتَك َيا َأْر َح َم الَّراِح ِم ْيَن َالّٰل ُهَّم اْغ ِفْر ِلْلُم ْؤ ِمِنْيَن‬
‫ّٰل‬
‫َو ْالُم ْؤ ِم َناِت َو ْالُم ْس ِلِم ْيَن َو ْالُم ْس ِلَم اِت َاَألْح َيآُء ِم ْنُهْم َو ْاَألْم َو اِت‪َ .‬ال ُهَّم َأِع َّز اِإْل ْس اَل َم‬
‫َو ْالُم ْس ِلِم ْيَن َو َأِذ َّل الِّش ْر َك َو ْالُم ْش ِر ِكْيَن َو اْنُصْر َم ْن َنَص َر الِّدْيَن َو اْخ ُذ ْل َم ْن َخ َذ َل‬
‫اْلُم ْس ِلِم ْيَن َو َد ِّم ْر َأْع َد اَء الِّدْيِن َو َأْع ِل َك ِلَم اِتَك ِإَلى َيْو َم الِّدْيِن ‪َ .‬ر َّبَنا ٰا ِتنَا ِفى الُّد ْنَيا َحَس َنًة‬
‫َو ِفي اٰاْل ِخ َرِة َح َس َنًة َو ِقَنا َع َذ اَب الَّناِر ‪َ .‬ر َّبَنا َظَلْم َنا َأْنُفَس َنا َو ِإْن َلْم َتْغ ِفْر َلَنا َو َتْر َح ْم َنا‬
‫َلَنُك ْو َنَّن ِم َن اْلَخ اِس ِرْيَن ‪ِ .‬ع َباَد ِهللا !‬
‫ْأ‬
‫ِإَّن َهللا َي ُم ُر ِبْالَع ْد ِل َو ْاِإل ْح َس اِن َو ِإْيتآِء ِذ ي اْلُقْر بَى َو َيْنَهى َع ِن اْلَفْح شآِء َو ْالُم ْنَك ِر‬
‫َو ْالَبْغ ي َيِع ُظُك ْم َلَع َّلُك ْم َتَذَّك ُرْو َن َو اْذ ُك ُروا َهللا اْلَعِظ ْيَم َيْذ ُك ْر ُك ْم ‪َ..............‬و َلِذ ْك ُر ِهللا َأْك َبُر‬
7

Syekh Nawawi al-Bantani dalam karyanya Nashaih al-Ibad (nasihat-nasihat kepada para hamba) menjelaskan
dengan menukil ungkapan Syekh Abdul Qadir al-Jilani radliyallahu ‘anh sebagaimana berikut:
‫إذا لقيت أحدا من الناس رأيت الفضل له عليك وتقول عسى أن يكون عند هللا خيرا مني وأرفع درجة‬،
Jika kamu bertemu salah seorang, maka pandanglah bahwa dia memiliki keutamaan dibandingkan dirimu,
dan (tanamkan dalam hatimu) katakan bahwa bisa jadi menurut Allah dia lebih baik dan lebih tinggi
derajatnya dibandingkan diri sendiri.
‫فإن كان صغيرا قلت هذا لم يعص هللا وأنا قد عصيت فال شك أنه خير مني‬،
Jika melihat orang yang lebih muda, maka katakan bahwa dia tidak (belum) melakukan dosa kepada Allah,
sementara saya telah melakukan dosa kepada-Nya, maka tidak dapat dibantah lagi bahwa dia lebih baik
daripada saya.
‫وإن كان كبيرا قلت هذا قد عبد هللا قبلي‬،
Jika melihat orang yang lebih tua (umurnya) maka katakan bahwa dia telah lebih dulu beribadah kepada
Allah dibandingkan saya.
‫وإن كان عالما قلت هذا أعطى ما لم أبلغ ونال ما لم أنل وعلم ما جهلت وهو يعمل بعلمه‬،
Jika melihat orang alim, maka katakan bahwa dia telah berkonstribusi dengan ilmunya sedang saya belum
mampu melakukannya dan dia mendapatkan apa yang belum saya capai dan mengetahui apa yang tidak
saya ketahui dan dia mengamalkan ilmunya.
‫وإن كان جاهال قلت هذا عصى هللا بجهل وأنا قد عصيته بعلم وال أدري بم يختم لي أو بم يختم له‬،
Jika melihat orang bodoh, maka katakan bahwa dia melakukan dosa kepada Allah karena kebodohannya
sementara saya melakukan dosa dalam keadaan sadar, saya tidak tahu bagaimana kelak saya berakhir atau
bagaimana dia berakhir?
‫وإن كان كافرا قلت ال أدري عسى أن يسلم فيختم له بخير العمل وعسى أن أكفر فيختم لي بسوء العمل‬.
Jika melihat orang kafir, maka katakan saya tidak tahu barangkali ia masuk Islam dan berakhir dengan amal
yang baik dan barangkali saya jadi kafir dan berakhir dengan amal yang buruk.

Anda mungkin juga menyukai