Anda di halaman 1dari 4

Assalamualaikum Warahmatullahi Ta'ala Wabarakastuh

Hamdan wa syukron lillah.

Sholaatan wa salaaman ala sayyidina Muhammadi bni Abdillah wa ala alihi wa


sohbihi ma mawwaalah. Amma ba’du

Hadirin hadirat jamaah sholat shubuh rohimakumullah

Imam Juned al Baghdadi RA, pemimpin para sufi menceritakan banyak kisah ttg
orang-orang sholeh yg mereka itu merupakan bala tentara Allah taala, dimana
dengan kisah-kisah tersebut Allah membuat hati atau iman orang-orang yg berjalan
menuju-Nya menjadi lebih kuat.

Dari kisah perjalanan hidup orang-orang sholeh, banyak sekali pelajaran yang bisa
kita dapatkan. Tidak hanya dari kisah orang-orang sholeh saja, namun kisah-kisah
yang lainpun juga banyak sekali yang bisa kita pedomani dan kita ambil pelajaran
darinya.

Pada kesempatan ini saya akan menceritakan dan berbagi kisah yang insya Allah
dapat kita ambil pelajaran darinya.

Kisah ini saya ambil dari sutu buku yg diajarkan di pondok-pondok pesantren yang
dikenal dengan pelajaran mutholaah, yang berjudul al asadu wal fa’ru (singa dan
tikus)

Dikisahkan pada suatu waktu ada seekor singa yang sedang tidur, tiba-tiba seekor
tikus datang dan berjalan di atas kepalanya. Terbangunlah singa itu dari tidurnya
dalam keadaan marah. Ia pun menangkap tikus dan berniat membunuhnya.
Menangislah tikus, memohon mengharap belas kasih sang singa hingga akhirnya
jadi lelehlah hati singa tersebut. lalu tikus itupun dilepaskannya.

Keesokan harinya, singa tersebut berjalan-jalan di tengah hutan. Tiba-tiba ia


terperosok ke dalam sebuah perangkap yang dipasang oleh pemburu binatang. Ia
pun berusaha keluar dan meraung sekeras-kerasnya hingga suaranya terdengar oleh
tikus yg dulu pernah dibebaskannya. Tikus itupun langsung bergegas berlari untuk
menolongnya. Ketika sudah sampai, Ia pun berkata : Wahai saudaraku, jangan takut,
aku akan menyelamatkanmu. Ia pun mulai menggigit tali perangkap itu dengan gigi-
gigi taringnya yang tajam, hingga ia pun berhasil memotongnya satu persatu.
Setelah itu, keluarlah singa dalam keadaan selamat. Singa pun berterima kasih dan
ia pun berkata:

“Tak kusangka hewan kecil dan lemah sepertimu ini mampu melakukan sesuatu yang
dengan tubuhku sebesar ini aku tak mampu untuk melakukannya".

Tikus pun menjawab : “Janganlah kamu menghina dan meremehkan makhluk lain
yang lebih kecil atau lebih rendah darimu, karena pada hakekatnya segala sesuatu itu
pasti memiliki kelebihan dan keistimewaan juga”

Pesan moral dari kisah ini ialah : Jangan pernah meremehkan orang lain, karena tiap
orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Sebuah pepatah bahasa Arab menyatakan : 

 ٌ‫ك لِ ُك ِّل َش ْيٍئ َم ِزيَّة‬


َ َ‫اَل تَحْ تَقِرْ َم ْن ُد ْون‬
Artinya: “Janganlah engkau meremehkan orang lain sebab segala sesuatu (atau
setiap orang) itu memiliki kelebihan dan keistimewaan sendiri-sendirii (yang kita
mungkin tidak memilikinya). 

Pepatah tersebut sejalan dengan firman Allah SWT di dalam Al-Qur’an sebagai
berikut: 

‫ين َآ َمنُوا اَل يَ ْسخَرْ قَ ْو ٌم ِم ْن قَ ْو ٍم َع َسى َأ ْن يَ ُكونُوا َخ ْيرًا‬ َ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذ‬
‫ِم ْنهُ ْم َواَل نِ َسا ٌء ِم ْن نِ َسا ٍء َع َسى َأ ْن يَ ُك َّن َخ ْيرًا ِم ْنه َُّن‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari
mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya,
boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.” (QS. Al Hujurat: 11).

Janganlah memandang orang lain dengan pandangan merendahkan, tapi


pandanglah mereka dengan pandangan cinta dan kasih sayang. Kita sering sekali
secara tidak sengaja merasa lebih hebat, merasa lebih baik dari orang lain.

Islam memang mengajarkan untuk berlomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat).


Yang artinya masing-masing orang didorong untuk menjadi paling unggul dibanding
yang lain dalam berbuat baik. Tapi ada jebakan yang cukup samar ketika seseorang
“berhasil” memperbanyak kebaikan, Jebakan tersebut adalah perasaan “sudah
sangat baik” atau “lebih baik dari orang lain”. Sebab, ini adalah pintu masuk bagi
sikap untuk memandang rendah atau menyepelekan orang lain.

Jamaah shalat Shubuh hafidhakumullah,

Lalu bagaimana kita bisa selamat dari jebakan merasa lebih baik atau bangga diri
(ujub) yang menjadi pangkal sikap merendahkan orang lain ?

Imam al-Ghazali dalam kutab Bidayatul Hidayah memberikan kiat-kiatnya. Beliau


merekomendasikan pendekatan manajemen pikiran yang selalu melihat
kemungkinan positif dari orang lain, entah itu orang tua atau anak, berilmu atau
bodoh, mukmim atau kafir.

Saat kita melihat anak kecil atau lebih muda, berpikirlah bahwa ia itu lebih baik dari
diri kita. Waktu mereka untuk bermaksiat tentu lebih sedikit dibanding kita yang lebih
tua dari mereka.   

Saat kita melihat orang yang lebih tua, berpikirlah bahwa ia juga lebih baik dari kita.
Sebab, ibadah mereka tentu mulai lebih dulu daripada kita yang lahir belakangan.  

Ketika bertemu dengan orang pandai atau berilmu, kita juga diajak untuk berpikir
bahwa itu semua adalah anugerah yang belum kita gapai, prestasi yang belum kita
raih. Mereka tahu banyak hal tentang apa yang tidak banyak kita ketahui. Kita bukan
cuma tidak selevel tapi juga sulit mengungguli kebaikannya.  

Ketika berjumpa dengan orang bodoh, kita juga diajak untuk berpikir bahwa ia tetap
lebih baik dari kita. Andaipun mereka ini bermaksiat tentu maksiat mereka lebih
ringan daripada kita. Sebab, mereka durhaka karena kebodohan, sementara kita
berbuat dosa justru atas dasar ilmu. Pengadilan akhirat kelak akan menjadikan ini
dasar ketika waktu perhitungan tiba.  

Bagaimana kita melihat orang kafir? Imam al-Ghazali lagi-lagi menyuruh kita untuk
menata pikiran bahwa ia juga mungkin lebih baik. Ajal orang tidak ada yang tahu.
Bisa jadi Allah mewafatkan orang kafir itu secara husnul khatimah dengan memeluk
Islam sehingga bersihlah dosa-dosa sebelumnya. Sementara diri kita? Tidak ada
jaminan kita mati dengan masih membawa anugerah terbaik, yakni iman.  

Sebelum saya akhiri, Ada sebuah konsep menarik dari Ki Hajar dewantara : semua
rumah itu sekolah, semua tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru, dan
semua orang adalah murid. Nah pada prinsipnya semua orang kan murid, dihadapan
tuhan misalnya. Sesama murid tidak bisa mengisi rapor temannya, tidak bisa ia
mengisi bahwa kamu salah dimata tuhan, lha wong sama-sama muridnya.

Demikian yang bisa saya sampaikan. Lebih dan kurangnya mohon maaf

Wassalamualaikum wr wb

Anda mungkin juga menyukai