Anda di halaman 1dari 4

Melatih Jiwa untuk Meraih Akhlak Mulia

By Abu Fatimah Al Banteni Posted on 24 October 2012Posted in: Akhlak, Artikel Islam

Kami kutipkan penjelasan dari Al Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisi dalam Mukhtashor Minhajil Qoshidin. Perubahan akhlak tidaklah dapat tercapai kecuali dengan melatih jiwa agar memiliki akhlak mulia. Kita tidak boleh malas untuk melatih jiwa agar ada perubahan dari tabiat yang buruk kepada tabiat yang baik. Syariat Islam yang sempurna telah menuntut penganutnya untuk memiliki akhlak yang mulia dan pada saat yang sama syariatpun menuntun pemeluknya bagaimana mendapatkan tabiat atau karakter yang baik. Dan para ulama sebagai ahli waris para Nabi telah menjelaskan secara gamblang bagaimana mengubah tabiat. Demikianlah kesempurnaan syariat Islamsyariat tidak cuma mencela akhlak tercela namun pada saat yang sama memberi solusi bagaimana meraih kemuliaan akhlak. Berikut ini penjelasan Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisi rahimahullah tentang melatih jiwa: Melatih Jiwa dan Membimbing Akhlak Serta Mengobati Penyakit Hati Akhlak-akhlak yang baik adalah sifat para Nabi dan shiddiqin, sedangkan akhlak-akhlak yang buruk merupakan racun yang mematikan, membawa pelakunya ke jalan syaithan dan penyakit yang membuatnya tidak mendapatkan kehormatan sepanjanga masa. Karena itu dia harus mengetahui berbagai macam penyakit kemudian segera mengobatinya. Kami akan memaparkan sejumlah penyakit dan bagaimana cara mengobatinya secara global tanpa rincian yang mendetail. Tapi pada bagian mendatang hal ini tetap akan dijelaskan, InsyaAllah. Keutamaan Akhlak yang Baik dan Celaan Akhlak Tercela Sebagian di antara masalah ini sudah kami jelaskan dalam adab-adab pergaulan dan persahabatan. Banyak orang membicarakan akhlak yang baik, dengan memaparkan hasil-hasilnya tanpa memaparkan hakikatnya, sehingga mereka tidak bisa meraup hasilnya. Bahkan setiap orang menyebutkan apa yang terlintas di dalam benaknya. Pengungkapan hakikat dalam hal ini bisa dikatakan, Seringkali penggunaan istilah akhlak yang baik dengan disertai penciptaannya. Sehingga bisa dikatakan, Fulan bagus penciptaannya (khalq) dan bagus pula akhlaknya (khulq). Maksudnya bagus zhahir dan bathinnya. Yang dimaksud penciptaan (khalq) adalah rupa zhahirnya, sedangakan maksud akhlak (khulq) adalah rupa bathinnya karena memang manusia terangkai dari raga dan jiwa.

Raga atau jasad bisa mengetahui dengan penglihatan mata sedangkan jiwa bisa mengetahui dengan bashirah (mata hati). Masing-masing memiliki bentuk dan gambaran sendiri-sendiri bisa baik dan bisa buruk. Jiwa yang bisa mengetahui dengan bashirah lebih besar kedudukannya daripada jasad yang bisa mengetahui dengan penglihatan mata. Karena itu Allah mengagungkan urusannya, dengan berfirman:

Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan) Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya (Shaad:71-72) Allah mengingatkan bahwa jasad itu dikaitkan dengan tanah, sedangkan ruh dikaitkan dengan Allah. Akhlak merupakan ungkapan tentang kondisi jiwa yang begitu mudah bisa menghasilkan perbuatan tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. Jika perbuatan itu baik maka disebut akhlak yang baik dan jika buruk disebut dengan akhlak yang buruk. Sebagian orang yang malas -yakni malas melakukan perubahan- memiliki anggapan yang keliru yakni bahwasanya akhlak itu sulit digambarkan untuk diubah sebagaimana penampilan zhahir juga sulit digambarkan perubahannya. Anggapan ini bisa ditanggapai sebagai berikut: Andaikata akhlak itu menolak perubahan tentu tidak ada artinya nasehat dan peringatan. Lalu bagaimana engkau mengingkari perubahan akhlak padahal kami bisa melihat binatang yang galak bisa menjadi lembut? (Kita mengetahui bahwasanya monyet yang banyak tingkahpun dapat diubah menjadi penurut red) Anjing bisa tahu kapan harus tidak makan, kuda bisa tahu bagaimana cara berjalan yang baik dan dihela. Hanya saja memang sebagian tabiat manusia ada yang cepat diubah dan sebagian lain ada yang sulit diubah. (Inilah penjelasan yang menyejukan hati dari seorang alim tentang tuntunan melatih jiwa agar memiliki akhlak mulia. Benarlah apa yang dikatakan Al Imam Hasan Al Bashri Kalaulah bukan karena ulama tentulah manusia seperti binatang. Jika binatang saja bisa dilatih tabiatnya sehingga menjadi jinak maka apalagi manusia ed) Sedangkan anggapan orang yang merasa yakin bahwa tabiat yang merupakan pembawaan tidak bisa diubah ketahuilah bahwa maksudnya bukan membelenggu sifat-sifat ini secara keseluruhan tetapi yang dituntut dari latihan itu adalah membawa syahwat ke jalan pertengahan yaitu pertengahan antara mengabaikan dan berlebih-lebihan. Jadi bukan membelenggu semuanya secara total. Sebab syahwat diciptakan untuk suatu kegunaan yang sangat urgen dalam tabiat pembawaan. Andaikata tidak ada nafsu makan tentu manusia akan binasa. Jika tidak ada nafsu seksual keturunan manusia tentu akan terputus. Jika tidak ada marah sama sekali manusia tentu tidak akan bergerak untuk melindungi diri dari hal-hal yang merusaknya. Dalam masalah akhlak, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah dalam Makarimul Akhlak membagi manusia menjadi empat golongan: 1. Orang yang terhalang untuk mendapatkan akhlak mulia, baik secara alami maupun dengan jalan usaha dan upaya.

2. Orang yang terhalang untuk mendapatkan akhlak mulia secara alami, akan tetapi ia dapat berusaha untuk memilikinya. 3. Orang yang dikaruniai keduanya.

4. Orang yang memiliki akhlak secara alami, akan tetapi terhalang dari usaha dan upaya memilikinya. Pada kitab yang sama Al Imam Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin rahimahullah mengatakan: Ibnul Qayyim Rahimahullahu berpendapat bahwa semua akhlak mulia terlahir dari dua perkara: 1. Ke-khusyu-an, dan 2. Tingginya kemauan. Tanpa hati yang khusyu dan tingginya kemauan maka perubahan tabiat mustahil bisa terjadi. Wallahu alam Pada hakekatnya orang yang beranggapan bahwa tabiat tidak bisa diubah adalah orang-orang yang malas yang tidak mau mengubah keadaannya dari buruk menjadi baik. Jika hal ini dipahami dengan baik maka kita semakin menyadari bahwasanya hidayah Allah adalah sesuatu yang harus diupayakan dengan doa dan upaya. Kita mengetahui dan yakin bahwasanya rizqi Allah yang berupa harta akan datang jika kita mencarinya. Demikian pula perubahan tabiat akan tercapai jika kita mengupayakannya. Oleh karena itu apa yang menghalangi kita untuk berupaya mengubah tabiat buruk menjadi baik agar meningkat kualitas Iman dan taqwa kita sementara di sisi lain kita berusaha sekuat tenaga untuk mencari riaqi padahal kita yakin bahwa rizqi di tangan Allah? Bukankah Iman dan Taqwa kita lebih berharga daripada harta? Sekali lagi kita memohon kepada Allah hidayah at Taufiq dan kita menyadari betapa berharga dan mahal sebuah hidayah. Penutup Kami kutipkan sebuah kisah tentang kaidah universal bahwasanya mendidik manusia sejak kecil akan lebih berpengaruh ketimbang sudah mencapai usia dewasa, begitu pula pelajaran adab dan akhlak. Kami kutip dari buku Sudah Muliakah Akhlakmu?, Pustaka ElBa Surabaya yang merupakan terjemahan Makarimul Akhlak karya Ali Shalih Hazza. Akan tetapi jika kita memulai belajar adab dan akhlak tidak sejak dini maka minimal kita tidak menjadi tua keladi makin tua makin jadi. Kita berupaya menyerupai orang sholeh walaupun kita masih jauh dari sifat mereka akan tetapi: .

Tasyabbuhlah (serupailah) orang mulia jika engkau tidak bisa menjadi seperti mereka. Karena sesungungguhnya menyerupai orang mulia adalah kemuliaan. Berikut ini kisah orang sholeh yang mengajarkan anaknya: Seorang yang bijak, suatu hari ditemani salah seorang anaknya berjalan-jalan ke tempat yang sunyi. Keduanya berjalan dan akhirnya sampai di perkebunan dengan pohon-pohon yang indah, bunga-bunga yang harum, dan buah-buahannya yang ranum. Ada sebuah pohon kecil di pinggir jalan yang condong karena ditiup angin. Ujungnya hampir menyentuh tanah.

Bapak bijak itu berkata kepada anaknya, Lihatlah pohon yang miring itu. Kembalikan ia kepada keadaannya yang semula. Anaknya pun bangkit menuju pohon itu. Dengan mudah dia berhasil meluruskannya. Lalu keduanya berjalan lagi. Sekarang, keduanya sampai pada sebuah pohon besar, batangbatangnya banyak yang bengkok. Bapak itu berkata kepada anaknya, Anakku, lihatlah pohon ini Betapa ia sangat memerlukan orang yang mau berbuat baik kepadanya untuk meluruskannya. Menghilangkan aib yang menodainya, dan menurunkan harganya di depan orang-orang yang memandangnya. Ke sanalah, lakukanlah apa yang kamu lakukan pada pohon sebelumnya. Anaknya tersenyum terheran-heran. Dia menjawab, Aku bukan tidak mau berbuat baik. Hanya saja pohon itu tidak mungkin diluruskan, karena usianya sudah tua. Benar, itu mungkin bisa dilakukan pada saat ia masih muda. Kalau sekarang, mana mungkin? Bapak bijak itu mengagumi anaknya. Dia bahagia melihat anaknya yang cerdas dan bisa menjawab dengan tepat. Dia berkata, Kamu benar, anakku. Siapa yang tumbuh di atas sesuatu, maka ia menjadi tabiatnya. Beradablah sejak kecil, niscaya adab itu selalu menemanimu sampai kamu dewasa. Kemudian keduanya pulang dan bapak bijak itu mendengarkan syair, Budi pekerti itu berguna bagi bocah semasa kecilnya. Adapun pada masa kepala telah beruban, maka ialah tidak berguna Sesungguhnya jika kamu meluruskan ranting, maka ia bisa lurus. Sementara kayu, tidaklah mungkin kamu bisa meluruskannya.

http://yayasanalhanif.or.id/melatih-jiwa-untuk-meraih-akhlak-mulia/

Anda mungkin juga menyukai