Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

AJARAN WIWEKA

Diajukan sebagai :

Tugas Mata Kuliah Tata Susila

Oleh:

Kadek Widi Yulia Suprihatin NIM 22101100015

DOSEN MATA KULIAH:

Bapak Wayan Balik, M.Si

SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU LAMPUNG

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA HINDU

BANDAR LAMPUNG TA 2022/2023

PENDAHULUAN

Banyak sekali konsep kepemimpiana Hindu yang terkandung dalam ajaran agama Hindu.
Konsep-konsep kepemimpinan ini jika seorang pemimpin mampu memahami dan
melaksanankannya dala era grobalisasi ini yang penuh dengan berbagai permasalahan
sangatlah diperlukan keairfan dan kepekaan dari seorang pemimpin untuk mampu mengatasi
berbagai permasalahan yang dialami oleh rakyanya. Salah satu ajaran agama Hindu yang perlu
dipahami dan dilaksanakan oleh seorang pemimpin adalah konsep ajaran wiweka. Lebih
jelasnya tentang ajaran wiweka akan diuraikan dalam Pembahasan berikut.

PEMBAHASAN

WIWEKA

Wiweka merupakan suatu ajaran dalam agama Hindu dimana dalam konsep ajaran
wiweka ini kita diajarkan untuk mampu membeda-bedakan, menimbang-nimbang dan akhirnya
memilih antara mana hal baik dan mana hal yang buruk, salah dan benar dan lain sebagianya.
Ajaran ini sangat penting untuk dipelajari, dipahami, dan akhirnya diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari khususnya sebagai seorang pemimpin. Namun untuk memberikan
batasan tentang manakah yang disebut tingkah laku yang baik dan buruk, benar dan salah itu
tidaklah mudah. Kita tidak dapat memberikan batasan-batasan seperti ilmu pasti. Walaupun
demikian kita semenjak kecil telah memiliki kemampuan untuk membeda-bedakan antara
tingkah laku yang diperkuat oleh pendidikan ibu, bapak dan pengaruh lingkungan tempat kita
berada, sehingga kita makain sadar tingkah laku yang benerlah yang kita laksanakan.

Semakin lanjut umur kita dan makin luas pengetahuan itu semakin tinggilah kesadaran
kita untuk memilih yang baik dan bukan yang salah atau yang buruk.

“manusah sarvabhutesu

Vertate vai subhasubhe,

Asubhesu samavistham

Subhesveva vakarayet”. (Sarasamuscaya 2).

Dari demikian banyaknya makhluk yang hidup, yang dilahirkan sebagai manusia itu saja
yang dapat melakukan perbuatan baik buruk itu; adapun untuk peleburan perbuatan buruk
kedalam perbuatan yang baik juga manfaatnya jadi manusia.

Karena kemampuan, dan atas dasar pilihan tersebut ia dapat meningkatkan hidupnya dari
tidak baik menjadi baik, maka manusia mendapat kedudukan istimewa diantara semua makhluk
hidup. Walaupun ia telah memiliki kemampuan memilih yang baik, namun seringkali pula
manusia memilih yang tidak baik. Banyak fakor yang dapat menyeret orang pada hal-hal yang
tidak baik, seperti karena lelah, karena bodoh, karena keinginan yang tidak terkendali dan
sebagainya, semuanya itu membawa orang pada kebingungan sehingga salah pilih dalam
mengambil tindakan. Sering juga orang tidak dapat memilih karena ruang dan waktu tidak tidak
mengijinkan. Oleh karena demikian, manusia harus memilih kebijaksanaan, ketetapan hati,
naya, yaitu tuntutan berpikir, sehingga tetap tenang menentukan pilihan.

Seseorang yang tergolong sadhu budhi dapat terjerumus dalam neraka akibat salah pilih
karena tidak ada naya (tuntunan berpikir) seperti yang disebutkan dalam Nitisastra 1.7 sebafai
berikut:

“wwanten wwang sugih artha hina sabhinuktinyalpa ring bhusana, wwanten wwang
gunamanta sila naya hilanut rikang durjana, wwang dhrghayusa sreddha hina tan arep ring
dharmasastrolehan, yeku ng janna nirartha traya wilangnyoripnya nir tan pa don”

Terjemahan:

Orang kaya yang makannya tidak baik dan berpakaian tidak selayaknya, orang alim tetapi
rendah tabiatnya dan suka berkumpul dengan orang jahat, orang yang panjang (tinggi) umurnya
tetapi rendah kelakuannya dan tidak mengamalkan ajaran suci, ketiga macam manusia ini
adalah orang hidupnya tidak berarti dan tidak berharga.

Demikianlah uraian tentang seorang yang baik budhi dapat ikut orang jahat karena kurang
naya sehingga tidak tahu memilih yang benar. Banyak contoh dapat kita baca dalam Kitab Tantri
Kamandaka tokoh-tokoh cerita yang mengalami nasi sial akibat sial akibat dari wiweka. Ini
mendorong kita kita supaya mempertajam kemampuan kita berwiweka sehingga dapat
tercapainya keselamatan dan kebahagian hidup. Dua cerita dalam Tantri Kamandaka
disebutkan sebagai berikut:

“hanasira sira brahmana sasiki, sira ta mararya mangaji weda ring bhagawan Wrehaspati.
Labdawara ta sira, mulih ta sira maring wanwanira. Mahawan gunung alas amanggih ta sira
mong mati sinahut dening sarpa. Karuna ta sang brahmana tuminghal ikang mong, ageg
kasambeganira. Minantranira ikang mong, ikang maurip. Mulat kang mong ring sang
brahamana, kunang ling nikang mong: Ah mangsangkukapwa kita sang brahamana, paweh
twas bhatara rudra: mangkana ling nikang mong. Ya ta diemak sang brahamana denikang
mong, pejah dening sambeganira”.

Terjemahan:

Ada seorang brahamana, tamat belajar Weda pada Bhagawan Wrehaspati. Sempurnalah
sudah ilmunya, hendak pulang kedaerah sendiri, melalui gunun dan hutan, didapatkan seekor
harimau mati karena di pagut ular berbisa. Terharulah brahamana itu melihat harimau,besarlah
rasa belas kasihannya. Dijumpainya bangkai harimau itu, hiduplah. Ketika dilihat sang pendeta
oleh harimau itu, mak kata harimau: ”inilah harus kumakan, engkau sang brahaman, pemberian
dewa rudra yang benar-benar memuaskan”. Demikianlah kata harimau itu, maka diterkamlah
brahmana itu oleh harimau. Matilah ia karena sambeganya.

“hana sira rajapura macangkramamengameng ring taman sidempati. Hana ta


hamengamenganira wre lanang tunggal, atyanya idepnya, kadi janma, tan sah umiring ing
lampahira, tan hana muwah kadyahan. Kasrepan sira tumihat ing lengen ing taman, aheb
denikang sarwa kusuma sugandha. Amrem aguling kalawan strinina risedhenging maha
pralaya nira dateng. Kunang kasihira wre si garuguh ngaranya. Yateka winekasnira
tunggwaguling: “Ndan kong wre, tunggwaku maguling. Ya hana ngalang-ngalangana
pagulingmami, tuwi yan dusta mangrabasa, kakawasanta sekarwirnya ngalang-ngalangan
ryaku maguling. Aywa kita ngundur i jurang, mah kandaga pinaka sahayanta. Mangkana ling
sang rajaputra. Enak manindranira kalih. Kancit pwa ya hana laler lakistri tumrap ing gulunira
kalih sang manidra. Ikang stri tumrap ing tenggek sang rajaputri. Umulat pwayan wre, matutur
i pawekasira, yeka dosaning tan wruh ring peryaya mwang ring nitiyoga”.

Terjemahan:

Ada seorang raja putra bercengkrama, bermain-main di taman Sidempati. Ada padanya
seekor kera jantan yang dipliharanya, sangat cerdas seakan-akan manusia. Selalu kera itu
mengikuti barang kemana saja raja putra pergi, tiada pengikut lain untuk menjaga
keselamatannya. Raja putra sangat bersenang hati melihat keindahan teman itu, rindang
karena bunga-bunga sangat harum. Tidak tahulah ia bahwa waktu ajalnya telah hamper, masih
pula ia asyik mengayumi keindahan alam,memejamkan mata hendak tidur, berdampingan
dengan istrinya. Kera yang di pliharanya itu si Garuguh namanya. Ia diberinya pesan supaya
menjaga dirinya (sang raja putra dan raja putri); “Hai engkau kera, jagalah keselamatanku
selama aku tidur. Barangkali ada yang mengganggu kepadaku selama tidur. Jangan engkau
mundur ketebing. Inilah pedang untuk temanmu”. Demikianlah sabda sang raja putra, senang-
senang mereka tidur. Tak lama kemudian ada lalat hijau sekelamin yang hinggap pada leher
raja putra, yang jantan hinggap pada leher sang raja putri. Dilihatnya hal itu pada kera, dan
ingat ia akan pesan sang raja putra. Kuat-kuat ditekannya lalat itu, putus pula leher raja putra
dan raja putri itu. Matilah mereka karena pesannya sendiri. Itulah akibat tak mengenal
peristiwa barang sesuatu dan tidak dapat mengambil sikap yang selayaknya

Semua kekeliruan yang membawa sang pendeta dimakan harimau, rajaputra dan
rajaputri tewas ditengah si kera, adalah disebabkan oleh kera wiweka, sehingga yang dipilih
adalah pilihan yang salah. Apa yang dipilih itu merupakan keputusan yang ditetapkan oleh
pikiran. Maka pikiranlah yang paling utama sebab pikiranlah yang menentukan semuanya itu,
sebagaimana yang dinyatakan dalam Sarasamucaya sloka 79 sebagai berikut:
“manasa niscayam krtva

Tato vaca vidhiyate,

Kriyate krman pascat

Pradhanam vai manatatah”.

Terjemahan:

Adapun kesimpulan, pikirkanlah yang merupakan unsur yan menentukan; jika penentuan
perasaan hati telah terjadi, maka mulailah orang berkata atau melakukan perbutan. Oleh
karena itu pikiranlah yang menjadi pokok sumbernya.

Lebih lanjut didalam Sarasamuscaya Sloka 315, dinyatakan pula sebagai berikut:

“Pratyaham pratyaveksete

Hyatmano vrttamatmana,

Kinnu me pasubhitulyam

Kimu satpurusaih samam”

Terjemahan:

Oleh karena itu jangan hendaknya tidak waspada, hendaknya memikirkan perbuatan diri
sendiri sehari-hari, pikirkan, apakah perbuat ini salah atau benarkah. Sama dengan hewankah
atau sama dengan panditakah tingkah laku ini? Demikian hendaknya pikiranmu dari hari kehari
dan senatiasa menasehati diri sendiri mengenai perbuatan diri sendiri.

Keselamatan, keringanan, kebahgiaan hidup amat bergantung kepada pikiran dan


kemampuan pikiran kita dalam memutuskan suatu kebijaksanaan dengan pertimbangan-
pertimbangan dengan wiweka. Setiap gerak tindakan itu hendaknya selalu berdasarkan
wiweka,dan hal ini lah yang harus di miliki oleh seorang pimimpin untuk menciptakan suatu
kesehjateraan, kedamaian, bagi rakyatnya.

SIMPULAN

Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa seorang pimpinan hendaknya memiliki
wiweka dan setiap gerak tindakan hendaknya selalu berdasarkan wiweka. Wiweka adalah
pancaran daya pikiran manusia dalam kemampuan nya untuk membeda-bedakan, menimbang-
nimbang dan akhirnya memilih antara yang baik dan buruk,antara benar dan salah. Karena
kurangnya wiweka, seorang yang tergolong sadhu budhi dapat terjerumus dalam neraka.
Demikian lah pula semua kekeliruan yang membawa sang pendeta di makan harimau, rajaputra
dan rajaputri tewas di tangan si kera adalah kurangnya wiweka

Anda mungkin juga menyukai