Anda di halaman 1dari 19

REVIEW JURNAL SINTA

Tugas Mata Kuliah Manajemen Resiko


Dosen Pengampu: Linda Hetri Suriyanti, SE.,
M.Ak., Ak.,CA

Disusun oleh:

NAMA : RAHMA YUNI HARAHAP


NIM : 200301002
KELAS : 6 AKB1

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU


2023

REVIEW JURNAL SINTA


I. JURNAL 1
Judul
Manajemen Risiko Operasional Pada PT. Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (Bprs) Jabal Nur Tebuireng Di Surabaya .
Jurnal Jurnal Ekonomi Syariah Falah
Volume & Halaman Volume (4) & 14 Halaman
Tahun 2019
Penulis Wienanda Rizka Sukma Jelita & Atina Shofawati
Reviewer Rahma Yuni Harahap
Tanggal 15 Juli 2023
Abstrak Jurnal yang berjudul “Manajemen Risiko Operasional Pada PT. Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (Bprs) Jabal Nur Tebuireng Di Surabaya
“Berisi Tentang Menggunakan metode penelitian granger kausalitas
dan panel regresi berganda dengan analisis data Minitab. Model ini
menganalisis pengaruh kontribusi pembiayaan bank syariah terhadap
jumlah wisatawan halal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Jumlah
Pembiayaan bank syariah di sektor pariwisata seperti restoran dan
penginapan telah berkontribusi meningkatkan jumlah wisatawan
halal dan pertumbuhan pendapatan asli daerah (PAD). Hasil studi ini
dapat digunakan untuk industri perbankan syariah sebagai upaya
mendukung modal pembiayaan untuk industri halal. Dalam
penelitian sebelumnya hanya dianalisis tentang potensi wisata halal,
serta potensi industri pariwisata secara umum untuk pendapatan lokal
yang dihasilkan.Namun, penelitian ini membahas kontribusi
pembiayaan bank syariah terhadap jumlah halal pariwisata dan
peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang didapat.
Pengantar Didalam Paragraf pertama, penulis menjelaskan tentang pengertian
bank syariah dimana Bank Pembiayaan Syariah adalah Bank
Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran. Kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah meliputi lima aspek penting, yaitu: pertama, menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi. Kedua,
menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan
bagi hasil, pembiayaan murabahah, salam, atau istishna’,
pembiayaan berdasarkan qardh, dan pembiayaan penyewaan barang
bergerak atau tidak bergerak. Ketiga, menempatkan dana pada Bank
Syariah lain dalam bentuk titipan atau investasi. Keempat,
memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan Nasabah. Kelima, menyediakan produk atau melakukan
kegiatan usaha Bank Syariah lainnya yang sesuai dengan Prinsip
Syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia (sekarang OJK).
Didalam paragraf kedua, penulis menjelaskan Dalam praktik, BPR
syariah mengalami berbagai kendala, kendala tersebut diantaranya
adalah (Sudarsono, 2007: 93): pertama, BPR syariah kurang dikenal
masyarakat sebagai BPR yang berprinsipkan syariah, bahkan
beberapa pihak menganggap BPR syariah sama dengan BPR
konvensional. Oleh karena itu, BPR syariah perlu menegaskan dan
meneguhkan identitasnya sebagai BPR yang menggunakan prinsip
syariah. Kedua, upaya untuk meningkatkan profesionalitas kadang
terhadalang rendahnya sumber daya yang dimiliki oleh BPR syariah
sehingga proses BPR syariah dalam melakukan aktivitasnya
cenderung lambat dan respon terhadap permasalahan ekonomi
rendah. Maka upaya untuk meningkatkan SDM perlu diarahkan di
semua posisi, baik di posisi pemegang kebijakan ataupun berposisi
di lapangan. Ketiga, kurang adanya koordinasi di antara BPR
syariah, demikian juga dengan bank syariah dan BMT, sebagai
lembaga keuangan yang mempunyai syiar Islam tentunya langkah
koordinasi dalam rangka mendapatkan strategi yang terpadu dapat
dilakukan guna mengangkat ekonomi masyarakat. Oleh karena itu
dibutuhkan framework yang bisa dijadikan acuan di antara lembaga
keuangan di tingkat kabupaten, kecamatan, desa ataupun pasar
dalam melangsungkan aktivitasnya tanpa mengesampingkan
keberadaan lembaga keuangan yang lain. Keempat, sebagai lembaga
keuangan yang meliki konsep Islam tentunya juga bertanggung
jawab terhadap nilai-nilai keislaman masyarakat yang ada disekitar
BPR syariah tersebut. Aktivitas BPR syariah di bidang keuangan
sering kali tidak memberikan sedikit waktu untuk melakukan
aktivitas yang berhubungan dengan syiar Islam, artinya aktivitas
keuangan BPR syariah perlu memprakarsai terbentuknya majelis-
majelis taklim dan semacamnya.
Didalam paragraf ketiga, Masa depan perbankan Islam akan sangat
ditentukan oleh kemampuan manajemen perbankan Islam dalam
menghadapi berbagai perubahan pesat, seperti globalisasi, pesatnya
informasi dan teknologi serta inovasi keuangan. Kondisi ini
berpotensi meningkatkan deraan risiko terhadap perbankan Islam di
mana semua risiko ini mutlak harus dikelola (Wahyudi, dkk, 2013:
2). Ibarat satu koin, imbal hasil dan risiko akan senantiasa melekat
pada suatu bisnis. Dalam suatu kaidah fikih disebutkan “al ghunmu
bil ghurmi” dan “al kharaju bidh dhamani” atau dikenal dalam
istilah keuangan modern dengan “risk-return trade-off”. Karenanya,
penerapan manajemen risiko yang andal sama pentingnya dengan
penetapan berbagai strategi bisnis untuk optimalisasi imbal hasil.
Oleh karena itu, manajemen risiko yang baik sangat penting bagi
kelangsungan usaha bank syariah maupun BPR Syariah. Islam juga
mengajarkan bahwa setiap manusia tidak ada satupun yang
mengetahui apa yang akan terjadi dan apa yang akan diusahakan di
masa yang akan datang.
Untuk terciptanya manajemen risiko yang baik, pihak perbankan
syariah perlu untuk mengetahui risiko apa saja yang terjadi pada
perbankan. Terdapat beberapa jenis risiko yang dapat terjadi pada
perbankan syariah maupun konvensional, salah satunya adalah
risiko operasional. Risiko operasional adalah risiko kerugian yang
diakibatkan oleh proses internal yang kurang memadai, kegagalan
proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/ atau
adanya kejadian-kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional
Bank (Bank Indonesia, 2011). Bank syariah dianggap lebih rentan
terhadap risiko operasional yang terkait dengan kegagalan
pengendalian, prosedur, sistem teknologi informasi, dan model
analitis.
Didalam paragraf ketiga,penulis menjelaskan Risiko operasional
dianggap tinggi dalam daftar risiko-risiko yang dihadapi oleh bank
syariah. Survei yang dilakukan oleh Khan dan Ahmed (2001)
menunjukkan bahwa manajer bank syariah menganggap risiko
operasional sebagai risiko yang paling penting setelah risiko
markup. Survey tersebut menemukan bahwa risiko operasional lebih
rendah dalam perjanjian pendapatantetap murobahah (penjualan
biaya-plus) dan ijaroh (leasing) serta lebih tinggi dalam perjanjian
penjualan tangguhan atau salaam (pertanian) dan istisna
(manufaktur). Peringkat yang relatif lebih tinggi dari instrumen ini
menunjukan bahwa bank menganggap perjanjian ini lebih rumit dan
sulit untuk dilaksanakan.
Pembahasan Pada bagian pembahasan berisi
Analisis Tahapan Identifikasi Dalam Manajemen Risiko
Operasional Di PT. Bprs Jabal Nur Tabuireng Surabaya ;
Proses manajemen risiko dibagi menjadi enam tahap, yaitu: (1)
penentuan konteks, (2) identifikasi risiko, (3) analisis risiko, (4)
evaluasi risiko, (5) perlakuan risiko, dan monitor serta review.
Sedangkan cakupan risiko operasional sendiri, yang telah
disebutkan pada bab 2 yaitu risiko manusia, risiko teknologi, risiko
kepatuhan, risiko legal. Di BPRS Jabal Nur Tebuireng Surabaya,
mengalami risiko risiko operasional, seperti yang dinyatakan oleh
bu Puji selaku Direktur BPRS Jabal Nur Tebuireng dan didukung
oleh karyawan-karyawan BPRS Jabal Nur Tebuireng yang lain.
Berikut adalah rangkuman dari hasil analisis identifikasi risiko yang
dilakukan BPRS Jabal Nur Tebuireng Surabaya.
Analisis Tahapan Analisis Risiko dalam Manajemen Risiko
Operasional di PT BPRS Jabal Nur Tebuireng Surabaya :
Berdasarkan data dilapangan ditemukan ada empat jenis risiko
operasional yaitu atara lain adalah risiko manusia, risiko legal, risiko
kepatuhan, dan risiko legal. Berikut akan dilakukan pengkodean atas
uraian daftar risiko operasional PT BPRS Jabal Nur Tebuireng
Surabaya.

Kekuatan Penelitian 1. Teori dan model analisis yang diguakan tepat


2. Bahasa yang digunakan oleh penulis mudah dipahami maksud
dan tujuannya oleh pembaca. Analisisnya sangat rinci dan mudah
dipahami
Kelemahan Penelitian 1. Penulis kurang lengkap dalam menyimpulkan keseluruhan isi dari
jurnal ini.
2. penulis kurang detail dalam memberikan hasil yang didapat dalam
melakukan penelitiannya.

II. JURNAL 2
Judul
Pengaruh Risiko Kredit Dan Risiko Likuiditas Terhadap Kinerja
Keuangan Pada Bank Bumn Periode 2015-2020
Jurnal Manajemen,Koperasi,Dan Entrepreneurship Jurnal Maksipneurship
Volume & Halaman Volume 12 & halaman 22-32
Tahun 2022
Penulis Ragil Noviantika Silitonga
Gusnanda Suria Manda
Reviewer Rahma Yuni Harahap
Tanggal 15 juli 2023

Abstrak Jurnal yang berjudul “Pengaruh Risiko Kredit Dan Risiko Likuiditas
Terhadap Kinerja Keuangan Pada Bank Bumn Periode 2015-2020”
ini berisi tentang menganalisis risiko kredit (Non-Performing Loan
atau NPL) dan risiko likuiditas (Loan to Deposit Ratio atau LDR)
pada kinerja keuangan (Return on Asset atau ROA) pada bank-bank
BUMN pada periode tahun 2015-2020. Sampel dalam penelitian ini
adalah empat perusahaan perbankan milik negara, yaitu Bank BRI,
Bank BNI, Bank BTN, dan Bank Mandiri. Penelitian ini
menggunakan metode analisis rergesi linier berganda dengan bantuan
program SPSS versi 20 Variabel independen dalam penelitian ini
adalah risiko kredit yang diproksikan dengan Non-Performing Loan
(NPL) dan risiko likuiditas yang diproksikan dengan Loan to Deposit
Ratio (LDR), serta variabel dependen yaitu kinerja keuangan bank
yang diesti masikan oleh Return on Asset (ROA). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pengaruh secara parsial variabel risiko kredit
(NPL) berdampak negatif dan signifikan terhadap kinerja keuangan
(ROA), sedangkan risiko likuiditas (LDR) memiliki pengaruh positif
tetapi tidak signifikan terhadap kinerja keuangan (ROA) pada bank
BUMN pe riode tahun 2015-2020. Sementara itu, faktor risiko kredit
(NPL) dan risiko likuiditas (LDR) secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap kinerja keuangan (ROA) bank.
Pengantar
Didalam Paragraf pertama, penulis menjelaskan bahwa Untuk
mendukung pembangunan keuangan, perbankan memiliki tugas yang
sangat vital. Oleh karena itu, perbankan sepenuhnya diarahkan oleh
Bank Indonesia sebagai bank sentral di Indonesia (Anam, 2018).
Dalam menjalankan bisnisnya, bank mengikutsertakan masyarakat.
Salah satu kegiatan bank yang penting adalah fungsinya sebagai
perantara moneter antara dua pihak yang membutuhkan dan yang
memiliki modal, sehingga para eksekutif bank mendukung kerangka
moneter yang layak dan secara positif mempengaruhi kinerja dan
profitabilitas bank tersebut (Anam, 2018).

Didalam Paragraf kedua, Bank BUMN (Badan Usaha Milik


Negara) merupakan perbankan yang paling berpengaruh dalam
industri perbankan di Indonesia (Suciaty, Haming, & Alam, 2019).
Karena posisinya sebagai market leader dengan pangsa pasar
tertinggi, maka kinerja bank BUMN memiliki pengaruh kuat
terhadap kinerja perbankan di Indonesia, sehingga keempat bank
BUMN, yaitu Bank BRI, Bank BNI, Bank BTN, dan Bank Mandiri
dipilih menjadi obyek penelitian ini. Meskipun statusnya sebagai
bank BUMN, keempat bank tersebut juga dihadapkan pada berbagai
jenis risiko yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan mereka.
Sesuai Pedoman Bank Indonesia nomor 11/25/PBI/2009, berbagai
risiko yang dihadapi perbankan mencakup risiko kredit, pasar,
fungsional, likuiditas, stratejik, reputasi, hukum, dan konsistensi.
Penelitian ini lebih difokuskan pada risiko kredit dan risiko
likuiditas.

Didalam Paragraf ketiga, Risiko kredit diartikan sebagai salah satu


risiko sangat signifikan yang dihadapi oleh bank, mengingat
pemberian kredit merupakan salah satu sumber pendapatan primer
bank (Prasetyo & Darmayanti, 2015). Salah satu indikator untuk
mengukur risiko kredit adalah Non- Performing Loan (NPL). NPL
dapat menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola
kredit bermasalah atau kredit macet yang diberikan oleh bank. Jika
rasio NPL ini semakin tinggi, maka kualitas kredit bank menjadi
semakin buruk, sehingga kondisi tersebut mengakibatkan semakin
besar jumlah kredit bermasalah atau kredit macetnya. Kenaikan
kredit bermasalah dapat menyebabkan penurunan penjualan dan laba,
karena beban bunga untuk simpanan nasabah tetap dikeluarkan oleh
bank. Risiko kredit bergantung pada kualitas aset yang ditentukan
oleh klaim tidak lancar, kesehatan bank, dan profitabilitas
penerimaan pinjaman bank (Abdellahi, Mashkani, & Hosseini, 2017).
Hasil penelitian oleh Sanggel (2019) menunjukkan bahwa NPL tidak
berpengaruh terhadap kinerja keuangan (ROA). Sebaliknya, hasil
penelitian Korompis, Murni, dan Untu (2020); Abdellahi et al.
(2017); dan Anam (2018) menunjukkan bahwa NPL berpengaruh
signifikan terhadap kinerja keuangan (ROA).

Di dalam paragraf keempat, penulis menjelaskan Risiko likuiditas


adalah indikator kinerja dan situasi keuangan. Risiko ini dihadapi
bank, karena ketidakmampuannya untuk memenuhi kewajiban
jangka pendek yang diukur menggunakan Loan to Deposit Ratio
(LDR) dengan menghitung antara total kredit yang diberikan
terhadap total dana pihak ketiga. Apabila bank tidak mampu
memenuhi kewajibannya, maka kondisi tersebut dapat mengurangi
tingkat kepercayaan masyarakat, karena tingginya hasil rasio LDR
menunjukkan kinerja bank semakin tidak baik (Anindiansyah,
Sudiyatno, Puspitasari, & Susilawati, 2020). Risiko likuiditas
terutama muncul dari struktur aset dan hutang, sedangkan penyebab
utamanya adalah ketidaksesuaian waktu antara arus masuk dan arus
keluar (Abdellahi et al., 2017). Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa LDR tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja
keuangan atau ROA (Anam, 2018; Susilawati & Nurulrahmatiah,
2021). Namun, penelitian Lubis, Nasution, Mery, Jenvony, Yulia,
Devika, dan Novera (2019) menyatakan bahwa LDR berpengaruh
secara parsial terhadap kinerja keuangan (ROA).
Pembahasan Pada bagian pembahasan berisi
hasil penelitian ini mendapatkan angka signifikansi variabel NPL
sebesar 0,007 dan koefisien regresi sebesar -1,447. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa NPL berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap ROA bank BUMN yang diteliti, karena angka signifikansi
lebih kecil dari 0,05, sedangkan koefisien regresi -1,447
mengindikasikan bahwa setiap penambahan NPL sebesar 1% akan
menurunkan ROA sebesar 144,7%. Dengan hasil tersebut, maka
hipotesis kesatu (H1) dapat diterima, yaitu risiko kredit (NPL)
berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan (ROA) pada bank
BUMN periode tahun 2015-2020 dengan arah negatif.
Koefisien regresi dengan angka negatif menunjukkan bahwa
semakin tinggi NPL, maka jumlah kredit bermasalah semakin besar
dan berpengaruh terhadap ROA bank BUMN. Dengan kondisi
tersebut, bank harus menanggung kerugian dari kegiatan operasional
yang dapat menurunkan ROA bank. Bank dapat menekan hasil NPL
untuk meningkatkan ROA bank. Hasil penelitian ini mendukung
hasil penelitian sebelumnya oleh Ambarawati dan Abundanti (2018)
yang menyatakan NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
ROA bank.
Koefisien regresi positif mengindikasikan bahwa nilai LDR yang
semakin tinggi cenderung akan meningkatkan ROA bank. Hasil
LDR yang tinggi tetapi tidak melebihi batas yang sudah ditetapkan
dapat memperbesar laba yang diperoleh dari pendapatan bunga.
Dengan pertimbangan bahwa sumber pendapatan bank meliputi
selisih antara bunga pinjaman dan bunga deposito, maka pinjaman
yang berlebihan dapat menaikkan risiko yang dihadapi bank
(Muttaqin, 2017). Oleh karena itu, bank perlu berhati-hati ketika
memberikan kredit agar tidak terjadi kredit bermasalah di kemudian
hari. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian
sebelumnya oleh Sanggel (2019) dan Harun (2016) yang
menyatakan bahwa LDR berpengaruh positif dan signifikan
terhadap ROA bank.
Simpulan Pada bagian kesimpulan, Hasil penelitian ini menemukan bahwa
secara parsial variabel risiko kredit (NPL) berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap kinerja keuangan (ROA) bank BUMN periode
tahun 2015-2020, sedangkan variabel likuiditas (LDR) tidak
berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan (ROA) bank.
Namun, kedua variabel yaitu risiko kredit (NPL) dan risiko
likuiditas (LDR) berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan
(ROA) bank BUMN periode tahun 2015-2020 secara simultan.
Berdasarkan hasil penelitian ini, bank-bank BUMN, yaitu Bank
BRI, Bank BNI, Bank BTN, dan Bank Mandiri perlu menjaga rasio
keuangan untuk meningkatkan kinerja keuangannya. Bank-bank
BUMN tersebut perlu melakukan pengawasan yang lebih efektif
atas risiko kredit dan risiko likuiditas dengan melakukan penilaian
secara berkala. Dari temuan ini, bank-bank BUMN disarankan
untuk menurunkan suku bunga pinjaman dengan hati-hati, sehingga
lebih banyak nasabah mampu mengakses pinjaman yang dapat
mengurangi risiko kredit. Selanjutnya, bank-bank BUMN
disarankan pula untuk meningkatkan profitabilitas lebih lanjut,
karena industri perbankan sudah berjalan dengan baik dalam
pencapaian profitabilitasnya. Selain itu, bank-bank BUMN perlu
memperhatikan risiko likuiditas untuk menjaga kondisi bank agar
tetap dalam kondisi keuangan yang sehat.
Untuk penelitian selanjutnya, para peneliti dapat menggunakan
variabel lain di luar yang telah digunakan dalam penelitian ini,
seperti permodalan (CAR), risiko operasional (BOPO), dan risiko
pasar (NIM). Selanjutnya, para peneliti juga dapat mengembangkan
obyek penelitian pada industri perbankan yang lebih luas atau tidak
hanya terbatas pada bank BUMN di Indonesia. Penelitian lebih
lanjut diharapkan dapat menjangkau pula bank konvensional dan
bank syariah yang memiliki nasabah cukup besar di Indonesia,
sehingga penelitian rasio keuangan bank menjadi lebih berkembang.
Kekuatan Penelitian 1. Teori dan model analisis yang diguakan tepat
2. Penulis lengkap dalam menyimpulkan keseluruhan isi dari jurnal
ini.
3. penulis sangat detail dalam memberikan hasil yang didapat dalam
melakukan penelitiannya.
Kelemahan Penelitian 1. abstrak yang ditulis kurang menyeluruh.
2. Bahasa yang digunakan oleh penulis kurang dapat dipahami
maksud dan tujuannya oleh pembaca

III. JURNAL 3
Judul
Analisis Tentang Manajemen Risiko Dalam Operasional Pembiayaan
Muraba’ah Di Btm Amanah
Jurnal Iqtishadia
Volume & Halaman Vol 7
Tahun 2014
Penulis Moh Solachuddin Zulfa
Reviewer Rahma Yuni Harahap
Tanggal 15 juli 2023
Abstrak Jurnal yang berjudul “Analisis Tentang Manajemen Risiko Dalam
Operasional Pembiayaan Muraba’ah Di Btm Amanah” ini berisi
untuk mengetahui operasional pembiayaan murabahah, untuk
mengetahui risiko yang terkait dengan pembiayaan murabahah dan
untuk mengetahui bagaimana manajemen risiko BMT Amanah
Kudus dalam mengatasi risiko yang terkait dengan pembiayaan
murabahah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
menggunakan metode deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah
operasional pembiayaan yang berbasis jual beli dengan menggunakan
akad murabahah yang ada di BMT Amanah Kudus sudah sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah. BMT Amanah Kudus sering
mengalami risiko yang terkait dengan sistem pembayaran, yaitu
pembayaran macet dari anggota karena terjadi risiko murni yang
dialami oleh anggota. BMT Amanah Kudus telah menetapkan
manajemen risiko untuk meminimalisir risiko yang akan terjadi.
Pengantar Didalam Paragraf pertama, penulis menjelaskan bahwa perbankan
Indonesia dihadapkan dengan risiko yang semakin kompleks akibat
kegiatan usaha bank yang beragam mengalami perkembangan pesat
sehingga mewajibkan bank untuk meningkatkan kebutuhan akan
penerapan manajemen risiko untuk meminimalisasi risiko yang
terkait dengan kegiatan usaha perbankan.
Paragraf berikutnya menjelaskan Implementasi manajemen risiko
pada bank di Indonesia diarahkan sejalan dengan standar baru
secara global yang dikeluarkan oleh Bank for International
Settlement (BIS) dengan konsep permodalan baru dimana kerangka
perhitungan modal lebih sensitif terhadap risiko (risk sensitive) serta
memberikan insentif terhadap peningkatan kualitas manajemen
risiko di bank atau yang lebih disebut dengan Basel II
(penyempurnaan dari Basel I).
Paragraf selanjutnya menjelaskan Risiko Operasional (operational
risk) merupakan risiko yang telah paling lama dikenal dan sekaligus
paling mutakhir dihadapai lembaga keuangan pada umumnya,
khususnya bagi dunia perbankan. Risiko itu telah menjadi salah satu
momok merugikan dan sekaligus menyebalkan. Telah lama bank
berupaya membentengi dirinya dari ancaman risiko ini. Hal itu
dilakukan bank dalam berbagai cara, mulai dari mengantisipasi
tindak brutal bank robbery hingga mencegah mendapat kejahatan
yang paling halus berupa white collar fraud. Ketika itu manajemen
bank lebih memusatkan upayanya itu pada cara yang paling praktis
dalam meminimalkan kemungkinan kerugian yaitu apakah dengan
menempatkan pasukan pengaman di depan pintu kantor bank,
membentuk satuan pengawas intern, menugasi auditor independent
atau membangun sistem computer yang canggih.
Paragraf selanjutnya menjelaskan Perkembangan ekonomi islam
identik dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah. Seiring
dengan hal tersebut, lembaga keuangan syariah yang ruang
lingkupnya mikro yaitu Baitul mal wattamwil (BMT) juga semakin
menunjukkan eksistensinya. Penyaluran dana dengan prinsip jual beli
dilakukan dengan akad murāba’ah, salam ataupun istishna.
Sedangkan murāba’ah sendiri merupakan akad yang paling dominan
digunakan dalam transaksi jual beli. Dari beberapa hasil survey
menunjukkan bahwa bank syariah menerapkan produk murāba’ah
kurang lebih tujuh puluh lima persen (75%) dari total kekayaan
mereka. Islamic Development Bank mereka. Islamic Development
Bank (IDB) sendiri selama lebih dari sepuluh tahun periode
pembiayaan, tujuh puluh tiga tahun persen (73%) dari seluruh
pembiayaannya adalah murāba’ah.
Paragraf selanjutnya menjelaskan, BMT Amanah merupakan salah
satu koperasi jasa keuangan yang menjalankan praktek pembiayaan,
salah satunya adalah murāba’ah yaitu prinsip jual beli dengan akad
murāba’ah. Akad murāba’ah adalah akad jual beli antara BMT dan
anggota, dimana BMT membeli barang yang dibutuhkan oleh
anggota dan disepakati. Faktor kemacetan bisa dipengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal. Faktor tersebut yang menjadikan
pembiayaan murāba’ah menjadi bermasalah, sehingga perlu adanya
penyelesaian terhadap pembiayaan yang bermasalah.
Paragraf selanjutnya menjelaskan, Dalam mengatasi pembiayaan
yang bermasalah, maka penulis berpendapat bahwa risiko yang
terkait dengan pembiayaan murāba’ah yang besar harus
diperhitungkan oleh BMT untuk menjaga kesehatannya, bukan
berarti menghindari produk yang berisiko tinggi tersebut, tetapi
dengan melakukan terobosan yang bisa menghindari paling tidak
meminimalisir yang mungkin timbul.
Paragraf terakhir menjelaskan, Salah satu upaya yang dapat
dilakukan adalah dengan mengenal anggota secara personal dan
seharusnya BMT melakukan berbagai penelitian untuk
meminimalisir yang mungkin timbul dengan pembiayaan murāba’ah.
Terlebih karena BMT Amanah ini adalah sebuah BMT yang
melayani masyarakat pedesaan yang memiliki ruang lingkup lebih
kecil daripada bank umum telah mampu mengaplikasikan
pembiayaan dengan akad murāba’ah.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis operasional
pembiayaan murāba’ah; risiko yang tekait dalam operasional
pembiayaan murāba’ah; peranan manajemen risiko dalam mengatasi
risiko operasional pembiayaan murāba’ah di BMT Amanah Kudus.
Pembahasan Pada bagian pembahasan berisi
Manajemen resiko ; Beberapa definisi mengenai risiko, tergantung
jenis keperluan risiko tersebut. Sebagai contoh, secara umum Risiko
didefinisikan sebagai bentuk-bentuk peristiwa yang mempunyai
pengaruh terhadap kemampuan seseorang atau sebuah institusi
untuk mencapai tujuannya (Tampubolon, 2014: ). Bank yang
menggunakan pendekatan internal risk rating, harus dilakukan
validasi data secara berkala. Parameter yang digunakan dalam
pengukuran risiko kredit yaitu NPL, konsentrasi kredit berdasarkan
pinjaman dan sektor ekonomi, kecukupan jaminan, pertumbuhan
kredit, non performing portofolio treasury dan investasi, kecukupan
cadangan transaksi treasury dan investasi, transaksi pembiayaan
perdagangan yang default, dan konsentrasi pemberian fasilitas
pembiayaan perdagangan. Mark to market pada transaksi risiko
kredit terentu untuk mengukur risiko kredit yang disebabkan
transaksi over the counter (OTC) atau pada suatu pasar tertentu,
khususnya pasar derivatif, bank menggunakan metode penilaian
mark to market. Exposure risiko kredit harus diukur dan dikinikan
sekurangnya setiap bulan atau lebih intensif
Murāba’ah : Bai’ al-murāba’ah adalah jual beli barang pada harga
asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai’ al-
murāba’ah, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli
dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.
Bai’ al-murāba’ah dapat dilakukan untuk pembelian secara
pemesanan dan biasa disebut sebagai murāba’ah kepada pemesan
pembelian (KPP). Dalam kitab al-umm, Imam Syafi’I menamai
transaksi sejenis ini dengan istilah al-amir bi sy-syirā (Antonio,
2001: ). Dalam jual beli secara umum, mekanisme pembayaran
secara tunai, dengan mekanisme murāba’ah, jual beli menjadi
bersifat tangguh dalam pembayaran, serta penjual dapat mengambil
keuntungan dari bahan yang dibeli. Sesuai dengan sifat bisnis
(tijārah), transaksi murāba’ah memiliki beberapa manfaat, demikian
juga risiko yang harus diantisipasi. Murāba’ah memberi banyak
manfaat kepada bank syariah. Salah satunya adalah adanya
keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan
harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem murāba’ah juga sangat
sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya
di bank syariah Pembiayaan murāba’ah merupakan pembiayaan
yang dicirikan dengan adanya penyerahan barang di awal akad dan
pembayaran kemudian, baik dalam bentuk angsuran maupun
sekaligus. Dengan demikian pemberian pembiayaan murāba’ah
dengan jangka waktu panjang menimbulkan risiko tidak
bersaingnya bagi hasil kepada dana pihak ketiga.
Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) :
Baitul maal merupakan lembaga penerima zakat, infaq, sedekah dan
sekaligus menjalankannya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.
Sedangkan baitul tamwil adalah lembaga keuangan yang
berorientasi bisnis dengan mengembangkan usaha-usaha produktif
dan investasi dalam meningkatkan kualitas kehidupan ekonomi
masyarakat terutama masyarakat dengan usaha skala kecil. Dalam
perkembangannya BMT juga diartikan sebagai Balai Usaha Mandiri
Terpadu yang singkatannya juga BMT. Baitul Maal Wat Tamwil
sebagai Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang beroperasi
berdasarkan prinsip-prinsip islam. BMT sesuai dengan namanya
terdiri dari dua fungsi utama yaitu baitul maal (bait = rumah, maal =
harta) dimaksudkan sebagai lembaga amil zakat sebagaimana
kemudian muncul UU No. 39/1999 yaitu menerima titipan dana
zakat, infaq dan sedekah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai
dengan peraturan dan amanahnya. Baitul maal melakukan kegiatan
pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan
kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan antara lain
mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan
kegiatan ekonominya. Menurut Hosen dan Hasan Ali yang dikutip
oleh Buchari Alma dan Donni Juni Priansa BMT (Baitul Maal Wat
Tamwil) merupakan lembaga keuangan mikro yang dioperasikan
dengan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan bisnis usaha
mikro dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta
membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas
prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat
dengan berlandasan pada sistem ekonomi yang salam; keselamatan
(berintikan keadilan), kedamaian dan kesejahteraan (Ridwan, 2013).
Menurut Veithzal Rivai, et. al, (2003) bahwa secara konseptual
BMT memiliki 2 fungsi, yaitu: a) Bait at-tamwil (bait artinya rumah,
at-tamwil artinya pengembangan harta) melakukan kegiatan
pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil
terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang
pembiayaan kegiatan ekonominya. b) Bait al-maal (bait artinya
rumah, maal artinya harta) menerima titipan dan zakat, infaq dan
sedekah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan
peraturan dan amanahnya.
Jenis penelitian ini adalah field research atau penelitian lapangan.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Menjadi subjek
penelitian atau narasumber dalam penelitian ini adalah manajer dan
marketing BMT Amanah Kudus. Sedangkan yang menjadi objek
dari penelitian ini adalah analisis tentang manajemen risiko dalam
operasional pembiayaan murābaḥah. Uji keabsahan data meliputi uji
kredibilitas data (validitas data), uji depenabilitas (reliabilitas) data,
uji transferabilitas (validitas eksternal atau generalisasi) dan uji
komfirmabilitas (obyektivitas).
Simpulan Pada bagian kesimpulan, penulis menjelaskan Operasional
pembiayaan murāba’ah di BMT Amanah Kudus telah sesuai dengan
prinsip syariah bahwa transaksi jual beli di mana bank menyebut
jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara
nasabah atau anggota sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli
bank dari pemasok ditambah keuntungan (margin). Kedua belah
pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran.
Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati
tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan,
murāba’ah selalu dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi
tsaman ajil atau muajjal). Dalam transaksi ini barang diserahkan
segera setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara
tangguh atau cicilan. Dalam pembiayaan murāba’ah di BMT Amanah
Kudus sering mengalami risiko yang terkait dengan sistem
pembayaran, yaitu pembayaran macet dari anggota karena terjadi
risiko murni yang dialami oleh anggota, dilihat dari data pembiayaan
murāba’ah atau Rp. 169.711.853 dari total pembiayaan murāba’ah
Rp. 398.380.790
Penerapan manajemen risiko di BMT Amanah Kudus sudah baik
mulai identifikasi sampai pengendalian risiko. Pemberian
pembiayaan murāba’ah di BMT Amanah Kudus memerhatikan
adanya 5C, yaitu character, capital, capacity, collateral dan condition.
Namun tidak menutup kemungkinan risiko pembiayaan murāba’ah di
BMT Amanah Kudus kapan pun bisa terjadi yang disebabkan karena
tidak adanya sistem informasi yang lengkap di BMT Amanah apabila
dibandingkan dengan bank yang menggunakan BI checking dan juga
terdapat beberapa anggota yang melakukan angsuran pembiayaan
macet.
Tingkat risiko pada pembiayaan murāba’ah di BMT Amanah Kudus
adalah tinggi, melihat adanya kondisi seperti itu, bila aktivitas usaha
anggota menurun, kemampuan bayar anggota masih ada namun
menurun serta karakter anggota kooperatif, maka BMT Amanah
membuat langkah dalam menata jika terjadi risiko pada pembiayaan
murāba’ah atau membuat manajemen risiko dengan tiga langkah,
yaitu : 1) Pengiriman surat peringatan atau teguran, pihak BMT
silaturahim ke rumah atau tempat usaha anggota untuk menanyakan
mengapa mengalami pembiayaan macet, 2) Pinjaman bermasalah
harus diselesaikan agar kerugian yang lebih besar dapat dihindari
dengan cara berikut: Rescheduling, Reconditioning, Restructuring,
Penyitaan Jaminan. 3) Manajemen risiko yang dilakukan adalah
mengambil jalur hukum jika anggota tidak mengindahkan adanya
pemberitahuan serta peringatan dalam pembayaran angsuran dalam
pembiayaan murāba’ah, sehingga pnyelesaian melalui rescheduling,
reconditioning, restructuring, penyitaan jaminan yang dilakukan
BMT Amanah Kudus terdapat hasil bahwa anggota yang mengalami
kemacetan dalam pembiayaan dapat melakukan angsuran secara
berkala dengan waktu yang tenggang yang telah diberikan BMT
Amanah Kudus.

Kekuatan Penelitian 1. Teori dan model analisis yang diguakan tepat


2. Bahasa yang digunakan oleh penulis mudah dipahami maksud
dan tujuannya oleh pembaca. Analisisnya sangat rinci dan mudah
dipahami
3. penulis detail dalam memberikan hasil yang didapat dalam
melakukan penelitiannya.

Anda mungkin juga menyukai