LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Timbulan Sampah
15
Menurut Chen (2010), semakin tinggi tingkat pengangguran pada suatu
negara, maka tingkat konsumsi di negara tersebut akan menurun, sehingga jumlah
timbulan sampah yang dihasilkan akan semakin sedikit. Pengangguran dapat
mengurangi jumlah sampah karena tingkat konsumsi yang rendah (Arbulu dkk,
2015). Hal ini karena seorang pengangguran memiliki pendapatan yang rendah
bahkan tidak memiliki pendapatan, sehingga menyebabkan rendahnya tingkat
konsumsi dan sampah yang dihasilkan sedikit.
Sampah adalah limbah padat yang terdiri dari bahan organik dan anorganik
dimana perlu dikelola karena dianggap tidak berguna lagi agar dapat melindungi
investasi pembangunan dan agar tidak berbahaya bagi lingkungan (SNI 19-2454-
2002). Sampah pada dasarnya adalah suatu bahan yang dibuang atau terbuang
dari aktivitas manusia atau proses alam yang dilihat tidak memiliki nilai ekonomi,
bahkan memiliki nilai ekonomi negatif karena perlunya biaya pengelolaan yang
cukup tinggi (Dewilda dkk, 2014). Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2008 Tentang Pengelolaan Sampah, sampah yaitu sisa kegiatan harian manusia
dan/ atau proses alam yang memiliki bentuk padat.
16
lingkungan, serta faktor-faktornya hubungan dengan timbulan sampah (Oribe dkk,
2015).
Timbulan sampah dihasilkan oleh aktivitas manusia, dan jumlah timbulan
sampah meningkat sejalan dengan peningkatan populasi dan pertumbuhan
ekonomi (Giusti, 2009). Manusia adalah faktor utama pendorong produksi,
konsumsi, dan selanjutnya menghasilkan timbulan sampah.
a. Jumlah penduduk
Selama dua dekade terkahir, timbulan sampah yang dihasilkan oleh negara
berkembang mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan oleh
pertambahan jumlah penduduk di perkotaan akibat dari peritiwa urbanisasi.
b. Produk Domestik Regional Bruto per Kapita
Adanya pertumbuhan ekonomi mengakibatkan perubahan gaya hidup
masyarakat. Perubahan gaya hidup ini menjadikan konsumsi masyarakat juga ikut
berubah. Tingginya konsumsi masyarakat inilah yang diyakini dapat
mempengaruhi timbulan sampah.
c. Illiteracy/ tingkat kesadaran masyarakat
17
Tingkat kesadaran masyarakat dapat mempengaruhi timbulan sampah, hal ini
dikarenakan ketidaktahuan masyarakat dalam pengelolaan sampah.
Timbulan sampah termasuk limbah komersial dan residensial yang
dihasilkan wilayah kota dalam bentuk padat atau semi-padat tidak termasuk
limbah industri berbahaya tetapi termasuk pengolahan bio-limbah medis.
Komponen utama sampah adalah abu, sisa makanan, kertas, puing konstruksi,
plastik, tekstil, kaca, kayu dan logam (Chen, 2010). Bahan komponen sampah
terkait langsung dengan komposisi karbon, nitrogen, hidrogen, sulfur, oksigen,
dan nilai kalori.
Menurut Damanhuri (2010), sampah dapat dkelompokkan berdasarkan
komposisinya, misalnya dinyatakan dalam % berat (biasanya berat basah) atau %
volume (basah) dari kertas, kayu, kulit, karet, plastik, logam, kaca, kain, makanan,
dan lain-lain. Komposisi sampah tersebut digolongkan dalam dua komponen
utama sampah yaitu:
a. Sampah organik: sisa makanan, kertas, karbon, plastik, karet, kain, kulit, dan
kayu.
b. Sampah anorganik: kaca, alumunium, kaleng logam, abu, dan debu.
a. Karakteristik fisika: yang paling penting adalah densitas, kadar air, kadar
volatile, kadar abu, nilai kalor, dan distribusi ukuran.
b. Karakteristik kimia: khususnya yang menggunakan susunan kimia sampah
yang terdiri dari unsur C, N, O, P, H,S, dan sebagainya.
18
Menurut Damanhuri (2010), timbulan sampah adalah banyaknya sampah
yang dapat dihitung dalam:
a. Satuan berat: kilogram per orang per hari (kg/ orang/ hari)
b. Satuan volume: liter per orang perhari (liter/ orang/ hari)
19
Tabel 2.1 Besar Timbulan Sampah Berdasarkan Sumber Sampah
a. Kota kecil adalah kota yang memiliki jumlah penduduk kurang dari 100.000
jiwa
b. Kota sedang adalah kota yang memiliki jumlah penduduk berkisaran 100.000
dan 500.000 jiwa
c. Kota besar adalah kota yang memiliki jumlah penduduk lebih dari 500.000
jiwa.
20
Menurut Anwar dalam Ramandhani (2011), jumlah dan jenis sampah
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Letak Geografis
2. Iklim
Apabila tingkat ekonomi seseorang baik, maka daya belinya akan tinggi dan
sampah yang dihasilkan tinggi pula. Daerah dengan tingkat ekonomi tinggi
umumnya menghasilkan sampah anorganik lebih banyak dibandingkan dengan
daerah dengan tingkat ekonomi rendah. Sampah anorganik tersebut dapat terdiri
dari kaleng, kertas, dan sebagainya.
4. Kepadatan Penduduk
5. Kemajuan Teknologi
21
contohnya dalam hal kemasan produk. Menurut Damanhuri (2010), produk
kemasan memengaruhi hasil dari komposisi sampah yang dihasilkan. Negara maju
cenderung banyak menggunakan kertas sebagai pengemas, sedangkan negara
berkembang lebih banyak menggunakan plastik sebagai pengemas.
22
Perkembangan faktor penyakit terjadi pada wadah sampah yang menjadi
tempat pertumbuhan lalat dan tikus. Tempat penampungan sementara/ kontainer
juga merupakan tempat berkembangnya faktor penyakit. Hal ini disebabkan oleh
frekwensi penutupan sampah yang tidak dilakukan sesuai ketentuan sehingga
siklus hidup lalat dari telur menjadi larva telah berlangsung sebelum penutupan
dilakukan. Gangguan akibat lalat umumnya dapat ditemui pada radius 1-2 km dari
lokasi tempat pembuangan akhir.
2. Pencemaran Udara
3. Pencemaran Air
Pencemaran lindi juga disebabkan oleh pengolahan yang belum optimal. Sifat
pencemar lindi yang sangat besar mempengaruhi kondisi badan air penerima yaitu
pada air permukaan yang mudah kurang oksigen terlarut sehingga dapat membuat
biota di dalamnya mati.
4. Pencemaran Tanah
23
5. Gangguan Estetika
7. Gangguan Kebisingan
Gangguan kebisingan umumnya disebabkan oleh suara mesin, bunyi rem, dan
gerakan bongkar muat hidrolik. Di instalasi pengolahan kebisingan timbul akibat
lalu lintas kendaraan truk sampah juga akibat bunyi mesin pengolahan sampah
saat digunakannya mesin pencacah sampah.
8. Dampak Sosial
24
hanya menyangkut pertambahan dalam produksi barang dan jasa, melainkan juga
kualitas faktor-faktor produksi yang terlibat dalam proses produksi barang dan
jasa tersebut (Suparmoko, 2013).
25
1. Tanah dan Kekayaan Alam
Pada beberapa negara berkembang, sistem sosial dan sikap masyarakat menjadi
faktor penghambat perkembangan ekonomi. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan
atau adat istiadat yang dianut oleh masyarakat, contohnya adalah masyarakat yang
lebih menyukai menggunakan peralatan tradisional dalam memproduksi barang,
masyarakat menolak untuk menggunakan alat produksi yang lebih efeketif dan
efisien
26
Namun ada beberapa negara yang masyarakatnya memiliki sikap yang dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi akan lebih cepat terjadi
pada masyarakat yang memiliki sikap hemat dan menabungkan uangnya untuk
investasi. Karena diketahui bahwa investasi memiliki korelasi yang positif dengan
pertumbuhan ekonomi
27
dan jasa dan produk yang tidak diinginkan (undesirable output) adalah limbah
serta pencemaran. Maka, ada hubungan positif antar pembangunan ekonomi
dengan pencemaran lingkungan.
Pencemaran (P)
P= f(Y)
P1
P0
0 Pertumbuhan (Y)
Y0 Y1
28
a. Politik. Pertumbuhan ekonomi membuat seorang pengambil keputusan
melakukan berbagai tindakan dalam mencapai target. Seorang politikus
memerlukan hukum baru, program baru, dan inisiatif yang terkini. Maka,
politikus akan bekerja sesuai kompetensi dan memiliki tujuan untuk
mencapai target.
b. Kesehatan. Pertumbuhan ekonomi memerlukan asuransi kesehatan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Adanya pembayaran asuransi
kesehatan, kembali kepada yang bersangkutan dalam hal tingkat
produktivitas.
c. Energi dan Lingkungan. Polusi merupakan pembayaran atas penggunaan
sumber daya sebagai akibat peningkatan produksi. Pertumbuhan ekonomi
membuat pemerintah melihat skala energi dan menetapkan regulasi
lingkungan.
d. Pendidikan. Negara dengan PDB yang tinggi memiliki kemampuan
membayar sekolah yang lebih tinggi daripada negara lain. Pemerintah akan
memberikan dana pengeluaran untuk sekolah publik agar penduduk dapat
sekolah dimana pendidikan adalah dasar dari peningkatan produktivitas.
2.1.3 Jumlah Penduduk
29
ekonomi. Melihat pertumbuhan ekonomi adalah dari besarnya penerimaan suatu
wilayah sebagai akibat meningkatkanya penerimaan masyarakat, maka
pertumbuhan penduduk yang tinggi memengaruhi peningkatan pertumbuhan
ekonomi yang mana dapat diketahui dari meningkatnya produk domestik bruto
(Safitri dan Aliasuddin, 2016).
30
d. Cara hidup dan mobilitas penduduk, daerah yang memiliki pergerakan tinggi
dan cara hidup yang lebih bervariasi berbanding lurus dengan peningkatan
timbulan sampah.
e. Cara penanganan makanan, wilayah pedesaan menghasilkan sampah organik
lebih banyak daripada wilayah perkotaan yang lebih banyak menghasilkan
makanan siap saji.
a. Fertilitas
Fertilitas adalah hasil reproduksi nyata dari seorang wanita atau sekelompok
wanita, atau fertilitas merupakan gambaran mengenai jumlah kelahiran hidup
dalam suatu wilayah pada periode waktu tertentu.
b. Mortalitas
c. Migrasi
Migrasi adalah proses perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat yang
lain dengan melewati batas wilayah tertentu. Migrasi merupakan bentuk respon
31
dari penduduk untuk meningkatkan standar hidup yang layak dan kesejahteraan
hidupnya. Penduduk bermigrasi dari pedesaan ke perkotaan disebabkan oleh
banyaknya lapangan pekerjaan yang ada diperkotaan. Dampak dari migrasi
mengakibatkan ketidakmampuan wilayah perkotaan menampung penduduk yang
berdatangan dari berbagai wilayah pedesaan.
a. Karakteristik demografi yaitu jenis kelamin, umur, jumlah anak dan jumlah
wanita subur.
b. Karakteristik sosial yaitu status perkawinan dan tingkat pendidikan.
c. Karakteristik ekonomi yaitu lapangan usaha, tingkat pendidikan, aktivitas
penduduk yang aktif secara ekonomi, serta status dan jenis pekerjaan.
d. Karakteristik geografis yaitu berdasarkan tempat tinggal wilayah pedesaan,
perkotaan, kabupaten, dan provinsi.
a. Semakin tinggi penduduk usia kerja atau usia produktif (15-64 tahun),
semakin banyak tingkat konsumsi, terutama apabila sebagian besar mendapat
kesempatan kerja yang tinggi, dengan upah yang wajar. Karena semakin
banyak penduduk yang berkerja, semakin banyak juga pendapatan penduduk.
b. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, maka konsumsinya juga
semakin tinggi, karena pada seseorang atau keluarga semakin berpendidikan
32
tinggi, kebutuhan hidupnya semkain banyak. Bukan lagi sekadar kebutuhan
untuk makan dan minum yang harus mereka penuhi, melainkan kebutuhan
informasi, pergaulan masyarakat yang lebih baik serta kebutuhan akan
pengakuan orang lain terhadap keberadaan diri seseirang (eksistensi).
Seringkali biaya yang dihabiskan untuk memenuhi kebutuhan ini jauh lebih
banyak daripada biaya pemenuhan kebutuhan makan dan minum.
c. Semakin banyak penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan (urban),
konsumsinya juga semakin tinggi. Karena umumnya pola hidup masyarakat
perkotaan lebih konsumtif dibanding masyarakat pedesaan.
2.1.4 Tingkat Pengangguran
33
Pengangguran yaitu seseorang atau sejumlah angkatan kerja yang tidak dapat
bekerja dan sedang cari pekerjaan menurut referensi tertentu (Feriyanto, 2014).
Pengangguran atau tuna karya merupakan suatu istilah bagi orang yang tidak
sama sekali bekerja, sedang mencari kerja, selama seminggu bekerja kurang dari
dua hari, atau orang yang sedang berusaha memiliki pekerjaan yang layak.
Terjadinya pengangguran umumnya karena jumlah angkatan kerja atau orang
yang mencari kerja tidak berbanding lurus dengan jumlah lapangan kerja.
Pengangguran menjadi suatu masalah dalam perekonomian karena seorang
penganggur produktivitasnya rendah dan pendapatan masyarakat rendah sehingga
menyebabkan masalah kemiskinan dan masalah sosial lainnya (Mulyani, 2015).
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi timbulan sampah adalah tingkat
pendidikan penduduk (Gardiner dan Hajek, 2020). Menurut Arbulu, Lozano, &
Rey-maquieira (2015), semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk, maka akan
meningkatkan komitmen untuk peduli terhadap lingkungan secara signifikan.
Chen (2010) juga berpendapat bahwa perguruan tinggi akan menghasilkan lebih
banyak lulusan dengan perilaku sadar terhadap lingkungan. Artinya, dengan
menuntut ilmu hingga perguruan tinggi dapat memperluas pemahaman, dan
pengetahuan tetang perilaku sadar lingkungan serta memotivasi masyarakat untuk
hidup menuju pembangunan berkelanjutan. Variabel tingkat pendidikan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah rata-rata lama sekolah.
34
Menurut Faritz (2020), rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah
tahun yang telah diselesaikan oleh penduduk pada seluruh jenjang pendidikan
formal yang telah dijalani. Menurut Badan Pusat Statistik (2018), rata-rata lama
sekolah (mean years of schooling) merupakan indikator yang menunjukkan rata-
rata jumlah tahun efektif untuk bersekolah yang dicapai penduduk. Menghitung
rata-rata lama sekolah itu tanpa memerhatikan seseorang tamat sekolah lebih
cepat atau lebih lama dari waktu yang sudah ditetapkan.
35
tidak sembarangan, sedangkan yang dimaksud membuang sampah dengan cara
tidak ramah lingkungan yaitu dengan dibakar, ditimbun dalam tanah untuk
sampah yang sulit terurai, dibuang ke saluran air/got, sungai, dibuang
sembarangan.
Sampah yang dibuang dengan cara ditimbun dalam tanah dapat menyebabkan
menurunnya kualitas kesuburan tanah akibat dari terkontaminasinya tanah dengan
berbagai bahan kimia yang berasal dari sampah rumah tangga (seperti bungkus
detergen, bekas pupuk kimia, baterai yang sudah berkarat), kecuali jika sampah
yang ditimbun adalah sampah organik (seperti sisa makanan, nasi, sayuran)
karena sampah organik tersebut justru dapat membuat tanah menjadi subur.
36
dengan meningkatnya pendapatan. Chen (2010) juga berpendapat bahwa intuitif
rumah tangga dengan pendapatan lebih tinggi dapat mengkonsumsi lebih banyak
barang/jasa, sehingga dapat menghasilkan lebih banyak timbulan sampah. Selain
itu menurut Gardiner dan Hajek (2020), pertumbuhan penduduk dan
perkembangan kota dan daerah belakangan ini dibarengi dengan peningkatan
konsumsi, menghasilkan jumlah sampah yang banyak.
37
Pengeluaran konsumsi sektor rumah tangga adalah salah satu jenis
pengeluaran agregat dalam perekonomian. Pengeluaran sektor rumah tangga
merupakan pengeluaran yang dilakukan sebagai upaya memenuhi berbagai jenis
kebutuhan hidup baik kebutuhan akan pangan maupun non pangan oleh sektor
rumah tangga (Syaifuddin dkk, 2017)
38
terbakar) menggunakan data panel dari tahun 1970 hingga 2013 di Afrika
Barat. Hasilnya menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dalam jangka
pendek secara signifikan meningkatkan emisi karbon dioksida dan limbah
terbarukan yang dapat terbakar tetapi tidak secara signifikan menurunkan
emisi karbon dioksida dan limbah terbarukan yang dapat terbakar dalam
jangka panjang.
2. Chen (2010) dengan judul “Spatial Inequality in Municipal Solid Waste
Disposal Across Regions in Developing Countries” dalam International
Journal of Environmental Science Technology. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi timbulan sampah di 108
Negara-negara berkembang dan untuk mengetahui bentuk hipotesis EKC di
Negara-negara berkembang. Data yang digunakan adalah data dari tahun
1971-1995. Variabel independen yang digunakan adalah pendapatan
perkapita, kepadatan penduduk, tingkat pendidikan, tingkat pengangguran,
dan penduduk usia di atas 64 Tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pendapatan hanya dapat menjelaskan sebagian variasi. Sedangkan tingkat
pengangguran, semakin tinggi tingkat pengangguran di sebuah negara maka
akan menurunkan tingkat konsumsi negara tersebut, sehingga jumlah
timbulan sampah yang dihasilkan akan semakin sedikit. Sementara itu, faktor
sosial dan geografis lainnya berkontribusi lebih besar sehingga faktor-faktor
ini tidak dapat diabaikan dalam proses pembuatan kebijakan.
3. Gardiner dan Hajek (2020) dengan judul “Municipal Waste Generation, R&D
Intensity, and Economic Growth Nexus- A Case of EU Regions” dalam
Sustainable Development. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan
timbulan sampah merupakan perhatian utama global. Peneltian ini
menggunakan model koreksi kesalahan. Hasil penelitian ini adalah adanya
kausalitas dua arah jangka pendek dan jangka panjang antara timbulan
sampah dan pertumbuhan ekonomi di kawasan UE.
4. Saladie (2016) dengan judul penelitian “Determinants Of Waste Generation
Per Capita In Catalonia (North- Eastern Spain): The Role Of Seasonal
Population, European” dalam Journal of Sustainable Development.
39
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan di antara Kabupaten
Catalan (Spanyol Timur Laut) dan membandingkan hasilnya jika populasi
musiman ditambahkan atau tidak ke penduduk. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara timbulan sampah kota per
kapita dan kontribusi sektor jasa terhadap PDB, korelasi negatif dengan
persentase penduduk di atas 64 dan tidak ada korelasi dengan pendapatan per
kapita.
5. Wang, Hao dan Wang, Chunmei. (2013) dengan judul penelitian “Municipal
Solid Waste Management In Beijing: Characteristics And Challenges” dalam
Waste Management & Research. Hasil penelitian ini adalah perkembangan
ekonomi dan pertumbuhan penduduk telah menghasilkan peningkatan
timbulan sampah. Komponen timbulan sampah selama dekade terakhir
ditandai dengan peningkatan kandungan makanan dan kertas, dan kadar abu
yang menurun. Kapasitas yang dirancang dari instalasi pembuangan yang ada
tidak dapat mengatasi jumlah sebenarnya dari timbulan sampah, yang
mengakibatkan kelebihan muatan dan penutupan sebelum waktunya dari
lokasi pembuangan.
6. Christiawan (2017) dengan judul “Variasi Komposisi Sampah Berbasis Sosio
Ekonomi Pemukim Pada Kompleks Perumahan di Kelurahan Banyuning”
dalam Jurnal Media Komunikasi Geografi. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis pengaruh karakteristik komposisi sampah pada kompleks
perumahan di Kelurahan Banyuning. Metode penelitian yang digunakan
adalah survei analitis. Analisis yang digunakan adalah statistik inferensial dan
statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan,
jumlah anggota keluarga, dan tingkat pendapatan secara parsial dan simultan
berpengaruh signifikan terhadap komposisi sampah, baik sampah organik
maupun sampah anorganik.
7. Handayani dan Pasim (2019) dengan judul “Pengaruh Kondisi Sosial
Ekonomi Terhadap Adopsi Inovasi Pengelolaan Sampah Organik (Studi
Kasus Kelurahan Cibangkong Kecamatan Batununggal Kota Bandung)”
dalam Jurnal Bisnis & Teknologi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
40
faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap adopsi inovasi pengelolaan
sampah organik. Metode dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dan
metode kualitatif. Data penelitian diperoleh dengan melalui instrument
kuesioner, dengan variabel 1) umur, 2) pendidikan, 3) pendapatan, 4)
kekosmopolitan baik secara simultan maupun secara parsial. Hasil penelitian
menunjukkan variabel pendidikan, umur, kekosmopolitan, dan pendapatan
secara parsial dan simultan berpengaruh signifikan terhadap adopsi inovasi
pengelolaan sampah organik.
8. Maulina (2012) dengan judul “Identifikasi Partisipasi Masyarakat Di Dalam
Pemilahan Sampah Kecamatan Cimahi Utara Juga Faktor Yang
Mempengaruhinya” dalam Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. Sampah
menjadi suatu permasalahan yang darurat baik dari segi ekonomi, lingkungan,
dan sosial. Sistem pengelolaan sampah masih menggunakan prinsip kumpul-
angkut-buang dan sistem open dumping. Data penelitian ini didapatkan dari
wawancara, kuisioner, dan survei. Metode yang digunakan adalah metode
korelasi. Hasil analisis menujukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat
dalam kegiatan milah sampah masih rendah dan masih pada level individu.
9. Prajati, Padmi dan Rahardyan (2015) dengan judul “Pengaruh Faktor-Faktor
Ekonomi Dan Kependudukan Terhadap Timbulan Sampah Di Ibu Kota
Provinsi Jawa Dan Sumatera” dalam Jurnal Teknik Lingkungan. Tujuan
penelitian ini adalah salah satunya untuk menganalisis hubungan antara
variabel ekonomi dan demografi terhadap timbulan sampah. Penelitian ini
menggunakan analisis klaster, kuadran dan tipologi klassen. Hasil penelitian
ini adalah indeks harga konsumen per kategori, jumlah penduduk, PDRB, dan
lama sekolah, kepadatan penduduk dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh
terhadap timbulan sampah.
10. Prajati dan Pesurnay (2019) dengan judul “Analisis Faktor Sosiodemografi
dan Sosioekonomi terhadap Timbulan Sampah Perkotaan di Pulau Sumatera”
Jurnal Rekayasa Sipil dan Lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor yang paling memengaruhi timbulan sampah yang dilihat
dari faktor sosiodemografi dan sosioekonomi. Wilayah penelitian ini yaitu
41
seluruh provinsi yang ada di Pulau Sumatera, kecuali Banda Aceh. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis klaster, analisis
diskiriminan dan ANOVA. Hasil analisis klaster diketahui bahwa kota Medan
dan Bandar lampung termasuk ke dalam kelompok kota dengan tingkat
timbulan sampah tinggi. Sedangkan kota Tanjung Pinang, Pekanbaru, dan
Pangkalpinang termasuk elompok kota dengan tingkat timbulan sampah
rendah. Analisis diskriminan dan ANOVA menunjukkan bahwa hanya satu
faktor yang berpengaruh signifikan terhadap timbulan sampah yaitu
kepadatan penduduk.
2.3 Kerangka Teoritis
42
pencemaran. Maka, ada hubungan positif antar pembangunan ekonomi dengan
pencemaran lingkungan.
Jumlah penduduk adalah semua orang yang sah yang tinggal disuatu daerah
atau negara serta menuruti semua aturan dan ketentuan-ketentuan dari daerah atau
negara tersebut (Persaulian dkk, 2013). Peningkatan jumlah penduduk akan
berpengaruh terhadap perilaku atau gaya hidup juga pola konsumsi masyarakat.
Perubahan ini memengaruhi hasil volume sampah dan jenis sampah. Maksudnya
adalah semakin meningkat jumlah penduduk, maka jumlah sampah yang
dihasilkan semakin bertambah. Hal ini didukung oleh Taufiqurrahman (2016),
yang menyatakan bahwa peningkatan jumlah penduduk serta terjadinya perubahan
pola konsumsi masyarakat secara signifikan menambah volume, karakteristik, dan
jenis sampah dan semakin bervariasi.
Pengangguran atau tuna karya merupakan suatu istilah bagi orang yang tidak
sama sekali bekerja, sedang mencari kerja, selama seminggu bekerja kurang dari
dua hari, atau orang yang sedang berusaha memiliki pekerjaan yang layak.
Pengangguran juga memiliki peran dalam mempengaruhi timbulan sampah
(Herlambang, 2020). Pengangguran dapat mengurangi jumlah sampah karena
tingkat konsumsi yang rendah (Arbulu dkk, 2015). Semakin tinggi tingkat
pengangguran di sebuah negara maka akan menurunkan tingkat konsumsi negara
43
tersebut, sehingga jumlah timbulan sampah yang dihasilkan akan semakin sedikit
(Chen, 2010). Dengan kata lain seorang pengangguran hakikatnya tidak memiliki
pendapatan yang berdampak terhadap rendahnya tingkat konsumsi mereka dan
akan menghasilkan sampah yang sedikit (Herlambang, 2020).
Menurut Faritz (2020), rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun
yang telah diselesaikan oleh penduduk pada seluruh jenjang pendidikan formal
yang telah dijalani. Menurut Khajuria (2010) estimasi timbulan sampah terdiri
dari tiga faktor utama salah satunya yaitu faktor illiteracy. Faktor illiteracy
berhubungan dengan pengetahuan dan tingkat pendidikan masyarakat yang
memiliki hubungan dengan pengolahan sampah. Faktor illiteracy seperti angka
melek huruf dan lama sekolah juga berkorelasi positif terhadap timbulan sampah
perkotaan (Prajati, 2015; Prajati dkk, 2019).
44
dan Hajek (2020), pertumbuhan penduduk dan perkembangan kota dan daerah
belakangan ini dibarengi dengan peningkatan konsumsi, menghasilkan jumlah
sampah yang banyak.
Pertumbuhan Ekonomi
Jumlah Penduduk
Pengeluaran Konsumsi
45
penelitian akan mengakibatkan perubahan besaran timbulan sampah di Eks
Karesidenan Kedu.
Timbulan Sampah
Pengumpulan Data
Analisis Data
1. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas
b. Uji Heteroskedastisitas
2. Model Regresi Data Panel
3. Model Estimasi Regresi Data Panel
a. Metode Common Effect
b. Metode Fix Effect
c. Metode Random Effect
4. Metode Regresi Data Panel
a. Uji Chow
b. Uji Hausman
c. Uji Langrange Multiplier (LM)
5. Uji Statistik
a. Uji Koefisien Determinasi (R2)
b. Uji Parsial (Uji t)
c. Uji Simultan (Uji F)
46
Gambar 2.3 merupakan kerangka berfikir yang menjelaskan bahwa ada lima
faktor penentu timbulan sampah yaitu pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk,
tingkat pengangguran, rata-rata lama sekolah, dan pengeluaran rata-rata konsumsi.
Faktor penentu timbulan sampah dianalisis menggunakan persamaan regresi
dengan metode Ordinary Least Squares. Analisis regresi data panel menggunakan
data urut waktu dari tahun 2000-2019 di wilayah Eks Karesidenan Kedu.
Selanjutnya adalah melakukan uji hausman yaitu untuk mengetahui ada tidaknya
masalah simultanitas. Terakhir uji statistik meliputi uji koefisien determinasi, uji t,
dan uji F untuk mengetahui pengaruh faktor penentu timbulan sampah di Eks
Karesidenan Kedu baik secara parsial maupun simultan.
a. Timbulan Sampah
Sampah adalah limbah padat yang terdiri dari bahan organik dan anorganik
dimana perlu dikelola karena dianggap tidak berguna lagi agar dapat melindungi
investasi pembangunan dan agar tidak berbahaya bagi lingkungan (SNI 19-2454-
2002). Sampah pada dasarnya adalah suatu bahan yang dibuang atau terbuang
dari aktivitas manusia atau proses alam yang dilihat tidak memiliki nilai ekonomi,
bahkan memiliki nilai ekonomi negatif karena perlunya biaya pengelolaan yang
cukup tinggi (Dewilda dkk, 2014). Timbulan sampah adalah sebuah konsekuensi
dari konsumsi barang (Saladie, 2016). Pola konsumsi terkait langsung dengan
peningkatan pendapatan yang mengakibatkan perubahan komposisi dan jumlah
sampah (Ogwueleka, 2013).
b. Pertumbuhan Ekonomi
47
ekonomi berbeda dengan perkembangan ekonomi, perkembangan ekonomi tidak
hanya menyangkut pertambahan dalam produksi barang dan jasa, melainkan juga
kualitas faktor-faktor produksi yang terlibat dalam proses produksi barang dan
jasa tersebut (Suparmoko, 2013).
c. Jumlah Penduduk
d. Tingkat Pengangguran
Pengangguran yaitu seseorang atau sejumlah angkatan kerja yang tidak dapat
bekerja dan sedang cari pekerjaan menurut referensi tertentu (Feriyanto, 2014).
Ada dua macam pengangguran seperti pengangguran terbuka dan pengangguran
terselubung. Menurut Badan Pusat Statistik (2019), pengangguran terbuka adalah
penduduk yang tidak bekerja tetapi mengharapkan pekerjaan dan kegiatannya
yaitu mempersiapkan usaha, mencari pekerjaan, tidak cari pekerjaan dengan
alasan tidak akan mendapat pekerjaan, dan tidak cari pekerjaan karena telah
memiliki pekerjaan tetap akan tetapi belum memulai bekerja. Sementara
pengangguran terselubung adalah seseorang yang bekerja namun tidak secara
maksimal.
Menurut Faritz (2020), rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun
yang telah diselesaikan oleh penduduk pada seluruh jenjang pendidikan formal
48
yang telah dijalani. Menurut Badan Pusat Statistik (2018), rata-rata lama sekolah
(mean years of schooling) merupakan indikator yang menunjukkan rata-rata
jumlah tahun efektif untuk bersekolah yang dicapai penduduk. Menghitung rata-
rata lama sekolah itu tanpa memerhatikan seseorang tamat sekolah lebih cepat
atau lebih lama dari waktu yang sudah ditetapkan. Pendidikan adalah wahana
dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap tentang kepedulian
lingkungan kepada masyarakat (Afandi, 2013).
f. Pengeluaran Konsumsi
49
3. Diduga terdapat pengaruh signifikan dari tingkat pengangguran terhadap
timbulan sampah di Eks Karesidenan Kedu tahun 2000-2019.
4. Diduga terdapat pengaruh signifikan dari rata-rata lama sekolah terhadap
timbulan sampah di Eks Karesidenan Kedu tahun 2000-2019.
5. Diduga terdapat pengaruh signifikan dari pengeluaran konsumsi terhadap
timbulan sampah di Eks Karesidenan Kedu tahun 2000-2019.
6. Diduga pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk, tingkat pengangguran, rata-
rata lama sekolah, dan pengeluaran konsumsi secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap timbulan sampah di Eks Karesidenan Kedu
tahun 2000-2019.
50