Anda di halaman 1dari 6

Sholat sebagai Solusi untuk Mengatasi Anxiety pada Generasi Z

Amir Syahidan (C1B220116)


E-mail: amir6mars@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi peran praktik sholat sebagai sarana yang efektif
dalam mengatasi masalah kecemasan pada Generasi Z, menghadapi berbagai tantangan di era
modern, termasuk kecemasan yang tinggi. Kecemasan ini tidak hanya dipicu oleh tekanan
akademik dan sosial, tetapi juga oleh ketidakpastian masa depan, pengaruh media sosial, dan
perubahan sosial yang cepat. Dalam penelitian ini, beberapa studi yang relevan dengan topik ini
dianalisis untuk memahami hubungan antara praktik sholat dan kesehatan mental Generasi Z. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa praktik sholat dapat menjadi alat yang bermanfaat bagi Generasi
Z untuk mengelola kecemasan. Sholat, sebagai bentuk zikir dan doa dalam agama Islam, membantu
individu merasa lebih dekat dengan Tuhan dan menciptakan perasaan ketenangan serta keamanan
dalam menghadapi tekanan dan stres sehari-hari. Selain memberikan manfaat bagi kesehatan
mental, sholat juga membantu menciptakan koneksi spiritual yang lebih dalam dan memberikan
makna dalam menjalani kehidupan. Penelitian ini memiliki implikasi penting dalam menyediakan
solusi alternatif untuk mengatasi kecemasan pada Generasi Z.
Kata Kunci: Sholat, Anxiety, Generasi z, kesehatan Mental.
PENDAHULUAN

Generasi Z merupakan generasi yang terdiri dari individu yang lahir antara 1997 sampai
2012, generasi ini tumbuh dan berkembang di tengah perubahan dunia yang sangat cepat.
Teknologi digital, internet, dan media sosial sudah menjadi bagian yang tidak bisa di pisahkan dari
kehidupan mereka sehari-hari. Meskipun kemajuan teknologi memberikan manfaat yang besar
dalam meningkatkan akses informasi dan interaksi sosial, Generasi Z juga menghadapi tantangan
psikologis yang serius. paparan yang berlebihan terhadap media sosial dan berita yang memicu
Faktor-faktor seperti tekanan akademik, masalah sosial, persepsi diri, dan ekspektasi yang tinggi
yang dapat meningkatkan tingkat kecemasan (anxiety) pada Generasi Z.
Kecemasan (anxiety) adalah perasaan takut atau khawatir berlebihan yang mengganggu
dan dapat mempengaruhi kesejahteraan seseorang, meskipun kecemasan adalah emosi alami yang
dapat dialami oleh siapa pun, namun tingkat kecemasan yang tinggi dan berkelanjutan dapat
berdampak negatif pada kesehatan mental dan fisik seseorang. Tingkat kecemasan pada Generasi Z
telah menjadi perhatian serius bagi para ahli dan peneliti. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
Generasi Z menghadapi tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan generasi
sebelumnya (Twenge dkk., 2018) . maka diperlukan upaya untuk menumbuhkan rasa tenang di
dalam batin dan mental Generasi Z, salah satu bentuk dalam menumbuhkan rasa tersebut salah
satunya dengan ibadah, disyariatkan dan diutamakan bagi umat muslim yaitu dengan melaksanakan
ibadah sholat.
Sholat adalah salah satu ibadah utama dalam agama Islam, di mana seorang Muslim
melakukan serangkaian gerakan dan bacaan khusus sebagai bentuk komunikasi langsung dengan
Allah SWT. Sholat melibatkan konsentrasi dan refleksi spiritual, serta membawa pengalaman
kedekatan dengan Tuhan. Potensi sholat sebagai solusi untuk mengatasi anxiety telah menjadi
fokus penelitian dalam konteks kesehatan mental. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa praktik
sholat dapat berkontribusi dalam mengurangi tingkat kecemasan dan stres pada individu yang
melaksanakannya secara rutin.
TINJAUAN PUSTAKA
Generasi Z yang juga dikenal sebagai "Digital Natives" atau "iGeneration," adalah
kelompok masyarakat yang lahir di tahun 1997 hingga 2012. Mereka tumbuh dewasa di tengah
perkembangan teknologi digital yang pesat, termasuk internet dan media sosial. Berbagai penelitian
telah mengidentifikasi meningkatnya tingkat kecemasan pada Generasi Z dalam beberapa tahun
terakhir. Faktor-faktor seperti tekanan akademik yang tinggi, persaingan yang tinggi,
ketidakstabilan sosial dan ekonomi, serta terpapar informasi negatif secara terus-menerus melalui
media sosial telah berkontribusi pada tingkat kecemasan (Anxiety) yang meningkat pada Generasi
Z (Lukianoff G & Haidt J, 2018)

Kecemasan yang berlebihan (Anxiety) pada Generasi Z dapat memiliki dampak serius pada
kesehatan fisik dan mental Generasi Z. Tingkat kecemasan yang tinggi telah dikaitkan dengan
gangguan tidur, penurunan konsentrasi, dan penurunan performa akademik
(Hunt & Eisenberg, 2010)
. Selain itu, kecemasan yang berlebihan (Anxiety) dapat menyebabkan masalah kesehatan
mental jangka panjang seperti depresi dan gangguan kecemasan lainnya, serta jika kita memiliki
kecemasan yang berlebihan dengan jangka panjang badan akan merespon dengan hal-hal yang kita
tidak tahu sebagai bagian dari stres. Contohnya penyakit dispepsia atau gangguan lambung. In the
long run, bisa muncul gangguan jantung, hipertensi, dan diabetes (Manampiring H, 2019) .
Disebutkan juga dalam Surah Al-Maarij ayat 9 hingga 11 adalah mereka yang berkeluh kesah,
berkesusahan, tidak sabar, kikir, putus asa dan tidak menunaikan hak-hak Allah SWT, yang mana
tanda-tanda itu merupakan tanda individu yang mengalami masalah jiwa dan dari perspektif
psikologi modern adalah mereka yang mengalami kecemasan yang berlebihan (Anxiety), resah,
gelisah, insomnia, tidak berselera makan, kurang beraktivitas dan putus asa. Secara umumnya,
kedua-dua perspektif ini berhubungan dengan beberapa tanda dan ciri yang hampir sama di antara
satu sama lain.Oleh karena itu, penting untuk menemukan strategi yang efektif untuk mengatasi
kecemasan pada Generasi Z, diperlukan upaya untuk menumbuhkan rasa tenang di dalam batin dan
mental Generasi Z. Salah satu bentuk upaya untuk menumbuhkan rasa tenang di dalam batin dan
mental yaitu dengan melaksanakan ibadah sholat.
Sholat, sebagai bentuk ibadah dan spiritualitas dalam agama Islam, menawarkan potensi
sebagai solusi untuk mengatasi kecemasan pada Generasi Z. Sholat adalah salah satu kewajiban
ibadah dalam agama Islam dan merupakan salah satu pilar utama dalam menjalankan keyakinan.
Selain aspek religius, sholat juga mencakup elemen spiritualitas yang kuat. Praktik sholat
melibatkan hubungan langsung dengan Tuhan, introspeksi diri, dan refleksi tentang kehidupan dan
tujuan eksistensi. Aktivitas spiritual seperti sholat telah terbukti memiliki kaitan dengan kesehatan
mental dan kesejahteraan individu dalam berbagai penelitian (Koenig, 2012).
Beberapa penelitian awal menunjukkan adanya hubungan antara praktik sholat dan tingkat
kecemasan pada berbagai kelompok umur (Mahoney dkk., 2001) . Dalam konteks Generasi Z,
sholat dapat berfungsi sebagai sarana untuk meredakan kecemasan yang mereka alami dalam
kehidupan sehari-hari. Saat melakukan sholat, Generasi Z dapat menciptakan momen ketenangan
dan ketenangan diri, yang membantu mengurangi tingkat stres dan kekhawatiran yang mereka
rasakan. Penelitian telah menunjukkan bahwa sholat secara signifikan dapat mengurangi gejala
anxiety pada individu. Ketika kita sholat, kita fokus pada Tuhan dan merenungkan betapa kecilnya
masalah kita dibandingkan dengan kebesaran-Nya. Hal ini dapat membantu meredakan perasaan
cemas dan membawa kedamaian pada pikiran. Selain itu, sholat juga dapat membantu
meningkatkan rasa percaya diri dan memperkuat hubungan dengan Tuhan.
Meskipun ada bukti awal yang menunjukkan potensi sholat sebagai solusi untuk mengatasi
kecemasan pada Generasi Z, penelitian yang secara khusus mengeksplorasi hubungan ini masih
terbatas. Studi lebih lanjut diperlukan untuk memahami secara lebih mendalam mekanisme dan
efek sholat terhadap tingkat kecemasan pada Generasi Z. Selain itu, sholat sebagai solusi untuk
mengatasi kecemasan mungkin dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti tingkat keterlibatan
dalam praktik keagamaan secara keseluruhan dan dukungan sosial dari lingkungan sekitarnya.
METODOLOGI
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat studi pustaka (library research) yang
menggunakan buku-buku dan literatur-literatur lainnya. Metode ini bertujuan untuk menyelidiki
hubungan antara praktik sholat dan potensinya sebagai solusi untuk mengatasi kecemasan pada
Generasi Z berdasarkan analisis mendalam dari literatur yang relevan. Penelitian kualitatif
diperlukan analisis deskriptif untuk memberikan gambaran dan keterangan secara jelas, objektif,
sistematis, analistis dan kritis mengenai terapi sholat sebagai upaya mengatasi anxiety pada
Generasi Z. Metode yang digunakan ada 3 (tiga). Pertama, eksploratif, yaitu; mengeksplorasi dan
menjabarkan data yang ada secara apa adanya. Kedua, interpretasi, yaitu; memberikan arti dan
analisis terhadap pola-pola deskriptif serta keterkaitan antara data yang ditemukan. Ketiga, analisis,
yaitu; upaya yang digunakan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan adanya
perincian terhadap objek yang diteliti, atau memilah-milah antara pengertian satu dengan
pengertian lainnya, untuk sekedar memperoleh kejelasan mengenai suatu hal.
Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan terdiri dari artikel, buku, jurnal, dan
hasil diskusi penelitian terdahulu. Metode analisis yang diterapkan adalah analisis deskriptif
konten, di mana peneliti mendalam membahas isi dan informasi yang diperoleh dari sumber data
tersebut. Proses kerja peneliti dimulai dengan mengumpulkan semua data yang relevan, lalu
mempelajarinya secara seksama. Selanjutnya, peneliti mencatat poin-poin penting yang dapat
digunakan untuk memperkaya analisis penelitian. Setelah data terkumpul, peneliti melakukan
kategorisasi dan membuat polarisasi sehingga mempermudah proses interpretasi data. Dengan
demikian, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang efektivitas terapi sholat sebagai upaya
mengatasi kecemasan (anxiety) pada masyarakat modern.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Generasi Z dan Masalah Anxiety
Kecemasan (anxiety) adalah perasaan khawatir atau ketakutan terhadap hal buruk yang
mungkin terjadi di masa depan. Hal ini mencakup perasaan yang tidak jelas dan mengganggu,
terkait dengan ketidakpastian dan perasaan tidak berdaya (Stuart, 2006:144). Merasa cemas pada
tingkat tertentu sebenarnya normal dan tidak menjadi masalah, tetapi masalah timbul ketika
kecemasan tersebut mengganggu KES-T (Kesehatan Efektivitas Sehari-Terganggu) dan
menghambat individu dalam menjalankan aktivitas sehari-hari secara normal. Banyak faktor yang
dapat menyebabkan kecemasan, seperti gangguan pada sistem saraf otak yang mengontrol emosi
dan rasa takut. Perkembangan dan modernisasi masyarakat dari tradisional ke masyarakat modern
telah mengharuskan individu untuk menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut, dan kadang-
kadang rasa cemas bisa muncul karena kesulitan dalam beradaptasi dengan perubahan dan
perkembangan yang terjadi.
Generasi Z, yang saat ini berusia antara 10 dan 25 tahun, lahir antara tahun 1997 dan 2012, telah
diidentifikasi sebagai generasi paling cemas dalam sejarah hingga saat ini. Kecemasan (anxiety)
yang mereka alami tidak hanya dipicu oleh pandemi COVID-19 tahun kemarin, tetapi juga oleh
berbagai faktor lain seperti pengangguran, perubahan iklim, teknologi, dan stres lainnya. Penelitian
yang dilakukan oleh McKinsey menyoroti pandangan hidup yang kurang positif dari Generasi Z,
termasuk tingkat kesejahteraan emosional dan sosial yang lebih rendah dibandingkan generasi
sebelumnya.
Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa Generasi Z melaporkan tingkat gangguan
emosional yang lebih tinggi, dengan satu dari empat responden mengaku merasa terganggu secara
emosional. Angka ini hampir dua kali lipat dari tingkat yang dilaporkan oleh generasi milenial dan
Gen X, serta lebih dari tiga kali lipat dari tingkat yang dilaporkan oleh generasi baby boomer.
Tingkat kecemasan yang tinggi ini menimbulkan keprihatinan karena dapat berdampak negatif
pada kesejahteraan mental dan sosial mereka.
Para anggota Generasi Z, meskipun terhubung dengan teknologi digital, sering kali merasa
kekosongan dalam diri mereka. Kecemasan yang tinggi pada Generasi Z terkait dengan berbagai
faktor, seperti tekanan akademik, pandemi COVID-19, ketidakpastian masa depan, dan perubahan
sosial yang cepat. Tanpa adanya pegangan nilai transcendent yang kuat, Generasi Z dapat merasa
bingung dan kehilangan arah dalam menghadapi tantangan hidup mereka.
Dalam dunia yang semakin terkoneksi secara digital, Generasi Z dapat merasa terisolasi
secara sosial, menyebabkan peningkatan kecemasan dan stres. Teknologi yang membawa manfaat
dan kemudahan sekaligus dapat menciptakan tekanan sosial dan perbandingan dengan orang lain
melalui media sosial. Hal ini dapat meningkatkan perasaan tidak aman dan meragukan diri,
memperparah tingkat anxiety pada Generasi Z.
Kehilangan pegangan spiritual dapat menyebabkan mereka mencari pengganti yang tidak
sehat atau berbahaya untuk mengatasi kecemasan, seperti kecanduan media sosial, perilaku
merugikan diri, atau mencoba obat-obatan terlarang. Dampak dari kurangnya kebutuhan spiritual
ini tidak hanya mengenai individu, tetapi juga menciptakan lingkungan sosial yang cenderung tidak
stabil dan berisiko.
Sholat untuk Mengatasi Anxiety pada Generasi Z
Dalam kaitannya dengan hubungan antara sholat dan kesehatan jiwa, salah satu ciri
kesehatan jiwa yang baik adalah memiliki jiwa yang tenang. Hal ini terkait dengan fakta bahwa
saat melaksanakan sholat, seseorang diwajibkan mencari tuma'ninah (ketenangan) agar dapat
menjalani sholat dengan khusyuk dan tenang. Khusyuk dalam sholat juga merupakan salah satu ciri
orang mukmin yang berhasil, sebagaimana disebutkan dalam Surah Al-Muminun, ayat 1-2.
Dalam konteks ini, penting bagi individu yang melaksanakan sholat untuk mencari
ketenangan batin dan memperoleh pegangan spiritual untuk menghadapi zaman yang penuh dengan
ketidak pastian ini. Ketenangan batin ini berarti menghilangkan gangguan pikiran dan menciptakan
keadaan pikiran yang tenang dan fokus saat beribadah. Dalam keadaan tenang dan fokus inilah,
seseorang dapat menghadirkan hati dan pikiran secara penuh dalam sholat, sehingga memperkuat
hubungannya dengan Tuhan dan meningkatkan kualitas kesehatan jiwa secara keseluruhan.
Terdapat dua syarat yang harus dipenuhi agar sholat dapat berperan dalam penyucian dan
kesehatan jiwa. Pertama, solat harus dilakukan dengan sempurna, dengan tata cara yang benar
sesuai dengan ajaran Al-Quran dan Sunnah. Hal ini mencakup melaksanakan solat dengan rapi,
menjaga waktu solat, menghindari kelalaian, dan melakukannya dengan ikhlas. Kedua, solat harus
didirikan dengan khusyuk dan penghayatan penuh. Kehadiran pikiran dan hati yang khusyuk dalam
solat sangatlah penting, karena solat yang tidak khusyuk akan menjadi seperti jasad tanpa roh, tidak
memberikan dampak yang sebenarnya dalam penyucian jiwa.
Jika khusyuk tidak ada dalam hati orang yang sedang melaksanakan solat, maka ruang
kosong dalam hati itu akan diisi dengan sifat lalai. Orang yang lalai dalam solat tidak akan
merasakan keagungan Allah SWT, meskipun bibirnya mengucapkan kata-kata pujian dan
penghormatan kepada-Nya selama solat. Bahkan, Allah SWT murka dan mencela mereka yang
melaksanakan solat tetapi tidak fokus dan khushu' dalam ibadahnya (Surah Al-Maun, 107: 4-5).
Sebaliknya, jiwa orang yang melaksanakan solat dengan khusyuk akan merasa damai dan tenang,
karena dalam solat itu terdapat doa-doa dan zikir-zikir yang dapat menenangkan jiwa. Hal ini
sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surah Ar-Ra'd (13:28) yang artinya “ ketahuilah bahwa
dengan zikrullah itu, tenang tentram lah hati manusia”.
Sholat yang Khusyu
Sholat adalah bentuk zikir dan doa yang menjadi medan yang cocok untuk mencari
ketenangan dalam diri manusia. Ketenangan adalah nikmat yang sangat penting dalam untuk
Generasi Z saat. Dengan adanya ketenangan, seseorang dapat menjalankan solat dengan khusyuk,
Ketenangan menjadi lawan dari kegelisahan (anxiety), sehingga ketika seseorang menghadapi
situasi yang menggelisahkan hati, dia dianjurkan untuk mendekatkan diri melalui solat dan doa,
memohon pertolongan dari Allah untuk mencapai ketenangan tersebut. Allah S.W.T. menurunkan
sakinah (ketenangan) kepada mereka yang mengingati-Nya, dan itu merupakan panganan yang
benar-benar menyenangkan bagi jiwa, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Khusyuk dalam shalat bermakna kesadaran sepenuhnya tentang kerendahan diri kita
sebagai hamba di hadapan keagungan Tuhan Yang Maha Esa (Rubûbiyyah). Sikap khusyuk ini
merupakan hasil dari perasaan cinta dan takut kepada Sang Pencipta yang Maha Pengasih dan
Maha Dahsyat. Implikasi dari sikap khusyuk ini adalah orang yang mengalaminya akan berusaha
sepenuh hati untuk memusatkan seluruh pikiran dan keberadaannya kepada kehadiran Allah, serta
membersihkan hatinya dari segala hal selain-Nya.
Kehadiran hati dalam shalat memiliki peranan yang sangat penting. Rasulullah Saw. telah
bersabda bahwa shalat yang diterima hanyalah shalat yang dilaksanakan dengan hati yang hadir
sepenuhnya. Artinya, ketika kita melaksanakan shalat, hati harus sungguh-sungguh terfokus pada
ibadah tersebut. Shalat yang dilakukan dengan kehadiran hati memiliki nilai dan makna yang sejati.
Kehadiran hati dalam shalat adalah kunci untuk mencapai khusyuk yang sebenarnya. Tanpa
kehadiran hati, shalat hanya akan menjadi rutinitas fisik belaka, tanpa makna dan ruh yang sejati.
Oleh karena itu, penting bagi setiap muslim untuk selalu berupaya menjaga kehadiran hati saat
melaksanakan shalat, agar ibadah tersebut benar-benar membawa manfaat dan mendekatkan diri
kepada Allah.
Memang, melaksanakan sholat yang khusyuk bukanlah hal yang mudah, seperti diingatkan
Allah dalam firman-Nya: “Dan mintalah tolong dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya keduanya
amat sulit, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” Kiranya hal ini mudah dipahami. Jika sebesar
itu imbalan yang dapat kita peroleh dari melakukan shalat, tentu ia tak akan sedemikian mudah
diraih. Diperlukan azam yang teguh, disiplin yang ketat, dan latihan-latihan tak henti-hentinya serta
—di atas semua itu niat ikhlas hanya untuk mencari keridhaan-Nya agar seseorang benar-benar
dapat melakukan shalat secara khusyuk.
KESIMPULAN
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa solat memiliki peran yang efektif dalam
membantu Generasi Z mengatasi masalah kecemasan. Sebagai bentuk zikir dan doa dalam agama
Islam, solat memungkinkan individu merasa lebih dekat dengan Tuhan dan menciptakan perasaan
ketenangan serta keamanan dalam menghadapi tekanan dan stres dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa penelitian telah mengkaji hubungan antara solat dan kesehatan mental. individu
yang secara rutin melaksanakan solat cenderung memiliki tingkat kecemasan yang lebih rendah
dibandingkan dengan mereka yang jarang atau tidak pernah melaksanakan solat. Praktik solat lima
waktu terkait dengan penurunan gejala kecemasan, peningkatan kualitas tidur, dan perasaan
kesejahteraan secara keseluruhan.
Bagi Generasi Z yang dihadapkan pada tekanan dan stres dalam kehidupan modern yang
kompleks, perlu pengangan spiritual bagi Generasi Z untuk mendapat ketenangan dalam
menghadapi zaman yang serba cepat ini, sholat dapat menjadi alat yang bermanfaat untuk
mengelola kecemasan. Selain memberikan manfaat bagi kesehatan mental, solat juga dapat
membantu menciptakan koneksi spiritual yang lebih mendalam dan memberikan makna dalam
menjalani kehidupan.
REFERENSI

Bagir H. (2006). Buat Apa Shalat.

Doufesh, H., Ibrahim, F., Ismail, N. A., & Wan Ahmad, W. A. (2014). Effect of Muslim Prayer (Salat) on α
Electroencephalography and Its Relationship with Autonomic Nervous System Activity. Journal of
Alternative and Complementary Medicine, 20(7), 558–562.
https://doi.org/10.1089/acm.2013.0426

Hunt, J., & Eisenberg, D. (2010). Mental Health Problems and Help-Seeking Behavior Among College
Students. Dalam Journal of Adolescent Health (Vol. 46, Nomor 1, hlm. 3–10).
https://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2009.08.008

Koenig, H. G. (2012). Religion, Spirituality, and Health: The Research and Clinical Implications. ISRN
Psychiatry, 2012, 1–33. https://doi.org/10.5402/2012/278730

Lukianoff G, & Haidt J. (2018). The Coddling of the American Mind -.

Mahoney, A., Paragment, K., Murray-Swank, A., & Murray-Swank, N. (2001). Sanctification of family
relationships Religion and the sanctification of family relationships* RELIGION AND THE
SANCTIFICATION OF FAMILY RELATIONSHIPS.

Manampiring H. (2019). Filosifi Teras: Vol. 13 cm x 19 cm.

Twenge, J. M., Joiner, T. E., Rogers, M. L., & Martin, G. N. (2018). Increases in Depressive Symptoms,
Suicide-Related Outcomes, and Suicide Rates Among U.S. Adolescents After 2010 and Links to
Increased New Media Screen Time. Clinical Psychological Science, 6(1), 3–17.
https://doi.org/10.1177/2167702617723376

Anda mungkin juga menyukai