Anda di halaman 1dari 2

Penembak Misterius, atau biasa masyarakat sebut singakatannya dengan Petrus.

Sebuah kasus yang


cukup menjadi sisi gelap pemerintahan Orde Baru.Sebagaimana telah kita maklumi dan dengar
sebelumnya, pada masa Orde Baru dibawah tangkup kepemimpinan Soeharto, walaupun ini dilema
namun bisa kita katakan bahwa masa masa itu, kondisi Indonesia "aman".Tangan besi Pak Harto mampu
membekukan setiap pergerakan separatis atau pembuat onar kala itu. Tentunya dengan pendekatan ala
militer khas background yang beliau miliki, yaitu dengan adanya operasi serta misi misi sistematis
sekaligus rahasia yang dijalankan secara cepat.Walaupun di sisi buruknya, kebebasan berpendapat dan
berekspresi sangat minim pada masa pemerintahannya, namun disisi lain, ketenangan dan kendali
pemerintahan terhadap rakyatnya bisa dikatakan absolut.Kasus petrus jika ditarik benang merahnya
berawal dari operasi penanggulangan kejahatan di Jakarta. Pada tahun 1982, Soeharto memberikan
penghargaan kepada Kapolda Metro Jaya Mayjen Pol Anton Soedjarwo atas keberhasilan membongkar
perampokan yang meresahkan masyarakat.Melihat perlunya hal serupa diterapkan oleh seluruh daerah,
pada Maret di tahun yang sama, di hadapan Rapim ABRI (sekarang TNI), Soeharto meminta polisi dan
ABRI mengambil langkah pemberantasan yang efektif menekan angka kriminalitas yang terjadi di
masyarakat.Hal yang sama diulangi Soeharto dalam pidatonya tanggal 16 Agustus 1982. Meminta untuk
angka kejahatan dan premanisme untuk ditekan dengan pemberantasan para pembuat onar.
Permintaannya ini kemudian direalisasikan oleh Pangkopkamtib Laksamana Soedomo, dalam rapat
koordinasi dengan Pangdam Jaya, Kapolri, Kapolda Metro Jaya dan Wagub DKI Jakarta di Markas Kodak
Metro Jaya tanggal 19 Januari 1983.Dalam rapat itu diputuskan untuk dibentuk "Operasi Clurit" yang
bertujuan menekan angka kriminalisme di Jakarta, langkah ini kemudian diikuti oleh kepolisian dan ABRI
di masing-masing kota dan provinsi lainnya.Operasi Clurit pun dimulai. Siap atau tidak siap, para preman
dan residivis berada dibawah radar tembak para Petrus.Para personil operasi petrus menyebar. Biasanya
mereka menggunakan pakaian biasa dan tidak mengenakan seragam militer apapun. Walaupun
namanya penembak misterius, tapi ini bukan berarti ada preman sedang jalan lalu ditembak dari arah yg
tidak diketahui ya, bukan begitu caranya.Para Petrus biasanya akan menginvestigasi keberadaan preman
dan residivis lainnya. Umumnya mereka adalah kriminal kelas teri yang dirasakan langsung intimidasi
dan perbuatan arogannya kepada masyarakat. Para preman ini biasa disebut Gali (Gabungan Anak
Liar).Jika data sudah didapat, maka hanya butuh setidaknya 1 malam, si preman akan diculik/dijemput
dan kemudian "lenyap" selama waktu tertentu.Pada masa merebaknya Petrus, para preman dan para
perampok kehilangan keberaniannya. Mereka dibayang bayangi penangkapan kapanpun. Salah satu ciri
khas preman kala itu adalah keberadaan tato di tubuhnya.Bagi orang2 Orde Baru, pemakaian tato sama
dengan bentuk perlawanan dan "menantang" pemerintahan.Ketika kasus Petrus pecah dan korban
mulai berjatuhan, sisa preman dan org2 yg bukan preman namun memiliki tato berbondong2
menghapus tatonya demi terlepas dari incaran Petrus. Bbrpa lagi memilih berlindung di sanak famili
yang memiliki latar belakang ABRI demi menyelamatkan diri. Sebagian lagi memilih mengurung diri di
rumah. Mereka tidak berani keluar selama masa Petrus masih santer terdengar.Para sasaran Petrus
biasanya akan menghilang secara tiba tiba dan baru "kembali" 2 sampai 7 hari kemudian dalam bentuk
jasad. Hampir semua jasad yang ditemukan dalam kondisi kaki dan tangan yang terikat.Banyak
diantaranya yang memiliki luka tembak di tubuh atau kepalanya. Beberapa lagi menunjukkan adanya
siksaan fisik sebelum terbunuh.Hal yang membuatnya mengerikan, para jasad petrus dibuang secara
"sembarangan" tanpa mengenal tempat. Mereka umumnya disimpan di dalam karung dan ditaruh di
depan toko, di tempat sampah, di tengah kebun, di tepian jalan,dan ada salah satu lokasi dengan
temuan korban petrus yg cukup banyak yakni Alas Roban. Hal ini pulalah yang membawa kabar bahwa
Alas Roban menjadi lokasi angker karena banyak mayat para preman yang dibuang disana.Korban dari
kasus Petrus ini bisa dikatakan masif. Tahun 1983 saja tercatat 532 orang tewas, 367 orang di antaranya
tewas akibat luka tembakan.Tahun 1984 ada 107 orang tewas, di antaranya 15 orang tewas
ditembak.Tahun 1985 tercatat 74 orang tewas, 28 di antaranya tewas ditembak.Data diatas adalah data
jenazah yang ditemukan, sedangkan dibalik itu ada sederetan nama lagi yang tidak diketahui lagi
bagaimana nasibnya. Mereka hilang bagai ditelan bumi tanpa meninggalkan bekas.Data diatas adalah
data jenazah yang ditemukan, sedangkan dibalik itu ada sederetan nama lagi yang tidak diketahui lagi
bagaimana nasibnya. Mereka hilang bagai ditelan bumi tanpa meninggalkan bekas.Tercatat ada 11
provinsi yang menerapkan petrus, seperti Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Lampung,
Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Bali, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Yogyakarta dan
Jakarta menjadi 2 lokasi dengan tingkat operasi terbanyak.Presiden Soeharto dengan autobiografinya,
"Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya (1989)" ketika di bahasan Petrus Soeharto bertkata,
"Kejadian itu dikatakan misterius juga tidak."Dalam buku yang sama, dalam satu paragraf yang terdiri
atas 19 baris, Pak Soeharto menguraikan argumen bahwa kekerasan harus dihadapi dengan kekerasan.
Istilah Pak Harto, ini adalah treatment. Dengan mengIkuti caranya berbahasa dan cara beliau mengambil
kesimpulan:"Tindakan tegas bagaimana? Ya, harus dengan kekerasan. Tetapi, kekerasan itu bukan lantas
dengan tembakan.. dor.. dor.. begitu saja. Bukan! Yang melawan, mau tidak mau, harus ditembak.
Karena melawan, mereka ditembak.."Ketika membahas mengenai lokasi mayat yg "sembarangan",
Soeharto berkata "Lalu, ada yang mayatnya ditinggalkan begitu saja. Itu untuk shock therapy. Ini supaya
orang banyak mengerti bahwa terhadap perbuatan jahat masih ada yang bisa bertindak dan
mengatasinya.Tindakan itu dilakukan supaya bisa menumpas semua kejahatan yang sudah melampaui
batas perikemanusiaan itu."Tentang pendapat Soeharto atas kaum Galli itu sendiri terdapat uraian
menarik: "Mereka tidak hanya melanggar hukum, tetapi sudah melebihi batas perikemanusiaan."Yang
belakangan ini diperinci lagi: "Orang tua sudah dirampas pelbagai miliknya, kemudian masih
dibunuh....ada perempuan yang diambil kekayaannya dan istri orang lain itu masih juga diperkosa oleh
orang jahat itu di depan suaminya lagi. Itu sudah keterlaluan!"Kasus ini tidak bisa diusut atau dilakukan
apapun karena memang didasari atas perintah pemerintah pusat yang sah diterapkan oleh beberapa
provinsi sebagaimana yg sudah disebutkan sebelumnya.Walaupun mendapat pertentangan keras dari
para geriat HAM kala itu, Soeharto nyatanya hanya bergeming dan berkata "mereka itu tidak tau".Kasus
Petrus kemudian menghilang begitu saja tanpa naik ke meja hijau seiring melemahnya kepemimpinan
Soeharto. Siapa eksekutor dari opersi inipun tidak dibocorkan ke publik. Sementara itu masih banyak
"orang bertato" yang hingga kini statusnya masih hilang.Hilang, karena jasad atau apapun tidak pernah
lagi terlihat. Sementara mereka yang sempat mendapat serangan namun bisa lolos, menceritakan
bagaimana kengerian dan betapa cepatnya para Petrus menyerang.Tidakyang bisa disalahkan, tidak ada
yang bisa diadukan karena inilah cara dari The Smiling General untuk mempertahankan keamanan
negaranya.

Anda mungkin juga menyukai