Anda di halaman 1dari 6

Nama : Nu’ifatus Sadiyah

NIM : 121711433010

Mata Kuliah : Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia

Dosen Pengampu : Eni Sugiarti, S.S., M.A.

Review Buku
Siapa Sebenarnya Soeharto
Oleh: Eros Djarot (dkk)
Soeharto adalah nama seorang pemimpin bangsa Indonesia yang ke-2. Jika
berbicara tentang Soeharto, yang akan teringat dalam fikiran rakyat Indonesia adalah
masa Orde Baru dan penumpasan sebuah gerakan yang membuat siapapun yang
mendengarnya akan merasa trauma, gerakan tersebut adalah gerakan G-30S. Tapi
apakah semua rakyat tau siapa sebenarnya Soeharto ??, dalam isi buku yang saya review
ini membahas tentang siapa Soeharto dan semua perjalanan hidupnya mulai awal
menjadi TNI AD sampai menjabat menjadi orang nomor satu di Indonesia.

Dalam buku ini dibahas tentang keterkaitan Soeharto dengan tokoh-tokoh PKI,
agen rahasia CIA, juga dengan pihak Amerika yang didapatkan melalui hasil
wawancara tabloid DeTAK yang merupakan kelanjutan dari tabloid DeTIK dan sempat
dilakukan pmbredelan pada 21 Juni 1994 karena muatan beritanya yang
kontroversional. Buku ini hanya berisi pertanyaan yang diberikan pihak tabloid dan
jawaban dari narasumber saat wawancara, bukan menggunakan narasi ataupun
penulisan buku pada umumnya. Setiap hasil wawancara dari satu tokoh dijadikan
sebagai pemisah antar bab.

Pada awal pebahasan buku ini mengulas sejarah singkat perjalanan Soeharto
dalamlangkah awalnya sebagai Presiden, mulai dari ungkapan bahwa Orde Soeharto
menggunakan pembenaran sejarah sebagai pembunuh kebenaran sejarah, pernyataan
bohong yang diberikan Soeharto kepada Jendral Soedirman tentang keadaan Madiun
yang baik-baik saja, karena sakit hatinya Soeharto yang diremehkan, bahkan sampai
tentang bagimana Soeharto mendapatkan Supersemar dan menyelewengkannya yang
menjadi langkah awal untuk mejadi sang penguasa, bahkan banyak yang berpendapat
bahwa banyak sekali hal yang kebetulan dalam semua pristiwa yang terjadi.

Semua kebetulan yang dianggap ganjil, akhirnya membuat tim dari majalah
tersebut berfikiran untuk mengungkap siapa sebenarnya Soeharto melalui media
wawancara.Orang yang di wawancarai pertama kali oleh pihak DeTAK adalah dengan
Mayjen TNI (Purn) Tahir oleh Bhimo Nugroho di rumah Tahir yang bertempat di
Kebayoran Baru. Tahir adalah orang yang bertugas melakukan pemeriksaan terhadap
orang-orang yang dianggap sebagai penggerak gerakan G-30S.

Dalam wawancaranya Bhimo mengulas lebih banyak tentang siapa saja orang
penting PKI dan tentang siapa sebenarnya Sjam Kamaruzzaman yang katanya
mendapatkan hukuman mati pada 1968. Tapi pada kenyataannya Sjam tampak keluar
masuk diberbagai instansi militer pada awal 1980. Dari pernyataan Tahir, beliau
mengungkapkan bahwa Sjam ditugaskan oleh Biro Khusus PKI yang dari awal memang
berniat untuk merebut kekuasaan pemerintah, terutama ketika Bung Karno sedang sakit
keras. Namun dalam beberapa penjelasannya berkesan ada yang di tutup-tutupi, salah
satunya adalah setelah menyatakan bahwa Latief adalah seorang PKI beliau tidak mau
memberi pendapat terkait apakah Latief berniat berkhianat pada PKI jika dilihat dari
laporan Latief kepada Soeharto tentang akan adanya sebuah gerakan yang sangat
mengancam negara, atau mungkin memang Soeharto yang tidak menanggapi laporan
Latief memang bagian dari gerakan ini, beliau menyatakan tidak mau ngomong tentang
masalah ini dan terkesan ada hal besar yang ditutup-tutupi.

Terkait dengan pernyataan Soeharto tentang kekejaman PKI dalam menyiksa


para Jendral dengan cara matanya di cungkil, alat vitalnya dipotong dan dimasukkan
kedalam mulut korban yang disiarkan langsung di RRI dan TVRI pada hari Senin
tanggal 4 Oktober 1965 sangat bertolak belakang dengan data hasil otopsi tim forensik
yang dibaca DeTAK dan menunjukkan bahwa sama sekali tidak ada bekas penyiksaan,
bahkan mata dan alat vital ketujuh korban tersebut masih utuh. Di lain hal Soeharto
diceritakan juga terkesan mengulur waktu dalam perebutan RRI, yang jelas-jelas
digunakan oleh para penggerak G-30S untuk mengumumkan tentang penangkapan para
Jendral, padahal letak gedung RRI ada di sebrang Kostrad.

Wawancara yang kedua adalah dengan Mayor TNI (Purn) Soekarbi pada 24
September 1998 di Ponorogo yang saat itu berusia 73 tahun, Soekarbi adalah mantan
Komandan Bataliyon 530/Para/Brawijaya. Tahun 1970 beliau masuk tahanan dan baru
keluar pada 1980, menurut keterangan yang disampaikan beliau ditahan diperkirakan
karena membuat laporan lengkap tentang apa yang beliau alami dan ketahui dalam
kejadian 30 September dan 1 Oktober 1965. Beliau menceritakan bahwa pasukannya
diperintahkan oleh Panglima Kostrad untuk membawa pasukan ke Jakarta dalam rangka
mengikuti HUT ABRI Ke-20 melalui radiogram, beliau menceritakan bahwa ada
briefing pada tanggal 29 September sampai jam 11 malam yang berisi tentang Ibu Kota
Jakarta dalam keadaan gawat, kedua ada kelompok Dewan Jendral yang akan
mengadakan Kudeta terhadap pemerintahan RI yang sah, kemudian setelah selesai
brefing resimen Cakrabirawa meninggalkan tempat. Tapi anehnya Panglima Kostrad
justru mengatakan bahwa hal tersebut tidak benar.

Pernyataan yang paling mengejutkan adalah bahwa Soekarbi menyatakan bahwa


Pangkostrad tahu akan penculikan para Jendral dan sebenarnya bisa dicegah, tetapi
Panglima Kostrad justru diam saja dan memilih mengambil tindakan saat kejadian
berdarah tersebut selesai terjadi.

Wawancara yang ke tiga adalah dengan Anton Ngenget , mantan agen agen
rahasia RI, CIA, dan KGB. Awal dari pernyataannya adalah mengenai kelompok pathuk
di Yogya yaitu sebuah kelompok orang-orang kiri yang kemudian pecah menjadi
PKI,PSI, dan Murba. Ngenget juga mengatakan bahwa Soeharto ikut dalam kelompok
pathuk tersebut dan cendrung ke aliran Murba. Pada tahun 1948 Soeharto di tugasi
untuk ke Madiun karena Jendral Sudirman mendengar bahwa PKI sedang menyusun
kekuatan, namun pernyataan yang diberikan Soeharto justru berbanding terbalik beliau
melaporkan kepada Jendral Soedirman bahwa Madiun baik-baik saja tetapi pada
kenyataannya sehari setelah laporan tersebut akhirnya pecah “Peristiwa Madiun”, yang
lebih mengherankan adalah salah satu orang yang terlibat dalam peristiwa tersebut dan
berhasil melarikan diri adalah Latief yang ternyata memiliki hubungan yang erat dengan
Soeharto, Ngenget menyebutnya “tukang pukul” Soeharto.

Hal lainyang dikatakan oleh Ngenget adalah bahwa pada tahun 1958,
persekongkolan Soeharto dengan Bob Hasan dan Sioe Liong dalam penyelundupan di
Semarang terbongkar, yang membuat jabatannya sebagai Pangdam Diponegoro dicopot
dan digantikan oleh Pranoto, karena Pranoto dikenal tegas beliau berani mengambil
semua fasilitas milik Kodam Diponegoro yang dipinjam Soeharto kepada pengusaha
Cina untuk kepentingan pribadinya. Soeharto merasa sakit hati dengan hal tersebut serta
dendam kepada Pranoto.

Selain dendam kepada Pranoto, Ngenget juga mengungkapkan bahwa Soeharto


juga sakit hati kepada D.I Panjaitan karena menolak pngangkatanya sebagai ketua senat
SSKAD karena tidak percayapada moralitas Soeharto, orang yang merasa menyakiti
hatinya selanjutnya adalah Yani karena Soeharto menganggap bahwa Soekarno telah
menganak emaskan Yani.

Karena rasa sakit hatinya inilah kemudian CIA mulai tertarik kepada Soeharto.
Wawancara dengan Dyno sebagai pendiri klompok pathuk dan mantan anggota dewan
PSI, beliau menyatakan bahwa Soeharto masuk dalam anggota pathuk hanya selama
beberapa bulan untuk belajar politik. Menurut Dyno tentang bagaimana sikap Soeharto
terhadap G-30S masih perlu diselidiki, tapi menurut beliau sikap Soeharto ragu-ragu.
Pada 1947, ketika Tan Malaka ingin menggunakan markas Soeharto untuk pertemuan
dengan para pendukung Tan Malaka membuat Dyno memiliki tugas dari Soekarno
untuk mengingatkan Soeharto untuk jangan ikut Tan Malaka, karena hal ini juga
Soeharto merasa sakit hati dengan Soekarno.

Tentang adanya kejadian G-30S trnyata Bung Karno tidak mengetahui sama
sekali, dan bisa jadi saat itu jika Mawulwi Salean sebagai mantan wakil komandan
resimen Cakrabirawa tidak menghubungi Soekarno dengan cepat bisa dipastikan
Soekarno akan bernasib sama dengan ketujuh Jendral tersebut.
Wawancara dengan Sri Mulyono Herlambang, mantan Mentri Panglima
Angkatan Udara. Beliau menyatakan bahwa dendam Soeharto kepada Pranoto begitu
besar, karena Pranotolah yang melaporkannya tentang penyelundupan dan kerjasama
Soeharto dengan pihak Cina. Pada saat itu, saat Omar Dhani dipindahkan sementara
keluar negri untuk menghindari memanasnya AURI dan ABRI maka Mulyonolah yang
menggantikannya sebagai Mentri Pangau ditunjuk oleh Bung Karno dan seharusnya
kedudukannya itu setara dengan Pranoto namun karena Pranoto tidak datang saat
dipanggil karena ditahan oleh Kostrad akhirnya Soehartolah yang menduduki jabatan
tersebut.

Mulyono mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Mentri Pangau setelah


turunya Surat Perintah Sebelas Maret yang digunakan untuk menangkapi mentri-mentri
yang dicurigai terlibat dalam gerakan tersebut dan harus dihabisi, termasuk Mulyono
karena dianggap melindungi AURI. Kata Mulyono di Kostrad sudah terdapat nama-
nama siapa saja yang harus disingkirkan termasuk Mulyono, akhirnya beliaupun
mundur dari jabatanya.

Mengenai surat perintah sebelas maret Mulyono menceritakan secara rinci


tentang bagaimana prosesnya. Awal pembuatan SUPERSEMAR karena adanya pasukan
liar yang telah mengambil di jalan Majapahit dan Harmoni pada saat rapat dengan 100
mentri, serta adanya nota dari Pak Subur yang meminta agar Soekarno meninggalkan
Istana Negara dengan segera mengingat adanya pasukan liar tersebut, akhirnya rapat
dibubarkan. Kemudian Pak Jusuf dan Pak Basuki Rachmat jalan kedepan dan pergi ke
tempat Soeharto, setelah itu menyusul Bung Karno ke Bogor dan menyatakan bahwa
Pak Karno jangan resah karena Pak Harto sanggup mrnjamin tapi perlu surat
perintahnya. Surat tersebut diketik oleh Pak Subur dan ditandatangani Bung Karno.

Karena pada penerapan SUPERSEMAR banyak penyimpangan seperti


pembubaran partai PKI yang sebenarnya adalah wewenag Presiden. Hal ini membuat
Pak Karno melayangkan Surat Teguran pada 13 Maret dan dalam surat tguran tersebut
dilakukan banyak tindesan lalu diperbanyak dan disebarluaskan. Bisa jadi
SUPERSEMAR yang di sebarluaskan tersebut adalah Surat Teguran yang sebagian
sudah di tindes.

Dengan SUPERSEMAR tersebut Soeharto semakin bringas dalam membasmi


PKI sampai ke akar-akarnya bahkan tidak segan-segan untuk langsung ditembak
ditempat.

Menurut Ny.Supeni sebagai tokoh PNI menyatakan bahwa SUPERSEMAR


bukan merupakan surat pemindahan kekuasaan, melainkan adalah surat perintah untuk
mengatasi keamanan. Tetapi justru Soeharto malah menyalah gunakan wewenang yaitu
mengubah MPR/DPR, orang-orang PNI dan PKI dibuang, dan diisikan dengan orang-
orangnya untuk mengangkatnya menjadi Presiden. Beliau juga menyatakan pendapat
Bung Karno bahwa beliau tidak akan rela jika Indonesia sampai pecah, beliau berkata
“lebih baik aku yang tenggelam, daripada melihat bangsaku terpecah belah”.

Wawancara selanjutnya adalah dengan Prof.Dr.Mahar Mardjono yang


merupakan anggota Tim Dokter Kepresidenan. Mahar menyatakan bahwa Soekarno
pada 17 Agustus 1965 mengalami muntah-muntah, yang kemudian diperiksa dan diberi
obat serta dianjurkan untuk istirahat, tetapi beliau tidak mau karena harus berpidato
untuk 17 Agustus. Karena kondisi Bung Karno yang sedang sakit akhirnya di bentuk
tim kecil untuk berjaga-jaga. Kemudian dari pihak Soeharto tidak percaya dengan
anggota dokter Indonesia danmenugaskan dokter dari RRCuntuk menangani Bung
Karno.

Kondisi Bung Karno lambat laun terus menurut setelah dipindahkan ke Wisma
Yaso. Awal pindahnya ke Wisma Yaso wajahnya terlihat cerah, selama dua tahun
Maharlah yang mengantar Soekarno untuk rutin melakukan pemeriksaan. Yang
membingungkan adalah kenapa Soekarno dimasukkan kedalam rumah tahanan padahal
beliau tidak pernah diadili, bahkan Soekarno dilarang untuk keluar rumah untuk sekedar
jalan-jalan, tidak boleh ada radio, tidak boleh ada surat kabar, dan anak-anaknyapun
tidak boleh kesana.

Mahar mengatakan bahwa malam itu Soekarno menangis di pundaknya karena


beliau ingin keluar dan merasa dilakukan tidak adil, karena di tahan tanpa ada
keterangan yang jelas tentang kesalahan beliau apa, bahkan beliau tidak pernah diadili.
Selain itu, semua data tentang hasil tes kesehatan juga tiba-tiba menghilang bersamaan
dengan memburuknya kesehatan Bung Karno. Setelah dua tahun menemani Bung
Karno dalam penanganan Selanjutnya dilakukan dokter dari RRC untuk menangani
Soekarno, ketika ditanya tentang obat apa yang diberikan kepada Soekarno mereka
hanya diam dan tak mau menjawab.

Saat itu hari-hari terakhir Soekarno, saatnapasnya mulai satu-satu anaknya


Rachmawati melantunkan syahadat di telinga beliau, sampai akhirnya pada pukul 07.00
beliau menghembuskan nafas terakhirnya. Sebelum meninggal Maharlah yang
memegang tangan Bung Karno saat beliau sempat membuka matanya sebentar dan
kemudian tertidur kembali untuk selama-lamanya setelah mengalami koma.

KRITIK

1. Buku ini sudah bagus, namun alangkah lebih bagus jika di tulis dalam
bentuk tulisan pada umumnya dan tidak hanya sekedar pertanyaan dan
jawaban dari hasil wawancara dengan narasumber.
2. Sebaiknya diberikan daftar isi supaya pembaca dapat lebih mudah dalam
mncari per babnya.
KELEBIHAN

1. Buku ini sangat menarik untuk dibaca karena berdasarkan wawancara


langsung dengan pihak yang terkait dengan judul buku.
2. Buku ini sangat bermanfaat untuk dibaca, dengan tujuan untuk melihat
sejarah dengan kacamata yang berbeda.
3. Sumber-sumber yang digunakan juga sangat akurat.
4. Penjelasannya rinci dan urut.

KESIMPULAN

Banyaknya versi penulisan tentang G-30S, sekaligus tentang Soeharto. Tujuan


utama dari penulisan ini adalah untuk melihat sejarah dari kacamata yang berbeda.
Terkait siapa dalang dari gerakan tersebut, semua penilaian kembali ke masing-masing
individu dalam menyikapinya. Jadi review buku yang berjudul Siapa Sebenarnya
Soeharto semata-mata untuk memperlihtkan kepada masyarakat tentang pendapat para
tokoh saat itu yang secara langsung terlibat dalam kejadian tersebut.

 Djarot, Eros (dkk).2006.Siapa Sebenarnya Soeharto.Jakarta.Media Kita.

Anda mungkin juga menyukai