Anda di halaman 1dari 3

Review Film Penumpasan Penghianatan G30S PKI

Penumpasan pengkhianatan G30S PKI atau yang biasa dikenal pengkhianatan G30S PKI merupakan
sebuah film yang disutradarai dan ditulis oleh Arifin C Nur . Film berdurasi 4 jam 34 menit 47 detik ini
diproduksi oleh D Dwipayana, dibawah Pusat Produksi Film Negara, Departemen Penerangan RI. Film
yang menggambarkan peristiwa G30S ini dibuat berdasarkan garis besar cerita prof Dr Nugroho
Notosusanto dan Ismail Saleh sebagai editor, dengan didukung data-data baik tulisan maupun
wawancara dengan korban atau pelaku secara langsung dan tidak langsung. Film yang diwajibkan
ditonton anak sekolah pada masa orde baru ini, biasanya akan di cut menjadi dua bagian dan
kebanyakan kita menonton bagian satunya saja. Dimana bagian satu yang merupakan awal film
sampai tragedi lubang buaya ,sang sutradara sangat totalitas dalam menggambarkan kekejaman PKI
,yang juga menjadi doktrin betapa kejamnya PKI. Bagian dua yang merupakan setelah tragedi lobang
buaya hingga ending, dimana sang sutradara sangat berhati hati karena pada bagian ini
menggambarkan peran besar Jendral Soeharto sebagai “ juru selamat “.
Film ini diawali dengan narasi tulisan tentang ideologi komunisme yang tidak bisa disejajarkan
dengan ideologi Pancasila, juga tujuan dibuatnya film ini sebagai pengingat bangsa akan gejala-gejala
komunisme agar tidak tumbuh dalam jiwa bangsa. Kemudian dilanjutkan dengan narasi suara yang
menceritakan kekejaman, kebiadaban ,dan fitnah yang dilakukan oleh PKI. Diantaranya, penyerangan
terhadap senter pelajar Islam Indonesia pada 13 Januari 1965 di Kediri, dan kekejaman kekerasan PKI
lainnya. Terungkap dokumen Perebutan kekuasaan oleh PKI pada 1964 namun mereka
menyanggahnya. PKI Madiun 1948 yang juga mereka sanggah yang dikemudian akan terbukti.
Pada tahun 1964, PKI membentuk Biro Chusus yang bertugas melakukan infiltrasi ke dalam tubuh
ABRI dan bersifat rahasia. Biro Chusus ini juga dikemudian bertugas dalam perencanaan G30S PKI
1965. Gerakan 30 September dipicu dengan adanya kabar jatuh sakitnya presiden Soekarno yang
dipastikan langsung oleh letjen Aidit ,juga timbulnya isu Dewan Jenderal yang akan melakukan
kudeta terhadap presiden Soekarno untuk menduduki kekuasaan Indonesia yang kabarnya akan
dilancarkan pada 5 oktober bertepatan peringatan hari HUT ABRI. Sjam Kamaruzaman yang
merupakan ketua BC mulai mengumpulkan aparat aparat negara yang pro PKI untuk perencanaan
G30S,ia menekankan didalam rapat BC bahwa mereka harus lebih dulu bertindak sebelum Dewan
Jenderal melancarkan KUP. Selain isu dewan jenderal, angkatan darat dianggapnya sebagai
penghalang besar mereka dalam rencana kudeta juga karena penolakan tegas yang pernah dilakukan
jendral Ahmad Yani mengenai tuntutan pembentukan angkatan ke lima oleh PKI .
Rapat persiapan pemberontakan PKI oleh BC dilaksanakan di kediaman BN Aidit pada 8 sampai 12
Agustus 1965 ,yang menghasilkan
1. Gerakan yang dilancarkan terbatas yaitu gerakan militer
2. Sasaran utama adalah para Jenderal atau dewan jenderal (tokoh tokoh anti partai)
3. Menguasai instalasi-instalasi vital seperti Telkom, RRI, kereta api, dan lain-lain.
Dalam rapat tersebut, Ir Sakirman berpendapat bahwa isu dewan jenderal bisa saja hanya isu yang
disebarkan oleh mata- mata lawan mereka ,dan mempertanyakan apakah sumber dapat mereka
percayai. Namun Sjam meyakinkan mereka bahwa isu ini memang benar bahkan bersumber dari
badan pusat intelejen. Dalam rapat ini, Sjam juga meyakinkan bahwa kunci kemenangan mereka
adalah Pulau Jawa, ketika mereka bisa menguasai Jawa maka Indonesia pun pasti akan mereka
kuasai. Nah, pada bagian ini akan sangat terlihat betapa ambisiusnya Sjam dan Aidit untuk merebut
kekuasaan pemerintahan dan juga mengganti ideologi Pancasila menjadi komunisme.
Pada rapat berikutnya mereka membahas operasi militer dan membentuk dewan revolusi guna
mengganti kandidat kamdipora dan membagi pembagian kerja. Gerakan militer akan dipimpin oleh
letkol Untung. Penculikan atau penyergapan tokoh dewan jenderal oleh pasukan pasopati dipimpin
letnan 1 Dul Arif dan resismen cokrobirawa. Penguasaan kota oleh pasukan Bima sakti dipimpin
Suradi. Dan komando pasis oleh pasukan Gatotkaca dipimpin mayor udara Gatot Sukisno. Dengan 7
jenderal yang menjadi target mereka yaitu Jenderal TNI AH Nasution, letnan Jenderal Ahmad Yani,
mayor Jenderal Raden Soeprapto, mayor Jenderal Mas Tirto Darmo Haryono, mayor Jenderal
Siswanto Parman, brigadir Jenderal Donald Panjaitan, dan brigadir Jenderal Sutoyo. Mereka akan
dibawa ke lobang buaya baik dalam keadaan hidup maupun mati atas perintah Sjam.
Pada 29 September 1965 mereka melakukan briefing di lubang buaya.30 September, pukul setengah
dua pagi tentara yang disusupi PKI mulai melancarkan penyergapan / penculikan. Dari hasil
penyergapan tersebut, mereka membawa ketujuh korban dengan tiga korban telah meninggal dan 4
korban masih hidup, yang salah satunya Leptu Pieree Tendean ajudan Jenderal Nasution di mana
Nasution berhasil bersembunyi dan selamat. Ketujuh korban dibawa ke daerah lubang buaya . Nah,di
sinilah mereka menyiksa dan menganiaya ketujuh korban tersebut, mereka memaksa Jenderal yang
masih hidup untuk Tekken surat pernyataan dewan jenderal. Keempat korban yang masih hidup setia
diam, sehingga membuat orang-orang PKI yang haus darah brutal menyiksa dan menganiaya dan
berujung membunuhnya. Menjelang fajar, Ke-7 mayat tersebut dimasukkan ke lubang buaya dengan
posisi kepala di bawah. Pada saat itu juga, satgas Bima sakti berhasil menguasai kantor
telekomunikasi dan RRI Pusat serta mengamankan ibu kota.Di bawah kekuasaan PKI, RRI
mengumumkan penangkapan sekelompok orang yang dianggap dewan jenderal oleh dewan revolusi
untuk mencegah tindakan dewan Jenderal yang akan mengkudeta presiden Soekarno. Juga
menyiarkan ideologi Panca adzimat revolusi.
Negara dan Pancasila dalam keadaan terancam. Namun masyarakat belum menampakkan reaksi atas
berita yang disiarkan RRI hari itu. Jenderal Nasution yang selamat mengunjungi Soeharto dan
menceritakan tragedi tersebut. Pada saat itulah, Jenderal Soeharto yang berinisiatif mengatasi
keadaan atau mengambil kesempatan dari keadaan. Pada bagian ini dan seterusnya akan
menonjolkan tiga karakter kuat tokoh Soeharto, yaitu berpikir, mengarahkan, dan mengambil
keputusan. Pada 3 adegan yang berbeda, Soeharto menekankan “PKI adalah dalang”. Tindakan awal
yang dilakukannya adalah mengambil alih kekosongan pimpinan angkatan darat, kemudian
membebaskan wilayah Halim, mengamankan Soekarno dan beberapa menteri. Sempat, pada suatu
forum bersama presiden dan beberapa mayor lain terjadi ketegangan, di mana Soeharto
menyampaikan bahwa angkatan udara berperan atau bahkan membantu PKI, mayor udara Leo
membantah tuduhan tersebut, ia menyatakan angkatan udara tidak tahu menahu mengenai kudeta
yang dilakukan PKI. Soeharto membuktikan ucapannya dengan menunjukkan senjata PKI yang
berhasil direbutnya, di mana senjata tersebut merupakan senjata angkatan udara. Presiden Soekarno
menengahi perdebatan agar tidak terjadi kerenggangan antara angkatan udara dan angkatan darat.
Presiden Soekarno memutuskan Jenderal TNI (HOR.) (Purn.) Sarwo Edhie Wibowo sebagai panglima
RPKAD dan Soeharto tetap pada posisinya. Soeharto menyatakan kalau begitu iya akan lepas tangan,
sehingga presiden Soekarno mengangkatnya menjadi pangkopkamtib.
Di sisi lain RRI yang masih dibawah kuasa PKI menyiarkan bahwa dewan revolusi akan diisi oleh
orang-orang sipil yang mendukung G30S tanpa server, menaikkan pangkat para jenderal yang telah
berperan dan mendukung G30S. Langkah selanjutnya yang diambil Soeharto adalah pembebasan RRI
sebelum pukul 07.00 malam dengan meminimalisir korban. Kemudian RRI menyiarkan rekaman
Soeharto yang berisi Soeharto sebagai penanggung jawab keamanan dan ketertiban di tunjuk
langsung oleh presiden sebagai pimpinan tertinggi angkatan darat, laut dan udara akan melakukan
pencarian ke-7 korban yang belum diketahui keadaannya dan menangkap dalang dibalik tragedi
tersebut. Para inti partai yang telah memprediksi serangan balik dari lawan menggerakkan
pasukannya ke basis Kotagede, melarikan diri.
Malam 4 Oktober lobang buaya berhasil ditemukan di lokasi lapangan Halim, lobang tersebut
ditutupi dan ditanami pohon pisang di atasnya. 4 Oktober 65, Soeharto ikut turun tangan dalam
pembongkaran penanaman Jenderal dan perwira dalam sumur lama tersebut. Dalam rekaman
pidatonya Soeharto menyatakan bahwa setiap tindakan yang tidak jujur pasti akan terbongkar. Film
ini diakhiri dengan prosesi pemakaman jenazah Jenderal dan perwira yang diiringi rekaman suara asli
pidato Nasution.
Pada bagian kedua film ini jelas menekankan karakter Soeharto dalam tugas dan perannya di situasi
genting tersebut. Bagian Soeharto yang selalu menggunakan seragam militer “ kostum pahlawan “
nya bertujuan untuk membangun nilai tersendiri dibenak parapenonton. Jadi, menurut saya film ini
juga dibuat untuk menggambarkan betapa pahlawannya Soeharto untuk negeri kala itu.

Anda mungkin juga menyukai