Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH PPKN

KASUS PENEMBAKAN MISTERIUS (1982-1985)

Disusun oleh:
Claudia Febiana (5)
George Benaya Jhafet Rutman (13)
Maria Laura Fransiska (21)
Sean Nicholas (29)
I. Latar Belakang
Pada awal 1980-an, marak ditemukan warga Indonesia yang tewas, bahkan kian
tahun makin meningkat. Panglima Angkatan Bersenjata Indonesia, Jenderal
Leonardus Benjamin Moerdani, mulanya menyalahkan kasus pembunuhan ini
kepada geng. Setelah berita ini tersebar, beberapa penjahat menyerahkan diri,
beberapa ditembak, ada yang melarikan diri, dan yang lainnya berhenti melakukan
kejahatan.
Intelijen polisi memberi Komandan Garnisun daftar orang-orang yang termasuk
tersangka kejahatan. Garnisun kemudian membuat daftar baru dan mengeluarkan
ultimatum publik kepada semua GALI (preman) untuk segera menyerah ke markas
garnisun, tanpa perlu menyebutkan nama. Mereka yang merasa preman, harus
menandatangani pernyataan setuju menahan diri dari kegiatan kriminal. Kendati
taktik ini berhasil, Soeharto tetap tidak mengakui bahwa aksi pembunuhan dan fakta
mengenai Petrus yang sudah terjadi itu dilakukan oleh militer.
Bagi Soeharto, para pelaku kriminal yang melawan, harus ditembak. Namun,
setelah terjadi banyak silang pendapat serta mendapat tekanan dari internasional,
operasi ini berakhir pada 1985.

II. Kronologi Kejadian


Peristiwa penembakan misterius (Petrus) merupakan salah satu pelanggaran HAM
berat yang pernah terjadi di Indonesia. Tragedi ini tepatnya terjadi di era Orde Baru
saat Presiden Soeharto berkuasa. Kala itu, terjadi penembakan di kota-kota besar
pada tahun 1982 hingga 1985. Peristiwa ini tak lepas dari kondisi ekonomi yang
semakin tak menentu sejak tahun 1970-an.
Petrus pertama kali terjadi di kota Yogyakarta pada tahun 1983, pembunuhan
tersebut semakin terkonsentrasi di kota-kota besar lainnya seperti Jakarta, Surabaya,
Bandung, Medan, hingga Semarang.

Operasi Petrus ini menargetkan orang-orang yang telah dilabeli sebagai kriminal.
Beberapa karakteristik yang masuk dalam daftar target Petrus, di antaranya anggota
geng, mantan napi, hingga mereka yang bertato. Mayoritas merupakan laki-laki yang
masih muda. Ada berbagai cara dalam melakukan penembakan ini. Mulai dari
menembak langsung ketika bertemu di jalanan hingga mengikatnya terlebih dahulu
dan memasukannya ke dalam sebuah Jeep atau Toyota Hardtop. Dalam jurnal State
of Fear: Controlling the Criminal Contagion in Suharto's New Order yang ditulis
oleh Joshua Barker, korban dieksekusi di tempat sepi saat malam hari. Kemudian,
mereka ditembak di bagian dada dan kepala dari jarak dekat dengan pistol berkaliber
45 atau 38.

Mayatnya pun dibuang di tempat yang tak semestinya, seperti di luar bioskop,
sekolah, hingga jalanan sibuk di tengah perkotaan. Banyak dari mereka ditemukan
dalam keadaan terikat dan luka-luka bekas penyiksaan. Bourchier dalam tulisannya
Crime, Law, and State Authority in Indonesia mengungkapkan setidaknya banyak
laporan singkat tentang mayat bertato di koran lokal setiap harinya.

II. Penyebab Terjadi


Peristiwa penembakan misterius dapat terjadi karena berbagai faktor kompleks:
1. Motif kriminal: Terjadi karena tindakan kriminal, seperti perampokan,
pencurian, atau balas dendam.
2. Akses mudah terhadap senjata: Ketersediaan senjata yang mudah dapat
membuatnya digunakan untuk tindakan kekerasan oleh individu yang tidak
stabil atau berniat jahat.
3. Sosial atau politik: Peristiwa penembakan misterius juga dapat terjadi dalam
konteks sosial atau politik yang rumit, seperti konflik antar kelompok,
pemberontakan, atau demonstrasi yang memanas.
4. Permasalahan hukum dan penegakan hukum yang lemah: Kurangnya
penegakanhukum yang efektif atau korupsi dapat menyebabkan penjahat
merasa bebas melakukan tindakan kekerasan.
5. Radikalisasi dan ekstremisme: Beberapa penembakan mungkin dilakukan
oleh individu yang terpengaruh oleh ideologi radikal atau ekstrem.

III. Dampak Positif dan Negatif


 Dampak Positif
Menekan angka kejahatan secara signifikan, khususnya tahun 1983. Kejahatan
kekerasan di Yogyakarta menurun dari 57% menjadi 20% dan Semarang menurun
dari 78% menjadi 50%. Berkat keberhasilan ini, pemerintah terus melanjutkan
Petrus.
 Dampak Negatif
Termasuk pelanggaran hak asasi manusia yaitu berhak untuk hidup
Banyaknya korban jiwa. Tercatat pada 1983 bahwa 899 orang tewas dan pada 1984
sebanyak 181 orang tewas.

IV. Penanggulangan / Cara Mencegah


1. Peningkatan Keamanan: Memperkuat sistem keamanan di tempat-tempat
publik, seperti sekolah, pusat perbelanjaan, dan tempat ibadah. Ini termasuk
instalasi kamera pengawas, peningkatan kehadiran personel keamanan, dan
pemeriksaan ketat bagi mereka yang masuk.
2. Penegakan Hukum yang Ketat: Menerapkan hukuman yang tegas bagi pelaku
kejahatan senjata api dan memastikan penegakan hukum yang efektif untuk
mencegah akses ilegal terhadap senjata api.
3. Masyarakat: Meningkatkan kesadaran tentang tanda-tanda potensial dari
orang yang cenderung melakukan kekerasan dan mendorong masyarakat
untuk melaporkan perilaku yang mencurigakan kepada otoritas yang
berwenang.
4. Penelitian dan Analisis: Melakukan penelitian yang berkelanjutan untuk
memahami penyebab dan pola penembakan misterius guna mengembangkan
strategi lebih efektif dalam pencegahan.
5. Mengurangi Akses terhadap Senjata Api: Mengadopsi undang-undang yang
ketat dalam mengatur kepemilikan, penjualan, dan peredaran senjata api, serta
mengupayakan pemberantasan pasar gelap senjata.

Anda mungkin juga menyukai