Anda di halaman 1dari 51

PROPOSAL TESIS

ANALISIS PENALARAN SPASIAL DAN BERPIKIR KREATIF


DALAM MENYELESAIKAN SOAL GEOMETRI
BERDASARKAN LEVEL KOGNITIF BERPIKIR TINGKAT
TINGGI

(Studi kualitatif Fenomenologi kelas 5 SD Negeri Lulut 5 Kecamatan Klapanunggal


Kabupaten Bogor)

AM. MEGA PURNAMATATI


1113822038

RANCANGAN PROPOSAL TESIS


Tesis yang Ditulis untuk Memenuhi
Sebagai Persyaratan untuk Mendapatkan Gelar Magister

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2023
i

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………... i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. ii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………. iii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………. iv
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………. 1
A. Latar Belakang…………………………………………………. 1
B. Fokus Penelitian………………………………………………... 8
C. Rumusan Masalah……………………………………………... 8
D. Kegunaan Penelitian…………………………………………… 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA……………………………………………… 10
A. Deskripsi Konseptual Fokus dan Sub Fokus Penelitian………… 10
a. Pengertian penalaran Spasial………………………………. 10
b. Komponen Penalaran Spasial………………………………. 11
c. Pengertian Berpikir Kreatif………………………………... 15
d. Komponen Berpikir Kreatif………………………………... 16
e. Geometri……………………………………………………. 18
f. Level Kognitif Berpikir Tingkat Tinggi…………………….. 19
B. Penelitian yang Relevan………………………………………... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………………… 25
A. Tujuan Penelitian………………………………………………. 25
B. Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………. 25
C. Latar Penelitian………………………………………………… 26
D. Metode dan Prosedur Penelitian………………………………. 27
E. Data dan Sumber Data…………………………………………. 28
F. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data……………………… 28
G. Prosedur Analisis Data………………………………………… 29
1. Pengumpulan Data (Data Collection) ……………………. 30
2. Reduksi Data (Data Reduction) …………………………… 30
3. Penyajian Data (Data Display) ……………………………. 31
4. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi (Conslusion 31
Drawing/Verifycation)……………………………………………
H. Uji Keabsahan Data……………………………………………. 31
1. Uji Kredibilitas (Validitas Internal) ………………………. 31
2. Uji Transferability (Validasi Eksternal/Generalisasi) ……. 31
3. Uji Depenability (Reabilitas)………………………………. 32
4. Uji Konfirmability (Obyektivitas)…………………………. 32
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 33
LAMPIRAN…………………………………………………………………… 39

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. kerangka desain instrumen penalaran spasial…………………… 14


Tabel 2.2. Pedoman Penilaian Keterampilan Berpikir Kreatif Peserta didik…. 17
Tabel 2.3. Level Kognitif dan Indikator Kognitif HOTS…………………….. 20

iii
DAFTAR DIAGRAM

Gambar 3.1 Analisis Data Model Interaktif (Unisba.ac.id) ………………….. 29

iv
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Matematika adalah suatu disiplin ilmu yang diperoleh dari penalaran
dengan menggunakan kata-kata yang didefinisikan secara tepat, diwakili secara
bermakna oleh simbol-simbol, dan dapat digunakan untuk memecahkan masalah
(Ernawati dkk., 2021). Hal ini sejalan dengan standar utama proses pembelajaran
matematika pada Standar National Council of Teachers of Mathematics (NCTM)
(2000) dalam (Maulyda, 2020) bahwa ada empat jenis kemampuan matematika:
kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berkomunikasi, kemampuan
menghubungkan, kemampuan menalar, dan kemampuan menggambarkan.
Kemampuan penalaran dapat meningkatkan kemampuan dalam mengambil
keputusan permasalahan matematika yang menggambarkan bagaimana pemikiran
seseorang terhadap suatu permasalahan yang dihadapi yang mengandung
kebaruan, masuk akal dan berdasarkan matematis (landasan matematika)
sehingga memenuhi penalaran kreatif matematis. (Masfingatin dkk., 2020) Oleh
sebab itu, upaya meningkatkan kemampuan penalaran sangat penting agar peseta
didik mampu memecahkan teka-teki matematika dan mengambil kesimpulan yang
bijaksana.
Salah satu materi matematika adalah geometri merupakan studi tentang
sifat-sifat objek spasial, keterkaitan konsep-konsepnya, transformasinya dalam
ruang dan sistem aksioma berdasarkan representasi matematika (Dhlamini dkk.,
2019). Jones & Al., (2017) dalam (Yurniwati, 2019) Geometri unik dan kompleks
dalam hal peran aktivitas fisik (penggunaan instrumen, manipulasi, Pemodelan),
visualisasi, dan bahasa untuk konstruksi konsep matematika. Geometri berkaitan
dengan berbagai keterampilan spasial, seperti mengidentifikasi ciri-ciri, bentuk,
sudut, garis dan sifat-sifatnya, serta mengacu pada model ruang yang merupakan
faktor utama yang mempengaruhi kemampuan geometri (Panagiotis dkk., 2021).
Berdasarkan hal tersebut dalam geometri dibutuhkan suatu kemampuan penalaran
spasial yang baik.
Tujuan pembelajaran matematika terdapat dalam Permendikbud Nomor
22 Tahun 2016 diantaranya peserta didik diharapkan dapat mengembangkan
nalar, pola dan sifat dalam matematika, melakukan manipulasi matematika
dalam merancang argumen, merumuskan bukti dan pernyataan matematika,
memecahkan masalah matematika yang meliputi kemampuan memahami
masalah, menyusun dan memecahkan model penyelesaian matematika dengan
solusi yang tepat. Tujuan pembelajaran geometri, dapat melatih peserta didik
untuk berpikir logis dan mempertajam intuisi spasial yang dapat digunakan
dalam kehidupan sehari-hari (Leni dkk., 2021). Selain penalaran spasial
diperlukan kemampuan berpikir kreatif, sejalan dengan hal tersebut menurut
Hobri,dkk tujuan matematika yakni peserta didik mampu memiliki sikap dan
perilaku kreatif dalam memecahkan masalah, khususnya Pemecahan masalah
memungkinkan seseorang memperoleh pemahaman matematika yang baru.
(Hobri dkk., 2018). Dengan demikian diperlukan tugas-tugas seperti
membandingkan objek-objek yang berbeda secara mental, dan mengidentifikasi
bagian-bagian suatu objek serta menemukan bagian-bagian objek yang hilang
untuk melengkapi struktur objek tersebut secara mental (Maresch &
Posamentier, 2019) sehingga diharapkan penalaran spasial dan berpikir kreatif
dapat ditingkatkan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Kemampuan penalaran spasial diharapkan dapat meningkatkan prestasi
yang dipengaruhi beberapa pertimbangan yang dalam penelitian Resnick dkk.,
(2020) mempertimbangkan faktor-faktor pada tingkat kurikulum (misalnya,
bagaimana pelajaran dirancang untuk mendukung penalaran spasial dengan
tugas-tugas matematika), keterampilan penalaran yang dapat mempengaruhi
pengajaran, dan tingkat pengetahuan peserta didik (misalnya, bagaimana
perbedaan individu dalam penalaran spasial peserta didik mempengaruhi
pemahaman mereka terhadap tugas-tugas matematika, sejalan dengan
pertimbangan Resnick mengenai kurikulum, di Indonesia capaian pembelajaran
pada kurikulum merdeka muatan pembelajaran matematika materi geometri
kelas 5 adalah pada akhir fase C, Peserta didik mampu menghitung luas dan
keliling berbagai bangun datar serta kombinasinya, mereka mampu
mengidentifikasi visualisasi spasial dan membangun, memecah, dan
menggabungkan berbagai figur spasial (Badan Standar Kurikulum dan
Assesmen Kemdikbud, 2022) dalam capaian pembelajaran tersebut terdapat

2
kemampuan penalaran spasial dan berpikir kreatif, sejalan dengan penelitian
Jankowska dkk., (2019) yang menunjukkan bahwa imajinasi visual kreatif dan
pemikiran kreatif peserta didik memiliki hubungan positif dengan representasi
ruang mereka, anak-anak yang memiliki imajinasi visual kreatif dan pemikiran
kreatif yang lebih baik cenderung memiliki representasi ruang yang lebih baik.
Secara singkat penalaran spasial dan berpikir kreatif merupakan salah satu
tujuan kemampuan dalam pembelajaran geometri.
Beberapa penelitian yang menunjukkan kesulitan peserta didik dalam
geometri antara lain lemahnya konsep-konsep geometri, kesulitan dalam
memecahkan masalah geometri, dan rendahnya penalaran peserta didik dalam
objek-objek geometri (Budiarto & Artiono, 2019). Hasil observasi tingkat
sekolah menengah di Indonesia menunjukkan bahwa, rendahnya kemampuan
berpikir spasial disebabkan oleh ketidak perdayaan peserta didik dalam
membayangkan objek tiga dimensi dalam dua dimensi (Latifah & Teguh
Budiarto, 2019). Penelitian selanjutnya ketika dimintai penjelasan jawabannya,
siswa seringkali merasa bingung karena tidak memahami hakikat dan konsep
bangun ruang dan bangun datar, membaca soal dengan cermat, atau
menggunakan konsep geometri secara kreatif atau terampil untuk menyelesaikan
soal (Zuhria Sya’bani dkk., 2023). Berdasarkan masalah penelitian yang telah
dipaparkan peneliti menganalisis bahwa permasalahan penalaran spasial jarang
dilakukan pada tingkat sekolah dasar kesulitan tersebut terletak pada
kemampuan peserta didik dalam hal rotasi mental, orientasi spasial dan
visualisasi spasial.
Permasalahan lain dalam upaya pengembangan keterampilan berpikir
kreatif peserta didik yang berprestasi tinggi di bidang matematika menunjukkan
keterampilan yang baik pada aspek kelancaran dan fleksibilitas, namun masih
kesulitan pada aspek kebaruan. rata-rata yang berprestasi menunjukkan
keterampilan yang baik pada aspek fleksibilitas, namun kurang pada aspek
kelancaran dan kebaruan. Peserta didik menunjukkan pemahaman terhadap
permasalahan matematika namun, kesulitan dalam menentukan strategi
penyelesaiannya, sehingga jawaban mereka kurang terstruktur dan kurang
sistematis dalam menyelesaikan suatu permasalahan dan perhitungan yang

3
dilakukan terkesan terburu-buru, kurang cermat, serta sering menggunakan
strategi trial and error sedangkan peserta didik yang berprestasi rendah
menunjukkan kesulitan dalam memahami permasalahan (Yayuk dkk., 2020).
Prosedur penyelesaian yang diajarkan kepada peserta didik menghalangi mereka
menggunakan kreativitas untuk memecahkan masalah matematika, sehingga
kurang menemukan solusi unik (Syahara & Astutik, 2021). Berpikir kreatif
membutuhkan skema yang lengkap atau proses peserta didik dengan
kemampuan berpikir kreatif tinggi disusun secara runtut dan sistematis serta
jawaban yang beragam. Sehingga membuat peserta didik tidak dapat
menemukan hubungan antar konsep. Peserta didik dengan kategori kurang
kreatif mempunyai skema yang kurang baik dan tidak dapat memberikan solusi
terhadap permasalahan tersebut (Wahyudi dkk., 2019).
Hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap guru kelas 5 pada
Sekolah SD N Lulut 05 memberikan informasi bahwa rapor pendidikan tahun
2023 kemampuan peserta didik memahami dan menyelesaikan masalah
menggunakan konten geometri skor capaian kompetensi pada domain geometri
sebesar 39,96 dengan persentase 50,74%. Permasalahan tersebut merupakan hal
yang harus dicari penyelesaiannya secara mendalam sehingga diperlukan upaya
untuk dapat menganalisis kemampuan penalaran spasial dan berpikir kreatif
peserta didik dalam memecahkan masalah geometri sehingga dapat ditemukan
solusi pembelajaran terkait rendahnya penalaran spasial dan berpikir kreatif
tersebut
Penelitian sebelumnya yang membahas penalaran spasial dilakukan oleh
Aini, dkk. (2022) penalaran spasial berpengaruh pada pembelajaran geometri
yang menunjukkan dalam hal visualisasi spasial, jumlah siswa laki-laki lebih
banyak daripada siswa perempuan, meskipun demikian rotasi spasial memiliki
kapasitas yang sama untuk penalaran spasial (Aini & Suryowati, 2022), penelitian
yang akan dilaksanakan merupakan lanjutan dari keterbatasan penelitian tersebut
yang menyarankan hal ini dapat diamati pada tingkat lain, seperti kognitif, selain
gender. selain itu penelitian yang akan dilaksanakan dengan partisipan
dikategorikan menjadi level berpikir menganalisis, evaluasi dan mencipta.
Selanjutnya penelitian dari Fujita, dkk. (2020) meneliti tentang identifikasi

4
keterampilan penalaran spasial peserta didik dan bagaimana mereka menggunakan
keterampilan dan pengetahuan mereka untuk memecahkan masalah geometri. Para
peneliti juga berhasil mengekstraksi informasi berguna mengenai penggunaan
keterampilan penalaran spasial dan pengetahuan spesifik domain oleh peserta
didik dari survei menganalisis bagaimana peserta didik menggunakan
keterampilan tersebut untuk memecahkan masalah yang melibatkan representasi
2D dari bentuk geometris 3D (Fujita dkk., 2020) yang akan dilaksanakan adalah
analisis penalaran spasial dengan menggunakan konstruksi rotasi mental, orientasi
spasial dan visualisasi spasial secara menyeluruh dalam tugas geometri yang
diberikan.
Selanjutnya pada tingkat internasional Lowrie, dkk. adalah peneliti yang
sangat dihormati di bidang penalaran spasial. Pekerjaan mereka mempunyai
dampak yang signifikan terhadap pemahaman tentang bagaimana orang belajar
dan menggunakan keterampilan spasial, dan bagaimana keterampilan tersebut
dapat ditingkatkan. Penelitian mereka juga penting untuk menginformasikan
pengembangan program dan intervensi pendidikan yang dapat membantu semua
peserta didik mengembangkan keterampilan penalaran spasial yang mereka
perlukan agar berhasil di sekolah dan seterusnya. Pertama, penelitian mereka
dengan mencari mekanisme yang memungkinkan transfer dari penalaran spasial
ke pemahaman matematika (Lowrie dkk., 2020). Kedua, penelitian tentang
hubungan antara kinerja dan penalaran spasial dalam tugas interaktif, baik pada
kelompok primer maupun sekunder. (Harris, Logan, dkk., 2021). Selanjutnya
penelitian yang ketiga meneliti tentang ppenalaran spasial, matematika, dan
gender: Apakah konstruksi spasial berbeda dalam kontribusinya terhadap kinerja?
(Harris, Lowrie, dkk., 2021). Penelitian dari Lowrie, dkk. menambah wawasan
bahwa penalaran spasial sangat berhubungan dengan transfer pemahaman
matematika dari mulai pengerjaan soal, gender, tugas interaktif tergantung tugas
yang diberikan kepada peserta didik hal ini membuktikan pentingnya penalaran
spasial dalam pembelajaran matematika untuk selanjutnya dalam penelitian ini
dilakukan dengan berdasarkan level kognitif berpikir tingkat tinggi.
Penelitian sebelumnya yang meneliti berpikir kreatif, yakni penelitian dari
Yayuk, dkk. (2020) temuannya menunjukkan bahwa model pembelajaran yang

5
diterapkan saat ini cenderung berfokus pada pengembangan berpikir analitis
dengan menggunakan masalah-masalah rutin. Perbedaan dengan yang akan diteliti
adalah pada instrument soal akan disajikan soal yang dapat menyajikan soal yang
dapat menunjukkan berpikir kreatif peserta didik dan menganalisisnya. Penelitian
selanjutnya dari (Syahara & Astutik, 2021) menjelaskan sejauh mana berpikir
kreatif peserta didik dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan
kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah dan materi yang akan
dipelajari berbeda-beda tergantung pada tingkat kemampuan siswa, khususnya
geometri. Penelitian selanjutnya (Wahyudi dkk., 2019) tentang Peserta didik
dengan kategori kurang kreatif mempunyai skema yang kurang baik dan tidak
dapat memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut. Perbedaan penelitian
yang akan dilaksanakan dengan menggunakan indicator berpikir kreatif untuk
menganalisis berpikir kreatif tersebut.
Berdasarkan novelty tersebut dalam memecahkan soal geometri diperlukan
suatu keterampilan berpikir kreatif menurut Munandar (2012) mempunyai
beberapa aspek diantaranya: (1) Aspek kelancaran diukur melalui a) keterampilan
memecahkan masalah dan memberikan banyak jawaban atas masalah tersebut
atau b) memberikan banyak contoh atau pernyataan tentang hal tertentu konsep
atau situasi matematika; (2) Aspek fleksibilitas diukur melalui a) keterampilan
menggunakan strategi pemecahan masalah atau b) memberikan berbagai contoh
pernyataan tentang konsep atau situasi matematika tertentu; (3) Aspek kebaruan
yang diukur melalui a) keterampilan menggunakan strategi baru, unik, atau tidak
biasa dalam menyelesaikan masalah atau b) memberikan contoh atau pernyataan
yang baru, unik, atau tidak biasa; (4) Aspek kerincian (Elaborasi) yang diukur
melalui keterampilan menjelaskan prosedur matematika tertentu, jawaban, atau
situasi matematika tertentu secara rinci. Penjelasannya hendaknya menggunakan
konsep, representasi, istilah, atau notasi matematika (Zaiyar & Rusmar, 2020).
Untuk menghasilkan kreativitas pemecahan masalah,,maka masalah harus
bersifat terbuka dimana banyak solusi (jawaban dan/atau metode) dimungkinkan
sehingga membantu peserta didik dengan berpartisipasi aktif dalam proses
matematika—menciptakan, berspekulasi, menyelidiki, menguji, dan

6
memverifikasi dan mengembangkan pemahaman menyeluruh tentang konsep dan
prosedur matematika. (Lester et al., 1994, hal. 154). (Khalid dkk., 2020)
Berdasarkan fakta yang dijelaskan baik secara yuridis, teoritis maupun
empiris yang menyatakan bahwa penalaran spasial dan berpikir kreatif dalam
menyelesaikan masalah matematika di sekolah dasar memerlukan pemecahan
masalah berpikir kreatif yang merupakan keterampilan berpikir tingkat tinggi yang logis
dan divergen untuk men konstruksi ide-ide baru yang dipicu oleh permasalahan yang
berbeda dan menantang (Pehkonen, 1997). latihan penalaran dan pemecahan masalah
sejumlah tujuan pembelajaran matematika memerlukan keterampilan berpikir
tingkat tinggi (HOTS) (Meiliasari dkk., 2022), oleh sebab itu perlunya analisis
mendalam dalam penalaran spasial dan berpikir kreatif dalam menyelesaikan soal
geometri berdasarkan level berpikir tingkat tinggi pada tingkat sekolah dasar.

B. Fokus dan Sub Fokus Penelitian


Fokus Penelitian ini adalah analisis penalaran spasial dan berpikir kreatif
dalam menyelesaikan soal geometri berdasarkan level berpikir tingkat tinggi kelas
5 sekolah dasar SD N lulut 05 Kecamatan Klapanunggal Bogor. Sub Fokus
penelitian meliputi: penalaran spasial, berpikir kreatif, penyelesaian soal geometri
berdasarkan level berpikir tingkat tinggi pada peserta didik kelas 5 SD N Lulut 05.

C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah “ Sejauh mana penalaran spasial
dan berpikir kreatif digunakan oleh peserta didik dalam menyelesaikan soal
geometri berdasarkan level berpikir tingkat tinggi kelas 5 pada Sekolah Dasar
Negeri Lulut 05?

D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini antara lain:
1. Teoritis, berguna sebagai studi fenomenologi dari data-data yang dapat
memberi gambaran secara deskriptif tentang analisis penalaran spasial dan
berpikir kreatif peserta didik dalam menyelesaikan soal geometri berdasarkan
level berpikir tingkat tinggi kelas 5 sehingga diharapkan dapat menambah

7
Khasanah keilmuan di bidang pendidikan dasar pada ilmu pendidikan
khususnya dan pada masyarakat sekitar umumnya .
2. Praktis, berguna pada sasaran berikut:
a. Bagi peserta didik, sebagai bentuk evaluasi diri dalam kemampuan
penalaran spasial untuk menyelesaikan soal geometri berdasarkan level
berpikir tingkat tinggi dan mengembangkan aktivitas kreatif peserta didik
di kelas.
b. Bagi guru, menjadi kajian informatif dalam menerapkan model
pembelajaran yang akan digunakani, meningkatkan kualitas kinerja guru
dalam kegiatan belajar mengajar, serta melakukan analisis dari fenomena
masalah yang terjadi di sekolah dasar.
c. Bagi sekolah, berguna dalam memberikan masukan bagi sekolah sebagai
pedoman untuk melakukan penerapan hasil penelitian di sekolah tersebut.
d. Bagi para praktisi pendidikan dan pengambil kebijakan (pemerintah),
dijadikan sebagai bahan masukan dalam melakukan rencana strategis
pengembangan program-program intervensi perbaikan kualitas
pembelajaran.
e. Bagi peneliti lain, dijadikan sebagai sumber referensi penelitian, wacana
dan bahan diskusi terutama guna meningkatkan kepekaan terhadap
permasalahan di pendidikan dasar.

8
9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Penalaran Spasial dan Berpikir Kreatif dalam Menyelesaikan Soal Geometri


Berdasarkan Level Kognitif Berpikir Tingkat Tinggi.
a. Pengertian Penalaran Spasial
Penalaran merupakan kemampuan berpikir secara logis dan kritis agar
memahami konsep-konsep matematika dengan baik serta dapat
mengaplikasikannya dalam pemecahan masalah (Nissa, 2015). Selain itu
penalaran juga merupakan rangkaian untuk mencari suatu kebenaran
berdasarkan apa yang diketahui dan digunakan sebagai pemberi arah untuk
menyelesaikan suatu permasalahan (Wulandari dkk., 2021). Hal ini sejalan
dengan pendapat Zuhria Sya ‘bani, dkk. (2023) penalaran matematis merupakan
kemampuan yang menghubungkan permasalahan ke dalam suatu ide sehingga
dapat menyelesaikan permasalahan matematis. Penalaran menjadi sangat penting
dalam proses pembelajaran matematika karena berhubungan dengan pemecahan
masalah menghubungkan apa yang diketahui dengan permasalahan sehingga
memberi arah terhadap suatu ide pemecahan masalah tersebut.
Adapun kemampuan spasial yang dikutip Gardner (1993) dibagi menjadi
tiga komponen yaitu kemampuan untuk mengenali identitas sebuah objek yang
ada di depannya dari sudut pandang yang berbeda, kemampuan untuk
membayangkan perubahan sebuah konfigurasi ketika komponen konfigurasi itu
dirubah atau dipindah (Nopitasari & Bilda, 2019) dalam konteks matematika,
kemampuan spasial mencakup penggabungan citra visual dalam pemecahan
masalah (Nuriswaty dkk., 2020) Sejalan denga hal tersebut McGrew, 2009
menyatakan kemampuan spasial merupakan “kemampuan untuk menghasilkan,
menyimpan, mengambil, dan mengubah informasi visual”).(Panagiotis dkk.,
2021).
Selanjutnya Lohman, (1996 hal 98) dalam (Suh & Cho, 2020)
menyatakan bahwa kemampuan spasial merupakan “kemampuan untuk
menghasilkan, mempertahankan, mengambil, dan mengubah gambar visual yang
terstruktur dengan baik”. Hal yang sama di ungkapkan Mc. Gee (1979) dalam
(Sudirman & Alghadari, 2020) Kapasitas mental untuk menggerakkan, memutar,
atau memutar objek melalui rangsangan visual dikenal sebagai kemampuan
spasial, lain hal nya dengan Zuhria Sya ‘bani dkk., (2023) yang menggunakan
istilah "kecerdasan spasial", yang mengacu pada kemampuan untuk
memvisualisasikan, secara grafis mewakili konsep visual atau spasial, dan
mengorientasikan diri secara tepat dalam matriks spasial melibatkan kepekaan
terhadap warna, garis, bentuk, dan ruang, serta hubungan yang ada di antara
elemen-elemen tersebut.
Pengertian penalaran spasial menurut Clements, & Battista, (1992)
merupakan kemampuan untuk memvisualisasikan, memanipulasi, dan
memahami objek dan ruang dalam pikiran yang melibatkan kemampuan untuk
memahami hubungan spasial antara objek, seperti ukuran, bentuk, posisi, dan
orientasi. Sementara Davis & Spatial Reasoning Study Group ( 2015)
mendefinisikan penalaran spasial merupakan kemampuan untuk
memvisualisasikan dan memanipulasi objek dalam ruang yang melibatkan
kemampuan untuk membuat diagram, penginderaan, menyusun ulang, dan
menemukan pola dalam objek dan ruang Sejalan dengan pernyataan tersebut
Woolcott dkk., (2022) mendefinisikan penalaran spasial merupakan kemampuan
untuk memahami dan memanipulasi informasi spasial dalam pikiran, yang
melibatkan berbagai tugas yang berkaitan dengan penempatan, orientasi,
penguraian/komposisi ulang, navigasi, pembuatan pola, penskalaan, dan
pengenalan simetri.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh para ahli maka dapat
disimpulkan bahwa penalaran spasial merupakan kemampuan yang mencakup
kemampuan memvisualisasikan, memahami objek dan ruang.

b. Komponen Penalaran spasial


Tiga kategori penalaran spasial dibedakan : Linn & Petersen, (1985) ):
(a) Sapcial Perception (Persepsi Spasial) merupakan kemampuan “untuk
menentukan hubungan spasial sehubungan dengan orientasi tubuh mereka sendiri,
meskipun ada informasi yang mengganggu” (hal. 1482); (b) Mental Rotation
(rotasi mental): kemampuan “memutar gambar 2D atau 3D dengan cepat dan

10
akurat” (p. 1483);, (c) Spatial Visualization (visualisasi spasial): manipulasi
multistep yang rumit dari informasi yang disajikan secara spasial” (p. 1484). (Suh
& Cho, 2020). Disisi lain, Carroll (1993) yang mendefinisikan lima kemampuan
spasial utama; visualisasi, hubungan spasial, fleksibilitas penutupan, kecepatan
persepsi dan kecepatan penutupan. Visualisasi spasial, yang digambarkan sebagai
kemampuan membayangkan perputaran suatu benda atau bagian-bagiannya dalam
3-D. Hubungan spasial, yang mencerminkan kemampuan mem persepsi suatu
objek dari posisi yang berbeda. Biasanya didefinisikan dengan tes terbatas waktu
yang melibatkan rotasi dan/atau refleksi (Lohman, 1988). Fleksibilitas faktor
penutupan adalah kemampuan untuk menemukan pola atau gambar tersembunyi
dalam pola kompleks yang lebih besar subjek diberitahu tentang apa yang harus
dicari. Fleksibilitas faktor penutupan disebut juga lapangan kemerdekaan atau
pemisahan (Velez et al., 2005) (Panagiotis dkk., 2021)
Selanjutnya, Menurut Maier (1994), keterampilan spasial terdiri dari lima
elemen berikut: (1) orientasi spasial; (2) rotasi mental; (3) hubungan spasial; dan
(4) persepsi spasial (Sudirman & Alghadari, 2020) Kemampuan mengenali
hubungan seseorang dengan diri sendiri (proses interoseptif) dan dengan
lingkungan sekitar (proses eksteroseptif) dikenal dengan persepsi spasial.
Keterbatasan tindakan pada persepsi visual (Coello, 2005) berdasarkan argumen
Egenhofer & Franzosa tiga kategori hubungan spasial—hubungan topologi,
hubungan terarah, dan hubungan jarak—dibentuk (Zhang, Zhang, & Du, 2013).
Kemampuan merepresentasikan informasi spasial dengan menggunakan konsep
tingkat tinggi sebelum menarik kesimpulan bahwa relasi spasial yang dimaksud
ada, inilah yang mengarah pada terciptanya relasi spasial (Corcoran dkk., 2012).
Kemampuan mengendalikan postur atau orientasi tubuh terhadap lingkungan
sekitar disebut orientasi spasial (Aini & Suryowati, 2022).
Penelitian yang akan dilaksanakan menggunakan komponen atau
konstruksi Menurut Lowrie, Konstruksi spasial ini sejalan dengan kategori dalam
literatur kognisi spasial dari studi analitik faktor awal (Carroll 1993; Linn dan
Petersen 1985). Namun, tidak seperti keterampilan spasial yang dipertimbangkan
dalam literatur psikologi, Ramful dkk. (2017) menekankan sifat kontekstual dari
konstruksi spasial dalam berhitung, yaitu bagaimana keterampilan ini diterapkan

11
dalam pemecahan masalah matematika dengan penerapan di dunia nyata (Harris,
Logan, dkk., 2021). Menurut Lowrie, secara umum ada beberapa istilah yang
berkaitan dengan penalaran spasial yang melibatkan tiga komponen spasial yaitu:
: Spatial Visualization (visualisasi spasial), Mental Rotation (rotasi mental),
Spatial Orientation (orientasi spasial) (Ramful dkk., 2016). Pentingnya
mengeksplorasi secara komprehensif interaksi antara visualisasi, rotasi mental,
dan orientasi spasial karena pemahaman menyeluruh tentang penalaran spasial
yang nantinya dapat meningkatkan praktik pembelajaran yang lebih baik (Pradana
& Sholikhah, 2023). Adapun penjelasan tiap-tiap komponen diantaranya:

1) Rotasi mental
Rotasi mental merupakan proses kognitif dimana seseorang
membayangkan bagaimana objek 2D dan 3D akan tampak setelah suatu titik
diputar dengan sudut tertentu (Shepard & Metzler, 1988). Rotasi mental adalah
jenis transformasi berbasis objek tertentu, yang sering kali dipisahkan dalam studi
analitik faktor dari ukuran visualisasi spasial (Hegarty & Waller, 2005),
selanjutnya Stransky, Wilcox, & Dubrowski, 2010 dalam (Lowrie dkk., 2018)
Rotasi mental diyakini dapat ditempa sebagai hasil dari pengalaman dan
pembelajaran.

(Cooper, 1975; Shepard & Metzler, 1971) dalam Ramful dkk., (2016)
berusaha mengukur hubungan antara sudut rotasi, kompleksitas konfigurasi objek
yang akan diputar, dan waktu reaksi. Biasanya, siswa diberikan sebuah objek
sasaran dan diminta untuk membandingkannya dengan objek yang diputar atau
dipantulkan dan waktu yang mereka perlukan untuk melakukan rotasi mental
tersebut diukur.

2) Orientasi Spasial
(Mix & Cheng, 2012; Uttal et al., 2013) dalam (Lowrie dkk., 2019)
Orientasi spasial, mengacu pada kemampuan untuk melakukan reorientasi diri
dalam ruang dan melibatkan proses pemetaan hubungan spasial pada skala
berbeda, dan dari perspektif serta lokasi berbeda dalam lingkungan. Hal ini
diyakini berbeda dari transformasi berbasis objek. Kemudian (Newcombe dan
Huttenlocher 1992) dalam (Lowrie dkk., 2020) Orientasi spasial melibatkan

12
membayangkan perspektif dari lokasi lain yang bukan milik Anda. Artinya,
antisipasi lokasi dari sudut pandang yang berbeda.
Dalam tugas orientasi spasial, seseorang harus memposisikan dirinya
secara mental atau fisik pada tempat suatu objek yang akan dimanipulasi untuk
menentukan posisi objek atau hasil transformasi pada objek tersebut. Pemecah
masalah diharuskan menganalisis suatu objek sehubungan dengan posisinya
(Ramful dkk., 2016).

3) Visualisasi Spasial
Visualisasi spasial mengacu pada kemampuan membayangkan
transformasi spasial multi langkah yang kompleks dalam objek, hal ini diukur
dengan tugas-tugas yang melibatkan membayangkan transformasi berbasis objek
seperti melipat kertas, atau konversi bersih menjadi padat (Harris, Lowrie, dkk.,
2021). Sementara Vandenberg & Kuse, (1978) Visualisasi spasial merupakan
kemampuan untuk membayangkan objek atau bentuk dalam ruang tiga dimensi
dan memanipulasinya secara mental.

Berikut adalah kerangka desaian instrumen penalaran spasial yang


dikemukakan oleh Ramful, 2016:

Tabel 2.1. kerangka desain instrumen penalaran spasial


Membangun Aspek ruang dalam Karakteristik barang
kurikulum Matematika
Rotasi mental Memutar objek 2D dan 3D Menentukan hasil putaran a objek 2D
searah jarum jam dan dan 3D
berlawanan arah jarum jam
berbelok
Membedakan pemantulan dan Rotasi
Orientasi Mengorientasikan diri dalam Menentukan kedudukan suatu benda
spasial ruang secara relatif dengan yang dimiliki
pengamat
Membaca peta Membaca peta dari berbagai sudut
pandang
Hubungan antara poin-poin Mengidentifikasi kardinal tas suatu
utama titik ketika Utara tidak berada pada
arah tegak vertikal
Tampilan atas, depan, Mengidentifikasi pandangan
samping orthogonal suatu objek
Visualisasi Simetri, pola, bentuk 2D dan Memvisualisasikan hasil
spasial 3D serta hubungannya, melipat/membuka konfigurasi
hubungan sebagian- tertentu

13
keseluruhan,
refleksi, dan simetri
Membangun benda padat dari jaring
tertentu dan sebaliknya
Potongan dan bagian yang cocok
Menemukan simetri pada suatu
benda Mencerminkan suatu objek

c. Pengertian Berpikir Kreatif


Berpikir merupakan berbicara dalam hati melibatkan pikiran (Hurlock,
2021) sejalan dengan hal tersebut bahwa berpikir menyangkut kegiatan
memperoleh pengetahuan atau usaha mengenali sesuatu dengan pengalaman
sendiri yang terjadi dalam pikiran yang kemudian diputuskan melalui tindakan
tertentu (Zaiyar & Rusmar, 2020). Berpikir sebagai upaya mengelola pikiran,
mengorganisir informasi, memecahkan suatu objek peristiwa, dan pengambilan
keputusan (Santrock, 2019) berdasarkan hal tersebut bahwa berpikir suatu
kegiatan yang melibatkan pikiran dengan pengalaman yang berusaha
memecahkan suatu objek peristiwa sehingga dihasilkan suatu tindakan ataupun
pengambilan keputusan dalam suatu masalah yang disajikan yang menghasilkan
suatu ide.
Hasil berpikir yaitu kreativitas, Guilford., (1967) menyatakan bahwa
kreativitas merupakan proses berpikir divergen merupakan kemampuan
memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan petunjuk dan informasi
diberikan. Selanjutnya Torrance, (1974) menjelaskan kreativitas merupakan
kemampuan untuk berpikir divergen, yaitu kemampuan untuk menghasilkan
banyak ide yang berbeda-beda, serta kemampuan untuk berpikir konvergen, yaitu
kemampuan untuk mengevaluasi dan memilih ide-ide yang terbaik. Kreativitas
dianggap sebagai sumber inovasi dan kemajuan pada saat yang sama,
keinovatifan sering kali disamakan dengan pemikiran matematis dalam bidang
teknik dan penemuan namun juga dalam pengajaran matematika (Leikin &
Sriraman, 2017). Maka dalam membuat suatu kreativitas diperlukan keterampilan
berpikir kreatif.
Pehkonen, (1997) menyatakan berpikir kreatif merupakan keterampilan
berpikir tingkat tinggi yang logis dan divergen untuk mengonstruksi ide-ide baru
yang dipicu oleh permasalahan yang berbeda dan menantang. Mursidik, dkk.

14
(2015) dalam (Nurzulifa, 2021) kemampuan berpikir kreatif dapat diartikan
sebagai kemampuan menciptakan sesuatu yang baru, kemampuan yang dapat
memadukan sejumlah objek yang berbeda dengan pemikiran manusia yang dapat
dipahami, berguna, inovatif dengan berbagai pengaruh. Berpikir kreatif adalah
aktivitas mental manusia dalam memecahkan masalah matematika dengan
kemampuan menemukan banyak kemungkinan jawaban atau menemukan satu
jawaban yang sama tetapi dengan banyak cara yang berbeda (Purwanti dkk.,
2019).

d. Komponen Berpikir Kreatif


Silver, (1997) menjabarkan komponen kreatifitas diantaranya
kelancaran (Fulency) yakni kemampuan untuk menghasilkan banyak ide atau
solusi matematika dengan cepat dan tanpa hambatan; fleksibilitas (flexibility)
merupakan kemampuan untuk melihat masalah atau konsep matematika dari
berbagai sudut pandang dan menggunakan berbagai pendekatan atau strategi yang
berbeda; kebaruan (originality) merupakan kemampuan untuk menghasilkan ide
atau solusi matematika yang baru, unik, atau tidak konvensional; ketelitian
(elaboration) merupakan kemampuan untuk mengembangkan ide atau solusi
matematika secara rinci dan mendalam, serta menghubungkannya dengan konsep
atau teori yang ada; evaluasi (evaluation) merupakan kkemampuan untuk
mengevaluasi ide atau solusi matematika, baik dari segi kebenaran, keefektifan,
maupun kegunaan dalam konteks yang relevan.(Silver, 1997).
Menurut Munandar (2012), keterampilan berpikir kreatif mempunyai
beberapa aspek sebagai berikut: (1) Aspek kelancaran diukur melalui a)
keterampilan memecahkan masalah dan memberikan banyak jawaban atas
masalah tersebut atau b) memberikan banyak contoh atau pernyataan tentang hal
tertentu konsep atau situasi matematika; (2) Aspek fleksibilitas diukur melalui a)
keterampilan menggunakan strategi pemecahan masalah atau b) memberikan
berbagai contoh pernyataan tentang konsep atau situasi matematika tertentu; (3)
Aspek kebaruan yang diukur melalui a) keterampilan menggunakan strategi baru,
unik, atau tidak biasa dalam menyelesaikan masalah atau b) memberikan contoh
atau pernyataan yang baru, unik, atau tidak biasa; (4) Aspek kerincian (Elaborasi)

15
yang diukur melalui keterampilan menjelaskan prosedur matematika tertentu,
jawaban, atau situasi matematika tertentu secara rinci. Penjelasannya hendaknya
menggunakan konsep, representasi, istilah, atau notasi matematika (Zaiyar &
Rusmar, 2020) yang selanjutnya dituangkan ke dalam table:

Tabel 2.2. Pedoman Penilaian Keterampilan Berpikir Kreatif Peserta didik

Aspek yang Kriteria keterampilan berpikir kreatif Skor


terukur
Kelancaran Memberikan lebih dari dua solusi yang benar, 4
Menggunakan strategi dan prosedur matematika yang
relevan dengan analisis argumen yang lengkap
Memberikan lebih dari satu solusi yang benar dan sebagian 3
besar menggunakan strategi dan prosedur matematika yang
relevan untuk memberikan solusi yang lebih lengkap alasan
Memberikan satu solusi yang benar dan menggunakan 2
strategi dan prosedur matematis yang tepat dengan alasan
yang tidak rinci
Memberikan satu jawaban atau solusi yang benar dan 1
menggunakan strategi dan prosedur matematis yang sesuai,
namun tanpa alasan
Tidak dapat memberikan solusi atau jawaban 0
Fleksibilita Menemukan lebih dari satu cara untuk memecahkan 4
s masalah dan seluruhnya menggunakan strategi dan
prosedur matematis yang sesuai
Menemukan lebih dari satu cara untuk memecahkan suatu 3
masalah dan sebagian besar menggunakan strategi dan
prosedur matematika yang sesuai
Menemukan satu cara untuk memecahkan suatu masalah 2
dan menggunakan strategi dan prosedur matematika yang
tepat tanpa alasan yang lengkap
Menemukan satu cara untuk memecahkan masalah dan 1
menggunakan strategi dan prosedur matematika yang tepat
tanpa alasan
Tidak dapat memberikan solusi atau jawaban 0
Kebaruan Mendeskripsikan pemecahan masalah dengan cara yang 4
berbeda dengan cara lain yang relevan dengan konsep yang
dimaksudkan secara lengkap dan tepat
Menjelaskan penyelesaian masalah dengan cara yang 3
berbeda dari cara lain yang relevan dengan konsep
meskipun tidak lengkap dan tidak akurat dengan prosedur
matematis yang sesuai
Menggambarkan penyelesaian masalah yang berbeda 2
dengan yang lain tetapi tidak sesuai konsep dan tidak
lengkap

16
Mendeskripsikan penyelesaian masalah yang diberikan 1
dengan cara yang berbeda dari yang lain tanpa alasan
Tidak dapat memberikan solusi atau jawaban 0
Elaborasi Menjelaskan penyelesaian suatu masalah secara rinci 4
dengan benar
Menguraikan penyelesaian suatu permasalahan secara rinci 3
meskipun analisis argumentasinya belum tuntas
Menjelaskan penyelesaian suatu masalah secara kurang 2
rinci dengan benar
Menjelaskan solusi yang tidak spesifik terhadap suatu 1
masalah
Tidak dapat memberikan solusi atau jawaban 0

Dalam menyelesaikan soal berpikir kreatif diawali dengan


menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi peserta didik dalam belajar
matematika (Yayuk dkk., 2020), sedangkan Schoevers dkk., (2019) ekspresi
kreatif matematis dikaitkan dengan dialog seluruh kelas yang lebih panjang di
mana guru menciptakan suasana terbuka menciptakan kesempatan bagi peserta
didik untuk mengekspresikan ide-ide mereka dan menanggapi ide-ide tersebut
dengan serius. Kedua Penelitian ini hampir sama untuk menciptakan berpikir
kreatif diberikan waktu yang leluasa dan dialog sehingga menurut Wahyudi dkk.,
(2019) pola pikir atau kerangka mental yang telah terbentuk di benak seseorang
melalui pengalaman sebelumnya dan pengetahuan matematika yang dimilikinya.

e. Geometri
Pembelajaran matematika membahas geometri, peserta didik diajarkan
pengetahuan geometri semenjak dini misalnya diperkenalkan kemampuan posisi
kiri kanan, bentuk geometris, arah, dan kemampuan menghubungkan angka
dengan geometri (Hasanah & Kumoro, 2021) selain itu, geometri berkaitan
dengan berbagai keterampilan spasial, seperti mengidentifikasi ciri-ciri, bentuk,
sudut dan garis serta sifat-sifatnya, dan masalah geometri cukup umum terjadi
disertai dengan gambar. Modalitas visuospatial merupakan faktor utama yang
mempengaruhi kemampuan geometri visualisasi dan penalaran spasial lazim
dalam pemikiran geometris (Panagiotis dkk., 2021).
Geometri merupakan studi tentang sifat-sifat objek spasial, keterkaitan
konsep-konsepnya, transformasinya dalam ruang dan sistem aksioma berdasarkan

17
representasi matematika (Dhlamini dkk., 2019). Jones & Al., (2017) dalam
(Yurniwati, 2019) Geometri unik dan kompleks dalam hal peran aktivitas fisik
(penggunaan instrumen, manipulasi, Pemodelan), visualisasi, dan bahasa untuk
konstruksi konsep matematika. Geometri berkaitan dengan berbagai keterampilan
spasial, seperti mengidentifikasi ciri-ciri, bentuk, sudut, garis dan sifat-sifatnya,
serta mengacu pada model ruang yang merupakan faktor utama yang
mempengaruhi kemampuan geometri (Panagiotis dkk., 2021). Berdasarkan hal
tersebut dalam geometri dibutuhkan suatu kemampuan penalaran spasial yang
baik.
Pembelajaran geometri diharapkan dapat mengonstruksi dan mengurai
beberapa bangun ruang dan gabungannya hal tersebut memerlukan berpikir kreatif
terutama dalam menyelesaikan soal yang di berikan, seorang guru dapat melatih
peserta didik dengan representasi 2D dari bentuk geometris 3D seperti penelitian
yang dilakukan oleh Fujita dkk., (2020) dengan menganalisis bagaimana peserta
didik menggunakan keterampilan penalaran spasial untuk memecahkan masalah
yang melibatkan representasi 2D dari bentuk geometris 3D. Pentingnya
mempromosikan berpikir kreatif di kelas matematika, pelaksanaan tugas-tugas
yang menantang diikuti dengan waktu yang cukup untuk menyelesaikannya,
pelembagaan yang berfokus pada ide-ide peserta didik, validasi yang mendorong
disposisi aktif, dan komunikasi antara teman sebaya dan dengan guru, bersama-
sama, mendukung munculnya ide-ide matematika kreatif di dalam diri peserta
didik (Araya, 2021).

f. Level Kognitif berpikir tingkat tinggi


Melakukan matematika berarti menghasilkan strategi untuk memecahkan
masalah, menerapkan pendekatan tersebut, melihat apakah pendekatan tersebut
menghasilkan solusi, dan memeriksa apakah jawaban masuk akal (Van de Walle
dkk., 2013). Hal penting dalam pemecahan masalah bukanlah menyelesaikan
masalah dengan benar, melainkan menyelesaikan masalah dan mencatat setiap
langkah prosesnya, bahkan kapan dan di mana mengalami kebuntuan (Rutherford,
2021). Polya, (2014) dalam (Wicaksono dkk., 2021) mengungkapkan empat
langkah pemecahan masalah yaitu memahami masalah (understand the problem),

18
merencanakan pemecahan (devise a plan), melaksanakan rencana (carry out the
plan), dan melihat kembali (looking back).
Anderson (2010: 100) dalam (Anggraeni & Erviana, 2019) menyatakan
ranah kognitif dibagi berdasarkan tingkatan yaitu C1 (mengingat), C2
(memahami), C3 (mengaplikasikan), C4 (menganalisis), C5 (mengevaluasi), C6
(mencipta) tingkatan 1 sampai dengan tingakatan 3 merupakan sebuah
kemampuan berpikir tingkat rendah (LOTS) sedangkan tingkatan 4 sampai 6
termasuk kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS) sejalan dengan hal tersebut,
Widana (2017) dalam (Octaviana & Setyaningsih, 2022) menyatakan soal HOTS
merupakan alat penilaian untuk mengukur kemampuan berpikir yang tidak hanya
menghafal dan menuliskan kembali tanpa melakukan pengolahan dan sangat
dianjurkan untuk berbagai bentuk penilaian kelas, karena pada umumnya soal
HOTS mengukur kemampuan dalam menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.
Selain itu, HOTS merupakan kemampuan metakognitif yaitu kemampuan
menghubungkan berbagai konsep, masalah pemecahan masalah, memilih strategi
pemecahan masalah, menemukan metode baru, berdebat dan mengambil
keputusan yang tepat Lebih lanjut (Utari & Gustiningsi, 2021).
Tujuan pembuatan soal HOTS adalah untuk membantu peserta didik
melatih dan menyempurnakan kemampuan berpikirnya secara lebih divergen
(menyebar) dibandingkan dengan cara berpikir yang lebih sempit (terpusat) untuk
membekali mereka dengan keterampilan yang mereka perlukan untuk menemukan
jawaban kreatif terhadap permasalahan kompleks.(Rizki dkk., 2022) adapun ciri
dari soal hots adalah (a) mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, meliputi:
analisis, evaluasi dan kreativitas; (b) berdasarkan masalah kontekstual, yang
terdiri dari menghubungkan, mengalami, menerapkan, mengkomunikasikan dan
mentransfer (REAKSI) (Kemdikbud dkk., 2018). oleh karena itu, pembiasaan
peserta didik dalam mengerjakan soal-soal latihan tipe HOTS diharapkan agar
tidak ada lagi kesulitan dalam memecahkan suatu permasalah matematika (Amalia
& Hadi, 2021).
Saraswati & Agustika, (2020) mengadaptasi pendapat Anderson dan
Krathwohl (2001:68) serta Kemendikbud dari ketiga level kognitif HOTS terdapat
pada tabel 1.

19
Tabel 2.3. Level Kognitif dan Indikator Kognitif HOTS
Aspek Level Kognitif Definisi
dan Indikator
Berpikir C4 – Menganalisis Proses mengurai materi yang kemudian
Kritis dicari kaitannya secara keseluruhan
Membedakan Mampu memilah informasi menjadi
bagian relevan dan tidak relevan
Mengorganisasi Mampu mengidentifikasi informasi
menjadi struktur yang terorganisir
Mengatribusi Mampu menentukan pola hubungan
antara bagian tiap struktur informasi
C5 – Mengevaluasi Kegiatan membuat suatu keputusan
berdasarkan kriteria dan standar yang
telah ditentukan
Memeriksa Mampu mengecek dan menentukan
bagian yang salah terhadap proses atau
pada sebuah pernyataan
Mengkritik Mampu melakukan penerimaan dan
penolakan terhadap informasi melalui
kriteria yang telah ditetapkan
Berpikir C6 – Mencipta Membentuk solusi atau sesuatu yang
kreatif baru dari kegiatan menggabungkan
berbagai elemen.
Merumuskan Mampu memberikan cara pandang
terhadap suatu persoalan
Pemecahan Merencana Mampu merancang suatu cara untuk
Masalah menyelesaikan masalah
Memproduksi Mampu membuat ide, solusi atau
keputusan dari rancangan yang dibuat
sebelumnya

B. Hasil Penelitian yang Relevan


Hasil penelitian yang relevan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian terdahulu, penelitian ini
bukanlah satu-satunya penelitian yang membahas analisis penalaran spasial dan
berpikir kreatif dalam menyelesaikan soal geometri kelas 5 berdasarkan level
kognitif berpikir tingkat tinggi, terdapat juga penelitian lain yang meneliti tentang

20
penalaran spasial, berpikir kreatif dalam menyelesaikan soal geometri kelas 5
berdasarkan level kognitif berpikir tingkat tinggi.
Kesatu, Menganalisis kesulitan peserta didik kelas 4 SD Negeri Asmi 033
Kota Bandung dalam menjawab soal geometri yang menunjukkan bahwa terdapat
kesulitan yang dihadapi peserta didik dalam menjawab soal geometri, kesulitan
tersebut diantaranya adalah (1) peserta didik kesulitan dalam penggunaan konsep;
(2) peserta didik kesulitan dalam penggunaan prinsip; (3) peserta didik kesulitan
dalam menyelesaikan masalah-masalah verbal (Fauzi & Arisetyawan, 2020).
berdasarkan analisis kesulitan belajar tersebut dalam geometri memerlukan suatu
keterampilan dalam memecahkan masalah diantaranya penalaran spasial dan
berpikir kreatif.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Aini, dkk. dengan judul
mengeklpor penalaran spasial dalam menyelesaikan soal geometri berdasarkan
gender yang menunjukkan bahwa penalaran spasial antara laki-laki dan
perempuan memiliki perbedaan. Peserta didik laki-laki lebih dominan dalam
visualisasi spasial, sedangkan peserta didik perempuan lebih dominan dalam
orientasi spasial. Namun, pada rotasi spasial memiliki kemampuan penalaran
spasial yang sama. Selain itu, dalam teks juga disebutkan bahwa peserta didik
perempuan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal geometri tanpa
menggunakan alat peraga, sedangkan peserta didik laki-laki dapat mengamati
gambar soal dan jaring-jaring serta menentukan jaring-jarang yang tepat tanpa
menggunakan alat peraga (Aini & Suryowati, 2022). Penelitian ini merupakan
artikel penelitian satu-satunya pada tingkat sekolah dasar yang teridex Sinta, oleh
sebab itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang penalaran spasial
karena pentingnya penalaran spasial terutama pada tingkat sekolah dasar guna
merancang strategi atau intervensi pembelajaran agar peserta didik tidak merasa
kesulitan dalam memecahkan permasalahan geometri.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Fujita DKK (2020) dengan judul
Spatial reasoning skills about 2D representations of 3D geometrical shapes in
grades 4 to 9 penelitian ini merupakan penelitian pada tingkat internasional yang
menunjukkan bahwa peserta didik yang memiliki keterampilan penalaran spasial
yang lebih baik cenderung lebih sukses dalam memecahkan masalah geometri.

21
Lima jenis penalaran geometris dengan bentuk 3D yang diidentifikasi oleh para
peneliti dalam penelitian sebelumnya adalah manipulasi mental terhadap gambar
melibatkan kemampuan peserta didik untuk memutar, mengubah diagram yang
diberikan ke bentuk lain, melakukan reorientasi, menggambar jaring, dan
menambahkan garis tambahan; penalaran berdasarkan sifat geometris melibatkan
kemampuan peserta didik untuk mengenali dan menerapkan sifat-sifat geometris
tertentu pada bentuk geometris 3D; penalaran berdasarkan hubungan spasial
melibatkan kemampuan peserta didik untuk memahami hubungan spasial antara
objek-objek dalam ruang 3D; penalaran berdasarkan pengukuran melibatkan
kemampuan peserta didik untuk menggunakan pengukuran untuk memecahkan
masalah geometri; dan penalaran berdasarkan representasi objek 3D melibatkan
kemampuan peserta didik untuk memahami dan memanipulasi representasi 2D
dari bentuk geometris 3D (Fujita dkk., 2020). Dalam penelitian ini digunakan
untuk mementukan intervensi pembelajaran geometri melalui penalaran spasial.
Keempat. tentang evaluasi pelaksanaan program penalaran spasial pada
kurikulum di tingkat internasional menunjukkan bahwa peserta didik
menunjukkan pengembangan konsep spasial yang kompleks jauh melampaui
ekspektasi kurikulum. SRMP menyoroti peran penting pola dan penataan ruang
dalam pembentukan dan representasi konsep tata ruang (Mulligan dkk., 2020)
artikel ini juga menyoroti pelaksanaan program pembelajaran pada kurikulum
internasional untuk penalaran spasial peserta didik.
Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Yayuk dkk., (2020) dengan judul
Primary School Students’ Creative Thinking Skills in Mathematics Problem
Solving menunjukkan bahwa peserta didik yang berprestasi tinggi di bidang
matematika menunjukkan keterampilan yang baik pada aspek kelancaran dan
fleksibilitas, namun masih kesulitan pada aspek kebaruan. Rata-rata yang
berprestasi menunjukkan keterampilan yang baik pada aspek fleksibilitas, namun
kurang pada aspek kelancaran dan kebaruan. (Yayuk dkk., 2020). Penelitian ini
menelaah fakta kesulitan dalam berpikir kreatif dalam pemecahan soal
matematika berdasarkan indikator kreativitas.
Keenam, sebuah studi kasus yang memperoleh pemahaman mendalam
tentang peningkatan kreativitas matematika dalam praktik pendidikan yang

22
menunjukkan bahwa kreativitas matematika hanya meningkat pada dua
pembelajaran matematika terbuka. Lebih khusus lagi, ekspresi kreatif matematis
dikaitkan dengan dialog seluruh kelas yang lebih panjang di mana guru
menciptakan suasana terbuka; dia menciptakan kesempatan bagi peserta didik
untuk mengekspresikan ide-ide mereka dan menanggapi ide-ide tersebut dengan
serius. Meskipun pada beberapa episode pembelajaran matematika reguler juga
tercipta suasana terbuka, namun tidak terjadi kreativitas matematika (Schoevers
dkk., 2019).

23
24

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penalaran spasial dan
berpikir kreatif dalam menyelesaikan soal geometri berdasarkan level kognitif
berpikir tingkat tinggi kelas 5 Sekolah Dasar negeri Lulut 05. Sedangkan focus
pada penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui, menganalisis dan mendeskripsikan tingkat penalaran
spasial peserta didik kelas 5 dalam menyelesaikan soal geometri
berdasarkan level kognitif berpikir tingkat tinggi.
2. Untuk mengetahui, menganalisis dan mendeskripsikan faktor-faktor yang
mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif peserta didik dalam
matematika geometri berdasarkan level kognitif berpikir tingkat tinggi.
3. Untuk mengetahui, menganalisis dan mendeskripsikan peran pendekatan
pembelajaran dalam pengembangan kemampuan berpikir kreatif peserta
didik dalam matematika geometri.
4. Untuk mengetahui, menganalisis dan mendeskripsikan strategi pengajaran
yang efektif untuk meningkatkan penalaran spasial dan kemampuan
berpikir kreatif peserta didik kelas 6.

A. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini bertempat di SDN Lulut 05 Kecamatan Klapanunggal,
merupakan sekolah dasar negeri yang beralamat di Kp. Tegal Sempur RT
002/002 Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada pada tahun ajaran 2023-2024. Semester
genap dari bulan Januari sampai Maret.
B. Latar Penelitian
Lingkup penelitian dilakukan pada peserta didik kelas 5 SDN Lulut 05
Kecamatan Klapanunggal, serta pelaksanaannya berada di dalam kelas dan
lingkungan sekolah. Adapun data yang diperoleh dari observasi awal yaitu hasil
wawancara Bersama guru kelas 5 tentang rendahnya rapor Pendidikan masalah
geometri.

C. Metode dan Prosedur Penelitian


Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan
untuk meneliti kondisi objek yang alamiah. Dimana peneliti adalah sebagai
instrument kunci, Teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi, analisis
data bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari
pada generalisasi (Sugiono, 2022).Sejalan dengan hal tersebut Kembali Sugiyono
(2022) mengatakan metode kualitatif berfungsi untuk menemukan sesuatu yang
baru baik yang sudah dikenal maupun belum dikenal, sehingga penelitiannya
bersifat eksplorasi dan tidak melakukan pengukuran, sehingga temuan baru itu
bisa berupa gambaran suatu keadaan (deskriptif), kategorisasi atau klasifikasi
suatu keadaan (komparatif), dan hubungan antar kategori satu dengan kategori
lain (konstruktif).
Dalam penelitian ini peneliti memilih metode kualitatif karena
permasalahan di lapangan begitu kompleks, holistic, dinamis dan penuh makna
sehingga data pada situasi social tersebut tidak dapat terjaring dengan metode
penelitian lainnya. Selain itu peneliti juga bermaksud memahami situasi social
secara mendalam, menemukan pola, hipotesis dan teori berdasarkan apa yang
diperoleh di lapangan.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan kegiatan melalui empat tahap
yaitu, tahap pra lapangan, pelaksanaan, analisis data dan penulisan laporan. Pada
kegiatan pra lapangan peneliti terlebih dahulu Menyusun proposal atau usulan
penelitian yang berisi Langkah-langkah sistematis dan rasional yang ditetapkan
oleh peneliti. Dalam penelitian kualitatif realitas dipandang sebagai sesuatu yang
holistic, kompleks, dinamis, penuh makna, dan pola piker induktif, sehingga
permasalahan belum jelas dan akan berkembang setelah peneliti memasuki objek

25
penelitian sehingga proposal penelitian kualitatif masih bersifat umum dan
sementara. Selain Menyusun proposal peneliti juga memilih tempat penelitian,
mengurus perizinan, melakukan peninjauan ke lapangan untuk mendapatkan
kesesuaian latar penelitian dengan tema yang diambil serta memperoleh informasi
tentang apa yang penting untuk ditentukan. Disamping itu peneliti menyiapkan
perlengkapan penelitian, alat tulis, alat perekam, kamera dan alat pendukung
penelitian lainnya.
Pada tahap pelaksanaan penelitian merupakan kegiatan pengumpulan data.
Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan bersamaan dengan tahap analisis data
yang dilakukan sebelum, proses dan akhir kegiatan pengumpulan data. Tahap
penulisan laporan merupakan tahap akhir dari penelitian kualitatif.

D. Data dan Sumber Data


Data penelitian mencakup segala informasi yang berkaitan dengan
penalaran spasial dan berpikir kreatif dalam menyelesaikan soal geometri
berdasarkan level berpikir tingkat tinggi pada pembelajaran Matematika
SD N Lulut 05.
Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan
informasi mengenai penelitian terkait. Adapun data dalam penelitian ini
meliputi segala informasi yang berkaitan dengan penalaran spasial dan
berpikir kreatif dalam menyelesaikan soal geometri berdasarkan level
berpikir tingkat tinggi pada pembelajaran Matematika SD N Lulut 05.
1. Data Primer
Menurut Sugiyono (2022) data primer yaitu sumber data yang langsung
memberikan data kepada pengumpul data. Data dikumpulkan sendiri oleh peneliti
langsung dari sumber pertama atau tempat objek penelitian dilakukan.
Peneliti menggunakan hasil wawancara yang dipaparkan dari informan
mengenai topik penelitian sebagai data primer dari penelitian ini adalah Peserta
didik kelas 5.

26
2. Datar Sekunder
Menurut Sugiyono (2022) data sekunder yaitu sumber yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data misalnya lewat orang lain atau lewat
dokumen.

E. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data


Pada penelitian kualitatif yang menjadi instrument adalah peneliti
itu sendiri. Sehingga menurut Sugiyono (2022) bahwa Teknik
pengumpulan data terdiri dari observasi, wawancara, dokumentasi dan
triangulasi.
1. Observasi
Observasi dalam metode kualitatif yaitu untuk membantu peneliti untuk
mendapatkan data dalam mempelajari atau melihat secara langsung situasi dan
kondisi yang akan diteliti untuk mengamati pola perilaku manusia. Tempat
dalam situasi tertentu (Sugiyono, 2022). Sehingga dalam penelitian ini
observasi yang dilakukan secara langsung. Observasi ini dilakukan baik secara
formal maupun secara informal.
2. Wawancara
Dalam penelitian kualitatif agar peneliti memperoleh data yang lebih
mendalam maka selain melakukan observasi peneliti juga perlu melakukan
wawancara kepada informan atau pihak yang ada kaitannya dengan penelitian
tersebut. Menurut Sugiyono, (2022) bahwa wawancara adalah Teknik
pengumpulan data dimana pewawancara dalam mengumpulkan data
mengajukan pertanyaan kepada wawancara. Wirawan dalam Jaelani (2020)
menyatakan bahwa wawancara terbuka adalah wawancara yang jawabannya
terserah kepada interview, artinya ia dapat memberikan jawaban sesuai dengan
yang dianggapnya tepat dan menggunakan bahasanya sendiri. Sehingga
wawancara yang dirancang untuk menghasilkan gambaran yang jelas tentang
perspektif interviewer terhadap topik penelitian.
3. Dokumentasi
Dalam penelitian kualitatif selain data yang diperoleh dari wawancara
dan observasi, peneliti mendapatkan data dari dokumen-dokumen yang

27
menunjang peneliti melakukan penelitian. Dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu, dokumen tersebut bisa dalam bentuk tulisan,
gambar, atau karya seseorang, biografi, dan juga kebijakan (Sugiono, 2022).

F. Prosedur Analisis Data


Sugiyono (2022) memaparkan analisis data adalah proses mencari dan
Menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam
kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit melakukan sintesa, Menyusun ke
dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan
membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun
orang lain.
Pada penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan
menggunakan Teknik pengumpulan data yang bermacam-macam (Triangulasi)
dan dilakukan secara terus menerus tersebut mengakibatkan variasi data
tinggi.

Pengumpulan
Data

Reduksi Penyajian
Data Data

Kesimpulan/
Verifikasi

Gambar 3.1 Analisis Data Model Interaktif (Unisba.ac.id)


Berdasarkan gambar 3.1 di atas maka Teknik analisis data yang
digunakan oleh penelitian ini yaitu menggunakan model Miles and Huberman
yang terdiri dari tiga komponen (tahapan). Tahapan tersebut adalah reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Menurut Miles and

28
Huberman dalam Sugiyono (2022) menyatakan bahwa analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai
tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Berikut adalah penjelasan dari masing-
masing komponen.
1. Reduksi Data
Reduksi data menurut Sugiyono (2022) adalah merangkum,
memilih hal-hal yang penting, baru, unik dan terkait dengan rumusan
masalah atau pertanyaan penelitian. Pada tahap ini juga merupakan tahap
memilih dan memilah data yang pokok, focus pada hal-hal yang penting,
mengelompokkan data sesuai tema, membuat ringkasan, pemberian kode,
membagi data dalam partisi-partisi setelah itu dianalisis sehingga
terbentuk pola-pola tertentu.
Pada kegiatan penyederhanaan data-data dengan memilah-milah
maka diperoleh data observasi, wawancara dan dokumentasi dengan
Langkah-langkah sebagai berikut:
a. Kegiatan Menganalisis dan Observasi
Pada kegiatan tersebut dilakukan dengan memindahkan data-
data dari catatan lapangan ke pedoman analisis dan data observasi
penalaran spasial dan berpikir kreatif dalam menyelesaikan soal
geometri berdasarkan level kognitif berpikir tingkat tinggi kelas 5 SD
N Lulut 05.
b. Kegiatan menganalisis wawancara
Peda kegiatan tersebut kegiatan dilakukan dengan mentranskrip
verbatim pembicaraan dalam kegiatan wawancara setelah itu membuat
tematik analisisnya dengan tujuan untuk menentukan pola-pola dengan
pedoman pada pedoman wawancara terstruktur untuk Peserta didik
kelas 5 SD N Lulut 05
c. Kegiatan menganalisis data dokumentasi
Pada kegiatan tersebut dilakukan dengan cara mendeskripsikan situasi
yang terjadi di lapangan dan membuat tematik analisisnya dengan
tujuan untuk menemukan pola-pola yang berpedoman pada pedoman
catatan dokumentasi.

29
2. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan setelah data direduksi. Dalam penyajian
data dalam kualitatif bisa dalam bentuk uraian singkat, began dan
hubungan antar kategori. Menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono
(2022) bahwa dalam penelitian kualitatif peneliti seringkali menyajikan
data dalam bentuk teks atau naratif. Artinya proses penggabungan
informasi sehingga tersusun rapai dalam bentuk yang dapat mudah
dipahami.
3. Penarikan Kesimpulan
Langkah yang terakhir adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Langkah ini bertujuan untuk menemukan makna terhadap data yang
dikumpulkan dengan menentukan pola, hubungan kesamaan dari kejadian
yang sering muncul. Pada proses ini dilakukan interpretasi data dengan
melakukan sintesis terhadap data yang sudah dikumpulkan dengan
berbagai metode, sambal terus melakukan proses verifikasi terhadap
kesimpulan yang dibuat secara tentative yang kemudian dapat diambil
kesimpulan akhir yang lebih tepat.

G. Pemeriksaan Keabsahan Data


Sugiyono (2022) menyatakan bahwa dalam mengkaji kepercayaan
data dapat dilakukan dengan triangulasi yaitu Teknik pemeriksaan
keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data
tersebut. Sehingga untuk memperoleh keabsahan data melalui kriteria
yang telah ditentukan yaitu: Credibility, Transferability, dependability,
confirmability.
1. Credibility
Dalam uji credibility atau data kepercayaan terhadap hasil data pada
penelitian kualitatif, menurut Sugiyono (2022) maka dilakukan perpanjangan
pengamatan, peningkatan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan
teman sejawat, analisis kasus negative dan member check.
2. Transferability

30
Menurut Sugiyono (2022) bahwa uji transferability dimaksudkan agar
orang lain dapat memahami penelitian kualitatif sehingga ada kemungkinan
untuk menerapkan hasil penelitian tersebut, sehingga peneliti dapat membuat
laporannya dengan memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan
dapat dipercaya. Oleh sebab itu pembaca dapat dengan jelas memahami hasil
dari penelitian tersebut, sehingga dapat memutuskan dapat atau tidaknya
untuk mengaplikasikan hasil penelitian tersebut di tempat lain.
3. Dependability
Adapun Sugiyono (2022) menyatakan bahwa uji dependability atau
dalam penelitian kualitatif disebut dengan reliabilitas penelitian yang reliabel
ialah apabila orang lain dapat me replikasi proses penelitian tersebut. Dalam
penelitian kualitatif, uji dependability dilakukan dengan melakukan audit
terhadap keseluruhan proses penelitian, dengan dilakukan oleh auditor yang
independent, atau pembimbing untuk mengaudit seluruh aktivitas peneliti
dalam melakukan penelitian.
4. Confirmability
Uji confirmability atau dalam penelitian kualitatif disebut uji
obyektivitas penelitian, yaitu suatu penelitian dikatakan obyektif apabila
hasil penelitian telah disepakati oleh banyak orang (Sugiyono, 2022). Uji
confirmability tidak jauh berbeda dengan uji dependability sehingga
pengujian nya dapat dilakukan secara bersamaan. Dalam menguji
confirmability berarti menguji hasil-hasil penelitian yang dilakukan dengan
proses yang dilakukan.

31
32
33

DAFTAR PUSTAKA

Aini, N., & Suryowati, E. (2022). Mengeksplor Penalaran Spasial Siswa dalam
Menyelesaikan Soal Geometri Berdasarkan Gender. Mosharafa: Jurnal
Pendidikan Matematika, 11(1), 61–72.
https://doi.org/10.31980/mosharafa.v11i1.1183

Amalia, R. Z., & Hadi, W. (2021). ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN


MASALAH MATEMATIS BERMUATAN HIGHER-ORDER
THINKING SKILLS DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA.
AKSIOMA: Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika, 10(3), 1564.
https://doi.org/10.24127/ajpm.v10i3.3743

Anggraeni, D., & Erviana, V. Y. (2019). IMPLEMENTASI HOTS DALAM


MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
TEMA 2 SUBTEMA 2 KELAS V SD MUHAMMADIYAH BANTUL
KOTA YOGYAKARTA. Fundamental Pendidikan Dasar, 1(1).

Araya, P. (2021). Promoviendo el Pensamiento Creativo en la Clase de


Matemática: Dos casos de estudio en aulas de primaria. Bolema: Boletim
de Educação Matemática, 35(71), 1369–1390.
https://doi.org/10.1590/1980-4415v35n71a07

Badan Standar Kurikulum dan Assesmen Kemdikbud. (2022). Capaian


Pembelajaran Mata Pelajaran Matematika Untuk SD/MI/Program Paket
A, SMP/MTS/Program Paket B, dan SMA/MA/Program Paket C. Badan
Standar Kurikulum dan Assesmen Pendidikan Kementrian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.

Budiarto, M. T., & Artiono, R. (2019). GEOMETRI DAN PERMASALAHAN


DALAM PEMBELAJARANNYA (SUATU PENELITIAN META
ANALISIS). JUMADIKA : Jurnal Magister Pendidikan Matematika, 1(1),
9–18. https://doi.org/10.30598/jumadikavol1iss1year2019page9-18

Clements, D. H., & Battista, M. T. (1992). Geometry and spatial reasoning. In D.


A. Grouws (Ed.), Handbook of research on mathematics teaching and
learning (pp. 420-464).

Coello, Y. (2005). Spatial context and visual perception for action.

Corcoran, P., Mooney, P., & Bertolotto, M. (2012). Spatial Relations Using High
Level Concepts. ISPRS International Journal of Geo-Information, 1(3),
333–350. https://doi.org/10.3390/ijgi1030333

Davis, B. & Spatial Reasoning Study Group. (2015). Spatial Reasoning in the
Early Years (0 ed.). Routledge. https://doi.org/10.4324/9781315762371
Dhlamini, Z. B., Chuene, K., Masha, K., & Kibirige, I. (2019). Exploring Grade
Nine Geometry Spatial Mathematical Reasoning in the South African
Annual National Assessment. EURASIA Journal of Mathematics, Science
and Technology Education, 15(11).
https://doi.org/10.29333/ejmste/105481

Ernawati, Zulmaulida, R., Saputra, E., Munir, M., & dkk. (2021). Problematika
Pembelajaran Matematika. Yayasan Penerbit Muhammad Zaini.

Fauzi, I., & Arisetyawan, A. (2020). Analisis Kesulitan Belajar Siswa pada Materi
Geometri Di Sekolah Dasar. Kreano, Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif,
11(1), 27–35. https://doi.org/10.15294/kreano.v11i1.20726

Fujita, T., Kondo, Y., Kumakura, H., Kunimune, S., & Jones, K. (2020). Spatial
reasoning skills about 2D representations of 3D geometrical shapes in
grades 4 to 9. Mathematics Education Research Journal, 32(2), 235–255.
https://doi.org/10.1007/s13394-020-00335-w

Guilford. (1967). Creativity: Yesterday, Today and Tomorrow. Journal Of


Creative Behaviours.

Harris, D., Logan, T., & Lowrie, T. (2021). Unpacking mathematical-spatial


relations: Problem-solving in static and interactive tasks. Mathematics
Education Research Journal, 33(3), 495–511.
https://doi.org/10.1007/s13394-020-00316-z

Harris, D., Lowrie, T., Logan, T., & Hegarty, M. (2021). Spatial reasoning,
mathematics, and gender: Do spatial constructs differ in their contribution
to performance? British Journal of Educational Psychology, 91(1), 409–
441. https://doi.org/10.1111/bjep.12371

Hasanah, U., & Kumoro, D. T. (2021). Kemampuan Spasial: Kajian pada Siswa
Usia Sekolah Dasar. JURNAL PACU PENDIDIKAN DASAR JURNAL
PGSD UNU NTB.

Hobri, Suharto, & Rifqi Naja, A. (2018). Analysis of students’ creative thinking
level in problem solving based on national council of teachers of
mathematics. Journal of Physics: Conference Series, 1008, 012065.
https://doi.org/10.1088/1742-6596/1008/1/012065

Hurlock, E. B. (2021). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan (Kelima). Erlangga.

Jankowska, D. M., Gajda, A., & Karwowski, M. (2019). How children’s creative
visual imagination and creative thinking relate to their representation of
space. International Journal of Science Education, 41(8), 1096–1117.
https://doi.org/10.1080/09500693.2019.1594441

34
Kemdikbud, Pudjiastuti, A., Ariyana, Y., Bestary, R., & Zamroni. (2018). Buku
Pegangan Pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan Berpikir
Tingkat Tinggi. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Khalid, M., Saad, S., Abdul Hamid, S. R., Ridhuan Abdullah, M., Ibrahim, H., &
Shahrill, M. (2020). ENHANCING CREATIVITY AND PROBLEM
SOLVING SKILLS THROUGH CREATIVE PROBLEM SOLVING IN
TEACHING MATHEMATICS. Creativity Studies, 13(2), 270–291.
https://doi.org/10.3846/cs.2020.11027

Leikin, R., & Sriraman, B. (Ed.). (2017). Creativity and Giftedness:


Interdisciplinary perspectives from mathematics and beyond. Springer
International Publishing. https://doi.org/10.1007/978-3-319-38840-3

Leni, N., Musdi, E., Arnawa, I. M., & Yerizon, Y. (2021). Profil Kemampuan
Penalaran Spasial Siswa SMPN 1 Padangpanjang Pada Masalah Geometri.
JIPM (Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika), 10(1), 111.
https://doi.org/10.25273/jipm.v10i1.10000

Linn, M. C., & Petersen, A. C. (1985). Emergence and Characterization of Sex


Differences in Spatial Ability: A Meta-Analysis. Child Development,
56(6), 1479. https://doi.org/10.2307/1130467

Lowrie, T., Resnick, I., Harris, D., & Logan, T. (2020). In search of the
mechanisms that enable transfer from spatial reasoning to mathematics
understanding. Mathematics Education Research Journal, 32(2), 175–188.
https://doi.org/10.1007/s13394-020-00336-9

Maresch, G., & Posamentier, A. S. (2019). Solving problems in our spatial world.
World Scientific.

Masfingatin, T., Murtafiah, W., & Maharani, S. (2020). Exploration of Creative


Mathematical Reasoning in Solving Geometric Problems. Jurnal
Pendidikan Matematika, 14(2), 155–168.
https://doi.org/10.22342/jpm.14.2.7654.155-168

Maulyda, M. A. (2020). PARADIGMA PEMBELAJARAN MATEMATIKA


BERBASIS NCTM. CV IRDH.

Meiliasari, M., Wijayanti, D. A., & Isabel, S. N. (2022). PENGEMBANGAN


LKPD DIGITAL DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN
MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA BERBASIS HOTS PADA
MATERI LINGKARAN. AKSIOMA: Jurnal Program Studi Pendidikan
Matematika, 11(4), 2687. https://doi.org/10.24127/ajpm.v11i4.5658

35
Mulligan, J., Woolcott, G., Mitchelmore, M., Busatto, S., Lai, J., & Davis, B.
(2020). Evaluating the impact of a Spatial Reasoning Mathematics
Program (SRMP) intervention in the primary school. Mathematics
Education Research Journal, 32(2), 285–305.
https://doi.org/10.1007/s13394-020-00324-z

Nissa, I. C. (2015). PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA. DUTA


PUSTAKA ILMU.

Nopitasari, D., & Bilda, W. (2019). ASOSIASI PENALARAN SPASIAL DAN


SELF ESTEEM MAHASISWA PADA MATA KULIAH GEOMETRI
ANALITIK DATAR. Teorema: Teori dan Riset Matematika, 4(2), 83.
https://doi.org/10.25157/teorema.v4i2.2446

Nuriswaty, K. S., Pagiling, S. L., & Nurhayati, N. (2020). Visuospatial reasoning


of eighth-grade students in solving geometry problems: A gender
perspective. Beta: Jurnal Tadris Matematika, 13(2), 152–167.
https://doi.org/10.20414/betajtm.v13i2.400

Nurzulifa, S. (2021). Creative thinking mathematical ability of students in


Treffinger learning based on cognitive style. 1.

Octaviana, P., & Setyaningsih, N. (2022). KOMPETENSI BERPIKIR KRITIS


SISWA DALAM MEMECAHKAN PERSOALAN HOTS
BERDASARKAN GAYA BELAJAR. AKSIOMA: Jurnal Program Studi
Pendidikan Matematika, 11(2), 1436.
https://doi.org/10.24127/ajpm.v11i2.4928

Panagiotis, G., Avgerinos, E. A., Deliyianni, E., Elia, I., Gagatsis, A., & Geitona,
Z. (2021). Unpacking The Relation Between Spatial Abilities and
Creativity in Geometry. The European Educational Researcher, 4(3),
307–328. https://doi.org/10.31757/euer.433

Pehkonen, E. (1997). The state-of-art in mathematical creativity. Zentralblatt Für


Didaktik Der Mathematik, 29(3), 63–67. https://doi.org/10.1007/s11858-
997-0001-z

Pradana, L. N., & Sholikhah, O. H. (2023). Konstruksi Penalaran Spasial: Cara


Menggunakannya untuk Menyelesaikan Geometris Masalah. Jurnal
Pendidikan Matematika, 17.

Purwanti, D., Fakhri, J., & Negara, H. S. (2019). ANALISIS TINGKAT


KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS PESERTA DIDIK
DITINJAU DARI GAYA BELAJAR KELAS VII SMP. AKSIOMA:
Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika, 8(1).
https://doi.org/10.24127/ajpm.v8i1.1733

36
Ramful, A., Lowrie, T., & Logan, T. (2016). Measurement of Spatial Ability.
Journal of Psychoeducational Assessment.
https://doi.org/10.1177/0734282916659207

Resnick, I., Harris, D., Logan, T., & Lowrie, T. (2020). The relation between
mathematics achievement and spatial reasoning. Mathematics Education
Research Journal, 32(2), 171–174. https://doi.org/10.1007/s13394-020-
00338-7

Rizki, R. N., Mustadi, A., & Wangid, M. N. (2022). Evaluation of the


Implementation of Assessment in Higher Order Thinking Skills Oriented
Learning 2013 Curriculum in Elementary Schools. AL-ISHLAH: Jurnal
Pendidikan, 14(3), 4363–4370. https://doi.org/10.35445/alishlah.v14i3.757

Rutherford, A. (2021). Mathematical Thinking.

Santrock, J. W. (2019). Psikologi Pendidikan. Kencana.

Saraswati, P. M. S., & Agustika, G. N. S. (2020). Kemampuan Berpikir Tingkat


Tinggi Dalam Menyelesaikan Soal HOTS Mata Pelajaran Matematika.
Jurnal Ilmiah Sekolah Dasar, 4(2), 257.
https://doi.org/10.23887/jisd.v4i2.25336

Schoevers, E. M., Leseman, P. P. M., Slot, E. M., Bakker, A., Keijzer, R., &
Kroesbergen, E. H. (2019). Promoting pupils’ creative thinking in primary
school mathematics: A case study. Thinking Skills and Creativity, 31, 323–
334. https://doi.org/10.1016/j.tsc.2019.02.003

Silver, E. A. (1997). Fostering creativity through instruction rich in mathematical


problem solving and problem posing. Zentralblatt Für Didaktik Der
Mathematik, 29(3), 75–80. https://doi.org/10.1007/s11858-997-0003-x

Sudirman, S., & Alghadari, F. (2020). Bagaimana Mengembangkan Kemampuan


Spasial dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah?: Suatu Tinjauan
Literatur. Journal of Instructional Mathematics, 1(2), 60–72.
https://doi.org/10.37640/jim.v1i2.370

Sugiono, Prof. Dr. (2022). METODE PENELITIAN KUALITATIF (Untuk


penelitian yang bersifat: Eksploratif, enterpretif, interaktif dan
konstruktif). ALFABETA.

Suh, J., & Cho, J. Y. (2020). Linking spatial ability, spatial strategies, and spatial
creativity: A step to clarify the fuzzy relationship between spatial ability
and creativity. Thinking Skills and Creativity, 35, 100628.
https://doi.org/10.1016/j.tsc.2020.100628

Syahara, M. U., & Astutik, E. P. (2021). Analisis Berpikir Kreatif Siswa dalam
Menyelesaikan Masalah SPLDV ditinjau dari Kemampuan Matematika.

37
Mosharafa: Jurnal Pendidikan Matematika, 10(2), 201–212.
https://doi.org/10.31980/mosharafa.v10i2.892

Torrance, E. P. (1974). Torrance tests of creative thinking. Lexington, MA:


Personnel Press.

Utari, R. S., & Gustiningsi, T. (2021). Developing of Higher Order Thinking Skill
in Relation and Function to Support Student’s Creative Thinking. Jurnal
Pendidikan Matematika, 15(1), 49–60.
https://doi.org/10.22342/jpm.15.1.12876.49-60

Van de Walle, J. A., Karp, K. S., & Bay-Williams, J. M. (2013). Elementary and
middle school mathematics: Teaching developmentally (8th ed). Pearson.
Vandenberg, S. G., & Kuse, A. R. (1978). Mental Rotations, a Group Test of
Three-Dimensional Spatial Visualization. Perceptual and Motor Skills,
47(2), 599–604. https://doi.org/10.2466/pms.1978.47.2.599

Wahyudi, Dr., Waluya, Sb., Suyitno, H., Isnarto, Dr., & M. Pramusita, S. (2019).
Schemata in Creative Thinking to Solve Mathematical Problems about
Geometry. Universal Journal of Educational Research, 7(11), 2444–2448.
https://doi.org/10.13189/ujer.2019.071122

Wicaksono, A. B., Chasanah, A. N., & Sukoco, H. (2021). KEMAMPUAN


PEMECAHAN MASALAH GEOMETRI BERBASIS BUDAYA
DITINJAU DARI GENDER DAN GAYA BELAJAR. AKSIOMA: Jurnal
Program Studi Pendidikan Matematika, 10(1), 240.
https://doi.org/10.24127/ajpm.v10i1.3256

Woolcott, G., Le Tran, T., Mulligan, J., Davis, B., & Mitchelmore, M. (2022).
Towards a framework for spatial reasoning and primary mathematics
learning: An analytical synthesis of intervention studies. Mathematics
Education Research Journal, 34(1), 37–67.
https://doi.org/10.1007/s13394-020-00318-x

Wulandari, S., Susanti, E., & Harini, S. (2021). Penalaran Visuospasial Siswa
Kategori Intelligence Quotient (IQ) Superior. Jurnal Tadris Matematika,
4(2), 263–274. https://doi.org/10.21274/jtm.2021.4.2.263-274

Yayuk, E., Purwanto, P., Rahman, A., & Subanji, S. (2020a). Primary School
Students’ Creative Thinking Skills in Mathematics Problem Solving.
European Journal of Educational Research, 9(3), 1281–1295.
https://doi.org/10.12973/eu-jer.9.3.1281

Yayuk, E., Purwanto, P., Rahman, A., & Subanji, S. (2020b). Primary School
Students’ Creative Thinking Skills in Mathematics Problem Solving.
European Journal of Educational Research, 9(3), 1281–1295.
https://doi.org/10.12973/eu-jer.9.3.1281

38
Yurniwati, D. A. (2019). GEOMETRIC CONCEPTUAL AND PROCEDURAL
KNOWLEDGE OF PROSPECTIVE TEACHERS. 1(2).

Zaiyar, M., & Rusmar, I. (2020). Students’ Creative Thinking Skill in Solving
Higher Order Thinking Skills (HOTS) Problems. Al-Jabar : Jurnal
Pendidikan Matematika, 11(1), 111–120.
https://doi.org/10.24042/ajpm.v11i1.5935

Zuhria Sya’bani, G., Hikmah, N., Novitasari, D., & Sarjana, K. (2023). Hubungan
Kecerdasan Spasial dan Kemampuan Penalaran Matematis Peserta Didik
Dalam Menyelesaikan Masalah Geometri. Jurnal Riset Pendidikan
Matematika Jakarta, 5(1), 22–31.
https://doi.org/10.21009/jrpmj.v5i1.23023

39
40

Lampiran 01

Kisi-kisi Instrumen Penelitian, Observasi, Wawancara dan Studi


Dokumentasi

Variabel Indikator Sumber Instrumen Sumber Hal


Pengumpulan Var
Data
1. Penalaran 1.1. Rotasi 1.1.1. Instrumen soal tes Tes
Spasial Mental, rotasi mental, Observasi
orientasi orientasi spasial Wawancara
spasial dan dan visualisasi Studi
visualisasi spasial. dokumentasi
spasial. 1.1.2. Observasi Kelas:
Berdasarkan pengamatan
level tentang bagaimana
berpikir peserta didik
tingkat dalam
tinggi mengerjakan soal
diantaranya: geometri
1. C4 menggunakan
Analisis penalaran spasial
2. C5 berdasarkan level
Evaluasi kognitif berpikir
3. C6 tingkat tinggi.
Mencipta 1.1.3. Wawancara
dengan murid
dalam
menyelesaikan
soal geometri
menggunakan
penalaran spasial
nya.
1.1.4. Studi
Dokumentasi:
Mencatat dan
mendokumentasik
an peserta didik
saat mengerjakan
soal geometri
menggunakan
penalaran spasial.
2. Berpikir 2.1. Kelanca 2.1.1. Instrumen soal Tes
Kreatif ran, geometri dengan Observasi
Fleksibilitas indikator berpikir Wawancara
, Kebaruan, kreatif kelancaran, Studi
Elaborasi fleksibilitas, dokumentasi
berdasarkan kebaruan,
level soal elaborasi
berpikir berdasarkan
kognitif 2.1.2. Observasi kelas:
tingkat pengamatan
tinggi tentang bagaimana
diantaranya peserta didik
1. C4 dalam
Analisis mengerjakan soal
2. C5 geometri
Evaluasi menggunakan
3. C6 kreativitas nya
Mencipta berdasarkan level
kognitif berpikir
tingkat tinggi.
2.1.3. Wawancara
dengan murid
dalam
menyelesaikan
soal geometri
menggunakan
keterampilan
berpikir kreatif.
2.1.4. Studi
Dokumentasi:
Mencatat dan
mendokumentasik
an peserta didik
saat mengerjakan
soal geometri
menggunakan
kreatifitas.

41
Lampiran 02

1. Indikator Soal, Kriteria keberhasilan Penalaran Spasial dan berpikir


kreatif VS Level Berpikir Tingkat Tinggi
Capaian pembelajaran geometri kelas 5 (akhir fase C): Pada akhir fase C,
peserta didik dapat mengonstruksi dan mengurai bangun ruang (kubus, balok,
dan gabungannya) dan mengenali visualisasi spasial (bagian depan, atas, dan
samping).
Indikator Pencapaian Kompetensi:
1) Peserta didik dapat menunjukkan bahwa bangun ruang merupakan bangun
tiga dimensi yang mempunyai ruang/isi/volume dan juga sisi-sisi yang
membatasinya.
2) Peserta dapat membuat bangun ruang sederhana yang terdiri dari
gabungan bangun ruang kubus dan balok dengan menggunakan snap cube
dan menggambarkan penampakan gabungan bangun ruang tersebut dari
atas, depan dan samping
3) Peserta didik dapat menentukan denah suatu tempat pada sistem berpetak
a. Indikator Soal

Komponen Komponen Aspek Level Indikator Soal No


Penalaran berpikir Kognitif Soal
Spasial kreatif dan
Indikator
Rotasi Kelancaran, Berpikir C4 – Melalui gambar 2
Mental Fleksibilitas Kritis Menganalisis peserta didik
, Kebaruan dapat
dan merumuskan
Elaborasi. perpindahan
kubus satuan
dalam kertas
berpetak.
Orientasi Berpikir C5 – Melalui gambar 1
Spasial Kritis Mengevaluasi peserta didik
dapat
membedakan
gambar kubus
satuan tampak
depan, belakang,

42
atas.
Visualisasi Berpikir C6 – Melalui gambar 3,4
Spasial Kreatif Mencipta peserta didik
dapat merencana
membuat jaring-
jaring prisma dari
beberapa bentuk.

b. Kriteria Keberhasilan Penalaran Spasial

Kriteria Kategori Kemampuan Penalaran Spasial


Nilai Tes Kategori
100-86 Tinggi
85-76 Sedang
75 – 0 Rendah

c. Kriteria Kemampuan Berpikir Kreatif

Kriteria Kemampuan Berpikir Kreatif

Level Ciri-ciri
Tingkat 4 Peserta didik mampu menunjukkan fluency, flexibility, dan
(Sangat Kreatif) novelty dalam memecahkan maupun mengajukan masalah.
Tingkat 3 Peserta didik mampu menunjukkan fluency, dan novelty
(Kreatif) atau fluency dan flexibility dalam memecahkan maupun
mengajukan masalah.
Tingkat 2 Peserta didik mampu menunjukkan novelty atau flexibility
(Cukup Kreatif) dalam memecahkan maupun mengajukan masalah.
Level 1 Peserta didik mampu menunjukkan fluency, dalam
(Kurang Kreatif) memecahkan maupun mengajukan masalah.
Level 0 Peserta didik tidak mampu menunjukkan ketiga aspek
(Tidak Kreatif) indikator berpikir kreatif.

43
2. Instrumen Soal Pra Penelitian
UJI PENALARAN SPASIAL DAN BERPIKIR KREATIF
Nama :
Sekolah :
Kelas :
Tanggal :

Petunjuk Pengerjaan Soal!


1) Waktu Pengerjaan Soal 30 Menit!
2) Tulis lah jawaban pada kolom jawaban!
3) Pilihlah jawaban yang benar untuk soal pilihan berganda!
4) Buatlah gambar dengan jelas menggunakan pena dan hindari coretan
berlebih!
5) Kerjakan setiap soal dengan baik dan benar secara mandiri!

No Soal Jawaban
1. 1. Perhatikan susunan kubus dibawah!
Jika tumpukan dus
tersebut dilihat dari
atas, maka gambar
bagian manakah yang
sesuai!

A B C

2. 2. Sebuah kubus terletak pada (F,1) dan akan


dipindahkan ke (D,2). Kubus ini tidak boleh
diangkat, tetapi direbahkan ke salah satu sisi
tegaknya. Panjangnya rusuk kubus sama dengan
jarak antara garis-garis horizontal
dan garis-garis vertikal pada sistem berpetak yang
digunakan.

44
a. Pada kertas berpetak gambarkan jalur yang
dapat dilalui.
b. Berapa kali kubus tersebut direbahkan untuk
mencapai tujuannya?
3. 3. Perhatikan gambar!

1) Kita memotong sebuah bangun ruang, yang


dibentuk dari jaring-jaring Ⓐ, searah
panjangnya. Jika dipotong separuh, bangun
ruang apa yang terbentuk dari potongan ini?
Gambarlah sketsanya.
2) Gambarlah jaring-jaring bangun ruang yang
dibuat di ①. Apa perbedaannya dengan Ⓐ?
4. 4. Ayo, menggambar
jaring-jaring pada kertas
karton untuk membuat
prisma segitiga seperti
gambar yang
ditunjukkan di samping
kanan!

1) Bagian manakah yang merupakan sisi alas dan


sisi tegak pada jaring-jaring?
2) Di manakah tinggi pada jaring-jaring?
3) Berapa cm panjang sisi AB, BC, dan DE?
4) Ketika kamu membuat bentuk jaring-jaring ini,
titik manakah yang berimpitan dengan titik A?
5) Lipatlah jaring-jaring
Lampiran 03

45
Instrumen Wawancara

No Pertanyaan Jawaban Informan


Pertanyaan Umum1
1. Ceritakan bagaimana kamu menyelesaikan soal
geometri tersebut?
2. Apa yang kamu lakukan untuk memahami soal
tersebut?
3. Apa yang kamu lakukan untuk menemukan solusi
dari soal tersebut?
4. Apa yang kamu lakukan untuk memeriksa
jawabanmu?
Pertanyaan untuk menilai penalaran spasial
5. Bagaimana kamu membayangkan bangun geometri
tersebut?
6. Bagaimana kamu memperkirakan ukuran atau
dimensi bangun geometri tersebut?
7. Bagaimana kamu mentransformasi bangun geometri
tersebut?
Pertanyaan untuk menilai berpikir kreatif
8. Apa ide lain yang kamu miliki untuk menyelesaikan
soal tersebut?
9. Bagaimana kamu memecahkan masalah tersebut
dengan cara yang berbeda?
10. Apa yang kamu lakukan untuk membuat soal
tersebut lebih menantang?
Pertanyaan Penutup
11. Adakah hal lain yang ingin kamu ceritakan tentang
soal tersebut?
12. Apa saranmu untuk meningkatkan kemampuan
penalaran spasial dan berpikir kreatif dalam
menyelesaikan soal geometri?

46

Anda mungkin juga menyukai