DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………... i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. ii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………. iii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………. iv
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………. 1
A. Latar Belakang…………………………………………………. 1
B. Fokus Penelitian………………………………………………... 8
C. Rumusan Masalah……………………………………………... 8
D. Kegunaan Penelitian…………………………………………… 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA……………………………………………… 10
A. Deskripsi Konseptual Fokus dan Sub Fokus Penelitian………… 10
a. Pengertian penalaran Spasial………………………………. 10
b. Komponen Penalaran Spasial………………………………. 11
c. Pengertian Berpikir Kreatif………………………………... 15
d. Komponen Berpikir Kreatif………………………………... 16
e. Geometri……………………………………………………. 18
f. Level Kognitif Berpikir Tingkat Tinggi…………………….. 19
B. Penelitian yang Relevan………………………………………... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………………… 25
A. Tujuan Penelitian………………………………………………. 25
B. Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………. 25
C. Latar Penelitian………………………………………………… 26
D. Metode dan Prosedur Penelitian………………………………. 27
E. Data dan Sumber Data…………………………………………. 28
F. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data……………………… 28
G. Prosedur Analisis Data………………………………………… 29
1. Pengumpulan Data (Data Collection) ……………………. 30
2. Reduksi Data (Data Reduction) …………………………… 30
3. Penyajian Data (Data Display) ……………………………. 31
4. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi (Conslusion 31
Drawing/Verifycation)……………………………………………
H. Uji Keabsahan Data……………………………………………. 31
1. Uji Kredibilitas (Validitas Internal) ………………………. 31
2. Uji Transferability (Validasi Eksternal/Generalisasi) ……. 31
3. Uji Depenability (Reabilitas)………………………………. 32
4. Uji Konfirmability (Obyektivitas)…………………………. 32
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 33
LAMPIRAN…………………………………………………………………… 39
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR DIAGRAM
iv
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
kemampuan penalaran spasial dan berpikir kreatif, sejalan dengan penelitian
Jankowska dkk., (2019) yang menunjukkan bahwa imajinasi visual kreatif dan
pemikiran kreatif peserta didik memiliki hubungan positif dengan representasi
ruang mereka, anak-anak yang memiliki imajinasi visual kreatif dan pemikiran
kreatif yang lebih baik cenderung memiliki representasi ruang yang lebih baik.
Secara singkat penalaran spasial dan berpikir kreatif merupakan salah satu
tujuan kemampuan dalam pembelajaran geometri.
Beberapa penelitian yang menunjukkan kesulitan peserta didik dalam
geometri antara lain lemahnya konsep-konsep geometri, kesulitan dalam
memecahkan masalah geometri, dan rendahnya penalaran peserta didik dalam
objek-objek geometri (Budiarto & Artiono, 2019). Hasil observasi tingkat
sekolah menengah di Indonesia menunjukkan bahwa, rendahnya kemampuan
berpikir spasial disebabkan oleh ketidak perdayaan peserta didik dalam
membayangkan objek tiga dimensi dalam dua dimensi (Latifah & Teguh
Budiarto, 2019). Penelitian selanjutnya ketika dimintai penjelasan jawabannya,
siswa seringkali merasa bingung karena tidak memahami hakikat dan konsep
bangun ruang dan bangun datar, membaca soal dengan cermat, atau
menggunakan konsep geometri secara kreatif atau terampil untuk menyelesaikan
soal (Zuhria Sya’bani dkk., 2023). Berdasarkan masalah penelitian yang telah
dipaparkan peneliti menganalisis bahwa permasalahan penalaran spasial jarang
dilakukan pada tingkat sekolah dasar kesulitan tersebut terletak pada
kemampuan peserta didik dalam hal rotasi mental, orientasi spasial dan
visualisasi spasial.
Permasalahan lain dalam upaya pengembangan keterampilan berpikir
kreatif peserta didik yang berprestasi tinggi di bidang matematika menunjukkan
keterampilan yang baik pada aspek kelancaran dan fleksibilitas, namun masih
kesulitan pada aspek kebaruan. rata-rata yang berprestasi menunjukkan
keterampilan yang baik pada aspek fleksibilitas, namun kurang pada aspek
kelancaran dan kebaruan. Peserta didik menunjukkan pemahaman terhadap
permasalahan matematika namun, kesulitan dalam menentukan strategi
penyelesaiannya, sehingga jawaban mereka kurang terstruktur dan kurang
sistematis dalam menyelesaikan suatu permasalahan dan perhitungan yang
3
dilakukan terkesan terburu-buru, kurang cermat, serta sering menggunakan
strategi trial and error sedangkan peserta didik yang berprestasi rendah
menunjukkan kesulitan dalam memahami permasalahan (Yayuk dkk., 2020).
Prosedur penyelesaian yang diajarkan kepada peserta didik menghalangi mereka
menggunakan kreativitas untuk memecahkan masalah matematika, sehingga
kurang menemukan solusi unik (Syahara & Astutik, 2021). Berpikir kreatif
membutuhkan skema yang lengkap atau proses peserta didik dengan
kemampuan berpikir kreatif tinggi disusun secara runtut dan sistematis serta
jawaban yang beragam. Sehingga membuat peserta didik tidak dapat
menemukan hubungan antar konsep. Peserta didik dengan kategori kurang
kreatif mempunyai skema yang kurang baik dan tidak dapat memberikan solusi
terhadap permasalahan tersebut (Wahyudi dkk., 2019).
Hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap guru kelas 5 pada
Sekolah SD N Lulut 05 memberikan informasi bahwa rapor pendidikan tahun
2023 kemampuan peserta didik memahami dan menyelesaikan masalah
menggunakan konten geometri skor capaian kompetensi pada domain geometri
sebesar 39,96 dengan persentase 50,74%. Permasalahan tersebut merupakan hal
yang harus dicari penyelesaiannya secara mendalam sehingga diperlukan upaya
untuk dapat menganalisis kemampuan penalaran spasial dan berpikir kreatif
peserta didik dalam memecahkan masalah geometri sehingga dapat ditemukan
solusi pembelajaran terkait rendahnya penalaran spasial dan berpikir kreatif
tersebut
Penelitian sebelumnya yang membahas penalaran spasial dilakukan oleh
Aini, dkk. (2022) penalaran spasial berpengaruh pada pembelajaran geometri
yang menunjukkan dalam hal visualisasi spasial, jumlah siswa laki-laki lebih
banyak daripada siswa perempuan, meskipun demikian rotasi spasial memiliki
kapasitas yang sama untuk penalaran spasial (Aini & Suryowati, 2022), penelitian
yang akan dilaksanakan merupakan lanjutan dari keterbatasan penelitian tersebut
yang menyarankan hal ini dapat diamati pada tingkat lain, seperti kognitif, selain
gender. selain itu penelitian yang akan dilaksanakan dengan partisipan
dikategorikan menjadi level berpikir menganalisis, evaluasi dan mencipta.
Selanjutnya penelitian dari Fujita, dkk. (2020) meneliti tentang identifikasi
4
keterampilan penalaran spasial peserta didik dan bagaimana mereka menggunakan
keterampilan dan pengetahuan mereka untuk memecahkan masalah geometri. Para
peneliti juga berhasil mengekstraksi informasi berguna mengenai penggunaan
keterampilan penalaran spasial dan pengetahuan spesifik domain oleh peserta
didik dari survei menganalisis bagaimana peserta didik menggunakan
keterampilan tersebut untuk memecahkan masalah yang melibatkan representasi
2D dari bentuk geometris 3D (Fujita dkk., 2020) yang akan dilaksanakan adalah
analisis penalaran spasial dengan menggunakan konstruksi rotasi mental, orientasi
spasial dan visualisasi spasial secara menyeluruh dalam tugas geometri yang
diberikan.
Selanjutnya pada tingkat internasional Lowrie, dkk. adalah peneliti yang
sangat dihormati di bidang penalaran spasial. Pekerjaan mereka mempunyai
dampak yang signifikan terhadap pemahaman tentang bagaimana orang belajar
dan menggunakan keterampilan spasial, dan bagaimana keterampilan tersebut
dapat ditingkatkan. Penelitian mereka juga penting untuk menginformasikan
pengembangan program dan intervensi pendidikan yang dapat membantu semua
peserta didik mengembangkan keterampilan penalaran spasial yang mereka
perlukan agar berhasil di sekolah dan seterusnya. Pertama, penelitian mereka
dengan mencari mekanisme yang memungkinkan transfer dari penalaran spasial
ke pemahaman matematika (Lowrie dkk., 2020). Kedua, penelitian tentang
hubungan antara kinerja dan penalaran spasial dalam tugas interaktif, baik pada
kelompok primer maupun sekunder. (Harris, Logan, dkk., 2021). Selanjutnya
penelitian yang ketiga meneliti tentang ppenalaran spasial, matematika, dan
gender: Apakah konstruksi spasial berbeda dalam kontribusinya terhadap kinerja?
(Harris, Lowrie, dkk., 2021). Penelitian dari Lowrie, dkk. menambah wawasan
bahwa penalaran spasial sangat berhubungan dengan transfer pemahaman
matematika dari mulai pengerjaan soal, gender, tugas interaktif tergantung tugas
yang diberikan kepada peserta didik hal ini membuktikan pentingnya penalaran
spasial dalam pembelajaran matematika untuk selanjutnya dalam penelitian ini
dilakukan dengan berdasarkan level kognitif berpikir tingkat tinggi.
Penelitian sebelumnya yang meneliti berpikir kreatif, yakni penelitian dari
Yayuk, dkk. (2020) temuannya menunjukkan bahwa model pembelajaran yang
5
diterapkan saat ini cenderung berfokus pada pengembangan berpikir analitis
dengan menggunakan masalah-masalah rutin. Perbedaan dengan yang akan diteliti
adalah pada instrument soal akan disajikan soal yang dapat menyajikan soal yang
dapat menunjukkan berpikir kreatif peserta didik dan menganalisisnya. Penelitian
selanjutnya dari (Syahara & Astutik, 2021) menjelaskan sejauh mana berpikir
kreatif peserta didik dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan
kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah dan materi yang akan
dipelajari berbeda-beda tergantung pada tingkat kemampuan siswa, khususnya
geometri. Penelitian selanjutnya (Wahyudi dkk., 2019) tentang Peserta didik
dengan kategori kurang kreatif mempunyai skema yang kurang baik dan tidak
dapat memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut. Perbedaan penelitian
yang akan dilaksanakan dengan menggunakan indicator berpikir kreatif untuk
menganalisis berpikir kreatif tersebut.
Berdasarkan novelty tersebut dalam memecahkan soal geometri diperlukan
suatu keterampilan berpikir kreatif menurut Munandar (2012) mempunyai
beberapa aspek diantaranya: (1) Aspek kelancaran diukur melalui a) keterampilan
memecahkan masalah dan memberikan banyak jawaban atas masalah tersebut
atau b) memberikan banyak contoh atau pernyataan tentang hal tertentu konsep
atau situasi matematika; (2) Aspek fleksibilitas diukur melalui a) keterampilan
menggunakan strategi pemecahan masalah atau b) memberikan berbagai contoh
pernyataan tentang konsep atau situasi matematika tertentu; (3) Aspek kebaruan
yang diukur melalui a) keterampilan menggunakan strategi baru, unik, atau tidak
biasa dalam menyelesaikan masalah atau b) memberikan contoh atau pernyataan
yang baru, unik, atau tidak biasa; (4) Aspek kerincian (Elaborasi) yang diukur
melalui keterampilan menjelaskan prosedur matematika tertentu, jawaban, atau
situasi matematika tertentu secara rinci. Penjelasannya hendaknya menggunakan
konsep, representasi, istilah, atau notasi matematika (Zaiyar & Rusmar, 2020).
Untuk menghasilkan kreativitas pemecahan masalah,,maka masalah harus
bersifat terbuka dimana banyak solusi (jawaban dan/atau metode) dimungkinkan
sehingga membantu peserta didik dengan berpartisipasi aktif dalam proses
matematika—menciptakan, berspekulasi, menyelidiki, menguji, dan
6
memverifikasi dan mengembangkan pemahaman menyeluruh tentang konsep dan
prosedur matematika. (Lester et al., 1994, hal. 154). (Khalid dkk., 2020)
Berdasarkan fakta yang dijelaskan baik secara yuridis, teoritis maupun
empiris yang menyatakan bahwa penalaran spasial dan berpikir kreatif dalam
menyelesaikan masalah matematika di sekolah dasar memerlukan pemecahan
masalah berpikir kreatif yang merupakan keterampilan berpikir tingkat tinggi yang logis
dan divergen untuk men konstruksi ide-ide baru yang dipicu oleh permasalahan yang
berbeda dan menantang (Pehkonen, 1997). latihan penalaran dan pemecahan masalah
sejumlah tujuan pembelajaran matematika memerlukan keterampilan berpikir
tingkat tinggi (HOTS) (Meiliasari dkk., 2022), oleh sebab itu perlunya analisis
mendalam dalam penalaran spasial dan berpikir kreatif dalam menyelesaikan soal
geometri berdasarkan level berpikir tingkat tinggi pada tingkat sekolah dasar.
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah “ Sejauh mana penalaran spasial
dan berpikir kreatif digunakan oleh peserta didik dalam menyelesaikan soal
geometri berdasarkan level berpikir tingkat tinggi kelas 5 pada Sekolah Dasar
Negeri Lulut 05?
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini antara lain:
1. Teoritis, berguna sebagai studi fenomenologi dari data-data yang dapat
memberi gambaran secara deskriptif tentang analisis penalaran spasial dan
berpikir kreatif peserta didik dalam menyelesaikan soal geometri berdasarkan
level berpikir tingkat tinggi kelas 5 sehingga diharapkan dapat menambah
7
Khasanah keilmuan di bidang pendidikan dasar pada ilmu pendidikan
khususnya dan pada masyarakat sekitar umumnya .
2. Praktis, berguna pada sasaran berikut:
a. Bagi peserta didik, sebagai bentuk evaluasi diri dalam kemampuan
penalaran spasial untuk menyelesaikan soal geometri berdasarkan level
berpikir tingkat tinggi dan mengembangkan aktivitas kreatif peserta didik
di kelas.
b. Bagi guru, menjadi kajian informatif dalam menerapkan model
pembelajaran yang akan digunakani, meningkatkan kualitas kinerja guru
dalam kegiatan belajar mengajar, serta melakukan analisis dari fenomena
masalah yang terjadi di sekolah dasar.
c. Bagi sekolah, berguna dalam memberikan masukan bagi sekolah sebagai
pedoman untuk melakukan penerapan hasil penelitian di sekolah tersebut.
d. Bagi para praktisi pendidikan dan pengambil kebijakan (pemerintah),
dijadikan sebagai bahan masukan dalam melakukan rencana strategis
pengembangan program-program intervensi perbaikan kualitas
pembelajaran.
e. Bagi peneliti lain, dijadikan sebagai sumber referensi penelitian, wacana
dan bahan diskusi terutama guna meningkatkan kepekaan terhadap
permasalahan di pendidikan dasar.
8
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
10
akurat” (p. 1483);, (c) Spatial Visualization (visualisasi spasial): manipulasi
multistep yang rumit dari informasi yang disajikan secara spasial” (p. 1484). (Suh
& Cho, 2020). Disisi lain, Carroll (1993) yang mendefinisikan lima kemampuan
spasial utama; visualisasi, hubungan spasial, fleksibilitas penutupan, kecepatan
persepsi dan kecepatan penutupan. Visualisasi spasial, yang digambarkan sebagai
kemampuan membayangkan perputaran suatu benda atau bagian-bagiannya dalam
3-D. Hubungan spasial, yang mencerminkan kemampuan mem persepsi suatu
objek dari posisi yang berbeda. Biasanya didefinisikan dengan tes terbatas waktu
yang melibatkan rotasi dan/atau refleksi (Lohman, 1988). Fleksibilitas faktor
penutupan adalah kemampuan untuk menemukan pola atau gambar tersembunyi
dalam pola kompleks yang lebih besar subjek diberitahu tentang apa yang harus
dicari. Fleksibilitas faktor penutupan disebut juga lapangan kemerdekaan atau
pemisahan (Velez et al., 2005) (Panagiotis dkk., 2021)
Selanjutnya, Menurut Maier (1994), keterampilan spasial terdiri dari lima
elemen berikut: (1) orientasi spasial; (2) rotasi mental; (3) hubungan spasial; dan
(4) persepsi spasial (Sudirman & Alghadari, 2020) Kemampuan mengenali
hubungan seseorang dengan diri sendiri (proses interoseptif) dan dengan
lingkungan sekitar (proses eksteroseptif) dikenal dengan persepsi spasial.
Keterbatasan tindakan pada persepsi visual (Coello, 2005) berdasarkan argumen
Egenhofer & Franzosa tiga kategori hubungan spasial—hubungan topologi,
hubungan terarah, dan hubungan jarak—dibentuk (Zhang, Zhang, & Du, 2013).
Kemampuan merepresentasikan informasi spasial dengan menggunakan konsep
tingkat tinggi sebelum menarik kesimpulan bahwa relasi spasial yang dimaksud
ada, inilah yang mengarah pada terciptanya relasi spasial (Corcoran dkk., 2012).
Kemampuan mengendalikan postur atau orientasi tubuh terhadap lingkungan
sekitar disebut orientasi spasial (Aini & Suryowati, 2022).
Penelitian yang akan dilaksanakan menggunakan komponen atau
konstruksi Menurut Lowrie, Konstruksi spasial ini sejalan dengan kategori dalam
literatur kognisi spasial dari studi analitik faktor awal (Carroll 1993; Linn dan
Petersen 1985). Namun, tidak seperti keterampilan spasial yang dipertimbangkan
dalam literatur psikologi, Ramful dkk. (2017) menekankan sifat kontekstual dari
konstruksi spasial dalam berhitung, yaitu bagaimana keterampilan ini diterapkan
11
dalam pemecahan masalah matematika dengan penerapan di dunia nyata (Harris,
Logan, dkk., 2021). Menurut Lowrie, secara umum ada beberapa istilah yang
berkaitan dengan penalaran spasial yang melibatkan tiga komponen spasial yaitu:
: Spatial Visualization (visualisasi spasial), Mental Rotation (rotasi mental),
Spatial Orientation (orientasi spasial) (Ramful dkk., 2016). Pentingnya
mengeksplorasi secara komprehensif interaksi antara visualisasi, rotasi mental,
dan orientasi spasial karena pemahaman menyeluruh tentang penalaran spasial
yang nantinya dapat meningkatkan praktik pembelajaran yang lebih baik (Pradana
& Sholikhah, 2023). Adapun penjelasan tiap-tiap komponen diantaranya:
1) Rotasi mental
Rotasi mental merupakan proses kognitif dimana seseorang
membayangkan bagaimana objek 2D dan 3D akan tampak setelah suatu titik
diputar dengan sudut tertentu (Shepard & Metzler, 1988). Rotasi mental adalah
jenis transformasi berbasis objek tertentu, yang sering kali dipisahkan dalam studi
analitik faktor dari ukuran visualisasi spasial (Hegarty & Waller, 2005),
selanjutnya Stransky, Wilcox, & Dubrowski, 2010 dalam (Lowrie dkk., 2018)
Rotasi mental diyakini dapat ditempa sebagai hasil dari pengalaman dan
pembelajaran.
(Cooper, 1975; Shepard & Metzler, 1971) dalam Ramful dkk., (2016)
berusaha mengukur hubungan antara sudut rotasi, kompleksitas konfigurasi objek
yang akan diputar, dan waktu reaksi. Biasanya, siswa diberikan sebuah objek
sasaran dan diminta untuk membandingkannya dengan objek yang diputar atau
dipantulkan dan waktu yang mereka perlukan untuk melakukan rotasi mental
tersebut diukur.
2) Orientasi Spasial
(Mix & Cheng, 2012; Uttal et al., 2013) dalam (Lowrie dkk., 2019)
Orientasi spasial, mengacu pada kemampuan untuk melakukan reorientasi diri
dalam ruang dan melibatkan proses pemetaan hubungan spasial pada skala
berbeda, dan dari perspektif serta lokasi berbeda dalam lingkungan. Hal ini
diyakini berbeda dari transformasi berbasis objek. Kemudian (Newcombe dan
Huttenlocher 1992) dalam (Lowrie dkk., 2020) Orientasi spasial melibatkan
12
membayangkan perspektif dari lokasi lain yang bukan milik Anda. Artinya,
antisipasi lokasi dari sudut pandang yang berbeda.
Dalam tugas orientasi spasial, seseorang harus memposisikan dirinya
secara mental atau fisik pada tempat suatu objek yang akan dimanipulasi untuk
menentukan posisi objek atau hasil transformasi pada objek tersebut. Pemecah
masalah diharuskan menganalisis suatu objek sehubungan dengan posisinya
(Ramful dkk., 2016).
3) Visualisasi Spasial
Visualisasi spasial mengacu pada kemampuan membayangkan
transformasi spasial multi langkah yang kompleks dalam objek, hal ini diukur
dengan tugas-tugas yang melibatkan membayangkan transformasi berbasis objek
seperti melipat kertas, atau konversi bersih menjadi padat (Harris, Lowrie, dkk.,
2021). Sementara Vandenberg & Kuse, (1978) Visualisasi spasial merupakan
kemampuan untuk membayangkan objek atau bentuk dalam ruang tiga dimensi
dan memanipulasinya secara mental.
13
keseluruhan,
refleksi, dan simetri
Membangun benda padat dari jaring
tertentu dan sebaliknya
Potongan dan bagian yang cocok
Menemukan simetri pada suatu
benda Mencerminkan suatu objek
14
(2015) dalam (Nurzulifa, 2021) kemampuan berpikir kreatif dapat diartikan
sebagai kemampuan menciptakan sesuatu yang baru, kemampuan yang dapat
memadukan sejumlah objek yang berbeda dengan pemikiran manusia yang dapat
dipahami, berguna, inovatif dengan berbagai pengaruh. Berpikir kreatif adalah
aktivitas mental manusia dalam memecahkan masalah matematika dengan
kemampuan menemukan banyak kemungkinan jawaban atau menemukan satu
jawaban yang sama tetapi dengan banyak cara yang berbeda (Purwanti dkk.,
2019).
15
yang diukur melalui keterampilan menjelaskan prosedur matematika tertentu,
jawaban, atau situasi matematika tertentu secara rinci. Penjelasannya hendaknya
menggunakan konsep, representasi, istilah, atau notasi matematika (Zaiyar &
Rusmar, 2020) yang selanjutnya dituangkan ke dalam table:
16
Mendeskripsikan penyelesaian masalah yang diberikan 1
dengan cara yang berbeda dari yang lain tanpa alasan
Tidak dapat memberikan solusi atau jawaban 0
Elaborasi Menjelaskan penyelesaian suatu masalah secara rinci 4
dengan benar
Menguraikan penyelesaian suatu permasalahan secara rinci 3
meskipun analisis argumentasinya belum tuntas
Menjelaskan penyelesaian suatu masalah secara kurang 2
rinci dengan benar
Menjelaskan solusi yang tidak spesifik terhadap suatu 1
masalah
Tidak dapat memberikan solusi atau jawaban 0
e. Geometri
Pembelajaran matematika membahas geometri, peserta didik diajarkan
pengetahuan geometri semenjak dini misalnya diperkenalkan kemampuan posisi
kiri kanan, bentuk geometris, arah, dan kemampuan menghubungkan angka
dengan geometri (Hasanah & Kumoro, 2021) selain itu, geometri berkaitan
dengan berbagai keterampilan spasial, seperti mengidentifikasi ciri-ciri, bentuk,
sudut dan garis serta sifat-sifatnya, dan masalah geometri cukup umum terjadi
disertai dengan gambar. Modalitas visuospatial merupakan faktor utama yang
mempengaruhi kemampuan geometri visualisasi dan penalaran spasial lazim
dalam pemikiran geometris (Panagiotis dkk., 2021).
Geometri merupakan studi tentang sifat-sifat objek spasial, keterkaitan
konsep-konsepnya, transformasinya dalam ruang dan sistem aksioma berdasarkan
17
representasi matematika (Dhlamini dkk., 2019). Jones & Al., (2017) dalam
(Yurniwati, 2019) Geometri unik dan kompleks dalam hal peran aktivitas fisik
(penggunaan instrumen, manipulasi, Pemodelan), visualisasi, dan bahasa untuk
konstruksi konsep matematika. Geometri berkaitan dengan berbagai keterampilan
spasial, seperti mengidentifikasi ciri-ciri, bentuk, sudut, garis dan sifat-sifatnya,
serta mengacu pada model ruang yang merupakan faktor utama yang
mempengaruhi kemampuan geometri (Panagiotis dkk., 2021). Berdasarkan hal
tersebut dalam geometri dibutuhkan suatu kemampuan penalaran spasial yang
baik.
Pembelajaran geometri diharapkan dapat mengonstruksi dan mengurai
beberapa bangun ruang dan gabungannya hal tersebut memerlukan berpikir kreatif
terutama dalam menyelesaikan soal yang di berikan, seorang guru dapat melatih
peserta didik dengan representasi 2D dari bentuk geometris 3D seperti penelitian
yang dilakukan oleh Fujita dkk., (2020) dengan menganalisis bagaimana peserta
didik menggunakan keterampilan penalaran spasial untuk memecahkan masalah
yang melibatkan representasi 2D dari bentuk geometris 3D. Pentingnya
mempromosikan berpikir kreatif di kelas matematika, pelaksanaan tugas-tugas
yang menantang diikuti dengan waktu yang cukup untuk menyelesaikannya,
pelembagaan yang berfokus pada ide-ide peserta didik, validasi yang mendorong
disposisi aktif, dan komunikasi antara teman sebaya dan dengan guru, bersama-
sama, mendukung munculnya ide-ide matematika kreatif di dalam diri peserta
didik (Araya, 2021).
18
merencanakan pemecahan (devise a plan), melaksanakan rencana (carry out the
plan), dan melihat kembali (looking back).
Anderson (2010: 100) dalam (Anggraeni & Erviana, 2019) menyatakan
ranah kognitif dibagi berdasarkan tingkatan yaitu C1 (mengingat), C2
(memahami), C3 (mengaplikasikan), C4 (menganalisis), C5 (mengevaluasi), C6
(mencipta) tingkatan 1 sampai dengan tingakatan 3 merupakan sebuah
kemampuan berpikir tingkat rendah (LOTS) sedangkan tingkatan 4 sampai 6
termasuk kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS) sejalan dengan hal tersebut,
Widana (2017) dalam (Octaviana & Setyaningsih, 2022) menyatakan soal HOTS
merupakan alat penilaian untuk mengukur kemampuan berpikir yang tidak hanya
menghafal dan menuliskan kembali tanpa melakukan pengolahan dan sangat
dianjurkan untuk berbagai bentuk penilaian kelas, karena pada umumnya soal
HOTS mengukur kemampuan dalam menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.
Selain itu, HOTS merupakan kemampuan metakognitif yaitu kemampuan
menghubungkan berbagai konsep, masalah pemecahan masalah, memilih strategi
pemecahan masalah, menemukan metode baru, berdebat dan mengambil
keputusan yang tepat Lebih lanjut (Utari & Gustiningsi, 2021).
Tujuan pembuatan soal HOTS adalah untuk membantu peserta didik
melatih dan menyempurnakan kemampuan berpikirnya secara lebih divergen
(menyebar) dibandingkan dengan cara berpikir yang lebih sempit (terpusat) untuk
membekali mereka dengan keterampilan yang mereka perlukan untuk menemukan
jawaban kreatif terhadap permasalahan kompleks.(Rizki dkk., 2022) adapun ciri
dari soal hots adalah (a) mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, meliputi:
analisis, evaluasi dan kreativitas; (b) berdasarkan masalah kontekstual, yang
terdiri dari menghubungkan, mengalami, menerapkan, mengkomunikasikan dan
mentransfer (REAKSI) (Kemdikbud dkk., 2018). oleh karena itu, pembiasaan
peserta didik dalam mengerjakan soal-soal latihan tipe HOTS diharapkan agar
tidak ada lagi kesulitan dalam memecahkan suatu permasalah matematika (Amalia
& Hadi, 2021).
Saraswati & Agustika, (2020) mengadaptasi pendapat Anderson dan
Krathwohl (2001:68) serta Kemendikbud dari ketiga level kognitif HOTS terdapat
pada tabel 1.
19
Tabel 2.3. Level Kognitif dan Indikator Kognitif HOTS
Aspek Level Kognitif Definisi
dan Indikator
Berpikir C4 – Menganalisis Proses mengurai materi yang kemudian
Kritis dicari kaitannya secara keseluruhan
Membedakan Mampu memilah informasi menjadi
bagian relevan dan tidak relevan
Mengorganisasi Mampu mengidentifikasi informasi
menjadi struktur yang terorganisir
Mengatribusi Mampu menentukan pola hubungan
antara bagian tiap struktur informasi
C5 – Mengevaluasi Kegiatan membuat suatu keputusan
berdasarkan kriteria dan standar yang
telah ditentukan
Memeriksa Mampu mengecek dan menentukan
bagian yang salah terhadap proses atau
pada sebuah pernyataan
Mengkritik Mampu melakukan penerimaan dan
penolakan terhadap informasi melalui
kriteria yang telah ditetapkan
Berpikir C6 – Mencipta Membentuk solusi atau sesuatu yang
kreatif baru dari kegiatan menggabungkan
berbagai elemen.
Merumuskan Mampu memberikan cara pandang
terhadap suatu persoalan
Pemecahan Merencana Mampu merancang suatu cara untuk
Masalah menyelesaikan masalah
Memproduksi Mampu membuat ide, solusi atau
keputusan dari rancangan yang dibuat
sebelumnya
20
penalaran spasial, berpikir kreatif dalam menyelesaikan soal geometri kelas 5
berdasarkan level kognitif berpikir tingkat tinggi.
Kesatu, Menganalisis kesulitan peserta didik kelas 4 SD Negeri Asmi 033
Kota Bandung dalam menjawab soal geometri yang menunjukkan bahwa terdapat
kesulitan yang dihadapi peserta didik dalam menjawab soal geometri, kesulitan
tersebut diantaranya adalah (1) peserta didik kesulitan dalam penggunaan konsep;
(2) peserta didik kesulitan dalam penggunaan prinsip; (3) peserta didik kesulitan
dalam menyelesaikan masalah-masalah verbal (Fauzi & Arisetyawan, 2020).
berdasarkan analisis kesulitan belajar tersebut dalam geometri memerlukan suatu
keterampilan dalam memecahkan masalah diantaranya penalaran spasial dan
berpikir kreatif.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Aini, dkk. dengan judul
mengeklpor penalaran spasial dalam menyelesaikan soal geometri berdasarkan
gender yang menunjukkan bahwa penalaran spasial antara laki-laki dan
perempuan memiliki perbedaan. Peserta didik laki-laki lebih dominan dalam
visualisasi spasial, sedangkan peserta didik perempuan lebih dominan dalam
orientasi spasial. Namun, pada rotasi spasial memiliki kemampuan penalaran
spasial yang sama. Selain itu, dalam teks juga disebutkan bahwa peserta didik
perempuan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal geometri tanpa
menggunakan alat peraga, sedangkan peserta didik laki-laki dapat mengamati
gambar soal dan jaring-jaring serta menentukan jaring-jarang yang tepat tanpa
menggunakan alat peraga (Aini & Suryowati, 2022). Penelitian ini merupakan
artikel penelitian satu-satunya pada tingkat sekolah dasar yang teridex Sinta, oleh
sebab itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang penalaran spasial
karena pentingnya penalaran spasial terutama pada tingkat sekolah dasar guna
merancang strategi atau intervensi pembelajaran agar peserta didik tidak merasa
kesulitan dalam memecahkan permasalahan geometri.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Fujita DKK (2020) dengan judul
Spatial reasoning skills about 2D representations of 3D geometrical shapes in
grades 4 to 9 penelitian ini merupakan penelitian pada tingkat internasional yang
menunjukkan bahwa peserta didik yang memiliki keterampilan penalaran spasial
yang lebih baik cenderung lebih sukses dalam memecahkan masalah geometri.
21
Lima jenis penalaran geometris dengan bentuk 3D yang diidentifikasi oleh para
peneliti dalam penelitian sebelumnya adalah manipulasi mental terhadap gambar
melibatkan kemampuan peserta didik untuk memutar, mengubah diagram yang
diberikan ke bentuk lain, melakukan reorientasi, menggambar jaring, dan
menambahkan garis tambahan; penalaran berdasarkan sifat geometris melibatkan
kemampuan peserta didik untuk mengenali dan menerapkan sifat-sifat geometris
tertentu pada bentuk geometris 3D; penalaran berdasarkan hubungan spasial
melibatkan kemampuan peserta didik untuk memahami hubungan spasial antara
objek-objek dalam ruang 3D; penalaran berdasarkan pengukuran melibatkan
kemampuan peserta didik untuk menggunakan pengukuran untuk memecahkan
masalah geometri; dan penalaran berdasarkan representasi objek 3D melibatkan
kemampuan peserta didik untuk memahami dan memanipulasi representasi 2D
dari bentuk geometris 3D (Fujita dkk., 2020). Dalam penelitian ini digunakan
untuk mementukan intervensi pembelajaran geometri melalui penalaran spasial.
Keempat. tentang evaluasi pelaksanaan program penalaran spasial pada
kurikulum di tingkat internasional menunjukkan bahwa peserta didik
menunjukkan pengembangan konsep spasial yang kompleks jauh melampaui
ekspektasi kurikulum. SRMP menyoroti peran penting pola dan penataan ruang
dalam pembentukan dan representasi konsep tata ruang (Mulligan dkk., 2020)
artikel ini juga menyoroti pelaksanaan program pembelajaran pada kurikulum
internasional untuk penalaran spasial peserta didik.
Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Yayuk dkk., (2020) dengan judul
Primary School Students’ Creative Thinking Skills in Mathematics Problem
Solving menunjukkan bahwa peserta didik yang berprestasi tinggi di bidang
matematika menunjukkan keterampilan yang baik pada aspek kelancaran dan
fleksibilitas, namun masih kesulitan pada aspek kebaruan. Rata-rata yang
berprestasi menunjukkan keterampilan yang baik pada aspek fleksibilitas, namun
kurang pada aspek kelancaran dan kebaruan. (Yayuk dkk., 2020). Penelitian ini
menelaah fakta kesulitan dalam berpikir kreatif dalam pemecahan soal
matematika berdasarkan indikator kreativitas.
Keenam, sebuah studi kasus yang memperoleh pemahaman mendalam
tentang peningkatan kreativitas matematika dalam praktik pendidikan yang
22
menunjukkan bahwa kreativitas matematika hanya meningkat pada dua
pembelajaran matematika terbuka. Lebih khusus lagi, ekspresi kreatif matematis
dikaitkan dengan dialog seluruh kelas yang lebih panjang di mana guru
menciptakan suasana terbuka; dia menciptakan kesempatan bagi peserta didik
untuk mengekspresikan ide-ide mereka dan menanggapi ide-ide tersebut dengan
serius. Meskipun pada beberapa episode pembelajaran matematika reguler juga
tercipta suasana terbuka, namun tidak terjadi kreativitas matematika (Schoevers
dkk., 2019).
23
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penalaran spasial dan
berpikir kreatif dalam menyelesaikan soal geometri berdasarkan level kognitif
berpikir tingkat tinggi kelas 5 Sekolah Dasar negeri Lulut 05. Sedangkan focus
pada penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui, menganalisis dan mendeskripsikan tingkat penalaran
spasial peserta didik kelas 5 dalam menyelesaikan soal geometri
berdasarkan level kognitif berpikir tingkat tinggi.
2. Untuk mengetahui, menganalisis dan mendeskripsikan faktor-faktor yang
mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif peserta didik dalam
matematika geometri berdasarkan level kognitif berpikir tingkat tinggi.
3. Untuk mengetahui, menganalisis dan mendeskripsikan peran pendekatan
pembelajaran dalam pengembangan kemampuan berpikir kreatif peserta
didik dalam matematika geometri.
4. Untuk mengetahui, menganalisis dan mendeskripsikan strategi pengajaran
yang efektif untuk meningkatkan penalaran spasial dan kemampuan
berpikir kreatif peserta didik kelas 6.
25
penelitian sehingga proposal penelitian kualitatif masih bersifat umum dan
sementara. Selain Menyusun proposal peneliti juga memilih tempat penelitian,
mengurus perizinan, melakukan peninjauan ke lapangan untuk mendapatkan
kesesuaian latar penelitian dengan tema yang diambil serta memperoleh informasi
tentang apa yang penting untuk ditentukan. Disamping itu peneliti menyiapkan
perlengkapan penelitian, alat tulis, alat perekam, kamera dan alat pendukung
penelitian lainnya.
Pada tahap pelaksanaan penelitian merupakan kegiatan pengumpulan data.
Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan bersamaan dengan tahap analisis data
yang dilakukan sebelum, proses dan akhir kegiatan pengumpulan data. Tahap
penulisan laporan merupakan tahap akhir dari penelitian kualitatif.
26
2. Datar Sekunder
Menurut Sugiyono (2022) data sekunder yaitu sumber yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data misalnya lewat orang lain atau lewat
dokumen.
27
menunjang peneliti melakukan penelitian. Dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu, dokumen tersebut bisa dalam bentuk tulisan,
gambar, atau karya seseorang, biografi, dan juga kebijakan (Sugiono, 2022).
Pengumpulan
Data
Reduksi Penyajian
Data Data
Kesimpulan/
Verifikasi
28
Huberman dalam Sugiyono (2022) menyatakan bahwa analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai
tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Berikut adalah penjelasan dari masing-
masing komponen.
1. Reduksi Data
Reduksi data menurut Sugiyono (2022) adalah merangkum,
memilih hal-hal yang penting, baru, unik dan terkait dengan rumusan
masalah atau pertanyaan penelitian. Pada tahap ini juga merupakan tahap
memilih dan memilah data yang pokok, focus pada hal-hal yang penting,
mengelompokkan data sesuai tema, membuat ringkasan, pemberian kode,
membagi data dalam partisi-partisi setelah itu dianalisis sehingga
terbentuk pola-pola tertentu.
Pada kegiatan penyederhanaan data-data dengan memilah-milah
maka diperoleh data observasi, wawancara dan dokumentasi dengan
Langkah-langkah sebagai berikut:
a. Kegiatan Menganalisis dan Observasi
Pada kegiatan tersebut dilakukan dengan memindahkan data-
data dari catatan lapangan ke pedoman analisis dan data observasi
penalaran spasial dan berpikir kreatif dalam menyelesaikan soal
geometri berdasarkan level kognitif berpikir tingkat tinggi kelas 5 SD
N Lulut 05.
b. Kegiatan menganalisis wawancara
Peda kegiatan tersebut kegiatan dilakukan dengan mentranskrip
verbatim pembicaraan dalam kegiatan wawancara setelah itu membuat
tematik analisisnya dengan tujuan untuk menentukan pola-pola dengan
pedoman pada pedoman wawancara terstruktur untuk Peserta didik
kelas 5 SD N Lulut 05
c. Kegiatan menganalisis data dokumentasi
Pada kegiatan tersebut dilakukan dengan cara mendeskripsikan situasi
yang terjadi di lapangan dan membuat tematik analisisnya dengan
tujuan untuk menemukan pola-pola yang berpedoman pada pedoman
catatan dokumentasi.
29
2. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan setelah data direduksi. Dalam penyajian
data dalam kualitatif bisa dalam bentuk uraian singkat, began dan
hubungan antar kategori. Menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono
(2022) bahwa dalam penelitian kualitatif peneliti seringkali menyajikan
data dalam bentuk teks atau naratif. Artinya proses penggabungan
informasi sehingga tersusun rapai dalam bentuk yang dapat mudah
dipahami.
3. Penarikan Kesimpulan
Langkah yang terakhir adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Langkah ini bertujuan untuk menemukan makna terhadap data yang
dikumpulkan dengan menentukan pola, hubungan kesamaan dari kejadian
yang sering muncul. Pada proses ini dilakukan interpretasi data dengan
melakukan sintesis terhadap data yang sudah dikumpulkan dengan
berbagai metode, sambal terus melakukan proses verifikasi terhadap
kesimpulan yang dibuat secara tentative yang kemudian dapat diambil
kesimpulan akhir yang lebih tepat.
30
Menurut Sugiyono (2022) bahwa uji transferability dimaksudkan agar
orang lain dapat memahami penelitian kualitatif sehingga ada kemungkinan
untuk menerapkan hasil penelitian tersebut, sehingga peneliti dapat membuat
laporannya dengan memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan
dapat dipercaya. Oleh sebab itu pembaca dapat dengan jelas memahami hasil
dari penelitian tersebut, sehingga dapat memutuskan dapat atau tidaknya
untuk mengaplikasikan hasil penelitian tersebut di tempat lain.
3. Dependability
Adapun Sugiyono (2022) menyatakan bahwa uji dependability atau
dalam penelitian kualitatif disebut dengan reliabilitas penelitian yang reliabel
ialah apabila orang lain dapat me replikasi proses penelitian tersebut. Dalam
penelitian kualitatif, uji dependability dilakukan dengan melakukan audit
terhadap keseluruhan proses penelitian, dengan dilakukan oleh auditor yang
independent, atau pembimbing untuk mengaudit seluruh aktivitas peneliti
dalam melakukan penelitian.
4. Confirmability
Uji confirmability atau dalam penelitian kualitatif disebut uji
obyektivitas penelitian, yaitu suatu penelitian dikatakan obyektif apabila
hasil penelitian telah disepakati oleh banyak orang (Sugiyono, 2022). Uji
confirmability tidak jauh berbeda dengan uji dependability sehingga
pengujian nya dapat dilakukan secara bersamaan. Dalam menguji
confirmability berarti menguji hasil-hasil penelitian yang dilakukan dengan
proses yang dilakukan.
31
32
33
DAFTAR PUSTAKA
Aini, N., & Suryowati, E. (2022). Mengeksplor Penalaran Spasial Siswa dalam
Menyelesaikan Soal Geometri Berdasarkan Gender. Mosharafa: Jurnal
Pendidikan Matematika, 11(1), 61–72.
https://doi.org/10.31980/mosharafa.v11i1.1183
Corcoran, P., Mooney, P., & Bertolotto, M. (2012). Spatial Relations Using High
Level Concepts. ISPRS International Journal of Geo-Information, 1(3),
333–350. https://doi.org/10.3390/ijgi1030333
Davis, B. & Spatial Reasoning Study Group. (2015). Spatial Reasoning in the
Early Years (0 ed.). Routledge. https://doi.org/10.4324/9781315762371
Dhlamini, Z. B., Chuene, K., Masha, K., & Kibirige, I. (2019). Exploring Grade
Nine Geometry Spatial Mathematical Reasoning in the South African
Annual National Assessment. EURASIA Journal of Mathematics, Science
and Technology Education, 15(11).
https://doi.org/10.29333/ejmste/105481
Ernawati, Zulmaulida, R., Saputra, E., Munir, M., & dkk. (2021). Problematika
Pembelajaran Matematika. Yayasan Penerbit Muhammad Zaini.
Fauzi, I., & Arisetyawan, A. (2020). Analisis Kesulitan Belajar Siswa pada Materi
Geometri Di Sekolah Dasar. Kreano, Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif,
11(1), 27–35. https://doi.org/10.15294/kreano.v11i1.20726
Fujita, T., Kondo, Y., Kumakura, H., Kunimune, S., & Jones, K. (2020). Spatial
reasoning skills about 2D representations of 3D geometrical shapes in
grades 4 to 9. Mathematics Education Research Journal, 32(2), 235–255.
https://doi.org/10.1007/s13394-020-00335-w
Harris, D., Lowrie, T., Logan, T., & Hegarty, M. (2021). Spatial reasoning,
mathematics, and gender: Do spatial constructs differ in their contribution
to performance? British Journal of Educational Psychology, 91(1), 409–
441. https://doi.org/10.1111/bjep.12371
Hasanah, U., & Kumoro, D. T. (2021). Kemampuan Spasial: Kajian pada Siswa
Usia Sekolah Dasar. JURNAL PACU PENDIDIKAN DASAR JURNAL
PGSD UNU NTB.
Hobri, Suharto, & Rifqi Naja, A. (2018). Analysis of students’ creative thinking
level in problem solving based on national council of teachers of
mathematics. Journal of Physics: Conference Series, 1008, 012065.
https://doi.org/10.1088/1742-6596/1008/1/012065
Jankowska, D. M., Gajda, A., & Karwowski, M. (2019). How children’s creative
visual imagination and creative thinking relate to their representation of
space. International Journal of Science Education, 41(8), 1096–1117.
https://doi.org/10.1080/09500693.2019.1594441
34
Kemdikbud, Pudjiastuti, A., Ariyana, Y., Bestary, R., & Zamroni. (2018). Buku
Pegangan Pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan Berpikir
Tingkat Tinggi. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Khalid, M., Saad, S., Abdul Hamid, S. R., Ridhuan Abdullah, M., Ibrahim, H., &
Shahrill, M. (2020). ENHANCING CREATIVITY AND PROBLEM
SOLVING SKILLS THROUGH CREATIVE PROBLEM SOLVING IN
TEACHING MATHEMATICS. Creativity Studies, 13(2), 270–291.
https://doi.org/10.3846/cs.2020.11027
Leni, N., Musdi, E., Arnawa, I. M., & Yerizon, Y. (2021). Profil Kemampuan
Penalaran Spasial Siswa SMPN 1 Padangpanjang Pada Masalah Geometri.
JIPM (Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika), 10(1), 111.
https://doi.org/10.25273/jipm.v10i1.10000
Lowrie, T., Resnick, I., Harris, D., & Logan, T. (2020). In search of the
mechanisms that enable transfer from spatial reasoning to mathematics
understanding. Mathematics Education Research Journal, 32(2), 175–188.
https://doi.org/10.1007/s13394-020-00336-9
Maresch, G., & Posamentier, A. S. (2019). Solving problems in our spatial world.
World Scientific.
35
Mulligan, J., Woolcott, G., Mitchelmore, M., Busatto, S., Lai, J., & Davis, B.
(2020). Evaluating the impact of a Spatial Reasoning Mathematics
Program (SRMP) intervention in the primary school. Mathematics
Education Research Journal, 32(2), 285–305.
https://doi.org/10.1007/s13394-020-00324-z
Panagiotis, G., Avgerinos, E. A., Deliyianni, E., Elia, I., Gagatsis, A., & Geitona,
Z. (2021). Unpacking The Relation Between Spatial Abilities and
Creativity in Geometry. The European Educational Researcher, 4(3),
307–328. https://doi.org/10.31757/euer.433
36
Ramful, A., Lowrie, T., & Logan, T. (2016). Measurement of Spatial Ability.
Journal of Psychoeducational Assessment.
https://doi.org/10.1177/0734282916659207
Resnick, I., Harris, D., Logan, T., & Lowrie, T. (2020). The relation between
mathematics achievement and spatial reasoning. Mathematics Education
Research Journal, 32(2), 171–174. https://doi.org/10.1007/s13394-020-
00338-7
Schoevers, E. M., Leseman, P. P. M., Slot, E. M., Bakker, A., Keijzer, R., &
Kroesbergen, E. H. (2019). Promoting pupils’ creative thinking in primary
school mathematics: A case study. Thinking Skills and Creativity, 31, 323–
334. https://doi.org/10.1016/j.tsc.2019.02.003
Suh, J., & Cho, J. Y. (2020). Linking spatial ability, spatial strategies, and spatial
creativity: A step to clarify the fuzzy relationship between spatial ability
and creativity. Thinking Skills and Creativity, 35, 100628.
https://doi.org/10.1016/j.tsc.2020.100628
Syahara, M. U., & Astutik, E. P. (2021). Analisis Berpikir Kreatif Siswa dalam
Menyelesaikan Masalah SPLDV ditinjau dari Kemampuan Matematika.
37
Mosharafa: Jurnal Pendidikan Matematika, 10(2), 201–212.
https://doi.org/10.31980/mosharafa.v10i2.892
Utari, R. S., & Gustiningsi, T. (2021). Developing of Higher Order Thinking Skill
in Relation and Function to Support Student’s Creative Thinking. Jurnal
Pendidikan Matematika, 15(1), 49–60.
https://doi.org/10.22342/jpm.15.1.12876.49-60
Van de Walle, J. A., Karp, K. S., & Bay-Williams, J. M. (2013). Elementary and
middle school mathematics: Teaching developmentally (8th ed). Pearson.
Vandenberg, S. G., & Kuse, A. R. (1978). Mental Rotations, a Group Test of
Three-Dimensional Spatial Visualization. Perceptual and Motor Skills,
47(2), 599–604. https://doi.org/10.2466/pms.1978.47.2.599
Wahyudi, Dr., Waluya, Sb., Suyitno, H., Isnarto, Dr., & M. Pramusita, S. (2019).
Schemata in Creative Thinking to Solve Mathematical Problems about
Geometry. Universal Journal of Educational Research, 7(11), 2444–2448.
https://doi.org/10.13189/ujer.2019.071122
Woolcott, G., Le Tran, T., Mulligan, J., Davis, B., & Mitchelmore, M. (2022).
Towards a framework for spatial reasoning and primary mathematics
learning: An analytical synthesis of intervention studies. Mathematics
Education Research Journal, 34(1), 37–67.
https://doi.org/10.1007/s13394-020-00318-x
Wulandari, S., Susanti, E., & Harini, S. (2021). Penalaran Visuospasial Siswa
Kategori Intelligence Quotient (IQ) Superior. Jurnal Tadris Matematika,
4(2), 263–274. https://doi.org/10.21274/jtm.2021.4.2.263-274
Yayuk, E., Purwanto, P., Rahman, A., & Subanji, S. (2020a). Primary School
Students’ Creative Thinking Skills in Mathematics Problem Solving.
European Journal of Educational Research, 9(3), 1281–1295.
https://doi.org/10.12973/eu-jer.9.3.1281
Yayuk, E., Purwanto, P., Rahman, A., & Subanji, S. (2020b). Primary School
Students’ Creative Thinking Skills in Mathematics Problem Solving.
European Journal of Educational Research, 9(3), 1281–1295.
https://doi.org/10.12973/eu-jer.9.3.1281
38
Yurniwati, D. A. (2019). GEOMETRIC CONCEPTUAL AND PROCEDURAL
KNOWLEDGE OF PROSPECTIVE TEACHERS. 1(2).
Zaiyar, M., & Rusmar, I. (2020). Students’ Creative Thinking Skill in Solving
Higher Order Thinking Skills (HOTS) Problems. Al-Jabar : Jurnal
Pendidikan Matematika, 11(1), 111–120.
https://doi.org/10.24042/ajpm.v11i1.5935
Zuhria Sya’bani, G., Hikmah, N., Novitasari, D., & Sarjana, K. (2023). Hubungan
Kecerdasan Spasial dan Kemampuan Penalaran Matematis Peserta Didik
Dalam Menyelesaikan Masalah Geometri. Jurnal Riset Pendidikan
Matematika Jakarta, 5(1), 22–31.
https://doi.org/10.21009/jrpmj.v5i1.23023
39
40
Lampiran 01
41
Lampiran 02
42
atas.
Visualisasi Berpikir C6 – Melalui gambar 3,4
Spasial Kreatif Mencipta peserta didik
dapat merencana
membuat jaring-
jaring prisma dari
beberapa bentuk.
Level Ciri-ciri
Tingkat 4 Peserta didik mampu menunjukkan fluency, flexibility, dan
(Sangat Kreatif) novelty dalam memecahkan maupun mengajukan masalah.
Tingkat 3 Peserta didik mampu menunjukkan fluency, dan novelty
(Kreatif) atau fluency dan flexibility dalam memecahkan maupun
mengajukan masalah.
Tingkat 2 Peserta didik mampu menunjukkan novelty atau flexibility
(Cukup Kreatif) dalam memecahkan maupun mengajukan masalah.
Level 1 Peserta didik mampu menunjukkan fluency, dalam
(Kurang Kreatif) memecahkan maupun mengajukan masalah.
Level 0 Peserta didik tidak mampu menunjukkan ketiga aspek
(Tidak Kreatif) indikator berpikir kreatif.
43
2. Instrumen Soal Pra Penelitian
UJI PENALARAN SPASIAL DAN BERPIKIR KREATIF
Nama :
Sekolah :
Kelas :
Tanggal :
No Soal Jawaban
1. 1. Perhatikan susunan kubus dibawah!
Jika tumpukan dus
tersebut dilihat dari
atas, maka gambar
bagian manakah yang
sesuai!
A B C
44
a. Pada kertas berpetak gambarkan jalur yang
dapat dilalui.
b. Berapa kali kubus tersebut direbahkan untuk
mencapai tujuannya?
3. 3. Perhatikan gambar!
45
Instrumen Wawancara
46